perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id EFEKTIVITAS PURSED-LIP BREATHING EXERCISE TERHADAP FREKUENSI SERANGAN PASIEN PPOK SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran RIA WIDOWATI G 0006217 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2010 commit to user 1 2 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Efektivitas Pursed-Lip Breathing Exercise Terhadap Frekuensi Serangan Pasien PPOK Ria Widowati, G 0006217, Tahun 2010 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari ................, Tanggal ..... .................... 2010 Pembimbing Utama Nama : DR.Noer Rachma, dr., SpRM. NIP : 19550628 198312 2 001 (.......................................) Pembimbing Pendamping Nama : Sinu Andhi Yusup, dr., MKes., AIFM. NIP : 19700607 200112 1 002 (.......................................) Penguji Utama Nama : Tri Lastiti W, dr., SpRM., M.Kes NIP : 19550403 198312 2 001 (.......................................) Anggota Penguji Nama : Siswarni, dr., SpRM NIP : 19571004 198303 2 002 (.......................................) Surakarta, Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS Sri Wahjono, dr., M.Kes NIP. 19540824 197310 1001 Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS NIP. 19481107 197310 1003 commit to user 2 3 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id ABSTRAK RIA WIDOWATI , G0006217, 2010, Efektivitas Pursed-Lip Breathing Exercise Terhadap Frekuensi Serangan Pasien PPOK, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan : Pursed-lip breathing exercise sangat bermanfaat bagi penderita PPOKdalam mengurangi gejala-gejala yang mereka derita, terutama sesak nafas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas Pursed-lip breathing exercise terhadap frekwensi serangan pada pasien PPOK. Metode : Penelitian ini bersifat observational analitik dengan pendekatan cross sectional, dilakukan di Instalasi Rehabilitasi Medik dan Instalasi Paru, RSUD Dr. Moewardi dan BPKPM Surakarta. Subjek penelitian meliputi 2 kelompok. Kelompok kontrol adalah pasien PPOK derajat sedang, usia 60-75 th yang belum pernah menerima chest physical theraphy jenis apapun, dan kelompok perlakuan adalah pasien PPOK derajat sedang, usia 60-75 th yang sudah melakukan pursedlip breathing exercise selama 1 tahun. Masing-masing kelompok diminta mengisi kuesioner yang telah disediakan, yang berisi tentang riwayat pribadi, dan pertanyaaan tentang gejala serangan PPOK yang diambil dari SGRQ(Saint George Respiratory Questioner). Hasil : Hasil penelitian menunjukkan antara kelompok kontrol (dengan mean skor kuesioner 359,7 ±75,53) dan kelompok perlakuan (dengan mean 270,47 ±57,69) terdapat perbedaan yang bermakna. Simpulan : Dari hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh yang sinifikan dari intervensi pursed-lip breathing exercise terhadap penurunan frekwensi serangan pasien PPOK Kata kunci : Pursed-lip Breathing Exercise – Chest Physical Therapy – PPOK. commit to user 3 4 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id ABSTRACT RIA WIDOWATI , G0006217, Tahun 2010, Effectiveness Pursed-Lip Breathing Exercise To Attack Frequency On COPD Patients, Faculty of Medical, Sebelas Maret University, Surakarta. Objective : Pursed-lip breathing exercise is very beneficial for COPD patients in reduce the symptoms they are suffering, especially shortness of breathing. This study aims to examine the effectiveness of pursed-lip breathing exercises on the frequency of attacks in patients with COPD. Methods : This was an analytical observational research with approach cross sectional, conducted in Installation of Medical Rehabilitation and Installation of Lung, Dr. Moewardi Hospital and BPKPM Surakarta. Subjects of research include the 2 groups. The control group was the moderate degree of COPD patients are, aged 60-75 year who had never received any type of chest physical therapy, and treatment group is the moderate degree of COPD patients are, aged 60-75 year who had to do pursed-lip breathing exercises for 1 year. Each group was asked to fill out questionnaires that have been provided, that containing about personal history, and the question about the symptoms of COPD attack arrives in the capture of the SGRQ. Results : The results showed that among the control group (with mean scores questionnaires 359.7 ± 75.53) and treatment group (with mean 270.47 ± 57.69) showed significant difference. Conclusion : The results of research showed that there was a significant influence of intervention pursed-lip breathing exercises to decrease attack frequency in COPD patients. Key words : Pursed-lip Breathing Exercise – Chest Physical Therapy – COPD commit to user 4 5 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dalam daftar pustaka. Surakarta, 17 MEI 2010 Ria Widowati NIM G0006217 commit to user 5 6 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id PRAKATA Alhamdulillah, segala puji kepada Allah SWT sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Pursed-Lip Breathing Exercise Terhadap Frekuensi Serangan Pasien PPOK”. Skripsi ini disusun dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat dalam proses untuk mendapatkan gelar kesarjanaan dalam bidang kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terwujud dengan baik atas bantuan dan dukungan moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis secara pribadi mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, yaitu: 1. Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr., MS. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Yth. Sri Wahjono ,dr., MKes, selaku Ketua Tim Skripsi yang telah memberikan kesempatan dalam penyusunan skripsi ini; 3. Yth. Dr. Noer Rachma dr., SpRM dan Sinu Andhi Yusup,dr., Mkes., AIFM selaku pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan materi serta waktunya yang sangat berharga yang telah beliau berikan selama penulisan skripsi. 4. Yth. Tri Lastiti W, dr., SpRM., M.Kes dan Siswarni, dr., SpRM selaku penguji yang telah berkenan meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan masukan-masukan yang berharga dalam penulisan skripsi. 5. Segenap residen, perawat, dan staf SMF paru dan SMF rehabilitasi medik yang membantu kelancaran penelitian skripsi saya. 6. Segenap dokter, staf, dan karyawan BPKPM surakarta yang telah membantu penelitian ini sehingga berjalan lancar. 7. Teman-teman FK UNS 2006, sebagai teman seperjuangan selalu dan selamanya. 8. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, penulis sangat mengharapkan kritik membangun, saran, pengarahan dan masukanmasukan yang berguna bagi kesempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya bagi dunia kedokteran. Surakarta, 17 Mei 2010 commit to user Ria Widowati 6 7 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id DAFTAR ISI Halaman PRAKATA .................................................................................................. vi DAFTAR ISI ............................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ix DAFTAR GRAFIK ..................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. Perumusan Masalah ........................................................................ 3 C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 3 D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 4 BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 5 B.Kerangka Pemikiran ....................................................................... 26 C.Hipotesis ........................................................................................ 26 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ............................................................................. 27 B. Lokasi Penelitian ........................................................................... 27 C. Subjek Penelitian .......................................................................... 27 D. Teknik Pengambilan Sampel ........................................................ 28 E. Identifikasi Variabel Penelitian ..................................................... 30 commit to user 7 8 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...................................... 30 G. Intrumen Penelitian ....................................................................... 32 H. Cara Kerja Penelitian ..................................................................... 32 I. Alur Penelitian ................................................................................ 32 J. Teknik Analisis Data ...................................................................... 34 BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden ................................................................ 35 B. Pengaruh Pursed-lip Breathing Exercise Terhadap Pengurangan Frekuensi Serangan PPOK ......................................................... 47 BAB V. PEMBAHASAN ................................................................................. 48 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ....................................................................................... 51 B. Saran ............................................................................................. 51 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 52 LAMPIRAN commit to user 8 9 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR halaman Gambar 1. Skema kerangka pemikiran ............................................................ 26 Gambar 2. Skema alur penelitian ...................................................................... 33 commit to user 9 10 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 1. Distribusi umur tidak pursed-lip breathing exercise..............................35 Grafik 2. Distribusi umur pursed-lip breathing exercise.......................................36 Grafik 3. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 1....................... 37 Grafik 4. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 2.........................37 Grafik 5. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 3.........................38 Grafik 6. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 4.........................38 Grafik 7. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 5.........................39 Grafik 8. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 6.........................40 Grafik 9. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 7.........................40 Grafik 10. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 8.......................42 Grafik 11. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 1…...............42 Grafik 12. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 2...................41 Grafik 13. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 3...................43 Grafik 14. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 4...................44 Grafik 15. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 5...................44 Grafik 16. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 6...................45 Grafik 17. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 7...................46 Grafik 18. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 8..................46 commit to user 10 11 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Ijin penelitian Lampiran 2 Hasil penelitian Lampiran 3 Deskripsi responden Lampiran 4 Tabel uji normalitas Lampiran 5 Tabel uji T-Test tidak berpasangan Lampiran 6 Kuesioner Lampiran 7 SGRQ Lampiran 8. Formulir kesediaan menjadi responden commit to user 11 12 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum (GOLD, 2007). PPOK menurunkan kemampuan paru-paru untuk mengambil oksigen dan membuang karbondioksida. Ketika penyakit berkembang, saluran udara kecil dan alveoli dalam dinding-dinding paru-paru kehilangan elastisitas. Dinding saluran pernafasan kolaps, menutup beberapa saluran udara yang lebih kecil, dan mempersempit yang lebih besar. Saluran udara tersumbat dengan lendir. Meskipun ketika inspirasi udara dapat terus mencapai alveoli, namun udara tersebut tersebut terjebak dalamnya (air trapping), tidak bisa keluar ketika ekspirasi (Barnes, 2003). PPOK mempunyai 3 gejala umum utama, yaitu : sesak napas, batuk menahun, dan batuk berdahak. Namun pada kasus yang ringan tidak menimbulkan gejala apapun. Beberapa ciri dari PPOK yaitu : biasanya dialami commit to user oleh perokok berat, gejala muncul pada usia 40-an, gejala semakin lama 12 13 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id semakin bertambah buruk, gejala memburuk pada musim hujan/dingin, dan tidak ada hubungannya dengan alergi (Barnes, 2003). PPOK dalam perjalanannya terdapat fase eksaserbasi akut. Dimana terjadi perburukan di setiap fase eksaserbasi akut. Bersamaan dengan bertambah buruknya PPOK, menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari serta penurunan kualitas hidup yang nantinya berpengaruh pada psikologi penderita (Jones, 2001). PPOK telah menjadi 4 besar penyebab kematian dan urutan 12 besar penyebab angka kesakitan di seluruh dunia. Hasil dari Indonesia National Household Health Service (NHHS), menunjukan peningkatan angka kematian dan penyakitan (GOLD, 2001). Meskipun dianggap sebagai penyakit kronis, melemahkan dan menyebabkan kematian, PPOK dapat dikelola, dikontrol dan melambat. Untuk pasien dengan PPOK, tujuan dari terapi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dengan mencegah eksaserbasi akut, meredakan gejala, dan memperlambat kemerosotan progresif fungsi paru (Hunter & King, 2003) Salah satu teknik yang membantu meringankan gejala PPOK adalah pursed-lip breathing exercise. Teknik memperpanjang napas dan membantu mengosongkan paru-paru sepenuhnya. Hal ini memungkinkan napas berikut akan lebih dalam dan membuat setiap nafas lebih efektif (Tiep, 1986). Pursed-lip breathing exercise yaitu menghembuskan udara perlahan melalui bibir yang mengerucut seperti dalam tindakan bersiul. Penderita PPOK menghirup melalui hidung selama beberapa detik dengan mulut commit to user 13 14 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id tertutup dan kemudian keluarkan perlahan-lahan selama 4 sampai 6 detik melalui bibir yang berada pada posisi bersiul. Hal ini dilakukan dengan atau tanpa kontraksi dari otot-otot perut (Dechman & Wilson, 2004). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pursed-lip brething exercise bermanfaat bagi perbaikan kualitas hidup penderita PPOK, yang mana perbaikan kualitas hidup dapat dilihat dari frekuensi serangan yang menurun, menyebabkan penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai efektifitas pursed-lip brething exercise terhadap frekuensi serangan pada pasien PPOK. B. Perumusan Masalah Apakah pursed-lip breathing exercise efektif terhadap penurunan frekuensi serangan pada PPOK ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum a. Mengetahui efek chest physical therapy b. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap serangan PPOK. Mengetahui efektivitas pursed-lip breathing exercise terhadap frekuensi serangan pada pasien PPOK. 2. Tujuan Khusus Mengetahui efektivitas pursed-lip breathing exercise terhadap frekuensi serangan pada pasien PPOK. commit to user 14 15 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id D. Manfaat Penelitian A. Aspek Teoritis Penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam bidang keilmuan khususnya Rehabilitasi Medik dan informasi ilmiah sekaligus menjadi bahan acuan penelitian selanjutnya. B. Aspek aplikatif Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk memaksimalkan penggunaan pursed-lip brething exercise sebagai terapi pada pasien PPOK di RSUD Dr. Moewardi Surakarta commit to user 15 16 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi dan fisiologi paru Sistem pernafasan pada manusia terdiri dari : a. sistem saluran udara yang terdiri dari luar ke dalam paru. Pada bagian ini praktis tidak terjadi pertukaran gas. b. organ pertukaran gas (paru-paru), atau lebih tepat disebut sistem alveoli paru, tempat terjadinya pertukaran sejumlah besar oksigen dan karbon dioksida (O2 dan CO2) secara tepat malalui proses difusi. c. mekanisme pompa ventilasi paru, meliputi berbagai struktur dinding dada dan otot-otot pernafasan, berfungsi memompa udara luar ke dalam alveoli paru serta mengeluarkan hasil pertukaran gas. d. pusat pernafasan di otak serta jaras-jaras persyarafan yang menghubungkan pusat pernafasan dengan otot pernafasan. e. sistem sirkulasi darah yang membaa O2 dan CO2 ke dan dari jaringan tubuh. Dari ke dua lubang hidung (atau mulut), udara pernafasan masuk ke faring, laring dan trakea. Trakea akan bercabang dua menjadi bronkus primer kanan dan kiri. Di dalam paru bronkus primer akan bercabang menjadi bronkus kecil, bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus commit to user 16 perpustakaan.uns.ac.id 17 digilib.uns.ac.id respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris dan berakhir sebagai alveolus. Trakea sampai bronkiolus terminalis hanya berfungsi sebagai saluran jalan udara. Pada bronkiolus respiratorius sudah mulai terdapat beberapa alveoli, sehingga sebagian sudah berfungsi untuk pertukaran gas. Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus terminalis harus selalu terbuka, agar udara dapat mengalir masuk dan keluar alveoli. Trakea dan bronkus primer merupakan tabung udara kaku berbentuk silinder. Dindingnya terdiri dari jaringan fibrosa dan diperkuat oleh tulang rawan yang berfungsi mencegah kolapsnya saluran udara akibat penekanan jaringan sekitar. Dinding cabang-cabang bronkus yang lebih kecil mengandung otot polos dan tulang rawan berbentuk spiral (heliks) terputus-putus. Alveoli dapat digambarkan sebagai segerombolan kantung udara yang dapat mengembang dan mengempis. Dindingnya terdiri dari selapis sel epitel gepeng. Setiap alveolus dikelilingi oleh jalinan kapiler paru yang membentuk keranjang di sekitar alveoli. 2. Mekanika pernafasan Jaringan paru serta dinding dada merupakan struktur elastis. Paruparu dipisahkan dari dinding dada oleh ruang sempit yang dibentuk oleh dua lapisan jaringan pleura. Jaringan pleura yang melapisi bagian dalam dinding dada disebut pleura parietalis. Di antara kedua jaringan pleura terdapat cairan, yang berfungsi sebagai pelicin, untuk mempermudah commit to user 17 18 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pergeseran jaringan paru pada dinding dada sewaktu bernafas. Pada keadaan normal tekanan dalam ruang antara jaringan paru dan dinding dada berada dalam suatu keadaan yang disebut ”resting end-expiratory level” yaitu suatu keadaan seimbang yang merupakan resultan antara sifat paru yang cenderung kolaps dengan sifat dinding dada yang cenderung mengembang (Ganon, 2003). a. Proses Inspirasi Inspirasi merupakan suatu proses aktif akibat kontraksi otot-otot inspirasi. Pada inspirasi tenang perbesaran rongga dada disebabkan oleh kontraksi diafragma serta muskulus intercostaliseksternus. Pada pernafasn kuat dan pada keadaan darurat (misal: olahraga atau sesak nafas) beberapa otot inspirasi tambahan ikut berperan, untuk mengangkat iga-iga, yaitu muskulus sternokleidomastoideus, muskulus pektoralismayor dan minor, muskulus levator kostarum, muskulus skelanus dan muskulus seratus postikus superior. Pada keadaan istirahat, diafragma berbentuk kubah yang menjulang ke dalam rongga dada. Bentuk kubah ini disebabkan oleh penurunan tahanan intrakostal sebesar +3mmhg/cm2. Kontraksi diafragma terjadi melalui perangsangan nervus prenikus. Selama inspirasi diafragma turun mendatar, mengakibatkan perbesaran dimensi vertikal rongga dada sekitar 75%. Muskulus interkostalis eksternus terletak di bagian posterior ruan interkostalis. Perangsangan nervus interkostalis menyebabkan commit to user 18 19 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kontraksi otot interkostalis. Iga-iga akan terangkat keatas-lateral dan sternum bergerak ke anterior atas, sehingga diameter rongga dada membesar, meningkatkan volume rongga dada sekitar 25%. b. Proses Ekspirasi Pada pernafasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif bukan oleh kontraksi otot, melainkan akibat relaksasi otot inspirasi. Jaringan paru yang teregang saat inspirasi akan kembali ke kedudukan semula, setelah kontraksi otot inspirasi berhenti, karena adanya daya rekoil paru dan dinding dada. Pada ekspirasi kuat terjadi kontraksi otot-otot ekspirasi yaitu antara lain muskulus rektus abdominalis dan muskulus tranversus abdominalis. Kontraksi otot-otot tersebut akan meningkatkan tekanan intra abdominal, sehingga isi rongga perut terdesak keatas, mendorong diafragma. 3. Gangguan pernafasan Ada dua tipe utama penyakit paru, yaitu obstruksi dan restriksi: a. Tipe obstruksi adalah gangguan saluran nafas baik struktur maupun fungsi yang menimbulkan perlambatan arus respirasi. Beberapa keadaan yang menimbulkan obstruksi adalah lumen normal tapi ada massa dalam lumen (seperti sekret, benda asing, tumor), lumen yang menebal (pada perokok, bronkitis kronis dan asma). Chest physical therapy yang baik di berikan adalah yang tidak mengandalkan deep commit to user 19 perpustakaan.uns.ac.id 20 digilib.uns.ac.id breathing, tapi untuk lebih melatih otot-otot pernafasan untuk mengurangi dyspnea. (Widiyanti et al., 2004.) b. Tipe restriksi adalah gangguan pengembangan paru yang ditandai dengan berkurangnya volume paru. Keadaan yang dapat menimbulkan restriksi antara lain kelainan parenkim paru, kelainan pleura, kelainan dinding dada kelainan neuro muskuler kelainan mediastinum dan kelainan diafragma. Untuk chest physical therapynya, pemberian deep breathing baik untuk mengoptimalkan O2 dalam darah (Widiyanti et al., 2004). Beberapa faktor fisiologis dan patologis dapat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen saluran udara, sehingga tahanan jalan nafas sangat meningkat. Tahanan jalan nafas ditentukan oleh diameter saluran nafas. Pada orang sehat, diameter sistem saluran udara cukup besar besar sehingga tahanan didalamnya relatif rendah. Oleh karena itu pada keadaan normal, perbedaan tekanan antara udara atmosfer dan alveoli merupakan faktor utama yang menentukan kecepatan aliran udara. Demikian rendahnya tahanan dalam saluran udara, sehingga perbedaan tekanan sebesar 1-2 mmHg sudah cukup menjamin terjadinya aliran udara yang adekuat ke dalam dan keluar paru. Faktor yang mempengaruhi tahanan jalan nafas berupa elastisitas jaringan paru. Dimana elastisitas jaringan paru ini terdiri dari daya recoil dan compliance paru. Daya recoil paru menggambarkan kemampuan jaringan paru untuk kembali ke bentuk semula setelah diregangkan. commit to user 20 21 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sedangkan compliance paru menggambarkan kemudahan jaringan paru untuk diregangkan. Makin besar compliance paru, jaringan paru lebih mudah mengembang. PPOK ditandai dengan peningkatan tahanan jalan nafas. Pada keadaan ini dibutuhkan perbedaan tekanan udara yang lebih besar. Untuk mempertahankan kecepatan aliran udara yang normal melalui peningkatan kerja-kerja otot pernafasan. Dengan demikian penderita PPOK harus bekerja lebih berat untuk bernafas. Pada individu tersebut, kemampuan kerja fisik akan sangat akan sangat terbatas, karena proses respirasi sendiri sudah merupakan beban kerja yang cukup melelahkan. Keadaan tersebut dapat menyebabkan gangguan pada sistem pernafasan berupa hipoventilasi, yaitu menurunnya ventilasai alveolar di bawah batas kebutuhan. Dyspnea merupakan sensasi yang paling mengganggu saat bernafas dan merupakan penyebab utama penderita PPOK membatasi aktifitasnya. Dyspnea berupa perasaan sesak dan berat saat bernafas diiringi kesadaran untuk menggiatkan pernafasan. Gejala ini pada penderita PPOK mengakibatkan ventilasi meningkat secara volunter, sehingga pada akhirnya oto inspirasi menjadi lelah. Keadaan ini dapat terjadi disebab kan perubahan kadar gas di darah/jaringan dan akibat kerja berat dan berlebih. 4. Penyakit paru obstruksi kronis PPOK adalah penyakit kronik saluran napas dengan efek ekstra pulmoner yang bermakna, yang berkontribusi pada berat penyakit. commit to user 21 22 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Kelainan paru yang terjadi ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan aliran udara ini bersifat progresif dan terjadi akibat respons inflamasi abnormal paru terhadap partikel dan gas yang berbahaya. Dampak PPOK terhadap seseorang tergantung pada berat gejala (terutama sesak napas dan penurunan kapasitas latihan), efek sistemik, dan penyakit penyerta yang ada pada pasien (Yunus, 2007). PPOK merupakan penyakit radang progresif yang menghubungkan saluran udara, parenkim paru-paru, dan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kerusakan dan renovasi dari saluran udara dan jaringan paru-paru. Berfungsinya paru-paru terus ditolak oleh PPOK. Selama periode waktu tertentu, perubahan ini menyebabkan kondisi yang lebih berat seperti hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan (Hunter & King, 2003). PPOK meliputi dua kelompok penyakit paru-paru, bronkitis kronis dan emphysema. Bronkitis kronis mengacu pada batuk produktif selama 3 bulan masing-masing dari 2 tahun berturut-turut yang penyebab lain telah dikesampingkan. Emphysema menggambarkan kehancuran arsitektur paru-paru dengan pembesaran airspaces dan hilangnya luas permukaan alveolar (WHO, 2009). a. Patofisiologi Proses peradangan adalah aspek yang sangat berpengaruh dalam patofisiologi PPOK. Verifikasi baru-baru ini menunjukkan bahwa hasil respon inflamasi di sejumlah efek, termasuk kedatangan commit to user 22 23 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sel inflamasi seperti makrofag, neutrofil dan limfosit. Menebal saluran udara dan perubahan struktural seperti peningkatan otot polos dan fibrosis juga mungkin terwujud. Merokok menyebabkan respons peradangan di paru-paru. Tanggapan ini tidak berhenti dengan penghapusan stimulus, tapi kemajuan untuk jangka waktu tak terbatas (Barnes, 2007). Patofisiologi PPOK tidak sepenuhnya dipahami. Degenerasi dari jaringan alveolar dan inflamasi kronik cabang-cabang bronchial, memegang peranan penting dalam hilangnya elastisitas saluran pernafasan. Hilangnya elastisitas saluran pernafasan menghambat kemampuan saluran udara kecil untuk tetap membuka selama proses inspirasi dan ekspirasi menyebabkan kolaps nya bronkiolus. Merokok dan kadang-kadang menghirup gas iritan lain akan memicu suatu respon inflamasi, mengakibatkan penyempitan saluran napas dan hiperaktivitas. Saluran udara menjadi edematous, produksi lendir yang berlebihan terjadi dan fungsi silia lemah. Pasien menghadapi kesulitan meningkatkan sekresi kliring dengan perkembangan penyakit. Oleh karena itu, mereka mengembangkan produktif kronis batuk, mengi dan dyspnea (Hunter & King, 2003). Sesak nafas (dyspnea) yang sering dialami penderita PPOK saat mengeluarakan tenaga merupakan perasaan sesak dan berat saat bernafas, diiringi kesadaran untuk menggiatkan pernafasan. Penderita menjadi merasa panik, gelisah dan akhirnya frustasi. Gejala ini adalah commit to user 23 24 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id penyebab utama penderita menjadi tidak aktif dan akhirnya jatuh kedalam keadaan deconditioning fisik. Bila tidak ditangani segera, kemampuan kardiopulmonal bertambah turun. PPOK merupakan penyakit yang berlanjut sacara perlahan serta didalam perjalanan terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Pada setiap keadaan eksaserbasi akut akan terjadi perburukan atau pengurangan nilai faal paru dan nilai ini tidak akan kembali ke baseline setelah fase eksaserbasi ini sembuh. Dengan demikian perlu penatalaksanaan yang tepat dan adekuat agar eksaserbasi akut tidak terjadi dan bilamana terjadi diusahakan agar fase tersebut terjadi sesingkat mungkin karena semakin lama fase eksaserbasi, berlangsung, maka akan semakin turun faal paru penderita tersebut. Gambaran klinik yang menonjol adalah perburukan atau perlambatan arus udara ekspirasi. Dyspnea adalah penting dan merupakan gejala yang melemahkan penderita dengan PPOK. Beberapa faktor patofisiologi diketahui berkontribusi terhadap dyspnea meliputi (Gosselink, 2003): 1). peningkatan muatan mekanik intrinsik otot inspirasi 2). peningkatan pembatasan mekanis dinding dada 3). kelemahan fungsional otot inspirasi 4). abnormalitas pertukaran gas 5). kompresi jalan nafas. Menghilangkan dyspnea adalah tujuan penting dari penatalaksanaan PPOK. Selain beberapa perawatan konvensional, commit to user 24 25 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id seperti bronchodilator terapi, pelatihan olahraga, dan terapi oksigen, pengendalikan pernapasan juga diterapkan untuk mengurangi dyspnea (Gosselink, 2003). b. Etiologi 1). Faktor host: a). Genetik Kompleks faktor-faktor genetik terlibat pada patogenesis PPOK. Faktor genetika punya kontribusi sederhana dalam hilangannya fungsi paru-paru, dengan forced exsiratory volume FEV1 paling dipengaruhi oleh lokus pada kromosom 6. Bagaimanapun, fakta bahwa hanya 10-20% dari perokok berat berkembang menjadi PPOK sangat ditentukan oleh faktor genetik yang tak dikenal. Saudara kandung penderita dengan PPOK, resiko terkenanya obstruksi jalan napas meningkat. PPOK menunjukkan model warisan gen secara resesif (DeMeo & Mariani, 2006). b). Diet kekurangan antioksidan (vitamin A, C, dan E), minyak ikan dan protein (Barnes, 2007). c). Bayi prematur, berat lahir rendah, dan pertumbuhan paru-paru terganggu (Barnes, 2007). 2). Faktor Lingkungan (Meldrum, 2000): a). merokok commit to user 25 26 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b). polusi udara : polusi kendaraan bermotor, polusi industri, asap pembakaran kayu. c). pertambangan d). infeksi e). faktor sosial ekonomi. c. Diagnosis Penyakit PPOK Diagnosis PPOK ditegakkan berdasarkan gejala dan riwayat pajanan debu, partikel, atau gas yang berbahaya. Penderita mengeluh sesak napas, batuk kronik yang bisa produktif serta ada riwayat pajanan zat berbahaya seperti asap rokok, bahan di tempat kerja, atau polusi udara. Pada pemeriksaan fisik bisa tidak ditemukan kelainan pada tahap awal penyakit. Namun bila penyakit sudah lanjut akan ditemukan tanda-tanda hiperinflasi seperti sela iga yang melebar, dada tong (barrel chest), jantung yang relatif mengecil, dan letak diafragma yang rendah. Selain itu dapat juga ditemukan jari tabuh. Pemeriksaan penunjang yang paling penting adalah pemeriksaan faal paru. Pemeriksaan faal paru yang dianjurkan adalah pemeriksaan spirometri karena pemeriksaan ini sederhana, praktis dan akurat (Yunus, 2007). 1). Gambaran Klinis a). Anamnesis (Alsagaf, 2008).: 1)). keluhan dengan batuk berulang, dengan atau tanpa dahak, sesak nafas dengan atau tanpa alergi commit to user 26 27 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2)). ada atau tidaknya riwayat penyakit emfisema dalam keluarga 3)). ada riwayat merokok atau tidak 4)). mempunyai predisposisi yaitu : berat badan rendah,infeksi saluran nafas berulang, polusi udara dan asap rokok. b). Pemeriksaan Fisik (Alsagaff, 2008). Hiperinflasi paru, penggunaan otot nafas sekunder, perubahan pola nafas, suara nafas yang abnormal, bentuk dada barrel chest, pelebaran sela iga, hipertrofi otot bantu nafas, fremitus melemah, hipersonor, akspirasi memanjang. 2). Pemeriksaan Faal Paru (Alsagaff, 2008). Pemeriksaan utama adalah forced expiratory volume/ forced vital capacity (FEV1/FVC), walau masih banyak lagi pemeriksaan faal paru lainnya. Criteria yang lazim digunakan untuk PPOK derajat sedang adalah FEV1 kurang dari 60% dari nilai ramal atau risio FEV1/FVC yang lebih kecil dari 60% (Alsagaff, 2008). 3). Pemeriksaan Radiologi (Matsuoka & Kurihara, 2008). Dibutuhkan foto torak dalam proyeksi posterior-anterior serta lateral, namun perlu ditekankan bahwa korelasi kelainan foto toraks dengan gradasi obstruktif jalan nafas tidak besar. Gambaran yang dihasilkan adalah hiperlusen dan hiperinflasi. 4). Pemeriksaanj Laboratorium (Matsuoka & Kurihara, 2008). commit to user 27 28 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Analisa gas darah dah elektrolit perlu dikerjakan pada penderita PPOK dengan FEV1 kurang dari 1,5 loter atau EKG yang konsisten dengan perbesaran ventrikel kanan. Eritrosit sekunder yang didapatkan dari kadar Hb dan hematokrit, mencerminkan keadaan hipoksemi yang kronis. d. Klasifikasi PPOK 1). Ringan Tidak ada gejala saat istrahat atau saat bekerja. Tidak ada gejala saat istirahat dan aktivitas ringan, tapi ada gejala pada aktifitas sedang (berjalan cepat, menaiki tangga). FEV-1 (% prediksi) : > 70% 2). Sedang Tidak ada gejala saat istirahat, tapi ada gejala pada aktivitas ringan (berpakaian). Atau terjadi gejala minimal saat istirahat (saat duduk, menonton TV, membaca). FEV-1 (% prediksi) : > 50-69 % 3). Berat Terjadi gejala sedang saat istirahat, gejala berat saat istirahat, tanda-tanda cor pulmonle. FEV-1 (% prediksi) : < 50 % e. Penatalaksanaan 1). Pemberian oksigen terkontrol commit to user 28 29 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Merupakan tindakan penting pada PPOK, bahkan O2 dapat dianggap sebagai obat oleh karena itu penggunaan O2 harus dengan dosis yang tepat. Tujuan dari pemberian O2 adalah untuk mencapai PaO2 sekitar 60 mmHg (Jones & Dean, 2003). 2). Penanganan presipitasi reversible faktor gagal nafas (Tanu, 2007): a). Terhadap bronkospasme, pemberian bronkodilatator merupakan andalan utama. Contohnya antara lain golongan xantine, golongan simpatomimetik, dan golongan antikolinergik. b). Adanya infeksi saluan nafas diberikan antibiotik sesuai jenis kuman nya. c). Terhadap gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa. Asidemia dapat dikoreksi dengan pemberian bikarbonat perenteral, hiperkapnea di beri KCl. d). Adanya sekret lendir pada jalan nafas dapat diusahakan melalui pemberian mukolitik. Tapi hal ini masih controversial. 3). Rehabilitasi Medis Seseorang yang mengalami penyakit paru obstruktif kronis rata-rata mengalami kesulitan untuk mengeluarkan udara dari paruparu. Hal ini mengakibatkan sesak nafas. Yang disebut dyspnea. Program latihan yang diberikan pada penderita PPOK ini akan memaksa tubuh untuk memproses O2 lebih efisien. Dan commit to user 29 30 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id mengurangi derajat sesak nafas yang dialmi selama melakukan aktifitas fisik. Jumlah udara yang dihirup ke dalam paru-paru lebih besar dari jumlah udara yang dibutuhkan selama latihan akan mengakibatkan terjadinya gejala sesak nafas.pada penderita PPOK walau dengan latihan yang teratur, tidak akan memperbaiki gangguan fungsi paru yang yang sudah terjadi, tapi gejala sesak nafas akan berkurang. Hal ini terjadi oleh karena dengan mengikuti program latihan akan mencapai perbaikan-perbaikan dalam mencapai keuntungan-keuntungan yang menentukan peningkatan akan kebutuhan ventilasi tubuh. Keuntungan-keuntungan ini dihasilkan dari perbaikan efisiensi system kardiovaskuler, dan musculoskeletal. Perolehan didapat dari peningkatan dalam kekuatan dan endurance otot-otot respirasi dada dan abdomen, sehingga penyempitan lumen saluran nafas akan membaik mengakibatkan tahanan jalan nafas akan kembali rendah. Diameter system saluran udara cukup besar sehingga menjamin terjadinya aliran udara yang adekuat ke dalam dan luar paru. Perukaran O2 dan CO2 antara udara alveoli dengan darah di dalam pembuluh kapiler paru diteruskan ke sistem peredaran darah dan selanjutnya ke pembuluh kapiler jaringan melalui proses difusi berlangsung lebih adekuat. Otomatis gejala sesak nafas akan commit to user 30 31 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id berkurang dan daya recoil paru akan dipengaruhi tahanan jalan nafas akan kembali normal mengakibatkan jaringan paru yang mengembang akan kembali normal. Program latihan ini terbagi atas: a. Chest physical theraphy. b. Reconditioning exercise (latihan aerobik). Latihan ini berupa latihan aerobic seperti berjalan naik tangga, tredmill. Manfaat latihan ini adalah peningkatan dalam kekuatan dan endurance otot-otot respirasi dada dan abdomen. 5. Chest physical therapy Chest physical therapy merupakan latihan menggunakan metode fisis dengan tujuan utama untuk memperbaiki dan mempertahankan fungsi pernafasan. Pasien diajarkan tentang teknik pernafasan yang optimal untuk memperoleh efisiensi maksimal ventilasi, meningkatkan toleransi latihan dan membantu membersihkan secret bronkus. Pasien diajarkan pola pernafasan adekuat untuk mengoptimalkan kembali kerja otot respirasi utama untuk meningkatkan ventilasi alveolar dan memelihara pertukaran gas. Frekuensi respirasi dikontrol untuk memperbaiki pola nafas yang tidak selaras dan fungsi diafragma harus diperbaiki agar berperan maksimal sebagai otot inspirasi primer (Certo, 1993). Chest physical therapy digunakan secara luas sebagai tambahan untuk menejemen pasien dengan penyakit paru akut maupun kronis, karena dapat meningkatkan kualitas hidup penderita. Penderita PPOK commit to user 31 32 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id yang sesak sering membatasi aktivitasnya karena takut akan menambah sesaknya, keadaan ini menyebabkan tubuh menjadi tidak terkondisi (deconditioning). Hal itu menyebabkan penderita tidak toleransi terhadap aktivitas fisik, dan otot-otot menjadi atrofi. Latihan fisik yang teratur akan menguatkan otot-otot rangka dan membuat penderita lebih toleran terhadap aktivitas fisik, sehingga kualitas hidup pasien meningkat (Yunus, 2007). Beberapa macam chest physical therapy yaitu (Yunus, 2007): 1). Relaksasi dan koreksi postur: Ketegangan penderita asma dan emfisema mudah diketahui. Secara umum terlihat sebagai tremor tangan dll. Pada pernafasan bentuknya lebih spesifik yaitu peningkatan gerakan pada dada atas, bahu, leher dan spinal yang terus-menerus. Beberapa terapis memberi latihan relaksasi sebagai latihan terpenting. Pertama terapis menunjukkan bahwa gerakan pasien itu percuma, dan dapat melatih gerakan pernafasan yang lebih efisien. Latihan ini harus dilakukan seterusnya, bukan hanya waktu sakit (Certo, 1993). Penderita asma dan emfisema, sering memperlihatkan postur yang kurang baik. Seperti kifosis dan lordosis. Ajarkan posisi yang benar terutama dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Certo, 1993). 2). Diaphragmatic-breathing exercise commit to user 32 33 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Latihan ini berkonsentrasi pada kontrol yang seksama dari fungsi ekspirasi, dengan cara melatih otot-otot abdominal agar dapat mengembangkan rongga torak ke lateral selama latihan. Latihan ini melatih kembali penderita untuk menggunakan diafragma dengan baik dan merelaksasi otot-otot asesoris (Certo, 1993). 3). Segmental-breathing exercise atau ekspansi lateral basal paru. Mengembangkan bagian bawah lateral paru-paru dengan melawan tekanan, sehingga ikut membantu memperbaiki ventilasi. Tapi sekarang tekhik ini jarang dipakai karena diduga kerang efektif (Faling, 1993). 4). Pursed-lip breathing exercise Teknik latihan pernafasan ini akan saya bahas dengan lebih mendalam pada bab selanjutnya (Faling, 1993). 5). Drainase postural. Adalah suatu cara membersihkan jalan nafas dari lendir dengan meletakan pasien pada berbagai posisi untuk suatu waktu tertentu sehingga gravitasi akan membantu aliran lendir. Terdapat 10 posisi dalam drainase postural (Faling, 1993). 6). Mekanisme huffing dan coughing. Mekanisme huffing memudahkan pengeluaran lender tanpa harus mengeluarkan batuk yang keras. Sedangkan coughing mengajarkan batuk yang efektif. Mempertahankan agar paru-paru commit to user 33 34 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id tetap bersih dan mencegah timbulnya kolaps pada paru-paru dengan jalan mengeluarkan lender dari saluran pernafasan (Faling, 1993). 6. Pursed-lip breathing exercise PPOK menyebabkan banyak sekali perubahan, seperti hilangnya elastisitas paru, obstruksi saliran saluran nafas kecil, dan meningkat resistensi saluran nafas, yang pada akhirnya menyebabkan hiperinflasi paru. Hiperinflasi paru akhirnya punya efek buruk yang signifikan pada diafragma.Diafragma menjadi tidak dapat mengembang, serat otot polos memendek,dan radius kurvatura meningkat. Menyebabkan fungsi lengkung kurva kurang menguntungkan. Yang kemudian pada akhirnya menurunkan kemampuan diafragma untuk menghasilkan inspirasi yang berguna. Perubahan lebih lebih yang disebabkan oleh hiperinflasi, adalah berubahnya bentuk tulang rusuk, menyebabkan tuntutan yang lebih besar pada otot pernafasan (Bianchi, 2004). Pursed-lip brething adalah teknik dimana udara ekspirasi sengaja dihambat melalui bentuk bibir yang menyempit. Melalui bibir yang menyempit ini udara menjadi sulit keluar, sehingga dibutuhkan bantuan kontraksi otot abdomen dan diafragma. Diafragma menjadi dilatih untuk berkontraksi maksimal.ketika diafragma dapat berkontraksi maksimal, volume paru meningkat, yang mana diikuti dengan peningkatan volume tidal (Spahija, 2005). commit to user 34 perpustakaan.uns.ac.id 35 digilib.uns.ac.id Beberapa literatur mengungkapkan bahwa penggunaan pursed-lip reathing exercise tampaknya menjadi cara yang efektif mengurangi dyspnea, mengurangi respiratori rate dan meningkatkan pertukaran gas pada pasien PPOK. Efek positif ini tampaknya berkaitan dengan teknik kemampuan untuk mengurangi penyempitan saluran udara pada saat kambuhnya penyakit (Dechman & Wilson, 2004). Beberapa peneliti telah meneliti efek pursed-lip breathing exercise pada parameter ventilasi dan gas darah arteri pada orang dengan PPOK. Mereka dengan seragam melaporkan bahwa teknik mengurangi laju pernafasan, dan tekanan parsial karbon dioksida dalam darah arteri, meningkatkan volume tidal. Pursed lip breathing exercise juga meningkatkan tekanan parsial oksigen dalam darah arteri dan juga persentase haemoglobin (Dechman&Wilson,2004). Untuk dapat memberikan pursed lip breathing exercise dengan hasil yang baik, harus dimengerti secara pasti, serta memiliki pengetahuan terhadap hal-hal berikut : anatomi paru normal, fisiologi dari system pernafasan, patofisiologi penyakit paru serta karakteristik nya (Kisner& Colby, 1990). Tindakan pursed-lip breathing exercise yaitu menghembuskan udara perlahan melalui bibir yang mengerucut seperti dalam tindakan bersiul. Merupakan tindakan yang paling mudah dilakukan. Penderita menghirup melalui hidung selama beberapa detik dengan mulut tertutup dan kemudian keluarkan perlahan-lahan selama 4 sampai 6 detik melalui bibir commit to user 35 36 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id yang berada pada posisi bersiul. Hal ini dilakukan dengan atau tanpa kontraksi dari otot-otot perut. Terapi ini adalah untuk efisiensi pernapasan dalam banyak hal. Pursed-lip breathing exercise mengajarkan anda untuk bernapas dengan lebih dalam, dan lebih lambat. Selain itu, akan membantu Anda untuk mengosongkan paru-paru Anda lebih utuh. Terapi ini terutama penting dalam PPOK, di mana overinflasi paru merupakan masalah. Lakukan pursed-lip brething 4-5 kali sehari, maka penderita PPOK akan mendapat hasil yang lebih baik (Dechman & Wilson, 2004). Langkah-langkah purse- lip breathing antara lain (Rachma, 2005): a. posisi supinasi/duduk dengan kepala dijatuhkan ke bawah kira-kira 15°-25° b. satu tangan diletakkan di bagian perut dan tangan lain di dada,tepat di bawah klavikula c. pasien melakukan inspirasi dalam, melalui hidung sehingga perut mengembung d. tahan selama lima detik kemudian hembuskan dengan pursed-lip, saat ekspirasi tangan menekan perut e. latihan pernafaan ini hendak nya dilakukan secara teratur. commit to user 36 37 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id B. Kerangka Pemikiran Faktor Lingkungan Faktor Host PPOK Pursed-Lip Breathing Serangan Berulang Obatobatan Hasil Keterangan : : Variabel luar yang tidak dikendalikan C. Hipotesis Pursed-lip breathing exercise mengurangi frekuensi serangan PPOK. commit to user 37 38 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu peneliti mempelajari hubungan antara variable bebas (factor resiko) dengan variable tergantung (efek) (Taufiqurohman, 2004). B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rehabilitasi Medik dan Instalasi Paru RS Dr. Moewardi serta BPKPM Surakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Maret 2010. C. Subyek Penelitian 1. Kriteria Inklusi a. Telah mendapatkan terapi pursed- lip breathing : 1) Pasien PPOK di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta dan BPKPM dengan usia 60 - 75 tahun yang telah didiagnosa oleh dokter spesialis paru. 2) Pasien PPOK dengan klasifikasi PPOK derajat sedang. 3) Pasien PPOK yang telah mengikuti terapi pursed-lip breathing selama 1 tahun. 4) Bersedia mengikuti penelitian. commit to user 38 39 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b. Untuk kelompok kontrol yang belum pernah menerima chest physical therapy jenis apapun sebelumnya : 1) Pasien PPOK di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta dengan usia 60 - 75 tahun yang telah didiagnosa oleh dokter spesialis paru. 2) Pasien PPOK dengan klasifikasi PPOK derajat sedang. 3) Bersedia mengikut penelitian. 2. Kriteria Eksklusi a. Pasien tidak bersedia mengikuti penelitian. b. Mempunyai komplikasi penyulit degeneratif dan gangguan penyakit lainnya. c. Pasien pernah/sedang mendapat Chest Physical Therapy selain pursed-lip breathing sebelumnya. D. Teknik Pengambilan Sampel Penentuan sampel menggunakan purposive sampling, dengan mengambil keseluruhan jumlah populasi yang ada yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sesuai standar penelitian (Murti, 2006). Populasi sumber ( source population ) merupakan himpunan subyek dari populasi sasaran yang digunakan sebagai sumber pencuplikan sumber penelitian (Murti, 2006). Dengan demikian, yang menjadi populasi sumber adalah pasien PPOK di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta dan yang memasuki kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan dalam penelitian ini. Berdasarkan observasi peneliti, jumlah populasi sumber ini ada sekitar 30 orang. commit to user 39 40 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sampel merupakan sebuah subset yang dicuplik dari populasi yang akan diamati atau diukur peneliti (Murti, 2006). Penentuan besar sampel pada penelitian ini menurut Slovin dengan rumus sebagai berikut : N n= 1+Nε² keterangan : n : ukuran sampel N : ukuran populasi Ε : tingkatan kekeliruan pengambilan sampel yang ditolerir. Dengan rumus di atas maka sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah : ( dengan mengasumsi tingkat kekeliruan yang ditolerir adalah sebesar 10% ) N n= 1+Nε² 30 n= 1 + 30 (10%)² n = 25 Jadi pada penelitian ini, peneliti menggunakan ukuran sampel sebanyak 25 telah mendapatkan terapi pursed-lip breathing dan 25 yang untuk kelompok kontrol yang belum pernah menerima chest physical therapy jenis apapun sebelumnya. commit to user 40 41 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id E. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : Pursed-Lip Breathing Exercise 2. Variabel terikat : Frekuensi serangan PPOK yang diukur dari berbagai macam gejala seperti batuk dengan atau tanpa disertai dahak, sesak nafas (dyspnea), mengi, dan eksaserbasi akut. 3. Variabel luar a. Terkendali : Usia , jenis kelamin, dan kebiasaan merokok. b. Tidak terkendali : Status gizi, dan obat-obatan. F. Definisi Operasional Variable Penelitian 1. Variabel Bebas : Pursed-lip breathing exercise adalah chest physical therapy yang diberikan pada pasien PPOK, tindakan pertama adalah duduk supinasi dengan kepala dijatuhkan kira-kira 20%, lalu satu tangan diletakkan di bagian perut dan tangan lain di dada, tepat di bawah clavikula. Pasien melakukan inspirasi dalam, melalui hidung sehingga perut mengembang. Dengan menahan selama lima detik kemudian hembuskan dengan bibir mengerucut seperti bersiul. Pada saat ekspirasi, tangan menekan perut. Demikian seterusnya sampai sekitar 5-10 menit dan diulangi 3-4 kali sehari. Data disajikan dengan skala nominal dan kuesioner jenis pertanyaan terbuka sebagai alat pengukurnya, dengan kategori jawaban seperti berikut: commit to user 41 42 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id a. Ya, apabila telah mengikuti terapi Pursed-lip breathing exercise dan memenuhi kriteria inklusi. b. Tidak, apabila termasuk dalam kelompok kontrol yang belum pernah menerima chest physical therapy jenis apapun sebelumnya dan memenuhi kriteria inklusi. 2. Variabel terikat : Frekuensi serangan adalah derajat keseringan kambuhnya gejala PPOK yang diukur dari berbagai macam gejala seperti batuk berdahak, sesak nafas (dyspnea), mengi (napas menciut – ciut),dan eksaserbasi akut. Berupa seberapa sering gejala ini kambuh dalam hitungan minggu, bulan, dan tahun. Data disajikan dengan skala rasio dan kuesioner jenis pertanyaan tertutup sebagai alat pengukurnya, dengan kategori jawaban skor dari ST George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ). 3. Variabel luar terkendali : a. Umur Umur adalah jumlah tahun yang dihitung sejak kelahiran sampai ulang tahun terakhir saat penelitian dilakukan. Alat ukur : Kuesioner Skala pengukuran : Rasio b. Jenis kelamin Jenis kelamin adalah sifat keadaan laki-laki atau perempuan. Alat ukur : Kuesioner Skala pengukuran : Nominal commit to user 42 43 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id G. Instrumen penelitian : alat dan bahan penelitian Instrumen dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner yang berupa pertanyaan terbuka dan tertutup. Pertanyaan tertutup ini tidak dilakukan uji validitas dan reabilitas karena menggunakan ST George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ) yang telah teruji validitas dan reabilitasnya. H. Cara Kerja Penelitian Cara kerja penelitian ini adalah memberikan kuesioner kepada responden untuk diisi dengan 2 macam jenis pertanyaan yaitu : 1. Pertanyaan terbuka dengan cara memilih salah satu jawaban : a. Ya, apabila telah mengikuti terapi pursed-lip breathing exercise dan memenuhi kriteria inklusi. b. Tidak, apabila termasuk dalam kelompok kontrol yang belum pernah menerima chest physical therapy jenis apapun sebelumnya dan memenuhi kriteria inklusi. 2. Pertanyaan tertutup sesuai SGRQ dengan cara kerja penilaian jawaban: a. Setiap jawaban kuesioner punya bobot 0-100. b. Untuk jawaban positif dijumlah dengan cara nilai dihitung dengan membagi jumlah bobot dengan nilai maksimum dan dinyatakan dalamprosentase. c. Nilai yang lebih rendah menggambarkan keadaan kesehatan yang lebih baik. commit to user 43 44 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id d. Cara menghitung skor gejala: 1). Terdiri dari 8 pertanyaan. 2). Bobot pertanyaan 1-8 dijumlahkan . 3). Setiap pertanyaan hanya ada 1 jawaban. 4). Bila jawaban banyak atau ganda terhadap suatu pertanyaan jumlah bobot diambil dari reratanya. Bobot tersebut untuk jawaban positif. 5). Nilai maksimum 662,5. I. Alur Penelitian Penderita PPOK Pursed-Lip Breathing(+) Purse-Lip Breathing(-) Frekuensi Serangan PPOK Frekuensi Serangan PPOK Hasil Hasil Uji T tidak berpasangan commit to user 44 45 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id J. Teknik Analisis Data Data hasil penelitian berupa frekuensi kekambuhan pada pasien PPOK dianalisa dengan menggunakan Program SPSS 10.0. Dalam hal ini untuk mengetahui pengaruh intervensi pursed-lip breathing exercise dalam penurunan frekuensi kekambuhan pasien PPOK diuji dengan menggunakan uji T tidak berpasangan. Hipotesis untuk kelompok intervensi pursed-lip breathing adalah H0 adalah tidak ada pengaruh intervensi pursed-lip breathing terhadap pengurangan frekuensi serangan, dan H1 adalah ada pengaruh intervensi pursed-lip breathing terhadap penurunan frekuensi serangan pasien PPOK. Uji statistik juga akan menggambarkan perbedaan pengaruh variable bebas yaitu intervensi pursed-lip breathing terhadap penurunan frekuensi kekambuhan pasien PPOK . Pengambilan keputusan hasil uji statistik berdasarkan nilai probabilitas dengan tingkat signifikansi 95% atau 0,05. Artinya jika nilai probabilitas menunjukkan nilai > 0,05 maka ditolak dan jika jika nilai probabilitas menunjukkan nilai < 0,05 maka diterima. commit to user 45 46 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rehabilitasi Medik, Instalasi Paru RS Dr. Moewardi Surakarta dan Instalasi Rehabilitasi Medik BBKPM Surakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Maret 2010. Penentuan sampel menggunakan purposive sampling, dengan mengambil keseluruhan jumlah populasi yang ada yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sesuai standar penelitian. Peneliti menggunakan ukuran sampel sebanyak 25 telah mendapatkan terapi pursed-lip breathing dan 25 yang untuk kelompok kontrol yang belum pernah menerima chest physical therapy jenis apapun sebelumnya. Adapun data yang diperoleh adalah sebagai berikut: A. Karakteristisk Responden 1. Distribusi Umur 48% Jumlah (%) 50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 32% 60-65 Tahun 20% 66-70 Tahun 71-75 Tahun 10% 5% 0% Kelompok Umur Diagram 1. Distribusi umur tidak pursed-lip breathing exercise commit to user 46 47 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Dari diagram 1 dapat di lihat bahwa umur sample paling banyak yang tidak mendapat pursed-lip breathing exercise adalah usia 66-70 tahun (48%). Sedangkan yang paling sedikit adalah umur 60-65 tahun (20%). 40% 36% 36% Jumlah (%) 35% 28% 30% 25% 60-65 Tahun 20% 66-70 Tahun 15% 71-75 Tahun 10% 5% 0% Kelompok Umur Diagram 2. Distribusi umur pursed-lip breathing exercise Dari digram 2 dapat di lihat bahwa umur sample yang mendapat pursed-lip breathing exercise paling banyak adalah usia 66-70 tahun (40%). Sedangkan yang paling sedikit adalah umur 71-75 tahun (32%). 2. Hasil Kuesioner Pada Kelompok Kontrol 70% 64% Jumlah (%) 60% 50% 1 40% 2 30% 3 24% 4 20% 10% 0% 5 8% 0% 4% Frekuensi Kekambuhan commit to user 47 48 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Diagram 3. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 1 Dari diagram 3 menunjukan bahwa frekuensi kekambuhan pada kelompok kontrol untuk item pertanyaan no 1 yaitu sejak 1 tahun lalu mengalami batuk hampir setiap hari dalam seminggu sebanyak 2 orang (8%), beberapa hari dalam seminggu sebesar 16 orang (64%), beberapa hari dalam sebulan sebesar 6 orang (24%), hanya kalau ada infeksi pernafasan sebesar 0% dan tidak ada keluhan sebanyak 1 orang (4%) 40% 36% Jumlah (%) 35% 32% 30% 24% 25% 1 2 20% 3 15% 10% 4 8% 5 5% 0% 0% Frekuensi Kekambuhan Diagram 4. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 2 Dari diagram 4 menunjukan bahwa frekuensi kekambuhan pada kelompok kontrol untuk item pertanyaan no 2 yaitu sejak 1 tahun yang lalu mengeluarkan dahak hampir setiap hari dalam seminggu sebanyak 2 orang (8%), beberapa hari dalam seminggu sebanyak 8 orang (32%), beberapa hari dalam sebulan 6 orang (24%), hanya ada infeksi pernafasan 0% dan tidak ada keluhan 9 orang (36%). commit to user 48 49 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 60% 60% Jumlah (%) 50% 40% 30% 1 2 24% 3 4 20% 12% 10% 5 4% 0% 0% Frekuensi Kekambuhan Diagram 5. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 3 Dari diagram 5 menunjukan bahwa frekuensi kekambuhan pada kelompok kontrol untuk item pertanyaan no 3 yaitu sejak 1 tahun yang lalu mengeluarkan sesak napas hampir setiap hari dalam seminggu sebanyak 6 orang (24%), beberapa hari dalam seminggu sebanyak 15 orang (60%), beberapa hari dalam sebulan sebanyak 3 orang (12%), beberapa hari dalam sebulan 6 orang (24%), hanya ada infeksi pernafasan 1(4%) dan tidak ada keluhan 0%. 80% 72% Jumlah (%) 70% 60% 1 50% 2 40% 3 30% 4 20% 12% 16% 5 10% 0% 0% 0% Frekuensi Kekambuhan commit to user 49 50 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Diagram 6. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 4 Dari diagram 6 menunjukan bahwa frekuensi kekambuhan pada kelompok kontrol untuk item %. Pertanyaan no 4 yaitu sejak 1 tahun yang lalu napas saya berbunyi menciut-ciut hampir setiap hari dalam seminggu sebanyak 0 %, beberapa hari dalam seminggu sebanyak 3 orang (12%), beberapa hari dalam sebulan sebanyak 4 orang (16%), dan infeksi pernafasan 0 % dan tidak ada Jumlah (%) keluhan 18 orang (72%). 50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% 48% 1 28% 2 3 12% 8% 4 5 4% Frekuensi Kekambuhan Diagram 7. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 5 Dari diagram 7 menunjukan bahwa frekuensi kekambuhan pada kelompok kontrol untuk item pertanyaan no 5 yaitu selama 1 tahun yang lalu beberapa kali masalah pernapasan berat yang dialami lebih dari 3 kali sebanyak 1 orang (4%), 3 kali sebanyak 2 orang (8%), 2 kali sebanyak 7 orang (28%), 1 kali sebanyak 12 orang (48%) dan tidak ada keluhan 3 orang (12%) commit to user 50 51 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 60% 56% Jumlah (%) 50% 40% 1 2 30% 24% 3 4 20% 8% 10% 12% 5 0% 0% Frekuensi Kekambuhan Diagram 8. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 6 Dari diagram 8 menunjukan bahwa frekuensi kekambuhan pada kelompok kontrol untuk item pertanyaan no 6 yaitu beberapa lama serangan masalah pernapasan yang paling berat berlangsung 1 minggu lebih sebanyak 14 orang (56%), 3 hari atau lebih sebanyak 6 orang (24%), 1 atau 2 hari sebanyak 0%, infeksi pernafasan 2 orang (8%) dan tidak ada keluhan 3 orang (12%) 70% 64% Jumlah (%) 60% 50% 1 40% 2 3 30% 20% 20% 4 16% 5 10% 0% 0% 0% Frekuensi Kekambuhan Diagram 9. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 7 Dari diagram 9 menunjukan bahwa frekuensi kekambuhan pada kelompok commit to user kontrol untuk item pertanyaan no 7 yaitu sejak 1 tahun yang lalu dalam 51 52 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id seminggu beberapa hari tidak mengalami keluhan pernapasan berat (hanya mengalami keluhan ringan) tidak ada sebanyak 5 orang (20%), 1-2 dalam seminggu sebanyak 4 orang (16%), 3-4 dalam seminggu sebanyak 16 (64%), hamper setiap hari tiada keluhan atau hanya sedikit masalah 0% dan setiap hari tiada masalah 0 %. 92% Jumlah (%) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Ya Tidak 8% Frekuensi Kekambuhan Diagram 10. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 8 Dari diagram 10 menunjukan bahwa frekuensi kekambuhan pada kelompok kontrol untuk item pertanyaan nomer 8 sejak 1 tahun lalu apakah nafas berbunyi lebih parah pada pagi hari yang menjawab YA sebanyak 2 orang (8%), dan yang menjawab TIDAK sebanyak 23 orang (92%). commit to user 52 53 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3. Hasil Kuesioner Pada Kelompok Perlakuan 80% 80% Jumlah (%) 70% 60% 1 50% 2 40% 3 30% 4 20% 10% 5 8% 4% 8% 0% 0% Frekuensi Kekambuhan Diagram 11. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 1 Dari diagram 11 menunjukan bahwa frekuensi kekambuhan pada kelompok kontrol untuk item pertanyaan no 1 yaitu sejak 1 tahun lalu mengalami batuk hampir setiap hari dalam seminggu sebanyak 1 orang (4%), beberapa hari dalam seminggu sebesar 20 orang (80%), beberapa hari dalam sebulan 2 orang (8%), hanya kalau ada infeksi pernafasan sebesar 2 orang (8%) dan tidak ada keluhan sebanyak 0 orang (0%). 60% 56% Jumlah (%) 50% 1 40% 2 30% 24% 20% 10% 0% 3 16% 4 5 4% 0% Frekuensi Kekambuhan Diagram 12. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 2 commit to user 53 54 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Dari diagram 12 menunjukan bahwa frekuensi kekambuhan pada kelompok kontrol untuk item pertanyaan no 2 yaitu sejak 1 tahun yang lalu mengeluarkan dahak hampir setiap hari dalam seminggu sebanyak 1 orang (4%), beberapa hari dalam seminggu sebanyak 14 orang (56%), beberapa hari dalam sebulan 0%, hanya ada infeksi pernafasan 6 orang (24%) dan tidak ada keluhan 16%. 68% 70% Jumlah (%) 60% 50% 1 40% 2 3 30% 20% 20% 8% 10% 0% 4 0% 5 4% Frekuensi Kekambuhan Diagram 13. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 3 Dari diagram 13 menunjukan bahwa frekuensi kekambuhan pada kelompok kontrol untuk item pertanyaan no 3 yaitu sejak 1 tahun yang lalu mengeluarkan sesak napas hampir setiap hari dalam seminggu sebanyak 0 %, beberapa hari dalam seminggu sebanyak 5 orang (20%), beberapa hari dalam sebulan sebanyak 17 orang (68%), hanya ada infeksi pernafasan sebanyak 2 (8%) dan tidak ada keluhan sebanyak 1 orang (4%). commit to user 54 55 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 88% 90% 80% Jumlah (%) 70% 60% 1 50% 2 40% 3 30% 4 20% 10% 0% 5 12% 0% 0% 0% Frekuensi Kekambuhan Diagram 14. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 4 Dari diagram 14 menunjukan bahwa frekuensi kekambuhan pada kelompok kontrol untuk item pertanyaan no 4 yaitu sejak 1 tahun yang lalu napas saya berbunyi menciut-ciut hampir setiap hari dalam seminggu sebanyak 0 %, beberapa hari dalam seminggu sebanyak 0 orang (0%), beberapa hari dalam sebulan sebanyak 0%, dan infeksi pernafasan 0% dan tidak ada keluhan sebanyak22 orang (88%). 60% 52% Jumlah (%) 50% 40% 40% 1 2 30% 3 20% 4 8% 10% 0% 0% 5 0% Frekuensi Kekambuhan Diagram 15. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 5 commit to user 55 56 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Dari diagram 15 menunjukan bahwa frekuensi kekambuhan pada kelompok kontrol untuk item pertanyaan no 5 yaitu selama 1 tahun yang lalu beberapa kali masalah pernapasan berat yang dialami lebih dari 3 kali sebanyak 0%, 3 kali sebanyak 0%, 2 kali sebanyak 2 orang (8%), 1 kali sebanyak 10 orang (40%) dan tidak ada keluhan 13 orang (52%) 60% 52% Jumlah (%) 50% 40% 1 32% 2 30% 3 4 20% 10% 8% 5 8% 0% 0% Frekuensi Kekambuhan Diagram 16. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 6 Dari diagram 16 menunjukan bahwa frekuensi kekambuhan pada kelompok kontrol untuk item pertanyaan no 6 yaitu beberapa lama serangan masalah pernapasan yang paling berat berlangsung 1 minggu lebih sebanyak 2 orang (8%), 3 hari atau lebih sebanyak 8 orang (32%), 1 atau 2 hari sebanyak 2 orang (8%), infeksi pernafasan sebanyak 0% dan tidak ada keluhan 13 orang (52%) commit to user 56 57 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 90% 84% 80% Jumlah (%) 70% 60% 1 50% 2 40% 3 30% 4 20% 5 12% 10% 4% 0% 0% 0% Frekuensi Kekambuhan Diagram 17. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 7 Dari diagram 17 menunjukan bahwa frekuensi kekambuhan pada kelompok kontrol untuk item pertanyaan no 7 yaitu sejak 1 tahun yang lalu dalam seminggu beberapa hari tidak mengalami keluhan pernapasan berat (hanya mengalami keluhan ringan) tidak ada sebanyak 1 orang (4%), 1-2 dalam seminggu sebanyak 43 orang (12%), 3-4 dalam seminggu sebanyak 21 (84%), hampir setiap hari tiada keluhan atau hanya sedikit masalah 0% dan setiap hari tiada masalah 0%. Jumlah (%) 100% 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tidak Ya 0% Frekuensi Kekambuhan Diagram 18. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 8 commit to user 57 58 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Dari diagram 18 menunjukan bahwa frekuensi kekambuhan pada kelompok kontrol untuk item pertanyaan nomer 8 sejak 1 tahun lalu apakah nafas berbunyi lebih parah pada pagi hari yang menjawab YA sebanyak 0%, dan yang menjawab TIDAK sebanyak 25 orang (100%). B. Pengaruh Pursed-lip Breathing Exercise Terhadap Pengurangan Frekuensi Serangan PPOK. Dari hasil perhitungan dengan SPSS diperoleh pada kelompok kontrol mean 359,74 ± 75,53 dan kelompok perlakuan mean 277,83 ± 60,32 sedangkan nilai t hitung sebesar 4,237 dengan p value sebesar 0,000 < 0,05 (a) maka Ho ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat dinyatakan ada pengaruh yang signifkan intervensi pursed-lip breathing terhadap penurunan frekuensi serangan pasien PPOK. commit to user 58 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Menurut Alsagaf dkk. penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah gangguan aliran udara yang progresif yang dapat menjurus ke kegagalan pernafasan. Dua unsur penyebab yang saling berkaitan adalah hilangnya kepegasan (loss of recoil) serta peningkatan tahanan saluran nafas kecil. Kelainan paru yang terjadi ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang irreversible. Gangguan aliran udara ini akibat dari respons inflamasi abnormal paru terhadap partikel dan gas yang berbahaya. Pada penelitian ini sampel yang diambil adalah pasien PPOK di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta dengan usia 60 - 75 tahun yang telah didiagnosa oleh dokter spesialis paru. Menurut Melldrum (2003) biasanya dialami oleh perokok berat, pekerja pabrik, atau orang-orang yang sering terkena polusi udara seperti polisi lalu lintas, gejala muncul pada usia 40-an, gejala semakin lama semakin bertambah buruk, gejala memburuk pada musim hujan/dingin, dan tidak ada hubungannya dengan alergi. Hasil penelitian uji t menunjukkan ada pengaruh yang signifikan intervensi pursed-lip breathing terhadap penurunan frekuensi serangan pasien PPOK, hal ini dapat dibandingkan pada kelompok kontrol atau pasien yang commit exercise to user mengalami tingkat kekambuhan tidak melalukan pursed-lip brething 59 perpustakaan.uns.ac.id 60 digilib.uns.ac.id yang lebih tinggi (mean = 359,74) dibanding kelompok perlakuan atau pasien yang melakukan pursed-lip brething exercise (mean = 277,83). Hasil ini sesuai dengan pernyataan menurut Hunter & King (2003) yang mengatakan bahwa meskipun dianggap sebagai penyakit kronis, melemahkan dan menyebabkan kematian, PPOK dapat dikelola, dikontrol dan melambat yaitu dengan pemberian pursed lip breatjhing exercise yang berupa pursed-lip breathing. Untuk pasien dengan PPOK, tujuan dari terapi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dengan mencegah eksaserbasi akut, meredakan gejala, dan memperlambat kemerosotan progresif fungsi paru. Hal ini sesuai dengan teori. Menurut Tiep (1986) salah satu teknik yang membantu meringankan gejala PPOK adalah pursed-lip breathing exercise. Teknik memperpanjang napas dan mem-bantu mengosongkan paru-paru sepenuhnya, memungkinkan napas berikut menjadi lebih dalam dan membuat setiap nafas lebih efektif. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pursed-lip brething exercise bermanfaat bagi perbaikan kualitas hidup penderita PPOK, yang mana perbaikan kualitas hidup dapat dilihat dari frekuensi serangan yang menurun. Menurut Spahija (2005), Pursed-lip brething adalah teknik dimana udara ekspirasi sengaja dihambat melalui bentuk bibir yang menyempit. Melalui bibir yang menyempit ini udara menjadi sulit keluar, sehingga dibutuhkan bantuan kontraksi otot abdomen dan diafragma. Diafragma menjadi dilatih untuk berkontraksi maksimal. Ketika diafragma dapat commit to user 60 61 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id berkontraksi maksimal, volume paru meningkat, yang mana diikuti dengan peningkatan volume tidal . Beberapa literatur mengungkapkan bahwa penggunaan pursed-lip reathing exercise tampaknya menjadi cara yang efektif mengurangi dyspnea, mengurangi respiratori rate dan meningkatkan pertukaran gas pada pasien PPOK. Efek positif ini tampaknya berkaitan dengan teknik kemampuan untuk mengurangi penyempitan saluran udara pada saat kambuhnya penyakit (Dechman & Wilson, 2004). Beberapa peneliti telah meneliti efek pursed-lip breathing exercise pada parameter ventilasi dan gas darah arteri pada orang dengan PPOK. Mereka dengan seragam melaporkan bahwa teknik mengurangi laju pernafasan, dan tekanan parsial karbon dioksida dalam darah arteri, dapat meningkatkan volume tidal. Pursed-lip breathing exercise juga meningkatkan tekanan parsial oksigen dalam darah arteri dan juga persentase haemoglobin (Dechman&Wilson,2004). Pursed-lip breathing exercise mengajarkan Anda untuk bernapas dengan lebih dalam, dan lebih lambat. Selain itu, akan membantu Anda untuk mengosongkan paru-paru Anda lebih utuh. Terapi ini terutama penting dalam PPOK, di mana overinflasi paru merupakan masalah. Lakukan pursed-lip brething 4-5 kali sehari, maka pasien PPOK akan mendapat hasil yang lebih baik (Dechman & Wilson, 2004). commit to user 61 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 62 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Terapi pursed-lip breathing exercise memberi pengaruh yang signifikan terhadap penurunan frekuensi serangan pasien PPOK. B. Saran 1. Bagi dokter dan fisiotherapis hendaknya menyertakan pursed-lip breathing exercise sebagai salah satu terapi pada pasien PPOK agar menunda peningkatan stadium, memperbaiki pola nafas, menurunkan frekuensi serangan, serta meningkatkan kualitas hidup pasien. 2. Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya menambah sampel yang lebih besar sehingga hasilnya dapat diperbandingkan dari penelitian ini. commit to user