BAB II PENERAPAN HUKUM THERMODINAMIKA 2.1 Konsep Dasar Thermodinamika Energi merupakan konsep dasar termodinamika dan merupakan salah satu aspek penting dalam analisa teknik. Sebagai gagasan dasar bahwa energi dapat disimpan didalam suatu sistem dalam berbagai bentuk makrokospik yakni model struktur materi pada tingkat molekular, atomik dan sub-atomik tidak dipergunakan secara langsung tetapi memahami perilaku sistem melalui observasi sistem secara keseluruhannya. Energi dapat juga di konversi dari satu bentuk ke bentuk lain dan dapat dipindahkan antar sistem. Dalam sistem tertutup energi dapat dipindahkan dalam bentuk kerja (work) dan perpindahan kalor (heat transfer). Ilmu perpindahan kalor tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana energi kalor itu berpindah dari satu benda ke benda lain, tetapi juga meramalkan laju perpindahannya pada kondisi-kondisi tertentu. Pada perancangan ini yang menjadi sasaran analisa ialah masalah laju perpindahan dan pertukaran kalor. Inilah yang membedakan ilmu perpindahan kalor dari ilmu termodinamika, dimana termodinamika membahas sistem dalam keseimbangan yang dapat digunakan untuk meramalkan energi yang diperlukan untuk mengubah sistem FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana |1 dari suatu keadaan seimbang ke keadaan seimbang lain, tetapi tidak dapat meramalkan perpindahan/ kecepatan perpindahan tersebut, karena saat proses perpindahan berlangsung, sistem tidak berada dalam keadaan seimbang. Ilmu perpindahan kalor inilah yang melengkapi hukum pertama dan kedua termodinamika, yakni hukum-hukum yang mengatur perilaku termodinamis antara sistem dan lingkungan. Bunyi hukum termodinamika tersebut, yakni ; James Joule, [daftar pustaka no.4] menyatakan hukum I termodinamika : “bahwa energi adalah kekal, tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan. Energi hanya dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya” Berdasarkan teori ini, kita dapat mengubah energi kalor ke bentuk lain sesuka kita asalkan memenuhi hukum kekekalan energi. Namun, kenyataannya tidak demikian. Energi tidak dapat diubah sekehendak kita. Hukum termodinamika II membatasi perubahan energi mana yang dapat terjadi dan yang tidak dapat terjadi. Pembatasan ini dapat dinyatakan dengan berbagai cara, antara lain, dalam pernyataan William Thomson [daftar pustaka no.4], bunyi hukum II termodinamika aliran kalor : “Kalor mengalir secara spontan dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah dan tidak mengalir secara spontan dalam arah kebalikannya” Hal ini menunjukkan proses perubahan bentuk energi di atas hanya dapat berlangsung dalam satu arah dan terjadi secara spontan, akan tetapi perkembangan ilmu perpindahan panas sekarang sudah berkembang dan FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana |2 menghasilkan proses perubahan bentuk energi secara kebalikannya. Proses yg tidak dapat dibalik arahnya dinamakan proses irreversibel. Proses yg dapat dibalik arahnya dinamakan proses reversibel. Untuk proses-proses yang terjadi secara spontan terdapat suatu arah proses yang tertentu dan pasti dengan memberikan beberapa kaidah percobaan yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan perpindahan energi sebagaimana yang terdapat dalam ilmu termodinamika. Gambar 2.1 : Proses Perpindahan Kalor Sumber : Paint Windows Seperti digambarkan dalam gambar 2.1, suatu knalpot pada temperature tinggi ( Ti ) , yang mengalami sentuhan dengan udara astmostfer bertemperature T0, pada akhirnya akan menjadi dingin mencapai temperature sekelilingnya (temperature astmosfer), sesuai dengan prinsip kekekalan energi, penurunan energi dalam dari benda tersebut akan tampak sebagai kenaikan energi di FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana |3 sekelilingnya. Proses sebaliknya tidak akan terjadi secara spontan walaupun energi bersifat kekal. Dengan memanfaatkan proses-proses spontan seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.1, secara prinsip memungkinkan untuk meghasilkan kerja ketika kesetimbangan tercapai di antara 2 sistem, maka sesungguhnya terdapat suatu peluang untuk menghasilkan kerja, namun sebaliknya, akan menjadi suatu kerugian jika ke dua sistem tersebut dibiarkan melalui proses yang tak terkendali, dalam hal ini lepasnya kalor ke lingkungannya. Dengan termodinamika kita dapat meramalkan suhu keseimbangan akhir dan dengan ilmu perpindahan kalor dapat membantu kita untuk mengetahui suhu pada media kalor sebagai fungsi waktu. 2.2 Sistem Knalpot (Exhaust Manifold) Sistem pembuangan (exhaust manifold) adalah saluran untuk membuang sisa hasil pembakaran pada mesin pembakaran dalam, desain saluran pembuangan dirancang untuk menyalurkan gas hasil pembakaran mesin ke tempat yang aman bagi pengguna mesin. Umumnya komponen dalam sistem pembuangan (knalpot) terdiri dari : 1. leher knalpot (pipe exhaust), dimana pipa pembuangan dimulai. 2. Inner pipe/ pipa perforasi, mengalirkan fraksi sisa bahan bakar dan Panas 3. silincer/ muffler, bagian belakang knalpot untuk meredam suara dan menyerap panas. FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana |4 Karakteristik gas buang dari mesin pembakaran adalah mempunyai sifat yang bising dan bertemperatur tinggi. Oleh karena itu, knalpot diperlukan sebagai suatu sistem pembuangannya. Panas disalurkan mulai dari pipe exhaust kemudian ke inner pipe yang berfungsi untuk menyalurkan gas buang dimana tersimpan energi suara dan panas, inner pipe terdapat didalam sillincer berbentuk berlubang-lubang (perforasi) yang sudah dibungkus glasswool sebagai material insulation yang bersifat absorptive. Gas buang yang mengandung energi suara (accustic) dan energi panas (heat) sebagian akan diserap didalam sillincer, sisa aliran yang terbuang adalah fraksi-fraksi pembakaran. Gambar 2.2 : knalpot absorptive Sumber : Autodesk Inventor 2014 Panas yang masuk ke dalam silincer sudah berkurang karena saat aliran melalui exhaust terlepas ke luar exhaust cylinder / ke lingkungan luar, panas yang masih ada dialirkan melalui inner pipe yang berlubang untuk diserap oleh glass wool berikut juga dengan energi suara yang kemungkinan juga membawa energi panas. FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana |5 Gambar 2.3 : Aliran gas buang pada knalpot Sumber : http://i1211.photobucket.com/albums/cc430/dhanieuy/2tak.gif 2.3 Konduktifitas Thermal Bahan Naiknya suhu suatu bahan/ material, maka akan mengakibatkan perubahan susunan atom dan menyebabkan pengaturan kembali susunan atom-atom (melebur) Untuk mengetahui sifat yang menunjukkan respon material terhadap panas yang diterima suatu bahan/material maka perlu dibedakan temperatur /suhu dengan kandungan kalor. Temperatur/suhu adalah tinggi rendahnya nilai thermal dari suatu aktivitas, sedangkan kalor adalah besarnya energi thermal. Energi yang ditambahkan ke dalam material melalui pemanasan ditandai dengan kenaikan temperature sampai pada pelepasan energi thermal tergantung dari besar energi yang masuk, terdapat dua kemungkinan penyimpanan energi thermal, yang pertama adalah penyimpanan dalam bentuk vibrasi atom/ ion disekitar posisi kesetimbangannya. Dan yang kedua berupa energi kinetik yang dikandung oleh electron bebas, ditinjau dari segi makrokopis, jika suatu padatan menyerap panas maka energi internal yang ada dalam padatan meningkat yang diindikasikan oleh kenaikan temperaturnya. FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana |6 Konduktivitas atau keterhantaran termal (k), adalah suatu besaran intensif bahan yang menunjukkan kemampuannya untuk menghantarkan panas. Benda yang memiliki konduktivitas termal (k) besar merupakan penghantar kalor yang baik (konduktor termal yang baik). Sebaliknya, benda yang memiliki konduktivitas termal yang kecil merupakan merupakan penghantar kalor yang buruk (konduktor termal yang buruk). Memasukkan energi panas ke padatan tidak hanya menaikkan energi vibrasi atom maupun elektron tetapi juga memperpanjang jarak atom. Proses-proses seperti perubahan susunan molekul dalam alloy, pengacakan spin elektron dalam material magnetik, perubahan distribusi elektron dalam material superkonduktor, akan meningkatkan panas spesifik material yang bersangkutan. 2.3.1) Faktor konduktivitas termal 1. Suhu Konduksi termal akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu 2. Kandungan uap air Konduksi Termal akan meningkat seiring meningkatnya kandungan kelembaban. Bila nilai (k) besar maka merupakan pengalir yg baik,tetapi bila nilai (k) kecil maka bukan pengalir yg baik. 3. Berat jenis Nilai konduktifitas termal akan berubah bila berat jenisnya berubah. Semakin tinggi berat jenis maka semakin baik pengalir konduktifitas tersebut. FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana |7 4. Keadaan pori-pori bahan Bila semakin besar rongga maka akan semakin buruk konduktifitas termalnya. 2.3.2) Mekanisme konduktivitas termal Panas diangkut dalam bahan padat oleh kedua gelombang getaran kisi (fonon) dan elektron bebas. Dua bentuk utama energi panas dalam padatan adalah vibrasi atom sekitar posisi keseimbangannya dan energi kinetik elektron bebas. Oleh karena itu sifat-sifat thermal padatan yang penting seperti kapasitas panas, pemuaian, dan konduktivitas thermal, tergantung dari perubahanperubahan energi atom dan elektron bebas. Gaya antar atom dipandang sebagai kumpulan pegas yang menjadi penghubung antar atom bahan. Kenaikan kapasitas panas terkait dengan kemampuan phonon dan elektron untuk meningkatkan energinya. Pada setiap temperatur atom padatan tersebut akan bergetar. Gambar 2.4 : Association of Conduction Heat Transfer With Diffusion of Energy Due to Molecular Activity Sumber : Lampiran No.2 Chapter 1 Page 3 FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana |8 Kenaikan temperatur akan mengakibatkan penambahan jarak rata-rata antar atom bahan. Jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu dari suatu bahan bermassa m sebesar satu derajat dinamakan panas jenis dari bahan tersebut. Jika panas sejumlah Q ditambahkan ke suatu bahan bermassa M yang mempunyai panas jenis C, maka untuk perubahan suhu ΔT = Taw – Tak. Bahan‐bahan penyusun sistem diisolasi sedemikian hingga tidak ada pertukaran panas dengan lingkungannya, proses ini dinamakan adiabatik. Karena hukum kekekalan energi mensyaratkan bahwa untuk suatu proses adiabatik jumlah seluruh perpindahan panas antar penyusun sistem harus sama dengan nol. Catatan: jika panas ditambahkan kepada suatu sistem, maka Tak > Taw dan Q bernilai positif; jika panas diambil dari sistem maka Tak < Taw dan Q bernilai negatif. 2.4 Adiabatik Penerapan salah satu proses pada hukum pertama termodinamika yaitu proses adiabatik, proses adiabatik bisa terjadi pada sistem tertutup yang terisolasi terisolasi dengan baik, biasanya tidak ada kalor yang dengan seenaknya mengalir ke dalam sistem atau meninggalkan sistem (Q = 0). ΔU = Q – W –› Q = 0 (sistem tidak melakukan kerja terhadap lingkungan) ΔU = 0 – W ΔU = W –› persamaan proses adiabatik FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana |9 Apabila sistem ditekan dengan cepat (kerja dilakukan terhadap sistem), maka kerja bernilai negatif. Karena W negatif, maka U bernilai positif (energi dalam sistem bertambah). Sebaliknya jika sistem berekspansi atau memuai dengan cepat (sistem melakukan kerja), maka W bernilai positif. Karena W positif, maka U bernilai negatif (energi dalam sistem berkurang). Energi dalam sistem (gas ideal) berbanding lurus dengan suhu (U = 3/2 nRT), karenanya jika energi dalam sistem bertambah maka sistem juga bertambah. Sebaliknya, jika energi dalam sistem berkurang maka suhu sistem berkurang. Perubahan tekanan dan volume sistem pada proses adiabatik digambarkan melalui grafik di bawah : Grafik 2.1 : Adiabatik Sumber : Lampiran No.1 Chapter 3 Page 45 FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana | 10 Prinsip kerjanya ada pada prinsip pindah panas (konduksi, konveksi, dan radiasi), dan material pembuatannya harus mencegah keluar masuknya panas dengan ketiga cara tersebut. 2.5 Perpindahan Kalor Konduksi Jika suatu benda terdapat gradien suhu ( temperature gradient ), maka akan terjadi perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah. Laju perpindahan dengan hantaran dan melalui perantara adalah perpindahan konduksi dimana laju perpindahan kalornya berbanding gradien suhu normal. Jika dimasukkan konstanta proposionalitas (proportionality constant) atau tetapan ke sebandingan, maka (daftar pustaka no.3, hal.45) : q = - kA (2.1) dimana : q = laju perpindahan kalor (Joule / J ) k = konduktivitas atau kehantaran termal (thermal conductivity) (W/m.C) A = luas penampang (m2) FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana | 11 Gambar 2.6 : Konduksi Panas Sumber : http://elfia-physics.blogspot.com/2012/02/konduksi.html Persamaan 2.1 merupakan persamaan dasar konduktivitas termal, berdasarkan rumusan tersebut maka dapatlah dilaksanakna pengukuran dalam percobaan untuk menetukan konduktivitas berbagai bahan, seperti ditunjukan pada tabel 2.1 Tabel 2.1 : konduktivitas termal beberapa bahan Sumber : Lampiran No.3 hal-86 FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana | 12 Jika kalor dinyatakan dalam watt, satuan untuk konduktivitas termal itu ialah watt permeter per derajat celcius. Perhatikan pula bahwa disini terlihat laju perpindahan kalor, dan nilai angka konduktivitas termal itu menunjukkan berapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu. Dalam penelitian ini, tembaga dipilih sebagai bahan konduktor untuk media penyerap dan penghantar, dapat dilihat pada tabel 2.1 nilai kondutivitas tembaga lebih besar dari baja dan alumunium. Konduktivitas ini menyangkut penyerapan dan pelepasan panas secara bersamaan ke arah yang berbeda. Pelepasan panas terjadi dan tegantung ketika ada perbedaan suhu Faktor lain yang mempengaruhi dari kemudahan perancangan dimana sudah tersediannya bentuk tembaga yang diperlukan dalam perancangan nanti. Dalam hal ini pipa Air Conditioner (AC) dapat digunakan sebagai media konduktivitas, ukuran yang digunakan adalah pipa AC 1 PK. Pemilihan ukuran 1 PK dilihat bukan dari daya yang digunakan tetapi dilihat dari ukuran pipa AC 1 PK, yakni : - In pipe : 3/8 inch (Ɵ9,525 mm) - Out pipe : ¼ inch (Ɵ6,35 mm) Gambar 2.7 : Pipa Tembaga 3/8 inch dan ¼ inch Sumber : Dokumen Pribadi FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana | 13 Gambar 2.8 : Pipa AC untuk ukuran 1 PK yang sudah ada insulation Sumber : Dokumen Pribadi 2.6 Metode Log Mean Temperature Difference (LMTD) Analisis perpindahan panas dapat dilakukan dengan metode Log Mean Temperature Difference (LMTD) atau ΔTlm. Metode ini digunakan karena temperatur masuk dan temperatur keluar ditentukan besarnya atau dapat ditentukan dari persamaan kesetimbangan energi, sehingga nilai dari ΔTlm dapat ditentukan. LMTD merupakan bentuk perbedaan temperature rata-rata yang digunakan dalam perhitungan laju aliran kalor pada penukar kalor dan dinyatakan sebagai berikut, (daftar pustaka no.3, hal.557) : (2.1) Penulis berasumsi bahwa penukar panas umumnya memiliki dua ujung (yang kita sebut "A" dan "B") di mana panas dan dingin laju aliran kalor masuk atau keluar di kedua sisinya, kemudian, yang LMTD didefinisikan oleh mean logaritma, dimana: FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana | 14 T1 = Temperatur fluida panas masuk, t1 = Temperatur fluida dingin masuk T2 = Temperatur fluida panas keluar, t2 = Temperatur fluida dingin keluar Dari persamaan di atas, dapat dilihat bahwa perpindahan panas akan mempengaruhi LMTD. Jika perpindahan panas bertambah cepat, maka perpindahan panas yang terjadi akan semakin besar dan T2 (suhu panas keluar) akan kecil. Jumlah panas yang ditransfer dapat dinyatakan sebagai selisih suhu antara panas awal (T1) dengan suhu keluarnya dan juga terhadap panas yang diterima atau dikeluarkan baik oleh benda bersuhu panas ataupun dingin, sehingga dengan adanya panas yang diterima atau dikeluarkan, dapat ditentukan dengan cara mengambil garis pertemuan antara temperature benda panas dengan temperature benda dingin. Perbedaan temperature antara panas dan dingin bervariasi sepanjang penukar kalor. Untuk itu digunakan perbedaan temperature rata2 unutk menghitung laju aliran kalor sesuai persamaan. Setelah nilai perbedaan temperature rata-rata di dapat, LMTD biasanya diterapkan untuk menghitung perpindahan panas dalam penukar menurut persamaan sederhana: Q = UAΔTlm (2.2) Dimana Q adalah tugas panas dipertukarkan (dalam watt ), U adalah koefisien perpindahan panas (dalam watt per kelvin per meter persegi ) dan A adalah luas pertukaran. Perlu kita ketahui untuk mengestimasi koefisien perpindahan panas mungkin cukup rumit. FT-Jurusan Teknik Mesin – Universitas Mercubuana | 15