BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori 1.1.1 Pengertian atau Definisi Cash Holding Cash Holding merupakan uang tunai yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas operasional sehari-hari, serta dapat pula digunakan untuk beberapa hal, yaitu dibagikan kepada para pemegang kas (cash holding) berupa dividen kas, dan untuk keperluan mendadak lainnya.Menurut Gore (2009) cash holding merupakan rasio antara kas dan setara kas dengan belanja operasi dan belanja bunga bulanan. Cash holding terdiri dari dua komponen, yaitu kas dan setara kas dan belanja. Cash adalah salah satu bagian dari banyak aset yang dewasa ini paling liquid dan paling mudah berpindah tangan dalam transaksi. Penentuan Cash Holding yang optimal sangat perlu dilakukan karena kas merupakan elemen modal kerja yang paling tinggi kedudukannya memenuhi kegiatan dan diperlukan operasional Pemerintah Pemerintahan untuk sehari–hari. Menahan kas terlalu besar (terjadi excess cash holding) akan menimbulkan risiko seperti turunnya nilai tukar uang tersebut baik terhadap barang, jasa, maupun valuta asing. Dalam rangka optimalisasi kas, Pemerintahan harus menyusun anggaran sebagai cara menentukan kas yang dibutuhkan serta menggunakan excess cash holding secara efektif. Adanya excess cash holding seringkali menjadi pertanyaan bagi banyak pihak pengguna 1 laporan keuangan (stakeholders) mengapa terjadi demikian serta akan digunakan untuk apa excess cash holding tersebut. Terjadinya excess cash holding dan penggunaannya akan dikaitkan dengan banyak hal, salah satunya yaitu baik buruknya penerapan corporate governance yang ada di dalam pemerintahan. Kas merupakan aset paling likuid yang berfungsi sebagai penggerak operasi rutin perusahaan.Keberadaan kas dalam entitas sangat penting karena tanpa kas,aktivitas operasi perusahaan tidak dapat berjalan.Entitas harus menjaga jumlah kas agar sesuai dengan kebutuhannya. Jika jumlah kas kurang, maka kegiatan operasional akan terganggu, dan jika terlalu banyak kas, menyebabkan entitas tidak dapat memanfaatkan kas tersebut untuk mendapatkan imbal hasil yang tinggi (Martani dkk.,2012). Untuk itu,pengelolaan dan pengendalian kas yang mencakup eksistensi dan ketepatan jumlahnya merupakan hal yang krusial bagi perusahaan. Dan salah satu bentuk pengelolaan kas adalah aktivitas perusahaan dalam menahan kas agar berada pada titik optimal. 1.1.1.1 Cash Holding (Inventory) a. Kas di Bank (Cash in Bank) Kas di Bank merupakan uang kas yang dimiliki perusahaan atau Pemerintah yang tersimpan di Bank dalam bentuk giro/bilyet dan kas ini dipakai untuk 2 pembayaran yang jumlahnya besar dengan menggunakan check. b. Kas Kecil (Petty Cash / Cash on Hand) Petty Cash / Cash on Hand merupakan uang kas yang ada dalam brankas Pemerintah atau perusahaan yang digunakan untuk membayar dalam jumlah yang relatif kecil misalnya pembelian makanan ringan dan air minum mineral dan lain-lain yang pembayaran dalam jumlah kecil. Cash terdiri atas koin, uang kertas, cek, money order (wesel atau kirimanuang melalui pos yang lazim berbentuk draft bank atau cek bank), dan uang tunai ditangan atau simpanan di bank atau semacam deposito. Aturan yang berlaku umum dibank adalah jika bank menerima untuk disimpan di bank, maka itulah kas. MenurutRetno Prasetyorini dalam Hussen (2013) cashadalah pembayaran yang siap dan bebasdigunakan untuk kegiatan umum perusahaan. Kas dapat berupa uang tunai ataudeposito di Bank untuk segera dan diterima sebagai alat pembayaran sesuai denganjumlahnya. 1.1.1.2 Tipe dari Cash Menurut Retno Prasetyorini dalam Hussen (2013) yang meliputi cash adalah: 1) Uang kertas dan uang logam 2) Cek dan giro 3) Deposito di bank dalam bentuk giro 3 4) Cek berjalan: cek yang dikeluarkan untuk waktu yang akan datang 5) Wesel :order untuk membayar sejumlah uang tertentu berdasarkan kebutuhan pengguna 6) Cashier’s order: cek yang dibuat oleh bank, untuk sesaat waktu dapat dicairkan oleh bank itu juga 7) Draft bank: sebuah cek atau perintah pembayaran pada sebuah bank yang mempunyai akun pada bank lain dan diajukan pada permintaan perseorangan/klien yang memiliki deposito di bank penulis pertama. Menurut Retno Prasetyorini dalam Hussen (2013) yang tidak termasuk cashadalah: 1) Cek mundur 2) Deposito berjangka 3) Surat promes 4) Surat berharga 5) Cash disisihkan untuk tujuan tertentu dalam bentuk dana, seperti pembayarandividen, pembayaran utang obligasi. Dari keterangan diatas, kas memiliki kriteria sebagai berikut: 1) Umumnya diakui sebagai sarana yang sah untuk pembayaran 2) Dapat digunakan sewaktu-waktu saat di butuhkan 3) Digunakan secara bebas 4 4) Diserahkan sesuai dengan ketentuan nilai nominal 1.1.2 Teori Cash Holding Secara umum, dalam menjelaskan tinggi atau rendahnya tingkat cash holding suatu perusahaan dapat menggunakan tiga teori utama, yaitu: 1.1.2.1 Trade-off Theory Pada pasar modal yang sempurna, tidakakan ada biaya transaksi dalam meningkatkan jumlah kas dan memegang aset lancar tidak akan berpengaruh pada nilai perusahaan.Namun pada kenyataannya pasar modal jauh kata sempurna dan terdapat biaya transaksi yang tidak relevan (Bigelli dan Vidal, 2009).Oleh karena itulah perusahaan harus berhati-hati dalam menentukan tingkat cash holding yang optimal. Berdasarkan teori ini, menilai cash holding yang optimal yaitu dengan mempertimbangkan biaya yang ditimbulkan dari memegangkas tersebut dengan manfaat yang akan didapatkan perusahaan.Menurut Ferreira dan Vilela (2004), manfaat utama yang bisa didapatkan perusahaan dengan memegang kas di antaranya mengurangi kemungkinan terjadinya financial distres, memungkinkan terpenuhinya kebijakan investasi 5 meskipun adanya kendala keuangan, dan meminimalkan biaya atas adanya pendanaan eksternal atau terjadinya likuidasi aset. Sementara itu, biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memegang kas adalah opportunity cost dari modal yang diinvestasikan pada aset lancar dengan return yang kecil.Opler (1999) menyatakan bahwa manajemen yang ingin memaksimalkan kesejahteraan para pemegang sahamnya harus mengatur cash holding perusahaan pada tingkat dimana manfaat memegang kas dan setara kas atau bahkan melebihi biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memegang kas tersebut. 1.1.2.2 Pecking Order Theory Berlawanan dengan trade-off theory, peckingorder theory menganggap bahwa tidak ada tingkat cash holding yang optimal tetapi kas memiliki peran sebagai penyangga antara laba ditahan dan kebutuhan investasi. Kas akan tersedia ketika profit yang dihasilkan perusahaan melebihi kebutuhan investasinya. Ketika kas tersedia dalam jumlah yang berlebih dan perusahaan yakin akan profitabilitas investasi mereka, maka kelebihan kas 6 akan dibayarkan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen (Myers dan Majluf, 1984). Menurut pembiayaan pecking yang order meningkat theory, dapat biaya memicu adanya informasi asimetrik, dimana manajemen memiliki informasi yang lebih banyak tentang prospek investasi, risiko, dan nilai perusahaan daripada pemodal publik dengan begitu manajemen bisa menentukan sumber pembiayaan yang lebih murah.Sumber-sumber pembiayaan perusahaan berasal dari tiga sumber,yaitu pembiayaan internal, menerbitkan hutang, dan menerbitkan ekuitas baru.Perusahaan memprioritaskan untuk menggunakan pembiayaan internal (laba yang ditahan) sebagai pilihan yang pertama. Pembiayaan internal ini dipilih menjadi pilihan pertama karena melalui pembiayaan ini lebih murah dan tidak berisiko.Ketika pembiayaan internal tersebut tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan dana yang diperlukan perusahaan, maka akan digunakan pembiayaan eksternal yaitu dengan menerbitkan hutang.Adanya hutang ini akan menambah kewajiban perusahaan untuk membayar pokok ditambah bunga dari hutang 7 yang diterbitkan.Ketika penerbitan hutang dirasa tidak masuk akal lagi karena jumlahnya yang sudah terlalu besar, makaakan diterbitkan ekuitas baru. Penerbitan saham ini dipilih sebagai pilihan terakhir perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pembiayaannya.Dengan menerbitkan saham baru ini berarti menambah daftar kepemilikan eksternal diperusahaan. Myers dan Majluf (1984) menyatakan ketika manajer perusahaan memiliki informasi lebih banyak daripada para pemegang saham kemudian saham diterbitkan maka dampaknya akan berpengaruh pada turunnya harga saham.Oleh karena itu pilihan penerbitan saham tidak disukai para pemegang saham sehingga pilihan ini berada diurutan terakhir. 1.1.2.3 Agency Theory Jensen (1986) agency theory menunjukkan bahwa manajer pada perusahaan dengan peluang investasi yang buruk cenderung untuk mempertahankan kas dari pada melakukan pembayaran. 1.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Cash Holding 1.1.3.1 Ukuran Pemerintahan Menurut Riyanto (2001), ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang 8 ditunjukkan dari total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata penjualan, dan rata-rata total aktiva. Harris dan Raviv (1990) berpendapat bahwa perusahaan besar cenderung menginvestasikan dana yang milikinya pada growth opportunities yang berbeda.Hal ini bertujuan untuk melakukan diversifikasi pada bidang operasional perusahaan.Dengan diversifikasi yang lebih banyak dimiliki perusahaan besar dibandingkan dengan perusahaan kecil membuat mereka memiliki probabilitas yang kecil dalam menghadapi financial distress (Najjar, 2013). Perusahaan besar tidak seperti perusahaan kecil yang menghadapi keterbatasan dalam pendanaan karena perusahaan besar memiliki akses ke pasar modal yang baik dengan biaya yang lebih murah (Kim et al.,2011). Perusahaan-perusahaan kecil menghadapi kesulitan dalam mengakses kepasar modal karena biasanya mereka tergolong sebagai perusahaan baru, kurang dikenal sehingga lebih rentang terhadap ketidaksempurnaan pasar modal (Saddour,2006).Oleh karena itu, perusahaan besar tidak mengumpulkan kas dalam jumlah yang besar untuk menghindari kurangnya investasi seperti yang dilakukan oleh perusahaan kecil sehingga perusahaan besar memiliki cash holding lebih kecil. 9 Sudarmadji dan Sularto(2007) mengatakan bahwa besar (ukuran) perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar.Semakin besar total aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut.Ketiga variabel ini digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan karena dapat mewakili seberapa besar perusahaan tersebut.Semakin besar aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin banyak perputaran uang dan semakin besar kapitaslisasi pasar maka semakin besar pula perusahaan tersebut dikenal masyarakat.Nilai aktiva dipilih sebagai proksi ukuran perusahaan dengan mempertimbangkan bahwa nilai aktiva yang dimiliki perusahaan relatif lebih. 1.1.3.2 Leverage Purnasiwi dan Sudarno (2011) mendefinisikan leverage sebagai alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan tergantung pada kreditur dalam membiayai aset perusahaan. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi mempunyai tingkat ketergantungan yang sangat tinggi pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya.Sedangkan perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang lebih rendah menunjukkan pendanaan perusahaan berasal dari modal sendiri. 10 bahwa Dalam penelitian ini,digunakan leverage keuangan di mana menyangkut penggunaan dana yang diperoleh dari hutang atau mengeluarkan saham preferen. Penggunaan dana tersebut menimbulkan biaya tetap yaitu bunga atau dividen.Bunga dan dividen saham preferen merupakan biaya tetap finansial yang harus dibayar tanpa mempedulikan tingkat laba perusahaan.Pada pembiayaan dengan hutang, suku bunga yang digunakan adalah suku bunga tetap.Hutang yang digunakan pada umumnya merupakan hutang jangka panjang atau berupa obligasi. Ferreira dan Vilela (2004) berpendapat bahwa jumlah hutang akan meningkat ketika kebutuhan investasi melebihi laba ditahan yang dimiliki perusahaan dan akan menurun ketika kebutuhan investasi kurang dari laba yangditahan perusahaan. Perusahaan dengan rasio hutang yang tinggi memiliki cadangan kas yang rendah dikarenakan mereka harus membayar cicilan hutang mereka ditambah dengan bunganya (Opler et al.,1999). Jadi, perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan memiliki tingkat cash holding yang rendah. Terdapat beberapa macam rasio leverage, antara lain debt ratio, debt to equity ratio, long term debt to equity, time-interest earned ratio. Namun, dalam penelitian ini hanya berfokus pada debt ratio (debt to total assets) yang menunjukkan berapa bagian dari keseluruhan kebutuhan dana yang 11 dibelanjai dengan hutang atau berapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin hutang. Afza dan Adnan (2007) mengukur tingkat leverage perusahaan dengan menggunakan formula sebagai berikut: Ferreira dan Vilela(2004) menyatakan bahwa modal kerja bersih pada dasarnya merupakan pengganti uang tunai.Pada saat dibutuhkan,mereka dapat dengan cepat dilikuidasi untuk pendanaan.Akibatnya,perusahaan dengan modal kerja bersih yang banyak cenderung memegang kas dalam jumlah yang sedikit.Ozkan (2004) berargumen bahwa biaya untuk mengkonversi aset lancar non-kas menjadi kas lebih murah dibandingkan dengan aset-aset lainnya.Perusahaan dengan aset lancar yang cukup mungkin tidak harus menggunakan pasar modal untuk mendapatkan dana ketika mereka mengalami kekurangan kas. Dengan begitu, perusahaan dengan modal kerja bersih yang tinggi akan memiliki cash holding yang rendah. 1.1.3.3 Cash Flow (Arus Kas) Menurut Brigham dan Houston (2001),cash flow merupakan arus kas masuk operasi dengan pengeluaran yang dibutuhkan untuk mempertahankan arus kas operasi di masa mendatang.Apabila arus kas masuk lebih besar dari arus kas keluar, hal ini menunjukkan arus kas bersih positif dan sebaliknya, apabila arus kas masuk 12 lebih kecil dari arus kas keluar, maka terjadi arus kas bersih negatif. Arus kas bersih positif menyebabkan naiknya jumlah kas yang dimiliki perusahaan, dan sebaliknya,arus kas bersih negatif menyebabkan turunnya jumlah kas perusahaan.Arus kas perusahaan mencerminkan produktivitas operasiyang dilakukan oleh sebuah entitas bisnis, juga dapat digunakan untuk menilai perusahaan di dalam memenuhi ketersediaan dana dan likuiditasnya. Perusahaan dengan cash flow yang tinggi diperkirakan memegang kas dalam jumlah yang besar (Ogundipe et al.,2012). Berdasarkan pecking order theory, perusahaan akan memegang kas dalam jumlah besar ketika memiliki cash flow tinggi. Hal ini dikarenakan kecenderungan perusahaan untuk menggunakan sumber dana internal dibandingkan sumber dana eksternal (Ozkan, 2002). Ketika cash flow mengalami peningkatan, manajer akan mengumpulkan kas tersebut yang nantinya akan digunakan untuk membiayai investasi perusahaan (Opler et al., 1999). Cash flow merupakan konsep penting dalam analisis kelayakan investasi bisnis karena konsep ini akan dipergunakan sebagai bahan dalam penentuan apakah suatu investasi layak untuk dibayar atau tidak. Cash flow menurut Abdul Halim (2009:23) adalah cash flow 13 merupakan jumlah kas keluar (cash out flow) dan kas masuk (cash in flows) akibat dilakukan suatu investasi. Kas sebagai aktiva yang paling likuid, pada umumnya terdiri atas mata uang dan giro atau demand deposit (uang yang tersedia untuk memenuhi permintaan di institusi keuangan) (Kieso, et al., 2008 : 194). Kas terdapat dalam urutan pertama dalam neraca karena merupakan aset yang paling likuid di antara aset lancar lainnya. Posisi kas pada neraca digabungkan dengan ekuivalen kas (cash equivalent). Ekuivalen kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid dan akan jatuh tempo dalam jangka tiga bulan atau kurang (Kieso, et al., 2008 : 194). Kas yang ada di perusahaan disebut dengan istilah cash holding. Menurut Gill dan Shah dalam Ogundipe et al., (2012 : 45) cash holding didefinisikan sebagai kas yang ada di perusahaan atau tersedia untuk investasi pada aset fisik dan untuk dibagikan kepada para investor. Karena itu cash holding dipandang sebagai kas dan ekuivalen kas yang dapat dengan mudah diubah menjadi uang tunai. Dalam kaitannya dengan perusahaan, cash holding merupakan aset penting dalam perusahaan. Penentuan tingkat cash holding suatu perusahaan merupakan salah satu keputusan keuangan penting yang harus diambil oleh manajer keuangan perusahaan. Cash 14 holding dapat digunakan untuk melakukan pembelian saham, dibagikan kepada para pemegang saham berupa deviden, melakukan investasi untuk perusahaan, atau menyimpannya untuk kepentingan perusahaan. 1.1.4 Teori Permintaan Uang Keynes Keynes menerangkan mengapa seseorang memegang uang kas berdasarkan kegunaan uang. Seperti kita ketahui, uang dapat berfungsi sebagai alat tukar (transaksi) dan penyimpangan kekayaan. Dalam teorinya tentang permintaan akan uang kas,, keynes membedakan antara motif transaksi (dan berjaga-jaga) serta spekulasi. Seseorang memerlukan uang karena dia akan melakukan transaksi dan untuk berjaga-jaga (kalau sakit, musibah dan sebagainya yang pada akhirnya merupakan kegiatan transaksi). 1.1.4.1 Motif Cash Holding Keynes (1936) menyebutkan bahwa ada tiga motif perusahaan memegang kas, yaitu: 1. Motif transaksi (memegang uang tunai untuk keperluan realisasi dari berbagai transaksi). 2. Motif berjaga-jaga (memegang uang tunai dimaksudkan untuk mengantisipasi kebutuhan yang bersifat mendadak), dan 15 3. Motif spekulasi (motivasi seseorang atau perusahaan untuk memegang uang tunai karena adanya keinginan memperoleh keuntungan dari suatu kesempatan kegiatan yang optimal). 1) Motif Transaksi Transaction motive dikembangkan sebagai model untuk kebutuhan yang optimal untuk kas berdasarkan transaction cost. Motif ini menjelaskan bahwa keuntungan utama dari memegang kas adalah perusahaan dapat menurunkan biaya transaksi dengan menggunakan uang tunai untuk melakukan pembayaran daripada melikuidasi aset-aset yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam arti bahwa, perusahaan akan menahan lebih banyak cash bila biaya transaksi yang lebih tinggi dan untuk mengkonversi aset nontunai menjadi kas adalah sangat mahal. Permintaan optimal untuk kas terjadi ketika perusahaan mengalami kesulitan biaya transaksi untuk mengkonversi aset non-likuid menjadi cash dan menggunakan uang untuk pembayaran (Bates et al., 2009). Masalah ini tidak signifikan untuk perusahaan besar karena biaya transaksi dapat menginduksi skala ekonomi, inilah mengapa perusahaan besar cenderung terus mengurangi cash (Daher,2010). Dengan adanya biaya transaksi, perusahaan memaksimalkan nilai perusahaan dengan mempertimbangkan marginal costs dan marginal benefits dari kas untuk menetapkannya secara optimal (Keynes, 1936). Disatu sisi, skala 16 ekonomi untuk penggalangan dana eksternal mendorong perusahaan untuk memegang kas sebagai penyangga dan menghindari penggalangan dana eksternal yang terlalu sering (Kim et al, 1998). Transaction cost motive mengakui bahwa penggalangan dana eksternal melibatkan biaya tetap dan biaya variabel. Komponen-komponen biaya menyiratkan bahwa ada jumlah optimal uang tunai yang akan mengangkat dan mendorong perusahaan untuk memegang cash sebagai penyangga transaction cost motive mengarah pada beberapa prediksi tentang kepemilikan kas perusahaan. 2) The Precatiuniory Motive Berdasarkan precatiuniory motive, perusahaan diperkirakan akan memegang uang tunai sebagai tindakan pencegahan untuk melindungi kekurangan kas dimasa yang akan datang Keynes (1936). Dalam motif berjaga-jaga uang kas digunakan untuk berjaga-jaga sewaktu-waktu membutuhkan uang kas untuk keperluan yang tidak berduga misalnya pada saat perusahaan mengalami kerugian tertentu dan harus menutup kerugian sedini mungkin (Kasmir,2010). Kim et al (1998) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki biaya yang lebih tinggi pendanaan eksternal, pengembalian yang tidak stabil, dan pengembalian yang rendah pada aset cenderung memegang kas dalam jumlah besar untuk berjaga-jaga, tingkat kepemilikan kas optimal diwakili oleh trade-off antara rendahnya pengembalian 17 aset likuid dan manfaat meminimalkan ketergantungan perusahaan pada pembiayaan eksternal yang mahal. Model lain untuk kepemilikan kas yang optimal dikembangkan oleh Opler et al. (1999) posisi kas yang terdapat didalam rekening perusahaan berguna untuk mengurangi masalah kurangnya investasi dengan menjaga cukup uang kas ketika biaya cash holding adalah rendah dan ketika pengembalian yang didapatkan juga bernilai rendah. 3) Speculation motive Motif spekulasi pada suatu sistem ekonomi modern dimana lembaga keuangan masyarakat sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat mendorong masyarakatnya untuk menggunakan uangnya bagi kegiatan spekulasi, yaitu disimpan atau digunakan untuk membeli surat-surat berharga, seperti obligasi pemerintah, saham, atau instrumen lainnya. Faktor yang mempengaruhi besarnya permintaan uang dengan motif ini adalah besarnya suku bunga, deviden surat-surat berharga, ataupun capital gain. Ginglinger dan Saddour (2007) menyatakan bahwa penentuan tingkat cash holding perusahaan merupakan salah satu keputusan keuangan penting yang harus diambil oleh seorang manajer keuangan. Ketika perusahaan memperoleh arus kas masuk (cash inflow) maka manajer harus membuat sebuah keputusan apakah akan membagikan kepada pemegang saham berupa deviden, melakukan 18 pembelian kembali saham, melakukan investasi atau menyimpannya untuk kepentingan perusahaan dimasa depan. Aspek cash holding bukan merupakan hal yang sepele bagi perusahaan karena sebagian besar perusahaan di Amerika pada perioda 1990 sampai 2003 rata-rata menahan 22% aktivanya dalam bentuk kas (Ginglinger dan Saddour 2007). Cash holding dapat merupakan hal yang memiliki tujuan yang positif bagi perusahaan yaitu untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan investasi pada aktiva yang menguntungkan (Ginglinger dan Saddour (2007). Menurut Gore (2009) Cash holding merupakan rasio antara kas dan setara kas dengan belanja operasi dan belanja bunga bulanan. Cash holding terdiri dari dua komponen,yaitu kas dan setara kas dan belanja. Kas (cash) merupakan aktiva yang paling likuid,mencakup mata uang, deposito,dana, money orders, dan cek. Setara kas (cash equivalent) juga tergolong sangat lancar, investasi jangka pendek yaitu: 1. Siap dikonversi menjadi kas dan 2. Hampir jatuh tempo sehingga risiko perubahan harga yang disebabkan pergerakan tingkat bunga hanya minimal. Investasi ini biasanya jatuh tempo dalam waktu tiga bulan atau kurang (Subramanyam dkk,2005).Pengeluaran (expenditure) disini dapat berupa biaya maupun beban. Beban (expense) merupakan arus kas keluar yang terjadi atau arus kas keluar yang akan terjadi, atau arus kas keluar masa lampau yang berasal dari 19 aktivitas usaha perusahaan yang masih berlangsung (Subramanyam dkk, 2005). Biaya (expense) adalah pengurangan manfaat ekonomi masa depan selama periode pelaporan dalam bentuk arus kas keluar atau konsumsi aktiva atau kewajiban yang mengurangi distribusi ke pemilik. Definisi biaya mencakup kerugian maupun biaya yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas yang biasa.Biaya yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas yang biasa, meliputi misalnya jasa publik umum, pertahanan,keteraturan dan keamanan publik.Biaya tersebut biasanya berbentuk arus kas keluar atau berkurangnya aktiva seperti kas (setara kas),persediaan dan aktiva tetap (Bastian,2006). Biaya (expense) menurut Committee on Terminology adalah semua biaya yang telah dikenakan dan dapat dikurangkan pada penghasilan.Sedangkan APB mendefinisikan sebagai penurunan gross dalam asset atau kenaikan gross dalam kewajiban yang diakui dan dinilai menurut prinsip akuntansi yang diterima yang berasal dari kegiatanmencari laba yang dilakukan perusahaan.FASB mendefinisikan expense sebagai arus kas keluar aktiva, penggunaan aktiva atau munculnya kewajiban atau kombinasi keduanya selama suatu periode yang disebabkan oleh pengiriman barang, pembuatan barang, pembebanan jasa, atau pelaksanaan kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan utama perusahaan.Menurut teori matching concept maka biaya 20 harus dibebankan sesuai dengan pembebanan harus dilakukan secara rasional dan sistematis. Dalam hal biaya yang dikeluarkan masih memiliki potensi menghasilkan di masa yang akan datang, maka dapat ditunda pembebanannya,sebaliknya jika tidak ada kemungkinannya lagi maka langsung dibebankan (Harahap, 1994). 21