BAB 2 LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1.
Landasan Teori
2.1.1
Marketing (Pemasaran)
Menurut Kotler (2005) pemasaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu definisi
pemasaran secara sosial dan secara manajerial. Definisi pemasaran secara sosial adalah
proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok tersebut mendapatkan apa yang
dibutuhkan
dan
diinginkan
dengan
menciptakan,
menawarkan
dan
secara
bebas
mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Definisi pemasaran secara
manajerial sering digambarkan sebagai ‘seni menjual produk’, yang tidak menjadikan
kuantitas penjualan sebagai bagian terpenting dari proses pemasaran dan menganggap
bahwa kuantitas penjualan tersebut hanya sebagai hasil akhir yang akan didapat di masa
depan.
Menurut Aaker (2004) Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan
konsepsi, penetapan harga, promosi dan distribusi ide, barang dan jasa untuk menciptakan
pertukaran yang memuaskan tujuan individu dan organisasi. Tujuan organisasi dalam konsep
pemasaran lebih kepada mendapatkan kepuasan konsumen daripada memaksimalisasi
keuntungan perusahaan.
Sedangkan Komaruddin (2003) mengartikan, marketing adalah suatu sistem
keseluruhan yang meliputi kegiatan-kegiatan bisnis yang saling mempengaruhi yang
ditujukan
untuk
membuat
rencana,
menetapkan
harga,
mempromosikan
dan
mendistribusikan produk agar dapat memuaskan kebutuhan untuk mencapai pasar target
sehingga dapat meraih sasaran-sasaran organisasi.
8
9
Menurut The American Marketing Association (AMA) yang dikutip oleh Anoraga
(2009), marketing sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan rencana penetapan harga,
promosi dan distribusi dari ide-ide, barang-barang dan jasa-jasa untuk menciptakan
pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individual dan organisasional.
2.1.2. Citra perusahaan (Corporate Image)
2.1.2.1 Pengertian Citra
Membicarakan citra, biasanya menyangkut citra produk, perusahaan, merek, partai,
orang atau apa saja yang terbentuk dalam benak seseorang. Menurut Simamora (2003)
djelaskan bahwa ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam mengukur citra. Pertama
adalah merefleksikan citra dibenak konsumen menurut mereka sendiri. Pada pendekatan ini
konsumen bebas menjelaskan citra suatu objek dibenak mereka. Cara yang kedua adalah
peneliti menyajikan dimensi yang jelas, kemudian responden berespons terhadap dimensidimensi yang dianyatakan itu. Ini disebut pendekatan terstruktur
Sumirat dan Ardianto (2004), citra perusahaan adalah bagaimana pihak lain
memandang sebuah perusahaan seseorang. Pelanggan potensial, bankir, staf perusahaan
pesaing, distributor, pemasok dan asosiasi pedagang. Citra perusahaan terbentuk dari
beberapa citra, yaitu citra perusahaan, citra jasa dan citra pemakainya (Biel, 1992). Apabila
ada penawaran produk, konsumen akan mengingat kembali tentang apa yang pernah
dirasakan perusahaan jasa itu (Haaijer, 2000).
Menurut Lawrence L.Steinmetz yang dikutip Sutojo (2004) citra adalah pancaran
atau reproduksi jati diri atau bentuk perorangan, benda atau organisasi.
Sedangkan menurut Buchari Alma (2003) , Citra didefinisikan sebagai kesan yang
diperoleh sesuai pengetahuan dan pengalaman seseorang tentang sesuatu. Citra dibentuk
berdasarkan impresi, berdasarkan pengalaman yag dialami seseorang terhadap sesuatu
untuk mengambil keputusan.
10
Adapun menurut Jefkins(2004) citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi
secar akeseluruhan, jadi bukan citra atas produk dan pelayanannya. Citra perusahaan dapat
terbentuk oleh banyak hal. Hal-hal positif yang dapat meningkatkan citra perusahaan antara
lain :
1. Sejarah atau riwayat hidup perusahaan yang gemilang
2. Keberhasilan dibidang keuangan yang pernah diraihnya
3. Keberhasilan ekspor
4. Hubungan industri yang baik
5. Reputasi sebagai pencita lapangan kerja dalam jumlah besar
6. Kesediaan turut memikul tanggung jawab sosial
7. Komitmen mengadakan riset
Masih menurut Jefkins (2003), mengatakan bahwa terdapat 5 jenis citra yaitu:
1. Citra bayangan (mirror image). citra ini melekat pada orang dalam atau anggotaanggota organisasi (biasanya pemimpin) mengenai anggapan pihak luar tentang
organisasinya.
2. Citra yang berlaku (current image). merupakan suatu citra atau pandangan yang
dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi.
3. Citra yang diharapkan (wish image). merupakan suatu citra yang diinginkan oleh
pihak manajemen.
4. Citra perusahaan (corporate image). adalah citra dari suatu organisasi secara
keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya.
5. Citra majemuk (multiple image). banyaknya jumlah pegawai (individu), cabang,
atau perwakilan dari sebuah perusahaan atau organisasi dapat memunculkan
suatu citra yang belum tentu sama dengan organisasi atau perusahaan tersebut
secara keseluruhan.
11
Menurut Lawrence L.Steinmetz yang dikutip oleh Sutojo (2004) bagi perusahaan,
citra juga dapat diartikan sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan.
Lawrence mengemukakan persepsi seseorang terhadap perusahaan didasari atas apa yang
mereka ketahui atau mereka kira tentang perusahaan yang bersangkutan. Citra perusahaan
dibangun dan dikembangkan didalam benak pelanggan melalui saran komunikasi dan
pengalaman pelanggan.
2.1.2.2. Manfaat Citra
Citra itu sendiri dapat berperingkat baik, sedang, dan buruk. Citra buruk dapat
melahirkan dampak negatif bagi operasi bisnis perusahaan dan
juga dapat melemahkan
kemampuan perusahaan bersaing. Citra perusahaan yang baik dan kuat mempunyai
manfaat-manfaat yang berikut:
1. Daya saing jangka menengah dan panjang yang mantap (mid and long sustainable
competitive position)
2. Menjadi perisai selama masa krisis (an insurance for adverse times)
3. Menjadi daya tarik eksekutif handal (attracting the best executives available)
4. Meningkatkan efektifitas strategi pemasaran (increasing the effectiveness of
marketing instruments)
5. Penghematan biaya operasional (cost saving)
Mengembangkan citra yang kuat membutuhkan kreatifitas dan kerja jeras. Citra tidak
dapat ditanam dalam pikiran pelanggan dalam waktu semalam dan disebarkan melalui satu
media saja. Sebaliknya citra itu harus disampaikan melalui tiap sarana komunikasi yang
tersedia dan disebarkan terus menerus. Citra yang baik dari suatu organisasi merupakan aset
karena citra mempunyai dampak pada persepsi konsumen dari komunikasi dan operasi
organisasi dalam berbagai hal
12
2.1.2.3. Arti Penting Citra Perusahaan
Pentingnya citra perusahaan dikemukakan Gronros (Sutisna, 2001) sebagai berikut:
1) Menceritakan harapan bersama kampanye pemasaran eksternal. Citra positif
memberikan kemudahan perusahaan untuk berkomunikasi dan mencapai tujuan
secara efektif sedangkan citra negatif sebaliknya.
2) Sebagai penyaring yang mempengaruhi persepsi pada kegiatan perusahaan. Citra
positif menjadi pelindung terhadap kesalahan kecil, kualitas teknis atau fungsional
sedangkan citra negatif dapat memperbesar kesalahan tersebut.
3) Sebagai fungsi dari pengalaman dan harapan konsumen atas kualitas pelayanan
perusahaan.
4) Mempunyai pengaruh penting terhadap manajemen atau dampak internal. Citra
perusahaan yang kurang jelas dan nyata mempengaruhi sikap karyawan terhadap
perusahaan.
Menurut Rhenald Kasali (2003), “citra perusahaan yang baik dimaksudkan agar
perusahaan dapat tetap hidup dan orang-orang didalamnya terus mengembangkan
kreativitas bahkan memberikan manfaat yang lebih berarti bagi orang lain”. Sedangkan
Handi Irawan menyebutkan, “citra perusahaan dapat memberikan kemampuan pada
perusahaan untuk mengubah harga premium, menikmati penerimaan lebih tinggi
dibandingkan pesaing, membuat kepercayaan pelanggan kepada perusahaan”.
Buchari Alma (2002) mengatakan bahwa, “citra dibentuk berdasarkan impresi,
berdasar pengalaman yang dialami seseorang terhadap sesuatu sebagai pertimbangan untuk
mengambil keputusan”. Perasaan puas atau tidaknya konsumen terjadi setelah mempunyai
pengalaman dengan produk maupun perusahaan yang diawali adanya keputusan pembelian.
Sehingga dapat disimpulkan keberadaan citra perusahaan yang baik penting sebagai sumber
daya internal obyek dalam menentukan hubungannya dengan perusahaan.
13
Konsisten dengan arti telah dikemukakan, citra perusahaan merupakan hal abstrak.
Sutisna (2001) mengatakan, “satu hal yang dianalisis mengapa terlihat ada masalah citra
perusahaan adalah organisasi dikenal atau tidak dikenal”. Dapat dipahami keterkenalan
perusahaan yang tidak baik menunjukkan citra perusahaan yang bermasalah.
Masalah citra perusahaan tersebut, dalam keberadaannya berada dalam pikiran dan
atau perasaan konsumen. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, keberadaannya citra
perusahaan bersumber dari pengalaman dan atau upaya komunikasi sehingga penilaian
maupun pengembangan terjadi pada salah satu atau kedua hal tersebut. citra perusahaan
yang bersumber dari pengalaman memberikan gambaran telah terjadi keterlibatan antara
konsumen dengan peusahaan. Keterlibatan tersebut, belum terjadi dalam citra perusahaan
yang bersumber dari upaya komunikasi perusahaan.
Upaya perusahaan sebagai sumber informasi terbentuknya citra perusahaan
memerlukan keberadaan secara lengkap. Informasi yang lengkap dimaksudkan sebagai
informasi yang dapat menjawab kebutuhan dan keinginan objek sasaran.
2.1.2.4. Elemen-Elemen dari Citra Perusahaan
Rhenald Kasali (2003) mengemukakan, “pemahaman yang berasal dari suatu
informasi yang tidak lengkap menghasilkan citra yang tidak sempurna”. Dia juga
mengemukakan, informasi yang lengkap mengenai citra perusahaan meliputi empat element
sebagai berikut:
1. Personality
Keseluruhan karakteristik perusahaan yang dipahami publik sasaran seperti
perusahaan yang dapat dipercaya, perusahaan yang mempunyai tanggung jawab
sosial.
2. Reputation
14
Hal yang telah dilakukan perusahaan dan diyakini publik sasaran berdasarkan
pengalaman sendiri maupun pihak lain seperti kinerja keamanan transaksi sebuah
bank.
3. Value
Nilai-nilai yang dimiliki suatu perusahaan dengan kata lain budaya perusahaan
seperti sikap manajemen yang peduli terhadap pelanggan, karyawan yang cepat
tanggap terhadap permintaan maupun keluhan pelanggan
4. Corporate Identity
Komponen-komponen yang mempermudah pengenalan publik sasaran terhadap
perusahaan seperti logo, warna, dan slogan.
2.1.2.5. Proses Terbentuknya Citra Perusahaan
Bunchari
Alma
menegaskan
bahwa,
“Citra
dibentuk
berdasarkan
impresi,
berdasarkan pengalaman yang dialami seseorang terhadap sesuatu sebagai pertimbangan
untuk mengambil keputusan” (2002). Sedangkan pentingnya citra perusahaan dalam
pandangan David W. Cravens disebutkan, “citra atau merek perusahaan yang baik
merupakan keunggulan bersaing yang mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen” (Alih
bahasa Lina Salim, 1996). Perasaan puas atau tidaknya kosumen terjadi setelah mempunyai
pengalaman dengan produk maupun perusahaan yang diawali adanya keputusan pembelian.
Sehingga dapat disimpulkan keberadaan citra perusahaan yang baik penting sebagai sumber
daya internal objek dalam menentukan hubungannya dengan perusahaan.
Citra perusahaan merupakan hal yang abstrak. Sutisna mengatakan, “Suatu hal yang
dianalisis mengapa terlihat ada masalah citra perusahaan adalah organisasi dikenal atau
tidak dikenal” (2001). Dapat dipahami keterkenalan perusahaan yang tidak baik
menunjukkan citra perusahaan yang bermasalah. Masalah citra perusahaan tersebut, dalam
15
keberadaannya berada dalam pikiran atau perasaan konsumen. Berdasarkan pendapatpendapat tersebut, keberadaan
Citra perusahaan bersumber dari pengalaman dan atau upaya komunikasi sehingga
penilaian maupun pengembangannya terjadi pada salah satu atau kedua hal tersebut. Citra
perusahaan yang bersumber dari pengalaman memberikan gambaran telah terjadi
keterlibatan antara konsumen dengan perusahaan. Keterlibatan tersebut, belum terjadi
dalam perusahaan yang bersumber dari upaya komunikais perusahaan. Proses terbentuknya
citra perusahaan menurut Hawkins et all diperlihatkan pada gambar sebagai berikut:
Attention
Image
Eksposure
Behaviour
Comprehensive
Sumber : Hawkins et all .2000. Consumer Behavior:Building Market Strategy
Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Citra Perusahaan
Berdasarkan gambar proses terbentuknya citra perusahaan berlangsung beberapa
tahapan yaitu: tahapan pertama obyek mengetahui (melihat atau mendengar) upaya yang
dilakukan perusahaan dalam membentuk citra perusahaan. Kedua memperhatikan upaya
perusahaan tersebut, ketiga setelah adanya perhatian obyek mencoba memahami semua
yang ada pada upaya perusahaan. Keempat terbetuknya citra perusahaan pada obyek,
sedangkan yang terakhir adalah citra perusahaan yang terbentuk akan menentukan perilaku
obyek sasaran dalam hubungannya dengan perusahaan.
16
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan
dengan citra perusahaan adalah kesan yang diperoleh oleh seseorang atau masyarakat
mengenai suatu perusahaan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman seseorang atau
masyarakat tentang suatu perusahaan apakah perusahaan tersebut baik atau tidak. Dalam
penelitian ini indikator citra perusahaan diambil berdasarkan pendapat Rhenald Kasali yaitu :
personality, reputation, value, corporate identity
2.1.3. Atribut produk
Atribut produk merupakan alat komunikasi perusahaan dalam menawarkan suatu
produk, perusahaan harus menetapkan manfaat-manfaat apa yang dapat diberikan produkproduk kepada konsumen.
Kotler
dan
Armstrong
(2004)
menyatakan
bahwa
”atribut
produk
adalah
pengembangan suatu produk atau jasa melibatkan penentuan manfaat yang akan diberikan.”
Manfaat-manfaat tersebut disampaikan oleh atribut produk yang berwujud seperti
mutu/kualitas produk, ciri produk, dan desain produk yang dapat menentukan tingkat
kepuasan konsumen. Konsumen mencoba untuk memuaskan suatu kebutuhan (need)
dengan cara mencari beberapa manfaat (benefit) dari produk. Konsumen melihat sebuah
produk sebagai kumpulan atribut (bundle of atributes) dengan kemampuan yang berbedabeda dalam memberikan manfaat yang dicari dan memuaskan kebutuhannya. Atribut yang
menarik bagi pembeli berbeda-beda untuk setiap produk. Konsumen membedakan atribut
produk yang dicarinya sebagai relevan atau menonjol. Mereka akan membayar satu yang
paling menarik perhatian yang akan memberikan manfaat yang dicari. Keputusan mengenai
atribut ini sangat mempengaruhi reaksi pelanggan terhadap produk yang dikeluarkan
perusahaan.
Pengertian atribut produk menurut Fandy Tjiptono (2001) adalah “unsur-unsur
produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan sebagai dasar pengambilan
17
keputusan”. Atribut produk meliputi merek, kemasan, jaminan (garansi), pelayanan, dan
sebagainya.
Menurut Kotler (2004) “Atribut produk adalah karakteristik yang melengkapi fungsi
dasar produk”. Atribut produk meliputi merek (brand), pembungkusan (packaging), label,
garansi atau jaminan (warranty) dan produk tambahan (service). Atribut dapat dipandang
secara obyektif (fisik produk) maupun secara subyektif (pandangan konsumen). Atribut fisik
belum tentu searah dengan atribut menurut pandangan konsumen.
Bilson Simamora (2001) mendefinisikan bahwa “Atribut produk adalah segala
sesuatu yang melekat pada produk dan menjadi bagian dari produk itu sendiri”. Dalam hal ini
produsen harus mampu untuk memberikan ingatan yang kuat dan mendalam pada produk
yang dihasilkan, hanya dengan melihat produk tersebut atau hanya dengan mendengar
nama produk tersebut.
Pada hakekatnya, konsumen membeli suatu produk bukan didasarkan pada bentuk
fisik produk itu semata, tetapi lebih dikarenakan manfaat yang ditimbulkan dari produk yang
dibelinya tersebut. Pasar untuk suatu produk dapat sering begitu segmented mengacu pada
atribut yang menonjol untuk kelompok konsumen yang berbeda. Keputusan mengenai
atribut ini sangat mempengaruhi reaksi konsumen terhadap suatu produk. Suatu atribut
produk yang baik akan dapat menarik perhatian konsumen. Bila perhatian dan minat
konsumen telah muncul, maka ada kemungkinan konsumen akan membeli produk tersebut.
Produk adalah semua yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan,
dimiliki, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan
pemakainya. Produk tidak hanya terdiri dari barang yang berwujud, tapi definisi produk yang
lebih luas meliputi objek fisik, jasa, kegiatan, orang, tempat, organisasi, ide atau campuran
dari hal-hal tersebut (Kotler & Armstrong, 2003).
Menurut Copley (2004) sebagaimana dikutip oleh Tony Kent, Reva Berman Brown
(2006), produk atau jasa dipasarkan melalui fitur-fitur, kualitas, manfaat dan kuantitasnya.
18
Produk adalah sesuatu yang dapat dijual. Produk lebih dari sekumpulan sederhana
fitur yang nyata, produk adalah sekumpulan manfaat yang dapat memenuhi kebutuhankebutuhan konsumen (Jonathan Ivy, 2008).
Palmer (2004) mendefinisikan produk sebagai keseluruhan konsep objek atau proses
yang memberikan sejumlah nilai manfaat kepada konsumen. Pembahasan tentang produk
berarti yang menjadi fokus utamanya adalah kualitas. Pemasar harus dapat mengembangkan
value tambahan dari produknya selain dari fitur utamanya agar dapat dibedakan dari produk
pesaing.
2.1.3.1. Tingkatan Produk
Dalam merencanakan produk, perlu dipikirkan terlebih dahulu tingkatan dari produk
tersebut. Menurut Kotler & Armstrong (2001), produk dapat dibagi menjadi tiga tingkatan :
1. Produk Inti (Core Product), adalah tingkat paling dasar yang terdiri dari manfaat
inti untuk pemecahan masalah yang dicari konsumen ketika mereka membeli
produk atau jasa. Langkah pertama pemasar dalam merancang produk adalah
mendefinisikan manfaat inti yang akan disediakan produk ke konsumen.
2. Produk Aktual (Actual Product), adalah produk yang berada disekitar produk inti.
Produk aktual mungkin mempunyai lima karakteristik, yaitu tingkat kualitas, fitur,
rancangan, nama merek, dan kemasan.
3. Produk Tambahan, yaitu adalah produk yang berada di sekitar produk inti dan
produk aktual dengan menawarkan jasa dan manfaat tambahan bagi konsumen.
19
Pemasangan
Pengemasan
Pengiriman
dan kredit
Sifat
Nama
merek
Manfaat atau
Jasa inti
Jasa
Purna jual
Rancangan
Tingkat Mutu
Garansi
Gambar 2.1
Tiga Tingkatan Produk
Sumber : Kotler & Armstrong (2001)
Gambar 2.2 Tiga Tingkatan Produk
Sedangkan menurut Komaruddin (2003) menggolongkan produk menjadi beberapa
jenis yaitu :
1. Convenience Goods
Merupakan produk konsumsi harian yang banyak dibeli konsumen tanpa banyak
upaya untuk membandingkan dengan produk lain yang serupa. Ciri produk ini
adalah harganya yang murah dan habis sekali pakai. Produk ini sebaiknya
tersedia dalam jumlah besar dan terdapat di tempat-tempat yang mudah dicapai
konsumen seperti di toko-toko eceran. Contoh produk ini yaitu shampoo, sabun
dan pensil.
20
2. Shopping Goods
Merupakan produk yang dibeli konsumen setelah melalui pemikiran atau
pertimbangan yang matang. Produk ini tidak dibeli setiap hari, namun karena
pentingnya, seringkali konsumen sanggup menempuh perjalanan jauh untuk
memperolehnya. Konsumen shopping goods pada umumnya tidak memiliki
loyalitas merek, karena tujuan mereka berbelanja adalah untuk membandingbandingkan mutu, model dan harga dari berbagai penawaran, sehingga mereka
dapat memperoleh produk yang sesuai dengan keinginan. Contoh produk ini
yaitu perhiasan atau barang-barang antik.
3. Specialty Goods
Merupakan produk yang memiliki tanda-tanda dan identitas istimewa yang dibeli
oleh kelompok konsumen khusus. Pembelian produk khusus tidak dilakukan
dengan cara membanding-bandingkan dengan produk lainnya, karena konsumen
telah mengetahui produk yang dibutuhkannya. Produk ini dijual di toko-toko
khusus (specialty store). Contoh produk ini yaitu mobil mewah.
4. Unsought Goods
Merupakan jenis produk yang tidak dicari oleh konsumen, dan seperti halnya
convenience goods, konsumen hanya mempunyai upaya yang sedikit untuk
memperoleh produk ini. Contoh produk ini yaitu keranda, peti mati, batu nisan
dan kain kafan.
2.1.3.2. Daur Hidup Produk (Product Life Cycle)
Setiap produk bergerak di pasar melalui suatu daur kehidupan. Tahapan-tahapan
dalam daur kehidupan produk tersebut mempunyai implikasi bagi pembuatan keputusan
marketing. Menurut Komaruddin (2003) tahapan daur hidup produk meliputi :
21
1. Tahapan Pengenalan Produk (Introduction)
Tahapan pengenalan produk merupakan periode pertama bagi perusahaan untuk
menghadirkan produk di pasar. Tahapan ini secara relatif bergerak dengan
lamban dan dengan laba yang kecil, bahkan mungkin merugi. Hal ini disebabkan
oleh kenyataan bahwa umumnya biaya untuk memulainya sangat besar,
sedangkan dengan penjualan yang belum seberapa tidak mampu menciptakan
skala ekonomi yang mencukupi. Pada tahap ini upaya manajemen untuk
menciptakan program-program marketing yang memungkinkan produk itu dapat
bertahan dan mendapatkan pembeli dan pertambahan laba sangat dibutuhkan.
2. Tahapan Pertumbuhan Pasar (Growth)
Setelah perusahaan dapat melewati tahap pengenalan produk, tahap selanjutnya
adalah tahap pertumbuhan. Pada tahap ini digambarkan jumlah penjualan
cenderung meningkat dengan cepat. Pada tahapan ini perusahaan mulai dapat
menikmati sejumlah laba.
3. Tahapan Kematangan Pasar (Mature)
Tahapan kematangan memiliki ciri, yaitu produk yang dipasarkan menjadi
terkenal, penjualan terus menerus meningkat, namun perusahaan bergerak
dengan tingkat pertumbuhan yang menurun. Oleh sebab persaingan semakin
keras,
maka
perusahaan
harus
memutuskan
apakah
manajemen
akan
menurunkan harga atau menaikkan upaya promosi.
4. Tahapan Pasar Jenuh (Saturated)
Pada tahapan ini tampak bahwa puncak pasar telah tercapai dan gejala-gejala
penurunan mulai terlihat dengan jelas. Hanya terdapat sedikit pelanggan baru
yang membeli produk. Pengulangan pesanan nyaris tidak muncul di pasar.
Penurunan totalitas penjualan tidak dapat dihindarkan kecuali produk dapat
diperbaiki atau pemanfaatan baru ditemukan atau dikembangkan.
22
5. Tahapan Penurunan Pasar (Decline)
Tahapan penurunan pasar merupakan tahapan terakhir dalam daur kehidupan
produk. Selama tahapan akhir ini penjualan akan semakin cepat merosot. Produk
baru menggantikan penjualan produk lama.
2.1.3.3.
Kelas Produk Menurut Jenis Konsumen Yang Menggunakan
Menurut Kotler dan Armstrong (2004), produk dibagi menjadi dua kelas menurut
jenis konsumen yang menggunakannya, yaitu :
1. Produk konsumen
Produk konsumen adalah produk yang dibeli konsumen akhir untuk konsumsi pribadi.
Pemasar mengklasifikasikan produk konsumen ini menurut cara membeli konsumen yang
meliputi:
-
Produk sehari-hari adalah produk yang biasanya sering dan cepat dibeli oleh
pelanggan dan disertai dengan usaha yang sedikit dalam membandingkan dan
membeli. Misalnya sabun, koran dan fast food.
-
Produk shopping adalah produk konsumen dimana konsumen dalam proses
menyeleksi dan membeli biasanya membandingkannya berdasarkan pada kecocokan,
kualitas, harga dan gaya. Contohnya pakaian dan mobil.
-
Produk spesial adalah produk konsumen dengan karakteristik unik atau identifikasi
merk yang dicari oleh kelompok pembeli tertentu, sehingga mereka mau
mengeluarkan usaha khusus untuk memperolehnya. Contohnya merk dan jenis mobil
tertentu.
-
Produk yang tidak dicari adalah produk konsumen dimana keberadaannya tidak
diketahui atau jika diketahui oleh konsumenpun, tidak terpikir oleh mereka untuk
membelinya. Contohnya asuransi jiwa dan donor darah untuk palang merah.
23
2. Produk industri
Produk industri adalah produk yang dibeli untuk pemrosesan lebih lanjut atau
penggunaan yang terkait dengan bisnis. Tiga kelompok produk industri ini, yaitu :
-
Bahan dan suku cadang meliputi bahan baku, bahan manufaktur dan suku cadang
-
Bahan modal adalah produk industri yang membantu produksi atau operasi
pembelian, termasuk pemasangan dan peralatan tambahan. Misalnya pembelian
pabrik dan peralatannya.
-
Perlengkapan dan jasa meliputi perlengkapan operasi dan alat-alat perbaikan dan
pemeliharannya.
2.1.3.4.
Strategi Produk
Menurut Tjiptono (2002), secara garis besar strategi produk dapat dikelompokkan
menjadi 8 jenis atau kategori, yaitu :
1. Strategi positioning produk
Yaitu
strategi
positioning
merupakan
strategi
yang
berusaha
menciptakan
diferensiasi yang unik dalam benak pelanggan sasaran, sehingga terbentuk citra
(image) merk atau produk yang lebih unggul dibandingkan merk / produk pesaing.
2. Strategi repositioning produk
Yaitu strategi ini dilaksanakan dengan cara meninjau kembali posisi produk dan
bauran pemasaran saat ini, serta berusaha mencari posisi baru yang lebih tepat bagi
produk tersebut.
3. Strategi overlap produk
Yaitu strategi ini adalah strategi pemasaran yang menciptakan persaingan terhadap
merk tertentu milik perusahaan sendiri.
24
4. Strategi lingkup produk
Yaitu strategi ini berkaitan dengan perspektif terhadap bauran produk suatu
perusahaan, misalnya jumlah lini produk dan banyaknya item dalam setiap lini yang
ditawarkan.
5. Strategi desain produk
Yaitu strategi ini berkaitan dengan tingkat standardisasi produk.
6. Strategi eliminasi produk
Yaitu strategi eliminasi produk dilaksanakan dengan jalan mengurangi komposisi
portofolio produk yang dihasilkan unit bisnis perusahaan, baik dengan cara
memangkas
jumlah
produk
dalam suatu
rangkaian/lini
atau
dengan jalan
melepaskan suatu divisi atau bisnis.
7. Strategi produk baru
Dalam strategi produk baru terdapat 3 alternatif, yaitu penyempurnaan atau
modifikasi produk, produk imitasi/tiruan, dan inovasi produk.
8. Strategi diversifikasi
Diversifikasi adalah upaya mencari dan mengembangkan produk atau pasar yang
baru atau keduanya, dalam rangka mengejar pertumbuhan, peningkatan penjualan,
profitabilitas, dan flesibilitas.
Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2004), untuk mengembangkan produk
diperlukan strategi-strategi yangharus dilakukan oleh suatu perusahaan yaitu:
1. Kualitas produk
Kualitas produk adalah salah satu alat utama untuk positioning bagi pemasar.
Kualitas memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja produk atau jasa, hal ini
sangat berhubungan dengan nilai dan kepuasan pelanggan. Kualitas produk ini
memiliki dua dimensi, yaitu tingkat dan konsistensi. Dalam pengembangan suatu
produk, pemasar awalnya harus memilih tingkat kualitas yang akan mendukung
25
posisi di pasar sasaran. Di sini, kualitas produk berarti kualitas kinerja- kemampuan
dari suatu produk untuk melaksanakan fungsinya.
2. Fitur produk
Sebuah produk dapat ditawarkan dengan beraneka macam fitur. Sebuah model
“polos”, yaitu produk tanpa tambahan apapun, adalah titik awal. Perusahaan dapat
menciptakan model dengan tingkat yang lebih tinggi dengan menambahkan
beberapa fitur. Fitur adalah alat bersaing untuk membedakan produk perusahaan
dengan produk pesaing. Menjadi produsen pertama yang memperkenalkan fitur baru
yang dibutuhkan dan bernilai adalah salah satu cara paling efektif untuk bersaing.
3. Rancangan dan gaya produk (Desain produk)
Cara lain untuk menambah nilai pelanggan adalah melalui rancangan produk yang
berbeda dengan yang lain. Rancangan adalah konsep yang lebih luas dibandingkan
dengan gaya.
Gaya hanya menguraikan penampilan produk. Gaya dapat mencolok mata dan
menarik perhatian tetapi tidak begitu saja membuat produk ini melakukan kinerja
lebih baik. Tidak seperti gaya, rancangan yang memberi kontribusi pada kegunaan
suatu produk seperti
juga penampilannya. Rancangan yang baik dapat menarik
perhatian, meningkatkan kinerja produk, mengurangi biaya produk, dan memberikan
keunggulan bersaing yang kuat di pasaran. Karena banyak produk baru yang gagal,
perusahaan tertarik untuk mempelajari bagaimana meningkatkan kemungkinan
sukses produk baru. Salah satunya adalah dengan mengidentifikasi produk baru
yang sukses dan menemukan apa persamaan yang dimiliki produk-produk ini. Pada
dasarnya, untuk menciptakan produk baru yang sukses, sebuah perusahaan harus
memahami pelanggan, pasar dan pesaingnya serta mengembangkan produk-produk
yang menyampaikan nilai superior kepada pelanggan (Kotler dan Armstrong, 2004).
26
Berdasarkan uraian diatas maka indikator atribut poduk dalam penelitian ini adalah
kualitas produk, fitur produk, dan desain produk
2.1.4. Brand Trust (Kepercayaan Terhadap Merek)
Menurut Delgado (2003), kepercayaan merek (Brand Trust) adalah perasaan aman
yang dimiliki konsumen akibat dari interaksinya dengan sebuah merek, yang berdasarkan
persepsi bahwa merek tersebut dapat diandalkan dan bertanggung jawab atas kepentingan
dan keselamatan dari konsumen.
Sementara Lau dan Lee (dalam Tjahyadi, 2006) berpendapat bahwa kepercayaan
pelanggan terhada merek (brand trust) adalah sebagai keinginan pelanggan untuk bersandar
pada sebuah merek dengan resiko-resiko yang dihadapi karena ekspektasi terhadap merek
itu akan menyebabkan hasil yang positif.
2.1.4.1. Dimensi Brand Trust
Kepercayaan merek adalah harapan akan kehandalan dan intensi baik merek.
Berdasarkan definisi ini kepercayaan merek merefleksikan 2 komponen penting yaitu:
a. Brand reliabity atau kehandalan merek yang bersumber pada keyakinan
konsumen bahwa produk tersebut mampu memenuhi nilai yang dijanjikan atau
dengan kata lain persepsi bahwa suatu merek tersebut mampu memenuhi
kebutuhan dan memberikan kepuasan. Brand reliabilty merupakan hal yang
esensial bagi terciptanya kepercayaan terhadap merek karena kemampuan merek
memenuhi nilai yang dijanjikannya akan membuat konsumen menaruh rasa yakin
akan kepuasan yang sama di masa depan.
b. Brand intention didasarkan pada keyakinan konsumen bahwa merek tersebut
mampu mengutamakan kepentingan konsumen ketika masalah dalam konsumsi
produk muncul secara tidak terduga. Kedua komponen kepercayaan merek
27
bersandar pada penilaian konsumen yang subyektif atau didasarkan pada
beberapa persepsi yaitu:
a)
Menurut Delgado (2003) Persepsi konsumen terhadap manfaat yang
dapat diberikan produk/merek.
b) Sedangkan menurut Walzuch (2001) dan Teltzrow et.al (2007) Persepsi
konsumen akan reputasi merek, persepsi konsumen akan kesamaan
kepentingan dirinya dengan penjual, dan persepsi mereka pada sejauh
mana konsumen dapat mengendalikan penjual dan persepsi.
2.1.4.2. Faktor yang Mempengaruhi Brand Trust
Menurut Lau dan Lee (1999), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kepercayaan
terhadap merek. Ketiga faktor ini berhubungan dengan tiga entitas yang tercakup dalam
hubungan antara merek dan konsumen. Adapun ketiga faktor tersebut ialah merek itu
sendiri,
perusahaan
pembuat
merek,
dan
konsumen.
Selanjutnya
Lau
dan
Lee
memproposisikan bahwa kepercayaan terhadap merek akan menimbulkan loyalitas merek.
Hubungan ketiga faktor tersebut dengan kepercayaan merek dapat digambarkan sebagai
berikut :
a. Brand charateristic mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan
pengambilan keputusan konsumen untuk mempercayai suatu merek. Hal ini
disebabkan oleh konsumen melakukan penilaian sebelum membeli. Karakteristik
merek yang berkaitan dengan kepercayaan merek meliputi dapat diramalkan,
mempunyai reputasi, dan kompeten.
b. Company charateristic yang ada dibalik suatu merek juga dapat mempengaruhi
tingkat kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut. Pengetahuan konsumen
tentang perusahaan yang ada dibalik merek suatu produk merupakan dasar awal
pemahaman konsumen terhadap merek suatu produk. Karakteristik ini meliputi
28
reputasi suatu perusahaan, motivasi perusahaan yang diinginkan, dan integritas
suatu perusahaan.
c. Consumer - Brand charateristic merupakan dua kelompok yang saling
mempengaruhi.
Oleh
sebab
itu
karakteristik
konsumen
-
merek
dapat
mempengaruhi kepercayaan terhadap merek. Karakteristik ini meliputi kemiripan
antara konsep emosional konsumen dengan kepribadian merek, kesukaan
terhadap merek, dan pengalaman terhadap merek.
Konsep diri merupakan totalitas pemikiran dan perasaan individu dengan acuan
dirinya sebagai objek sehingga seringkali dalam konteks pemasaran dianalogkan merek sama
dengan orang. Suatu merek dapat memiliki kesan atau kepribadian. Kepribadian merek ialah
asosiasi yang terkait dengan merek yang diingat oleh konsumen dan konsumen dapat
menerimanya. Konsumen seringkali berinteraksi dengan merek seolah-olah merek tersebut
adalah manusia. Dengan demikian, kesamaan antara konsep diri manusia dengan
kepribadian merek sangat berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap merek
tersebut. (Gede Riana, 2008)
Penelitian tentang kepercayaan oleh Lau dan Lee (2000) menyatakan bahwa variabel
itu menjadi variabel mediasi antara brand predictability, kesukaan terhadap merek,
kompetensi merek, reputasi merek dan kepercayaan terhadap perusahaan dengan variabel
loyalitas terhadap merek. Kepercayaan konsumen dalam literature marketing merupakan
konsep yang terkait dengan persepsi konsumen. Namun, konsep ini masih terbatas
referensinya. Salah satu penjelasan teoritis tentang kepercayaan terhadap merek adalah
yang dikemukakan oleh Assael (1998), dimana kepercayaan terhadap merek adalah
komponen kognitif dari perilaku.
Kepercayaan dan loyalitas konsumen pada suatu merek tidak terlepas dari tingkat
keterlibatan konsumen terhadap produk tersebut. Pada kondisi yang high involvement,
konsumen lebih membutuhkan informasi, evaluasi merek dan proses perbandingan antar
29
merek untuk menghindari resiko dan mengurangi kegagalan kinerja suatu produk. Pada
kondisi yang low involvement, konsumen juga melakukan pencarian informasi, namun
proses tersebut dilakukan secara terbatas dan evaluasi terhadap merek kadang bisa tidak
dilakukan. Dengan demikian pertimbangan yang matang merupakan faktor penentu
terbentuknya kepercayaan pada merek dan loyalitas merek. Kepercayaan konsumen dapat
juga terbentuk melalui pesan iklan yang jujur dan tidak bersifat deceptive (memperdaya).
(Utama Diosi Budi, 2007)
Menurut Deutsch (dalam Lau dan Lee, 2000), kepercayaan adalah harapan dari
pihak-pihak dalam sebuah transaksi dan resiko yang terkait dengan perkiraan dan perilaku
terhadap harapan tersebut. Assael (1998) mengemukakan bahwa dalam mengukur
kepercayaan terhadap merek diperlukan penentuan atribut dan keuntungan dari sebuah
merek. Pembahasan tentang kepercayaan terhadap merek akan lebih lengkap dengan
menjelaskan tentang 3 komponen sikap :
1. Kepercayaan sebagai komponen kognitif. Kepercayaan konsumen tentang merek
adalah karakteristik yang diberikan konsumen pada sebuah merek. Seorang
pemasar harus mengembangkan atribut dan keuntungan dari produk untuk
membentuk kepercayaan terhadap merek ini.
2. Komponen afektif, evaluasi terhadap merek. Sikap konsumen yang kedua adalah
evaluasi terhadap merek. Komponen ini mereprensentasikan evaluasi konsumen
secara keseluruhan terhadap sebuah merek. Kepercayaan konsumen terhadap
sebuah merek bersifat multi dimensional karena hal itu diterima di benak
konsumen.
3. Komponen konatif, niat melakukan pembelian. Komponen ketiga dari sikap adalah
dimensi konatif yaitu kecenderungan konsumen untuk berperilaku terhadap objek,
dan hal ini diukur dengan niat untuk melakukan pembelian. Menurut Gurviez dan
30
Korchia (2003) ada beberapa hal yang dapat diidentifikasi dari variabel
kepercayaan, yaitu:
a. Kepercayaan dan komitmen merupakan variabel yang terpenting dan
strategis untuk menjaga hubungan jangka panjang antar partner industri
dan bisnis.
b. Penjelasan dari variabel kepercayaan dan komitmen dalam hubungan
antara perusahaan dan konsumen, memberikan suplemen pada teori
ekonomi khususnya tentang biaya transaksi.
c.
Kesulitan terbesar dalam mengkonsepsikan kepercayaan adalah pada
dasar kognitif maupun afektif.
Penelitian yang dilakukan Tezinde et al (2001) membuktikan bahwa kepercayaan,
komitmen dan kepuasaan akan mempengaruhi hubungan dengan konsumen dan loyalitas.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Brand Trust merupakan suatu respon konsumen akibat
penggunaan suatu merek dimana konsumen mendapatkan efek kognitif yaitu kepercayaan
dari pengalaman mengkonsumsi.
31
Kerangka kepercayaan konsumen pada merek, ialah:
Involvement
(Keterlibatan)
Karakteristik Merek
Reputasi merek
Prediktabilitas merek
Komepetensi merek
Karakteristik
Perusahaan
Kepercayaan terhadap
Perusahaan
Reputasi Perusahaan
Kepercayaan
terhadap merek
(trust in abrand)
Loyalitas merek
(Brand Loyalty)
Karakteristik merekkonsumen
Kesesuaian antara konsep
diri
Konsumen dan merek
Kesukaan terhadap merek
Dukungan peer
Kepuasan terhadap merek
Sumber: Lau dan Lee (1999)
Gambar 2.3 Consumer Trust in a Brand
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa brand trust atau
kepercayaan konsumen terhadap merek adalah perasaan aman yang dimiliki para pelanggan
akibat dari interaksinya dengan sebuah perusahaan. Indikator dari brand trust adalah brand
reability dan brand intention
32
2.1.5. Keputusan Pembelian
Menurut
Olson
(2002),
“Pengambilan
keputusan
konsumen
adalah
proses
pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih
perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Hasil dari proses pengintegrasian ini
adalah suatu pilihan yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berperilaku”.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2007), “Keputusan pembelian konsumen adalah
seleksi terhadap dua pilihan atau lebih. Dengan perkataan lain, pilihan alternatif harus
tersedia bagi seseorang ketika mengambil keputusan”.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
keputusan pembelian konsumen adalah suatu proses yang melibatkan konsumen dalam
mengenali kebutuhannya, pencarian informasi, evaluasi alternatif lain, hingga pengambilan
keputusan untuk membeli suatu produk yang sesuai kebutuhannya tersebut.
2.1.5.1. Tahap Pengambilan Keputusan Pembelian
Perilaku konsumen yang teramati dari perilaku pembelian konsumen merupakan salah
satu tahap dari proses pembuatan atau pengambilan keputusan konsumen (consumer
decision making). Proses pengambilan keputusan konsumen meliputi serangkaian kegiatan
mulai dari identifikasi kebutuhan/masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan
pembelian dan evaluasi perilaku pasca pembelian. Proses tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut :
Sumber : Kotler (2005)
Gambar 2.4 Tahap Pengambilan Keputusan
33
Tahap-tahap pengambilan keputusan pembelian tersebut menurut Kotler (2005),
adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi Masalah
Proses pembelian dimulai pada saat pembeli mengenali sebuah masalah atau
kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh stimulus internal atau
eksternal. Dalam kasus pertama, salah satu kebutuhan dasar seseorang, misalnya
lapar, haus. Dalam kasus kedua, kebutuhan ditimbulkan oleh rangsangan
eksternal.
Pencarian Informasi Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong
untuk mencari informasi lebih banyak. Melalui pengumpulan informasi, konsumen
mengetahui tentang merek-merek yang ada dan keistimewaan dari tiap merek
tersebut.
b. Evaluasi Alternatif
Beberapa konsep dasar akan membantu dalam memahami proses evaluasi
konsumen: pertama, konsumen akan berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua,
konsumen mencari manfaat yang akan diperoleh dari solusi produk yang
ditawarkan. Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai
sekumpulan atribut dengan kemampuan berbeda-beda dalam memberikan
manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Konsumen akan
memberikan perhatian terbesar kepada atribut yang mampu memberi manfaat
yang dicarinya.
c.
Keputusan Pembelian
Pada saat hendak memutuskan pilihan pembeliannya, terdapat dua faktor antara
niat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain.
Faktor kedua ialah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat mengubah
niat pembelian. Faktor pertama, sikap orang lain seperti: (1) intensitas sikap
34
negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai oleh konsumen, dan (2)
motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain.
d. Perilaku Pasca Pembelian
Setelah
membeli
produk,
konsumen
mengalam
level
kepuasan
atau
ketidakpuasan tertentu. Para pemasar harus memantau kepuasan pasca
pembelian, tindakan pasca pembelian, pemakaian produk pasca pembelian.
Kepuasan
atau
ketidakpuasan
konsumen
terhadap
suatu
produk
akan
mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jika konsumen puas, ia akan menunjukkan
loyalitas produk tersebut lebih tinggi. Para pelanggan yang tidak puas akan
bereaksi sebaliknya.
2.1.5.2. Model Pengambilan Keputusan Pembelian
Schiffman dan Kanuk (2007) mendefinisikan suatu keputusan sebagai pemilihan
suatu tindakan dari dua atau lebih alternatif pilihan. Seorang konsumen yang hendak
melakukan pemilihan haruslah memiliki pilihan alternatif karena jika tidak maka hal tersebut
bukanlah situasi konsumen melakukan keputusan. Suatu keputusan tanpa pilihan disebut
sebagai sebuah Hobson’s Choice.
Pembahasan mengenai keputusan pembelian dapat lebih jelas melalui sebuah model
yang memberikan gambaran menyeluruh mengenai keberadaan variabel-variabel penentu,
termasuk kegiatan-kegiatan konsumen dalam mencapai kesimpulan terbaiknya. Berikut
adalah model keputusan pembelian menurut Schiffman dan Kanuk, pada gambar sebagai
berikut:
35
Sumber: Schiffman dan Kanuk (2007)
Gambar 2.5 Model Pengambilan Keputusan Pembelian
Gambar diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Model tersebut di atas mempunyai tiga komponen utama yaitu: input, proses, dan
output, yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Input
Faktor-faktor dari luar yang terdiri dari bauran pemasaran (product, promotion,
price, place, dan channels of distribution) dan faktor sosial budaya.
Bauran pemasaran untuk memberi informasi, menjangkau konsumen, dan
mendorong keputusan pembelian oleh konsumen. Faktor sosial budaya meliputi:
keluarga, sumber informal, sumber non komersial, kelas sosial, dan sub-budaya
yang memberi pengaruh bagaimana konsumen melakukan evaluasi dalam
menerima atau menolah produk atau perusahaan.
2. Proses
Proses keputusan pembelian dipengaruhi unsur psikologis yang menentukan tipe
pembelian yang mereka buat, seperti: motivasi, persepsi, belajar, dan sikap.
36
a. Adanya Kebutuhan (Need Recognition)
Kesenjangan antara
keadaan
fluktual
dengan keadaan
yang
diinginkan konsumen. Kebutuhan ini dapat dirasakan baik melalui
rangsangan dari luar maupun dari dalam diri konsumen, seperti rasa
lapar dan haus.
b. Pencarian informasi sebelum pembelian (Prepurchase Search)
Informasi dibutuhkan sebagai alat pertimbangan pada berbagai
alternatif yang ada. Informasi tersebut dikumpulkan guna memperoleh
informasi sebanyak mungkin mengenai berbagai persamaan.
c.
Informasi Alternatif (Alternative of Information)
Perbandingan dari berbagai alternatif yang tersedia sehingga
diperoleh yang terbaik. Dengan:
Membuat kriteria untuk digunakan dalam pembelian, yakni sifat-sifat
produk yang penting sebagai acuan dalam memilih produk tersebut.
Sumber: Schiffman dan Kanuk (2007)
Gambar 2.6 Rangkaian Merek Yang Diminati Dalam Kelas
Produk Tertentu
37
3. Output
Perilaku setelah pengambilan keputusan yang terdiri dari perilaku pembelian dan
evaluasi pasca pembelian.
a. Pembelian (Purchase)
Terdapat dua jenis pembelian yaitu pembelian coba-coba (trial purchase)
dan pembelian ulang (repeat purchase). Pembelian coba-coba merupakan awal
dari konsumen melakukan hubungan dengan produk maupun perusahaan,
sedangkan pembelian ulang menunjukkan pembelian yang terjadi setelah
konsumen mempunyai pengalaman dengan produk atau perusahaan sebagai
indikasi adanya kepercayaan atau kepuasan.
b. Evaluasi setelah pembelian (Post Purchase Evaluation)
Penilaian terhadap pembelian yang telah dilakukan dari terpenuhinya
kebutuhan, keinginan dan harapan. Penilaian ini menimbulkan rasa puas atau
tidak puas konsumen.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
keputusan pembelian adalah Saat dimana konsumen memutuskan untuk membeli atau tidak
produk yang bersangkutan dan membuat keputusan pemesanan yang berhubungan dengan
pembelian. Adapun indikator keputusan pembelian dalam penelitian ini adalah keputusan
pembelian dan perilaku pasca pembelian
2.1.6
Pengaruh Corporate Image ke Brand Trust
Karakteristik perusahaan juga dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan pelanggan
pada sebuah merek. Pengetahuan konsumen terhadap perusahaan kemungkinan akan
mempengaruhi penilaiannya terhadap merek perusahaan. Karakteristik perusahaan yang
berpengaruh terhadap kepercayaan pelanggan pada sebuah merek adalah kepercayaan
38
pelanggan terhadap perusahaan, reputasi perusahaan, motif-motif dari perusahaan yang
dipersepsikan, dan integritas perusahaan yang dipersepsikan (Lau dan Lee, 1999)
a. Trust in the Company
Dalam kasus perusahaan dan mereknya, perusahaan merupakan entitas terbesar
dan merek merupakan entitas terkecil dari entitas terbesar tersebut. Sehingga,
pelanggan yang percaya terhadap perusahaan kemungkinan percaya terhadap
mereknya.
b. Company Reputation
Ketika pelanggan mempersepsikan opini orang lain bahwa perusahaan dikenal adil
dan jujur, maka pelanggan akan merasa lebih aman dalam memperoleh dan
menggunakan merek perusahaan. Dalam konteks saluran pemasaran, ketika
perusahaan dinilai memiliki reputasi yang baik, maka pelanggan kemungkinan besar
akan percaya pada pengecer dan vendor (Anderson dan Weitz, 1992).
c.
Company Perceived Motives
Remple, Holmer, dan Zanna (1985) menemukan bahwa motif-motif dari partner
pertukaran yang dipersepsikan akan mempengaruhi kepercayaan terhadap partner
tersebut. Menurut Doney dan Cannon (1997), intentionality merupakan cara yang
mana kepercayaan dibangun dalam hubungan antara penjual dan pembeli. Sama
halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Jones et al., (1975), dalam Lau dan
Lee (1999), benevolence of motives merupakan faktor penting dalam suatu
hubungan. Dalam konteks merek, ketika pelanggan mempersepsikan suatu
perusahaan layak dipercaya dan bertindak sesuai dengan kepentingan mereka, maka
pelanggan akan mempercayai merek perusahaan.
39
d. Company Integrity
Integritas
perusahaan
merupakan
persepsi
pelanggan
yang
melekat
pada
sekumpulan dari prinsip-prinsip yang dapat diterima. Perusahaan yang memiliki
integritas tinggi tergantung pada konsistensi dari tindakannya di masa lalu,
komunikasi yang akurat tentang perusahaan dari kelompok lain, keyakinan bahwa
perusahaan memiliki sense of justice yang kuat, serta tindakannya sesuai dengan
janji-janjinya. Jika perusahaan dipersepsikan memiliki integritas tersebut, maka
kemungkinan merek perusahaan akan dipercaya oleh pelanggan (Lau dan Lee,
1999).
Karakteristik
dari
perusahaan
yang
mengelola
suatu
merek
juga
dapat
mempengaruhi sejauh mana kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut. Pengetahuan
seorang konsumen mengenai perusahaan yang mengelola suatu merek cendurung
mempengaruhi penilaian mereka terhadap merek tersebut. Karakteristik perusahaan yang
diajukan untuk mempengaruhi kepercayaan konsumen dalam merek adalah kepercayaan
konsumen terhadap perusahaan, reputasi perusahaan (Yamagishi and Yamagishi, 1994),
motif yang dipandang perusahaan (Scheer and Steenkamp, 1995) serta integritas yang
dipandang perushaan. Dalam kejadian dimana perusahaan yang mengelola suatu merek
tidak diketahui, merek mungkin akan “dilembagakan”, dan dan konsumen mungkin memiliki
gambaran mental pada perusahaan dan gambaran mental ini dapat mempengaruhi sikap dan
perilaku terhadap merek. Trust in the Company (Kepercayaan dalam Perusahaan). Ketika
sebuah entitas dipercaya, entitas-entitas kecil yang menjadi anggotanya juga dipercaya,
sebab mereka “berasal” dari entitas yang lebih besar. Dalam hal perushaan dan merek,
perusahaan merupakan entitas yang lebih besar sedangkan merek merupakan entitas yang
lebih kecil dibawahnya. Dengan demikian, konsumen yang menempatkan kepercayaan pada
sebuah perusahaan cenderung mempercayai mereknya.
40
•
Pengaruh Corporate Image ke Keputusan Pembelian
Robertson dan Gatignon (1986) lebih lanjut mengemukakan bahwa citra perusahaan
membantu memfasilitasi pengetahuan konsumen terhadap produk atau jasa yang
ditawarkan oleh sebuah perusahaan tertentu dan mengurangi ketidakpastian
sementara membuat keputusan membeli. Konsumen diarahkan untuk membeli
komoditas dari sebuah perusahaan dengan citra perusahaan yang baik untuk
mengurangi risiko mereka. Nguyen dan Leblanc (2001) menemukan bahwa citra
perusahaan dikaitkan dengan konstitusi perusahaan dan sifat perilaku. Misalnya,
nama perusahaan, membangun perusahaan, dan kualitas produk atau layanan dapat
memperkuat kesan pelanggan pada perusahaan
Salah satu Faktor yang mempengaruhi citra perusahaan adalah harapan masyarakat
yang semakin berkembang bahwa korporasi harus bertanggung jawab secara sosial.
Banyak konsumen saat ini mempertimbangkan citra lingkungan dan sosial
perusahaan dalam membuat keputusan pembelian mereka. Beberapa perusahaan
telah mengakui kenyataan ini dan menuai manfaat luar biasa dengan melakukan
sendiri secara sosial dan lingkungan secara bertanggung jawab. Beberapa
perusahaan bertindak keluar dari altruisme asli, sementara yang lain bertindak keluar
dari pengakuan sederhana dari manfaat bisnis dari perilaku tersebut.
•
Pengaruh Atribut Produk ke Brand Trust
Pada tingkat dasar, kepercayaan merek hanyalah kepercayaan konsumen terhadap
merek tertentu. Merek kepercayaan memahami bahwa nilai merek dapat dibuat dan
dikembangkan dengan manajemen dari beberapa aspek yang melampaui kepuasan
konsumen dengan kinerja fungsional produk dan atributnya (Aaker, 1996;. Lasser
dkk, 1995). Ide yang sama ditunjukkan oleh Blackston (1995), Gurviez (1996), dan
Heilbrunn (1995) kepada mereka bahwa studi kepercayaan bisa menawarkan skema
41
untuk membuat konsep yang tepat dan mengukur dimensi yang lebih kualitatif dari
nilai merek. Dimensi ini mencakup karakteristik dan kualitas lain dari merek yang
juga memiliki makna dan nilai tambah bagi konsumen.
Untuk produk dengan kategori nilai hedonis yang tinggi, perusahaan harus dapat
meninjukkan bahwa setiap brand dalam kelas produk tersebut tidak sama, dan
perusahaan harus dapat menekankan akibat positif dan negatif secara emosional. Ini
akan menciptakan brand trust terhadap produk tersebut.
Sedangkan untuk
produk
dengan kategori
yang
rendah
berdasarkan
nilai
hedonisnya, petimbangan berdasarkan keamanan produk, tampilan, manfaat, dan
kerugian dalam hubungannya dengan finansial menjadi semakin penting karena
produk tersebut kekurangan potensi dalam memberikan kesenangan kepada
penggunanya. Karena itu, perusahaan harus dapat menekankan fungsi dari produk
tersebut dalam meningkatkan brand trust.
•
Pengaruh Atribut Produk ke Keputusan Pembelian
Louviere dan rekan-rekannya mendiskusikan bagaimana atribut adalah representasi
fitur yang mendasar, yang tidak dapat diakses baik oleh pikiran sadar konsumen
atau upaya peneliti untuk model mereka secara langsung. Pentingnya dan pengaruh
atribut yang berbeda dimodelkan dari pilihan tanpa mengajukan pertanyaan yang
rinci atau protokol kepada konsumen mengenai proses pilihan mereka. Dengan cara
ini, pilihan simulasi dirancang dengan baik dapat memprediksi tingkat pembelian
individu cukup akurat (misalnya Burke et al, 1992;. Degeratu et al, 2000;.. Louviere
et al, 2000, bab 13) tanpa menyelidiki ke dalam pemeriksaan rinci dari proses
kognitif mendasar individu seperti yang dijelaskan oleh Bettman dkk. (1998).
Literatur yang luas dalam pengambilan keputusan heuristik konsumen berfokus pada
langkah-langkah kognitif dari pengambilan keputusan heuristik berdasarkan urutan
42
atribut produk yang dipertimbangkan. Apa yang kita temukan dari Hoyer (1984) dan
teori Utilitas Random (Louviere et al., 2000) adalah pilihan konsumen memang
didasarkan pada atribut produk, tetapi juga aspek dari pengalaman belanja, seperti
menampilkan, informasi di rak dan kemasan. Kami menggunakan konsep dasar teori
pilihan diskrit untuk mengembangkan berbagai atribut dan variabel menampilkan
ritel yang mungkin berdampak pilihan konsumen. Bentuk ini merupakan dasar dari
skema segmentasi kami berdasarkan gaya pengambilan keputusan.
Fitur produk dan harga merupakan variabel keputusan utama yang digunakan oleh
pemasar untuk mempengaruhi evaluasi produk dan perilaku pembelian dari
pelanggan potensial. Untuk secara efektif membuat keputusan mengenai variabelvariabel
ini,
pemasar
mencari
pengetahuan
tentang
bagaimana
konsumen
menggunakan atribut produk dan informasi harga di evaluasi produk.
Fandy Tjiptono, ( 1997, hal. 103 ). Atribut produk adalah unsur – unsur produk yang
dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan
pembelian.
Philip Kotler dan Gery Armstrong menyatakan dalam tahap evaluasi, konsumen
membuat peringkat atas atribut yang dimiliki oleh sebuah produk dan membentuk
nilai untuk membeli. Dan biasanya, keputusan pembelian konsumen adalah membeli
produk dengan atribut yang paling disukai.
Didalam suatu membuat keputusan pembelian, konsumen dipengaruhi oleh
berbagai rangsangan baik yang berasal dari lingkungan internal maupun lingkungan
eksternal.
Dari hasil definisi diatas berdasarkan Fandy Tjiptono, maka jelas bahwa atribut
suatu produk sangat mempengaruhi keputusan pembelian suatu produk. Pada
dasarnya perilaku konsumen dalam mengambil keputusan untuk mengkonsumsi
suatu produk tertentu sangat dipengaruhi oleh atribut yang melekat pada produk
43
tersebut, karena tidak mungkin seorang konsumen membeli suatu produk tanpa
mengetahui atribut atau keunggulan produk tersebut.
Atribut produk yang mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan
tersebut sangat penting artinya karena berguna untuk menaruh minat akan selera.
Disamping itu perlu dilakukan beberapa inovasi – inovasi terhadap atribut produk
yang dihasilkan seperti: peningkatan kualitas suatu produk. Hal ini penting dilakukan
untuk memperluas pangsa pasar dan agar perusahaan bisa tetap mempertahankan
konsumennya.
William J. Stanton, ( 1985, hal. 269 ) atribut – atribut yang melekat pada sebuah
produk yang mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan untuk
melakukan pembelian, antara lain :
1. Merek ( Brand )
Merek adalah nama, istilah simbol atau desain khusus atau beberapa kombinasi
unsur – unsur ini yang dirancang untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang
ditawarkan penjual. Merek yang membedakan produk atau jasa sebuah perusahaan dari
produk saingannya.
2. Kemasan
Kemasan adalah keseluruhan kegiatan merancang dan memproduksi bungkus atau
kemasan suatu produk.
Ada tiga alasan mengapa kemasan diperlukan :
a. Kemasan
memenuhi
sasaran
:
keamanan
(safety)
dan
kemanfaatan
(utilitarian).
b. Kemasan bisa melaksanakan program pemasaran perusahaan. Dengan melalui
kemasan identifikasi produk menjadi lebih efektif dan dengan sendirinya
mencegah pertukaran oleh produk pesaing.
44
c.
Manajemen bisa mengemas produknya sedemikian rupa untuk meningkatkan
memperoleh laba. Ada bentuk dan ciri kemasan yang sedemikian menariknya
sehingga pelanggan bersedia membayar lebih mahal hanya untuk memperoleh
kemasan istimewa ini.
3. Label (Labeling)
Label adalah bagian sebuah produk yang membawa informasi verbal tentang
produk atau tentang penjualnya.
4. Desain produk (Product Design)
Desain produk adalah salah satu aspek pembentuk citra produk. Dengan sebuah
desain yang unik, lain dari yang lain, bisa merupakan satu – satunya ciri pembeda
produk.
Dengan didukung desain produk yang baik dapat meningkatkan pemasaran produk
dalam berbagai hal, misalnya: mempermudah operasi pemasaran produk, meningkatkan
nilai kualitas dan keawetan produk, dan menambah daya penampilan produk.
5. Warna
Menjadikan faktor penentu dalam hal diterima atau tidaknya suatu produk oleh
konsumen. Sebenarnya warna tidak mempunyai nilai kemanfaatan dalam penjualan
karena hampir semua pabrik pasti menawarkan warna sebagai citra produk.
6. Kualitas produk,
Kualitas produk adalah suatu kemampuan yang dimiliki prodak untuk memenuhi
kebutuhan atau keinginan konsumen. Perhatian pada kualitas produk yang semakin
meningkat, karena keluhan konsumen makin lama makin terpusat pada kualitas yang
buruk pada produk, baik bahannya maupun pekerjaannya. Dalam pelaksanaanya faktor
ini merupakan ciri pembentuk citra produk yang paling sulit dijabarkan.
45
7. Pelayanan produk
Masalah yang berkaitan dengan jaminan produk adalah pelayanan yang dijanjikan
dalam jaminan. Pelayanan produk merupakan kegiatan yang memerlukan perhatian
khusus pihak manajemen karena produk sendiri makin lama makin canggih dan rumit,
ketidakpuasan konsumen makin meningkat dan semuanya makin sukar ditanggulangi
oleh pelayanan produk itu sendiri.
8. Distribusi
Distribusi adalah lembaga yang terlibat dalam menyampaikan barang atau jasa dari
produsen ke konsumen atau pemakai industri.
Fungsi dan peran saluran distribusi :
a. Dalam perekonomian
1. Mempertemukan supply – demand (membeli jumlah besar, menjual kecil –
kecil sesuai demand ).
2. Menciptakan efisiensi ekonomi (menyederhanakan kontak produsen –
konsumen).
b. Bagi Perusahaan
1. Membantu melaksanakan fungsi informasi, promosi dan negosiasi.
2. Membantu dalam pendanaan, pengambilan resiko.
3. Membantu pemindahan fisik dan kepemilikan.
4. Dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif.
•
Pengaruh Brand Trust ke Keputusan Pembelian
Kepercayaan terbangun karena adanya harapan bahwa pihak lain akan bertindak
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Ketika seseorang telah
mempercayai pihak lain maka mereka yakin bahwa harapan akan terpenuhi dan tak
akan ada lagi kekecewaan (Sanner, 1997 dalam Ryan, 2002). Menurut Delgado
46
(2004) kepercayaan merek adalah harapan akan kehandalan dan intensi baik merek
karena itu kepercayaan merek merefleksikan 2 hal yakni brand reliability dan brand
intentions. Brand reliability atau kehandalan merek yang bersumber pada keyakinan
konsumen bahwa produk tersebut mampu memenuhi nilai yang dijanjikan atau
dengan kata lain persepsi bahwa merek tersebut mampu memenuhi kebutuhan dan
memberikan kepuasan. Brand reliability merupakan hal yang esensial bagi
terciptanya kepercayaan terhadap merek karena kemampuan merek memenuhi nilai
yang dijanjikannya akan membuat konsumen menaruh rasa yakin akan mendapatkan
apa yang dibutuhkan dalam hal ini kebutuhan untuk keluar dari perasaan
terancamnya. Sedangkan brand intention didasarkan pada keyakinan konsumen
bahwa merek tersebut mampu mengutamakan kepentingan konsumen ketika
masalah dalam konsumsi produk muncul secara tidak terduga. Kedua komponen
kepercayaan merek bersandar pada penilaian konsumen yang subyektif atau
didasarkan pada persepsi masing-masing konsumen terhadap manfaat yang dapat
diberikan produk/merek.
Kepercayaan konsumen didefinisikan sebagai keyakinan bahwa produk atau
penyedia layanan dapat diandalkan untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga
kepentingan jangka panjang konsumen akan dilayani (Crosbyet al, 1990.). Literatur
sebelumnya mengakui kepercayaan sebagai prasyarat untuk membangun hubungan
pelanggan dan akibatnya memfasilitasi niat beli (Bhattacharya dan Sen, 2003;.
Vlachos et al, 2009). Lebih khusus, niat pembelian membutuhkan kepercayaan
konsumen (McCole dan Palmer, 2001), karena hadirnya kepercayaan meningkatkan
keyakinan konsumen bahwa pengecer tidak akan terlibat dalam perilaku oportunistik
(misalnya, Gefen, 2000). Banyak penelitian yang telah menyimpulkan bahwa
semakin tinggi derajat kepercayaan konsumen, semakin tinggi niat beli mereka
(misalnya, Gefen dan Straub)
47
•
Hubungan antara Corporate Image dan Atribut Produk terhadap Brand
Trust dan Dampaknya pada Keputusan Pembelian
Karakteristik perusahaan juga dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan pelanggan
pada sebuah merek, pengetahuan seorang konsumen mengenai perusahaan yang
mengelola suatu merek cendurung mempengaruhi penilaian mereka terhadap merek
tersebut. Konsumen juga dapat percaya terhdapa suatu merek, apabila didukung
oleh atirut dari produk tersebut yang menarik dan mempunyai ciri khas tersendiri
sehingga konsumen dapat lebih percaya terhadap merek tersebut. citra perusahaan
membantu memfasilitasi pengetahuan konsumen terhadap produk atau jasa yang
ditawarkan oleh sebuah perusahaan tertentu dan mengurangi ketidakpastian
sementara membuat keputusan membeli. Konsumen diarahkan untuk membeli
komoditas dari sebuah perusahaan dengan citra perusahaan yang baik untuk
mengurangi risiko mereka. Selain itu fitur produk dan harga merupakan variabel
keputusan utama yang digunakan oleh pemasar untuk mempengaruhi evaluasi
produk dan perilaku pembelian dari pelanggan potensial. Untuk secara efektif
membuat keputusan mengenai variabel-variabel ini, pemasar mencari pengetahuan
tentang bagaimana konsumen menggunakan atribut produk dan informasi harga di
evaluasi produk. Kepercayaan konsumen didefinisikan sebagai keyakinan bahwa
produk atau penyedia layanan dapat diandalkan untuk berperilaku sedemikian rupa
sehingga kepentingan jangka panjang konsumen akan dilayani apabila konsumen
merasa dilayanin dengan baik dan konsumen sudah sangat percaya terhadap satu
merek tersebut maka konsumen tersebut akan secara rutin atau terus menerus
melakukan pembelian terhadap produk tersebut. Jadi citra perusahaan dan atribut
produk sengat berpengaruh terhadap kepercayaan konsumen akan merek daro
produk yang ditawarkan, sehingga konsumen-pun akan memutuskan untuk
melakukan pembelian secara rutin akan produk yang sudah mereka percaya.
48
2.2.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pada tinjuan literatur tersebut diatas maka kerangka pemikiran dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Corporate
Image
(X1)
Brand
Trust
(Y)
Keputusan
Pembelian
(Z)
Atribut
Produk
(X2)
Sumber : gambar diolah
Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran Analisis Pengaruh Corporate Image dan Atribut
Produk terhadap Brand Trust serta Dampaknya terhadap Keputusan Pembelian
Corporate image dan atribut produk sebagai variabel independen mempengaruhi
brand trust sebagai variabel intervening dan akan berdampak terhadap keputusan pembelian
konsumen. Para peneliti sebelumnya membuktikan bahwa corporate image dan atribut
produk mempengaruhi brand trust secara positif. Corporate image sangat mempengaruhi
sangat mempengaruhi brand trust secara positif, karena citra perusahaan yang baik akan
membuat konsumen percaya akan mereknya. Atribut produk juga berpengaruh positif
terhadap kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut, dengan cara membuat produk
yang menarik, atau barang yang dihasilkan memiliki harga yang cukup bersaing dengan
kualitas yang sangat baik. Kemudian brand trust yang positif ini akan berdampak terhadap
keputusan pembelian mereka secara positif pula.
49
2.3. Hipotesis
Hipotesis pengujian secara simultan antara X1, X2, Y dan Z :
Hipotesis 1 :
Ho: Variabel corporate image dan atribut produk tidak berkontribusi secara simultan
terhadap variabel brand trust.
Ha:
Variabel corporate image dan atribut produk berkontribusi secara simultan terhadap
variabel brand trust.
Hipotesis 2 :
Ho: Variabel corporate image, atribut produk, dan brand trust tidak berkontribusi secara
simultan terhadap variabel keputusan pembelian.
Ha: Variabel corporate image, atribut produk, dan brand trust berkontribusi secara simultan
terhadap variabel keputusan pembelian.
Download