BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai kondisi penyakit anak sering dikaitkan dengan infeksi oportunistik. Defek genetik, konsumsi obat atau toksin (imunosupresan, antikonvulsan), penyakit nutrisi dan metabolik (malnutrisi, defisiensi vitamin dan mineral), kelainan kromosom dan infeksi baik infeksi transien seperti campak dan varicella maupun permanen seperti infeksi HIV dan rubella kongenital merupakan penyakit yang sering disertai dengan infeksi oportunistik akibat kondisi sistem imun yang menurun (Akib et al., 2008). Infeksi oportunistik merupakan infeksi oleh organisme patogen fakultatif yaitu organisme yang pada kondisi imunokompeten tidak akan menyebabkan manifestasi yang berarti, namun pada kondisi imunodefisiensi bisa menyebabkan manifestasi klinis (Seitz dan Trammer, 1999). Protozoa yang paling sering menyebabkan infeksi oportunistik pada penderita imunokompromais adalah Blastocystis hominis, Cryptosporidium parvum, Cyclospora cayetanensis, Isospora belli dan Microsporidia spp (Ferreira dan Borges, 2002). Blastocystis hominis merupakan salah satu protozoa paling sering ditemukan di saluran intestinal manusia dengan distribusi di seluruh dunia (Tan K, 2008). Prevalensi Blastocystis hominis di negara maju bervariasi dari 1,5% - 10%, sedangkan prevalensi pada negara berkembang adalah 30% 50%. Di Indonesia prevalensinya dapat mencapai 60% dengan prevalensi tertinggi anak di bawah 6 tahun (25%), masyarakat dengan sosioekonomi rendah dengan hygiene dan sanitasi buruk yang sangat terkait dengan masalah asupan makanan dan status gizi (Agustini, 2009). Blastocystis hominis merupakan parasit protozoa anaerob yang hidup dalam usus manusia maupun hewan, yang sering dijumpai di daerah tropis (Sutanto et al., 2008). Patogenisitas parasit ini masih menjadi kontroversi. Namun, beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa Blastocystis hominis merupakan agen yang dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal pada manusia. Diare, nyeri abdominal, meteorismus, anoreksia, berat badan turun, konstipasi, flatulen, mual, dan muntah ditemukan pada pasien yang terinfeksi Blastocystis hominis (Kaya et al., 2007). Masalah gizi kurang dan gizi buruk pada anak-anak masih menjadi masalah gizi utama yang perlu mendapatkan perhatian lebih serius. Prevalensi keduanya di Indonesia masih tinggi. Hasil analisis Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 melaporkan bahwa prevalensi Balita kurang gizi (Balita yang mempunyai berat badan kurang) secara nasional adalah sebesar 17,9%, di antaranya 4,9% yang gizi buruk. Kurang Energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan masyarakat di Indonesia (Departemen Kesehatan RI, 2010). Dampak kekurangan gizi terhadap tumbuh kembang anak telah cukup disadari oleh berbagai kalangan. Gizi buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, namun hal ini tentu saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi ini juga sering disertai dengan defisiensi asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporakporandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga akan sangat mudah untuk menimbulkan infeksi (Dahlia, 2012). Penelitian sejenis di negara Indonesia, yang mempunyai prevalensi gizi buruk dan infeksi Blastocystis hominis cukup tinggi (Agustini, 2009), masih sangat terbatas. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan infeksi Blastocytis hominis pada Pasien Bangsal Anak di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan mengontrol variabel usia dan jenis penyakit. B. Perumusan Masalah Adakah hubungan antara status gizi dan infeksi Blastocystis hominis pada Pasien Bangsal Anak di RSUD Dr. Moewardi Surakarta? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui adanya hubungan antara status gizi dan infeksi Blastocystis hominis pada Pasien Bangsal Anak di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan pengetahuan mengenai hubungan status gizi dan infeksi Blastocystis hominis pada anak. b. Memberikan dasar bagi penelitian lebih lanjut mengenai faktor risiko terjadinya infeksi Blastocystis hominis pada anak. 2. Manfaat Praktis Memberi masukan kepada petugas kesehatan mengenai data prevalensi infeksi Blastocystis hominis pada anak terkait dengan status gizi sehingga bisa lebih menjadi perhatian.