PSIKOANALISIS KLASIK (Sigmund Freud) Teori Psikoanalisis

advertisement
PSIKOANALISIS KLASIK (Sigmund Freud)
Teori Psikoanalisis, menjadi teori yang paling komprehensif di antara teori
kepribadian lainnya, namun juga mendapat tanggapan yang paling banyak, baik
tanggapan
positif
maupun
negatif.
Sistematik
yang
dipakai
Freud
dalam
mendeskripsikan kepribadian menjadi tiga pokok bahasan, yakni Struktur kepribadian,
Dinamika kepribadian, dan Perkembangan kepribadian, banyak diikuti oleh pakar
kepribadian lain.
A. Struktur Kepribadian
Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar
(conscious), prasadar (preconscious), dan tak sadar (unconcious). Baru pada tahun 1923
Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni id, ego, dan superego.
Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama, tetapi melengkapi/menyempurnakan
gambaran mental terutama dalam fungsi atau tujuannya. Enam elemen pendukung
struktur kepribadian itu adalah sebagai berikut :
1. Sadar (Conscious).
Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu.
Menurut Freud, hanya sebagian kecil saja dari kehidupan mental (fikiran, persepsi,
perasaan, dan ingatan) yang masuk ke kesadaran (consciousness). Isi daerah sadar itu
merupakan hasil proses penyaringan yang diatur oleh stimulus atau cue-eksternal. Isiisi kesadaran itu hanya bertahan dalam waktu yang singkat di daerah conscious, dan
segera tertekan ke daerah preconscious atau unconscious, begitu orang memindahkan
perhatiannya ke cue yang lain.
2. Prasadar (Preconscious).
Disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat kesadaran yang
menjadi jembatan antara sadar dan taksadar. Isi preconscious berasal dari conscious dan
dari unconscious. Kalau sensor sadar menangkap bahaya yang bisa timbul akibat
kemunculan materi taksadar materi itu akan ditekan kembali ke ketidaksadaran. Materi
taksadar yang sudah berada di daerah prasadar itu bisa muncul kesadaran dalam
bentuk simbolik, seperti mimpi, lamunan, salah ucap, dan mekanisme pertahanan diri.
3. Taksadar (Unconscious).
Adalah bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud
merupakan bagian terpenting dari jiwa manusia. Secara khusus Freud membuktikan
bahwa ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetik tetapi itu adalah kenyataan
empirik. Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls dan drives yang dibawa dari lahir, dan
pengalaman-pengalaman traumatik yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah
taksadar.
The Id (Is [Latin], atau Es [Jerman]), Id adalah sistem kepribadian yang
asli,dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan muncul ego dan superego. Saat
dilahirkan, id berisi semua aspek psikologik yang diturunkan, seperti insting, impuls
dan drives. Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu :
berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi id, kenikmatan
adalah keadaan yang relatif inaktif atau tingkat enerji yang rendah, dan rasa sakit
adalah tegangan atau peningkatan enerji yang mendambakan kepuasan. Pleasure
principle diproses dengan dua cara tindak refleks (reflex actions) dan proses primer
(primary process).
Tindak refleks adalah reaksi atomatis yang dibawa sejak lahir seperti
mengejapkan mata, dipakai untuk menangani pemuasan rangsang sederhana dan
biasanya segera dapat dilakukan. Proses primer adalah reaksi membayangkan sesuatu
yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan, dipakai untuk menangani
stimulus kompleks seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau puting
ibunya. Proses membentuk gambaran obyek yang dapat mengurangi tegangan, disebut
pemenuhan hasrat (wish fulfillment), misalnya mimpi, lamunan, dan halusinasi psikotik.
“Gambar: Struktur Kepribadian menurut Freud”
The Ego (Das Ich [Jerman]), Ego berkembang dari id agar orang mampu
menangani realita, sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle),
usaha memperoleh kepuasan yang dituntun id dengan mencegah terjadinya tegangan
baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan obyek yang nyata-nyata dapat
memuaskan kebutuhan. Prinsip realita itu dikerjakan melalui proses sekunder
(secondary process), yakni berfikir realistik menyusun rencana dan menguji apakah
rencana itu menghasikan obyek yang dimaksud. Proses pengujian itu disebut uji realita
(reality testing), melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah difikirkan
secara realistik.
Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian, yang memiliki dua tugas
utama, pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau insting mana
yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan
bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya
minimal. Dengan kata lain, ego sebagai eksekutif kepribadian berusaha memenuhi
kebutuhan id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan berkembangmencapai-kesempurnaan dari superego.
The Superego (Das Ueber Ich [Jerman]), Superego adalah kekuatan moral dan
etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistik (idealistic principle)
sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik dari ego. Superego
berkembang dari ego, dan seperti ego dia tidak mempunyai enerji sendiri. Sama dengan
ego, superego beroperasi di tiga daerah kesadaran. Namun berbeda dengan ego, dia
tidak mempunyai kontak dengan dunia luar (sama dengan id) sehingga kebutuhan
kesempurnaan yang diperjuangkannya tidak realistik (id tidak realistik dalam
memperjuangkan kenikmatan).
Prinsip idealistik mempunyai dua subprinsip, yakni conscience dan ego-ideal.
Superego pada hakekatnya merupakan elemen yang mewakili nilai-nilai orang tua atau
interprestasi orang tua mengenai standar sosial, yang diajarkan kepada anak melalui
berbagai larangan dan perintah. Apapun tingkah laku yang dilarang, dianggap salah, dan
dihukum oleh orang tua, akan diterima anak menjadi suara hati (conscience), yang berisi
apa saja yang tidak boleh dilakukan. Apapun yang disetujui, dihadiahi dan dipuji orang
tua, akan diterima menjadi standar kesempurnaan atau ego ideal, yang berisi apa saja
yang seharusnya dilakukan. Proses mengembangkan konsensia dan ego ideal, yang
berarti menerima standar salah dan benar itu disebut introyeksi (introjection).
Superego bersifat nonrasioanal dalam menuntut kesempurnaan, menghukum
dengan keras kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran.
Paling tidak, ada tiga fungsi superego; (1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan
realistik dengan tujuan-tujuan moralistik, (2) merintangi impuls id, terutama impuls
seksual dan agresif yang bertentangan dengan standar nilai masyarakat, dan (3)
mengejar kesempurnaan. Struktur kepribadian id-ego-superego itu bukan bagianbagian yang menjalankan kepribadian, tetapi itu adalah nama dari sistem struktur dan
proses psikologik yang mengikuti prinsip-prinsip tertentu. Biasanya sistem-sistem itu
bekerja sama sebagai team, di bawah arahan ego. Baru kalau timbul konflik diantara
ketiga struktur itu, mungkin sekali muncul tingkah laku obnormal.
Tabel: Perbandingan Tiga Sistem Kepribadian
ID
Original
EGO
sistem,
SUPEREGO
asal Berkembang dari id untuk Berkembang dari ego un-
muasal dari system yang menangani
dunia tuk
lain. Berisi insting dan eksternal.
penyedia
enerji
untuk
sebagai
Memperoleh tangan-tangan moral ke-
psikik enerji dari id. Memiliki pribadian.
dapat pengetahuan
Merupakan
baik wu-jud internalisasi nilai-
beroperasinya
system mengenai
yang
Hanya maupun realitas objektif.
lain.
berperan
dunia
dalam nilai
orang
tua.
Dikelompokkan menjadi
mengetahui dunia dalam;
dua;
tidak
berhubungan
menghukum tingkah laku
dengan dunia luar, tidak
yang salah), dan ego ideal
memiliki
(yang
pengetahuan
mengenai realitas objektif.
conscious
(yang
menghadiahi
tingkah laku yang benar).
Seperti id, superego tidak
berhubungan
dengan
dunia luar, tidak memiliki
pe-ngetahuan
mengenai
real-itas objektif.
Mengikuti prinsip kenik- Mengikuti prinsip realita Mengikuti
prinsip
matan dan bekerja dalam dan bekerja dalam bentuk conscious dan ego ideal.
bentuk
proses
primer. proses sekunder. Tujuan- Tujuannya membedakan
Tujuannya tunggal yakni nya untuk membedakan antara benar dan salah
mengenali
kenikmatan antara
dan rasa sakit sehingga realita
dapat
kenikmatan
fantasi
sehingga
memperoleh memuaskan
dengan dan menuntut bahwa diri
dapat telah mematuhi ancaman
kebutuhan moral, dan memuaskan
dan organisme. Harus dapat kebutuh-an
menghindari rasa sakit.
menggabungkan
kesempurnaan.
kebutuhan id, superego
dan
dunia
eksternal.
Tujuan umum-nya adalah
mempertahan-kan hidup
dan kehidupan jenisnya.
Mencari kepuasan insting Menunda
segera.
kepuasan Menghambat
kepuasan
insting sampai kapuasan insting.
itu dapat dicapai tanpa
mengalami konflik dengan
superego
dan
dunia
eksternal.
Tidak rasional.
Beroperasidi
Rasional.
daerah Beroperasi
unconscious.
conscious,
Tidak rasional.
di
daerah Beroperasi
preconscious, conscious,
dan unconscious.
di
daerah
preconscious,
dan unconscious.
B. Dinamika Kepribadian.
Freud berpendapat manusia sebagai system yang kompleks memakai energy
untuk berbagai tujuan seperti bernafas, bergerak, mengamati, dan mengingat. Kegiatan
psikologik juga membutuhkan energy, yang disebut energy psikik (psychic energy), yaitu
energy yang ditransform dari energy fisik melalui id beserta insting-instingnya. Ini
sesuai kaidah fisika, bahwa energy tidak dapat hilang, tetapi dapat berpindah dan
berubah bentuk.
1. Insting sebagai Energi Psikis.
Insting adalah perwujudan psikologik dari kebutuhan tubuh yang menuntut
pemuasan. Misalnya insting lapar berasal dari kebutuhan tubuh yang kekurangan
nutrisi dan secara jiwani terwujud dalam bentuk keinginan makan. Hasrat atau motivasi
atau dorongan dari insting secara kuantitatif adalah energy psikik dan kumpulan energy
dari seluruh insting yang dimiliki seseorang merupakan energy yang tersedia untuk
menggerakan proses kepribadian. Energi insting dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Sumber insting, adalah kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Sepangjang hayat,
sumber insting bersifat konstan, tidak berubah kecuali perubahn akibat
kemasakan. Kemasakan akan mengembangkan kebutuhan jasmaniah yang baru,
dari sanalah timbul insting-insting yang baru pula.
b. Tujuan insting, berakaitan dengan sumber insting, yakni kembali memperoleh
keseimbangan, misalnya dengan mencukupi kekurangan nutrisi. Seperti sumber
insting, tujuan insting juga bersifat konstan. Konsep Freud memandang insting
sebagai pemicu tegangan, dan id, ego, dan superego bekerja untuk mereduksi
tegangan
itu.
Jadi,
tujuan
insting
juga
dersifat
konservatif,
artinya
mempertahankan keseimbangan organism dengan menghilangkan stimulasistimulasi yang mengganggu. Sumber dan tujuan yang konstan, bias
menimbulkan pengulangan tingkah laku. Dimulai dari timbul rangsangan sampai
peredaran tegangan. Kalau pengulangan menjadi irasional, tanpa dapat dicegah
oleh kesadaran, menjadi gejala neurotic kompulsi repetisi (repetition
compulsion).
c. Obyek insting, adalah segala sesuatu yang menjembatani antara kebutuhan
yang timbul dengan pemenuhannya. Berbeda dengan sumber dan tujuan insting
yang konstan, obyek insting atau cara orang memuaskan kebutuhannya ternyata
berubah-ubah sepanjang waktu. Energy insting itu dapat dipindahkan
(displacement) dari obyek asli ke obyek lain yang tersedia untuk mereduksi
tegangan. Apabila pemindahan menjadi permanen, maka proses itu disebut
derivative insting (instinct derivative).
d. Daya dorong insting, kekuatan/intensitas keinginan berbeda-beda setiap
waktu. Insting lapar dari orang yang seharian tidak makan tentu lebih besar dari
insting lapar orang yang makan teratur. Sebagai tenaga pendorong, jumlah
kekuatan energy dari seluruh insting bersifat konstan. Penggunaannya yang
berubah. Kebutuhan yang sangat penting akan mendapat satu energy yang lebih
besar disbanding kebutuhan lain yang kurang penting.
2. Jenis-jenis insting.
a. Insting Hidup dan Insting Seks.
Freud mengajukan dua kategori umum: insting hidup (life instinct) dan
insting mati (death instinct). Insting hidup disebut juga Eros, yaitu dorongan
yang menjamin survival dan reproduksi, seperti lapar, haus, dan seks. Energi
yang dipakai oleh insting hidup ini disebut libido. Sepanjang usia bayi yang
perhatiannya tertuju kepada dirinya sendiri (self centered), libido ditujukan
kepada ego yang berarti bayi memperoleh kepuasan dengan mengenal dirinya
sendiri, dinamakan Freud: narkisisme primer (Primary narcissism) atau libido
narcissism. Semua bayi mengalami gejala narkisisme primer ini. Bertambahnya
usia mengembangkan perhatian ke dunia luar dan kepuasan menuntut obyek di
luar diri. Libido narkisisme primer berubah menjadi libido obyek.
Pada usia pubertas sering pada individu tertentu perhatiannya lebih
tertuju kepada tampang diri dan interes dirinya sendiri. Gejala ini kemudian
disebut secondary narcissism. Libido yang ditujukan kepada orang lain, itulah
cinta (Love). Dorongan seksual pada bayi mulanya tertuju kepada ibu atau orang
yang merawatnya. Cinta secara seksual kepada ibu dan anggota keluarga lain
akan direpres ke bawah sadar, diganti dengan cinta nonseksual. Tampak,
narkisisme dan cinta berhubungan erat. Narkisisme adalah cinta kepada diri
sendiri, sehingga cinta yang dibarengi kecenderungan narkisisme menjadi
mementingkan diri sendiri. Insting seks sebagai bagian dari insting hidup dapat
muncul bersama dengan insting destruktif (insting mati), menjadi gejala Sadism
dan Masochism. Sadisme adalah memuaskan dorongan seksual dan dorongan
destruktif melalui menyerang orang lain. Sedangkan, masokism adalah
memuaskan dorongan seksual dengan menyerang atau menyakiti diri sendiri.
b. Insting Mati.
Insting mati atau insting destruktif (destructive instinct, disebut juga
Thanatos) bekerja secara sembunyi-sembunyi disbanding insting hidup.
Akibatnya pengetahuan mengenai insting mati menjadi terbatas, kecuali
kenyataan bahwa pada akhirnya semua orang akan mati. Menurut Freud, tujuan
semua kehidupan adalah kematian. Dorongan agresif (aggressive drive) adalah
derivative insting mati yang terpenting. Insting mati mendorong orang untuk
merusak diri sendiri dan dorongan agresif merupakan bentuk penyaluran agar
orang tidak membunuh dirinya sendiri (suicide). Untuk memelihara diri, insting
hidup umumnya melawan insting mati itu dengan cara mengarahkan energinya
keluar, dutujukan ke orang lain. Sebagian energy agresi ini kemudian dapat
disalurjkan ke kegiatan-kegiatan yang dapat diterima lingkungan social.
3. Distibusi dan Pemakaian Energi.
Dinamika kepribadian ditentukan oleh cara energy psikis didistribusikan dan
dipakai oleh id, ego, dan superego. Jumlah energy psikis terbatas dan ketiga unsur
struktur itu bersaing untuk mendaptkannya. Kalau salah satu unsur menjadi lebh
kuatmaka dua yang lain menjadi lebih lemah, kecuali ada energy baru yang
ditambahkan atau dipindahkan ke system itu.
Pada mulanya, seluruh energy psikis menjadi milik id dan dipakai untuk
memenuhi hasrat (wishfulfillment) melalui aksi refleks, proses primer. Energi itu
diinvestasikan kepada suatu obyek untuk memuaskan hasrat. Namun karena proses
primer tidak dapat membedakan obyek-obyek secara obyektif, sifat energy menjadi
tidak stabil, mudah dipindah dari obyek satu ke obyek lainnya. Proses pemaaian energy
oleh id seperti itu disebut pemilihan obyek (object cathexes id) atau instinctual object
cathexes.
Ego tidak memiliki energy sendiri, sehingga harus menarik energy dari id.
Berangsur-angsur semakin banyak energy id yang dapat diambil oleh ego, karena ego
lebih berhasil dari pada id dalam mereduksi tegangan. Proses pengalihan energy ini
disebut identifikasi (identification), yakni proses ego mencocokan gambaran mental
dari id dengan kenyataan actual. Id berpendapat bahwa obyek nyata harus sama dengan
gambaran atau fantasi mengenai obyek yang diinginkan, sedangkan ego berprinsip
gambaran obyek bisa berbeda dengan obyek nyata, gambaran itu harus dikonfrontasi
dengan kenyataan dan peluang untuk memperolehnya. Konsep identifikasi ini sangat
penting karena semua kemajuan kognitif adalah ujud dari gambaran mental mengenai
dunia yang semakin mendekati kenyataan.
Ketika kateksis obyek ego dan id memperoleh kepuasan akan pindah menjadi
energy ego. Ego semakin banyak menguasai poersi energy karena berhasil memperoleh
obyek yang memuaskan kebutuhan. Tentu saja manakala ego gagal unuk memuaskan
insting, id mungkin dapat menark dan menguasai kembali energy yang ada pada ego.
Sesudah ego menguasai energy, ego memakainya untuk tujuan lain selain memuaskan
insting melalui proses sekunder, misalnya energy itu dipakai untuk meningkatkan
perkembangan berbagai proses psikologik seperti pesepsi, ingatan, dan berfikir.
Sebagian energy itu juga dipakai ituk mengekang id agar tida bertindak impulsive dan
irasional. Daya kekang ini disebut anticathexes yang melawan dorongan cathexes id.
Antikateksis juga dipakai untuk melawan superego yang terlalu menyesakkan, ego
melindungi diri dengan mekanisme pertahanan (defence mechanism). Ego sebagai
eksekutif kepribadian memakai energy untuk mengatur aktivitas dari tiga struktur itu
dalam kesatuan. Ego berusaha menciptakan harmoni dalam kepribadian sehingga
transaksi dengan lingkungan dapat dikerjakan dengan lancar dan efektif.
Seperti ego, superego mendapat energy dari id melalui proses identifikasi. Apa
yang dikerjakan superego seringkali bertentangan dengan impuls-impuls id. Ini terjadi
karena aturan moral itu mewakili usaha masyarakat untuk mengontrol dan mencegah
pengungkapan dorongan primitive, terutama dorongan seksual dan agresi. Superego
juga bisa bertentangan dengan ego, ketika rasional-pragmatis dari ego melanggar
moralitas dan tidak mempertimbangkan nilai-nilai kesempurnaan.
Penyerahan energy ke ego dan superego mewakili hubungan yang rumit antara
kekuatan pendorong (kateksis) dengan kekuatan penahan (antikateksis) yang
menentukan dinamika kepribadian seseorang. Id hanya memiliki kekuatan pendorong,
sedang ego harus memiliki energy untuk mengecek id dan superego dan memiliki sisa
energy yang cukup untuk menangani dunia luar. Ego yang dominan adalah penanda dari
jiwa yang sehat.
4. Kecemasan (Anxiety).
Kecemasan adalah variable penting dari hampir semua teori kepribadian.
Kecemasan sebagai dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang tak
terhindarkan, dipandang sebagai komponen dinamika kepribadian yang utama.
Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan
datang suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai.
Fungsi kepribadian yang utama adalah menangani dunia eksternal. Situasi yang
mencitakan kondisi traumatic disebut kecemasan primer (primary anxiety). Kecemasan
akan timbul manakala orang tidak siap menghadapi ancaman. Freud mengemukakan
ada tiga jenis kecemasan, yaitu realistic anxiety, neurotic anxiety, dan moral anxiety.
Kecemasan realistic adalah takut kepada bahaya yang nyata dari dunia luar. Kecemasan
realistic ini menjadi asal muasal timbulnya kecemasan neurotic dan kecemasan moral.
Kecemasan neurotic adalah ketakutan terhadap hukuman yang akan diterima dari
orang tua atau figure penguasa lainnya kalau seseorang memuaskan insting dengan
caranya sendiri, yang diyakininya akan menuai hukuman. Kecemasan moral timbul
ketika orang melanggar standar nilai orang tua. Kecemasan moral dan kecemasan
neurotic tampak mirip, tetapi memiliki perbedaan prinsip yani tingkat control ego. Pada
kecemasan moral orang tetap rasional dalam memikirkan masalahnya berkat energy
superego, sedangkan pada kecemasan neurotic orang dalam keadaan distress,
terkadang panic, sehingga mereka tidak dapat berfikir jelas dan energy id menghambat
penderita kecemasan neurotic membedakan antara khayalan dan realita.
5. Mekanisme Pertahanan (Defense Mechanism).
Fungsi utama psikodinamik kecemasan adalah membantu individu menolak
impuls instingtif yang tidak dikehendaki masuk kesadaran dan memberi kepuasan
kepada impuls itu secara tidak langsung. Mekanisme pertahanan ego (Ego defense
mechanism) membantu dapat dilaksanakannya fungsi penolakan itu, sekaligus
melindungi individu dari kecemasan yang berlebihan. Bagi Freud, mekanisme
pertahanan adalah strategi yang dipakai individu untuk bertahan melawan ekspresi
impuls id serta menentang tekanan superego. Menurut Freud, ego mereaksi bahaya
munculnya impuls id memakai dua cara, yaitu :
a. Membentengi impuls sehingga tidak dapat muncul menjadi tingkahlaku sadar
b. Membelokkan impuls itu sehingga intensitas aslinya dapat dilemahkan atau
diubah.
Freud sendiri hanya mendiskripsikan tujuh mekanisme pertahanan, yakni
identification, displacement, repression, fictation, regression, reaction, formation, dan
projection. Pengikut-pengikutnya, khususnya Anna Freud menambahkan lebih dari 10
dinamika mekanisme pertahanan. Semua mekanisme pertahanan memiliki tiga
persamaan ciri:
a. Mekanisme pertahanan itu beroperasi pada tingkat tidak sadar
b. Mekanisme pertahanan selalu menolak, memalsu, atau memutar balikan
kenyataan
c. Mekanisme pertahanan itu mengubah persepsi nyata seseorang, sehingga
kecemasan menjadi kurang mengancam.
Menurut Freud, jarang ada orang memakai hanya satu mekanisme pertahanan
untuk melindungi diri dari kecemasan. Umumnya orang memakai beberapa mekanisme
pertahanan, baik secara bersama-sama atau secara bergantian sesuai dengan bentuk
ancamannya. Mekanisme pertahanan yang paling banyak dipakai dalam kehidupan
sehari-hari adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi (Identification).
Cara
mereduksi
tegangan
dengan
meniru
(mengimitasi)
atau
mengidentifikasi diri dengan orang yang dianggap lebih berhasil memuaskan
hasratnya disbanding dirinya. Jika yang ditiru itu sesuatu yang positif, secara khusus
ini disebut Introyeksi (introjections) adalah proses pengembangkan superego
dengan mengadopsi nilai-nilai orang tua. Mekanisme pertahanan identfikasi
umumnya dipakai untuk tiga macam tujuan:
1) Identifikasi merupakan cara orang dapat memperoleh kembali sesuatu
(obyek) yang telah hilang.
2) Identifikasi dipakai untuk mengatasi rasa takut
3) Melalui identifikasi, orang memperoleh informasi baru dengan mencocokkan
kenyataan dengan khayalan mental.
b. Pemindahan/Reaksi Kompromi (Displacement/Reactions Compromise).
Manakala obyek kateksis asli yang dipilih oleh isting tidak dapat dicapai
karena ada rintangan dari luar (social, alami) atau dari dalam (antikateksis), insting
itu dapat dipres kembali ketidaksadaran atau ego menawarkan kateksis baru, yang
berarti pemindahan energy dari obyek yang satu ke obyek yang lain, sampai
ditemukan obyek yang dapat meredusi tegangan. Sumber dan tujuan dari insting
selalu tetap, obyeknya berubah-ubah melalui displacement. Proses mengganti
obyek kateksis untuk meredakan tegangan adalah kompromi antara tuntutan
insting id dengan realitas ego sehingga disebut juga reaksi kompromi, yakni
sublimasi, subsitusi, dan kompensasi (sublimation, substitution, compensation).
a) Sublimasi adalah kompromi yang menghasilkan prestasi budaya yang lebih
tinggi, diterima masyarakat sebagai cultural kreatif.
b) Substitusi adalah pemindahan atau kompromi dimana kepuasan yang
diperoleh masih mirip dengan kepuasan aslinya.
c) Kompensasi adalah kompromi dengan mengganti insting yang harus
dipuaskan
c. Represi (Repression).
Represi adalah proses ego memakai kekuatan anticathexes untuk menekan
segala sesuatu (id, insting, ingatan, fikiran) yang dapat menimbulkan kecemasan
keluar kesadaran. Contoh dinamika campuran antara represi dan pemindahan,
sebagai berikut:
1) Represi + displacement
: gadis yang takut mengekspresikan kemarahannya
kepada orang tuanya menjadi berontak dan mengamuk kepada gurunya.
2) Represi + symptom histerik : seorang pilot menjadi buta walaupun secara
fisiologik matanya sehat, sesudah pesawat yang dikemudikannya jatuh dan
copilot teman baiknya meninggal.
3) Represi + psychophysiological disorder : wanita yang mengalami migrain
setiap menekan rasa marahnya, memilih menuruti orang lain alih-alih mengikuti
kemauannya sendiri agar tidak perlu timbul rasa marah yang harus ditekan.
4) Represi + fobia
: Pria yang takut dengan barang yang terbuat dari karet.
Waktu semasa kecil dia pernah dihukum berat oleh ayahnya karena meletuskan
balon karet hadiah adiknya. Karet kini menjadi pemicu ingatan event hukuman
itu dan harapan masa kecil agar adiknya mati.
5) Represi + Nomadisme
: orang yang selalu berpindah tempat atau berubah-
ubah interesnya, sebagai usaha melarikan diri dari suasana frustasi
d. Fiksasi dan Regresi (Fixation and Regression).
Fiksasi adalah terheninya perkembangan normal pada tahap perkembangan
tertentu karena perkembangan lanjutannya sangat sukar sehingga menimbulkan
frustasi dan kecemasan yang terlalu kuat. Orang memilih tetap berhenti (fiksasi)
pada tahap perkembangan tertentu dan menolak untuk bergerak maju , karena
merasa puas dan aman di tahap itu.
Frustasi, kecemasan, dan pengalaman traumatic yang sangat kuat pada tahap
perkembangan tertentu, dapat berakibat orang regresi, mundur ke tahap
perkembangan terdahulu, di mana dia merasa puas di sana.
Perkembangan kepribadian yang normal berarti terus bergerak maju atau
progresif. Munculnya dorongan yang menimbulkan kecemasan akan direspon
dengan represi. Orang yang puas berada ditahap perkembangan tertentu, tidak mau
progress disebut fiksasi. Progresi yang gagal membuat orang menarik diri atau
regresi.
e. Pembalikan (Reversal).
Mengubah status ego dari aktif menjadi pasif, mengubah keinginan perasaan
dan impuls-impuls yang menimbulkan kecemasan menjadi ke arah diri sendiri, atau
seperti reksi formasi dengan obyek yang spesifik.
f. Projeksi (Projection).
Kecemasan realistic biasanya lebih mudah ditangani oleh ego dibandingkan
kecemasan neurotic atau kecemasan moral. Karena itu, apabila sumber kecemasan
dapat ditemukan di dunia luar dan bukan pada impuls-impuls primitive atau suara
hatinya sendiri, kecemasan itu mudah diredakan. Projeksi adalah mekanisme
mengubah kecemasan neurotic/moral menjadi kecemasan realistic, dengan cara
melemparkan impuls-impuls internal yang mengancam dipindahkan ke obyek
diluar, sehingga seolah-olah ancaman itu terprojeksi dari obyek eksternal kepada
diri orang itu sendiri.
g. Reaksi Agresi (Aggressive Reactions).
Ego memanfaatkan drive agresi untuk menyerang obyek yang menimbulkan
frustasi. Menutupi kelemahan diri dengan menunjukan kekuatan drive agresinya,
baik yang ditujukan kepada obyek yang asli, obyek pengganti, maupun ditujukan
kepada diri sendiri. Ego membentuk antikateksi, dengan mempertentangkan
insting-insting agar insting yang menjadi sumber tegangan frustasi dan anxiety tetap
berada di bawah sadar. Ada lima macam reaksi agresi:
1) Agresi Primitive
: Siswa yang tidak lulus ujian, merusak
sekolahnya
2) Scapegoating
: Membanting piring karena marah
3) Free-floating-anger
: Sasaran marah yang tidak jelas
4) Suicide
: Rasa marah kepada diri sendiri sampai
merusak diri/bunuh diri
5) Turning around upon the self
: Gabungan antara agresi dan pemindahan
h. Intelektualitas (Intelectualization).
Ada lima macam intelektualisasi:
a. Rasionalisasi (rationalization) : menerima, puas dengan object cathexes dengan
mengembangkan alasana rasional yang menyimpangkan fakta. Ada dua macam
rasionalisasi:
1) Sour-Grape Rationalization: menganggap kateksis obyek yang tidak dapat
dicapai sebagai sesuatu yang jelek.
2) Sweet-Lemon Rationalization: menganggap kateksis obyek yang dapat
diperoleh sebagai yang terbaik.
b. Isolasi (Isolation), mempertentangkan antara komponen afektif dengan kognitif,
gejala neurosis obsesi kompulsi, di mana dorongan insting bertahan di
kesadaran, tetapi tanpa perasaan puas/senang.
c. Undoing, kecemasan dan dosa akibat kegiatan negative, ditutupi /dihilangkan
dengan perbuatan positif penebus dosa dalam bentuk “tingkahlaku ritual”.
d. Denial, menolak kenyataan, menolak stimulus/persepsi realistic yang tidak
menyenangkan dengan menghilangkanatau mengganti persepsi itu dengan
fantasi atau halusinasi. Denial menghilangkan “bahaya yang datang dari luar”
dengan mengingkari.
e. Menyaring perhatian dan penolakan.
i. Penolakan (Escaping-Avoiding).
Melarikan diri/ menghindar atau menolak stimulus eksternal secara fisik
agar emosi yang tidak menenangkan tidak timbul. Menghindar dari ancaman dan
menempatkan diri dibawah perlindungan patron.
j. Pengingkaran (Negation).
Impuls-impuls yang direpres diekspresikan dalam bentuk yang negative,
semacam denial terhadap impuls/drive, impuls id yang menimbulkan ancaman oleh
ego diingkari dengan memikirkan hal itu tidak ada.
k. Penahanan Diri (Ego Restriction).
Menolak usaha berprestasi, dengan menganggap situasi yang melibatkan
usaha itu tidak ada, karena cemas kalau-kalau hasilnya buruk/negative.
Mempertahankan self-esteem, dengan menolak aktivitas yang dapat dibandingkan
hasilnya dengan hasil orang lain, memilih menjadi pengamat atau penilai.
C. Perkembangan Kepribadian.
Freud adalah teoritis pertama yang memusatkan perhatiannya kepada
perkembangan dan menekankan pentingnya peran masa bayi dan anak-anak dalam
membentuk karakter seseorang. Frued yakin bahwa struktur dasar kepribadian sudah
terbentuk pada usia 5 tahun, dan perkembangan kepribadian sesudah usia 5 tahun
sebagian besar hanya merupakan elaborasi dari struktur dasar tadi.
Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan:
1. Tahap Infantil (0-5 tahun).
Perkembangan kepribadian ditentukan terutama oleh perkembangan insting
seks, yang terikat dengan perkembangan biologis, sehingga tahap ini disebut juga
tahap seksual infantil. Tahap infantil yang paling menentukan dalam membentuk
kepribadian, terbagi menjadi tiga fase, yaitu:
a) Fase oral (usia 0 – 1 tahun).
Mulut merupakan daerah pokok aktivitas dinamik atau daerah kepuasan
seksual yang dipilih oleh insting seksual. Makan dan minum menjadi sumber
kenikmatannya. Kenikmatan atau kepuasan diperoleh dari rangsangan terhadap
bibir-rongga, mulut-kerongkongan, tingkah laku mengigit dan mengunyah
(sesudah gigi tumbuh), serta menelan dan memuntahkan makanan (jika tidak
memuaskan).
Kenikmatan
dalam
aktivitas
menyuap/menelan
(oral
incorporation) dan mengigit (oral agression) dipandang sebagai prototip dari
bermacam sifat pada masa yang akan datang. Kepuasan yang berlebihan akan
membentuk oral incorporation personality (saat dewasa), yakni orang menjadi
senang mengumpulkan pengetahuan/ harta benda dan mudah ditipu (mudah
menelan perkataan orang lain. Sebaliknya, jika terjadi ketidakpuasan sesudah
dewasa mejadi tamak dalam mengumpulkan apa saja dan tidak pernah puas.
Oral agression personality ditandai dengan senang berdebat dan sarkastik.
Tahap ini secara khusus ditandai oleh berkembangnya perasaan
ketergantungan, mendapat perlindungan dari orang lain, khususnya ibu.
b) Fase anal.
Dubur merupakan daerah pokok aktivitas dinamik,kateksis dan anti
kateksis berpusat pada elimener (pembuangan kotoran). Mengeluarkan feces
menghilangkan perasaan tekanan yang tidak menyenangkan dari akumulasi sisa
makanan. Freud yakin toilet training adalah bentuk dari belajar memuaskan id
dan superego sekaligus, kebutuhan id dalam bentuk kenikmatan sesudah
defakasi dan kebutuhan superego dalam bentuk hambatan sosial atau tuntutan
sosial untuk mengontrol kebutuhan defakasi. Semua bentuk kontrol diri dan
penguasaan diri berasal dari fase anal.
c) Fase falis.
Pada fase ini alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting.
Masturbasi menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama terjadi
peningkatan gairah seksual anak kepada orangtuanya yang mengawali berbagai
pergantian kateksis obyek yang penting. Perkembangan terpenting pada masa
ini adalah timbulnua Oedipus complex, yang diikuti fenomena Castration anxiety
(pada laki-laki) dan Penis envy (pada perempuan). Oedipus complex adalah
kateksis obyek seksual kepada orang tua yang berlawanan jenis serta
permusuhan terhadap orang tua sejenis.
Pada mulanya anak (laki dan perempuan) sama-sama mencintai ibu yang
telah memenuhi kebutuhan mereka dan memandang ayah sebagai saingan dalam
merebut kasih saying ibu. Persaingan dengan ayah berakibat anak cemas kalaukalau ayah memakai kekuasaannya untuk memenangkan persaingan merebut
ibunya. Dia cemas penisnya akan dipotong oleh ayahnya. Gejala cemas dikebiri
atau Castration anxiety. Kecemasan inilah yang kemudian mendorong laki-laki
mengidentifikasi diri dengan ayahnya.
Pada anak perempuan, rasa sayang kepada ibu segera berubah menjadi
kecewa dan benci sesudah mengetahui kelaminnya berbeda dengan anak lakilaki. Ibunya dianggap bertanggung jawab terhadap kastrasi kelaminnya,
sehingga anak itu mentransfer cintanya kepada ayahnya yang memiliki organ
berharga. Tetapi perasaan itu bercampur dengan iri penis (penis envy) baik
kepada ayah maupun kepada laki-laki. Odipus complex pada wanita tidak
direpres, cinta kepada ayah menetap walaupun mengalami modifikasi karena
hambatan realistic pemuasan seksual itu sendiri. Electra complex mereda ketika
gadis menyerah tidak lagi mengembangkan harapan seksual kepada ayahnya,
dan mengidentifikasikan diri kembali kepada ibunya. Penyerahan enerji yang
lamban pada wanita membuat superego wanita lebih lemah/lunak, lebih
fleksibel.
Freud mengasumsikan bahwa setiap orang lahir biseksual dan
mempunyai rasa tertarik kepada jenis kelamin yang sama dan berlainan.
Sehingga umumnya orang mengidentifikasi diri dengan jenis seks yang sama
dengan dirinya dan memilih seks yang lain sebagai partner.
2. Tahap Laten (5-13 tahun).
Penurunan minta seksual terjadi pada tahap ini karena tidak adanya daerah
erogen baru yang dimunculkan oleh perkembangan biologis. Pada fase ini anak
mengembangkan kemampuan sublimasi (mengganti kepuasan libido dengan
kepuasan non-seksual). Contoh: Bidang intelektual, atletik, keterampilan, dan
hubungan dengan teman sebaya.
Fase laten juga ditandai dengan percepatan pembentukan superego;
orangtua bekerja sama dengan anak berusaha merepres impuls seks agar enerji
dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk sublimasi dan pembentukan superego.
Anak menjadi lebih mudah mempelajari sesuatu dibandingkan dengan masa
sebelum dan sesudahnya.
3. Tahap Genital (13 tahun – dewasa).
Pada fase genital, impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek luar, seperti
berpartisipasi dalam kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis, perkawinan dan
keluarga. Terjadi perubahan dari anak yang narkistik menjadi dewasa yang
berorientasi sosial, realistik, dan altruistik. Berikut beberapa gambaran tingkah laku
dewasa yang masak, ditinjau dari dinamika kepribadian Freud:
a) Menunda kepuasan: Pada fase genital, impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek
luar, seperti berpartisipasi dalam kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis,
perkawinan dan keluarga.
b) Tanggung jawab: Kontrol tingkah laku dilakukan oleh superego berlangsung
efektif.
c) Pemindahan: Mengganti kepuasan seksual menjadi kepuasan dalam bidang seni,
budaya dan keindahan.
d) Identifikasi: Memiliki tujuan-tujuan kelompok terlibat dalam organisasi sosial,
politik, dan kehidupan sosial yang harmonis.
D. Aplikasi.
Aplikasi psikoanalisis cukup bervariasi, yang terpenting diantaranya aplikasi dibidang
psikopatologi dan pikosomatis.
1. Psikopatologi.
Psikoanalisis memahami psikopatologi sebagai masalah perkembangan,
akibat gangguan semasa melewati tahap- tahap psikoseksual. Perkembangan
kepribadian dipandang sebagai sesuatu yang kumulatif, sehingga gangguan pada
masa awal perkembangan akan menjadi peritiwa traumatik yang pengaruhnya
terasa sampai dewasa. Berikut dinamika jiwa menurut psikoanalisis pada bebrapa
jenis psikopatologi :
a) Histeria, disebut jua conversion disorder : kelumpuhan tanpa sebab- sebab
fisik, menurut psikoanalisis ini akibat adanya ttransformasidari konflikkonflik psikis menjadi malfungsi fisik.
b) Fobia : ketakutan yang sangat dan tidak pada tempatnya, oleh Freud
dianalisis sebagai dampak dari kecemasan yang dialihkan, bisa kecemasan
yang berkaitan dengan impuls seksualatau kecemasan akibat peristiwa
traumatic
c) Obsesi-Kompulsi : mempunyai tema yang sangat bervariasi. Tema
kebersihan, penyakit, kekejaman, dilatarbelakangi oleh konflik seksual pada
fase anal.
d) Depresi : perasaan tidak mampu, tidak kompeten, kehilangan harga diri, dan
merasa bertanggung jawab terhadap semua kejadian buruk.
e) Ketagihan obat atau akohol : interpretasi psikoanalisis terhadap ketagihan
obat atau akohol bervariasi.
Bukan hanya menghilangkan sindrom yang tidak dikehendaki, tetapi
terutama bertujuan memperkuat ego sehingga mampu mengontrol impuls insting
dan memperbesar kapasitan individu untuk mencintai dan berkarya.
Teknik yang dipakai:
a) Asosiasi bebas, ada tiga asumsi yang menjadi dasar free association: (a) apa
saja yang dikatakan yang dilakukan sesorang sekarang, mempunyai makna dan
berhubungan dengan perkataan dan perbuatan di masa lalu, (b) materi taksadar
terpengaruh penting terhadap tingkahlaku, dan (c) materi taksadar dapat
dibawa kesadaran dengan mendorong ekspresibebas setiap kali merka
munculke dalam pikiran.
b) Analisis mimpi, ketika tidur, kontrol kesadaran menurun, dan mimpi adalah
ungkapan isi- isi taksadar karena turunnya tingkat kesadaran itu.
c) Freudian slip, meliputi; salah ucap, salah memmbaca, salah dengar, salah
meletakkan objek dan tiba- tiba lupa. Semuanya itu bukan kejadian kebetulan,
tetapi kejadian yang dipengaruhi oleh insting ketidaksadaran.
d) Interpretasi, mengenakan kepada klien makna yang tidak disadarinya dari
pikiran, perasaan dan keinginannya.
e) Analisis resistensi, resistensi adalah mekanisme pertahanan klien, dan analisis
akan
mengungkapkan
unsur
yang
penting
dari
masalah
yang
ingin
disembunyikan klien.
f) Transferece: pengungkapan isi- isi ketidksadaran yang tersimpan sejak anakanak, dengan memakai terapis sebagai medianya.
g) Working through, terus menerus mengintrepretasikan dan mengidentifikasi
masalah klien, mengulang resistensi dan transferensi, pada seluruh aspek
pengalaman kejiwaan.
2. Psikosomatis.
Psikosomatis adalah patologi organik yang diawali atau kemudian gejalanya
diperberat oleh stimulasi lingkungan nonpatologik. Gangguan alergi, eksim, asma,
diare yang psikosomatis, ketika diobati memakai mefio- kimia damap sembuh,
namun tidak sempurna atau mudah kambuh dengan sebab yang tidak berkaitan
dengan penyakit itu.
Daftar Pustaka
Alwisol (2009), Psikologi Kepribadian, Malang: UMMPress
Download