Gawat Paru Wonosobo - IPG327 – KEPERAWATAN GAWAT

advertisement
YULIATI, SKp, MM
Universitas Esa Unggul
Sistem Pernapasan :
 Susunan saraf pusat (medulla)
 Sistem saraf perifer (phrenic nerve)
 Otot-otot pernapasan
 Dinding dada
 Paru
 Jalan napas atas
 Bronkus dan cabang2-nya
 Alveoli
 Pembuluh darah pulmoner
FISIOLOGI
Respirasi adalah :
 Peristiwa masuk udara (O2) ke dalam paru
 Proses metabolisme
 Pengeluaran CO2 dan H2O hasil metabolisme
RESPIRASI
 Ventilasi
 Difusi
 Perfusi
VENTILASI
Peristiwa masuk dan ke luar udara
ke dalam paru
 Inspirasi
 Ekspirasi
VENTILASI
 Inspirasi : aktif karena konstraksi
otot-otot pernapasan
 Ekspirasi : pasif karena elastik recoil
paru (daya elastisiti paru)
DIFUSI
Peristiwa perpindahan :
• O2 dari alveol ke kapiler dan
• CO2 dari kapiler ke alveol
PERFUSI
 Distribusi darah di paru
 Dalam 1 menit darah mengalir 5 liter
Gagal Napas
Definisi
• Ketidakmampuan paru memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.
• Kegagalan oksigenasi jaringan dan atau
homeostasis CO2
• Gagal napas bila : PaO2 < 60 mmHg atau
PaCO2 > 50 mmHg
ASIDOSIS
ALKALOSIS
GANGGUAN ASAM-BASA
35<pCO2<45
NORMAL
RESPIRATORIK
METABOLIK
7,35
7,45
22<HCO3<26
ASIDOSIS
ALKALOSIS
pCO2>45
pCO2<35
RESPIRATORIK
7,35
METABOLIK
7, 45
HCO3<22
HCO3>26
GAGAL NAPAS HIPOKSEMIK PENYEBAB
HIPOKSEMIA ARTERI
1.. FiO2
2. Hipoventilasi
3. Gangguan difusi
4. Shunt intrapulmoner
Penilaian Hipoksemia
■ PaO2 80–100 mmHg normal
■ 60 mmHg < PaO2 < 80 mmHg  ringan
■ 40 mmHg < PaO2 < 60 mmHg  sedang
■ PaO2 < 40 mmHg  berat
GAGAL NAPAS HIPERKAPNIK
•
•
•
•
•
•
Disfungsi pusat pernapasan
Overdosis obat, CVA, tumor, hipotiroidisme
Penyakit Neuromuskular
Penyakit dinding dada dan pleura
Obstruksi jalan napas atas
Kerusakan jalan napas perifer
PRINSIP PENATALAKSANAAN
• Tujuan pertama mengatasi hipoksemia
• Tujuan kedua mengontrol PaCO2 dan asidosis
respiratorik
• Obati underlying disease
• CNS perlu dimonitor
• Kebutuhan konsentrasi O2 : Terapi O2
Device
Usual flow range
Approximate O2
concentration
1. Nasal cannula
2. Simple mask
3. Nonrebreathing mask
1–6 L/min
5–10 L/min
Flow must
be high enough
to prevent
full collapse of
reservoir bag
during inhalation;
flows ≥12 L/min
are often required
4. Air entrainment
mask
Use at least the
flow stamped
on colored
adapter
≥30 L/min
24–40%
30–60%
Theoretically, a
non-rebreathing
mask will deliver
close to 100% O2;
in reality, however,
it delivers
concentrations of
60–80% because the
mask does not fit
tightly over the face
O2 concentration is
stamped on the
colored adapter
5. High-flow
Oxygen System
24–100%, set by
air and O2 flow
meters on blender
Nasal cannula
Simple mask
Non-rebreathing mask
Air entrainment mask
Aerosol mask
High-flow O2 delivery system
Tracheostomy mask
T-piece
ASMA
Asma akut/Serangan asma/
Asma eksaserbasi
• Peningkatan
 sesak napas,
 batuk,
 mengi atau
 chest tightness
yg progresif atau kombinasi gejala tersebut.
SERANGAN ASMA BERAT
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Sesak napas
Posisi
Berbicara
Kesadaran
RR
Otot bantu napas
HR
Mengi
Pulsus paradoksus
APE
PaO2
PaCO2
Saturasi O2
: saat istirahat
: duduk membungkuk
: kata demi kata
: biasanya agitasi
: > 30 x/menit
: biasanya ada
: > 120 x/menit
: ekspirasi & inspirasi
: sering ada > 25 mmHg
: < 60 % (< 100 L/menit)
: < 60 mmHg
: > 45 mmHg
: < 90 %
Pengobatan Awal
 Inhalasi agonis 2 kerja cepat, tiap 20 menit dalam
1 jam
 O2 saturasi oksigen > 90 % (95% pada anak)
 Glukokortikosteroid sistemik bila:
 tidak ada respons cepat,
 pasien menggunakan steroid oral atau
 serangan berat
 Sedasi: kontraindikasi
Rekomendasi obat
Rawat di ICU
 Inhalasi agonis 2 + antikolinergik
 Glukokortikosteroid IV
 Pertimbangkan agonis 2 IV, SC atau IM
 Oksigen
 Metilxantin IV
 Kemungkinan intubasi dan ventilasi
mekanis
HEMOPTISIS
Istilah hemoptisis
Ekspektorasi darah :
• perdarahan pada saluran napas di bawah laring,
• perdarahan yg keluar ke saluran napas di bawah
laring.
• Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau
gejala dari penyakit dasar sehingga etiologinya
harus dicari melalui pemeriksaan yang seksama
Etiologi
•
Kelainan jantung : stenosis mitral, endokarditis
trikuspid
•
Infeksi : tuberkulosis, necrotizing pneumonia
(Staphyllococcus, Klebsiella, Legionella), jamur,
parasit dan virus
•
Kelainan paru seperti bronkitis, bronkiektasis, emboli
paru, kistik fibrosis, emfisema bulosa
•
Neoplasma : kanker paru, adenoma bronkial, tumor
metastasis
•
Trauma : jejas toraks, ruptur bronkus, emboli lemak
Etiologi
• Kelainan pembuluh darah : hipertensi pulmoner, malformasi arterivena,
aneurisma aorta
• Kelainan hematologis : disfungsi trombosit, trombositopenia,
disseminated intravascular coagulation (DIC)
• Iatrogenik : bronkoskopi, biopsi paru, kateterisasi Swan-Ganz,
limfangiografi
• Kelainan sistemik : sindrom Goodpasture, idiopathic pulmonary
hemosiderosis, systemic lupus erithematosus, vaskulitis (granulomatosis
Wegener, purpura Henoch-Schoenlein, sindrom Chrug-Strauss)
• Obat/toksin : aspirin, antikoagulan, penisilamin, kokain
• Lain-lain : endometriosis, bronkolitiasis, fistula bronkopleura,
benda asing, hemoptisis kriptogenik, amiloidosis
Kekerapan etiologi
• Amerika
 Beberapa dekade lalu : TB, bronkiektasis
 Sekarang : Ca + bronkitis
• Negara berkembang : penyakit infeksi
• RS Persahabatan (Retno W, dkk) : TB,
bronkiektasis, bekas TB, Ca paru
Kriteria batuk darah masif
•
Berbagai literatur bervariasi
 Bleeding rate 100 – 1000/24 jam
1. Hemoptisis ringan : < 25 cc/24 jam
2. Hemoptisis berat : 25 – 250 cc/24 jam
3. Hemoptisis masif
Derajat hemoptisis
•
RS Persahabatan tahun 1978 (kriteria
Busroh)
1. Batuk darah sedikitnya 600 mL /24 jam
2. Batuk darah < 600 mL/24 jam, tapi lebih dari
250 mL/24 jam, Hb < 10 g% dan masih
terus berlangsung
3. Batuk darah < 600 mL/24 jam, tapi lebih dari
250 mL/24 jam, Hb > 10 g% dalam 48 jam
belum berhenti.
DIAGNOSIS BATUK DARAH
• Anamnesis teliti
Bedakan dengan hematemesis,
epistaksis dan perdarahan gusi
• Pemeriksaan Fisik
Selain toraks, periksa organ lain THT,
abdomen dll
Perbedaan hemoptisis dengan
hematemesis
Hemoptisis
Beda
Hematemesis
Warna
Merah segar dan berbusa
Merah gelap atau hitam
PH
Basa
Asam
Konsistensi
Dapat bercampur dahak
Dapat bercampur dengan makanan
Gejala
Diikuti dengan batuk atau Dapat didahului dengan mual
mungkin didahului suara seperti
berkumur
Pemeriksaan Laboratorium
•
•
•
•
Darah rutin : Hb, leko, Ht
Faal hemostasis
Sputum BTA, MO & jamur
Sitologi sputum
Pemeriksaan Radiologis
• Foto toraks PA dan lateral
• CT scan toraks
Manajemen hemoptisis masif
Tujuan:
• Cegah asfiksia
• Lokalisir sumber perdarahan
• Hentikan perdarahan
• Cari sebab perdarahan
• Terapi kausal
Dweik & Stoller
(3 Tahap Penatalaksanaan)
1 Pembebasan jalan napas & stabilisasi:
• Tenangkan dan istirahat (tirah baring),
jangan takut membatukkan darah
• Jaga potensi jalan napas  suction,
bronkoskopi
• Resusitasi cairan (kristaloid / koloid)
Pembebasan jalan napas & stabilisasi
• Transfusi darah jika Ht < 25 – 30%, Hb < 10 g%,
masih berlangsung
• Hemostatik (kontroversial): as. tranexamat,
karbazokrom, Vit K/Vit C
• Gelisah  sedasi ringan, batuk eksesif 
penekan batuk
• Faal hemostasis  koreksi
Tindakan saat hemoptisis
 KU dan refleks batuk baik  duduk, pimpin
batuk
 KU berat, refleks batuk tidak adekuat 
Trendelenberg ringan, lateral dekubitus sisi
sakit, ETT > 7,5
 Gagal napas  ventilator
2 Lokalisir dan cari sumber perdarahan
Setelah stabil
lokalisasi
sumber
Ro PA dan lateral
CT scan toraks (+ kontras)
Bronkial angiografi
Bronkoskop serat optik
Bronkoskop rigid
3 Terapi Spesifik
Tujuan: hentikan & cegah rekurensi
Dengan bronkoskop (rigid / BSOL)
• Bilas NaCl 0,9% dingin  vasokonstriksi
• Bilas epinefrin (1:20.000)
• Trombin, trombin – fibrinogen
• Tamponade endobronkial (kateter balon)
• Fotokoagulasi laser (Nd-YAG) pada lesi
endobronkial
Manajemen pembebasan Airway
• Pengisapan via bronkoskop
BSOL, baik double lumen, rigid
• Tamponade dengan BSOL
Pada segmen / subsegmen diikuti pengisapan
 bronkus distal kolaps  kompresi sumber
Manajemen pembebasan Airway
 Pemasangan ETT
 Memudahkan bronkoskopi
 Lokalisir perdarahan
ETT : konvensional, Robertshaw,
Carlen’s catheter
 Tamponade balon
Isolasi perdarahan lobus, segmen Fogarty,
Inoue via BSOL / rigid, 24 jam – beberapa
hari.
Manajemen pembebasan Airway

Fibrin glue
Melalui BSOL, fibrin atau fibrin precursors
Trombin 5 – 10 ml (1000 u/ml)
Fibrinogen 2% 5 – 10 ml + trombin 5 – 10 ml  BSOL
dibiarkan 5 menit

Koagulasi laser
Pada lesi endobronkial, energi ringan (15 W)

Elektrokauter
Alternatif laser, lesi endobronkial, diikuti dengan laser
Nd-YAG  menembus lebih dalam via BSOL besar /
rigid
PNEUMOTORAKS
Definisi
• Udara di antara pleura viseral dan pleura parietal
• Kebocoran udara ke dalam rongga pleura akan
menyebabkan jaringan paru kolaps sesuai dengan
proporsi udara yg memasuki rongga pleura
Perifer

Bleb

Distensi

Pecah

Pneumotoraks
Udara

Ruptur / kebocoran
dinding alveol

Intertisial paru

Septa lobuler
Sentral

Pneumomediastinum
Patofisiologi
PENYEBAB
1. Cedera jaringan lunak di
regio subclavia
2. Trauma trakea
3. Trauma bronkus
4. Ruptur alveolar
5. Ruptur pleura visceral
6. Ruptur bullae atau bleb
7. Trauma dinding dada dan
pleura parietal
8. Ruptur oesofagus
9. Udara dari abdomen
Klasifikasi pneumotoraks
 Spontan
 Iatrogenik
 Traumatik
 Artifisial
Spontan
Primer : tanpa penyakit paru yang jelas
Sekunder : ada penyakit dasar
Katamenial : berkaitan dengan menstruasi
(Neonatus)
Traumatik
Trauma tajam (penetrating chest injury)
Trauma tumpul (blunt chest injury)
Iatrogenik
Prosedur diagnostik atau terapi
TENSION PNEUMOTORAKS
 Sesak tambah berat
 Gelisah, kesadaran menurun
 Tindakan segera
Tension pneumotoraks
• Tekanan intrapleural melebihi tekanan
atmosfir baik saat inspirasi maupun ekspirasi
• Mekanisme katup
• Inspirasi udara masuk, ekspirasi tidak dapat
berbalik
• Kompresi mediastinum menurunkan CO shg
berkurangnya venous return
• Hipoksemia disebabkan efek shunt,
perubahan fungsi kardiovaskular secara tiba2
• Pasien terjadi distres; pernafasan cepat,
sianosis, berkeringat dan takikardi dan nyeri
dada
Tension Pneumotoraks
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
v Sesak napas tiba-tiba
v Nyeri dada yg menusuk
v Batuk-batuk
v Perburukan gejala yg cepat (bila ventil)
v Riwayat trauma, penyakit paru / tindakan
medis
PEMERIKSAAN FISIS
Gejala ringan sampai berat :
~ Gelisah - kesadaran menurun
~ Sesak napas
~ Takikardi sampai bradikardi
PEMERIKSAAN FISIS PARU
• Inspeksi :
• Palpasi :
• Perkusi :
• Auskultasi :
- statis : asimetris, bagian yg
sakit cembung
- dinamis: yg sakit tertinggal
- sela iga melebar
- fremitus melemah
- hipersonor
- pergeseran mediastinum
- suara napas melemah - hilang
Ket : pemeriksaan / gejala-gejala ini sangat
tergantung dari luasnya pneumotoraks dan
fungsi paru
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
u Foto toraks PA + lat :
~ Garis kuncup paru (halus)
~ Paru kolaps
~ Bayangan radiolusen / avaskular
~ Air-fluid level
~ Pendorongan mediastinum
u CT Scan  bila foto toraks belum
dapat menerangkan
PENATALAKSANAAN UMUM
Tujuan :
o Mengeluarkan udara dalam rongga pleura
o Mengusahakan penyembuhan lesi di pleura
o Mencegah timbulnya pneumotoraks ulang
o Mengurangi masa rawat
PENATALAKSANAAN
• Tusuk dengan jarum segera
(kontraventil)
• Punksi pleura
• Mini WSD / venocath
• WSD permanen
Lateral sites: medial axillar
line
ICS 5
Mid axillar line (MAL)
ICS 2
Mid clavicular line (MCL)
Kontraventil
Aspirasi:
1. Abbocath 14
2. 3-way stop cock
3. 50 mL syringe
4. Blood set
5. Botol + cairan
• Mini WSD:
 Abbocath 14
 Blood set
 Botol + cairan
WATER SEALED DRAINAGE (WSD)
• Sistem drainage yang menjamin
tekanan intra pleura tetap negatif
• Seluruh pipa dan botol harus steril
• Cairan antiseptik : betadin dalam
Nacl 0,9%
• Ujung drain harus selalu terendam
WSD
Selang WSD
Botol
Water Sealed Drainage (WSD)
Perlu diperhatikan :
• Undulasi, bubbles
• Produksi & warna cairan
• Infeksi
• Jangan tersumbat
Paru Tidak Mengembang
Penyebab
 Fistel tidak menutup
 Penebalan pleura
 Sumbatan bronkus
 Sumbatan pd pipa WSD
 Perlu pertimbangan :
•
•
•
Bronkoskopi
Torakoskopi
Operasi : ~ dekortikasi
~ pleurodesis
Efusi Pleura
Hidropneumotoraks
Hidropneumotoraks
Drowning
(Tenggelam)
Definisi
• Gangguan pernapasan yg disebabkan
oleh tenggelam dalam media cair.
• Tenggelam:
 Immersion: wajah dan sal. Napas
 Submersion: seluruh tubuh
European Rescucitation Council Guidelines for Rescucitation 2005
Drowning
• Basic life support (BLS):




Penyelamatan di air
Buka jalan napas dan pernapasan buatan
Chest compression
Defibrilasi
• Advanced life support (ALS)
 Jalan napas dan pernapasan buatan
 Sirkulasi dan defibrilasi
European Rescucitation Council Guidelines for Rescucitation 2005
1. Penyelamatan di Air (BLS)
•
•
•
•
Saat korban masih di dalam air
Perhatikan keselamatan penolong
Minimalkan bahaya penolong dan korban
Jika mungkin, selamatkan korban tanpa
masuk ke dalam air
• Keluarkan korban dari air secepatnya dg
seaman mungkin
European Rescucitation Council Guidelines for Rescucitation 2005
1. Penyelamatan di Air
• Ajak bicara korban
• Capai korban dg alat bantu (tongkat, tali,
ban penyelamat, pelampung)
• Hati-hati bila ada cedera tulang belakang
• Jika mungkin, keluarkan korban dari air dg
posisi horizontal
European Rescucitation Council Guidelines for Rescucitation 2005
Curiga Cedera Cervical
•
•
•
•
Riwayat menyelam
Surfer
Tanda-tanda trauma
Tanda intoksikasi alkohol
European Rescucitation Council Guidelines for Rescucitation 2005
2. Pernapasan Buatan (BLS)
• Prinsip utama: atasi hipoksemia
• Buka jalan napas
• Berikan pernapasan buatan segera
selama 1 menit (pada pasien apnea)
European Rescucitation Council Guidelines for Rescucitation 2005
2. Pernapasan Buatan
• Jika tdk bernapas spontan, waktu tempuh
ke daratan:
 <5 mnt: berikan nps buatan sepanjang
perjalanan
 >5 mnt: berikan nps buatan >1 mnt, lalu
bawa pasien segera tanpa pemberian nps
lagi sepanjang perjalanan
European Rescucitation Council Guidelines for Rescucitation 2005
Download