Oleh : Muhammad Rum Abstract A. PENDAHULUAN Berbagai

advertisement
KINERJA PUSTAKAWAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
DALAM KONTEKS PENERAPAN TUNJANGAN KINERJA
Oleh : Muhammad Rum
Abstract
this article aims to describt how Iibrarian execute his duty and responsibility professionally.
Iibrarian as professional officer as real as in executing his duty have to relate technical activity guide of librarian’s duty so that
can water down in promotion, beside, it is doesn’t make mistake in the understanding his duties.
librarian in executing his duty is relied on target of officer performance poured in daily spread sheet.
as a result Iibrarian performance is not be maximal so in giving or obtain cash for his dutys as professional officer. In
consequence need there is construction and policy from library head as Iibrarian builder.
Key Words : Performance ; librarian and ; promotion
A. PENDAHULUAN
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan pustakawan termasuk menaikkan tunjangan fungsional
dan memberikan tunjangan kinerja khususnya pustakawan di lingkungan
perpustakaan perguruan tinggi adalah merupakan perwujudan dari komitmen
pemerintah untuk memperbaiki sistim pengelolaan perpustakaan agar lebih Mandiri
dan berwibawa. Dedi Junaidi mengemukakan bahwa :
“ Pustakawan harus dibangun melalui pengembangan sertifikasi dan
akreditasi pustakawan dengan pemberian kompensasi berupa reward terhadap
pustakawan serta peningkatan kesejahteraan berupa peningkatan tunjangan
fungsional pustakawan setara dengan profesi lainnya serta kompensasi resiko
kesehatan pekerjaan pustakawan” (Dedi Junaidi, 2015 : 5).
Dengan perhatian pemerintah tersebut, maka pustakawan harus menjadi
manuisa yang unggul memiliki keterampilan, pengetahuan dan prilaku dalam
kerangka memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan lembaga dimana
mereka berkiprah. Sejalan dengan kontek pengembangan inilah pustakawan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya diharapkan mampu bekerja secara
profesional agar tidak menimbulkan persepsi keliru baik dari masyarakat pengguna,
pegawai di sekelilingnya maupun dengan atasannya.
Selama ini, pola tata kerja pustakawan seringkali dimaknai baik dari dosen,
pegawai maupun pejabat lain yang ada di lingkup perguruan tinggi dengan pola tata
kerja yang tidak jauh berbeda dengan tata kerja pejabat fungsional umum lainnya.
Hal ini wajar sebab selama ini pustakawan bekerja secara administratif tidak bekerja
sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Ada beberapa premis sebagai penyebab dari pola tata kerja pustakawan yang
bersifat adminisitratif antara lain : pertama, pemahaman pustakawan terhadap
peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Jabatan Fungsional Pustakawan
dan Angka Kreditnya masih bersifat persial. Indikasi ini terlihat beberapa
pustakawan yang melakukan aktifitas kepustakwanan yang tidak relevan dengan
kepangkatan atau jabatan fungsionalnya. Kedua, minimnya sumber daya manusia
pustakawan menyebabkan pustakawan harus berperan ganda dalam menyelesaikan
setiap pekerjaan. Ketiga, konsekuensi dari implementasi tunjangan kinerja bagi
pegawai maka setiap pustakawan diharuskan membuat sasaran kinerja pegawai
(SKP). SKP ini kemudian dijabarkan dalam laporan kinerja harian sebagai indikator
untuk pembayaran tunjangan kinerja. Namun demikian, kegiatan yang dituangkan
dalam LKH tersebut seringkali tidak sinergi dengan kegiatan pokok pustakawan
sebagai pejabat fungsional.
Berdasarkan ketiga premis tersebut kiranya dapat dijadikan sebagai renungan
bagi pustakawan dalam menunaikan tugas dan tanggung jawabnya untuk lebih
profesional terlebih ketika perhatian pemerintah yang sangat apresiatif dengan
profesi pustakawan melalui peningkatan tunjangan fungsional pustakwan, penerapan
tunjangan kinerja dan lain-lain semakin membaik.
B. Defenisi dan Konsep Jabatan fungsional Pustakawan
Merujuk pada Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun
Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil adalah kedudukan yang menunjukkan
tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam
suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada
keahlian/dan
atau
keterampilan
tertentu
serta
bersifat
mandiri.(
Kosam
Rimbawarawa : 2010 : 116) Pangkat Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan fungsional
berorientasi pada prestasi kerja, sehingga tujuan untuk mewujudkan Pegawai Negeri
Sipil sebagai aparatur negara yang berdaya guna dan berhasil guna dalam
melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan dapat dicapai.
Sementara Pejabat fungsional Pustakawan yang selanjutnya disebut
Pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan
kegiatan kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi
(perpusdokinfo) di instansi pemerintah dan atau unit tertentu lainnya. (Kosam
Rimbawarawa, dkk (editor). (2011 : 115)
Sedangkan defenisi pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi
tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan,
dokumentasi dan informasi pemerintah dan atau unit tertentu lainnya.( Kosam
Rimbawarawa dkk , 2010 : 16)
Berdasarkan defenisi tersebut, maka Pustakawan terdiri dari :
a. Pustakawan Tingkat Terampil adalah Pustakawan yang dasar pendidikan untuk
pengangkatannya pertama kali serendah-rendahnya Diploma II Perpustakaan,
Dokumentasi dan Informasi atau Diploma II bidang lain yang disetarakan.
b. Pustakawan Tingkat Ahli adalah Pustakawan yang dasar pendidikan untuk
pengangkatannya pertama kali serendah-rendahnya Sarjana Perpustakaan.
Dokumentasi dan Informasi atau Sarjana bidang lain yang disetarakan
C. Tugas Pokok Pejabat Fungsional Pustakawan
Penugasan kepada pejabat fungsional Pustakawan harus disesuaikan dengan
tugas pokok sesuai jenjang jabatannya. Hal ini dimaksudkan agar pejabat fungsional
Pustakawan melaksanakan tugasnya sesuai dengan tugas pokoknya dan yang
bersangkutan dapat mengumpulkan angka kredit sesuai tugas yang menjadi tanggung
jawab. Dengan demikian akan terjadi pemerataan pekerjaan di antara pejabat
fungsionalnya sesuai jenjang jabatannya.
Tugas Pokok Pustakawan Tingkat Terampil:
1. Pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka /bahan informasi.
2. Pemasyarakatn perpustakaan, dokumentasi dan informasi.
Tugas Pokok Pustakawan Tingkat Ahli:
1. Pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka / bahan informasi
2. Pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi, dan informasi
3. Pengkajian pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi. (Perpusnas
RI, 2015 : 121 – 122)
Disamping melaksanakan tugas pokoknya, pejabat fungsional Pustakawan
hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya
melalui berbagai pendidikan atau pelatihan, utamanya pendidikan atau pelatihan di
bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi. Namun tidak menutup
kemungkinan bagi mereka untuk mengikuti diklat lainnya sepanjang diklat tersebut
menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sebagai pejabat fungsional
pustakawan.
a. Tugas Pengembangan Profesi
Dalam rangka pengembangan profesi, pejabat fungsional Pustakawan selain
melaksanakan tugas pokok sesuai jenjang jabatannya dapat juga melaksanakan tugastugas pengembangan profesi yang meliputi:
1) Membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang perpustakaan, dokumentasi dan
informasi (PUSDOKINFO)
2) Menyusun pedoman/petunjuk teknis PUSDOKINFO
3) Menerjemahkan/menyadur buku-buku dan bahan lain di bidang PUSDOKINFO
4) Melakukan tugas sebagai Ketua kelompok /Koordinator Pustakawan atau
memimpin unit Perpustakaan.
5) Menyusun kumpulan tulisan untuk dipublikasikan.
6) Memberi konsultasi kepustakawanan yang bersifat konsep. (Kusniyati. 2010 : 4)
b. Tugas Penunjang
Yang perlu diperhatikan agar Pustakawan tidak melaksanakan tugas penunjang
secara berlebihan, karena akan berakibat terabaikannya tugas pokok yang menjadi
tanggungjawabnya maka prosentase angka kredit kegiatan penunjang yang dapat
diperhitungkan untuk kenaikan pangkatnya sebanyak-banyaknya adalah 20% dari
angka kredit yang harus dicapai untuk kenaikan jabatan /pangkat satu tingkat lebih
tinggi.
Tugas penunjang meliputi antara lain:
1) Mengajar
2) Melatih
3) Membimbing mahasiswa dalam penyusunan skripsi, tesis dan disertasi yang
berkaitan dengan ilmu perpustakaan, dokumentasi dan informasi.
4) Mengikuti seminar, loka karya dan pertemuan sejenisnya di bidang
kepustakawanan.
5) Memperoleh gelar kesarjanaan lainnya. ( Diao Ai Lien, 2010 : 55)
Jabatan pustakawan diakui sebagai jabatan fungsional karena telah dilakukan
kajian-kajian yang mendalam dan ternyata memenuhi syarat dan kriteria profesi
antara lain:
a. Memiliki metodologi, teknis analisis dan prosedur kerja yang didasarkan pada
disiplin ilmu pengetahuan dan atau pelatihan tertentu dan mendapatkan
sertifikasi.
b. Memiliki etika profesi yang diterapkan oleh organisasi profesi (dalam hal ini
adalah Ikatan Pustakawan Indonesia/IPI).
c. Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan tingkat keahlian bagi
jabatan fungsional keahlian dan tingkat ketrampilan bagi jabatan fungsional
ketrampilan.
d. Dalam melaksanakan tugas dapat dilakukan secara mandiri.
e. Jabatan fungsional pustakawan ternyata diperlukan dalam pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi organsisasi.
f. Telah memiliki pendidikan tinggi keperpustakaan dan berbagai jenjang studi
sejak D2, D3, S1, sampai pada S3. ( Diao Ai Lien, 2010 : 56)
D. Konsep Kinerja
Kinerja adalah istilah yang populer di dalam manajemen, yang mana istilah
kinerja didefinisikan dengan istilah hasil kerja, prestasi kerja dan performance.
Menurut The Sriber Bantam English Dictionary, 1999:1-2) “to perform“ mempunyai
beberapa “entries” berikut: (1) to do or Carry out; executive, (2) to discharge or
fulfill, as a vow, (3) to party, as a character in a play, (4) to render by the voice or
musical instrument, (5) to execute or complete on undertaking, (6) to act a part in a
play, (7) to perform music, (8)to do what is expected of person or machine. (A.s
Homby, 1995 : 712)
Dalam Kamus Bahasa Indonesia istilah kinerja dimaknai sebagai “ (1)
sesuatu yang dicapai; (2) prestasi yang diperlihatkan; (3) kemampuan kerja”.
(Anonim, 2004 : 421) Menurut Rivai kinerja atau prestasi kerja (performance)
diartikan sebagai: ”ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan
keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu”.( Rivai, Veithzal, 2005 : 19)
Sementara menurut Sedarmayanti bahwa: “Kinerja merupakan terjemahan dari
performance yang berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, unjuk
kerja atau penampilan kerja”. (Sedarmayanti, 2000 : 50)
Kemudian Prawirosentono mengartikan kinerja sebagai, “Hasil kerja yang
dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai
dengan wewenang adan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya
mendapai tujuan organisasi bersangkutan secara ilegal, tidak melanggar hukum dan
sesuai dengan moral maupun etika”. (Prawirosentono , 1999 : 2)
Berdasarkan defenisi di atas bahwa kinerja merupakan hasil kerja atau
prestasi kerja seseorang atau organisasi. Berkaitan dengan hal tersebut, Gomes
mengatakan bahwa “Kinerja adalah catatan hasil produksi pada fungsi pekerjaan
yang spesifik atau aktivitas selama periode waktu tertentu”.( Gomes, Faustino
Cardoso, 2003 : 142). Sementara Rivai mengemukakan bahwa: “Kinerja adalah hasil
atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di
dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti
standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih
dahulu dan telah disepakati bersama.” (Rivai. Veithzal, 2005 : 14)
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
1. Efektifitas dan efisiensi
Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa
kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan
menilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan kepuasan
walaupun efektif dinamakan tidak efesien. Sebaliknya, bila akibat yang dicaricari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efesien. (Prawirosentono,
1994 : 27)
2. Otoritas (wewenang)
Otoritas menurut adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu
organisasi formal yang dimiliki seorang anggota organisasi kepada anggota yang
lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya. Perintah
tersebut mengatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dalam
organisasi tersebut. (Prawirosentono, 1994 : 27)
3. Disiplin
Disiplin adalah taat kepda hukum dan peraturan yang berlaku Jadi, disiplin
karyawan adalah kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati
perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia bekerja. (Prawirosentono, 1994 : 27)
4. Inisiatif
Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam membentuk ide
untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.
Kinerja
merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas.
Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja
organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah
individu dalam organisasi.
Karakteristik orang yang mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai berikut :
1. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi.
2. Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi.
3. Memiliki tujuan yang realistis.
4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi
tujuannya.
5. Memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkrit dalam seluruh kegiatan
kerja yang dilakukannya.
6. Mencari
kesempatan
untuk
merealisasikan
rencana
yang
telah
diprogramkan.(Mangkunegara, 2002 : 68)
Adapun Indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada
enam indikator, yaitu :
1. Kualitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas
pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan
kemampuan karyawan.
2. Kuantitas. Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti
jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
3. Ketepatan waktu. Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu
yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
4. Efektivitas. Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga,
uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil
dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.
5. Kemandirian. Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat
menjalankan fungsi kerjanya Komitmen kerja. Merupakan suatu tingkat dimana
karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab
karyawan terhadap kantor. (Robbins, Stephen P, 1998 : 260)
Berdasarkan kinerja tersebut maka pustakawan diharapkan dapat melakukan
tugas-tugas kepustakawanan sesuai dengan tugas profesinya sebagai profesioal
informasi.
E. Tunjangan Kinerja PNS
Tunjangan kinerja merupakan salah satu bentuk kompensasi yang diterima oleh
para PNS dan CPNS. Tunjangan kinerja adalah tunjangan yang diberikan oleh
Pemerintah kepada para pegawai yang oleh pejabat yang berwenang diangkat atau
ditugaskan dan bekerja secara penuh pada satuan organisasi di lingkungan
Kementerian Agama besaran tunjangan kinerjanya telah diatur melalu Peraturan
Presiden nomor 108 Tahun 2014 tanggal 17 September 2014. Pasal 2 dari Perpres
tersebut dinyatakan bahwa:"
Kepada Pegawai yang mempunyai jabatan di lingkungan Kementerian
Agama, selain diberikan tunjangan penghasilan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, diberikan tunjangan kinerja setiap bulan."
Sebagai aturan pelaksaan dari peraturan presiden tersebut Kementerian
Agama menerbitkan tiga peraturan menteri agama terkait mekanisme pembayaran
tunjangan kinerja bagi pegawai negeri sipil di lingkungan Kementerian Agama
yaitu,
PMA
45 tahun 2015 tentang pejabat perbendaharaan Negara pada
Kementerian Agama, PMA 48 tahun 2014 tentang pengangkatan PNS dalam jabatan
fungsional umum pada Kementerian Agama,
PMA 49 tahun 2014 tentang
pemberian, penambahan dan pengurangan tunjangan kinerja pegawai negeri sipil di
lingkungan Kementerian Agama dan PMA 51 tahun 2014 tentang nilai dan kelas
jabatan structural dan jabatan fungsional pada Kementerian Agama.
Pembayaran tunjangan kinerja pegawai di lingkungan Kementerian Agama
dapat dibayarkan terhitung mulai bulan Juli 2014 dengan memperhitungkan capaian
kinerja setiap bulannya. Teguh Sulistiyani dan Rosidah (2009:256) mengatakan
bahwa kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai balas
jasa (kontra prestasi) atas kerja mereka. Pada dasarnya kompensasi merupakan
kontribusi yang diterima oleh pegawai atas pekerjaan yang telah dikerjakannya.
Bagaimanapun sumber daya manusia telah bekerja dalam organisasi telah
memberikan pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, bahkan, konsentrasi yang bersifat
material juga dilakukan. Atas usaha-usaha yang dilakukan secara langsung dan tidak
langsung perlu dihargai secara memadai. Untuk itulah kompensasi perlu mendapat
perhatian. Tunjangan
kinerja
dalam
Program
reformasi
birokrasi
adalah
bentuk reward terhadap prestasi atau kerja keras suatu instansi dalam melaksanakan
reformasi birokrasi, yang diberikan kepada pegawai sesuai dengan kinerjanya
masing-masing.
C. Kinerja Pustakawan Dalam Kontek Penerapan Tunjangan Kinerja
Untuk memahami kondisi kinerja pustakawan yang ada di lingkungan
perpustakaan perguruan tinggi dapat dilihat pada pencapaian hasil atau out put yang
didasarkan pada SKP (sasaran kinerja pegawai). SKP adalah Sasaran Kerja Pegawai
yang ada dalam salah satu unsur di dalam Penilaian Prestasi Kerja PNS yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011. Penilaian kinerja adalah
penilaian yang dilakukan oleh atasan ke bawahan. Cara menentukan target kuantitas
dalam pekerjaan yang tidak bisa diprediksi atau outputnya dari orang lain adalah
dengan cara mempertimbangkan jumlah output yang masuk pada tahun-tahun
sebelumnya. Cara menilai aspek kualitas dalam suatu pekerjaan / kegiatan adalah
dengan mengacu pada parameter yang ada pada Peraturan Kepala BKN Nomor 1
Tahun 2013.
Tentu saja kinerja para pustakawan mengacu pada tugas professional mereka
sebaga tenaga fungsional pustakawan. Selain itu, indikator kinerja pustakawan juga
didadasarkan pada kedudukan atau jabatan fungsional mereka. Bagi pustakawan
yang menduduki Pustakawan pertama dan pustakawan muda jelas berbeda.
Perbedaannya dapat dilihat berdasarkan beberapa indikator di bawah ini, antara lain :
1. Kualitas
Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang
dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan
karyawan. Dalam melaksanakan tugas kepustakawanan, para pustakawan telah
menyesuaikan antara program kegiatan perpustakaan dengan tugas-tugas mereka
berdasarkan kepangkatan / jabatannya fungsional pustakawannya.
Kualitas kinerja pustakawan dapat dilihat dari kualitas yang dihasilkan dari
kegiatan kepustakawanan yang dituangkan dalam capaian sasaran kerja (CSP)
mereka. Ada tiga premis untuk mengukur kualitas kinerja pustakawan adalah
pengetahuan (Knowledge) yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih
berorientasi pada intelejensi dan daya fikir serta penguasaan ilmu yang luas yang
dimiliki karyawan ; keterampilan (Skill), kemampuan dan penguasaan teknis
operasional di bidang tertentu yang dimiliki karyawan ; dan kemampuan (ability)
yang terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki seorang karyawan yang
mencakup loyalitas, kedisiplinan, kerjasama dan tanggung jawab.
2. Kuantitas
Kuantitas merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti
jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan. Seorang pustakawan dalam
melaksanakan tugasnya umumnya lebih menfokuskan pada tugas-tugas rutin
misalnya melaksanakan pelayanan informasi di bagian sirkulasi, referensi, skrispsi,
laporan penelitian dan pengolahan. Untuk kegiatan-kegiatan yang bersetuhan dengan
kepustakawanan
seperti
pengklasifikasian,
pendeskripsian
bibliografi
dan
pengolahan data lain umumnya belum menunjukkan peningkatan baik secara
kuantitas maupun kualitas.
Beberapa kasus menunjukkan bahwa aktivitas pustakawan di lingkungan
perpustakaan, umumnya lebih menfokuskan pada pengolahan data-data bibliografi
yang hanya menghasilkan rata-rata 20 % yang tersaji dalam bentuk elektronik, yakni
pengimputan data ke dalam program aplikasi teknologi informasi berupa katalog.
Ini menunjukkan bahwa setiap pustakawan hanya mendeskripsi dokumen yakni 1
dokumen monograf, sementara yang disyaratkan minimal 6 dokumen. Minimnya
akvitas yang dihasilkan dalam bentuk kegiatan kepustakawanan oleh pustakawan
menunjukkan bahwa secara kuantitas kinerja pustakawan masih perlu untuk
ditingkatkan.
Sementara kegiatan pelayanan informasi berupa layanan rujukan cepat. koleksi
sirkulasi dan referensi tidak lebih hanya pelayanan adminsitrasi karena sistim yang
disuguhkan kepada pemustaka lebih bersifat adminsitratif misalnya pelayanan
peminjaman dan pengembalian di bagian sirkulasi, dan penujukan lokasi dokumen
pada bagian koleksi rujukan dan skripsi maupun laporan penelitian dosen. Tidak ada
pelayanan yang bersifat teknis misalnya bagaimana menggunakan koleksi, metode
pencarian informasi melalui indeks dan abstrak maupun metode lain. Untuk
pelayanan informasi dibagian sirkulasi bahkan pustakawan jarang terjun langsung
karena dilayani oleh staf perpustakaan bukan pegawai fungsional pustakawan.
3. Ketepatan dan Penggunaan waktu
Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan,
dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang
tersedia untuk aktivitas lain. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas-tugas
yang menjadi tanggung jawab bagi pustakawan adalah merupakan indikator kualitas
kinerja pustakawan yang dapat diukur berbagai aspek. Beberapa aspek tersebut
menckup ; aspek kemampuan ; motivasi dan lingkungan kerja.
Pustakawan yang berkiprah di lingkungan PUSDOKUINFO umumnya
menunjukkan bahwa rata-rata waktu yang digunakan oleh setiap pustakawan dalam
menyelesaikan tugas-tugas kepustakawanan adalah 5 – 10 menit, dan laporan dari
hasil setiap kegiatan adalah 3 jam. Ini menunjukkan bahwa kemampuan pustakawan
jika dilihat dari indikator ketepatan dan pemanfaatan waktu sangat baik. Namun
demikian bahwa hasil tersebut belum tentu menunjukkan hasil yang ideal karena
pustakawan tidak menunjukkan secara fisik dari hasil kegiatan tersebut. Untuk
menilai kemampuan (ability) pustakawan menyelesaikan tugas-tugas yang diukur
dari ketepatan dan penggunaan waktu dapat diukur jumlah kegiatan yang dilakukan
dan waktu yang digunakan dalam menyelesaikan kegiatan yang dialkukan.
Profesional, sesuatu yang dilakukan apabila sesuai dengan mekanisme atau
alurnya tidak dilakukan secara
pargmatis yang dapat menyebabkan hasil tidak
maksimal. Membuat abstrak indikatif dalam bahasa asing misalnya, apakah
pustakawan tersebut mampu menyelesaikan dalam waktu 10 menit sementara untuk
membuat abstrak indikatif harus mengacu pada metode analisis isi dokumen
(document content analysis). Artinya seorang pengindeks harus mampu membaca
dan memahami apa yang menjadi pembahasan pokok dari dokumen tersebut, dan
tentunya tidak dipahami hanya melalui tema dokumen.
Mengklasifikasi
dan
mendeskripsi
bibliografi
misalnya
membutuhkan
kemampuan analisis dalam memahami setiap dokumen yang akan diolah. Tidak
semua dokumen memiliki kasus yang sama, sebab jenis koleksi yang ada di
perpustakaan sangat beragam baik dari aspek tema, bahasa dan konsep yang berbeda.
Dalam kasus seperti ini, pustakawan diwajibkan menggunakan media pengolahan
yang telah terstandar misalnya DDC dan AACR atau RAD yang disajikan dalam
bahasa
Inggris.
Masalahnya
adalah
apakah
pustakawan
tersebut
mampu
menyelsaikan setiap dokumen dalam waktu 10 menit. Sulit rasanya untuk
menghasilkan sesuatu yang berkualitas jika dilakukan tidak sesuai dengan proses
analisisnya.
Selain di atas, pustakawan pertama juga melakukan kegiatan-kegiatan yang
sesungguhnya bukan tugas seorang pustakawan pertama III/a dan b seperti membuat
abstrak indikatif dokumen berbahasa asing. Kegiatan ini sesungguhnya merupakan
kegiatan pustakawan muda. Ini menunjukkan bahwa seorang pustakawan dalam
melakukan tugas dan tanggung jawabnya tidak didasarkan pada pemahaman mereka
sebagai fungsional pustakawan. Pustakawan dalam melakukan tugas-tugsnya
semestinya mengacu pada juknis jabatan fungsional pustakawan dan angka kredit
yang diterbitkan oleh perpustakaan Nasional RI nomor 8 Tahun 2014 yang sudah
diperbarui pada edisi tahun 2015. Kelemahan-kelemahan inilah yang menyebabkan
pustakawan dalam menyusun SKP dan membuat LKH tidak relevan dengan tugas
profesinya yang pada akhirnya berdampak pada kualitas kinerjanya.
Berdasarkan konsep diatas maka sulit rasanya untuk mengukur kinerja
pustakawan jika hanya mengacu pada SKP atau LKH yang dibuat sebab tidak
disertai dengan bukti fisik atau alat untuk mengukur proses kinerjanya. SKP atau
LKH yang dibuat hanya sebatas persyarat untuk menunjukkan adanya peran
pustakawan dalam bekerja dan sebagai media untuk memperoleh tunjangan kinerja.
Kemampuan untuk mengatur waktu kerja yang hanya 7,5 jam sehari selama 5
hari kerja dalam seminggu itu dengan efektif dan efisien akan membawa kesuksesan
bagi seorang pustakawan sebagai pegawai negeri sipil. Seorang pegawai harus bisa
menghindari faktor-faktor eksternal yang dapat mengganggu produktifitasnya dalam
bekerja. Banyaknya waktu yang terbuang dengan percuma akan berdampak terhadap
kinerja yang dicapai.
4. Efektivitas
Efektivitas merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga,
uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari
setiap unit dalam penggunaan sumber daya.
Efektifitas kerja pustakawan merupakan keadaan atau kemampuan berhasil atau
tidaknya suatu pekerjaan yang dilakukan pustakawan untuk memberikan guna yang
diharapkan. Hal tersebut juga memiliki arti bahwa penilaian efektifitas kerja
merupakan kegiatan intervensi perpustakaan sebagai lembaga penaung terhadap
kehidupan pustakawan
sabagai individu yang memiliki hak-hak asasi yang
dilindungi. Penilaian efektifitas kerja yang kegiatannya sering menyentuh kelemahan
atau kekurangan individu, kerap kali juga dirasakan sebagai pelanggaran terhadap
hak-hak asasi.
Efektifitas kerja pustakawan dalam konteks pemahaman status fungsionalnya
sebagai pustakawan
perpustakaan perguran tinggi dapat dilihat dari beberapa
indikator antara lain :
a. Karakteristik perpustakaan mempengaruhi efektivitas kerja pustakawan, karena
perpustakaan menggambarkan struktur yang harus dilalui oleh pustakawan dalam
melakukan pekerjaannya. Struktur organisasi perpustakaan merupakan cara untuk
menempatkan pustakawan sebagai bagian dari pada suatu hubungan yang relatif
tetap yang akan menentukan pola-pola interaksi dan tingkah laku yang
berorientasi pada tugas.
b. Karaketeristik lingkungan ini secara keseluruhan berada dalam lingkungan
organisasi seperti peralatan, perlengkapan, hubungan diantara pustakawan dan
kondisi kerja. Ciri lingkungan ini selalu mengalami perubahan artinya memiliki
sifat ketidakpastian karena selalu terjadi proses dinamisasi.
c. Karakteristik pustakawan : faktor inilah yang paling berpengaruh terhadap
efektivitas kerja, karena betapapun lengkapnya sarana dan prasarana, betapapun
baiknya mekanisme kerja tanpa dukungan kualitas sumber daya yang mengisinya
tidak akan ada artinya.
d. Karakteristik kebijakan dan praktek manajemen; praktek manajemen adalah
strategi dan mekanisme kerja yang dirancang dalam mengkondisikan semua hal
ada didalam organisasi. Kebijakan dan praktek manajemen ini harus
memperhatikan juga unsur manusia sebagai individu yang memiliki perbedaan
bukan hanya mementingkan strategi mekanisme kerja saja. Mekanisme kerja ini
meliputi penetapan tujuan strategis, pencarian dan pemanfaatan sumber daya dan
menciptakan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan, dan
pengambilan keputusan yang bijaksana, adaptasi terhadap perubahan lingkungan
dan inovasi organisasi.
5. Ketergantungan (hubungan sosial dengan sesama pustakawan)
Kemandirian merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat
menjalankan fungsi kerjanya dimana pustkawan harus mempunyai komitmen kerja
dengan instansi dan tanggung jawab terhadap perpustakaan sebagai lembaga
penaung. Keberhasilan pustakawan dalam melaksanakan tugas akan sangat
tergantung dari kemampuan seorang pustakawan untuk berhubungan dengan orang
lain, baik dengan sesama pustakawan, dengan atasan, ataupun dengan pemustaka.
Pustakawan harus mampu membina hubungan interpersonal yang baik dalam
beberapa aspek, meliputi keterampilan sosial, empati, energi, persuasif dan toleransi.
Ada beberapa indikator yang dapat diukur dalam memahami hubungan sosial baik di
dalam maupun di luar lingkungan kerjanya.
a. Keterampilan sosial, mencakup :
1) Kemampuan pustakawan mudah bersosialisasi;
Salah satu aspek kompetensi pustakawan adalah kompetensi sosial yang dapat
dilihat dari sejauhaman kemampuan mereka membangun komunikasi dengan orangorang sekelilingnya. Pustakawan tidak hanya terfokus pada aktifitas-aktifitas pribadi
misalnya menyelesaikan pekerjaannya dari sejak mulai datang sampai pulang tanpa
ada hubungan komunikasi dengan sekelilingnya.
Dalam kontek kerja di lingkungan perpustakaan, pustakawan dalam
bersoisalisasi dengan rekan kerjanya dapat dilihat dari beberapa aspek yang
mempengaruhinya, antara lain : peran pustakawan, artinya semakin banyak peran
yang dilakoni oleh pustakawan akan semakin menyibukkan dirinya dalam suatu
pekerjaan tersebut, di sisi lain peran yang dilakoni tidak hanya berinpak pada
hubungan sosial kerja yang bersifat positif tetapi juga berdampak pada kecemburuan
sosial. Ini terlihat dari destribusi peran pustakawan dalam mengikuti kegiatan ilmiah
baik di tingkat daerah maupun nasional.
2) Pustakawan dapat merespon secara hangat kepada orang lain, seperti
pemustaka, teman, atasan atau bawahan;
Pustakawan dalam melaksanakan tugas-tugasnya tidak saja berhadapan dengan
sesama pustakawan, tetapi juga berhadapan dengan masyarakat pengguna, pimpinan
maupun peggawai lain yang memiliki prilaku berbeda. Konsekuensi lagi dari
perbedaan ini juga mengharuskan pustakawan harus mampu memahami perbedaan
yang ada. Perbedaan perilaku dalam lingkungan kerja, membuat masalah tersendiri
bagi perpustakaan maupun pustakawan. Dimana presepsi yang ditanamkan
dipaksakan untuk sama, menjadi satu visi, misi dan tujuan bersama. Hal ini dapat
berpengaruh terhadap perilaku para pustakawan
sebagai motor penggerak dan
penentu produktivitas suatu perpustakaan. Selain itu, pemahaman presepsi juga akan
mempengaruhi kreativitas dan kinerja para pustakawan, dalam hal ini pustakawan
dituntut untuk lebih professional. Prilaku seperti ini seringkali muncul dari sesorang
pustakawan yang menginginkan penghargaan dari orang lain.
Presepsi sendiri dipengaruhi oleh kepribadian seseorang. Kepribadian yang baik
akan memberikan presepsi positif terhadap apapun yang dilakukannya. Begitupun
sebaliknya. Kepribadian sendiri dapat terjadi karena faktor keturunan, seperti etnis,
gender, ras, dan orientasi seksual, dan ini juga terkadang menjadi penilaian
tersendiri bagi perpustakaan terhadap pustakawan maupun pegawainya, karena
keturunan dapat memberikan penjelasan mengenai beberapa aspek keragaman
manusia. Selain itu faktor internal lain dari pekerja yang dapat mempengaruhi kinerja
dan profesinalitas adalah kemampuan. Kemampuan sendiri dibagi atas 2 kategori
yaitu kemapuan mental sebagai tingkatan intelegensi seseorang dan intelegensi emosi
yang merujuk pada sosial berupa penanganan hubungan dan interaksi dengan orang
lain.
Dari presepsi yang diterima melalui beberapa factor yang memperngaruhi seperti
yang telah dijabarkan sebelumnya, maka akan terbentuk sikap yang merupakan
realisasi dari presepsi tersebut. Bagaimana keadaan mental yang dipelajari dapat
diorganisasikan dan menghasilkan pengaruh spesifik seseorang terhdapa respon,
objek, situasi, yang berhubungan dengan orang lain atau rekan kerja dan perusahaan.
Selain itu kognisi seorang pekerja juga sangat diperhitungkan, bagaimana
mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang didapat dalam pekerjaannya
b. Energi
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pegawai fungsional,
pustakawan tidak hanya bekerja untuk memenuhi kepentingan pribadi akan tetapi
bagaimana menciptakan kondisi kerja yang nyaman. Energi merupakan salah satu
faktor yang harus dimiliki oleh pustakawan, energi tidak hanya dipahami dalam
kontek kekuatan fisik akan tetapi energi adalah kekuatan mental yang ada pada diri
pustakawan sehingga dapat berfikir positif untuk kepentingan lembaga dan orangorang yang ada di sekeleilingnya. Karena itu pemberian remunerasi diharapkan dapat
memberikan kekuatan lahir dan bathin pustakawan dalam melaksanakan tugas-tugas
profesionalnya.
Bagi pustakawan, pemberian tunjangan kinerja (remunerasi) meruakan upaya
untuk meningkatkan kepercayaan kembali yang selama ini terkesan sebagai jabatan
profesi yang kurang diperhitungkan khususnya di lingkup perguruan tinggi. Para
pustakawan menilai bahwa penerapan tunjangan kinerja dapat meningkatkan
komitmen kami untuk bekerjasama dengan orang lain, melayani pemustaka dan
memberikan ide-ide konstruktif kepada pimpinan dalam kerangka pengembangan
perpustakaan. Komitmen yang dituangkan dalam program kerja (SKP) oleh masingmasing pustakawan mengindikasikan sebagai momentum pasca penerapan tunjangan
kinerja. Ini berarrti bahwa tunjangan kinerja memiliki efek positif dengan kinerja
pustakawan yang selama ini tidak dipahami bagaimana model dan bentuk kegiatan
pustakawan sebagai tenaga profesional.
Konsep boleh saja dibuat serapi mungkin, agar terkesan bahwa program kerja
pustakawan semakin membaik pasca penerapan tunjangan kinerja. Namun yang
terkesan di lapangan bahwa tidak selamanya apa yang tersirat dalam SKP berjalan
sesuai dengan konteknya sebab beberapa pustakawan justru menimbulkan sejumlah
polemik dan kontroversi di kalangan pegawai perpustakaan. Indikasi ini terlihat dari
pengakuan beberapa pustakawan bahwa sulit rasanya untuk merealisasikan semua
nilai-nilai tugas profesional kami sebab terkait dengan kondisi lingkungan kerja, SKP
hanya lebih berorientasi pada kegiatan profesional sementara kami juga dituntut
melakukan kegiatan adminsitratif. Kelemahan-kelemahan lain yang sering menjadi
fokus perhatian dari pemustaka adalah susahnya untuk diajak berkomunikasi
mengenai pertanyaan-pertanyaan khusus akan informasi referensi dan serial.
Mekanisme kinerja pustakawan sebaiknya dilakukan melalui pengawasan
(controlling) dari pimpinan, dan pimpinan tidak bisa melakukan pembiaran kepada
pustakawan dalam mengumpulkan angka kredit secara fiktif. Pengawasan itu dapat
dilakukan melalui satuan operasional prosedur (SOP). Melalui SOP ini pustakawan
dapat terpantau dalam sistim kegiatan kepustakwanan mereka sehingga pada saat
pengajuan kenaikan kepangkatan pustakawan dapat diukur kenerjanya secara riil.
Begitu juga sebaliknya dalam kegiatan-kegiatan lain yang dapat berhubungan secara
langsung dengan pemustaka, seperti layanan sirkulasi, layanan hasil penelitian
(termasuk skripsi, tesis dan disertasi).
Pada pelayanan referensi yang merupakan pelayanan teknis justru tidak
mendeskripsikan sebagai layanan teknis, malah pemustaka seringkali tidak
memberikan pelayanan umum yakni hanya menunjukkan kepada pemustaka
literatur-literatur yang ada di ruangan referensi, tidak memberikaan jawaban-jawaban
bagaimana menggunakan literatur referensi, model pencarian / penelusuran dan
jawaban-jawaban teknis lain.
d. Persuasif, mencakup :
Persuasif merupakan salah satu entitas yang paling mendasar dalam menilai
atau memahami sikap atau prilaku pustakawan sebagai pegawai profesional. Hal ini
mengandung
makna
bahwa
pustakawan
dalam
menghadapi
orang-orang
sekelilingnya membutuhkan kesabaran dan pengertian agar tidak muncul penilaian
miring dari
orang-orang
yang membutuhkan
perpustakaan.
Dalam
dunia
perpustakaan perilaku persuasif adalah tindakan langsung yang memungkinkan
pustakawan untuk mencoba resolusi konflik interpersonal dalam cara yang rasional
dan penuh perhatian. Pustakawan yang persuasif ditandai dengan kejujuran,
objektivitas, akurasi, menghormati diri dan orang lain, toleransi wajar, dan ekspresi
diri. Pustakawan sebagai pihak yang memegang informasi seharusnya memiliki
analisis situasi yang terjadi disekitarnya sehingga mampu membantu pemecahan
masalah pemustaka dengan menempatkan diri secara efektif dan percaya diri. Hal ini
dapat dilakukan dengan menaruh perhatian dan memberi perhatian atas kebutuhan
pemustaka.
Menurut Alberti dan Emmons :
“... assertiveness as “behavior which enables a person to act in his
own best interests, to stand up for himself without undue anxiety, to express
his honest feelings comfortably, or to exercise his rights without denying the
rights of others”. (Michael L. Emmons, Robert Alberti , 2003 : 211)
Berdasarkan konsep di atas dapat dipahami bahwa asertif merupakan perilaku
yang memungkinkan seseorang untuk bertindak terbaik atas kepentingannya, untuk
membela dirinya sendiri tanpa kecemasan yang tidak semestinya, untuk
mengekspresikan perasaan jujur, atau menggunakan hak tanpa menyangkal hak
orang lain.
e. Toleransi, mencakup
1) Sabar menghadapi kepercayaan dan nilai-nioai yang dipegang orang lain;
2) Terbuka terhadap ide-ide dan kemungkinan-kemungkinan yang ada;
3) Dapat berkomunikasi secara terhormat ketika timbul konflik dengan orang lain.
Didalam bekerja seorang pustakawan tidak hanya berhubungan denga benda
mati, seperti buku, dokumen, komputer, dan peralatan lainnnya. Pustakawan juga
harus berhubungan dengan orang lain dalam lingkungan kerjanya, yakni hubungan
dengan atasan, dengan bawahan, dan sesama pustakawan. Untuk dapat mengembangkan hubungan sosialnya di perpustakaan, maka pustakawan harus dapat
menjalin hubungan interpersonal yang baik dengan orang-orang yang sama-sama
bekerja di perpustakaan, agar kerjasama dapat berjalan dengan lancar.
Membangun hubugan tidak hanya dengan orang-orang yang ada di dalam
perpustakaan, namun demikian pustakwan juga harus membangun hubungan dengan
orang di luar perpustakaan, seperti dengan pengguna perpustakaan. Apabila
pustakawan mempunyai hubungan interpersonal yang baik dengan pengguna, maka
mereka tidak akan enggan untuk datang atau mencari informasi ke perpustakaan.
Pengguna yang datang ke perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan informasinya
dan mendapatkan pelayanan yang baik dari pustakawan, seperti mendapat sambutan
yang
baik,
diperhatikan
dan
merasa
nyaman
ketika
mengkomunikasikan
kebutuhannya.
Sikap-sikap seperti di atas, mungkin masih membutuhkan perhatian bagi
pustakawan sebab masih ada pustakawan yang belum menunjukkan sikap toleransi
yang baik terhadap pemustaka. Prilaku seperti menegur pemustaka dengan sikap
tidak bersahabat, memberikan jawaban kepada pemustaka tentang pertanyaan
informasi yang kurang komunikatif, bersikap toleran kepada pemustaka yang ingin
meminjam koleksi karena kebutuhan untuk riset, dan hal-hal yang terkait dengan
hubungan sosial dengan pemustaka. Dengan demikian pustakawan masih perlu
memahami lebih serius terhadap tugas profesionalnya sebagai pegawai fungsional.
D. PENUTUP
Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) Pustakawan Perpustakaan IAIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi belum menunjukkan adanya sinergi dengan JUKNIS No. 9
Tahun 2015 khususnya pada pustakawan pertama. SKP dibuat seharusnya mengacu
pada Lembar Kerja Harian (LKH) dan JUKNIS sebab pustakawan merupakan
pegawai fungsional yang tugas pokok dan fungsinya adalah melaksanakan kegiatan
kepustakwanan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya.
Kinerja pustakawan di lingkungan perpustakaan IAIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi pasca penerapan remunerasi yang mengacu pada indikator kualitas,
kuantitas, ketepatan dan penggunaan waktu, efektifitas dan ketergantungan secara
umum masuk dalam kategori cukup baik.
DAFTAR PUSTAKA
A.s Homby. Oxford Advaced Learner’s of Current English. (Oxford : Oxford
University Press, 1995)
Amstrong, Mischael, Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Sofyan dan
Haryanto. (Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Jakarta, 1999)
Diao Ai LIenProfesi Pustakawan Perguruan Tinggi. Prosiding Rapat Kerja Pusat XVI dan
Seminar Ilmiah Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia. Mataram, Senggigi, NTB, 810 November 2010
Erving Goffman , in Ritzer, George, The Blackwell companion to major
contemporary social theorists) Malden, Massachusetts Oxford: Blackwell,
2003)
Gomes, Faustino Cardoso. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Yogyakarta: Andi
Offset.2003)
Kusniyati. Formasi Alokasi Tenaga Pustakawan Sebagai Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
Disampaikan pada Rapat Kerja Pusat XVII dan Seminar Ilmiah Nasional Ikatan
Pustakawan Indonesia. Manado – Sulawesi Utara, 11 – 13 Otober 2011
Mangkunegara, Anwar Prabu .Manajemen Sumber Daya Manusia. (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2002)
Mangkunegara, Anwar Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Remaja
Rosdakarya. Bandung : 2002)
Michael L. Emmons, Robert Alberti. Your Perfect Right Assertiveness and Equality
in Your Life and Relationship. Lihat juga arenhorst, B. (2003). An asset
builder's guide to training peer helpers: Fifteen sessions on communication,
assertiveness,and decision-making skills. Minneapolis, Minnesota: Search
Institute
Mulyana, Dedy.
Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial. (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2007)
Prawirosentono, Suryadi. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE, 1999)
Rivai, Veithzal. Performance Appraisal. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada : 2005)
Rivai, Vethzal & Basri. Peformance Appraisal: Sistem yang tepat untuk Menilai
Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahan. (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada. 2005)
Robbins, Stephen P., Perilaku Organisasi, PT Indeks, (Jakarta : Gramedia, 2006)
Sedarmayanti. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar
Maju, 2000)
Download