KINERJA PUSTAKAWAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI DALAM KONTEKS PENERAPAN TUNJANGAN KINERJA Oleh : Muhammad Rum Abstract this article aims to describt how Iibrarian execute his duty and responsibility professionally. Iibrarian as professional officer as real as in executing his duty have to relate technical activity guide of librarian’s duty so that can water down in promotion, beside, it is doesn’t make mistake in the understanding his duties. librarian in executing his duty is relied on target of officer performance poured in daily spread sheet. as a result Iibrarian performance is not be maximal so in giving or obtain cash for his dutys as professional officer. In consequence need there is construction and policy from library head as Iibrarian builder. Key Words : Performance ; librarian and ; promotion A. PENDAHULUAN Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pustakawan termasuk menaikkan tunjangan fungsional dan memberikan tunjangan kinerja khususnya pustakawan di lingkungan perpustakaan perguruan tinggi adalah merupakan perwujudan dari komitmen pemerintah untuk memperbaiki sistim pengelolaan perpustakaan agar lebih Mandiri dan berwibawa. Dedi Junaidi mengemukakan bahwa : “ Pustakawan harus dibangun melalui pengembangan sertifikasi dan akreditasi pustakawan dengan pemberian kompensasi berupa reward terhadap pustakawan serta peningkatan kesejahteraan berupa peningkatan tunjangan fungsional pustakawan setara dengan profesi lainnya serta kompensasi resiko kesehatan pekerjaan pustakawan” (Dedi Junaidi, 2015 : 5). Dengan perhatian pemerintah tersebut, maka pustakawan harus menjadi manuisa yang unggul memiliki keterampilan, pengetahuan dan prilaku dalam kerangka memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan lembaga dimana mereka berkiprah. Sejalan dengan kontek pengembangan inilah pustakawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya diharapkan mampu bekerja secara profesional agar tidak menimbulkan persepsi keliru baik dari masyarakat pengguna, pegawai di sekelilingnya maupun dengan atasannya. Selama ini, pola tata kerja pustakawan seringkali dimaknai baik dari dosen, pegawai maupun pejabat lain yang ada di lingkup perguruan tinggi dengan pola tata kerja yang tidak jauh berbeda dengan tata kerja pejabat fungsional umum lainnya. Hal ini wajar sebab selama ini pustakawan bekerja secara administratif tidak bekerja sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Ada beberapa premis sebagai penyebab dari pola tata kerja pustakawan yang bersifat adminisitratif antara lain : pertama, pemahaman pustakawan terhadap peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya masih bersifat persial. Indikasi ini terlihat beberapa pustakawan yang melakukan aktifitas kepustakwanan yang tidak relevan dengan kepangkatan atau jabatan fungsionalnya. Kedua, minimnya sumber daya manusia pustakawan menyebabkan pustakawan harus berperan ganda dalam menyelesaikan setiap pekerjaan. Ketiga, konsekuensi dari implementasi tunjangan kinerja bagi pegawai maka setiap pustakawan diharuskan membuat sasaran kinerja pegawai (SKP). SKP ini kemudian dijabarkan dalam laporan kinerja harian sebagai indikator untuk pembayaran tunjangan kinerja. Namun demikian, kegiatan yang dituangkan dalam LKH tersebut seringkali tidak sinergi dengan kegiatan pokok pustakawan sebagai pejabat fungsional. Berdasarkan ketiga premis tersebut kiranya dapat dijadikan sebagai renungan bagi pustakawan dalam menunaikan tugas dan tanggung jawabnya untuk lebih profesional terlebih ketika perhatian pemerintah yang sangat apresiatif dengan profesi pustakawan melalui peningkatan tunjangan fungsional pustakwan, penerapan tunjangan kinerja dan lain-lain semakin membaik. B. Defenisi dan Konsep Jabatan fungsional Pustakawan Merujuk pada Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.( Kosam Rimbawarawa : 2010 : 116) Pangkat Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan fungsional berorientasi pada prestasi kerja, sehingga tujuan untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara yang berdaya guna dan berhasil guna dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan dapat dicapai. Sementara Pejabat fungsional Pustakawan yang selanjutnya disebut Pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi (perpusdokinfo) di instansi pemerintah dan atau unit tertentu lainnya. (Kosam Rimbawarawa, dkk (editor). (2011 : 115) Sedangkan defenisi pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi pemerintah dan atau unit tertentu lainnya.( Kosam Rimbawarawa dkk , 2010 : 16) Berdasarkan defenisi tersebut, maka Pustakawan terdiri dari : a. Pustakawan Tingkat Terampil adalah Pustakawan yang dasar pendidikan untuk pengangkatannya pertama kali serendah-rendahnya Diploma II Perpustakaan, Dokumentasi dan Informasi atau Diploma II bidang lain yang disetarakan. b. Pustakawan Tingkat Ahli adalah Pustakawan yang dasar pendidikan untuk pengangkatannya pertama kali serendah-rendahnya Sarjana Perpustakaan. Dokumentasi dan Informasi atau Sarjana bidang lain yang disetarakan C. Tugas Pokok Pejabat Fungsional Pustakawan Penugasan kepada pejabat fungsional Pustakawan harus disesuaikan dengan tugas pokok sesuai jenjang jabatannya. Hal ini dimaksudkan agar pejabat fungsional Pustakawan melaksanakan tugasnya sesuai dengan tugas pokoknya dan yang bersangkutan dapat mengumpulkan angka kredit sesuai tugas yang menjadi tanggung jawab. Dengan demikian akan terjadi pemerataan pekerjaan di antara pejabat fungsionalnya sesuai jenjang jabatannya. Tugas Pokok Pustakawan Tingkat Terampil: 1. Pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka /bahan informasi. 2. Pemasyarakatn perpustakaan, dokumentasi dan informasi. Tugas Pokok Pustakawan Tingkat Ahli: 1. Pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka / bahan informasi 2. Pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi, dan informasi 3. Pengkajian pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi. (Perpusnas RI, 2015 : 121 – 122) Disamping melaksanakan tugas pokoknya, pejabat fungsional Pustakawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya melalui berbagai pendidikan atau pelatihan, utamanya pendidikan atau pelatihan di bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi. Namun tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk mengikuti diklat lainnya sepanjang diklat tersebut menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sebagai pejabat fungsional pustakawan. a. Tugas Pengembangan Profesi Dalam rangka pengembangan profesi, pejabat fungsional Pustakawan selain melaksanakan tugas pokok sesuai jenjang jabatannya dapat juga melaksanakan tugastugas pengembangan profesi yang meliputi: 1) Membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi (PUSDOKINFO) 2) Menyusun pedoman/petunjuk teknis PUSDOKINFO 3) Menerjemahkan/menyadur buku-buku dan bahan lain di bidang PUSDOKINFO 4) Melakukan tugas sebagai Ketua kelompok /Koordinator Pustakawan atau memimpin unit Perpustakaan. 5) Menyusun kumpulan tulisan untuk dipublikasikan. 6) Memberi konsultasi kepustakawanan yang bersifat konsep. (Kusniyati. 2010 : 4) b. Tugas Penunjang Yang perlu diperhatikan agar Pustakawan tidak melaksanakan tugas penunjang secara berlebihan, karena akan berakibat terabaikannya tugas pokok yang menjadi tanggungjawabnya maka prosentase angka kredit kegiatan penunjang yang dapat diperhitungkan untuk kenaikan pangkatnya sebanyak-banyaknya adalah 20% dari angka kredit yang harus dicapai untuk kenaikan jabatan /pangkat satu tingkat lebih tinggi. Tugas penunjang meliputi antara lain: 1) Mengajar 2) Melatih 3) Membimbing mahasiswa dalam penyusunan skripsi, tesis dan disertasi yang berkaitan dengan ilmu perpustakaan, dokumentasi dan informasi. 4) Mengikuti seminar, loka karya dan pertemuan sejenisnya di bidang kepustakawanan. 5) Memperoleh gelar kesarjanaan lainnya. ( Diao Ai Lien, 2010 : 55) Jabatan pustakawan diakui sebagai jabatan fungsional karena telah dilakukan kajian-kajian yang mendalam dan ternyata memenuhi syarat dan kriteria profesi antara lain: a. Memiliki metodologi, teknis analisis dan prosedur kerja yang didasarkan pada disiplin ilmu pengetahuan dan atau pelatihan tertentu dan mendapatkan sertifikasi. b. Memiliki etika profesi yang diterapkan oleh organisasi profesi (dalam hal ini adalah Ikatan Pustakawan Indonesia/IPI). c. Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan tingkat keahlian bagi jabatan fungsional keahlian dan tingkat ketrampilan bagi jabatan fungsional ketrampilan. d. Dalam melaksanakan tugas dapat dilakukan secara mandiri. e. Jabatan fungsional pustakawan ternyata diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organsisasi. f. Telah memiliki pendidikan tinggi keperpustakaan dan berbagai jenjang studi sejak D2, D3, S1, sampai pada S3. ( Diao Ai Lien, 2010 : 56) D. Konsep Kinerja Kinerja adalah istilah yang populer di dalam manajemen, yang mana istilah kinerja didefinisikan dengan istilah hasil kerja, prestasi kerja dan performance. Menurut The Sriber Bantam English Dictionary, 1999:1-2) “to perform“ mempunyai beberapa “entries” berikut: (1) to do or Carry out; executive, (2) to discharge or fulfill, as a vow, (3) to party, as a character in a play, (4) to render by the voice or musical instrument, (5) to execute or complete on undertaking, (6) to act a part in a play, (7) to perform music, (8)to do what is expected of person or machine. (A.s Homby, 1995 : 712) Dalam Kamus Bahasa Indonesia istilah kinerja dimaknai sebagai “ (1) sesuatu yang dicapai; (2) prestasi yang diperlihatkan; (3) kemampuan kerja”. (Anonim, 2004 : 421) Menurut Rivai kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai: ”ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu”.( Rivai, Veithzal, 2005 : 19) Sementara menurut Sedarmayanti bahwa: “Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, unjuk kerja atau penampilan kerja”. (Sedarmayanti, 2000 : 50) Kemudian Prawirosentono mengartikan kinerja sebagai, “Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang adan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mendapai tujuan organisasi bersangkutan secara ilegal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika”. (Prawirosentono , 1999 : 2) Berdasarkan defenisi di atas bahwa kinerja merupakan hasil kerja atau prestasi kerja seseorang atau organisasi. Berkaitan dengan hal tersebut, Gomes mengatakan bahwa “Kinerja adalah catatan hasil produksi pada fungsi pekerjaan yang spesifik atau aktivitas selama periode waktu tertentu”.( Gomes, Faustino Cardoso, 2003 : 142). Sementara Rivai mengemukakan bahwa: “Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.” (Rivai. Veithzal, 2005 : 14) E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja 1. Efektifitas dan efisiensi Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan menilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan kepuasan walaupun efektif dinamakan tidak efesien. Sebaliknya, bila akibat yang dicaricari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efesien. (Prawirosentono, 1994 : 27) 2. Otoritas (wewenang) Otoritas menurut adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi formal yang dimiliki seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya. Perintah tersebut mengatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dalam organisasi tersebut. (Prawirosentono, 1994 : 27) 3. Disiplin Disiplin adalah taat kepda hukum dan peraturan yang berlaku Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia bekerja. (Prawirosentono, 1994 : 27) 4. Inisiatif Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam membentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi. Karakteristik orang yang mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai berikut : 1. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi. 2. Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi. 3. Memiliki tujuan yang realistis. 4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuannya. 5. Memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukannya. 6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.(Mangkunegara, 2002 : 68) Adapun Indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada enam indikator, yaitu : 1. Kualitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan. 2. Kuantitas. Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan. 3. Ketepatan waktu. Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. 4. Efektivitas. Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya. 5. Kemandirian. Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat menjalankan fungsi kerjanya Komitmen kerja. Merupakan suatu tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor. (Robbins, Stephen P, 1998 : 260) Berdasarkan kinerja tersebut maka pustakawan diharapkan dapat melakukan tugas-tugas kepustakawanan sesuai dengan tugas profesinya sebagai profesioal informasi. E. Tunjangan Kinerja PNS Tunjangan kinerja merupakan salah satu bentuk kompensasi yang diterima oleh para PNS dan CPNS. Tunjangan kinerja adalah tunjangan yang diberikan oleh Pemerintah kepada para pegawai yang oleh pejabat yang berwenang diangkat atau ditugaskan dan bekerja secara penuh pada satuan organisasi di lingkungan Kementerian Agama besaran tunjangan kinerjanya telah diatur melalu Peraturan Presiden nomor 108 Tahun 2014 tanggal 17 September 2014. Pasal 2 dari Perpres tersebut dinyatakan bahwa:" Kepada Pegawai yang mempunyai jabatan di lingkungan Kementerian Agama, selain diberikan tunjangan penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, diberikan tunjangan kinerja setiap bulan." Sebagai aturan pelaksaan dari peraturan presiden tersebut Kementerian Agama menerbitkan tiga peraturan menteri agama terkait mekanisme pembayaran tunjangan kinerja bagi pegawai negeri sipil di lingkungan Kementerian Agama yaitu, PMA 45 tahun 2015 tentang pejabat perbendaharaan Negara pada Kementerian Agama, PMA 48 tahun 2014 tentang pengangkatan PNS dalam jabatan fungsional umum pada Kementerian Agama, PMA 49 tahun 2014 tentang pemberian, penambahan dan pengurangan tunjangan kinerja pegawai negeri sipil di lingkungan Kementerian Agama dan PMA 51 tahun 2014 tentang nilai dan kelas jabatan structural dan jabatan fungsional pada Kementerian Agama. Pembayaran tunjangan kinerja pegawai di lingkungan Kementerian Agama dapat dibayarkan terhitung mulai bulan Juli 2014 dengan memperhitungkan capaian kinerja setiap bulannya. Teguh Sulistiyani dan Rosidah (2009:256) mengatakan bahwa kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai balas jasa (kontra prestasi) atas kerja mereka. Pada dasarnya kompensasi merupakan kontribusi yang diterima oleh pegawai atas pekerjaan yang telah dikerjakannya. Bagaimanapun sumber daya manusia telah bekerja dalam organisasi telah memberikan pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, bahkan, konsentrasi yang bersifat material juga dilakukan. Atas usaha-usaha yang dilakukan secara langsung dan tidak langsung perlu dihargai secara memadai. Untuk itulah kompensasi perlu mendapat perhatian. Tunjangan kinerja dalam Program reformasi birokrasi adalah bentuk reward terhadap prestasi atau kerja keras suatu instansi dalam melaksanakan reformasi birokrasi, yang diberikan kepada pegawai sesuai dengan kinerjanya masing-masing. C. Kinerja Pustakawan Dalam Kontek Penerapan Tunjangan Kinerja Untuk memahami kondisi kinerja pustakawan yang ada di lingkungan perpustakaan perguruan tinggi dapat dilihat pada pencapaian hasil atau out put yang didasarkan pada SKP (sasaran kinerja pegawai). SKP adalah Sasaran Kerja Pegawai yang ada dalam salah satu unsur di dalam Penilaian Prestasi Kerja PNS yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011. Penilaian kinerja adalah penilaian yang dilakukan oleh atasan ke bawahan. Cara menentukan target kuantitas dalam pekerjaan yang tidak bisa diprediksi atau outputnya dari orang lain adalah dengan cara mempertimbangkan jumlah output yang masuk pada tahun-tahun sebelumnya. Cara menilai aspek kualitas dalam suatu pekerjaan / kegiatan adalah dengan mengacu pada parameter yang ada pada Peraturan Kepala BKN Nomor 1 Tahun 2013. Tentu saja kinerja para pustakawan mengacu pada tugas professional mereka sebaga tenaga fungsional pustakawan. Selain itu, indikator kinerja pustakawan juga didadasarkan pada kedudukan atau jabatan fungsional mereka. Bagi pustakawan yang menduduki Pustakawan pertama dan pustakawan muda jelas berbeda. Perbedaannya dapat dilihat berdasarkan beberapa indikator di bawah ini, antara lain : 1. Kualitas Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan. Dalam melaksanakan tugas kepustakawanan, para pustakawan telah menyesuaikan antara program kegiatan perpustakaan dengan tugas-tugas mereka berdasarkan kepangkatan / jabatannya fungsional pustakawannya. Kualitas kinerja pustakawan dapat dilihat dari kualitas yang dihasilkan dari kegiatan kepustakawanan yang dituangkan dalam capaian sasaran kerja (CSP) mereka. Ada tiga premis untuk mengukur kualitas kinerja pustakawan adalah pengetahuan (Knowledge) yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih berorientasi pada intelejensi dan daya fikir serta penguasaan ilmu yang luas yang dimiliki karyawan ; keterampilan (Skill), kemampuan dan penguasaan teknis operasional di bidang tertentu yang dimiliki karyawan ; dan kemampuan (ability) yang terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki seorang karyawan yang mencakup loyalitas, kedisiplinan, kerjasama dan tanggung jawab. 2. Kuantitas Kuantitas merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan. Seorang pustakawan dalam melaksanakan tugasnya umumnya lebih menfokuskan pada tugas-tugas rutin misalnya melaksanakan pelayanan informasi di bagian sirkulasi, referensi, skrispsi, laporan penelitian dan pengolahan. Untuk kegiatan-kegiatan yang bersetuhan dengan kepustakawanan seperti pengklasifikasian, pendeskripsian bibliografi dan pengolahan data lain umumnya belum menunjukkan peningkatan baik secara kuantitas maupun kualitas. Beberapa kasus menunjukkan bahwa aktivitas pustakawan di lingkungan perpustakaan, umumnya lebih menfokuskan pada pengolahan data-data bibliografi yang hanya menghasilkan rata-rata 20 % yang tersaji dalam bentuk elektronik, yakni pengimputan data ke dalam program aplikasi teknologi informasi berupa katalog. Ini menunjukkan bahwa setiap pustakawan hanya mendeskripsi dokumen yakni 1 dokumen monograf, sementara yang disyaratkan minimal 6 dokumen. Minimnya akvitas yang dihasilkan dalam bentuk kegiatan kepustakawanan oleh pustakawan menunjukkan bahwa secara kuantitas kinerja pustakawan masih perlu untuk ditingkatkan. Sementara kegiatan pelayanan informasi berupa layanan rujukan cepat. koleksi sirkulasi dan referensi tidak lebih hanya pelayanan adminsitrasi karena sistim yang disuguhkan kepada pemustaka lebih bersifat adminsitratif misalnya pelayanan peminjaman dan pengembalian di bagian sirkulasi, dan penujukan lokasi dokumen pada bagian koleksi rujukan dan skripsi maupun laporan penelitian dosen. Tidak ada pelayanan yang bersifat teknis misalnya bagaimana menggunakan koleksi, metode pencarian informasi melalui indeks dan abstrak maupun metode lain. Untuk pelayanan informasi dibagian sirkulasi bahkan pustakawan jarang terjun langsung karena dilayani oleh staf perpustakaan bukan pegawai fungsional pustakawan. 3. Ketepatan dan Penggunaan waktu Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab bagi pustakawan adalah merupakan indikator kualitas kinerja pustakawan yang dapat diukur berbagai aspek. Beberapa aspek tersebut menckup ; aspek kemampuan ; motivasi dan lingkungan kerja. Pustakawan yang berkiprah di lingkungan PUSDOKUINFO umumnya menunjukkan bahwa rata-rata waktu yang digunakan oleh setiap pustakawan dalam menyelesaikan tugas-tugas kepustakawanan adalah 5 – 10 menit, dan laporan dari hasil setiap kegiatan adalah 3 jam. Ini menunjukkan bahwa kemampuan pustakawan jika dilihat dari indikator ketepatan dan pemanfaatan waktu sangat baik. Namun demikian bahwa hasil tersebut belum tentu menunjukkan hasil yang ideal karena pustakawan tidak menunjukkan secara fisik dari hasil kegiatan tersebut. Untuk menilai kemampuan (ability) pustakawan menyelesaikan tugas-tugas yang diukur dari ketepatan dan penggunaan waktu dapat diukur jumlah kegiatan yang dilakukan dan waktu yang digunakan dalam menyelesaikan kegiatan yang dialkukan. Profesional, sesuatu yang dilakukan apabila sesuai dengan mekanisme atau alurnya tidak dilakukan secara pargmatis yang dapat menyebabkan hasil tidak maksimal. Membuat abstrak indikatif dalam bahasa asing misalnya, apakah pustakawan tersebut mampu menyelesaikan dalam waktu 10 menit sementara untuk membuat abstrak indikatif harus mengacu pada metode analisis isi dokumen (document content analysis). Artinya seorang pengindeks harus mampu membaca dan memahami apa yang menjadi pembahasan pokok dari dokumen tersebut, dan tentunya tidak dipahami hanya melalui tema dokumen. Mengklasifikasi dan mendeskripsi bibliografi misalnya membutuhkan kemampuan analisis dalam memahami setiap dokumen yang akan diolah. Tidak semua dokumen memiliki kasus yang sama, sebab jenis koleksi yang ada di perpustakaan sangat beragam baik dari aspek tema, bahasa dan konsep yang berbeda. Dalam kasus seperti ini, pustakawan diwajibkan menggunakan media pengolahan yang telah terstandar misalnya DDC dan AACR atau RAD yang disajikan dalam bahasa Inggris. Masalahnya adalah apakah pustakawan tersebut mampu menyelsaikan setiap dokumen dalam waktu 10 menit. Sulit rasanya untuk menghasilkan sesuatu yang berkualitas jika dilakukan tidak sesuai dengan proses analisisnya. Selain di atas, pustakawan pertama juga melakukan kegiatan-kegiatan yang sesungguhnya bukan tugas seorang pustakawan pertama III/a dan b seperti membuat abstrak indikatif dokumen berbahasa asing. Kegiatan ini sesungguhnya merupakan kegiatan pustakawan muda. Ini menunjukkan bahwa seorang pustakawan dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya tidak didasarkan pada pemahaman mereka sebagai fungsional pustakawan. Pustakawan dalam melakukan tugas-tugsnya semestinya mengacu pada juknis jabatan fungsional pustakawan dan angka kredit yang diterbitkan oleh perpustakaan Nasional RI nomor 8 Tahun 2014 yang sudah diperbarui pada edisi tahun 2015. Kelemahan-kelemahan inilah yang menyebabkan pustakawan dalam menyusun SKP dan membuat LKH tidak relevan dengan tugas profesinya yang pada akhirnya berdampak pada kualitas kinerjanya. Berdasarkan konsep diatas maka sulit rasanya untuk mengukur kinerja pustakawan jika hanya mengacu pada SKP atau LKH yang dibuat sebab tidak disertai dengan bukti fisik atau alat untuk mengukur proses kinerjanya. SKP atau LKH yang dibuat hanya sebatas persyarat untuk menunjukkan adanya peran pustakawan dalam bekerja dan sebagai media untuk memperoleh tunjangan kinerja. Kemampuan untuk mengatur waktu kerja yang hanya 7,5 jam sehari selama 5 hari kerja dalam seminggu itu dengan efektif dan efisien akan membawa kesuksesan bagi seorang pustakawan sebagai pegawai negeri sipil. Seorang pegawai harus bisa menghindari faktor-faktor eksternal yang dapat mengganggu produktifitasnya dalam bekerja. Banyaknya waktu yang terbuang dengan percuma akan berdampak terhadap kinerja yang dicapai. 4. Efektivitas Efektivitas merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya. Efektifitas kerja pustakawan merupakan keadaan atau kemampuan berhasil atau tidaknya suatu pekerjaan yang dilakukan pustakawan untuk memberikan guna yang diharapkan. Hal tersebut juga memiliki arti bahwa penilaian efektifitas kerja merupakan kegiatan intervensi perpustakaan sebagai lembaga penaung terhadap kehidupan pustakawan sabagai individu yang memiliki hak-hak asasi yang dilindungi. Penilaian efektifitas kerja yang kegiatannya sering menyentuh kelemahan atau kekurangan individu, kerap kali juga dirasakan sebagai pelanggaran terhadap hak-hak asasi. Efektifitas kerja pustakawan dalam konteks pemahaman status fungsionalnya sebagai pustakawan perpustakaan perguran tinggi dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain : a. Karakteristik perpustakaan mempengaruhi efektivitas kerja pustakawan, karena perpustakaan menggambarkan struktur yang harus dilalui oleh pustakawan dalam melakukan pekerjaannya. Struktur organisasi perpustakaan merupakan cara untuk menempatkan pustakawan sebagai bagian dari pada suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola-pola interaksi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas. b. Karaketeristik lingkungan ini secara keseluruhan berada dalam lingkungan organisasi seperti peralatan, perlengkapan, hubungan diantara pustakawan dan kondisi kerja. Ciri lingkungan ini selalu mengalami perubahan artinya memiliki sifat ketidakpastian karena selalu terjadi proses dinamisasi. c. Karakteristik pustakawan : faktor inilah yang paling berpengaruh terhadap efektivitas kerja, karena betapapun lengkapnya sarana dan prasarana, betapapun baiknya mekanisme kerja tanpa dukungan kualitas sumber daya yang mengisinya tidak akan ada artinya. d. Karakteristik kebijakan dan praktek manajemen; praktek manajemen adalah strategi dan mekanisme kerja yang dirancang dalam mengkondisikan semua hal ada didalam organisasi. Kebijakan dan praktek manajemen ini harus memperhatikan juga unsur manusia sebagai individu yang memiliki perbedaan bukan hanya mementingkan strategi mekanisme kerja saja. Mekanisme kerja ini meliputi penetapan tujuan strategis, pencarian dan pemanfaatan sumber daya dan menciptakan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan, dan pengambilan keputusan yang bijaksana, adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan inovasi organisasi. 5. Ketergantungan (hubungan sosial dengan sesama pustakawan) Kemandirian merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat menjalankan fungsi kerjanya dimana pustkawan harus mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab terhadap perpustakaan sebagai lembaga penaung. Keberhasilan pustakawan dalam melaksanakan tugas akan sangat tergantung dari kemampuan seorang pustakawan untuk berhubungan dengan orang lain, baik dengan sesama pustakawan, dengan atasan, ataupun dengan pemustaka. Pustakawan harus mampu membina hubungan interpersonal yang baik dalam beberapa aspek, meliputi keterampilan sosial, empati, energi, persuasif dan toleransi. Ada beberapa indikator yang dapat diukur dalam memahami hubungan sosial baik di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya. a. Keterampilan sosial, mencakup : 1) Kemampuan pustakawan mudah bersosialisasi; Salah satu aspek kompetensi pustakawan adalah kompetensi sosial yang dapat dilihat dari sejauhaman kemampuan mereka membangun komunikasi dengan orangorang sekelilingnya. Pustakawan tidak hanya terfokus pada aktifitas-aktifitas pribadi misalnya menyelesaikan pekerjaannya dari sejak mulai datang sampai pulang tanpa ada hubungan komunikasi dengan sekelilingnya. Dalam kontek kerja di lingkungan perpustakaan, pustakawan dalam bersoisalisasi dengan rekan kerjanya dapat dilihat dari beberapa aspek yang mempengaruhinya, antara lain : peran pustakawan, artinya semakin banyak peran yang dilakoni oleh pustakawan akan semakin menyibukkan dirinya dalam suatu pekerjaan tersebut, di sisi lain peran yang dilakoni tidak hanya berinpak pada hubungan sosial kerja yang bersifat positif tetapi juga berdampak pada kecemburuan sosial. Ini terlihat dari destribusi peran pustakawan dalam mengikuti kegiatan ilmiah baik di tingkat daerah maupun nasional. 2) Pustakawan dapat merespon secara hangat kepada orang lain, seperti pemustaka, teman, atasan atau bawahan; Pustakawan dalam melaksanakan tugas-tugasnya tidak saja berhadapan dengan sesama pustakawan, tetapi juga berhadapan dengan masyarakat pengguna, pimpinan maupun peggawai lain yang memiliki prilaku berbeda. Konsekuensi lagi dari perbedaan ini juga mengharuskan pustakawan harus mampu memahami perbedaan yang ada. Perbedaan perilaku dalam lingkungan kerja, membuat masalah tersendiri bagi perpustakaan maupun pustakawan. Dimana presepsi yang ditanamkan dipaksakan untuk sama, menjadi satu visi, misi dan tujuan bersama. Hal ini dapat berpengaruh terhadap perilaku para pustakawan sebagai motor penggerak dan penentu produktivitas suatu perpustakaan. Selain itu, pemahaman presepsi juga akan mempengaruhi kreativitas dan kinerja para pustakawan, dalam hal ini pustakawan dituntut untuk lebih professional. Prilaku seperti ini seringkali muncul dari sesorang pustakawan yang menginginkan penghargaan dari orang lain. Presepsi sendiri dipengaruhi oleh kepribadian seseorang. Kepribadian yang baik akan memberikan presepsi positif terhadap apapun yang dilakukannya. Begitupun sebaliknya. Kepribadian sendiri dapat terjadi karena faktor keturunan, seperti etnis, gender, ras, dan orientasi seksual, dan ini juga terkadang menjadi penilaian tersendiri bagi perpustakaan terhadap pustakawan maupun pegawainya, karena keturunan dapat memberikan penjelasan mengenai beberapa aspek keragaman manusia. Selain itu faktor internal lain dari pekerja yang dapat mempengaruhi kinerja dan profesinalitas adalah kemampuan. Kemampuan sendiri dibagi atas 2 kategori yaitu kemapuan mental sebagai tingkatan intelegensi seseorang dan intelegensi emosi yang merujuk pada sosial berupa penanganan hubungan dan interaksi dengan orang lain. Dari presepsi yang diterima melalui beberapa factor yang memperngaruhi seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, maka akan terbentuk sikap yang merupakan realisasi dari presepsi tersebut. Bagaimana keadaan mental yang dipelajari dapat diorganisasikan dan menghasilkan pengaruh spesifik seseorang terhdapa respon, objek, situasi, yang berhubungan dengan orang lain atau rekan kerja dan perusahaan. Selain itu kognisi seorang pekerja juga sangat diperhitungkan, bagaimana mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang didapat dalam pekerjaannya b. Energi Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pegawai fungsional, pustakawan tidak hanya bekerja untuk memenuhi kepentingan pribadi akan tetapi bagaimana menciptakan kondisi kerja yang nyaman. Energi merupakan salah satu faktor yang harus dimiliki oleh pustakawan, energi tidak hanya dipahami dalam kontek kekuatan fisik akan tetapi energi adalah kekuatan mental yang ada pada diri pustakawan sehingga dapat berfikir positif untuk kepentingan lembaga dan orangorang yang ada di sekeleilingnya. Karena itu pemberian remunerasi diharapkan dapat memberikan kekuatan lahir dan bathin pustakawan dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Bagi pustakawan, pemberian tunjangan kinerja (remunerasi) meruakan upaya untuk meningkatkan kepercayaan kembali yang selama ini terkesan sebagai jabatan profesi yang kurang diperhitungkan khususnya di lingkup perguruan tinggi. Para pustakawan menilai bahwa penerapan tunjangan kinerja dapat meningkatkan komitmen kami untuk bekerjasama dengan orang lain, melayani pemustaka dan memberikan ide-ide konstruktif kepada pimpinan dalam kerangka pengembangan perpustakaan. Komitmen yang dituangkan dalam program kerja (SKP) oleh masingmasing pustakawan mengindikasikan sebagai momentum pasca penerapan tunjangan kinerja. Ini berarrti bahwa tunjangan kinerja memiliki efek positif dengan kinerja pustakawan yang selama ini tidak dipahami bagaimana model dan bentuk kegiatan pustakawan sebagai tenaga profesional. Konsep boleh saja dibuat serapi mungkin, agar terkesan bahwa program kerja pustakawan semakin membaik pasca penerapan tunjangan kinerja. Namun yang terkesan di lapangan bahwa tidak selamanya apa yang tersirat dalam SKP berjalan sesuai dengan konteknya sebab beberapa pustakawan justru menimbulkan sejumlah polemik dan kontroversi di kalangan pegawai perpustakaan. Indikasi ini terlihat dari pengakuan beberapa pustakawan bahwa sulit rasanya untuk merealisasikan semua nilai-nilai tugas profesional kami sebab terkait dengan kondisi lingkungan kerja, SKP hanya lebih berorientasi pada kegiatan profesional sementara kami juga dituntut melakukan kegiatan adminsitratif. Kelemahan-kelemahan lain yang sering menjadi fokus perhatian dari pemustaka adalah susahnya untuk diajak berkomunikasi mengenai pertanyaan-pertanyaan khusus akan informasi referensi dan serial. Mekanisme kinerja pustakawan sebaiknya dilakukan melalui pengawasan (controlling) dari pimpinan, dan pimpinan tidak bisa melakukan pembiaran kepada pustakawan dalam mengumpulkan angka kredit secara fiktif. Pengawasan itu dapat dilakukan melalui satuan operasional prosedur (SOP). Melalui SOP ini pustakawan dapat terpantau dalam sistim kegiatan kepustakwanan mereka sehingga pada saat pengajuan kenaikan kepangkatan pustakawan dapat diukur kenerjanya secara riil. Begitu juga sebaliknya dalam kegiatan-kegiatan lain yang dapat berhubungan secara langsung dengan pemustaka, seperti layanan sirkulasi, layanan hasil penelitian (termasuk skripsi, tesis dan disertasi). Pada pelayanan referensi yang merupakan pelayanan teknis justru tidak mendeskripsikan sebagai layanan teknis, malah pemustaka seringkali tidak memberikan pelayanan umum yakni hanya menunjukkan kepada pemustaka literatur-literatur yang ada di ruangan referensi, tidak memberikaan jawaban-jawaban bagaimana menggunakan literatur referensi, model pencarian / penelusuran dan jawaban-jawaban teknis lain. d. Persuasif, mencakup : Persuasif merupakan salah satu entitas yang paling mendasar dalam menilai atau memahami sikap atau prilaku pustakawan sebagai pegawai profesional. Hal ini mengandung makna bahwa pustakawan dalam menghadapi orang-orang sekelilingnya membutuhkan kesabaran dan pengertian agar tidak muncul penilaian miring dari orang-orang yang membutuhkan perpustakaan. Dalam dunia perpustakaan perilaku persuasif adalah tindakan langsung yang memungkinkan pustakawan untuk mencoba resolusi konflik interpersonal dalam cara yang rasional dan penuh perhatian. Pustakawan yang persuasif ditandai dengan kejujuran, objektivitas, akurasi, menghormati diri dan orang lain, toleransi wajar, dan ekspresi diri. Pustakawan sebagai pihak yang memegang informasi seharusnya memiliki analisis situasi yang terjadi disekitarnya sehingga mampu membantu pemecahan masalah pemustaka dengan menempatkan diri secara efektif dan percaya diri. Hal ini dapat dilakukan dengan menaruh perhatian dan memberi perhatian atas kebutuhan pemustaka. Menurut Alberti dan Emmons : “... assertiveness as “behavior which enables a person to act in his own best interests, to stand up for himself without undue anxiety, to express his honest feelings comfortably, or to exercise his rights without denying the rights of others”. (Michael L. Emmons, Robert Alberti , 2003 : 211) Berdasarkan konsep di atas dapat dipahami bahwa asertif merupakan perilaku yang memungkinkan seseorang untuk bertindak terbaik atas kepentingannya, untuk membela dirinya sendiri tanpa kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan jujur, atau menggunakan hak tanpa menyangkal hak orang lain. e. Toleransi, mencakup 1) Sabar menghadapi kepercayaan dan nilai-nioai yang dipegang orang lain; 2) Terbuka terhadap ide-ide dan kemungkinan-kemungkinan yang ada; 3) Dapat berkomunikasi secara terhormat ketika timbul konflik dengan orang lain. Didalam bekerja seorang pustakawan tidak hanya berhubungan denga benda mati, seperti buku, dokumen, komputer, dan peralatan lainnnya. Pustakawan juga harus berhubungan dengan orang lain dalam lingkungan kerjanya, yakni hubungan dengan atasan, dengan bawahan, dan sesama pustakawan. Untuk dapat mengembangkan hubungan sosialnya di perpustakaan, maka pustakawan harus dapat menjalin hubungan interpersonal yang baik dengan orang-orang yang sama-sama bekerja di perpustakaan, agar kerjasama dapat berjalan dengan lancar. Membangun hubugan tidak hanya dengan orang-orang yang ada di dalam perpustakaan, namun demikian pustakwan juga harus membangun hubungan dengan orang di luar perpustakaan, seperti dengan pengguna perpustakaan. Apabila pustakawan mempunyai hubungan interpersonal yang baik dengan pengguna, maka mereka tidak akan enggan untuk datang atau mencari informasi ke perpustakaan. Pengguna yang datang ke perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan informasinya dan mendapatkan pelayanan yang baik dari pustakawan, seperti mendapat sambutan yang baik, diperhatikan dan merasa nyaman ketika mengkomunikasikan kebutuhannya. Sikap-sikap seperti di atas, mungkin masih membutuhkan perhatian bagi pustakawan sebab masih ada pustakawan yang belum menunjukkan sikap toleransi yang baik terhadap pemustaka. Prilaku seperti menegur pemustaka dengan sikap tidak bersahabat, memberikan jawaban kepada pemustaka tentang pertanyaan informasi yang kurang komunikatif, bersikap toleran kepada pemustaka yang ingin meminjam koleksi karena kebutuhan untuk riset, dan hal-hal yang terkait dengan hubungan sosial dengan pemustaka. Dengan demikian pustakawan masih perlu memahami lebih serius terhadap tugas profesionalnya sebagai pegawai fungsional. D. PENUTUP Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) Pustakawan Perpustakaan IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi belum menunjukkan adanya sinergi dengan JUKNIS No. 9 Tahun 2015 khususnya pada pustakawan pertama. SKP dibuat seharusnya mengacu pada Lembar Kerja Harian (LKH) dan JUKNIS sebab pustakawan merupakan pegawai fungsional yang tugas pokok dan fungsinya adalah melaksanakan kegiatan kepustakwanan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya. Kinerja pustakawan di lingkungan perpustakaan IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi pasca penerapan remunerasi yang mengacu pada indikator kualitas, kuantitas, ketepatan dan penggunaan waktu, efektifitas dan ketergantungan secara umum masuk dalam kategori cukup baik. DAFTAR PUSTAKA A.s Homby. Oxford Advaced Learner’s of Current English. (Oxford : Oxford University Press, 1995) Amstrong, Mischael, Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Sofyan dan Haryanto. (Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Jakarta, 1999) Diao Ai LIenProfesi Pustakawan Perguruan Tinggi. Prosiding Rapat Kerja Pusat XVI dan Seminar Ilmiah Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia. Mataram, Senggigi, NTB, 810 November 2010 Erving Goffman , in Ritzer, George, The Blackwell companion to major contemporary social theorists) Malden, Massachusetts Oxford: Blackwell, 2003) Gomes, Faustino Cardoso. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Yogyakarta: Andi Offset.2003) Kusniyati. Formasi Alokasi Tenaga Pustakawan Sebagai Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Disampaikan pada Rapat Kerja Pusat XVII dan Seminar Ilmiah Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia. Manado – Sulawesi Utara, 11 – 13 Otober 2011 Mangkunegara, Anwar Prabu .Manajemen Sumber Daya Manusia. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002) Mangkunegara, Anwar Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Remaja Rosdakarya. Bandung : 2002) Michael L. Emmons, Robert Alberti. Your Perfect Right Assertiveness and Equality in Your Life and Relationship. Lihat juga arenhorst, B. (2003). An asset builder's guide to training peer helpers: Fifteen sessions on communication, assertiveness,and decision-making skills. Minneapolis, Minnesota: Search Institute Mulyana, Dedy. Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial. (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2007) Prawirosentono, Suryadi. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE, 1999) Rivai, Veithzal. Performance Appraisal. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada : 2005) Rivai, Vethzal & Basri. Peformance Appraisal: Sistem yang tepat untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahan. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2005) Robbins, Stephen P., Perilaku Organisasi, PT Indeks, (Jakarta : Gramedia, 2006) Sedarmayanti. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju, 2000)