KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A SRAGEN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan Oleh : FARKHAN ARI PRATAMA F 100 110 157 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A SRAGEN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan Oleh : FARKHAN ARI PRATAMA F 100 110 157 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016 ii ABSTRAKSI KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A SRAGEN Farkhan Ari Pratama Aad Satria Permadi, S.Psi, M.A Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Kehidupan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan merupakan bentuk dari konsekuensi hukuman atas perilaku melanggar hukum yang pernah dilakukan. Berbagai permasalahan dialami narapidana dalam menjalani kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan, diantaranya perubahan hidup, hilangnya kebebasan dan hak-hak yang semakin terbatas, hingga perolehan label panjahat yang melekat pada dirinya serta kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan membuat mereka harus terpisah dari keluarga dan hidup bersama narapidana lain. Status sebagai narapidana bukan suatu hal yang dengan mudah dapat diterima oleh seseorang, namun secara tidak langsung narapidana dituntut untuk mempertanggungjawabkan tindak pidana yang ia lakukan serta kemudian mampu memiliki penerimaan diri , memiliki hubungan positif dengan orang lain, memiliki cara dalam penguasaan lingkungan, dan memiliki tujuan hidup. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dinamika Kesejahteraan Psikologis Pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Sragen. Informan penelitian ini sebanyak 4 orang yang dipilih secara purposive sampling dengan karakteristik, antara lain: a) narapidana berusia 21 sampai 50 tahun, b) narapidana sedang menjalani setengah atau lebih masa hukuman, dan c) narapidana pertama kali menghuni lapas, bukan residivis. Penelitian ini menggunakan metode wawancara dan observasi. Hasil dari penelitian ini adalah narapidana yang memiliki kesejahteraan psikologis adalah mereka yang mampu beradaptasi dengan lingkungan, memiliki hubungan sosial yang baik, mampu untuk menghilangkan stres, sehingga mampu menciptakan keadaan sesuai kondisi jiwanya, serta memiliki harapan hidup untuk lebih baik dan tidak mengulangi perbuatan itu lagi. Sedangkan narapidana yang tidak memiliki kesejahteraan psikologis, mereka yang tidak memiliki hubungan sosial yang baik dan tidak memiliki cara mengatasi stress. Kata kunci : Kesejahteraan Psikologis, Narapidana iv PSYCHOLOGICAL WELL-BEING OF PRISONERS IN CORRECTIONAL INSTITUTION CLASS II A SRAGEN Farkhan Ari Pratama Faculty of Psychology, Muhammadiyah Surakarta of University [email protected] Abstract The lives of prisioner at the Correctional Institution is a form of punishment for the consequences of unlawful behavior ever conducted. The problems experienced by prisioner to live a life in Prison, including a change of life, loss of freedom and rights are more limited, until the acquisition of villain label inherent and lives in Penitentiary making them must be separated from their families and live with other prisioner. Title as an inmate is not something that can easily be accepted by someone, but indirectly prisioner are required to account for criminal acts that he did, and then were able to have self-acceptance, have positive relationships with others, have a way in the mastery of the environment, and has a purpose life. The aim of this study was to describe the dynamics of Psychological Well-Being of Prisoners in Penitentiary In Class IIA Sragen. The informants as many as four people were selected by purposive sampling characteristics, among others: a) prisioner aged 21 to 50 years, b) the prisioner is serving a sentence and a half or more, and c) the prisioner were first inhabited the prison, not convicts. This study using interviews and observation. The results of this study are prisoners who have psychological well-being is that they are able to adapt to the environment, having good social relationships, able to relieve stress, so as to create a state according to the condition of his soul, and has a life expectancy for the better and not to repeat the act again , While prisioner who do not have the psychological well-being, those who do not have good social relationships and have no way to cope with stress. Keywords: Psychological Well-Being, Prisioner v dari masyarakat. Permasalahan yang PENDAHULUAN Narapidana adalah terpidana perlu dicermati adalah mengenai label yang menjalani pidana di Lembaga “penjahat” yang didapat narapidana . Pemasyarakatan No.12 Kata “penjahat” mempunyai konotasi Th.1995 tentang Pemasyarakatan Pasal buruk terhadap seseorang dan tentunya 1 ayat 7). Lembaga Pemasyarakatan label ini akan melekat dalam dirinya adalah tempat untuk melaksanakan yang kemudian pembinaan terhadap narapidana dan terhadap kepribadian Yulia (2008). anak didik pemasyarakatan (UU RI Pendapat Yulia dikuatkan oleh Zamble No.12 dkk (dalam Bartol, 1994) bahwa secara (UU RI Th.1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 ayat 2). Kehidupan akan berpengaruh umum dampak kehidupan di penjara narapidana di merusak kondisi psikologis Lembaga Pemasyarakatan merupakan seseorang.Studi ini mendeskripsikan bentuk dari konsekuensi hukuman atas gejala-gejala perilaku diakibatkan oleh pemenjaraan terhadap melanggar hukum yang pernah dilakukan. psikologis seseorang.Gejala-gejala yang psikologis Berbagai permasalahan dialami yang muncul meliputi depresi berat, narapidana dalam menjalani kehidupan kecemasan, dan sikap menarik diri dari di kehidupan Lembaga diantaranya Pemasyarakatan, Selanjutnya, hidup, Zamble dkk (dalam Bartol, 1994) juga hilangnya kebebasan dan hak-hak yang menjelaskan mengenai sikap menarik semakin terbatas, hingga perolehan diri dari kehidupan sosial yang dialami label panjahat yang melekat pada para tahanan di dalam penjara.Para dirinya serta kehidupan di Lembaga tahanan mempunyai kecenderungan Pemasyarakatan mereka menghabiskan waktu di dalam sel harus terpisah dari keluarga dan hidup masing-masing atau dengan beberapa bersama narapidana lain. teman akan perubahan sosialnya. membuat dekat saja.Permasalahan- Pergaulan di dalam penjara permasalahan tersebut disebabkan oleh mempengaruhi ketidakbebasan atas aturan-aturan di perkembangan jiwa narapidana yang bersangkutan. penjara. Berkenaan dengan prasangka buruk 1 Salah satu permasalahan yang rawan terjadi Pemasyarakatan merupakan pidana bersifat perampasan di Lembaga kemerdekaan pribadi terpidana karena dalah berkaitan penempatannya dalam bilik penjara. dengan kesehatan. Kesehatan yang Menurut dimaksud adalah kesehatan fisik dan 2002 psikis. Saputra (2008) menggambarkan antara permasalahan kesehatan fisik para heteroseksual (loos of heterosexual), narapidana berkaitan dengan kondisi hilangnya makanan, yaitu kurang terpenuhinya autonomy), hilangnya pelayanan (loos gizi, permasalahan of good and servicce), dan hilangnya kesehatan psikis digambarkan dengan rasa aman (loos of security), di adanya berbagai tekanan di Lembaga samping kesakitan lain, seperti akibat Pemasyarakatan, meliputi kekurangan prasangka kualitas fasilitas, dan makin padatnya (moral penghuni Lembaga Pemasyarakatan. bysociety). Pemenjaraan yang terjadi Kondisit ersebut menjadi penyebab pada narapidana seringkali muncul utama terganggunya kondisi kesehatan adanya rasa rendah diri dan kontak- paranarapidana kontak yang minim dengan dunia luar sedangkan penghuni Lembaga Sykes,(dalam kehilangan lain Susilawati, kemerdekaan hilangnya kebebasan buruk rejection dari of itu hubungan (loos of masyarakat the inmates Pemasyarakatan, baik itu kesehatan Kartono, (1999). fisik, maupun kesehatan psikologis mengakibatkan para narapidana sukar (Rininta dkk, 2004). untuk Kehidupan seorang narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kondisi tersebut diterimakembali di tengah- tengah masyarakat ketika nantinya tentunya mereka bebas. Isolasi yangdialami berbeda dengan kehidupan seseorang narapidana menimbulkan efek yaitu, yang Lembaga tidak ada partisipasi sosial. Narapidana Pemasyarakatan. Mereka tidak dapat dianggap sebagai bagian masyarakat merasakan seperti yang terkucilkan. Efek lain yangtimbul Lembaga adalah adanya tekanan-tekanan batin tinggal kehidupan di luar kebebasan di Pemasyarakatan. luar Kondisi ini selama berada dalam hukuman penjara. dikemukakan Mulyadi (2005) sebagai Kondisi-kondisi akibat memunculkan bahwa pidana penjara 2 tersebut dapat kecenderungan- kecenderungan menutup diri dan usaha psikologis. Distres merupakan keadaan lari sakit dari realitas Seseorang yang menjadi yang traumatik. pernah seorang berstatus narapidana secara fisik dan psikologis yangmerupakan salah satu indikator juga utama dalam kesehatan mental. Distres berdampak pada sulitnya mendapatkan psikologisdan kesejahteraan kepercayaan dari masyarakat dan sulit dipengaruhi oleh masyarakat, dipercaya untuk diberitanggung jawab, lingkungan sekitar, danketahanan sehingga sulit bagi para narapidana individu mendapatkan pekerjaan setelah mereka menghadapi kecemasan dan depresi. keluar dari hukuman penjaranya. Kaitan antara kesejahteraan psikologis Kesejahteraan psikologis dapat secara dengan dapat mental depresi dalam atau masalah menjadikan gambaran mengenai level psikologislain yaitu pada efek negatif tertinggi dari fungsi individu sebagai psikis yang dialami individu tersebut manusia akanmenghambat perkembangan idamkannya sebagai makhluk yang dirinya mengakibatkan memiliki tujuan dan akan berjuang timbulnya untuk tujuan hidupnya (Snyder dan sehingga Lopez, 2002). Individu yang merasa adanya tanpa ada usahadari dirinya sejahtera akan mampu memperluas untuk membuat hidupnya menjadi persepsinya di masa mendatang dan lebih baik. dan apa yang diidam- dan dapat ketidakberdayaan menerima keadaan diri apa mampu membentuk dirinya sendiri Kasus yang terjadi di Lembaga (Fredrickson, dalam Eid & Larsen, Pemasyarakatan Kelas II A Sragen, 2008). menunjukkan Adanya perasaansejahtera bahwa dalam diri akan membuat individu narapidana untuk mampu bertahan sertamemaknai kualitas hidup yang baik namun juga kesulitan ada yang kurang mampu menunjukan yang dialami sebagai pengalaman hidupnya. Menurut McDowell & kualitas mampu beberapa hidupnya Campbell (dalam sehingga Newel, 1996), kesejahteraan menunjukan dengan berpengaruh baik, terhadap psikologisnya. kesejahteraan psikologis adalah suatu Narapidana yang merasa tertekan dan kondisi individu tanpa adanya distress memiliki 3 pikiran-pikirannegatif tentang dirinya dan lingkungan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Penerimaan Diri sekitarnya akan memperburuk keadaan dan sulit untuk meningkatkan kualitas Keadaan di awal masa hidupnya. Sedangkan mereka yang mampu menerima memperbaiki kenyataan, kesalahan dan membenahi hidupnya, maka dapat pembinaan semua informan mengalami beberapa keadaan, informan FZ mengalami kondisi menjadi manusia yang lebih baik dan tertekan karena merasa dirinya diterima di masyarakat kembali dituduh masih menyimpan uang METODE PENELITIAN yang banyak (Verbatim A.4) tetapi Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sragen. Menggunakan metode penelitian kualitatif dengan alat ukur wawancara dan observasi. informan yang penelitian ini sampling. Teknik bahwa pertama informan mampu baik dengan beradaptasi lingkungan pada lima bulan (Verbatim A.5). Informan GYT mengalami kondisi purposive Herdiansyah menjelaskan setelah pemilihan digunakan adalah kemudian (2012) drop karena dampak dari purposive penyesuaian diri di dalam lapas sampling adalah teknik dalam non- (Verbatim B.4) tetapi setelah tiga probability sampling yang berdasarkan kepada ciri-ciri yang dimiliki oleh bulan pertama informan mampu subyek yang dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai dengan beradaptasi tujuan (Verbatim B.5). Informan LE mengalami kondisi penelitian yang akan dilakukan. Subjek penelitian ini adalah ke 4 subjek sedih karena ingat anak yang penelitian dari Devi, S.Psi tentang ditinggal dan dititipkan ke tetangga resiliensi, kemudian di review ulang saat diawancarai terlihat sedih dan dan di teliti kembali menggunakan tema Kesejahteraan Psikologis. termenung (Verbatim C.1/ C.2/ 4 C.3/ C.4/ C.6) tetapi kemudian penerimaan diri mengandung arti setelah empat bulan awal informan sebagai sikap yang positif terhadap mampu (Verbatim diri sendiri.Sikap positif ini adalah mengalami mengenali dan menerima berbagai kondisi sedih karena tidak merasa aspek dalam dirinya, baik yang bersalah atas kasusnya (Verbatim positif no D.1/ D.2/ D.3/ D.4) tetapi memiliki perasaan positif terhadap kemudian setelah lima bulan awal kehidupan masa lalunya. C.7). beradaptasi Informan informan SS mampu beradaptasi ragam ini negatif, serta 2. Hubungan Yang Positif Dengan (Verbatim D.6). Dari kondisi yang beraneka maupun Orang Lain informan Hasil penelitian mengalami masa adaptasi yang hubungan harus dilalui, masa penerimaan diri bahwa beberapa informan memiliki atas pembinaan ini adalah rentang hubungan waktu tiga bulan sampai enam sesama NAPI tetapi juga ada bulan. Semua sudah informan menutup diri terhadap mulai bisa dan lingkungan sosialnya. Informan FZ ini memiliki sikap rendah hati dan dari memiliki hubungan sosial yang sebagai baik, terbukti dari sikap informan mengenali adalah beradaptasi lingkungannya, upaya menjadikan pelajaran informan informan masa hidup lalu dan mau yang sosial tentang yang tidak menunjukkan baik berlebihan terhadap dalam memperbaiki diri. Ryff (1989) bersikap dan menjalin komunikasi mengungkapkan yang baik dengan sesama NAPI bahwa 5 (Verbatim A.14/ A.18). Informan menolong.Sedangkan GYT memiliki hubungan baik informan LE memiliki hubungan dengan NAPI lain seperti saling kurang baik terhadap lingkungan menghargai sesama dan saling sekitarnya, menolong (Verbatim B.10/ B.16/ memilih untuk menutup diri. Ryff B.17). (1989) Informan LE memiliki untuk karena informan mengungkapkan bahwa hubungan baik dengan NAPI lain dimensi hubungan yang positif dan petugas lapas, terbukti seperti dengan orang lain sebagai dimensi sering berbincang kepada sesama yang mencerminkan kemampuan teman, sering cerita ketika ada seseorang masalah (Verbatim C.12/ C.15/ hubungan C.16/ C.22). Informan SS lebih mempercayai, memilih menutup diri terhadap mempedulikan lingkungan sosialnya, dikarenakan kesejahteraan pihak lain. Menurut informan kecemburuan Ryff, kemampuan seseorang untuk sosial di dalam lapas sangat tinggi menjalin hubungan yang positif ini (Verbatim D.10/D.13/D.14/D.15). juga dicirikan oleh adanya empati, Dari ke empat subjek diketahui afeksi, dan keakraban, serta adanya subjek FZ,GYT, dan LE memiliki pemahaman untuk saling memberi hubungan baik dengan sesama dan menerima. merasa narapidana ataupun pembina lapas, menghargai dan yang menjalin hangat, saling dan saling kebutuhan serta 3. Penguasaan lingkungan dilihat dari upaya ketiga informan untuk untuk Sebagian saling mengalami 6 situasi informan stres yang menekan, tidak hanya pada masa dalam upaya mengatasi stress, awal tetapi dalam upayanya itu sering menghuni Pemasyarakatan, Lembaga namun hal kali informan memikirkan anaknya tersebut dalam waktu tertentu juga yang dirasakan subjek ketika mereka tetanganya. merasa jenuh dengan kegiatan di membuat informan menjadi depresi Lapas, memikirkan dikarenakan dirinya dan keadaan keluarga, sedang tinggal Kondisi selalu bersama demikian terbayang- dan bayang kondisi anak (Verbatim menyesali kesalahan di masa lalu C.10/ C.21/ C.23). Informan SS membuat mereka mengalami stres. melakukan kegiatan Informan FZ dalam mengatasi stres mengatasi stress, lebih banyak melakukan kegiatan menyongket yang disarankan oleh pihak lapas, (Verbatim D.11). Dari keempat diantaranya ikut pengajian, ikut subjek, ketiga subjek FZ,GYT dan, senam, yang SS dalam upaya mengatasi stress perpustakaan mereka melakukan kegiatan seperti membaca difasilitasi oleh buku dan untuk seperti membuat keliling dari kabupaten (Verbatim olahraga, A.11/ A.12/ A.19). Informan GYT Upaya ini dilakukan agar mereka lebih banyak melakukan ibadah mampu mengatur emosi dengan untuk mengatasi keadaan stress, baik seperti rajin sholat dan rajin dzikir Informan LE berupaya mengatasi (Verbatim LE stress dengan melakukan kegiatan melakukan kegiatan menjahit tas membuat tas tetapi selalu ingat B.8). Informan 7 dan mengikuti tas stabil. pengajian. Sedangkan anak dan membuat kondisi yang selaras informan menjadi depresi. Dimensi jiwanya. ini menggambarkan adanya suatu 4. Tujuan hidup perasaan kompeten dan penguasaan dalam mengatur dengan Mayoritas kondisi narapidana lingkungan, memiliki keyakinan pada dirinya memiliki minat yang kuat terhadap bahwa mereka mampu menjadi hal-hal dan individu yang lebih baik dengan berbagai usaha yang ia lakukan untuk mampu memperbaiki diri, merespon dan di berpartisipasi aktivitas luar diri, dalam serta mengendalikannya. Menurut Ryff, menyelesaikan orang yang memiliki penguasaan muncul. Masalah yang menimpa lingkungan adalah orang yang mereka dan keadaan sekarang yang dan mereka jalani merupakan titik balik memiliki kompetensi kemampuan untuk mengatur dari kesalahan masalah di masa yang lalu, lingkungannya. Individu seperti ini kesempatan keadaan mampu mengendalikan kegiatan- mewajibkan bersikap kegiatannya kompleks berperilaku baik sebagai sarana dapat untuk mendekatkan diri kepada kesempatan- Tuhan Yang Maha Esa sehingga ada mereka yakin suatu saat akan sekalipun.Ia yang juga menggunakan kesempatan yang secara dan sukses yang dan efektif, dan mampu memilih, atau berhasil dalam bahkan menciptakan lingkungan memberbaiki diri dan memperoleh kehidupan yang lebih baik. Seperti 8 yang diungkapkan oleh ke empat senang dan memiliki optimisme informan FZ, GYT, LE, SS mereka untuk ingin kehidupan, mereka yang baru. Ryff (1989) menjadi manusia yang baik, serta mengungkapkan bahwa orang yang ingin kembali kepada keluarga memiliki tujuan hidup adalah orang dengan kondisi yang baik pula. yang memiliki keterarahan dan Informan tujuan-tujuan yang hendak dicapai memperbaiki FZ tidak ingin menyambut mengulangi perbuatannya lagi dan dalam ingin menata hidupnya (Verbatim keyakinan dan pandangan tertentu A.24). Informan GYT tidak ingin yang dapat memberikan arah dalam mengulangi lagi, hidupnya. Selain itu, individu ini ingin menunjukan perubahan hidup juga menganggap bahwa hidupnya dan ingin kembali ke keluarganya itu bermakna dan berarti, baik di (Verbatim B.23/ B.24). Informan masa lalu, kini, maupun yang akan LE datang. perbuatannya ingin membesarkan bebas nanti merawat dan dirumah sebelum Individu Ia ini memiliki memiliki anaknya setalah perasaan menyatu, seimbang, dan (Verbatim C.20). terintegrasinya bagian-bagian diri. Informan SS ketika bebas nanti ingin hidupnya. kehidupan terlebih mencari Informan dahulu kesejahteraan yang memiliki psikologis adalah pekerjaan yang memiliki Penerimaan diri (Verbatim D.21). Ketika mereka yang baik, Hubungan yang positif diwawancarai dengan orang lain, Penguasaan tentang harapan hidup, rata-rata mereka terlihat lingkungan,dan Tujuan hidup. 9 . Informan yang memiliki kesejahteraan lingkungan maka memiliki dampak psikologis pada buruknya pola hubungan dibuktikan dari mampu beradaptasi dengan orang lain, mudah memiliki dengan lingkungannya, memiliki rasa cemas dan depresi. hubungan sosial yang kemudian mampu terciptanya sosial, memiliki mengatur Berdasarkan dukungan cara dirinya kesejahteraan untuk narapidana terhadap dinamika psikologis di atas, pada keadaan psikologis informan yang memiliki lingkungannya dan memiliki tujuan faktor hidupyang baik. yaitu mampu beradaptasi dengan Informan psikologis tidak lingkungan , memiliki hubungan memiliki kesejahteraan psikologis positif dengan orang lain, memiliki adalah mereka yang tidak memiliki cara dalam penguasaan lingkungan, hubungan sosial yang baik dan dan memiliki tujuan hidup hidup. tidak memiliki yang kesejahteraan cara dalam Dari penelitan diatas menunjukkan penguasaan lingkungan. Subjek adanya perbedaan yang dirangkum yang tidak memiliki hubungan berdasarkan hasil wawancara dan sosial yang baik tidak mampu observasi penelitian bahwa subjek mencapai kebahagiaan insaninya, narapidana karena setiap orang membutuhkan kesejahteraan psikologis, mereka orang lain untuk kerjasama dan mampu menerima keadaan diri berinteraksi. Informan yang tidak selama memiliki cara dalam penguasaan hubungan baik dengan narapidana 10 di yang lapas, memiliki memiliki lain seperti berbagi tugas, saling kerjasama dan berinteraksi, tidak mengingatkan, saling memberi memiliki cara dalam penguasaan dukungan, kemudian memiliki lingkungan maka berdampak pada hubungan yang dengan buruknya pola hubungan dengan petugas lapas, memiliki upaya orang lain, mudah memiliki rasa untuk dekat dengan Tuhan Yang cemas dan depresi. baik Maha Esa, selain itu juga mendapat dukungan dengan KESIMPULAN keluarga. Kesejahteraan Psikologis pada Memiliki tujuan hidup yang narapidana muncul apabila mereka senantiasa memberikan harapan memiliki penerimaan diri yang baik, untuk mereka lebih baik dan memiliki hubungan positif dengan harapan menjadi manusia yang sukses. Sedangkan, orang lain, memiliki cara penguasaan lingkungan, dalam subjek sehingga narapidana yang tidak memiliki mampu menciptakan keadaan sesuai kesejahteraan psikologis, mereka kondisi jiwanya, serta memiliki tujuan yang tidak memiliki hubungan hidup untuk lebih baik dan tidak sosial yang baik dan tidak memiliki mengulangi perbuatan itu lagi. yang tidak cara dalam penguasaan lingkungan. Sedangkan Subjek yang tidak narapidana memiliki memiliki kesejahteraan psikologis, hubungan sosial yang baik tidak mereka yang tidak memiliki hubungan mampu mencapai kebahagiaan sosial yang baik dan tidak memiliki insaninya, karena setiap orang cara dalam penguasaan lingkungan. membutuhkan orang lain untuk Subjek yang tidak memiliki hubungan 11 sosial yang mencapai baik tidak kebahagiaan mampu terhadap lingkungan semakin baik, insaninya, kemudian menjalin hubungan karena setiap orang membutuhkan yang baik terhadap sesama napi orang karena hubungan baik dengan lain untuk kerjasama dan berinteraksi, tidak memiliki cara dalam sesama penguasaan perasaan saling menghargai, saling berdampak hubungan lingkungan pada maka buruknya dengan memiliki dan menimbulkan akhirnya sikap lain,serta empati dan tolong-menolong akan mudah memiliki rasa cemas dan selalu mereka terapkan, selain itu depresi. juga untuk mengurangi rasa cemas SARAN ataupun keadaan tertekan selama Berdasarkan orang pola akan hasil penelitian menjalani yang telah dilakukan, maka peneliti dalam berbagai pihak, sebagai berikut: Bagi subjek yang 2. Pemasyarakatan Kelas IIA Sragen untuk mengikuti beribadah narapidana dan kepada penerimaan kondisi psikologis seperti memaksimalkan peran petugas di lapangan untuk berinteraksi lebih Tuhan Yang Maha Esa agar mental masa Bagi Lembaga Pemasyarakatan melihat Pembina lapas, kemudian selalu dan pengurangan mudah Kelas II A Sragen untuk lebih kegiatan yang di sarankan oleh berdoa supaya hukuman. menjadi warga binaan di Lembaga disarankan lapas diberikan penelitian Serta mematuhi peraturan yang ada di mengajukan beberapa saran untuk 1. hukuman. dalam kepada narapidana supaya diri 12 narapidana merasa lebih baik dan Compton, W.C. 2005. Introduction to Positive Psychology. New York: Thomson Wodsworth. Diener, E. & Suh, E.M. 2000. Culture and Subjective Well Being. MIT Press. Diener, E. dkk. 1999. Subjective Well Being : Three Decades of Progress. menerima serta memiliki tujuan hidup yang benar-benar mereka inginkan. DAFTAR PUSTAKA Alsa, Creswell, J. W. (2012). Reseach design pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed. Yogyakarta: Pustaka PelajarNeuman, W. L. (2007). Basic of social research: Qualitative and quantitative qpproaches, second edition. Pearson Education, Inc.Weiner, I. (2003). Handbook of psychology vol.02: Research methods in psychology. John Wiley & Son Inc: New Jersey A. (2003). Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Serta Kombinasinya Dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Azani. (2012). Gambaran Psychological WellBeing Mantan Narapidana. Empathy , 1 (01), 1-18. Devi (2015). Resiliensi Narapidana Dewasa Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sragen. Skripsi. Fakultas Psikologi. UMS Azani. (2012). Gambaran Psychological WellBeing Mantan Narapidana. Empathy , 1 (01), 1-18. Baron, R. A., & Byrne, D. (2004). Psikologi Sosial, Edisi 10. Jakarta: Erlangga. Faisal, Sanapiah. 1990. Penelitian Kualitatif Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh Malang (YA3 Malang) Bradburn, Norman F. 1969. The Structure of Psychological WellBeing. Chicago:Aldine Pub. Co Fransisca Iriani, Ninawati (2005). Gambaran Kesejahteraan Psikologis Pada Dewasa Muda Ditinjau Dari Pola Attachment. Jurnal Psikologi Vol. 3 No. 1, Juni 2005 Bukhori, Baidi (2012). Hubungan Kebermaknaan Hidup Dan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kesehatan Mental Narapidana. Jurnal Ad-Din, Vol. 4, No.1 Herdiansyah, H. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk IlmuIlmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. 13 Hurlock, E. B. (2004). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Patilima, H. (2005). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. Psychological Bulletin, 2: 276-302. Eid, M. & Larsen, R.J. 2008.The Science ofSubjective Well Being. New York: The Guilford Pres. Kahneman, D. & Krueger, A.B. 2006. Developments in the Measurement of Subjective Well Being. Journal of conomic Perspectives, 20: 3-24. Kemenkumham. (2010). UndangUndang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Retrieved April 19, 2014, from http:// www.kemenkumham.go.id/attac hments/article/167/uu12_1995.p df Kristanto, A. D. (2015, Januari 15). Kehidupan Narapidana LP Klas IIA Sragen. (R. R. Devi, Pewawancara) Robinson, J.P., & F.M. Andrews. (1991). Measures of Subjective Well-Being in Robinson, John, P., Shaver, Philip R., & Wrigthman, Lawrence. (1991).Measures of Personality and Social Psychological Attitudes. Academic Press, Inc: 61-114 Lightsey, O. (2008). Resilience Meaning and Well- Being. Journal of Counseling Psychologist Association , 34, 96- 107. Russell, J.E.A. 2008. Promoting Subjective Well-Being at Work. Journal of Career Assessment, 16: 118-132. Mohino, Susan, et al. 2004. Coping Strategies in Young Male Prisoners. Journa of Youth and Adolescent, Vol 33, page 41 Ryff, C. D. 1989. Psychological WeilBeing in Adult Life. Journal of Psychological Science, Vol. 4, No. 4 (Aug., 1995), pp. 99-104 Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press. Pannen, P. 2005. Pendidikan sebagai Sistem. Jakarta: Pusat Antar Universitas Untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas Terbuka (PAUPPAI-UT) Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? exploration on the meaning of Psychological Well-being. Journal of Personality and SocialPsychology, 57, 6, 1069 – 1081 14 Ryff & Keyes, C. L. M. (1995). The structure of psychological wellbeing Revisited. Journal of Personality and Social Psychology, 69, 4, 719 – 727 Sarosa, S. (2012). Penelitian Kualitatif, DasarDasar. Jakarta: PT. Indeks. Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Ryff & Burton. 2006. Know thyself and become what you are: a eudaimonic approach to psychological well-being.Journal of happiness stuedies. Vol. 9. Iss: 13. page 39. 15