BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kajian Teori 1. Hakikat Kecepatan Upaya pencapaian prestasi atau hasil optimal dalam berolahraga, memerlukan beberapa macam penerapan unsur pendukung keberhasilan seperti kecepatan. Kecepatan adalah waktu yang dibutuhkan oleh tubuh untuk melakukan suatu kerja fisik tertentu. Kecepatan dalam banyak cabang olahraga merupakan inti dan sangat diperlukan agar dapat dengan segera memindahkan tubuh atau menggerakkan anggota tubuh dari satu posisi ke posisi lainnya. Pengertian kecepatan menurut Harsono (2001:36), adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu sesingkat-singkatnya atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang cepat. Abdul Kadir Ateng (1997:67), menyatakan bahwa kecepatan adalah kemampuan individu untuk melakukan gerakan yang sama berulang-ulang dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Selanjutnya menurut Dick (1989) dalam Yunyun Yudiana,dkk (2011:10), kecepatan adalah kapasitas gerak dari anggota tubuh atau bagian dari sistem pengungkit tubuh atau kecepatan pergerakan dari seluruh tubuh yang dilaksanakan dalam waktu yang singkat. Berdasarkan pada beberapa pengertian tentang kecepatan yang disampaikan oleh para ahli tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa 10 kecepatan merupakan suatu komponen kondisi fisik yang dibutuhkan untuk melakukan gerakan secara berturut-turut atau memindahkan tubuh dari posisi tertentu ke posisi yang lain pada jarak tertentu pada waktu yang sesingkat-singkatnya. Faktor-faktor yang memepengaruhi kecepatan seseorang menurut Haag Jonath dan Krempel (1987) dalam Andi Suhendro (2005:4.26) adalah tenaga otot, viscositas otot, kecepatan reaksi, kecepatan kontraksi, koordinasi antara syaraf pusat dan otot, ciri antropometrik, dan daya tahan kecepatan. Berorientasi pada pengertian tentang kecepatan dan penerapannya dalam aktivitas olahraga, unsur kecepatan merupakan salah satu unsur yang penting dalam mencapai hasil optimal. Implikasi kecepatan berupa kecepatan reaksi sebagian, sedangkan kecepatan gerak adalah kecepatan gerak anggota tubuh secara keseluruhan dalam menempuh jarak tertentu seperti lari. Lari merupakan gerakan memindahkan kaki secara bergantian diikuti dengan gerakan lengan dan ada saat melayang di udara. Hampir seluruh cabang olahraga membutuhkan lari seperti pada atletik, sepakbola, bola basket dan lain-lain. Berkaitan dengan penerapan lari pada cabang olahraga atletik, lari merupakan salah satu nomor yang sering dipertandingkan. Penerapan lain tentang lari juga dibutuhkan pada nomor lompat yaitu lompat jauh. Penerapan lari pada lompat jauh dilakukan sebagai awalan dalam melakukan lompatan agar mendapatkan hasil yang maksimal. Lompat 11 jauh sebenarnya adalah lari dengan kecepatan dan menumpu. Jadi, seorang pelompat akan berhasil melompat apabila larinya cepat dan kemudian diikuti oleh tumpuan yang tepat dan kuat pada balok tumpu. Oleh karena itu seseorang yang ingin mencapai hasil baik dalam lompatannya, dituntut untuk melakukan lari awalan yang cepat dengan langkah-langkah yang tetap. Agar dapat melakukan gerakan atau berlari dengan cepat dalam melakukan lari awalan, maka dalam latihan juga harus berlatih kecepatan. 2. Lari 40 meter Lari adalah salah satu bagian (nomor) yang terdapat dalam cabang olahraga atletik. Berkaitan dengan penerapan lari pada cabang olahraga atletik, lari merupakan salah satu nomor yang sering dipertandingkan, dikelompokkan menurut jarak tempuh yaitu : 1) lari jarak pendek 100 meter, 200 meter, 400 meter, 2) lari jarak menengah seperti 800 meter, 1500 meter, 3) lari jarak jauh seperti 5.000 meter, 10.000 meter, dan lari maraton. Disamping itu ada lari yang dilakukan secara beregu (nomor lari estafet), lari gawang, dan lari halang rintang (Aip Syarifudin, 1992 : 40). Lari dengan jarak 40 meter dalam TKJI termasuk dalam kategori lari cepat atau sprint. Yang dimaksudkan dengan lari cepat atau sprint adalah semua perlombaan lari di mana peserta lari harus bergerak dengan kecepatan penuh sepanjang jarak yang harus ditempuh. Lari 40 meter merupakan rangkaian tes kesegaran jasmani yang sudah dibakukan untuk mengukur tingkat kesegaran jasmani usia 10 sampai dengan 12 tahun. Lari 40 meter dilakukan dengan tujuan untuk mengukur kecepatan. Dalam pelaksanaan lari 40 meter diperlukan peralatan dan fasilitas 12 pendukung. Peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan lari 40 meter adalah lintasan lari yang lurus, datar, rata, tidak licin, berjarak 40 meter, dan masih memiliki lintasan lanjutan; bendera start; peluit; tiang pancang; stopwatch; serbuk kapur; dan alat tulis. Cara pelaksanaan lari 40 meter adalah peserta berdiri di belakang garis start. Pada aba-aba “siap”, peserta mengambil sikap start berdiri untuk lari. Pada aba-aba “ya”, peserta lari lari secepat mungkin menuju garis finish menempuh jarak 40 meter. 3. Daya Ledak Otot Tungkai Daya ledak (Explosive strength, muscular power) adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas secara tiba-tiba dan cepat dengan mengerahkan seluruh kekuatan dalam waktu yang singkat. Daya ledak sering disebut explosive strength yang ditandai dengan adanya gerakan atau perubahan posisi yang tiba-tiba dengan cepat. (Toho Cholik Mutohir & Ali Maksum, 2007:55). Misalnya: daya ledak otot tungkai ke arah atas diukur dengan vertical jump test. Daya ledak otot adalah kekuatan maksimal otot yang dapat dihasilkan dalam waktu singkat. Daya ledak sering disebut juga dengan power. Power adalah kemampuan otot untuk mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat. Power sangat penting untuk cabang-cabang olahraga yang memerlukan eksplosif, seperti lari sprint, nomor-nomor lempar dalam atletik, atau cabang-cabang olahraga yang gerakannya didominasi oleh meloncat, seperti dalam bolavoli, bulu tangkis, dan olahraga sejenisnya. 13 Beberapa pengertian daya ledak menurut ahli, power atau daya ledak disebut juga sebagai kekuatan eksplosif (Pyke & Watson, 1978 dalam Ismaryati, 2006:59). Power menyangkut kekuatan dan kecepatan kontraksi otot yang dinamis dan eksplosif serta melibatkan pengeluaran kekuatan otot yang maksimal dalam waktu yang secepat-cepatnya. Kekuatan kerja fisik dalam prestasi olahraga merupakan komponen yang sangat penting. Kondisi fisik yang baik merupakan salah satu unsur pendukung dalam pencapaian prestasi yang optimal. Kekuatan kondisi fisik merupakan modal utama dalam pencapaian prestasi olahraga. Sajoto (1988 : 16) mengungkapkan unsur kondisi fisik dalam olahraga yaitu : (1) kekuatan, (2) daya tahan, (3) daya ledak, (4) kecepatan, (5) kelenturan, (6) kelincahan, (7) koordinasi, (8) keseimbangan (9) ketepatan dan (10) reaksi. Salah satu unsur kondisi fisik yang memiliki peranan penting dalam kegiatan olahraga, baik sebagai unsur pendukung dalam suatu gerak tertentu maupun unsur utama dalam upaya pencapaian teknik gerak yang sempurna adalah daya ledak. Harsono (2001 : 24), daya ledak adalah kekuatan otot untuk mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat. Dangsina Moeleok (1984) dalam Melky Pangemanan dan Fredrik A Makadada (2008:105), tenaga ledak otot adalah kemampuan otot atau sekelompok otot melakukan kerja secara eksplosif yang dipengaruhi oleh kekuatan dan kecepatan kontraksi otot. Mochamad Sajoto (1988) dalam Melky Pangemanan dan Fredrik A Makadada (2008:106), daya ledak otot atau muscular power adalah kemampuan 14 seseorang untuk melakukan kekuatan maksimum dengan usaha yang digerakkan dengan waktu yang sependek-pendeknya. Daya ledak otot merupakan komponen gerak yang sangat penting untuk melakukan suatu aktifitas yang sangat berat dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan kontraksi otot yang cepat dan tinggi untuk menghasilkan kecepatan maksimum. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa terdapat dua unsur penting dalam daya ledak yaitu kekuatan otot dan kecepatan kontraksi otot. Seperti yang diungkapkan Harsono, bahwa dalam power atau daya ledak, selain unsur kekuatan terdapat unsur kecepatan. Dapat disimpulkan, bahwa daya ledak otot adalah kemampuan seseorang dalam melakukan suatu aktifitas yang cukup berat dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan dalam kontraksi otot yang tinggi dan cepat untuk menghasilkan kecepatan maksimum. Berdasarkan pengertian tersebut apabila diarahkan pada daya ledak otot khususnya pada bagian tungkai maka dapat dikatakan bahwa daya ledak otot tungkai adalah kemampuan seseorang untuk melakukan aktifitas berat dengan melibatkan otot tungkai secara maksimal dengan pengerahan tenaga yang sekuat-kuatnya untuk mengatasi tahanan dengan suatu kecepatan kontraksi otot tungkai yang tinggi. Daya ledak otot tungkai merupakan salah satu elemen kondisi fisik yang banyak dibutuhkan dalam olahraga. Daya ledak otot tungkai adalah produk dari dua kemampuan yaitu kekuatan (strength) dan kecepatan (speed) untuk melakukan tenaga maksimum dalam waktu yang sangat cepat 15 (Bompa, 1990 dalam Rosmawati, 2007:172). Kekuatan menggambarkan kemampuan otot mengatasi beban dengan mengangkat, menolak, mendorong, dan menahan. Kecepatan menunjukkan kemampuan otot untuk mengatasi beban dengan kontraksi yang cepat. Daya ledak otot tungkai juga dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengeluarkan tenaga maksimum dalam waktu yang sesingkat mungkin (Philips dan Hornak, 1979 dalam Rosmawati, 2007:172). Daya ledak merupakan satu komponen kondisi fisik yang dapat menentukan hasil prestasi seseorang dalam keterampilan gerak. Besar kecilnya daya ledak dipengaruhi oleh otot yang melekat dan membungkus tungkai tersebut. Tungkai adalah bagian bawah tubuh manusia yang berfungsi untuk menggerakkan tubuh, seperti berjalan, berlari dan melompat. Terjadinya gerakan pada tungkai tersebut disebabkan adanya otot-otot dan tulang, otot sebagai alat gerak aktif dan tulang alat gerak pasif. Dasar (basic) untuk pembentukan daya ledak (power) adalah kekuatan. Kekuatan adalah kemampuan otot untuk melakukan kontraksi guna membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan. Kekuatan otot tungkai merupakan salah satu unsur membentuk daya ledak otot tungkai, dalam peningkatan kekuatan untuk menghasilkan lompatan yang baik, diperlukan kualitas otot tungkai yang baik pula. Kekuatan otot tungkai dapat dikembangkan dan ditingkatkan melalui latihan-latihan yang mengarah pada hasil lompatan. Beberapa prinsip latihan yang meningkatkan otot tungkai, 16 seperti berjalan dan berlari sedangkan daya ledak dan daya tahan otot yaitu penambahan beban, berulang-ulang, frekuensi latihan, dan lama latihan. Daya ledak otot tungkai dapat diukur melalui tes lompat tegak. Tes ini bertujuan untuk mengukur daya ledak otot dan tenaga eksplosif. Peralatan dan fasilitas yang diperlukan dalam tes ini adalah papan berskala sentimeter berwarna gelap dengan ukuran 30 x 150 cm serta dipasang pada dinding atau tiang dimana jarak antara lantai dengan angka nol pada skala yaitu 150 cm, serbuk kapur, alat penghapus, dan nomor dada. Pada tes ini, peserta terlebih dahulu mengoleskan jari mereka menggunakan serbuk kapur. Kemudian, peserta berdiri tegak di dekat dinding dengan posisi kaki rapat dan papan berskala berada di samping kiri atau kanannya. Peserta mengambil awalan dengan sikap menekukkan lutut dan kedua lengan diayun ke belakang. Selanjutnya, peserta meloncat setinggi mungkin sambil menepuk papan dengan tangan yang berada di dekat dinding. Tangan diangkat lurus ke atas dengan telapak tangan ditempelkan pada papan berskala sehingga meninggalkan bekas raihan jari. Loncatan dilakukan selama 3 kali berturut-turut. 4. Lompat Jauh (Long Jump atau Broad Jump) Lompat jauh adalah salah satu nomor yang terdapat pada nomor lompat cabang olahraga atletik. Lompat jauh adalah suatu gerakan melompat mengangkat kaki ke atas ke depan dalam membawa titik berat badan selama mungkin di udara (melayang di udara) yang dilakukan dengan 17 cepat dan dengan jalan melakukan tolakan pada satu kaki untuk mencapai jarak sejauh-jauhnya, (Aip Syarifuddin, 1992:90). Atlet lompat jauh dituntut untuk melakukan gerakan melompat atau maju ke depan melalui tumpuan pada balok tolakan dengan sekuat-kuatnya untuk mendarat sejauh mungkin dalam bak pasir tanpa menyalahi aturan yang berlaku. Lompatan merupakan bagian penting dalam gerak manusia. Melompat merupakan salah satu bagian dari olahraga atletik, yang selalu diperlombakan dalam kejuaraan-kejuaraan baik tingkat nasional, regional maupun internasional. Beberapa faktor yang dapat mendukung perolehan hasil yang optimal dalam lompat jauh antara lain kekuatan, daya ledak, kecepatan, ketepatan, kelentukan, dan koordinasi gerakan. Selain hal-hal tersebut di atas, seorang pelompat jauh juga harus memahami dan menguasai teknik untuk melakukan gerakan lompat jauh tersebut serta melakukannya dengan cepat, luwes, tepat, dan lancar. Teknik-teknik lompat jauh yang benar perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut, yaitu: awalan atau ancang-ancang (approach-run), tolakan (take off), sikap badan di udara (action in the air), dan sikap mendarat (landing). a. Awalan atau ancang-ancang (approach-run) Awalan atau ancang-ancang adalah gerakan permulaan dalam bentuk lari cepat untuk mendapatkan kecepatan pada waktu akan melakukan tolakan (lompatan). Kecepatan yang diperoleh dari hasil awalan tersebut disebut dengan kecepatan horizontal. Kecepatan ini 18 sangat berguna dalam membantu kekuatan pada saat melakukan tolakan ke atas ke depan pada lompat jauh. Langkah lari awalan harus dilakukan dengan mantap dan menghentak-hentak (dinamis step) agar menghasilkan daya tolakan yang besar. Jarak awalan yang biasa dan umum digunakan oleh para pelompat (atlet) dalam perlombaan lompat jauh adalah untuk putra 40 sampai 50 meter dan untuk putri antara 30 sampai 45 meter. Akan tetapi di dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, terutama di SD hendaknya disesuaikan dengan kemampuan anak-anak SD. Misalnya antara 10 sampai 15 meter atau 15 sampai 20 meter atau 15 sampai 25 meter. b. Tolakan atau tumpuan (take off) Tolakan adalah perubahan atau perpindahan gerakan dari gerakan horizontal ke gerakan vertikal yang dilakukan dengan sangat cepat antara awalan lari dan melayang. Beberapa langkah sebelum menumpu, pelompat harus sudah siap untuk bertumpu. Seluruh tenaga dan pikiran harus ditujukan pada ketepatan bertumpu. Pada saat tersebut, pelompat berpindah keadaan dari lari ke melayang. Agar dapat melayang lebih jauh dan tinggi, selain disebabkan dari kecepatan lari awalan, juga diperlukan tambahan tenaga dari kekuatan kaki tumpu yaitu daya lompat dari tungkai dan kaki yang disertai dengan ayunan lengan dan tungkai ayun. Ketepatan seorang pelompat jauh yang melakukan tolakan atau tumpuan memegang peran penting dalam keberhasilan lompatan. Tolakan atau tumpuan yang salah (fault) akan dinyatakan gagal atau 19 diskualifikasi. Adapun maksud dari kesalahan tersebut adalah kaki yang digunakan untuk menumpu melewati atu menyentuh tanah yang terdekat dengan bak pasir atau kaki melebihi papan tolak. Pada waktu menumpu, badan seharusnya sudah condong ke depan, titik berat badan terletak agak dimuka titik sumber tenaga yaitu kaki tumpu pada saat pelompat menumpu. Letak titik berat badan ditentukan oleh panjang langkah terakhir sebelum melompat. Jika langkah terlalu panjang, titik berat badan akan berada di belakang sumber tenaga yaitu kaki tumpu, sehingga pelompat akan menemui kegagalan untuk mencapai ketinggian yang tepat untuk lompatannya. Titik berat badan terletak di atas kaki tumpu, lompatan yang dihasilkan akan ke atas saja, sedangkan yang dibutuhkan adalah lompatan ke atas tinggi ke depan. Sebaliknya jika langkah terakhir terlalu pendek, akan berakibat lompatan yang rata karena pelompat terlalu cepat melampaui tungkai tumpuannya, sehingga pelompat seolah-olah tidak naik dari tanah ataupun melayang. Pelaksanaan lompat jauh memerlukan ketinggian lompatan. Kesalahan yang banyak terjadi adalah para pelompat tidak memperoleh ketinggian pada lompatanya sehingga jatuhnya relatif dekat. Pelaksanaan tolakan agar memperoleh hasil yang baik tanpa mengorbankan kecepatan awalan dilakukan dengan cara sudut badan saat bertumpu atau menolak tidak condong ke depan seperti pada lari sprint, tetapi juga tidak terlalu tengadah seperti pada lompat tinggi. Berat badan sedikit di depan titik tumpu. Gerak atau ayunan lengan dilakukan untuk 20 membantu agar ketinggian hasil tolakan bertambah tinggi sehingga badan seolah-olah melayang di udara, dan pandangan mata yang naik berfungsi sebagai kemudi. Hal-hal tersebut dilakuan pada prinsipnya adalah untuk mendapatkan hasil tolakan yang relatif tinggi dan jatuhan atau pendaratan yang jauh. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 1. Sikap dan Geraka pda Waktu akan Melakukan Tolakan Sumber : Aip Syarifuddin, (1992:92) c. Melayang di udara (action on the air) Melayang di udara pada nomor lompat jauh diperoleh setelah pelaksanaan tolakan. Sikap dan gerakan badan di udara sangat erat kaitannya dengan kecepatan awalan dan kekuatan tolakan. Pada waktu lepas dari papan tolakan, badan pelompat dipengaruhi oleh kakuatan yang disebut daya penarik bumi. Daya ini bertitik tumpu pada sesuatu yang disebut titik berat badan (T.B / Center of Gravity). Titik berat badan terletak pada pinggang pelompat sedikit di bawah pusar agak ke belakang. 21 Naiknya badan setelah melakukan tolakan (melayang), seringkali dilalaikan oleh para pelompat dikarenakan pelompat sering tidak memberi waktu lagi untuk memperoleh tenaga lompatan. Hal ini terjadi karena tungkai tumpu tergesa-gesa digerakkan untuk mempersiapkan pendaratan dengan tidak meluruskan kaki tumpu dengan benar. Pelurusan kaki tumpu dengan cepat dimaksudkan untuk memperoleh ketinggian saat melayang. Pada waktu naik (melayang) badan harus dalam keadaan rileks atau santai (tidak kaku) dan melakukan gerakan menjaga keseimbangan untuk memberikan pendaratan yang lebih sempurna. Gerakan sikap tubuh di udara (waktu melayang) dalam lompat jauh bisa disebut gaya lompatan. Gaya lompatan yang lazim digunakan pada pelaksanaan lompat jauh yaitu: gaya jongkok, gaya menggantung (schnepper / the hang style), dan gaya jalan di udara ( walking on the air). Gambar 2. Sikap Badan di Udara pada Lompat Jauh Sumber : Aip Syarifuddin, (1992:93) 22 d. Mendarat ( landing) Mendarat atau pendaratan merupakan bagian akhir dari pelaksanaan lompat jauh. Secara sepintas bagian mendarat tampak mudah dilakukan. Namun demikian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pendaratan nomor lompat jauh yaitu : a) dilakukan dengan dua kaki, b) sebelum tumit menyentuh pasir, kedua kaki harus benar-benar diluruskan ke depan. Usahakan agar jarak kedua kaki tidak berjahuan, karena dapat mengurangi jauhnya lompatan, c) untuk menghindari agar saat mendarat tidak jatuh pada pantat (terduduk), setelah tumit berpijak pada pasir kedua lutut segera ditekuk dan dibiarkan badan condong dan jatuh ke depan, dan d) setelah berhasil melakukan pendaratan, jangan kembali ke tempat awalan atau melewati daerah pendaratan yang terletak antara bekas pendaratan dengan papan tolak atau papan tumpu. Berorientasi pada pelaksanaan lompat jauh yang terdiri dari awalan, tolakan, melayang dan mendarat sebagai satu kesatuan yang utuh dan saling berkaitan, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan gerak lompat jauh dipengaruhi oleh aspek koordinasi gerak. Aspek koordinasi gerak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1) faktor kondisi, terutama kecepatan, tenaga lompat dan tujuan yang diarahkan kepada keterampilan, 2) faktor teknik ancang-ancang, persiapan lompat, fase melayang di udara dan pendaratan (Gunter Benhard, 1986 : 45). 23 Gambar 3. Sikap pada Waktu Mendarat Sumber : Aip Syarifuddin, (1992:95) 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Lompat Jauh Dalam melakukan suatu latihan harus diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi atau memberikan peran bagi tercapainya prestasi yang maksimal dalam cabang olahraga atletik khususnya lompat jauh. Llompat jauh dalam pelaksanaannya mempunyai tiga gaya yaitu: (1) Gaya Jongkok (Tuck Style); (2) Gaya Menggantung (Hang Style) ; (3) Gaya Berjalan di Udara (Walking in the Air). Olahraga lompat jauh sebagai salah satu nomor lompat dari cabang olahraga atletik, maka seorang atlet akan dituntut untuk melakukan gerakan melompat atau maju ke depan melalui tumpuan pada balok tolakan dengan sekuat-kuatnya untuk mendarat sejauh mungkin dalam bak pasir (Aip Syarifuddin, 2002: 10). Pada lompat gaya jongkok faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap pencapaian hasil lompat jauh antara lain adalah komponen kondisi fisik yang berupa kecepatan, kekuatan daya ledak dan jenis kelamin. a. Kecepatan Kecepatan menurut Suharno HP (1986: 43) adalah kemampuan organisme atlet dalam melakukan gerakan-gerakan dalam waktu 24 sesingkat-singkatnya untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Sedangkan menurut Sajoto (1995: 9) dikatakan bahwa kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan gerakan keseimbangan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Kecepatan di sini adalah kecepatan lari dalam awalan lompat jauh gaya jongkok yang ditentukan oleh urutan gerakan lari dan langkah yang dilakukan secara tepat dan cepat. Secara cepat dimaksudkan untuk memberikan tenaga pada saat melakukan tolakan, sedangkan secara tepat dimaksudkan pada waktu melakukan lari awalan pada titik terakhir kaki yang tepat dengan posisi yang tepat berpijak pada papan tolakan / tumpuan. b. Kekuatan Kekuatan merupakan salah satu faktor penting dalam lompat jauh, karena merupakan unsur yang penting maka kekuatan perlu mendapat perhatian terutama dalam melaksanakan program latihan. Latihan kekuatan mendapatkan porsi yang lebih banyak dalam suatu latihan dibandingkan dengan porsi latihan lainnya. Kekuatan juga merupakan dasar yang paling penting dalam melatih keterampilan gerak. Komponen kondisi fisik seseorang dalam kaitannya dengan kemampuannya dalam menggunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja. Kekuatan merupakan kemampuan otot dalam menahan beban kerja dalam waktu tertentu secara maksimal (Sajoto, 1995: 16). Unsur kekuatan dalam lompat jauh sangatlah penting untuk mendapatkan hasil tolakan yang kuat dan benar sehingga dapat pula melakukan tolakan yang kuat dan mencapai hasil lompatan yang jauh. 25 c. Daya Ledak Daya ledak adalah kekuatan sebuah otot untuk mengatasi tahanan beban dengan kecepatan tinggi dalam gerakan yang utuh, (Suharno HP, 1998:36). Daya ledak yaitu kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, (Sajoto, 1995: 17). Untuk mendapatkan tolakan yang kuat dan kecepatan yang tinggi seorang atlet harus memiliki daya ledak yang besar. Jadi daya ledak otot tungkai sebagai tenaga pendorong lompatan pada saat melakukan tolakan pada papan tolak setelah melakukan awalan untuk memperoleh kecepatan vertikal sehingga dapat menambah jarak lompatan yang dilakukan. d. Jenis Kelamin Pada akhir masa puber anak dengan jenis kelamin laki-laki mulai mempunyai ukuran otot yang lebih besar dibandingkan anak dengan jenis kelamin wanita. Selain itu pada anak laki-laki, otot-otot yang dimilikinya terutama pada otot-otot gerak di bagian kaki mempunyai tingkat perkembangan yang lebih baik dibandingkan dengan otot yang dimiliki oleh anak perempuan. Oleh karena itu dengan latihan-latihan kekuatan yang diberikan secara intensif akan memberikan keuntungan bagi anak laki-laki khususnya pada pencapaian prestasi melalui kegiatan olahraga, (Aip Syarifuddin, 2002: 97). 26 6. Hubungan Kecepatan Lari 40 meter, Daya Ledak Otot Tungkai dengan Kemampuan Lompat Jauh a. Hubungan Kecepatan Lari 40 meter dengan Kemampuan Lompat Jauh Lompat jauh merupakan rangkaian gerakan yang dimulai dengan awalan, tolakan, melayang di udara, dan mendarat. Keempat fase teknik yang terdapat dalam lompat jauh tersebut diarahkan untuk mencapai hasil lompatan yang sejauh-jauhnya. Keuntungan tersebut dilaksanakan dengan suatu pendaratan yang mulus agar dapat mencapai jarak lompatan yang optimal. Dalam melakukan awalan, pelompat menggunakan kecepatan sprint dan kecepatan bergerak. Kecepatan sprint adalah kemampuan organisme atlet bergerak ke depan dengan kekuatan dan kecepatan maksimal untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Kecepatan bergerak adalah kemampuan organisme atlet untuk bergerak secepat mungkin dalam satu gerakan yang tidak terputus (Suharno HP, 1985:31). Pengaruh kondisi fisik akan terlihat pada kemampuan pelompat ketika melakukan awalan dan tolakan. Awalan yang cepat dan tolakan yang kuat dipengaruhi oleh kecepatan dan daya ledak otot tungkai si pelompat. Keserasian gerakan awalan dan tolakan yang baik sangat tergantung pada penguasaan tekniknya. Apabila kecepatan dan daya ledak otot tungkai menolak ini dilakukan dengan teknik awalan dan tolakan yang benar, maka hasil lompatannya akan jauh. Awalan pada lompat jauh dilakukan dengan berlari yang kian lama kian mendekati kecepatan maksimal, tetapi masih terkendali sebab dalam 27 lompat jauh tidak hanya dituntut kecepatannya saja, tetapi irama dan ketepatannya pun perlu diperhatikan. Pada lompat jauh, awalan mempunyai kontribusi yang penting dan merupakan fase pertama yang akan menentukan fase berikutnya. Awalan yang dilakukan dengan cepat, akan menghasilkan momentum yang sangat besar saat melakukan take off. Kecepataan horizontal terhadap take off merupakan fungsi atau faktor utama dari momentum, karena selama awalan harus dilakukan dengan gaya dorong yang besar sehingga menimbulkan kekuatan gerak dari suatu kecepatan untuk menunjang pada saat take off (Schmolinsky, 1993:246). Oleh sebab itu, pelompat dituntut untuk memiliki kecepatan (Lukin, 1980 dalam Bruggeman et al, 1990:27). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara kecepatan horizontal sewaktu awalan dengan hasil lompatan, sehingga kecepatan awalan ini merupakan faktor yang penting dalam lompat jauh. b. Hubungan Daya Ledak Otot Tungkai dengan Kemampuan Lompat Jauh Kemampuan menolak atau menumpu merupakan keterampilan mengubah kecepatan horizontal awalan menjadi kekuatan tolakan. Gerakan menolak ini dilakukan dengan gaya tolak yang sangat kuat namun dalam waktu yang sangat singkat mulai dari menapakkan kaki, mengabsorbsi tenaga, dan melencangkan tungkai untuk take off. Dengan demikian, dari pelompat dituntut untuk memiliki: kecepatan, kekuatan, 28 dan koordinasi gerakan yang memadai sehingga gerakan tolakan dapat dilakukan secara efektif. Pada saat melakukan tolakan yang perlu diperhatikan adalah sudut elevasinya yang menentukan gerakan lintasan parabola dari titik berat badan pelompat saat take off. Berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan hasil lompatan, seperti: mempercepat kecepatan horizontal dan meningkatkan daya ledak otot tungkai agar mendapat tolakan vertikal yang kuat. Demikian pula penyempurnaan teknik dilakukan terus menerus untuk memperbaiki saat melayang di udara serta membentuk gaya yang diinginkan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara daya ledak otot tungkai dengan kemampuan lompat jauh. 7. Karakteristik Anak Kelas V SD Anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini merupakan masa awal yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal. Karakteristik anak kelas V Sekolah Dasar adalah : a. Fisik 1) Laju perkembangan secara umum sangat pesat. 2) Proporsi ukuran dan berat badan sering kurang seimbang. 3) Muncul ciri sekunder seperti tumbuh bulu. 4) Gerak-gerik nampak canggung dan kurang terkoordinasi. 29 b. Psikis 1) Diawali dengan keinginan untuk bergaul dengan teman tapi bersifat temporer. 2) Ketergantungan yang kuat dengan kelompok sebaya. 3) Keinginan bebas dari dominasi orang dewasa. 4) Mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh idola. c. Motorik 1) Pada usia ini fase belajar motorik adalah peningkatan penguasaan kemampuan koordinasi secara halus. 2) Semakin meningkatnya kualitas gerakan. 3) Peningkatan kecepatan dalam mengkonstruksi gerakan. 4) Semakin membaiknya ketepatan gerak. d. Sosial 1) Anak mulai melepaskan diri dari keluarga. 2) Semakin mendekatkan diri pada orang lain di samping anggota keluarganya. 3) Anak menjumpai pengaruh yang ada di luar pengawasan orang tua. 4) Mulai bergaul dengan teman sebaya. 5) Mempunyai guru yang berpengaruh sangat besar dalam proses perkembangan. (Husdarta – Yudha M. Saputra, 2000:34) B. Kajian Penelitian yang Relevan 1. Penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Suratman (2008/2009) yang berjudul ”Hubungan antara Kecepatan Lari 50 meter dengan Prestasi Lompat Jauh Gaya Jongkok pada Siswa SD Negeri 1 Plangkapan UPK Tambak Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2008 / 2009”. Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasi dua variabel yaitu variabel prestasi lari 50 meter dan variabel prestasi lompat jauh gaya jongkok. Jumlah populasi 45 siswa. Kelas atas SD Negeri I Plangkapan (kelas IV, V dan VI) dengan jumlah masing-masing kelas 15 anak. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik total sampling yang berarti penelitian ini termasuk dalam penelitian populasi. Teknik pengumpulan data dengan cara tes prestasi lari 50 meter dan prestasi lompat jauh gaya jongkok. Data yang 30 diperoleh kemudian dianalisis dengan statistik uji r (product moment) pada taraf signifikansi 0,05. Untuk memenuhi persyaratan uji hipotesis digunakan uji validitas dan uji korelasi. Hasil yang diperoleh pada pengujian hipotesis ternyata nilai r hitung > dari t tabel. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang positif antara prestasi lari 50 meter dengan prestasi lompat jauh gaya jongkok. Dengan kata lain peningkatan kecepatan lari jarak pendek akan berhubungan positif dengan prestasi lompat jauh gaya jongkok. 2. Penelitian lain yang relevan dilakukan oleh Purwoko Yuliyanto (2009/2010) yang berjudul ”Hubungan Kecepatan Lari dengan Prestasi Lompat Jauh pada Siswa Kelas V SD Negeri II Gumul Karangnongko Kabupaten Klaten 2009/2010”. Metode penelitian ini menggunakan metode survei dengan teknik tes dan pengukuran. Populasi yang digunakan adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri II Gumul Karangnongko Klaten dengan besarnya sampel adalah 25 anak, terdiri dari 15 anak putra dan 10 anak putri. Teknik analisis data menggunakan korelasi product moment dan taraf signifikansi 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan kecepatan lari dengan lompat jauh pada siswa kelas V SD Negeri II Gumul Karangnongko Klaten adalah signifikan dengan rxy = 0,882. Koefisien determinasi (r2) = 0,778. Ini berarti kecepatan lari memberikan sumbangan sebesar 77,8 % terhadap prestasi lompat jauh dan hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecepatan lari dengan prestasi lompat jauh dan kecepatan lari memberikan pengaruh atau sumbangan yang cukup besar terhadap prestasi lompat jauh. 31 C. Kerangka Berpikir Lompat jauh termasuk bagian nomor lompat dalam cabang olahraga atletik, yang secara teknis maupun pelaksanaannya berbeda dengan nomor lompat yang lain seperti lompat tinggi dan lompat jangkit. Lompat jauh adalah bentuk gerakan melompat mangangkat kaki ke atas depan dalam upaya membawa titik berat badan selama mungkin di udara atau melayang di udara yang dilakukan dengan cepat dan dengan jalan melakukan tolakan pada satu kaki untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya. Unsur utama lompat jauh dengan awalan adalah lari awalan, bertolak, melayang di udara dan mendarat. Masing-masing bagian itu memiliki gaya gerakannya sendiri yang menyumbangkan pencapaian jarak lompatan. Namun syarat utamanya adalah pengembangan jarak. Jarak ini dikembangkan dari latihan awalan yang cepat dan lompatan ke atas yang kuat dari tolakan. Selain teknik, daya ledak otot tungkai juga berpengaruh pada prestasi lompat jauh. Daya ledak otot merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan sesuatu aktifitas yang cukup berat dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan dalam kontraksi otot yang cepat dan tinggi untuk menghasilkan kecepatan maksimum. Dalam cabang lompat jauh, daya ledak otot tungkai akan berpengaruh pada kecepatan lari dan juga lompatan seorang atlet lompat jauh. Pada hakekatnya lompat jauh adalah gerakan menolak satu kaki yang dipengaruhi oleh kecepatan horizontal dan vertikal serta gaya tarik bumi untuk menghasilkan lompatan yang sejauhjauhnya. Tujuan utama dari seorang pelompat ketika akan melompat adalah adanya keinginan untuk melakukan lompatan yang sejauh-jauhnya. Supaya 32 dapat melakukan suatu lompatan yang diinginkan untuk meningkatkan hasil yang optimal maka terlebih dahulu harus memahami dan menguasai tehnik gerakan dalam lompat jauh. D. Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Kerja atau Hipotesis Alternatif (Ha) a. Ada hubungan yang signifikan antara kecepatan lari 40 meter dengan kemampuan lompat jauh pada siswa kelas V SD Negeri Kradegan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Tahun Pelajaran 2011 / 2012. b. Ada hubungan yang signifkan antara daya ledak otot tungkai dengan kemampuan lompat jauh pada siswa kelas V SD Negeri Kradegan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Tahun Pelajaran 2011 / 2012. c. Ada hubungan yang signifikan antara kecepatan lari 40 meter dan daya ledak otot tungkai dengan kemampuan lompat jauh pada siswa kelas V SD Negeri Kradegan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo Tahun Pelajaran 2011 / 2012. 2. Hipotesis Nol (Ho) a. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kecepatan lari 40 meter dengan kemampuan lompat jauh pada siswa kelas V SD Negeri Kradegan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Tahun Pelajaran 2011 / 2012. b. Tidak ada hubungan yang signifikan antara daya ledak otot tungkai dengan kemampuan lompat jauh pada siswa kelas V SD Negeri 33 Kradegan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Tahun Pelajaran 2011 / 2012. c. Tidak ada hubungan yang signifkan antara kecepatan lari 40 meter dan daya ledak otot tungkai dengan kemampuan lompat jauh pada siswa kelas V SD Negeri Kradegan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo Tahun Pelajaran 2011 / 2012. 34