BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Air limbah Industri Air

advertisement
82
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Air limbah Industri
Air limbah adalah air limbah (wastewater) adalah kotoran dari manusia dan
rumah tangga serta berasal dari industri, atau air permukaan serta buangan lainnya.
Dengan demikian air buangan ini merupakan hal yang bersifat kotoran umum.
Batasan lain mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah
yang berasal dari daerah permukiman, perdagangan dan industri, bersama-sama
dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Sugiharto, 2008).
Limbah industri adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang
berasal dari hasil samping suatu proses perindustrian. Limbah industri dapat menjadi
limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan manusia (Palar, 2004).
Menurut Mulia (2005), air limbah industri umumnya terjadi sebagai akibat
adanya pemakaian air dalam proses produksi. Di industri, air umumnya memiliki
beberapa fungsi berikut:
1. Sebagai air pendingin, untuk memindahkan panas yang terjadi dari proses
industri
2. Untuk mentransportasikan produk atau bahan baku
3. Sebagai air proses, misalnya sebagai umpan boiler pada pabrik minuman dan
sebagainya
4. Untuk mencuci dan membilas produk dan/atau gedung serta instalasi
Universitas Sumatera Utara
83
Limbah industri bersumber dari kegiatan industri baik karena proses secara
langsung maupun proses secara tidak langsung. Limbah yang bersumber langsung
dari kegiatan industri yaitu limbah yang terproduksi bersamaan dengan proses
produksi sedang berlangsung, dimana produk dan limbah hadir pada saat yang sama.
Sedangkan limbah tidak langsung terproduksi sebelum proses maupun sesudah
proses produksi (Ginting, 2007).
Jumlah aliran air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi
tergantung dari jenis dan besar-kecilnya industri, pengawasan pada proses industri,
derajat penggunaan air, derajat pengolahan air limbah yang ada. Puncak tertinggi
aliran selalu tidak akan dilewati apabila menggunakan tangki penahan dan bak
pengaman. Untuk memperkirakan jumlah air limbah yang dihasilkan oleh industri
yang tidak menggunakan proses basah diperkirakan sekitar 50 m3/ha/hari. Sebagai
patokan dapat dipergunakan pertimbangan bahwa 85 – 95% dari jumlah air yang
digunakan adalah berupa air limbah apabila industri tersebut tidak menggunakan
kembali air limbah. Apabila industri tersebut memanfaatkan kembali air limbahnya,
maka jumlahnya akan lebih kecil lagi (Sugiharto, 2008).
Limbah yang dihasilkan harus memenuhi standar baku mutu limbah dan
sesuai dengan baku mutu lingkungan yang berlaku bagi kondisi lingkungan dimana
kegiatan industri sedang berlangsung. Karena itu setiap parameter harus tersedia
nilainya sebelum masuk sistem pengolahan dan setelah limbah keluar system
pengolahan harus diterapkan nilai-nilai parameter kunci yang harus dicapai. Artinya
Universitas Sumatera Utara
84
harus diungkapkan kualitas limbah sebelum dan sesudah limbah diolah dan apakah
limbah ini memenuhi syarat baku mutu (Perdana, 2007).
Menurut Azwar (1996), untuk menentukan derajat pengotoran air limbah
industri, ada beberapa cara, yakni:
1. Mengukur adanya E.Coli dalam air. Ukuran yang dipakai biasanya jumlah
E.Coli untuk setiap ml air limbah. Jelaslah yang diukur disini ialah bahan
pengotor yang bersifat organis.
2. Mengukur suspended solid, yang biasanya dinyatakan dalam ppm.
3. Mengukur zat-zat yang mengendap dalam air limbah industri yang
dinyatakan dalam ppm.
4. Mengukur kadar oksigen yang larut yang dinyatakan dalam ppm.
Pengukuran kadar oksigen yang larut ini dianggap pokok karena dengan
diketahuinya kadar oksigen, dapat ditentukan apakah air tersebut dapat
dipakai untuk kehidupan, misalnya untuk memlihara ikan, tumbuhan dan
lain sebagainya. Ada beberapa cara yang dikenal untuk mengukur kadar
oksigen dalam air limbah industri, antara lain yaitu Kebutuhan Oksigen
Biologi (Biological Oxygen Demand), Kebutuhan Oksigen Kimia
(Chemical Oxygen Demand), dan Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen).
2.2. Sumber Air Limbah
Menurut Kusnoputranto 2002, air limbah ini berasal dari berbagai sumber,
secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
85
1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water),
yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air
limbah ini terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan
kamar mandi, dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.
2. Air buangan industri (industrial wastes water), yang berasal dari berbagai
jenis industri akibat proses produksi. Zat-zat yang terkandung di dalamnya
sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh masingmasing industri, antara lain: nitrogen, sulfida, amoniak, lemak, garamgaram, zat pewarna, mineral, logam berat, zat pelarut, dan sebagainya. Oleh
sebab itu, pengolahan jenis air limbah ini, agar tidak menimbulkan polusi
lingkungan menjadi lebih rumit.
3. Air buangan kotapraja (municipal wastes water), yaitu air buangan yang
berasal dari daerah: perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempattempat
4. umum, tempat-tempat ibadah, dan sebagainya. Pada umumnya zat-zat yang
terkandung dalam jenis air limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga.
2.3. Komposisi Air Limbah
Menurut Sugiharto (2008), sesuai dengan sumber asalnya, maka air limbah
mempunyai komposisi yang sangat bervariasi dari setiap tempat dan setiap saat.
Akan tetapi, secara garis besar zat-zat yang terdapat di air limbah data
dikelompokkan seperti pada skema berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
86
Air Limbah
Air (99,9%)
Bahan Padat (0,1%)
Organik
Anorganik
Protein (65%)
Butiran
Karbohidrat (25%)
Garam
Lemak (10%)
Metal
Gambar 2.1 Skema pengelompokan bahan yang terkandung di dalam air
limbah.
2.4. Karakteristik Air Limbah
Ada beberapa karakteristik khas yang dimiliki air limbah menurut Chandra
(2006):
a. Karakteristik Fisik
Air limbah terdiri dari 99,9% air, sedangkan kandungan bahan padatnya mencapai
0,1% dalam bentuk suspense padat (suspended solid) yang volumenya bervariasi
antara 100-500 mg/l. Apabila volume suspensi padat kurang dari 100 mg/l air
limbah disebut lemah, sedangkan bila lebih dari 500 mg/l disebut kuat.
b. Karakteristik Kimia
Air limbah biasanya bercampur dengan zat kimia anorganik yang berasal dari air
bersih dan zat organik dari limbah itu sendiri. Saat keluar dari sumber air limbah
bersifat basa. Namun air limbah yang sudah lama atau membusuk akan bersifat
asam karena sudah mengalami kandungan bahan organiknya telah mengalami
proses dekomposisi yang dapat menimbulkan bau tidak menyenangkan.
Komposisi campuran dari zat-zat itu dapat berupa:
Universitas Sumatera Utara
87
a) Gabungan dengan nitrogen misalnya urea, protein, atau asam amino.
b) Gabungan dengan non-nitrogen misalnya lemak, sabun, atau karbohidrat.
c. Karakteristik bakteriologis
Bakteri patogen yang terdapat dalam air limbah biasanya termasuk golongan
E.coli
2.5. Parameter Air Limbah
Menurut Kusnoputranto 2002, beberapa parameter yang digunakan dalam
pengukuran kualitas air limbah antara lain adalah:
a. Zat padat
Yang diukur dari kandungan zat padat ini adalah dalam bentuk total solid,
suspended solid dan disolved solid.
b. Kandungan Zat organik
Zat organik di dalam penguraiannya, memerlukan oksigen dan bantuan
mikroorganisme. Salah satu penentuan zat organik adalah dengan mengukur BOD
(Biochemical Oxygen Demand) dari air buangan tersebut. BOD adalah jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan dekomposisi aerobik bahanbahan organik dalam larutan, dibawah kondisi waktu suhu tertentu (biasanya lima
0
hari pada suhu 20 C).
3. Kandungan Zat anorganik
Universitas Sumatera Utara
88
Beberapa komponen zat anorganik yang penting untuk mengawasi kualitas
air buangan antara lain : Nitrogen dalam senyawaan Nitrat, Phosphor, H2O dalam zat
beracun dan logam berat seperti Hg, Cd, Pb dan lain-lain.
4. Gas
Adanya gas N2, O2 dan CO2 pada air buangan berasal dari udara yang larut ke
dalam air, sedangkan gas H2S, NH3, dan CH4berasal dari proses dekomposisi air
buangan. Oksigen di dalam air buangan dapat diketahui dengan mengukur DO
(disolved oxygen). Jumlah oksigen yang ada di dalam sering digunakan untuk
menentukan banyaknya/ besarnya pencemaran zat organik dalam larutan, makin
rendah DO suatu larutan makin tinggi kandungan zat organiknya.
5. Kandungan Bakteriologis
Bakteri golongan Coli terdapat normal di dalam usus dan tinja manusia.
Sumber bakteri patogen dalam air berasal dari tinja manusia yang sakit. Untuk
menganalisa bakteri patogen yang terdapat dalam air buangan cukup sulit, sehingga
parameter mikrobiologis digunakan perkiraan terdekat jumlah golongan coliform
(MPN/Most Probably Number) dalam sepuluh mili buangan serta perkiraan terdekat
jumlah golongan coliform tinja dalam seratus mili air buangan.
6. pH (Derajat Keasaman)
Pengukuran pH berkaitan dengan proses pengolahan biologis karena pH yang
kecil akan lebih menyulitkan, disamping akan mengganggu kehidupan dalam air bila
dibuang ke perairan terbuka.
Universitas Sumatera Utara
89
7. Suhu
Suhu air buangan umumnya tidak banyak berbeda dengan suhu udara, tapi
lebih tinggi daripada air minum. Suhu dapat mempengaruhi kehidupan dalam air.
Kecepatan reaksi atau pengurangan, proses pengendapan zat padat serta kenyamanan
dalam badan-badan air.
2.6. Tujuan Pengolahan Air Limbah Industri
Limbah yang dihasilkan harus memenuhi standar baku mutu limbah dan
sesuai dengan baku mutu lingkungan yang berlaku bagi kondisi lingkungan dimana
kegiatan industri sedang berlangsung. Karena itu setiap parameter harus tersedia
nilainya sebelum masuk system pengolahan dan setelah limbah keluar sistem
pengolahan harus ditetapkan nilai-nnilai parameter yang harus dicapai. Artinya harus
diungkapkan kualitas limbah sebelum dan sesudah limbah diolah dan apakah limbah
ini memenuhi syarat baku mutu (Ginting, 2007).
Menrut Azwar (1996), pengolahan air limbah pada dasarnya bertujuan untuk:
1. Melindungi kesehatan anggota masyarakat dari ancaman terjangkitnya penyakit.
Hal ini mudah dipahami karena air limbah sering dipakai sebagai tempat
berkembangbiaknya pelbagai macam bibit penyakit.
2. Melindungi timbulnya kerusakan tanaman, terutama jika air limbah tersebut
mengandung zat organis yang membahayakan kelangsungan hidup.
3. Menyediakan air bersih yang dapat dipakain untuk keperluan hidup sehari-hari,
terutama jika sulit ditemukan air yang bersih.
Universitas Sumatera Utara
90
2.7. Dampak Buruk Air Limbah Industri
Menurut Sugiharto (2008), sesuai dengan batasan dari air limbah yang
merupakan benda sisa, maka sudah barang tentu bahwa air limbah merupakan benda
yang sudah tidak dipergunakan lagi. Akan tetapi tidak berarti bahwa air limbah
tersebut tidak perlu dilakukan pengelolaan, karena apabila limbah ini tidak dikelola
secara baik akan dapat menimbulkan gangguan, baik terhadap lingkungan maupun
terhadap kehidupan yang ada. Berikut beberapa dampak yang dapat diakibatkan oleh
pengolahan limbah yang tidak dikelola secara baik :
a. Ganguan kesehatan
Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan
penyakit bawaan air (waterbone disease). Selain itu di dalam air limbah mungkin
juga terdapat zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan bagi makhluk hidup yang mengkonsumsinya. Adakalanya, air limbah yang
tidak dikelola dengan baik juga dapat menjadi sarang vektor penyakit (misalnya
nyamuk, lalat, kecoa, dan lain-lain).
b. Penurunan kualitas lingkungan
Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya sungai dan
danau) dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan tersebut. Adakalanya, air
limbah juga dapat merembes dalam air tanah, sehingga menyebabkan pencemaran air
tanah. Bila air tanah tercemar, maka kualitasya akan menurun sehingga tidak dapat
lagi digunakan sesuai peruntukannya.
Universitas Sumatera Utara
91
c. Gangguan terhadap keindahan
Adakalanya air limbah mengandung polutan yang tidak mengganggu
kesehatan dan ekosistem, tetapi mengganggu keindahan. Kadang-kadang air limbah
dapat juga mengandung bahan-bahan yang bila terurai menghasilkan gas-gas yang
berbau. Bila air limbah jenis ini mencemari badan air, maka dapat menimbulkan
gangguan keindahan pada badan air tersebut.
d. Gangguan terhadap kerusakan benda
Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh
bakteri anaerobic menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini dapat mempercepat
proses perkaratan benda yang terbuat dari besi dan bangunan air kotor lainnya.
Dengan cepat rusaknya air tersebut maka biaya pemeliharaannya akan semakin besar
juga, yang berarti akan menimbulkan kerugian material.
Untuk menghindarkan terjadinya gangguan-ganguan diatas, air limbah yang
dialirkan ke lingkungan hatus memenuhi ketentuan seperti yang disebutkan dalam
Baku Mutu Air Limbah. Apabila air limbah tidak memenuhi ketentuan tersebut,
maka perlu dilakukan pengelolahan air limbah sebelum mengalirkannya ke
lingkungan. (Ricki, 2005)
2.8. Cara- cara Pengolahan Air Limbah
Menurut Kusnoputranto 2002, pengolahan air limbah adalah memberi
perlakuan yang tepat dan sesuai dengan karakteristik air limbah yang dihasilkan,
dengan maksud untuk melindungi lingkungan hidup terhadap pencemaran air limbah
tersebut. Beberapa cara pengolahan air buangan adalah :
Universitas Sumatera Utara
92
1. Pengenceran (dilution)
Yakni pengolahan dengan cara mengencerkan air limbah sampai mencapai
konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Akan
tetapi dengan makin bertambahnya penduduk, yang berarti makin meningkatnya
kegiatan manusia terutama di bidang industri, maka jumlah air limbah yang harus
dibuang menjadi terlalu banyak. Karenanya diperlukan air pengenceran yang terlalu
banyak pula maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi. Disamping itu, cara ini
mendatangkan kerugian antara lain adalah bahaya kontaminasi terhadap badan-badan
air, oksigen terlarut dalam air menjadi cepat habis sehingga menggangu kehidupan
organisme dalam air, serta meningkatnya pengendapan zat-zat padat dan
mempercepat pendangakalan sehingga terjadi penyumbatan yang akan menghasilkan
banjir.
2. Kolam Oksidasi (oxidation ponds)
Prinsip kerja darai pengolahan ini adalah pemanfaatn sinar matahari,
ganggang (Algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air
limbah dialirkan ke dalam kolam besar berbentuk segiempat dengan kedalaman
antara 1-2 meter. Lokasi kolam harus di daerah yang terbuka sehingga
memungkinkan sirkulasi angin dengan baik. Pengolahan dengan cara ini menurunkan
nilai BOD sehingga relative aman bila dibuang ke badan air.
3. Irigasi
Yaitu pengolahan dengan mengalirkan air limbah ke dalam parit-parit terbuka
yang digali, dan air akan merembes ke dalam tanah melalui dasar dan dinding parit-
Universitas Sumatera Utara
93
parit tersebut. Air limbah yang berasal dari rumah tangga, perusahaan susu sapi,
rumah potong hewan yang banyak mengandung zat-zat organic dan kadar protein
yang tinggi, dapat digunakan untuk pengairan lading pertanian atau perkebunan dan
sekaligus berfungsi sebagai pemupukan.
2.9. Tahapan Pengolahan Air Limbah
Menurut Sugiharto (2008), tujuan utama pengolahan air limbah adalah untuk
mengurangi BOD, partikel tercampur serta membunuh organism pathogen. Selain itu
diperlukan juga tambahan pengolahan untuk menghilangkan tambahan nutrisi,
komponen beracun serta bahan yang tidak dapat didegradasikan agar konsentrasi
yang ada menjadi rendah. Untuk itu diperlukan pengolahan secara bertahap agar
bahan tersebut di atas dapat dikurangi.
Menurut Achmad 2008,
bahwa metode dan tahapan proses pengolahan
limbah cair yang telah dikembangkan sangat beragam. Merode ditetapkan
berdasarkan parameter fisika, kimia dan biologi yang terkandung dalam air limbah.
Limbah cair dengan kandungan polutan yang berbeda kemungkinan akan
membutuhkan proses pengolahan yang berbeda pula. Proses- proses pengolahan
tersebut dapat diaplikasikan secara keseluruhan, berupa kombinasi beberapa proses
atau hanya salah satu. Proses pengolahan tersebut juga dapat dimodifikasi sesuai
dengan kebutuhan atau faktor finansial terdiri dari :
1. Pengolahan Primer (primary treatment)
Tahap pengolahan primer limbah cair sebagian besar adalah berupa proses
pengolahan secara fisika :
Universitas Sumatera Utara
94
1. Penyaringan (Screening)
limbah yang mengalir melalui saluran pembuangan disaring menggunakan
jeruji saring. Metode ini disebut penyaringan. Metode penyaringan merupakan cara
yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan-bahan padat berukuran besar dari
air limbah.
2. Pengolahan Awal (Pretreatment)
limbah yang telah disaring kemudian disalurkan kesuatu tangki atau bak
yang berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat teruspensi lain yang
berukuran relatif besar. Tangki ini dalam bahasa inggris disebut grit chamber dan
cara kerjanya adalah dengan memperlambat aliran limbah sehingga partikel –
partikel pasir jatuh ke dasar tangki sementara air limbah terus dialirkan untuk proses
selanjutnya.
3. Pengendapan
Setelah melalui tahap pengolahan awal, limbah cair akan dialirkan ke
tangki atau bak pengendapan. Metode pengendapan adalah metode pengolahan
utama dan yang paling banyak digunakan pada proses pengolahan primer limbah
cair. Di
tangki pengendapan, limbah cair didiamkan agar partikel – partikel padat
yang tersuspensi dalam air limbah dapat mengendap ke dasar tangki. Enadapan
partikel tersebut akan membentuk lumpur yang kemudian akan dipisahkan dari air
limbah ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut. Selain metode pengendapan, dikenal
juga metode pengapungan (Floation).
4. Pengapungan (Floation)
Universitas Sumatera Utara
95
Metode ini efektif digunakan untuk menyingkirkan polutan berupa minyak
atau lemak. Proses pengapungan dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat
menghasilkan gelembung- gelembung udara berukuran kecil (± 30 – 120 mikron).
Gelembung udara tersebut akan membawa partikel –partikel minyak dan lemak ke
permukaan air limbah sehingga kemudian dapat disingkirkan.
Bila limbah cair hanya mengandung polutan yang telah dapat disingkirkan
melalui proses pengolahan primer, maka limbah cair yang telah mengalami proses
pengolahan primer tersebut dapat langsung dibuang kelingkungan (perairan).
Namun, bila limbah tersebut juga mengandung polutan yang lain yang sulit
dihilangkan melalui proses tersebut, misalnya agen penyebab penyakit atau senyawa
organik dan anorganik terlarut, maka limbah tersebut perlu disalurkan ke proses
pengolahan selanjutnya.
2. Pengolahan Sekunder (secondary treatment)
Tahap pengolahan sekunder merupakan proses pengolahan secara biologis,
yaitu dengan melibatkan mikroorganisme yang dapat mengurai/ mendegradasi bahan
organik. Mikroorganisme yang digunakan umumnya adalah bakteri aerob. Terdapat
tiga metode pengolahan secara biologis yang umum digunakan yaitu :
a. Metode penyaringan dengan tetesan (Metode Trickling Filter)
Pada metode ini, bakteri aerob yang digunakan untuk mendegradasi
bahan organik melekat dan tumbuh pada suatu lapisan media kasar, biasanya berupa
serpihan batu atau plastik, dengan ketebalan ± 1 – 3 m. limbah cair kemudian
disemprotkan ke permukaan media dan dibiarkan merembes melewati media
Universitas Sumatera Utara
96
tersebut. Selama proses perembesan, bahan organik yang terkandung dalam limbah
akan didegradasi oleh bakteri aerob. Setelah merembes sampai ke dasar lapisan
media, limbah akan menetes ke suatu wadah penampung dan kemudian disalurkan ke
tangki pengendapan.
Dalam
tangki
pengendapan,
limbah
kembali
mengalami
proses
pengendapan untuk memisahkan partikel padat tersuspensi dan mikroorganisme dari
air limbah. Endapan yang terbentuk akan mengalami proses pengolahan limbah lebih
lanjut, sedangkan air limbah akan dibuang ke lingkungan atau disalurkan ke proses
pengolahan selanjutnya jika masih diperlukan
b. Metode lumpur aktif (Metode Activated Sludge)
Pada metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke
sebuah tangki dan didalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan
bakteri aerob. Proses degradasi berlangsung didalam tangki tersebut selama beberapa
jam, dibantu dengan pemberian gelembung udara aerasi (pemberian oksigen). Aerasi
dapat mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi limbah. Selanjutnya, limbah
disalurkan ke tangki pengendapan untuk mengalami proses pengendapan, sementara
lumpur yang mengandung bakteri disalurkan kembali ke tangki aerasi. Seperti pada
metode trickling filter, limbah yang telah melalui proses ini dapat dibuang ke
lingkungan atau diproses lebih lanjut jika masih dperlukan.
c. Metode kolam perlakuan (Metode Treatment ponds/ Lagoons)
Metode treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan metode
yang murah namun prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode ini, limbah
Universitas Sumatera Utara
97
cair ditempatkan dalam kolam-kolam terbuka. Algae yang tumbuh dipermukaan
kolam akan berfotosintesis menghasilkan oksigen. Oksigen tersebut kemudian
digunakan oleh bakteri aero untuk proses penguraian/degradasi bahan organik dalam
limbah. Pada metode ini, terkadang kolam juga diaerasi. Selama proses degradasi di
kolam, limbah juga akan mengalami proses pengendapan. Setelah limbah
terdegradasi dan terbentuk endapan didasar kolam, air limbah dapat disalurka untuk
dibuang ke lingkungan atau diolah lebih lanjut.
3. Pengolahan Tersier (tertiery treatment)
Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder
masih terdapat zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan
atau masyarakat. Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya pengolahan ini
disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair / air limbah.
Umunya zat yang tidak dapat dihilangkan sepenuhnya melalui proses pengolahan
primer maupun sekunder adalah zat-zat anorganik terlarut, seperti nitrat, fosfat, dan
garam- garaman.
Pengolahan tersier sering disebut juga pengolahan lanjutan (advanced
treatment). Pengolahan ini meliputi berbagai rangkaian proses kimia dan fisika.
Contoh metode pengolahan tersier yang dapat digunakan adalah metode saringan
pasir, saringan multimedia, precoal filter, microstaining, vacum filter, penyerapan
dengan karbon aktif, pengurangan besi dan mangan, dan osmosis bolak-balik.
Beberapa jenis pengolahan yang sering dipergunakan antara lain :
a. Saringan pasir
Universitas Sumatera Utara
98
Penyaringan adalah pengurangan lumpur tercampur dan partikel koloid dari
air limbah dengan melewatkan pada media yang porous. Saringan ini ada dua jenis
yaitu saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat.
b. Saringan multimedia
Penyaringan multimedia ini dengan menggunakan saringan yang berbeda
granulanya misalnya 0.5 meter antacid dengan 1 mm pada bagian atas, 0.3 meter
pasir silika dengan diameter 0.5 mm. Satu penyaringan menghasilkan 2.7 – 5.4 liter/
meter kubik per detik.
c. Microstainning
Saringan microstainning terdiri dari bahan drum yang diputar sedangkan
drum itu dibungkus ayakan bahan stainless steel. Pada penggunaannya drum diputar
dengan 2/3 bagian dari drum terendam di dalam air limbah sehingga air cukup jernih
dapat masuk ke dalam drum sedangkan lumpur
tertahan pada ayakan
pembungkusnya dan melekat sehingga ikut terangkat ke atas pada waktu berputar.
d. Vacuum filter
Saringan ini terdiri dari drum horizontal yang dilapisi dengan filter medium
atau spiral, kemudian diputar dalam campuran lumpur dan limbah dengan ¼ bagian
dari drum terendam larutan.
e. Penyerapan
Penyerapan secara umum adalah proses pengumpulan benda-benda terlarut
yang terdapat dalam antara dua permukaan.
f. Pengurangan besi dan mangaan
Universitas Sumatera Utara
99
Keberadaan ferric dan manganic larutan dapat terbentuk dengan adanya
pabrik tenun, kertas, dan pro industri. Fe dan Mn dapat dihilangkan dari dalam air
dengan melakukan oksidasi menjadi Fe(OH3) dan MnO2 yang tidak larut dalam air,
kemudian diikuti dengan pengendapan dan penyaringan. Oksidator utama adalah
molekul oksigen dari udara, klosin atau KMNO4.
g. Osmosis bolak-balik
Osmosis bolak-balik adalah satu diantara sekian banyak teknik pengurangan
bahan mineral yang diterapkan untuk memproduk air yang siap dipergunakan lagi.
Metode pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas pengolahan
limbah. Hal ini disebabkan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses
pengolahan tersier cenderung tinggi sehingga tidak ekonomis.
5. Desinfeksi (Pembunuh Kuman)
Tahap selanjutnya adalah proses desinfeksi yang akan menurunkan atau
menghilangkan mikroorganisme pathogen. Desinfeksi dapat dilakukan dengan
berbagai cara fisik atau dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Dalam
menentukan senyawa untuk membunuh mikroorganisme, terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu :
–
Daya racun zat
–
Waktu kontak yang diperlukan
–
Efektivitas zat
–
Kadar dosis yang digunakan
–
Tidak boleh bersifat toksik terhadap manusia dan hewan
Universitas Sumatera Utara
100
–
Tahan terhadap air
–
Biayanya murah
Contoh mekanisme desinfeksi pada limbah cair adalah penambahan klorin
(klorinasi), penyinaran dengan ultraviolet(UV), atau dengan ozon (Oз).
Proses desinfeksi pada limbah cair biasanya dilakukan setelah proses
pengolahan limbah selesai, yaitu setelah pengolahan primer, sekunder atau tersier,
sebelum limbah dibuang ke lingkungan.
6. Pengolahan lanjut (Ultimated Disposal)
Setiap tahap pengolahan limbah cair, baik primer, sekunder, maupun tersier,
akan menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut tidak dapat
dibuang secara langsung, melainkan pelu diolah lebih lanjut. Endapan lumpur hasil
pengolahan limbah biasanya akan diolah dengan cara diurai/dicerna secara aerob
(anaerob digestion), kemudian disalurkan ke beberapa alternatif, yaitu dibuang ke
laut atau ke lahan pembuangan (landfill), dijadikan pupuk kompos, atau dibakar
(incinerated).
Sedangkan
menurut
Soeparman,
2002
pengolahan
limbah
dapat
dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu :
1. Pengolahan pendahuluan
Pengolahan pendahuluan digunakan untuk memisahkan padatan kasar,
mengurangi ukuran padatan, memisahkan minyak atau lemak, dan proses
menyetarakan fluktuasi aliran limbah pada bak penampung. Unit yang terdapat
dalam pengolahan pendahuluan adalah :
Universitas Sumatera Utara
101
a. Saringan (bar screen)
b. Pencacah (communitor)
c. Bak penangkap pasir (grit chamber)
d. Penangkap lemak dan minyak (skimmer and grease trap)
e. Bak penyetaraan (equalization basin)
2. Pengolahan tahap pertama
Pengolahan tahap pertama bertujuan untuk mengurangi kandungan padatan
tersuspensi melalui proses pengendapan (sedimentation). Pada proses pengendapan
partikel padat dibiarkan mengendap ke dasar tangki. Bahan kimia biasanya
ditambahkan untuk menetralisasi dan meningkatkan kemampuan pengurangan
padatan tersuspensi. Dalam unit ini pengurangan BOD dapat mencapai 35 %
sedangkan suspended solid berkurang sampai 60 %. Pengurangan BOD dan padatan
pada tahap awal ini selanjutnya akan membantu mengurangi beban pengolahan tahap
kedua.
3. Pengolahan tahap kedua
Pengolahan tahap kedua berupa aplikasi proses biologis yang bertujuan untuk
mengurangi zat organik melalui mekanisme oksidasi biologis. Proses biologis yang
dipilih didasarkan atas pertimbangan kuantitas limbah cair yang masuk unit
pengolahan, kemampuan penguraian zat organik yang ada pada limbah tersebut serta
tersedianya lahan. Pada unit ini diperkirakan terjadi pengurangan kandungan BOD
dalam rentang 35 – 95 % bergantung pada kapasitas unit pengolahnya. Unit yang
Universitas Sumatera Utara
102
biasa digunakan pada pengolahan tahap kedua berupa saringan tetes (trickling
filters), unit lumpur aktif dan kolam stabilisasi.
4. Pengolahan tahap ketiga atau pengolahan lanjutan
Pengolahan tahap ketiga disamping masih dibutuhkan untuk menurunkan
kandungan BOD juga dimaksudkan untuk menghilangkan senyawa fosfor dengan
bahan kimia sebagai koagulan, menghilangkan senyawa Nitrogen melalui proses
amonia stripping menggunakan udara ataupun Nitrifikasi-Denitrifikasi dengan
memanfaatkan reaktor biologis, menghilangkan sisa bahan organik dan senyawa
penyebab warna melalui proses absorbsi menggunakan karbon aktif, menghilangkan
padatan terlarut melalui proses pertukaran ion, osmosis balik maupun elektrodialisis.
Beberapa tahap pengolahan lanjutan antara lain (Soeparman, 2002) :
1. Proses pemekatan yang bertujuan mengurangi kadar air yaitu dengan cara
pengapungan.
2. Proses stabilisasi yang menggunakan proses biologis, baik secara aerob
maupun anaerob.
3. Proses pengaturan/conditioning yang bertujuan untuk mengurangi kadar air
dengan cara penggumpalan yang menggunakan polimer sehingga dapat
mempermudah proses pengangkutan.
4. Proses pengurangan air yang bertujuan mengurangi kadar air dari lumpur.
Cara yang dapat dilakukan untuk mengambil air yang terdapat di dalam
lumpur dengan cara alamiah maupun cara mekanis misalnya penyaringan
Universitas Sumatera Utara
103
dengan penekanan, gerakan kapiler, saringan hampa udara, pemutaran dan
pemadatan.
5. Proses penyaringan yang menggunakan bak pengering.
6. Proses pembuangan yang dapat dilakukan di laut dan di tanah.
7. Pembunuhan bakteri yang bertujuan untuk mengurangi atau membunuh
mikroorganisme patogen yang ada di air limbah. Bahan yang umum dipakai
adalah desinfektan antara lain klorin yang tujuannya untuk merusak enzim
dan dinding mikroorganisme.
2.10. Limbah Padat
2.10.1. Pengertian Limbah Padat
Limbah padat adalah benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan dibuang
yang berasal dari suatu aktifitas dan bersifat padat (Kusnoputranto, 2002). Limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan atau beracun dan karena sifat dan konsentrasinya
dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup dan atau dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain
(Depkes RI, 1999)
2.10.2. Sumber Limbah Padat
Beberapa sumber dari limbah padat antara lain (Kusnoputranto, 2002) :
Universitas Sumatera Utara
104
1. Sampah buangan rumah tangga termasuk sisa bahan makanan, sisa
pembungkus makanan dan pembungkus perabotan rumah tangga sampai sisa
tumbuhan kebun dan sebagainya.
2. Sampah buangan pasar dan tempat-tempat umum (warung, toko dan
sebagainya) termasuk sisa makanan, sampah pembungkus makanan dan
sampah pembungkus lainnya, sisa bangunan, sampah tanaman dan
sebagainya.
3. Sampah buangan jalanan termasuk diantaranya sampah berupa debu jalan,
sampah sisa tumbuhan taman, sampah pembungkus bahan makanan dan
bahan lainnya, sampah sisa makanan, sampah berupa kotoran serta bangkai
hewan.
4. Sampah industri termasuk diantaranya air limbah industri, debu industri. Sisa
bahan baku dan bahan jadi dan sebagainya.
5. Pertanian
2.10.3. Klasifikasi Limbah Padat
Penggolongan jenis limbah padat dapat didasarkan pada komposisi kimia,
sifat mengurai, mudah tidaknya terbakar, berbahaya dan karakteristik. Berdasarkan
karakteristiknya limbah padat dibedakan (Depkes RI, 1987):
1. Garbage (sampah basah)
Garbage adalah jenis sampah yang terdiri dari sisa-sisa potongan hewan atau
sayur-sayuran hasil dari pengolahan, pembuatan dan penyediaan makanan yang
sebagian besar terdiri dari zat-zat yang mudah membusuk.
Universitas Sumatera Utara
105
2. Rubbish (sampah kering)
Rubbish adalah sampah yang dapat terbakar dan tidak dapat terbakar yang
berasal dari rumah-rumah, pusat-pusat perdagangan, kantor-kantor. Sampah yang
mudah terbakar umumnya terdiri dari zat-zat organik seperti kertas, kardus, plastik
dan lain-lain. Sedangkan sampah yang tidak dapat/ sukar terbakar sebagian besar
mengandung zat-zat inorganik seperti logam-logam, kaleng-kaleng dan sisa
pembakaran.
3. Abu (Ashes)
Sampah jenis ini adalah sampah yang berasal dari sisa pembakaran dari jenis
zat yang mudah terbakar seperti di rumah, kantor maupun di pabrik-pabrik industri.
4. Street cleaning (sampah dari jalan)
Sampah jenis ini berasal dari pembersihan jalan dan trotoar baik dengan
tenaga manusia maupun dengan tenaga mesin yang terdiri dari kertas-kertas, daundaunan dan lain-lain.
5. Industrial wastes (sampah industri)
Merupakan sampah yang berasal dari industri-industri pengolahan hasil bumi/
tumbuhan dan industri lain. Sampah industri dapat berupa:
a. Bahan kimia beracun
b. Bahan berbahaya
c. Bahan kimia
d. Mineral
e. Residu dan Organik
Universitas Sumatera Utara
106
f. Residu patologi radiologi
g. Kayu dan kertas
6. Demolition wastes (sampah bangunan)
7.
Hazardous wastes (sampah berbahaya)
8. Water treatment residu
2.10.4. Kategori Limbah Padat
Adapun kategori untuk limbah padat pada industri adalah :
1. Limbah padat non B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) diantaranya lumpur,
boiler ash, sampah kantor, sampah rumah tangga, spare part alat berat, sarung
tangan, dan sebagainya.
2. Limbah padat B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) diantaranya bahan radioaktif,
bahan kimia, toner catridge, minyak, dan sebagainya.
2.10.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kuantitas dan Kualitas Sampah
Sampah baik kualitas maupun kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh berbagai
kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting antara lain :
1. Jumlah penduduk
Semakin banyak penduduk semakin banyak pula sampahnya
2. Keadaan Sosial Ekonomi
Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak jumlah
perkapita sampah yang dibuang
3. Kemajuan tehnologi
Universitas Sumatera Utara
107
Kemajuan tehnologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena
pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk
manufaktur yang semakin beragam pula (Slamet, 2000).
2.10.6. Tujuan Pengolahan Limbah Padat
Meminimalkan penurunan kualitas air tanah dan tanah akibat rembesan atau
leached dari penampungan limbah padat dan penyimpanan sementara limbah B3.
2.10.7. Cara Pengolahan Limbah Padat
Berdasarkan sifatnya pengolahan limbah padat dapat dilakukan melalui 2 cara
(Kristanto, 2002) :
1. Limbah padat tanpa pengolahan.
2. Limbah padat dengan pengolahan.
Limbah padat tanpa pengolahan dapat dibuang ke tempat tertentu yang
difungsikan sebagai tempat pembuangan akhir karena limbah tersebut tidak
mengandung unsur kimia yang beracun dan berbahaya. Tempat pembuangan limbah
semacam ini dapat di daratan ataupun di laut. Berbeda dengan limbah padat yang
mengandung senyawa kimia berbahaya atau yang setidak-tidaknya menimbulkan
reaksi kimia baru. Limbah semacam ini harus diolah terlebih dahulu sebelum
dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum limbah diolah :
a. Jumlah limbah, jika jumlah limbahnya sedikit maka tidak membutuhkan
penanganan khusus seperti tempat dan sarana pembuangannya, tetapi jika limbah
Universitas Sumatera Utara
108
yang dibuang misalnya 4 meter kubik perhari sudah tentu membutuhkan tempat
pembuangan akhir dan sarana pengangkutan tersendiri.
b. Sifat fisik dan kimia limbah, dapat merusak dan mencemari lingkungan, secara
kimia dapat menimbulkan reaksi saat membentuk senyawa baru. Limbah padat
yang berupa lumpur akan mencemari air tanah melalui penyerapan ke dalam
tanah.
c. Kemungkinan pencemaran dan kerusakan lingkungan, perlu diketahui komponen
lingkungan yang rusak akibat pencemaran pada tempat pembuangan akhir. Unsur
mana yang terkena dampak dan bagaimana tingkat pencemaran yang
ditimbulkan.
d. Tujuan akhir yang hendak dicapai, tujuan yang hendak dicapai tergantung dari
kondisi limbah, bersifat ekonomis atau non ekonomis. Untuk limbah yang
memiliki nilai ekonomis mempunyai tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan
untuk memanfaatkan kembali bahan yang masih berguna. Sedangkan limbah non
ekonomis pengolahan ditujukan untuk pencegahan perusakan lingkungan.
Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas pengelolaan limbah padat dapat
dilakukan proses-proses sebagai berikut :
1. Pemisahan
Pemisahan perlu dilakukan karena dalam limbah terdapat berbagai ukuran
dan kandungan bahan tertentu. Proses pemisahan dapat dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut :
a. Sistem Balistik
Universitas Sumatera Utara
109
Pemisahan cara ini dilakukan untuk mendapatkan ukuran yang lebih seragam,
misalnya atas berat dan volumenya.
b. Sistem Gravitasi
Pemisahan dilakukan berdasarkan gaya beratnya, misalnya terhadap bahan
yang terapung dan bahan yang tenggelam dalam air yang karena gravitasi
akan mengendap.
c. Sistem Magnetis
Bahan yang bersifat magnetis akan menempel pada magnet yang terdapat
pada peralatan sedangkan yang tidak mempunyai akan langsung terpisah.
2. Penyusutan Ukuran
Ukuran bahan diperkecil untuk mendapatkan ukuran yang lebih homogen
sehingga mempermudah pemberian perlakuan pada pengolahan berikutnya dengan
maksud antara lain :
a. Ukuran bahan menjadi lebih kecil
b. Volume bahan lebih kecil
c.
berat dan volume bahan lebih kecil. Cara ini umumnya dilakukan dengan
pembakaran (insenerasi) pada alat insenerator.
3. Pengomposan
Bahan kimia yang terdapat di dalam limbah diuraikan secara biokoimia,
sehingga menghasilkan bahan organik baru yang lebih bermanfaat. Pengomposan
banyak dilakukan terhadap limbah yang sudah membusuk, buangan industri, lumpur
pabrik dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
110
Untuk beberapa jenis buangan tertentu barang kali tidak membutuhkan
pengomposan, tetapi pembakaran (insenerasi) dengan tahap sebagai berikut :
a. Pemekatan
b. Penghancuran
c. Pengurangan air
d. Pembakaran
e. Pembuangan
4. Proses pembuangan
Proses akhir dari pengolahan limbah padat adalah pembuangan limbah yang
dibagi menjadi dua yaitu :
a) Pembuangan di laut
Pembuangan limbah padat di laut tidak boleh dilakukan di sembarang tempat
dan perlu diingat bahwa tidak semua limbah padat dapat dibuang ke laut. Hal ini
disebabkan :
1. Laut sebagai tempat mencari ikan bagi nelayan
2. Laut sebagai tempat rekreasi dan lalu-lintas kapal
3. Laut menjadi dangkal
4. Limbah padat yang mengandung senyawa kimia beracun dan berbahaya
(misal: limbah B3 /limbah radioaktif), dapat membunuh biota laut.
b) Pembuangan di darat atau tanah
Untuk pembuangan di darat, perlu dilakukan pemilihan lokasi yang harus
dipertimbangkan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
111
1. Pengaruh iklim, temperatur dan angin
2. Struktur tanah
3. Jaraknya harus jauh dengan pemukiman
4. Pengaruh terhadap sumber air, perkebunan, perikanan peternakan, flora atau
fauna.
Pembuangan di darat/tanah dapat dibagi menjadi :
–
Penebaran di atas tanah
–
Penimbunan/penumpukan
–
Pengisian tanah yang cekung (landfill)
Menurut wahit dan nurul 2009 tahap pengolahan limbah padat terdiri dari
tahap pengumpulan dan penyimpanan, tahap pengangkutan, dan tahap pengolahan
dan pemusnahan.
a. Tahap pengumpulan dan penyimpanan
Penyimpanan sementara yang perlu diperhatikan konstruksi harus kuat dan
tidak mudah bocor, memiliki tutup, mudah dibuka tanpa mengotori tangan, serta
ukuran (mudah diangkut). Beberapa persyartaan yang harus dipenuhi antara lain
dibangun diatas permukaan tanah dengan ketinggian bangunan setinggi kendaraan
pengangkut sampah, memiliki dua pintu, dan memiliki dua ventilasi. Ada kran air
untuk membersihkan, tidak menjadi tempat tinggal / sarang lalat dan tikus, serta
mudah dijangkau oleh masyarakat. Pengumpulan limbah padat dilakukan dengan dua
metode, yaitu sistem duet (tempat sampah kering dan basah), sistem trio (tempat
sampah basah, kering, dan tidak mudah terbakar).
Universitas Sumatera Utara
112
b. Tahap pengangkutan
Cara pengangkutan di daerah perkotaan dengan daerah pedesaan berbeda. Di
kota umumnya ada petugas khusus yang menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah setempat yang didukung oleh partisipasi masyarakat penghasil sampah
khususnya menyangkut pembiayaan. Sedangkan di daerah pedesaan umumnya
dapat dikelola sendiri oleh masing-masing anggota keluarga yang belum
memerlukan tempat penampungan sementara (TPS) dan tempat pembuangan akhir
(TPA). Sampah dapat dikelola secra langsung. Sampah yang sulit membusuk
dibakar, sedangkan sampah yang mudah membusuk dijadikan pupuk kompos
untuk keperluan pertanian atau perkebunan.
c. Tahap pengolahan dan pemusnahan, hal ini dapat dilakukan dengan:
 Sanitary landfill (ditanam), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat
lubang ditanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan
tanah. Cara ini memerlukan persyaratan harus tersedia tempat yang luas,
tersedia tanah untuk menimbunya, dan tersedia alat-alat besar.
 Incineration (dibakar), yaitu memusnakan sampah dengan jalan
membakar didalam tungku pembakaran khusus. Manfaat sistem ini
volume sampah dapat diperkecil sampai 1/3.
 Composting (dijadikan pupuk); mengelola sampah menjadi pupuk
kompos.
2.10.8. Penanganan Limbah Padat
Beberapa tahapan penanganan limbah padat terdiri dari :
Universitas Sumatera Utara
113
1. Penimbunan Terbuka
Terdapat dua cara penimbunan sampah yang umum dikenal, yaitu metode
penimbunan terbuka (open dumping) dan metode sanitary landfill. Pada metode
penimbunan terbuka, . Di lahan penimbunan terbuka, berbagai hama dan kuman
penyebab penyakit dapat berkembang biak. Gas metan yang dihasilkan oleh
pembusukan sampah organik dapat menyebar ke udara sekitar dan menimbulkan bau
busuk serta mudah terbakar. Cairan yang tercampur dengansampah dapat merembes
ke tanah dan mencemari tanah serta air.
2. Sanitary Landfill
Pada metode sanitary landfill, sampah ditimbun dalam lubang yang
dialasi iapisan lempung dan lembaran plastik untuk mencegah perembesan limbah ke
tanah. Pada landfill yang lebih modern lagi, biasanya dibuat sistem Iapisan ganda
(plastik – lempung – plastik – lempung) dan pipa-pipa saluran untuk mengumpulkan
cairan serta gas metan yang terbentuk dari proses pembusukan sampah. Gas tersebut
kemudian dapat digunakan untuk menghasilkan listrik.
3. insinerasi
Insinerasi adalah pembakaran sampah/limbah padat menggunakan suatu
alat yang disebut insinerator. Kelebihan dari proses insinerasi adalah volume sampah
berkurang sangat banyak (bisa mencapai 90 %). Selain itu, proses insinerasi
menghasilkan panas yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik atau untuk
pemanas ruangan
4. Pembuatan kompos padat dan cair
Universitas Sumatera Utara
114
metode ini adalah dengan mengolah sampah organic seperti sayuran, daundaun kering, kotoran hewan melalui proses penguraian oleh mikroorganisme tertentu.
Pembuatan kompos adalah salah satu cara terbaik dalam penanganan sampah
organic. Berdasarkan bentuknya kompos ada yang berbentuk padat dan cair.
Pembuatannya dapat dilakukan dengan menggunakan kultur mikroorganisme, yakni
menggunakan kompos yang sudah jadi dan bisa didapatkan di pasaran seperti EMA
efectif microorganism 4.EMA merupakan kultur campuran mikroorganisme yang
dapat meningkatkan degaradasi limbah atau sampah organic.
5. Daur Ulang
Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan
baru dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat menjadi
sesuatu yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi
penggunaan energi, mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca
jika dibandingkan dengan proses pembuatan barang baru. Daur ulang adalah salah
satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan,
pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk / material bekas
pakai, dan komponen utama dalam manajemen sampah modern dan bagian ketiga
adalam proses hierarki sampah 3R (Reuse, Reduce, and Recycle).
2.10.9. Dampak Limbah Padat Industri
a. Terhadap Lingkungan
1. Dampak Menguntungkan
Universitas Sumatera Utara
115
Dapat dipakai sebagai penyubur tanah, penimbun tanah dan dapat
memperbanyak sumber daya alam melalui proses daur ulang (Slamet, 2000).
2. Dampak merugikan
Limbah padat organik akan menyebabkan bau yang tidak sedap akibat
penguraian limbah tersebut. Timbunan limbah padat dalam jumlah besar akan
menimbulkan pemandangan yang tidak sedap, kotor dan kumuh. Dapat juga
menimbulkan pendangkalan pada badan air bila dibuang ke badan air (Wardhana,
2004).
b. Terhadap Manusia
1. Dampak menguntungkan
Dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak, dapat berperan sebagai
sumber energi dan benda yang dibuang dapat diambil kembali untuk dimanfaatkan
(Slamet, 2000).
2. Dampak merugikan
Limbah padat dapat menjadi media bagi perkembangan vektor dan binatang
pengguna. Baik tikus, lalat, nyamuk yang dapat menimbulkan penyakit menular bagi
manusia diantaranya Demam berdarah, Malaria, Pilariasis, Pes, dan sebagainya
(Wardhana, 2004).
2.11. Konsep ISO 14001
ISO 14000 pertama kali dicetuskan sebagai hasil dari putaran Uruguay
(negosiasi GATT) dan konferensi tingkat tinggi Bumi di Rio de Janeiro pada tahun
1992. Pada saat itu GATT menetapkan pada masalah pengurangan “non-tarrif
Universitas Sumatera Utara
116
barriers to trade”, KTT Bumi menghasilkan komitmen untuk perlindungan
lingkungan di seluruh dunia. Untuk mencegah TBT (technical barriers to trade)
karena hal tersebut ditakuti dapat menimbulkan proteksionisme dan diskriminasi
dagang, maka WTO (World Trade Organization) menetapkan bahwa aspek
lingkungan boleh dimasukkan ke dalam persyaratan dagang asalkan memenuhi
syarat sebagai berikut :

Harus transparan dan berdasarkan data ilmiah

Non diskriminasi

Mengikuti standar internasional
Bagian ketiga inilah yang turut mendorong berkembangnya standar internasional
tentang lingkungan yang menuju kepada terciptanya ISO 14000. Termasuk
didalamnya standar pengaturan lingkungan seperti ekolabel (Environmental
Labelling) yang dikenal sejak 1992/1993, bahkan di Jerman sudah ada sejak 1977.
Ekolabel adalah sertifikasi atas produk yang dibuat secara akrab lingkungan,
yaitu tidak mencemarkan dan tidak merusak lingkungan, juga harus secara
berkelanjutan. Dari suatu survey yang dilakukan BAPEDAL, ternyata bahwa pada
tahun 1994, 74 % ekspor Indonesia ditujukan kepada 14 negara yang sudah
mempunyai program ekolabel. Bahkan untuk produk hutan dan kehutanan ada
komitmen Indonesia pada ITTO bahwa sebelum tahun 2000 Indonesia sudah harus
mempunyai sistem ekolabel; kalau tidak maka hasil kehutanan Indonesia tidak akan
laku di pasar anggota ITTO terutama di Eropa.
Universitas Sumatera Utara
117
2.11.1 Pengertian ISO 14001
ISO 14000 adalah standar internasional mengenai manajemen lingkungan
yang dikeluarkan oleh The International Organization for Standardisation (ISO) dan
penerapannya bersifat sukarela. Tujuan ISO 14000 antara lain adalah :
1. Mendorong upaya dan melakukan pendekatan untuk pengelolaan Lingkungan
hidup dan sumberdaya alam dan kualitas pengelolaannya diseragamkan pada
lingkup global.
2. Meningkatkan kemampuan organisasi untuk mampu memperbaiki kualitas dan
kinerja Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam.
3. Memberikan kemampuan dan fasilitas pada kegiatan ekonomi dan industri,
sehingga tidak mengalami rintangan dalam berusaha.
2.11.2. Sistem Menejemen Lingkungan
Sistem Manajemen Lingkungan (SML) atau Environmental Management
System (EMS) merupakan dasar dari konsep 14000, yaitu suatu sistem untuk
mencapai pengelolaan lingkungan yang baik. Konsep EMS berkembang dari British
Standard, BS 7750, yang dikembangkan oleh British Standards Institution pada tahun
1992. Selanjutnya, sesuai dengan perkembangan yang ada, maka pembahasan
tentang EMS akan mengacu kepada skema EMS yang digambarkan oleh ISO seri
14000. Adapun prinsip-prinsip dan elemen-elemen dalam menyusun suatu sistem
manajemen lingkungan mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Commitment and Policy
2. Planning
Universitas Sumatera Utara
118
3. Implementation
4. Measurement and evaluation
5. Review and Improvement
Sistem Manajemen Lingkungan menurut ISO 14000 adalah bagian dari
keseluruihan sistem manajemen yang meliputi struktur organisasi, perencanaan
kegiatan, pertanggungjawaban, praktek, tatalaksana, proses dan sumberdaya untuk
pengembangan, penerapan, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan lingkungan.
Berdasarkan pengalaman dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengelolaan
lingkungan selama ini, dipandang perlu untuk menyusun suatu sistem pengelolaan
lingkungan yang memberikan sarana lebih terstruktur bagi manajemen organisasi
dalam mencapai tujuan dan sasaran pengelolaan lingkungannya. Sistem manajemen
lingkungan meliputi segenap aspek fungsional manajemen untuk mengembangkan,
mencapai, dan menjaga kebijakan dan tujuan organisasi dalam isu-isu lingkungan
hidup.
Dalam penerapannya, pengelolaan kualitas lingkungan harus mengacu pada
suatu acuan yang dapat diterima secara nasional maupun nasional. Agar dapat
diimplementasikan secara efektif, sistem ini harus mencakup beberapa elemen utama
sebagai berikut :
1. Kebijakan Lingkungan : pernyataan tentang maksud kegiatan manajemen
lingkungan dan prinsip-prinsip yang digunakan untuk mencapainya
Universitas Sumatera Utara
119
2. Perencanaan : mencakup identifikasi aspek lingkungan dan persyaratan peraturan
lingkungan hidup yang bersesuaian, penentuan tujuan pencapaian dan program
pengelolaan lingkungan.
3. Implementasi : mencakup struktur organisasi, wewenang dan tanggung jawab,
training komunikasi, dokumentasi, kontrol dan tanggap darurat.
4. Perbaikan reguler dan tindakan perbaikan : mencakup pemantauan, pengukuran,
dan audit.
5. Kajian Manajemen : kajian tentang kesesuaian dan efektifitas sistem untuk
mencapai tujuan dan perubahan yang terjadi di luar organisasi.
Setiap organisasi, tanpa batasan bidang kegiatan, jenis kegiatan, dan status
organisasi, dapat mengimplementasikan Sistem Manajemen Lingkungan tersebut
untuk mencapai kinerja lingkungan yang lebih baik secara sistematis. Implementasi
tersebut bersifat sukarela dan berperan sebagai alat manajemen untuk mengelola
organisasi masing-masing.
2.11.3. Sertifikasi ISO 14001
Sertifikasi atas ISO 14001 mempunyai arti bahwa sistem manajemen
lingkungan dari perusahaan diakses, dinilai atau dievaluasi, dan hasilnya telah
memenuhi persayaratan-persyaratan yang sesuai dengan standar SML ISO 14001.
Terdapat tiga jenis sertifikasi, yaitu :
– Sertifikasi jenis I atau sertifikasi pihak ketiga
– Sertifikasi jenis II atau pernyataan diri
– Sertifikasi jenis III atau sertifikasi pihak kedua
Universitas Sumatera Utara
120
Dalam sertifikasi ISO 14001, ada dua hal yang perlu dicatat:
1. Sertifikasi yang dilaksanakan harus berdasarkan masing-masing lokasi pabrik.
2. Umumnya sertfikasi yang diberikan berlaku untuk jangka waktu dua atau tiga
tahun. Dalam perioda waktu itu, audit secara berkala dilakukan oleh lembaga
yang melakukan sertifikasi.
2.11.4. Manfaat Penerapan ISO 14001
Manfaat yang didapatkan suatu perusahaan dengan diterapkannya ISO 14001
adalah:
1.
Perlindungan Lingkungan
SML 14001memungkinkan manusia dan lingkungan hidup tetap eksis dengan
kondisi yang baik
2. Manajemen Lingkungan yang lebih baik
Standar SML 14001 memberikan perusahaan kerangka menuju manajemen
lingkungan yang lebih konsisten dan diandalkan.
3. Mempertinggi daya saing
Mempertinggi peluang untuk berusaha dan bersaing dalam pasar bebas dalam
era globalisasi.
4. Menjamin ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
SML ISO 14001 menjamin perusahaan yang memilikinya memenuhi
perundang-undangan yang berlaku karena ada dokumen yang tertulis.
5. Penerapan sistem menajemen yang efektif
Universitas Sumatera Utara
121
Standar ISO 14001 menanggung berbagai teknik manajemen yang baik, yang
meliputi manajemen personel, akuntasi, pengendalian pemasok, pengendalian
dokumen, dan lain-lain yang diperlukan
6. Pengurangan Biaya
Selain mempermudah jalan untuk memenuhi persyaratan konsumen tanpa
harus repot memenuhinya kembali, juga dapat mengurangi pemakaian bahan
kimia maupun limbah dan B3 yang harus diproses kembali. Seperti juga pada
prinsip penerapan sistem mutu ISO 9000. yaitu lakukanlah secara benar dan
baik pada kesempatan pertama.
7. Hubungan Masyarakat yang lebih baik
Sebagian terbesar prosedur yang ada pada ISO 14001 mensyaratkan tindakan
yang proaktif. Setiap tindakan proaktif terhadap lingkungan ini akan
meningkatkan citra perusahaan dalam hal lingkungan terhadap masyarakat.
8. Kepercayaan dan kepuasan langganan yang lebih baik
Terkait dengan hubungan mayarakat yang lebih baik adalah kepercayaan dan
kepuasan langganan. Bila perusahaan telah memperoleh sertifikat ISO 14001,
pelanggan akan lebih merasa aman karena adanya perlindungan lingkungan.
2.12. Sekilas tentang Makanan Olahan (Food Division) Nugget
Nugget merupakan bahan pangan yang terbuat dari daging segar olahan yang
telah dimodifikasi melalui pengolahan. Daging ayam olahan memiliki masa simpan
yang lebih lama. Pengolahan daging menjadi produk jadi seperti nugget dapat
Universitas Sumatera Utara
122
memperbaiki sifat organoleptik, penurunan penyusutan lemak dan meningkatkan
variasi produk daging. (Marliyati. 1992).
Menurut Magfiroh, 2002 nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging
yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi
dan dilapisi dengan tepung berbumbu (battered dan braded). Nugget dibuat dari
daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak
membentuk tertentu, dikukus, dipotong dan dilumuri perekat tepung (batter) dan
diselimuti tepung roti (breading).
Nugget merupakan salah satu bentuk produk makanan beku siap saji, yaitu
produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked),
kemudian dibekukan (Afrisanti, 2010). Produk beku siap saji ini hanya memerlukan
waktu penggorengan selama 1 menit pada suhu 150º C. Tekstur nugget tergantung
dari bahan asalnya (Astawan, 2007)
Standarisasi kualitas untuk bahan pangan untuk nugget meliputi sifat kimia
dan organoleptik. Persyaratan untuk menguji kualitas bahan pangan menurut Badan
Standarisasi Nasional (2002) menggunakan uji kualitas kimia meliputi kadar lemak,
air, abu, protein dan karbohidrat.
Uji kualitas organoleptik meliputi aroma, rasa, dan tekstur. Badan
Standarisasi Nasional (BSN) (2002) pada SNI.01-6638-2002 mendefinisikan nugget
ayam sebagai produk olahan ayam yang dicetak, dimasak, dibuat dari campuran
daging ayam giling yang diberi bahan pelapis dengan atau tanpa penambahan bahan
makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan
Universitas Sumatera Utara
123
Berikut ini persyaratan mutu dan karakateristik nugget ayam:
Tabel 2.1 Syarat mutu nugget ayam
Jenis Uji
Persyaratan
Keadaan
- Aroma
Normal, sesuai label
- Rasa
Normal, sesuai label
- Tekstur
Normal
Air
%, b/b
Maks.60
Protein
%, b/b
Min.12
Lemak
%, b/b
Maks.20
Karbohidrat %, b/b
Maks.25
Kalsium
mg/100g
Maks.30
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2002)
2.13. Proses Produksi Pengolahan Pembuatan Nugget
Menurut Sondang dan Siagan (2003), proses produksi umumnya dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Proses produksi terus-menerus (Continous Process)
Proses produksi berlangsung secara terus-menerus dan peralatan produksi
yang digunakan disusun dan diatur rapi dengan memperhatikan urutanurutan atau routing dalam menghasilkan produk tersebut, juga arus barang,
serta arus bahan dalam proses yang telah distandarisasi.
2. Proses produksi terputus-putus (Batch Process)
Kegiatan proses produksi dilakukan secara tidak standar atau putus-putus,
tetapi didasarkan pada produk yang dikerjakan, sehingga peralatan produksi
yang digunakan disusun dan diatur dapat bersifat fleksibel untuk dapat
dipergunakan dalam menghasilkan berbagai produk dengan berbagai
ukuran.
Universitas Sumatera Utara
124
3. Proses produksi yang bersifat proyek
Kegiatan proses produksi dilakukan pada tempat tertentu dan waktu yang
berbeda-beda, sehingga peralatan produksi yang digunakan ditempatkan
pada lokasi dimana proyek tersebut dilaksanakan pada saat yang
direncanakan.
Menurut Aswar, 2005 Pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu
penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan,
pengukusan dan pencetakan, pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti,
penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan. Tahapan pembuatan nugget adalah
sebagai berikut :
1. Penggilingan
Penggilingan daging diusahakan pada suhu di bawah 15ºC, yaitu dengan
menambahkan es pada saat penggilingan daging. Pendinginan ini bertujuan untuk
mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas. Pada proses penggilingan
daging terjadi gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan panas. Air yang
ditambahkan ke dalam adonan nugget pada waktu penggilingan daging dalam bentuk
serpihan es. Air es digunakan untuk mempertahankan temperatur selama
pendinginan. Air es selain berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging,
juga berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam
yang akan melarutkan protein myofibril (Afrisanti, 2010).
2. Pengukusan
Universitas Sumatera Utara
125
Pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan granula–granula pati
yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa pengembangan granula
pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti keadaan semula (Winarno,
1997). Mekanisasi gelatinisasi, diawali oleh granula pati akan menyerap air yang
memecah kristal amilosa dan memutuskan ikatan–ikatan struktur heliks dari molekul
tersebut. Penambahan air dan pemanasan akan menyebabkan amilosa berdifusi
keluar granula, sehingga granula tersebut hanya mengandung sebagian amilopektin
dan akan pecah membentuk suatu matriks dengan amilosa yang disebut gel
(Winarno, 1997).
3. Batter dan Breading
Perekat tepung (batter) adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati, dan
bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak.
Pelumuran tepung roti (breading) merupakan bagian yang paling penting dalam
proses pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Coating adalah
tepung yang digunakan untuk melapisi produk–produk makanan dan dapat
digunakan untuk melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan
penyimpangan. Breading dapat membuat produk menjadi renyah, enak dan lezat.
Nugget termasuk salah satu produk yang pembuatannya menggunakan batter dan
breading. Batter yang digunakan dalam pembuatan nugget berupa tepung halus dan
berwarna putih, bersih dan tidak mengandung benda–benda asing. Tepung roti harus
segar, berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam, warnanya cemerlang, serpihan
rata, tidak berjamur dan tidak mengandung benda-benda asing (BSN, 2002).
Universitas Sumatera Utara
126
4. Penggorengan
Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan orang dengan
menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang digoreng mempunyai
permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang muncul disebabkan karena
reaksi pencoklatan (Maillard) (Ketaren, 1986). Reaksi Maillard terjadi antara protein,
asam amino, dan amin dengan gula aldehida dan keton, yang merupakan penyebab
terjadinya pencoklatan selama pemanasan atau penyimpanan dalam waktu yang lama
pada bahan pangan berprotein.
Penggorengan awal (pre-frying) adalah langkah yang terpenting dalam proses
aplikasi batter dan breading. Tujuan penggorengan awal adalah untuk menempelkan
perekat tepung pada produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan
selanjutnya didistribusikan kepada konsumen. Penggorengan awal akan memberikan
warna pada produk, membentuk kerak pada produk setelah digoreng, memberikan
penampakan goreng pada produk serta berkontribusi terhadap rasa produk.
Penggorengan awal dilakukan dengan menggunakan minyak mendidih (180-195°C)
sampai setengah matang. Suhu penggorengan jika terlalu rendah, pelapis produk
menjadi kurang matang. Jika suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna
gelap dan gosong. Waktu untuk penggorengan awal adalah sekitar 30 detik.
Penggorengan awal dilakukan karena penggorengan pada produk akhir hanya
berlangsung sekitar 4 menit, atau tergantung pada ketebalan dan ukuran produk.
Menurut Jamaludin et al (2008) selama proses penggorengan terjadi secara simultan
perpindahan panas dan massa.
Universitas Sumatera Utara
127
5. Bahan Pengikat
Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan dapat
meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahan
pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi (Afrisanti,
2010). Bahan pengikat juga berfungsi mengurangi penyusutan pada waktu
pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein dalam bentuk tepung dipercaya
dapat memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan. Pengikat terdiri menurut
asalnya bahan dari bahan pengikat yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Bahan
pengikat hewani antara lain susu bubuk skim dan tepung ikan (Afrisanti, 2010).
6. Bahan Pengisi
Bahan pengisi merupakan sumber pati yang ditambahkan dalam produk
restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi sebagian daging
sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007). Fungsi lain dari bahan pengisi adalah
membantu meningkatkan volume produk. Menurut Winarno (1997) pati terdiri atas
dua fraksi yang dapat terpisah dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan
fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Fraksi amilosa berperan penting dalam
stabilitas gel, karena sifat hidrasi amilosa dalam pati yang dapat mengikat molekul
air dan kemudian membentuk massa yang elastis. Stabilitas ini dapat hilang dengan
penambahan air yang berlebihan. Bahan pengisi yang umum digunakan pada
pembuatan nugget adalah tepung (Afrisanti, 2010)
7. Bumbu-bumbu
Universitas Sumatera Utara
128
Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna untuk
meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan
kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk. Pembuatan nugget memerlukan
bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang putih dan merica (Aswar, 2005). Garam
merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan digunakan sebagai
penegas cita rasa dan bahan pengawet. Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak
karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa produk
menjadi asin. Konsentrasi garam yang ditambahkan biasanya berkisar 2 sampai 3%
dari berat daging yang digunakan (Aswar, 2005). Pemakaian gula dan bumbu dapat
memperbaiki rasa dan aroma produk yang dihasilkan. Pemberian gula dapat
mempengaruhi aroma dan tekstur daging serta mampu menetralisir garam yang
berlebihan. Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma
serta untuk meningkatkan citarasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami
yang ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta
untuk meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat fungistotik dan fungisidal).
Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang mengandung
komponen sulfur (Palungkun et al, 1992). Merica atau lada (Paperningrum) sering
ditambahkan dalam bahan pangan. Tujuan penambahan merica adalah sebagai
penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan. Merica sangat digemari
karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas
merica disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang
merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 2003).
Universitas Sumatera Utara
129
Secara umum pembuatan nugget melalui beberapa tahap mulai dari sanitasi
atau kebersihan dari bahan baku seperti daging ayam, daging sapi dan ikan persiapan
bahan baku (raw material), pembentukan adonan dengan cara penggilingan daging
(grinder meat) kemudian dilakukan pencampuran bumbu (mikser), penambahan es
dan bahan tambahan, pencetakan (forming) perekatan tepung dan pelumuran tepung
panir, pengorengan awal (pre-frying), pembekuan (freezing) dan pengemasan
(packaging). Alur proses pembuatan nugget dapat dilihat dari skema dibawah :
Gambar 2.2. Skema Alur Proses Pembuatan Nugget PT.Charoen Pokphand
Indonesia KIM Mabar
Alur Proses Pembuatan Nugget
Sanitasi
penggorengan
(Frying 1)
Star Up (menghidupkan
mesin)
Frying 2
Input Romaterial (bahan
baku)
Pembekuan
(Freezing)
Mikser (pencampuran
bahan/bumbu
Pengemasan
(Packaging)
Pencetakan (Forming)
Detecting
Proses (Better)
Box Packaging
.
Bread crumb
Custoret
Sumber : PT. Charoen Pokphand Indonesia KIM Mabar
Universitas Sumatera Utara
130
Pada alur proses produksi pembuatan nugget di atas, yang merupakan sumber
limbah terbanyak yakni pada proses pencucian bahan baku dan penggorengan
(Frying1), dan Frying 2 karena pada saat penggorengan dilakukan dengan merendam
produk pada minyak goreng panas selama beberapa saat. Selanjutnya nugget
dilewatkan ke dalam oven sehingga mengalami pematangan penuh.
2.14. Proses Pengolahan Limbah Cair Makanan Olahan (Food Division)
Berdasarkan kandungan bahan tercemar pada limbah cair dari produk
makanan olahan (food division) ada beberapa metode / tahap yang dilakukan untuk
proses pengolahan secara fisika menggunakan pengolahan primer (Primary
Treatment) dengan metode pengendapan dikenal juga metode pengapungan
(flotation).Metode ini efektif digunakan untuk menyingkirkan polutan berupa minyak
dan lemak. limbah pengolahan hasil industri dibutuhkan peralatan pengolahan
sebagai berikut :
a. Penyaringan (screening)
Penyaringan ini dibutuhkan untuk memisahkan padatan yang terbawa oleh
limbah cair, penyaringan ini di pasang sesuai dengan kebutuhan misalnya saringan
kasar, sedang dan halus.
b. Pengolahan awal (pretreatment)
limbah yang telah disaring kemudian disalurkan ke suatu tangki atau bak yang
berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat tersuspensi lain yang berukuran
relatif besar. Tangki ini dalam bahasa inggris disebut grit chamber dan cara kerjanya
Universitas Sumatera Utara
131
adalah dengan memperlambat aliran limbah sehingga partikel-partikel pasir jatuh ke
dasar tangki sementara air limbah terus dialirkan untuk proses selanjutnya.
c. Pengendapan
Metode pengendapan adalah metode pengolahan utama dan yang paling banyak
digunakan pada proses pengolaha primer limbah cair. Di tangki pengendapan, limbah
cair didiamkan agar partikel-partikel padat yang tersuspensi dalam air limbah dapat
mengendap ke dasar tangki. Endapan partikel tersebut akan membentuk lumpur yang
kemudian akan dipisahkan dari air limbah ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut.
d. Pengapungan (flotation)
Proses pengapungan dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat
menghasilkan gelembung-gelembung udara berukuran kecil (± 30 – 120 mikron).
Gelembung udara tersebut akan membawa partikel-partikel minyak dan lemak ke
permukaan air limbah sehingga kemudian dapat disingkirkan.
Gambar 2.1. Proses pengolahan primer limbah cair dengan metode
pengapungan (flotating)
Universitas Sumatera Utara
132
2.15. Baku Mutu Limbah Industri Makanan Olahan (Food Division)
Peraturan yang mengatur tentang Baku Mutu Air Limbah
Bagi Usaha
Dan/Atau Kegiatan Pengolahan Daging Per. Men LH No.14/2008. Baku Mutu
Limbah cair adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar
untuk dibuang dari sumber pencemaran ke dalam badan air, sehingga tidak
menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Pada . Men LH
No.14/2008 tidak ada Baku Mutu Limbah Industri makanan olahan (Food Division)
yang diatur secara khusus maupun spesifik. Baku Mutu Limbah Industri Makanan
Olahan (Food Division) diatur dalam Baku Mutu Limbah Cair Bagi Usaha Dan/Atau
Kegiatan Pengolahan Daging Per. Men LH No.14/2008 yaitu :
Tabel 2.1.
Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pengolahan Daging
(Per. Men LH No.14/2008)
Parameter
Kadar Maksimum
(mg/L)
125
250
100
10
10
BOD
COD
TSS
Amonia (NH3-N)
Minyak dan Lemak
pH
Kuantitas air limbah
maksimum
Sumber : Per. Men LH No.14/2008
Beban Pencemaran
maksimum (kg/ton)
0.75
1.5
0.6
0.06
0.06
6-9
6 m³/ ton produk
Universitas Sumatera Utara
133
2.16.Kerangka Konsep
Kapasitas
Proses
Produksi
Bahan Baku
Unit
Pengolahan
Limbah
Proses Pengolahan
Limbah Padat :
- Pengumpulan
- Penyimpanan
- Pengangkutan
- Pengolahaan dan
Pemusnahan
Baku Mutu Air Limbah
Bagi Usaha Dan/Atau
Kegiatan
Pengolahan
Daging (Per. Men LH
No.14/2008)
Memenuhi
Syarat
Proses Pengolahan
Limbah Cair :
- Pengolahan Primer
(Primary Treatment)
- Pengolahan Sekunder
(Secondary Treatment)
- Pengolahan Tersier
(Tertiary Treatment)
Tidak
Memenuhi
Syarat
Universitas Sumatera Utara
Download