Analisis Kebijakan Pengamanan dan Fasilitasi Perdagangan : ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN FISCAL CLIFF AMERIKA SERIKAT Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Jakarta – 2013 Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Badan Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan RI Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta Gedung Utama Lt. 16 Telp. +62 21 2352 8683 Fax. +62 21 2352 8693 DAFTAR ISI PENDAHULUAN ............................................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................................................... 1 1.2. Tujuan Kajian .................................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................................ 3 2.1. Sejarah Fiscal Cliff............................................................................................................. 3 2.2. Undang-undang Wajib Pajak Amerika ............................................................................. 4 2.3. Efek Kenaikan Pajak.......................................................................................................... 5 2.4. Stimulasi Fiskal Quantitative Easing ................................................................................ 6 2.4.1. Mekanisme Quantitative Easing............................................................................... 6 2.4.2. Dampak Quantitative Easing .................................................................................... 7 KONDISI PEREKONOMIAN AMERIKA SERIKAT DAN INDONESIA..................................................... 9 3.1. Kondisi Ekonomi dan Perdagangan Amerika Serikat ....................................................... 9 3.2. Kondisi Ekonomi dan Perdagangan Indonesia ............................................................... 12 3.3. Perkembangan Perdagangan Indonesia – Amerika Serikat ........................................... 14 3.4. Investasi.......................................................................................................................... 17 3.5. Nilai Tukar....................................................................................................................... 17 DAMPAK FISCAL CLIFF................................................................................................................... 19 4.1. Dampak Fiscal Cliff di Amerika Serikat........................................................................... 19 4.2. Dampak Fiscal Cliff di Dunia ........................................................................................... 20 4.3. Dampak Fiscal Cliff terhadap Ekonomi dan Perdagangan Indonesia ............................ 20 PENUTUP....................................................................................................................................... 24 5.1. Kesimpulan ..................................................................................................................... 24 5.2. Rekomendasi .................................................................................................................. 24 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan perekonomian dunia yang sangat dinamis, perekonomian Indonesia pun senantiasa dipengaruhi oleh berbagai dinamika yang terjadi dalam percaturan perekomian global. Isu yang saat ini tengah berkembang adalah kecenderungan eskalasi krisis ekonomi dunia akibat krisis yang terjadi di kawasan Eropa Tengah dan Amerika Serikat (AS). Kondisi di AS dan Eropa tersebut bisa saja memicu krisis global dan sedikit banyaknya akan berdampak negatif terhadap ekspor Indonesia ke wilayah lainnya. Apalagi AS termasuk dalam lima negara yang menjadi tujuan ekspor terbesar Indonesia sebagaimana tercatat pada periode Januari-Oktober 2012. Empat negara lainnya adalah China, Jepang, Korea Selatan, dan India. Total ekspor Indonesia ke negara-negara tersebut bisa mencapai 50% dari seluruh total ekspor Indonesia. Selain kelima negara tersebut di atas, Uni Eropa juga merupakan mitra ekspor utama Indonesia. Ketika Indonesia mengalami krisis pada tahun 1998 dan 2008, penyebabnya adalah hutang. Pada 1998, para pengusaha yang memiliki utang dalam mata uang USD mendadak tidak mampu melunasi kewajibannya, karena utang mereka tiba-tiba membengkak, yang disebabkan oleh pelemahan kurs Rupiah terhadap Dollar. Dikatakan bahwa krisis 1998 sebenarnya diciptakan oleh AS, yang dengan sengaja mempermainkan mata uang Asia, termasuk Rupiah, agar Indonesia menjadi berhutang kepada International Monetary Fund (IMF). Sebab para pengusaha Indonesia seharusnya masih mampu membayar utangnya andai kata Rupiah tidak melemah terhadap USD. Sementara pada tahun 2008, yang punya hutang adalah warga AS, yaitu utang untuk kredit perumahan, bukan Indonesia. Sedangkan kondisi ekonomi Indonesia ketika itu relatif baik-baik saja. Makanya krisis yang terjadi di Indonesia pada tahun 2008 tidak separah krisis 1 yang terjadi pada tahun 1998. Pada tahun 2008, IHSG ‘hanya’ turun hingga setengahnya, sebelum kemudian menguat kembali dan mencapai posisi pada saat ini. Dari kedua kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa fluktuasi ekonomi di Amerika Serikat sangat berpengaruh terhadap perekonomian dunia dan juga Indonesia. Sehingga terjadinya jurang fiskal yang terjadi di AS tahun 2013 juga dapat berdampak pada perekonomian Indonesia, terutama pada ekspor Indonesia ke negara tersebut. Selain itu, kondisi keuangan AS juga dapat berpengaruh pada sektor-sektor lain. 1.2. Tujuan Kajian Berdasarkan uraian masalah tersebut, maka tujuan dari kajian ini adalah : 1) Melakukan analisis dampak kebijakan fiscal Amerika Serikat terhadap ekonomi dan perdagangan Indonesia. 2) Merumuskan usulan kebijakan dalam menghadapi dampak Fiscal Cliff dan meningkatkan kinerja ekonomi dan perdagangan Indonesia. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Fiscal Cliff Di Amerika Serikat, istilah fiscal cliff atau "jurang fiskal" merujuk pada dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh kenaikan pajak, pemotongan anggaran belanja, dan pengurangan anggaran lainnya terhadap defisit anggaran Amerika Serikat, yang secara potensial dimulai pada tahun 2013. Defisit – besarnya pengeluaran daripada penerimaan pemerintah – diduga akan berkurang pada pertengahan 2013. Kantor Anggaran Kongres memperkirakan bahwa penurunan tajam defisit negara (jurang fiskal) kemungkinan akan menimbulkan resesi ringan pada awal 2013 dan tingkat pengangguran akan meningkat menjadi 9% pada pertengahan tahun ini. Undang-undang yang mensponsori terjadinya jurang fiskal ini di antaranya dengan berakhirnya masa berlaku Undang-Undang Bantuan Pajak 2010, dan pemotongan belanja negara yang direncanakan dalam Undang-Undang Pengendalian Anggaran 2011. Berbagai usulan juga disarankan untuk menghindari terjadinya jurang fiskal ini, antara lain dengan cara mengimplementasikan kembali kebijakan pemotongan pajak Bush, merevisi Undang-Undang Pengendalian Anggaran, atau keduanya. Dengan demikian, maka defisit akan lebih besar karena kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi pajak atau meningkatkan pengeluaran negara. Karena dampak jangka pendeknya yang akan berdampak negatif terhadap perekonomian, maka jurang fiskal ini telah memicu berbagai komentar intens, baik di dalam maupun di luar Kongres Amerika Serikat. Undang-Undang Pengendalian Anggaran dimaksudkan untuk menyelesaikan sengketa mengenai krisis utang publik. Beberapa program-program utamanya seperti Jaminan Sosial, Medicaid, belanja rutin negara bagian (termasuk gaji militer dan pensiunan), dan perawatan 3 veteran, dibebaskan dari pemotongan anggaran. Sedangkan pengeluaran negara untuk pertahanan, badan-badan federal, dan depertemen kabinet akan dikurangi secara kasar melalui pemotongan dangkal yang disebut dengan pemangkasan anggaran. 2.2. Undang-undang Wajib Pajak Amerika Sekitar pukul 2 siang pada tanggal 1 Januari 2013, Senat mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang dirumuskan berdasarkan Undang-Undang Wajib Pajak Amerika Serikat 2012, dengan perolehan suara 89–8. RUU ini akan menunda pemberlakuan pemangkasan anggaran selama dua bulan untuk mencapai kesepakatan yang lebih luas lagi. Namun, hasil ini masih akan di bawa ke DPR untuk disetujui. Pada 1 Januari 2013, Senat Amerika Serikat menyetujui kesepakatan yang diperoleh Gedung Putih dan Partai Republik untuk menghindari jurang fiskal. Kesepakatan ini disepakati Senat dengan perolehan suara 89-8. Namun kesepakatan ini masih akan di bawa pada DPR, yang tidak bersidang karena masih libur Tahun Baru. Presiden Barack Obama menyambut baik kesepakatan ini. Dalam pernyataannya, ia mengungkapkan: Para pemimpin dari kedua partai politik di Senat duduk bersama untuk mencapai kesepakatan yang mendapat dukungan luas kedua pihak untuk melindungi 98 persen warga AS dan 97 persen usaha kecil dari kenaikan pajak". Kesepakatan ini membuat rakyat AS yang berpenghasilan di bawah $400.000 per tahun dibebaskan dari kenaikan pajak penghasilan. Selain itu, kesepakatan ini juga membuat AS bisa menunda pemangkasan anggaran setidaknya selama dua bulan ke depan. Kondisi ini memungkinkan Kongres dan Gedung Putih untuk kembali melakukan negosiasi. 4 Tabel 2.1. Perbandingan Usulan Resmi Isi Undang-undang dan Kontra-usulan Dari Presiden Obama dan Juru Bicara Boehner Sumber : The Committee for a Responsible Federal Budget Kesepakatan lain diluar hal tersebut adalah, kongres AS menyetujui untuk tidak memotong anggaran belanja AS sebesar $600 milyar, namun hanya memotong sebesar $12 milyar. Kesimpulan dari semua kesepakatan fiscal cliff tersebut, dampak total dari defisit neraca keuangan AS justru menghasilkan tambahan defisit sebesar $4 bilyun. 2.3. Efek Kenaikan Pajak Jurang fiskal memiliki berbagai efek pada orang-orang dengan tingkat pendapatan yang berbeda. Rumah tangga berpendapatan rendah adalah tingkat yang paling terpengaruh karena kadaluarsanya ekspansi kredit pajak anak dan hak untuk memperoleh kredit pajak penghasilan. Rumah tangga menengah paling terpengaruh oleh pajak gaji dan pajak penghasilan. Rumah 5 tangga dengan tingkat pendapatan paling tinggi terpengaruh oleh kenaikan pajak dan pajak penghasilan terhadap pendapatan yang mereka terima di muka, seperti laba modal. Meskipun investor dan perusahaan-perusahaan Eropa tidak terpengaruh secara langsung, pajak perusahaan dari cabang dan anak perusahaan mereka di AS juga dapat berubah secara signifikan (Tabel 2.1). Tabel 2.1. Pengenaan Pajak menurut Tingkat Pendapatan Pendapatan Lajang - Menikah - Dengan dua anak Tingkat 1 Tanggungan 2 Tanggungan - 4 Tanggungan $50,000 $1,693 / 17% $1,870 / 32% $1,870 / 32% $100,000 $4,193 / 16% $3,272 / 17% $3,038 / 18% $150,000 $5,967 / 15% $5,046 / 16% $4,812 / 15% $200,000 $7,467 / 13% $6,546 / 14% $6,312 / 14% $250,000 $8,046 / 13% $8,046 / 13% $7,812 / 13% Sumber : The Committee for a Responsible Federal Budget 2.4. Stimulasi Fiskal Quantitative Easing Dalam keputusannya untuk mengatasi masalah perhutangan yang sedemikian besar, banyak kalangan yang meragukan perekonomian Amerika bisa segera pulih dengan kebijakan trilogy QE yang dikeluarkan The Fed menjelang akhir tahun 2012 lalu. Tidak ada yang bisa menyangkal teori untuk menciptakan uang tersebut, menghadirkan situasi pasar yang tidak lagi kondusif. Secara teori memang Mekanisme dan dampak QE dianggap bisa menumbuhkan sistem perekonomian yang tersendak dengan membeli surat utang yang bermasalah. 2.4.1. Mekanisme Quantitative Easing Dahulu, setiap uang yang dicetak oleh Bank Sentral harus dijamin oleh sejumlah ons emas. Artinya bila seseorang mendepositkan 10 ons emas di bank, maka orang tersebut akan mendapatkan selembar surat berharga yang bisa digunakan untuk bertransaksi sesuai jumlah emas yang didepositkan. Selembar surat berharga inilah yang kita kenal sebagai “mata uang”. Namun dalam perkembangannya, Bank menerbitkan “surat berharga” tersebut lebih banyak dari cadangan deposit emas yang ada di bank 6 tersebut. Hal inilah yang menjadi awal kejatuhan sistem moneter internasional dan berlanjut sampai sekarang ini. Mekanisme quantitative easing (QE) dapat digambarkan seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Di Amerika, terdapat Federal Reserve (Fed) yang bertindak sebagai Bank Sentral AS. Fed mencetak uang (tanpa jaminan dari emas) untuk membeli surat hutang negara (treasuries) dari pemerintah ataupun bank-bank komersial melalui open market. Maka pemerintah dan bank-bank tersebut mendapatkan suntikan dana segar untuk membiayai berbagai hal. Pemerintah dapat menggunakannya untuk membiayai anggaran pengeluaran, dan bank-bank komersial dapat menggunakannya untuk kembali menyalurkan kredit ke masyarakat. Jika kredit ke masyarakat berjalan lanjar, diharapkan hal ini akan kembali menggerakkan roda perekonomian. 2.4.2. Dampak Quantitative Easing Tujuan quantitative easing sendiri pada dasarnya untuk menurunkan tingkat bunga kredit agar masyarakat dan korporasi mampu mendapatkan kredit dengan bunga terjangkau. QE juga diharapkan memancing para investor untuk keluar dari jenis investasi yang aman seperti bonds (surat hutang negara) dan bisa lebih banyak berkontribusi ke private sektor seperti meminjamkan modal ke perusahaan ataupun pengusaha. Pada akhirnya ini akan menaikkan optimisme bahwa ekonomi akan membaik. Harapan akan ekonomi yang membaik seperti inilah yang mendorong harga saham naik pesat ketika QE diumumkan. Namun apa yang terjadi tidak selalu sesuai dengan rencana awal. Bank-bank yang mendapatkan suntikan dana dari Fed tidak bisa (atau tidak mau) menyalurkan kredit ke masyarakat. Bank-bank tersebut lebih suka menggunakannya untuk berspekulasi di market. Karena ini akan lebih menguntungkan bagi mereka. Seperti kasus JP Morgan yang akhirnya mengalami kerugian milyaran dolar AS karena berspekulasi di market Credit Default Swap (CDS). Bank-bank di Indonesia juga pernah 7 mengalami kasus seperti ini, seperti kasus kredit macet pada beberapa tahun yang lalu. Belum lagi bila mereka turut terlibat untuk berspekulasi di pasar saham. QE juga berpotensi menyebabkan resiko inflasi di mata uang karena adanya pencetakan uang baru (baik fisik atau elektronik) dengan catatan apabila hal tersebut menyebabkan price index (index harga barang & jasa) naik. Sebagai tambahan, Bernanke yakin QE tidak akan menyebabkan inflasi karena sejauh ini tingkat demand untuk barang & jasa di Amerika masih sangat rendah. Kalau berkaca kepada ilmu ekonomi, tingkat permintaan yang tinggi akan menyebabkan harga menjadi naik, dan harga naik inilah yang menyebabkan nilai inflasi karena kita membutuhkan jumlah uang yang lebih banyak untuk mendapatkan suatu barang / jasa (hukum penawaran dan permintaan). Namun tentunya resiko terjadinya inflasi masih tetap ada, dan hal inilah yang mendorong harga emas naik tajam seperti yang kita lihat pada beberapa tahun terakhir sejak krisis finansial global terjadi di tahun 2008. 8 BAB III KONDISI PEREKONOMIAN AMERIKA SERIKAT DAN INDONESIA 3.1. Kondisi Ekonomi dan Perdagangan Amerika Serikat Sejak terjadinya krisis ekonomi global tahun 2008-2009, perekonomian Amerika Serikat sudah terlihat mengalami perbaikan, namun masih lemah. Ekonomi AS tahun 2012 tumbuh 2,15% yoy, dari 1,9% yoy di tahun 2011. Meskipun demikian, perekonomian Amerika belum bisa dikatakan pulih karena pertumbuhannya masih fluktuatif, ditambah dengan terjadinya jurang fiskal akibat besarnya hutang Amerika yang hampir tak terbayar (Grafik 3.1). Lemahnya perekonomian global, ditambah dengan rendahnya kepercayaan masyarakat dan pebisnis juga menjadi salah satu penyebab memperlambat pertumbuhan ekonomi AS. Rendahnya kepercayaan masyarakat AS telah membuat mereka cenderung lebih hati-hati dalam melakukan belanja. Sementara itu, ekspor sulit tumbuh dengan kuat karena lemahnya permintaan global. Grafik 3.1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat 9 Sementara itu, kontribusi hutang pemerintah Amerika terhadap GDP terus meningkat dan mencapai 101,6% dari GDP di tahun 2012. Nilai tersebut sudah merupakan ambang batas dari hutang yang bisa diambil oleh pemerintahan AS (Grafik 3.2). Pada akhir 2012, hutang Amerika sekitar USD 16.400 miliar. Jika hutang tetap tidak berubah, departemen keuangan AS tidak bisa meminjam uang lagi dan jika hal tersebut terjadi, Amerika Serikat akhirnya akan gagal untuk layanan utang public. Grafik 3.2. Kontribusi Hutang terhadap GDP Amerika Serikat Berbeda dengan krisis tahun 2008-2009, kinerja ekspor AS tahun 2012 masih mengalami pertubuhan. Di tahun 2012, ekspor AS mencapai USD 1.456,5 miliar, naik 4,5% dari tahun sebelumnya (Grafik 3.3.). Negara tujuan utama ekspor AS adalah Kanada, Meksiko, dan Cina dengan pangsa terhadap ekspor AS ke Dunia masing-masing 18,9%, 14,0%, dan 7,2%. Komoditi 10 utama ekspor AS adalah Kapal Terbang (6,1% dari total ekspor AS ke Dunia), Petroleum Oil Refined (4,6%), dan Emas (2,2%). Grafik 3.3. Ekspor Amerika Serikat Begitu juga dengan kinerja impor AS, impor AS di tahun 2012 masih mengalami pertumbuhan. Di tahun 2012, impor AS mencapai USD 2.275,4 miliar, naik 3,1% dari tahun sebelumnya (Grafik 3.4). Negara pemasok utama impor AS juga merupakan negara tujuan utama ekspor AS, yaitu Cina, Kanada, dan Meksiko dengan pangsa terhadap impor AS dari Dunia masing-masing 18,7%, 14,3%, dan 12,2%. Komoditi utama impor AS adalah Crude Petroleum Oil (mencapai 13,9% dari total impor AS dari Dunia) dengan penurunan 6,2% di tahun 2012 dibanding tahun sebelumnya (YoY), Kendaraan (6,2%), dan Petroleum Oil Refined (2,3%). Grafik 3.4. Impor Amerika Serikat 11 Neraca perdagangan AS selalu mengalami defisit dengan pernambahan defist 4,2% per tahun selama 2000-2012. Di tahun 2102, defisit neraca perdagangan AS mencapai USD 728,9 miliar naik 0,2% dari tahun sebelumnya. 3.2. Kondisi Ekonomi dan Perdagangan Indonesia PDB Indonesia (harga nominal) tahun 2012 mencapai Rp 8.241,9 trilliun. Pertumbuhan PDB Indenesia tahun 2012 sebesar 6.2% (YoY). Dilihat dari pola distribusi PDB penggunaan (harga berlaku), Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga masih merupakan penyumbang terbesar dalam penggunaan PDB Indonesia dengan proporsi sebesar 54,61% pada tahun 2011 dan 54,56% pada tahun 2012. Komponen Ekspor juga mengalami penurunan dari 26,35% menjadi 24,26%. Demikian halnya dengan Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah yang turun dari 9,01% menjadi 8,89%. Sebaliknya, pada periode yang sama, komponen-komponen lain mengalami peningkatan. Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto meningkat dari 31,97% menjadi 33,16%, Komponen Perubahan Inventori meningkat dari 12 0,95% menjadi 2,16%, dan Komponen Impor meningkat dari 24,94% menjadi 25,81% (Tabel 3.1). Tabel 3.1. Pertumbuhan Ekonomi Nasional Indonesia Jenis Pengeluaran Nilai (Triliun Rupiah) 2012 2010 2011 4,053.4 668.6 2,372.8 223.3 1,955.8 1,851.1 Pertumbuhan (%) 2012 2011 Kontribusi (%) 2012 2011 1. Konsumsi Rumah Tangga 2. Konsumsi Pemerintah 3. PMTB 4. Perubahan Inventori + Diskrepansi Statistik 5. Ekspor 6. Dikurangi: Impor 3,643.4 587.3 2,065.0 43.1 1,584.7 1,476.6 4,496.4 732.3 2,733.2 408.1 1,999.4 2,127.5 4.7 3.2 8.8 (15.2) 13.6 13.3 5.3 1.2 9.8 515.2 2.0 6.7 54.61 9.01 31.97 3.01 26.35 24.94 54.56 8.89 33.16 4.95 24.26 25.81 Produk Domestik Bruto (PDB) 6,446.9 7,422.8 8,241.9 6.5 6.2 100.00 100.00 Sumber : BPS (diolah) Pentingnya penguatan konsumsi masyarakat didasari faktor alamiah bahwa Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar ke-4 dunia, yaitu 240 juta jiwa. Dengan penduduk besar, berarti daya dukung konsumsi masyarakat terhadap pertumbuhan juga semakin besar. Terbukti, dalam tiga tahun terakhir, rata-rata distribusi konsumsi masyarakat terhadap pembentukan PDB mencapai 57 persen. Selain itu, melalui momentum demographic dividend (suatu fenomena di mana populasi didominasi oleh usia produktif) akan mendorong penguatan konsumsi masyarakat. Tumbuhnya kelompok middle income class dewasa ini juga semakin memperkuat kontribusi konsumsi masyarakat terhadap pertumbuhan ekonomi. Diperkirakan, Indonesia akan menikmati puncak dari keuntungan tersebut di 2030. APBN 2013 juga didesain untuk memberikan penguatan bagi konsumsi masyarakat melalui berbagai program seperti Program Keluarga Harapan, Program Jamkesmas, dan PNPM Mandiri. Selain itu, penguatan konsumsi masyarakat juga dilakukan melalui alokasi berbagai subsidi baik subsidi energi maupun subsidi nonenergi. 13 3.3. Perkembangan Perdagangan Indonesia – Amerika Serikat Total Perdagangan bilateral Indonesia-AS periode Januari-November 2012 mencapai nilai USD 24,5 miliar atau turun 1,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Trend selama 5 tahun (2007-2011) tercatat positif 12,1%. Neraca Perdagangan Indonesia – AS Selama 5 2007-2012 selalu mengalami surplus, surplus neraca perdagangan Indonesia-AS mengalami penurunan drastis di tahun 2012 sampai 47,0% sehingga hanya mencapai USD 2,9 miliar (Tabel 3.2). Ekspor Indonesia ke AS pada selama 2007-2011 naik 8,2% per tahun. Sedangkan ekspor Indonesia ke AS selama periode Januari – November 2012 mencapai USD 13,7 miliar, atau turun 9,6% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011. Sementara impor Indonesia dari AS pada periode Januari-November 2012 sebesar USD 10,8 miliar, naik 11,7% jika dibandingkan tahun sebelumnya untuk periode yang sama, dengan trend selama 5 tahun (2007-2011) positif 19,8% (Tabel 3.2). Tabel 3.2. Neraca Perdagangan Indonesia – Amerika Serikat 14 Nilai : USD Miliar URAIAN Perub.(%) Trend (%) Jan-Nov 2012/2011 2007-2011 2012 2007 2008 2009 2010 2011 Jan-Nov 2011 Total Perdagangan Migas Non Migas 16.4 0.4 16.0 20.9 0.7 20.3 17.9 0.4 17.5 23.7 1.0 22.6 27.3 0.9 26.4 24.8 0.9 23.9 24.5 0.4 24.1 -1.3 -55.2 0.6 12.1 24.3 11.7 Ekspor Non Migas Ekspor Migas Non Migas 11.6 0.3 11.3 13.0 0.5 12.5 10.9 0.4 10.5 14.3 0.9 13.3 16.5 0.8 15.7 15.1 0.7 14.4 13.7 0.3 13.4 -9.6 -63.0 -6.9 8.2 28.4 7.4 Impor Non Migas Impor Migas Non Migas 4.8 0.1 4.7 7.9 0.1 7.7 7.1 0.0 7.0 9.4 0.1 9.3 10.8 0.1 10.7 9.6 0.1 9.5 10.8 0.1 10.7 11.7 -4.2 11.9 19.8 4.8 20.0 Neraca Perdagangan Migas Non Migas 6.8 0.2 6.6 5.2 0.4 4.8 3.8 0.3 3.4 4.9 0.8 4.0 5.6 0.7 5.0 5.5 0.6 4.9 2.9 0.2 2.7 -47.0 -73.7 -43.5 -4.3 34.7 -7.1 Neraca Migas Neraca Non Migas Sumber : BPS (dio;ah) Ekspor Indonesia ke AS didominasi oleh produk Industri dengan kontribusi sebesar 92% terhadap total ekspor Indonesia ke AS. Ekspor Indonesi ke AS Januari-November 2012 mengalami penurunan di semua sektor kecuali Pertanian yang masih naik 13,5%. Bahkan ekspor di sector pertambangan turun sampai 92% selama Januari-November 2012 dari periode tahun sebelumnya yang naik sampai 46,7% (Grafik 3.5). Grafik 3.5. EKspor Indonesia ke AS Menurut Sektor Ekspor Non Migas Menurut Sektor ( Miliar) Pertanian 1.1 12.3 Pertambangan Industri 13.3 -92.0 Pertambangan 0.0 0.1 Jan-Nov 2012 Jan-Nov 2011 Pangsa Ekspor Jan-Nov 2012 Pertamban gan 0% 13.5 Pertanian 1.0 Industri Pertumbuhan (% ) Pertanian 8% 1.0 -7.5 21.2 46.7 Industri 92% Jan-Nov 2012/11 Jan-Nov 2011/10 Sumber : BPS (diolah) Komoditi ekspor Indonesia ke AS antara lain berupa komoditi Karet, Udang, Kopi, Produk Kayu, Produk tekstil, Alumunium dan Alas Kaki. Meskipun hampir seluruh komoditi ekspor Indonesia ke AS mengalami penurunan selama Januari-November 2012 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, komoditi printer-cpoier mengalami kenaikan yang 15 signifikan yaitu 179,3%. Selain itu, komoditi yang masih naik tinggi adalah Kopi (naik 32,2%), Women Trousers (51,1%), Alas Kaki (117,8%), dan Produk Tekstil laninnya. Sementara komoditi yang mengalami penurunan drastis adalah Karet dengan penurunan sebesar 35,6% (Tabel 3.3). Tabel 3.3. Komoditi Ekspor Indonesia ke AS NO HS URAIAN HS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 4001222000 0306130000 8443311010 4011100000 6110200000 0901111000 6403199000 8517610010 9403600000 6204620000 6205200000 7606110010 6206400000 2709001000 6104620000 6403990000 6109102000 6212109000 8544301000 6110300000 NILAI : USD Juta 2009 2010 JAN-OKT 2011 2012 2008 11,614.2 13,036.9 10,850.0 14,266.6 16,459.1 13,939.2 12,436.5 (10.78) 8.19 100.00 Tsnr, oth standard indonesian rubber 1,193.0 1,518.2 Shrimps and prawns, frozen 287.5 339.3 Printer-copier,ink-jet,color,capable of connecting to a data machine/network 117.6 202.8 New pneumatic tyres,of rubber of a kind used on motor cars 163.5 195.0 Jerseys,pullovers, cardigans, waistcoat of cotton 163.0 251.6 Arabica wib or robusta oib, not roasted not decaffeinated 166.4 171.6 Sports footwear not fitted with studs, bar & the like 191.0 183.0 Set top boxes which have a communication functions of base station 0.0 Other wooden furniture 257.4 240.5 Women/girls' trousers,bib&brace overall breeches,shorts of cotton 159.9 148.1 Men/boys' shirts of cotton 245.6 216.1 Aluminium plates,sheets&strip of plain or figured by rolling of112.7 thick.>0.2mm 74.0 Women/girls' blouses, shirts & shirts- blouses of man-made fibres 85.2 98.6 Crude petroleum oil 302.8 505.7 Female's trousers, bib & brace overalls breeches & shorts of cotton 69.4 113.2 Oth footwear oth thn covering the ankle 16.5 26.5 Women/girls't-shirts,singlets & oth vests, knitted/crocheted of39.0 cotton 58.9 Brassieres of oth textile materials 211.5 185.1 Wiring harnesses for motor vehicles 89.0 140.6 Jerseys,pullovers, cardigans, waistcoat of man-made fibres 31.0 29.5 Subtotal 3,902.1 4,698.4 Lainnya 7,712.2 8,338.4 603.5 255.9 235.8 211.7 341.7 158.8 175.8 222.8 97.6 188.1 120.6 380.0 129.1 24.4 86.1 175.5 119.1 43.2 3,569.7 7,280.3 1,540.8 307.6 263.6 340.2 465.7 171.9 244.2 252.2 134.9 228.6 0.1 167.6 892.0 147.0 37.6 112.7 189.0 160.6 61.5 5,717.6 8,549.1 2,560.3 457.1 186.5 486.9 516.7 271.3 299.0 224.5 158.0 272.2 164.4 675.7 175.2 77.4 78.1 179.2 164.2 95.3 7,042.0 9,417.1 2,228.8 378.5 138.4 396.1 446.4 214.7 254.9 182.0 128.9 226.7 133.3 628.9 141.3 63.0 67.9 149.5 140.6 74.0 5,993.7 7,945.6 1,434.7 387.4 386.5 361.0 332.4 283.8 240.3 233.3 210.7 194.8 172.2 164.7 164.4 156.8 144.7 137.2 124.9 123.9 119.6 113.8 5,487.0 6,949.5 (35.63) 2.36 179.32 (8.84) (25.54) 32.19 (5.75) 15.79 51.11 (24.05) 23.31 (75.07) 2.41 117.76 83.90 (17.13) (14.92) 53.88 (8.45) (12.54) 16.67 8.64 12.58 31.51 33.95 10.29 12.58 (2.23) (1.17) 2.65 20.27 24.27 23.53 41.04 22.58 (3.05) 14.55 34.68 14.76 4.34 11.54 3.12 3.11 2.90 2.67 2.28 1.93 1.88 1.69 1.57 1.38 1.32 1.32 1.26 1.16 1.10 1.00 1.00 0.96 0.92 44.12 55.88 TOTAL EKSPOR INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT 2011 PERUB(%) TREND(%) SHARE (%) 12/11 07-11 2012 2007 Sumber : BPS (diolah) Impor Barang Modal Indonesia dari AS naik 47,3% mencapai USD 4,0 miliar selama Januari-November 2012. Sementara kontribusi terbesar impor Indonesia dari AS adalah Bahan Baku/Penolong dengan kontribusi sebesar 57,2%. Meskipun berkontribusi besar, impor Bahan Baku/Penolong turun 3,0% di tahun 2012 (Grafik 3.6). Grafik 3.6. Impor Indonesia dari AS Menurut Penggunaan Barang Impor Menurut BEC ( Miliar) Barang Konsumsi 0.6 6.2 4.0 2.7 Jan-Nov 2012 Jan-Nov 2011 Barang Modal Barang Konsum si 5.2% 25.2 Barang Modal 37.6% -3.0 Bahan Baku/Penolong 6.4 Pangsa Impor Jan-Nov 2012 3.3 Barang Konsumsi 0.5 Bahan Baku/Penolong Barang Modal Pertumbuhan (% ) 30.0 47.3 -16.8 Bahan Baku/Pe nolong 57.2% Jan-Nov '12/11 Jan-Nov '11/10 Sumber : BPS (Diolah) Krisis ekonomi global telah mampu menurunkan kinerja perdagangan bilateral Indonesia-AS. Ketidakpastian ekonomi global masih bisa dirasakan sampai saat ini, sehingga 16 masih perlu diperhatikan dan perlu dilakukan tindakan-tindakan khusus untuk meningkatkan kinerja perdagangan bilateral Indonesia-AS pada khususnya dan dengan Negara-negara di dunia pada umumnya. 3.4. Investasi Investasi AS di Indonesia mengalami penurunan dibalik meningkatnya investasi asing di Indonesia. Nilai investasi AS di Indonesia 2012 mencapai 97 proyek atau sebesar USD 1,2 miliar dengan kontribusi 5% terhadap total Investasi asing di Indonesia. Nilai tersebut turun dari tahu sebelumnya yang menapai 112 proyek atau USD 1,5 miliar. Penurunan tersebut khususnya terjadi di Triwulan III 2012 yang hanya mencapai 16 proyek (Tabel 3.4). Tabel 3.4. Investasi AS di Indonesia N E G A R A / Country 2010 2011 I P Q2 2012 I P Q3 2012 AMERIKA SERIKAT/United States of America 100 930.9 112 1,487.8 33 17.9 22 685.0 16 32.4 50 502.9 97 1,238.3 Share (%) 3.3 5.7 2.6 7.6 2.3 0.3 1.5 11.0 1.3 0.5 2.2 8.0 2.1 5.0 3,076 16,214.8 4,342 19,474.5 1,499 6,238.8 P I P Jan - Des 2012 I 1,454 5,727.1 I Q4 2012 P JUMLAH / T o t a l P Q1 2012 1,233 6,286.1 I P 2,286 6,312.7 I 4,579 24,564.7 P : Jumlah Proyek / Total of Project I : Nilai Investasi dalam US$. Juta / Value of Investment in Million US$. Sumber : BKPM Pemerintah akan menggenjot investasi dari Amerika Serikat dan menargetkan nilainya mampu mencapai USD 5 miliar (sekitar Rp 47,4 triliun) dalam dua tahun mendatang. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, realisasi komitmen investasi telah diperoleh dari Celanese Corporation yang bekerja sama dengan PT Pertamina (Persero) dalam proyek pembangunan pabrik etanol dari pengolahan batu bara dengan nilai US$2 miliar untuk tahap awal. 3.5. Nilai Tukar Data Nilai tukar Rupiaah terhada USD diperkirakan masih akan terus mengalami pelemahan. Setelah berhasil menguat di 2011 mencapai Rp. 8779,-/USD, nilai tukar rupiah 17 kembali melemah di tahun 2012 mencapai Rp. 9.380,-/USD. Pelemahan tersebut diperkirakan masih akan terjadi sampai tahun 2013 (Grafik 3.7). Grafik 3.7. Nilai Tukar Rupiah Terhdap USD 11,000 10,398 10,299 10,000 9,711 9,687 9,680 9,380 9,136 9,000 8,779 8,573 8,000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sumber : BI 18 BAB IV DAMPAK FISCAL CLIFF 4.1. Dampak Fiscal Cliff di Amerika Serikat Salah satu efek negatif yang dihasilkan dari kebijakan dalam kesepakatan fiscal cliff adalah terancamnya perekonomian AS. Misalnya dengan dipangkasnya anggaran yang akan berlaku kepada lebih dari 1000 program pemerintahan yang telah sebelumnya direncanakan, dapat diperkirakan akan menghambat pertumbuhan ekonomi AS kedepannya dan membuatnya berjalan sangat lamban. Belum lagi hal tersebut ditambah dengan kenaikan nilai jumlah pajak bagi golongan menengah keatas yang tentunya akan membatasi sektor produksi dan mengurangi daya beli pasar. Dampak utama yang ditimbulkan Fiscal Cliff berupa kontraksi ekonomi yang akan dialami Amerika dalam jangka pendek, dan perbaikan menuju ekonomi Amerika yang sehat dalam jangka panjang. Untuk saat ini dampak fiscal cliff belum dapat dilihat secara langsung karena belum diterapkan sepenuhnya. Namun dapat diprediksi bahwa untuk kedepannya, sektor keuangan Amerika masih lebih optimis, ditandai dengan kenaikan saham, dolar mengalami depresiasi, bon yield naik, dan suku bunga naik cepat. Pelaku pasar juga optimis bahwa sektor real akan semakin membaik. Selain itu, Congressional Budget Office memperkirakan apabila adjustement dilakukan secara penuh maka dapat menyeret ekonomi AS ke resesi di 2013 (-0.5% dari 2.2% di 2012), tingkat pengangguran dapat meningkat ke 9.2% dari 7.8% di 2012, dan utang pemerintah terhadap GDP menurun ke 58% di 2022 dari 77% di 2012. Selain itu, pengurangan pengeluaran pemerintah khususnya yang bersifat Welfare expenditure akan berakibat pada menurunnya konsumsi masyarakat. Sementara kenaikan 19 pajak selain juga akan menyebabkan turunnya konsumsi masyarakat, juga menyebabkan turunnya Investasi. 4.2. Dampak Fiscal Cliff di Dunia Index Saham di AS dan Asia melonjak diikuti oleh pasar komoditas termasuk emas dan crude oil setelah Kongres AS meloloskan RUU yang mendukung kenaikan pajak bagi golongan orang kaya dan pemotongan anggaran belanja negara yang mengancam pemulihan di ekonomi terbesar dunia tersebut. Dengan tidak tersedianya banyak pilihan untuk menyelamatkan kondisi perekonomian terutama dalam situasi krisis seperti saat ini, para ekonom memperkirakan AS tidak akan kuat berjalan dibawah tekanan fiscal cliff. Tentu efek negatif yang hadir dari kebijakan kebijakan ekonomi AS tersebut akan berdampak secara global dengan dollar sebagai mata uang dunia. Akibat terjerumusnya AS kedalam jurang fiscal para trader tentunya perlu mengamati akibat dari kebijakan yang dikeluarkan baik pemotongan anggran dan kenaikan pajak. Bagaimana dampak kedepannya terhadap nilai us dollar. Pelaku pasar/trader forex rata-rata menunggu kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah AS yang akan mempengaruhi pergerakan ekonomi kedepannya, sehingga bisa mendapatkan gambaran yang lebih jelas apakah dollar akan semakin terjun bebas atau sebaliknya. Namun reaksi yang berlebihan dari pemerintahan dan pasar, dinilai akan mengantarkan dollar menjadi negatif dan mengangkat nilai logam mulia atau Emas yang mendekati level tertinggi selama 2 minggu pasca fiscal cliff. Hal ini berakibat investor akan beralih meninggalkan dollar dan berburu komoditi emas. Meskipun demikian, Gold masih belum berhasil bangkit dari pelemahannya. Ketidakjelasan kelanjutan permasalahan Fiscal Cliff masih menjadi alasan keraguan bagi para investor untuk mengoleksi Gold. Mengingat kebijakan yang dikeluarkan bertujuan untuk memulihkan perekonomian AS secara bertahap, sepertinya sebagian petinggi AS tidak ingin US dollar menjadi terlalu kuat. Dengan berfokusnya para pelaku pasar terhadap kebijakan yang dikeluarkan the Fed, index US dollar kembali mengalami penurunan dari posisi puncaknya 80.684 hingga menjadi 80.2558 20 serta menjadi 80.440 pada penutupan minggu lalu. Sementara dalam sesi perdagangan EURUSD dollar mengalami penurunan sebesar 29 point dari $1.3111 menjadi $1.3082. Resesi ekonomi yang akan dialami AS sebagai dampak utama fiscal cliff jangka pendek, juga akan terjadi pada pertumbuhan GDP negara-negara lain seperti China (turun 0.8%), Thailand (turun 0.8%), dan Malaysia (turun 0.9%). Pertumbuhan GDP Indonesia sendiri diperkirakan akan turun 0.5% dan GDP dunia turun 1%, dari 3.6% menjadi 2.6% (Tabel 4.1). Tabel 4.1. Global Implication Real GDP Current Account Balance, % of GDP Fiscal balance, % of GDP USA World High Income Countries Euro Area -2.2 -1.0 -1.1 -0.4 1.2 -0.1 0.1 -0.3 2.9 0.4 0.8 -0.1 Developing Countries Low Income Middle Income -0.6 -0.1 -0.6 -0.4 -0.1 -0.4 -0.3 0 -0.3 Developing Oil Exporters Developing Oil Importers -0.7 -0.5 -1 -0.2 -0.7 -0.1 East Asia & Pacific Europr & Central Asia Latin America & Caribbean Middle East and N. Africa South Asia Sub-Saharan Africa -0.1 -0.3 -0.7 -0.2 -0.2 -0.3 -0.3 -0.8 -0.6 -0.8 0.1 -1.1 -0.1 -0.4 -0.4 -0.9 0.1 -0.9 Sumber: Worldbank Kebijakan fiscal cliff juga akan berdampak pada cadangan devisa dan neraca transaksi berjalan. Pangsa neraca transaksi berjalan terhadap GDP dunia diperkirakan turun 0.1% dan cadangan devisa naik 0.4%. 21 4.3. Dampak Fiscal Cliff terhadap Ekonomi dan Perdagangan Indonesia Fiscal cliff tetap dapat menambah berat kondisi defisit neraca perdagangan Indonesia. Perlambatan ekonomi domestik Amerika akan mengurangi permintaan terhadap komoditi ekspor Indonesia, sehingga akan menekan ekspor Indonesia ke Amerika. Ekspor yang belum membaik ditambah impor yang terus meningkat akan terus terjadi akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi AS. Indonesia memang sedang berupaya untuk menjaga neraca perdagangan, kondisi fiscal cliff yang bisa diatasi itu akan membawa ke keadaan perekonomian yang lebih baik, tetapi kondisi defisit perdagangan adalah satu tantangan tersendiri untuk Indonesia. Pengaruh perubahan perekonomian AS terhadap perekonomian Indonesia memang lebih kecil daripada pengaruh yang diberikan oleh perubahan perekonomian Cina. Meskipun demikian, pengaruh tersebut tidak bisa diabaikan. Berdasarkan perhitungan statistika oleh Bank Mandiri, diperoleh hasil bahwa setiap penurunan 1% pertumbuhan GDP Amerika, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan turun sebesar 0,11% (Tabel 4.2). Sementara simulasi Deutsche Bank juga menunjukkan bahwa setiap penurunan 1% pertumbuhan GDP Amerika akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,1%. Tabel 4.2. Pengaruh Penurunan Pertumbuhan Ekonomi AS US China Singapura Jepang Indonesia 0.11 0.33 0.08 0.10 Malaysia 1.14 1.23 0.44 0.87 Philippines 0.6 0.64 0.25 0.48 Thailand 1.3 1.06 0.43 0.97 Singapura 1.8 1.9 1.40 Sumber : Bank Mandiri Dampak positif adanya fiscal cliff adalah banyak investor yang akan menanamkan modal di Indonesia karena Indonesia dianggap pasar besar yang cukup menguntungkan untuk berinvestasi selama 5-10 tahun mendatang dengan ketersediaan tenaga kerja. Namun, ketidakpastian kebijakan-kebijakan di sektor perdagangan seperti larangan ekspor beberapa 22 komoditi yang sering berubah-ubah membuat para investor lebih berhati-hati untuk menanamkan modal. Sedangkan sektor yang memberikan keamanan hanya di bidang pasar modal. Meskipun investasi yang masuk ke Indonesia akan meningkat, Rupiah tetap tidak bisa menguat. Hal tersebut dikarenakan ketika banyak investasi masuk ke Indonesia, dolar yang masuk akan keluar lagi, digunakan untuk mengimpor bahan baku dari luar negeri. Selain itu, juga karena hutang yang jatuh tempo di tahun 2013 dan 2014 sangat besar, maka dolar yang akan dikeluarkan untuk membayar hutang juga besar. Dengan tingginya investasi yang masuk ke Indonesia, maka akan mendukung program industry hilir mengingat saat ini sektor pertanian dan pertambangan belum bisa tumbuh tinggi (di bawah 4%). Namun, secara bersamaan juga menjadi tantangan bagi Indonesia untuk menggalakkan substitusi impor, karena dengan meningkatnya investasi berate juga akan meningkatkan impor, khusunya impor Bahan Baku/Penolong dan Barang Modal. 23 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari analisis dampak kebijakan fiscal cliff Amerika Serikat adalah: 1. Fiscal cliff diprediksi kedepannya masih memberikan sinyal optimis di sektor keuangan dan sektor riil juga akan semakin membaik. Namun demikian, diperkirakan menyebabkan kontraksi ekonomi AS di 2013 sebesar -0.5% dari sebelumnya 2.15% di 2012. 2. Fiscal cliff akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia terkoreksi sebesar 0,11% dan akan menekan ekspor Indonesia ke AS, sehingga ekspor Indonesia 2013 diperkirakan naik 0,5-5%. 3. Diperkirakan investasi yang masuk ke Indonesia masih tinggi. Ditegaskan pula bahwa tahun ini masanya substitusi impor dan membangun industri hilir mengingat saat ini sektor pertanian dan pertambangan belum bisa tumbuh tinggi (di bawah 4%). 5.2. Rekomendasi Beberapa rekomendasi atau usulan kebijakan yang dapat disampaikan berdasarkan hasil analisis adalah: 1. Menggalakkan diversifikasi pasar ekspor khususnya ke negara-negara emerging market yang permintaannya masih mengalami peningkatan signifikan. 2. Mendukung upaya hilirisasi dan pengembangan industri yang memberikan nilai tambah di dalam negeri yang berorientasi ekspor. 24 3. Meningkatkan pengawasan kebijakan yang masih lemah sehingga kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menjadi lebih efektif. 4. Meningkatkan pengawasan jalur distribusi barang dan infrastruktur dalam negeri untuk menghindari tingginya harga bahan baku lokal, sehingga substitusi impor dapat terlaksana. 25