EVALUASI PERBEDAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

advertisement
EVALUASI PERBEDAAN PERHITUNGAN
PAJAK PENGHASILAN
BADAN MENURUT FISKAL DAN
KOMERSIAL
(Studi Kasus Pada PT TCH)
Listiani Dwi Astari
Fany Inasius, S.E., M.M., M.B.A., BKP
Universitas Bina Nusantara, Jalan Kebon Jeruk Raya No. 27 Jakarta, 021 536-96969
[email protected]
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa pelaksanaan rekonsiliasi fiskal pada PT
TCH, apakah sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. Selain itu penelitian ini untuk mengevaluasi pendapatan dam
biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaaan sebagai acuan rekonsiliasi fiskal. Metode
penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu metode kualitatif dengan melibatkan banyak
waktu dalam penelitian. Dan objek penelitiannya adalah PT TCH. Metode analisis yang
digunakan oleh penulis yaitu dengan studi literatur dan dokumentasi. Hasil dari
penelitian ini yaitu adanya perbedaan koreksi fiskal yang disusun oleh perusahaan
dengan penulis, sehingga jumlah laba (rugi) sebelum pajak pun berbeda. Kesimpulan dari
penelitian ini, PT TCH melakukan rekonsiliasi fiskal pada akun pendapatan sesuai
dengan peraturan perpajakan, sedangkan pada biaya-biaya ada yang tidak sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku. (LDA)
Kata Kunci: rekonsiliasi fiskal, pajak penghasilan, pajak penghasilan badan
ABSTRACT
The purpose of this study was to analyze the implementation of fiscal reconciliation in PT
TCH, whether it is accordance with the tax regulation. And evaluate revenue and expenses
as reference of fiscal reconciliation. Research method used by the author is the author
uses a qualitative method involves a lot of time in research. The object of research is PT
TCH. The analytical method used by author that the study of literature and
documentation. The result from this study is, there’s difference in fiscal correction
compiled by the company with the author. So that the amount of earning before income
tax was different. The conclusion is PT TCH reconcile fiscal accordance with the tax
regulations on revenue, while there’re expenses that are not in accordance with tax
regulations. (LDA)
Keywords: reconciliation of fiscal, income tax, corporate income tax
PENDAHULUAN
Suatu perusahaan dinyatakan berhasil dapat diukur dengan seberapa besar laba yang diperoleh
oleh perusahaan tersebut. Karena alasan inilah setiap perusahaan selalu ingin memiliki laba yang
tinggi. Atas laba yang diperoleh tersebut, maka perusahaan harus membayarkan pajak kepada negara.
Di Indonesia pemungutan pajak menerapkan self assessment system yang dimana wajib pajak
dapat menghitung, melaporkan dan menyetorkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Dengan
menerapkan self assessment system, jumlah dasar pengenaan pajak yang dihitung oleh wajib pajak
bisa berbeda. Hal ini terjadi karena perbedaan penyuusnan laporan keuangan menurut perusahaan
dengan laporan keuangan menurut fiskal. Laporan keuangan menurut perusahaan (laporan keuangan
komersial) disusun berdasar Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) sedangkan laporan
keuangan menurut fiskal (laporan keuangan fiskal) disusun berdasarkan Undang-Undang Perpajakan.
Hal inilah yang menjadi penyebab perhitungan laba rugi perusahaan menurut komersial dengan fiskal
ada perbedaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan rekonsiliasi fiskal untuk mengetahui besarnya jumlah
pajak penghasilan yang terutang. Oleh karena perbedaan-perbedaan pengakuan dan ketentuan yang
terdapat dalam laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal tersebut, penulis berminat
untuk menulis skripsi dengan judul: “Evaluasi Perbedaan Perhitungan Pajak Penghasilan Badan
Menurut Fiskal dan Komersil (Studi Kasus pada PT TCH)”
Pada tahun 2012, telah dilakukan penelitian dengan judul Evaluasi Rekonsiliasi Fiskal
Penghasilan Badan Tahun 2009, 2010, dan 2011 (Studi Kasus: PT TWD) yang disusun oleh Rosidah.
Dalam penelitiannya, salah satu tujuannya untuk mengetahui bagaimana PT TWD telah melakukan
rekonsiliasi fiskal yang sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku, serta megevaluasi biaya-biaya
yang telah dikeluarkan oleh perusahaan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis saat ini,
selain mengevaluasi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, penulis juga mengevaluasi
pendapatan yang diterima oleh PT TCH. Selain itu juga untuk mengetahui perhitungan pajak setelah
rekonsiliasi fiskal pada PT TCH.
Pada tahun 2013 penelitian mengenai dampak International Accounting Standard (IAS)
Nomor 16 terhadap laba kena pajak pada PT X (nama disamarkan oleh penulis jurnal untuk menjaga
privasi dari perusahaan). Dalam penelitian ini, terjadi perbedaan perlakuan akuntansi pada aktiva
tetap. Menurut akuntansi pada penyusutan aktiva tetap, IFRS memberikan kebebasan pada setiap
perusahaan untuk menentukan masa manfaat suatu aktiva asalkan dilakukan dengan konsisten
sehingga manfaat suatu aktiva tetap diestimasi sendiri oleh perusahaan. Sedangkan menurut
perpajakan, masa manfaat suatu aktiva tetap diatur dalam pasal 11 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan yang berisi tentang ketentuan penyusutan dan tarif penyusutan. Penggunaan IFRS
oleh perusahaan mengharuskan perusahaan menyesuaikan semua hal terkait laporan keuangan agar
sesuai dengan ketentuan IFRS. Salah satunya adalah IAS 16 yang menyatakan aktiva tetap dalam
pelaporannya harus menggunakan nilai wajar sehingga harus dinilai kembali setiap tahunnya. Oleh
karena itu, yang menjadi dasar penyusutan menurut akuntansi adalah nilai wajar sedangkan menurut
fiskal yang menjadi dasar penyusutannya adalah nilai buku dari aktiva tetap tersebut sehingga
berdampak pada laporan laba rugi dan perlu dilakukan koreksi fiskal atas dampak yang ditimbulkan.
Koreksi yang ditimbulkan atas digunakannya standar yang berbeda dalam penghitungan penyusutan
aktiva tetap adalah koreksi fiskal berupa perbedaan tetap. PT. X dalam menghitung nilai penyusutan
aktiva tetapnya menggunakan metode saldo menurun ganda. Kesimpulannya, bahwa dampak yang
ditimbulkan dari penerapan IFRS khususnya IAS No. 16 terhadap penentuan laba kena pajak adalah
adanya koreksi fiskal yang menyebabkan nilai laba kena pajak berbeda dengan nilai laba menurut
akuntansi. A.A. Ngr. Yudi Surya Kusuma dan I Kadek Sumadi (2013)
Dari latar belakang yang telah dijelaskan, maka penulis menarik kesimpulan masalah pada
penelitian ini, yaitu bagaimana perhitungan pendapatan pada laporan laba rugi komersial dan fiskal di
PT TCH? Bagaimana perhitungan biaya-biaya pada laporan laba rugi komersial dan fiskal di PT
TCH? Dan bagaimana perhitungan pajak pengahasilan yang sesuai dengan peraturan pajak yang
berlaku untuk PT TCH ?
Penelitian yang dilakukan oleh penulis pada PT TCH memiliki untuk mengetahui pendapatan
pada laporan laba rugi komersial dan fiskal di PT TCH, mengetahui biaya-biaya pada laporan laba
rugi komersial dan fiskal di PT TCH dan mengetahui perhitungan pajak penghasilan yng sesuai
dengan peraturan perpajakan yang berlaku untuk PT TCH
METODE PENELITIAN
Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah data kualitatif, karena
penelitian dilakukan dengan satu objek penelitian, yaitu PT TCH. Dan data yang digunakan adalah
data primer yang langsung diperoleh dari PT TCH.
Metode analisis yang digunakan oleh penulis adalah analisis data deskriptif, yaitu analisis yang
memberi gambaran atau deskripsi suatu populasi data yang dianalisis dapat berupa data kualitatif
maupun kuantitatif.
Metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis untuk mengumpulkan data yang
diperlukan untuk melengkapi hasil penelitian yang dilakukan pada PT TCH, dan metode tersebut
terdiri dari:
1. Studi literatur
Penelitian ini dilakukan dengan cara mempelajari literatur dan buku-buku ilmiah, dan
sumber-sumber lainnya dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang bersifat ilmiah yang ada
hubungan dengan objek penelitian yang bersangkutan, sehingga informasinya lebih bisa
dipertanggung-jawabkan.
2. Dokumentasi
Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan bukti-bukti berupa dokumen-dokumen dan
keterangan-keterangan, laporan keuangan perusahaan tahun 2012 dan 2013, SPT serta bahanbahan referensi lain yang dibutuhkan untuk kelancaran penelitian yang dilakukan oleh penulis.
HASIL DAN BAHASAN
Untuk mendapatkan laba (rugi) fiskal dalam perhitungan Pajak Penghasilan Badan,
maka diperlukan adanya analisis atas biaya komersial untuk menentukan apakah biaya-biaya
komersial tersebut diakui oleh fiskal atau tidak. Dimana biaya yang tidak diakui oleh fiskal
akan dilakukan koreksi fiskal. Koreksi fiskal terdiri dari dua, yaitu koreksi positif dan koreksi
negatif. Koreksi positif koreksi yang mengakibatkan penghasilan neto fiskal bertambah,
sehingga jumlah penghasilan berdasarkan fiskal lebih besar daripada penghasilan berdasarkan
komersial. Sedangkan koreksi negatif adalah koreksi yang mengakibatkan penghasilan neto
fiskal berkurang, sehingga jumlah penghasilan neto fiskal lebih kecil jika dibandingkan dengan
neto komersial.
Sebelum dilakukan koreksi fiskal, maka perlu dilakukan analisis terlebih dahulu
penghasilan dan biaya-biaya yang terjadi pada PT. TCH. Berikut ini adalah peendapatan dan
biaya-biaya yang diperoleh dan dikeluarkan oleh PT. TCH secara umum dari tahun 2012
sampai dengan 2014
a. Pendapatan yang diterima dari kegiatan usaha PT TCH yaitu penjualan CPO dan kernel dan
pendapatan sewa infrastruktur. Penjualan CPO dan kernel merupakan hasil utama dari
produksi PT TCH. Sesuai dengan pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan,
keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta merupakan objek pajak
penghasilan. Diatur dalam pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang Pajak Penghasilan
bahwa penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan merupakan
pajak penghasilan yang bersifat final. Sehingga pendapatan sewa infrastruktur merupakan
bagian dari penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final dan tidak termasuk objek
pajak. Selain pendapatan sewa infrastruktur, ada pendapatan lainnya yang diperoleh diluar
kegiatan usaha yang dikenakan pajak penghasilan bersifat final dan tidak termasuk objek
pajak, yaitu sewa lahan HGU dan bunga giro deposito (diatur dalam pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang Pajak Penghasilan).
b.Gaji/tunjangan direksi dan karyawannya adalah semua gaji yang diberikan perusahaan
kepada seluruh karyawan. Gaji dan tunjangan tersebut diberikan kepada karyawannya
berdasarkan golongan dan jabatan masing-masing karyawan. PT TCH tidak menanggung
PPh 21. PPh 21 ditanggung oleh masing-masing karyawan. Sesuai dengan pasal 6 ayat (1)
huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan bahwa biaya berkenaan dengan pekerjaan atas
jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan
dalam bentuk uang dapat dikurangkan dengan agai bipenghasilan bruto.
c. Penyusutan aktiva tetap merupakan penyusutan aktiva tetap berupa bangunan dan jalanan,
kendaraan, mesin dan peralatan, dan inventaris kantor. Sesuai dengan pasal 11 ayat (6)
Undang-Undang Pajak Penghasilan, penyusutan aktiva tetap dapat menjadi pengurang
penghasilan bruto apabila perusahaan dalam menghitung penyusutannya menggunakan
metode garis lurus atau saldo menurun. PT TCH menerapkan metode garis lurus dalam
menghitung penyusutan aktiva tetap.
d.Transportasi dan akomodasi dinas merupakan biaya yang dikeluarkan untuk perjalanan dinas
karyawan, direktur dan direksi. Biaya ini diakui fiskal sebagai pengurang penghasilan
bruto sesuai dengan pasal 6 ayat (1) huruf a dimana biaya perjalanan diakui sebagai biaya
fiskal. Dan berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Nomor KEP-220/PJ./2002 Tentang
Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan
Perusahaan. Mengatakan bahwa biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar
kendaraan bus, minibus, atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan
untuk antar jemput para pegawai, dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan
melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II dan biaya perolehan atau pembelian atau
perbaikan besar kendaraan sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan
perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan
sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya perolehan
atau pembelian atau perbaikan besar melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II.
e. Pajak merupakan bagian dari biaya fiskal. Sesuai dengan pasal 6 ayat (1) huruf a, pajak
merupakan biaya yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto, selama pajak yang
dimaksud bukan merupakan pajak penghasilan. Biaya pajak pada PT TCH dikeluarkan
untuk pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Daerah dan lain-lain.
f. Rumah tangga kantor atau keperluan kantor adalah biaya untuk membeli perlengkapan
kantor yang mendukung kegiatan usaha.
g.Pemeliharaan aktiva dikeluarkan oleh perusahaaan sebagai pengeluaran terhadap
pemeliharaan dan perawatan aktiva yang digunakan oleh perusahaan untuk menjalankan
kegiatan usaha. Sesuai dengan pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.
h.Peralatan dan ATK digunakan untuk keperluan administrasi perusahaan seperti stempel, alat
tulis, meja dan sebagainya.
i. Telpon, PLN dan air adalah biaya yang digunakan untuk keperluan selama di kantor. Akan
tetapi biaya telpon terdapat biaya telpon seluler yang diberikan kepada karyawan dengan
jabatan tertentu sebesar Rp150.000 setiap karyawan per bulan. Sesuai dengan Keputusan
Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan
Atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan. Mengatakan bahwa
perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan
untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya perolehan atau pembelian
melalui penyusutan aktiva tetap kelompok I, dan biaya berlangganan atau pengisian ulang
pulsa dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk
pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya berlangganan atau
pengisian ulang pulsa dan perbaikan dalam tahun pajak yang bersangkutan. Sedangkan
PLN dan air digunakan untuk keperluan kantor pusat, dan perkebunan kelapa sawit.
j. Jasa professional digunakan untuk berupa biaya psikotes, biaya rekrut jasa professional
seperti biaya akuntan, biaya publikasi pengumuman lowongan kerja di website dan lainlain
k.Jamuan dan entertain dikeluarkan oleh perusahaan berupa jamuan tamu dipakai perusahaan
untuk menjamu pelanggan, maupun kolega-kolega perusahaan. Berdassarkan pasal 6 ayat
(1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan biaya jamuan dan entertain dapat dijadikan
pengurang dari penghasilan bruto. Untuk biaya jamuan dan entertain yang dapat dijadikan
pengurang penghasilan bruto diatur lebih jelas dalam Surat Edaran Direktur Jendral Pajak
Nomor SE-27/PJ.22/1986 tentang Biaya “Entertainment” dan Sejenisnya bahwa biaya
entertainment, representasi, jamuan, dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak harus dapat membuktikan bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar
dikeluarkan (formal) dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan perusahaan (materiil). Wajib Pajak
yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan brutonya, agar melampirkan
pada SPT Tahunan daftar nominatif.
l. Pendidikan dan pelatihan merupakan pengeluaran perusahaan untuk kegiatan training para
karyawan dan calon karyawan. Selain diatur dalam pasal 6 ayat (1) Undang-undang Pajak
penghasilan, biaya pendidikan dan pelatihan juga diatur dalam pasal 1 huruf c Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan
Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan,
Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya
Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan DariPenghasilan Bruto, yang
mengatakan bahwa sumbangan fasilitas pendidikan, yang merupakan sumbangan berupa
fasilitas pendidikan yang disampaikan melalui lembaga pendidikan. Sehingga biaya ang
dikeluarkan oleh PT TCH dalam hal pendidikan dan pelatihan dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.
m. Asuransi termasuk asuransi untuk direktur dan manajer, asuransi kendaraan operasional
perusahaan, asuransi untuk karyawan, dan lain sebagainya. Asuransi tersebut menjadi
tanggungan perusahaan.
n.Perizinan dikeluarkan oleh perusahaan untuk kepentingan izin berkaitan dengan jalannya
perusahaan tersebut.
o.Imbalan pasca kerja atau dana pensiun merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan
kepada k aryawan yang telah habis massa kerjanya.
p.Piutang tak tertagih merupakan piutang yang tidak laagi dibayarkan oleh vendor dengan
beberapa alasan. Didalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan , ada beberapa piutang tak tertagih yang dapat dibebankan sebagai biaya
fiskal.
q.Beban bunga merupakan beban bunga kredit investasi dan kredit modal kerja.
r. Pemasaran dan penjualan merupakan pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam
memasarkan produk. Sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 Tentang Pajak Penghasilan, bahwa biaya promosi dan penjualan merupakan biaya
yang dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto.
s. Rugi selisih kurs merupakan pendapatan maupun beban lainnya yang terjadi atas pembelian
valuta asing. Sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf e Undang-Undang Pajak Penghasilan
kerugian selisih kurs mata uang asing dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto.
t. Lain-lain merupan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan kebutuhan mess atau dapur,
pengajian, buka puasa bersama, perayaan ulang tahun kantor, paket ramadhan, dan lainlain.
Setelah dilakukan koreksi fiskal, pada tahun 2012 dan 2013 , PT TCH mengalami rugi fiskal.
sedangkan tahun 204, PT TCH mengalami laba fiskal. Berikut ini adalah rincian dari koreksi fiskal
yang dilakukan penulis:
A.
B.
Pendapatan Sewa Infrastruktur (2012, 2013, 2014)
Diatur dalam pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tetang
Pajak Penghasilan bahwa penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah
dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan merupakan pajak penghasilan yang bersifat final. Sehingga
pendapatan sewa infrastruktur merupakan bagian dari penghasilan yang dikenakan
pajak penghasilan final dan tidak termasuk objek pajak. Maka perlu dilakukan koreksi
fiskal berupa koreksi fiskal negatif terhadap akun ini.
Biaya telepon (2012, 2013, 2014)
Biaya telepon terdapat biaya telepon seluler yang diberikan kepada karyawan
dengan jabatan tertentu sebesar Rp150.000 setiap karyawan per bulan untuk 2 orang
pegawai dengan jabatan tertentu. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jendral Pajak
Nomor KEP-220/PJ./2002 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Biaya Pemakaian
Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan. Mengatakan bahwa biaya berlangganan
atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan
dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya,
dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari
jumlah biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan dalam tahun pajak
yang bersangkutan. Sehingga pada PT TCH pembebanan biaya telpon ini perlu
dilakukan koreksi fiskal dengan perhitungan sebagai berikut:
a. Pegawai dengan jabatan tertentu yang memperoleh fasilitas berlangganan
C.
D.
E.
F.
atau pengisian tiap bulan
2 orang
b. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pegawai dengan jabatan
tertentu dalam memberi fasilitas berlangganan atau pengisian tiap bulan
Rp150.000
Biaya yang diakui oleh fiskal
50%
Jadi biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam memberi fasilitas
berlangganan atau pengisian selama tahun 2012 adalah
= ( 2 x Rp150.000 x 12 ) x50%
= Rp1.800.000
Biaya jamuan dan entertaimen (2012, 2013, 2014)
Berdassarkan pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan biaya jamuan
dan entertain dapat dijadikan pengurang dari penghasilan bruto. Untuk biaya jamuan
dan entertain yang dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto diatur lebih jelas dalam
Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 tentang Biaya
“Entertainment” dan Sejenisnya bahwa biaya entertainment, representasi, jamuan, dan
sejenisnya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan pada dasarnya
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan. Wajib Pajak harus dapat membuktikan
bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan (formal) dan benar ada
hubungannya
dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan perusahaan (materiil). Wajib Pajak yang mengurangkan biayabiaya tersebut dari penghasilan brutonya, agar melampirkan pada SPT Tahunan daftar
nominatif. Tetapi PT TCH tidak mencantumkan daftar nomitif pada SPT, sehingga pada
akun ini dibutuhkan koreksi fiskal.
Pendapatan sewa lahan HGU 02 untuk tower (2014)
Diatur dalam pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tetang
Pajak Penghasilan bahwa penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah
dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan merupakan pajak penghasilan yang bersifat final. Sehingga
pendapatan sewa lahan untuk tower merupakan bagian dari penghasilan yang dikenakan
pajak penghasilan final dan tidak termasuk objek pajak. Maka perlu dilakukan koreksi
fiskal berupa koreksi fiskal negatif terhadap akun ini.
Pendapatan bunga giro dan deposito (2012, 2013, 2014)
Diatur dalam pasal 4 ayat (2) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan bahwa
penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi merupakan pajak penghasilan yang bersifat final. Sehingga
pendapatan bunga giro dan deposito merupakan bagian dari penghasilan yang dikenakan
pajak penghasilan final dan tidak termasuk objek pajak.
Beban lain-lain diluar kegiatan usaha (2012, 2013, 2014)
Beban lain-lain yang dikeluarkan dari akun ini merupakan natura berupa buka puasa
bersama, perayaan ulang tahun kantor, paket ramadhan, dan lain-lain. Natura yang
boleh dijadikan pengurang penghasilan bruto diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009 Tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi
Seluruh Pegawai Serta Penggantian Atau Imbalam Dalam Bentuk Natura dan
Kenikmatan Di Daerah Tertentu dan Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan
Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja yaitu:
a. Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
b. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan
berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka
menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah
tersebut.
c. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan
pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskannya.
Natura yang dikeluarkan PT TCH tidak sesuai dengan Peratutan Menteri Keuangan
Nomor 83/PMK.03/2009 tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh
Pegawai Serta Penggantian Atau Imbalam Dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan Di
Daerah Tertentu dan Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Yang Dapat
Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja.
Adapun daftar kompensasi kerugian fiskal PT TCH selama tahun 2012 sampai dengan tahun
2014, yaitu:
Tabel 1
Tahun
2012
2013
2014
Keterangan
Rugi Fiskal
Rugi Fiskal
Sisa rugi fiskal
Laba Fiskal
Sisa rugi fiskal
Fiskal
(52,269,586,751)
(14,858,463,554)
(67,128,050,305)
9,288,157,658
(57,839,892,647)
Penulis
(52,267,786,751)
(14,856,663,554)
(67,124,450,305)
9,331,957,658
(57,792,492,647)
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,
pengertian dan ketentuaan kompensasi kerugian fiskal adalah sebagai berikut:
1.Kerugian fiskal adalah kerugian fiskal berdasarkan ketetapan pajak yang telah diterbitkan
Direktur Jendral Pajak serta kerugian fiskal berdasarkan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
dalam hal tidak ada atau belum diterbitkan ketetapan pajak oleh Direktur Jendral Pajak.
2.Kompensasi kerugian fiskal timbul apabila untuk tahun pajak seebelumnya terdapat kerugian
fiskal.
3.Kerugian fiskal terjadi karena penghasilan bruto dikurangi dengan biaya hasilnya mengalami
kerugian.
4.Kerugian fiskal tersebut dapat dikompensasikan dengan laba neto fiskal dimulai tahun pajak
berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.
5.Ketentuan jangka waktu pengakuan kompensasi kerugian fiskal mulai berlaku tahun 2009.
6.Apabila kemudian ternyata berdasarkan ketetapan pajak hasil pemeriksaan menunjukan
jumlah kerugian fiskal yang berbeda dari kerugian menurrut SPT Tahunan PPh atau
hasil pemeriksaan menjadi tidak rugi, kompensasi kerugian fiskal menurut SPT
Tahunan PPh tersebut harus segera dibetulkan sesuai dengan ketetapan dan prosedur
pembetulan SPT.
Akibat adanya rugi fiskal yang dialami PT TCH tahun 2012 dan 2013 maka kerugian tahun
2012 dikompensasikan ke tahun 2013. Dan kerugian pada ahun 2013 dikompensasikan pada tahun
2014. Dari tabel 4.7, tahun 2014 masih menunjukan rugi fiskal sehingga kerugian tersebut
dikompensasikan ke tahun berikutnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan perhitungan dan pembahasan terhadap
biaya-biaya dan pendapatan sesuai dengan peraturan perpajakan dan perhitungan Pajak Penghasilan
Badan yang dilakukan oleh PT TCH. Dari hasil perhitungan tersebut, penulis menarik beberapa
kesimpulan antara lain:
1.
Perhitungan pendapatan pada laporan laba rugi menurut komersial disusun berdasarkan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), sedangkan pendapatan pada laporan laba
rugi menurut fiskal disusun berdasarkan peraturan perpajakan. Pada perhitungan pendapatan
menurut fiskal dan penulis tidak terdapat perbedaan. Akun-akun pendapatan dilakukan secara
benar oleh PT TCH, dimana pendapatan yang dikenakan pajak final dan bukan objek pajak
penghasilan sudah dikelompokkan dengan benar sesuai dengan peraturan perpajakan.
2.
Perhitungan biaya-biaya pada laporan laba rugi menurut komersial disusun berdasarkan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), dan biaya-biaya pada laporan laba rugi
menururt fiskal disusun berdasarkan peraturan perpajakan. Meskipun begitu dalam melakukan
rekonsiliasi fiskal, ada akun biaya yang tidak dikoreksi oleh PT TCH. Sehingga ada perbedaan
dalam perhitungan biaya antara laporan laba rugi menurut fiskal dan perhitungan yang telah
dilakukan oleh penulis.
3.
Setelah dilakukan rekonsiliasi fiskal terhadap laporan laba rugi PT TCH, PT TCH mengalami
kerugian selama 2 tahun, yaitu tahun 2012 dan 2013. Pada tahun 2014 PT TCH baru
mengalami laba fiskal sebesar Rp9.289.957.658 menurut penulis dan Rp9.288.157.658
menurut fiskal. atas kerugian yang dialami PT TCH, maka pembayarannya ditangguhkan
ditahun pajak berikutnya. Kerugian yang dialami oleh PT TCH ini dapat dikompensasikan
ditahun pajak berikutnya selama 5 tahun berturut-turut.
Berdasarkan pembahsan serta kesimpulan yang telah diuraikan terdapat beberapa saran
yang dapat diberikan untuk PT TCH dalam melakukan rekonsiliasi fiskal yaitu:
1.Perusahaan seharusnya membuat daftar nominatif apabila adanya pengeluaran atas biaya
perjamuan. Dengan begitu biaya tersebut bisa menjadi pengurang penghasilan bruto
sehingga penghasilan kena pajak lebih kecil. Untuk ketentuan biaya perjamuan diatur
dalam Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 tentang Biaya
Entertainment dan Sejenisnya.
2.Sebaiknta PT TCH melakukan pembetulan SPT yang telah disampaikan. Karena ada korekfi
yang belum dilakukan oleh perusahaan dan menyebabkan penghasilan kena pajak
perusahaan lebih kecil. Pembetulan ini dapat disampaikan dengan pernyataan tertulis
dalam jangka waktu 2 tahun sesudah berakhirnya tahun pajak.
3.Dalam pembetulan SPT karena kesalahan perhitungan perpajakan terutang, perusahaan harus
menghitung kembali pajak terutang dengan benar dan teliti sehingga dapat terhindar
dari sanksi administrasi.
4.Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan bisa mengikuti perkembangan peraturan perpajakan
yang berlaku. Selain itu juga diharapkan data yang diperoleh pada penelitian selanjutnya
lebih lengkap dari penelitian saat ini.
REFERENSI
Burton, Richard. Ilyas, Wirawan, B. (2011). Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat
Direktur Jendral Pajak KEP-220/PJ/2002 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas
Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan
http://www.pajak.go.id diakses pada 28 Mei 2015
Hastoni. dkk. April 2009. “Pengaruh Rekonsiliasi Fiskal Terhadap Perhitungan PPh
Terutang Pada PDAN Tirta Pacuan Bogor”. Vol. 9, No.1, Hal. 34-37
Langguju, CC Ryan. dkk. September 2014. “Analisis Koreksi Fiskal Terhadap Koreksi
Fiskal Pajak Penghasilan Pada PT Bitung Mina Utama di Kota Bitung”. Ejournal.
Universitas Sam Ratulangi Manado
http://download.portugalgaruda.org diakses
18 Februari 2015. Hal. 1110
Lawrencius, G.S. (2011). Rekonsiliasi Fiskal Atas Laporan Keuangan Fiskal Untuk
Menghitung PPh Bukan Terutang Pada PT Fajar Selatan Palembang. Jurnal
Ilmiah Mahasiswaa STIE MDP
Mardiasmo. (2011). Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta
Octavianus, Caesar. (2103). Rekonsiliasi Fiskal Pada Laporan Laba Rugi PT DPM
Untuk Menghitung Pajak Terhutang. Skripsi S-1. Universitas Bina Nusantara
Resmi, Siti. (2014). Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat
Rosidah (2012). Evaluasi Rekonsiliasi Fiskal Penghasilan Badan Tahun 2009, 2010,
2011 (Studi Kasus: PT TWD). Skripsi S-1. Universitas Bina Nusantara
Peraturan Pemeritah Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2010 Tentanf Sumbangan
Penaanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangaan,
Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan
Olahraga
dan
Biaya Pengembangan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan
Dari
Penghasilan Bruto
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03.2009 Tentang Penyediaan Makanan
dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Serta Penggantian atau Imbalan Dalam
Bentuk Natura dan Kenikmatan Di Daerah dan Yang Berkaitan Dengan
Pelaksanaan Pekerjaan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
Pemberi Kerja
Subjek Pajak Penghasilan. http://www.pajak.go.id diakses pada 15 April 2015
Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-27/PJ-22/1986 Tentang Biaya
dan sejenisnya. http://www.pajak.go.id diakses pada 25 Mei 2015
Entertain
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008, tentang perubahan keempat
atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
RIWAYAT PENULIS
Listiani Dwi Astari lahir di kota Bekasi pada tanggal 28 Oktober 1993. Penulis menamatkan
pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Ekonomi pada tahun 2015
Download