Analisis Cash Holding Pada Pemerintah Republik Demokratik Timor

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1
Landasan Teori
1.1.1 Pengertian atau Definisi Cash Holding
Cash Holding merupakan uang tunai yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan aktivitas operasional sehari-hari,
serta dapat pula digunakan untuk beberapa hal, yaitu dibagikan
kepada para pemegang kas (cash holding) berupa dividen kas,
dan untuk keperluan mendadak lainnya.Menurut Gore (2009)
cash holding merupakan rasio antara kas dan setara kas dengan
belanja operasi dan belanja bunga bulanan. Cash holding terdiri
dari dua komponen, yaitu kas dan setara kas dan belanja. Cash
adalah salah satu bagian dari banyak aset yang dewasa ini paling
liquid dan paling mudah berpindah tangan dalam transaksi.
Penentuan Cash Holding yang optimal sangat perlu
dilakukan karena kas merupakan elemen modal kerja yang paling
tinggi
kedudukannya
memenuhi
kegiatan
dan
diperlukan
operasional
Pemerintah
Pemerintahan
untuk
sehari–hari.
Menahan kas terlalu besar (terjadi excess cash holding) akan
menimbulkan risiko seperti turunnya nilai tukar uang tersebut
baik terhadap barang, jasa, maupun valuta asing. Dalam rangka
optimalisasi kas, Pemerintahan harus menyusun anggaran sebagai
cara menentukan kas yang dibutuhkan serta menggunakan excess
cash holding secara efektif. Adanya excess cash holding
seringkali menjadi pertanyaan bagi banyak pihak pengguna
1
laporan keuangan (stakeholders) mengapa terjadi demikian serta
akan digunakan untuk apa excess cash holding tersebut.
Terjadinya excess cash holding dan penggunaannya akan
dikaitkan dengan banyak hal, salah satunya yaitu baik buruknya
penerapan
corporate
governance
yang
ada
di
dalam
pemerintahan.
Kas merupakan aset paling likuid yang berfungsi sebagai
penggerak operasi rutin perusahaan.Keberadaan kas dalam entitas
sangat penting karena tanpa kas,aktivitas operasi perusahaan
tidak dapat berjalan.Entitas harus menjaga jumlah kas agar sesuai
dengan kebutuhannya. Jika jumlah kas kurang, maka kegiatan
operasional akan terganggu, dan jika terlalu banyak kas,
menyebabkan entitas tidak dapat memanfaatkan kas tersebut
untuk mendapatkan imbal hasil yang tinggi (Martani dkk.,2012).
Untuk itu,pengelolaan dan pengendalian kas yang mencakup
eksistensi dan ketepatan jumlahnya merupakan hal yang krusial
bagi perusahaan.
Dan salah satu bentuk pengelolaan kas adalah aktivitas
perusahaan dalam menahan kas agar berada pada titik optimal.
1.1.1.1 Cash Holding (Inventory)
a.
Kas di Bank (Cash in Bank)
Kas di Bank merupakan uang kas yang dimiliki
perusahaan atau Pemerintah yang tersimpan di Bank
dalam bentuk giro/bilyet dan kas ini dipakai untuk
2
pembayaran yang jumlahnya besar dengan menggunakan
check.
b.
Kas Kecil (Petty Cash / Cash on Hand)
Petty Cash / Cash on Hand merupakan uang kas
yang ada dalam brankas Pemerintah atau perusahaan yang
digunakan untuk membayar dalam jumlah yang relatif
kecil misalnya pembelian makanan ringan dan air minum
mineral dan lain-lain yang pembayaran dalam jumlah
kecil.
Cash terdiri atas koin, uang kertas, cek, money order
(wesel atau kirimanuang melalui pos yang lazim berbentuk draft
bank atau cek bank), dan uang tunai ditangan atau simpanan di
bank atau semacam deposito. Aturan yang berlaku umum dibank
adalah jika bank menerima untuk disimpan di bank, maka itulah
kas. MenurutRetno Prasetyorini dalam Hussen (2013) cashadalah
pembayaran yang siap dan bebasdigunakan untuk kegiatan umum
perusahaan. Kas dapat berupa uang tunai ataudeposito di Bank
untuk segera dan diterima sebagai alat pembayaran sesuai
denganjumlahnya.
1.1.1.2 Tipe dari Cash
Menurut Retno Prasetyorini dalam Hussen (2013) yang
meliputi cash adalah:
1) Uang kertas dan uang logam
2) Cek dan giro
3) Deposito di bank dalam bentuk giro
3
4) Cek berjalan: cek yang dikeluarkan untuk waktu yang
akan datang
5) Wesel :order untuk membayar sejumlah uang tertentu
berdasarkan kebutuhan pengguna
6) Cashier’s order: cek yang dibuat oleh bank, untuk
sesaat waktu dapat dicairkan oleh bank itu juga
7) Draft bank: sebuah cek atau perintah pembayaran
pada sebuah bank yang mempunyai akun pada bank
lain dan diajukan pada permintaan perseorangan/klien
yang memiliki deposito di bank
penulis pertama.
Menurut Retno Prasetyorini dalam Hussen (2013) yang
tidak termasuk cashadalah:
1) Cek mundur
2) Deposito berjangka
3) Surat promes
4) Surat berharga
5) Cash disisihkan untuk tujuan tertentu dalam bentuk
dana, seperti pembayarandividen, pembayaran utang
obligasi.
Dari keterangan diatas, kas memiliki kriteria sebagai
berikut:
1) Umumnya diakui sebagai sarana yang sah untuk
pembayaran
2) Dapat digunakan sewaktu-waktu saat di butuhkan
3) Digunakan secara bebas
4
4) Diserahkan sesuai dengan ketentuan nilai nominal
1.1.2 Teori Cash Holding
Secara umum, dalam menjelaskan tinggi atau
rendahnya tingkat cash holding suatu perusahaan dapat
menggunakan tiga teori utama, yaitu:
1.1.2.1 Trade-off Theory
Pada pasar modal yang sempurna, tidakakan
ada biaya transaksi dalam meningkatkan jumlah
kas dan memegang aset lancar tidak akan
berpengaruh pada nilai perusahaan.Namun pada
kenyataannya pasar modal jauh kata sempurna dan
terdapat biaya transaksi yang tidak relevan (Bigelli
dan Vidal, 2009).Oleh karena itulah perusahaan
harus berhati-hati dalam menentukan tingkat cash
holding yang optimal.
Berdasarkan teori ini, menilai cash holding
yang optimal yaitu dengan mempertimbangkan
biaya
yang
ditimbulkan
dari
memegangkas
tersebut dengan manfaat yang akan didapatkan
perusahaan.Menurut Ferreira dan Vilela (2004),
manfaat utama yang bisa didapatkan perusahaan
dengan memegang kas di antaranya mengurangi
kemungkinan
terjadinya
financial
distres,
memungkinkan terpenuhinya kebijakan investasi
5
meskipun
adanya
kendala
keuangan,
dan
meminimalkan biaya atas adanya pendanaan
eksternal atau terjadinya likuidasi aset. Sementara
itu, biaya yang harus dikeluarkan perusahaan
untuk memegang kas adalah opportunity cost dari
modal yang diinvestasikan pada aset lancar dengan
return yang kecil.Opler (1999) menyatakan bahwa
manajemen
yang
ingin
memaksimalkan
kesejahteraan para pemegang sahamnya harus
mengatur cash holding perusahaan pada tingkat
dimana manfaat memegang kas dan setara kas atau
bahkan melebihi biaya yang harus dikeluarkan
perusahaan untuk memegang kas tersebut.
1.1.2.2 Pecking Order Theory
Berlawanan
dengan
trade-off
theory,
peckingorder theory menganggap bahwa tidak ada
tingkat cash holding yang optimal tetapi kas
memiliki peran sebagai penyangga antara laba
ditahan dan kebutuhan investasi. Kas akan tersedia
ketika profit yang dihasilkan perusahaan melebihi
kebutuhan investasinya. Ketika kas tersedia dalam
jumlah yang berlebih dan perusahaan yakin akan
profitabilitas investasi mereka, maka kelebihan kas
6
akan dibayarkan kepada para pemegang saham
dalam bentuk dividen (Myers dan Majluf, 1984).
Menurut
pembiayaan
pecking
yang
order
meningkat
theory,
dapat
biaya
memicu
adanya informasi asimetrik, dimana manajemen
memiliki informasi yang lebih banyak tentang
prospek investasi, risiko, dan nilai perusahaan
daripada
pemodal
publik
dengan
begitu
manajemen bisa menentukan sumber pembiayaan
yang lebih murah.Sumber-sumber pembiayaan
perusahaan
berasal
dari
tiga
sumber,yaitu
pembiayaan internal, menerbitkan hutang, dan
menerbitkan
ekuitas
baru.Perusahaan
memprioritaskan untuk menggunakan pembiayaan
internal (laba yang ditahan) sebagai pilihan yang
pertama.
Pembiayaan internal ini dipilih menjadi pilihan
pertama karena melalui pembiayaan ini lebih
murah dan tidak berisiko.Ketika pembiayaan
internal tersebut tidak lagi dapat mencukupi
kebutuhan dana yang diperlukan perusahaan, maka
akan digunakan pembiayaan eksternal
yaitu
dengan menerbitkan hutang.Adanya hutang ini
akan menambah kewajiban perusahaan untuk
membayar pokok ditambah bunga dari hutang
7
yang diterbitkan.Ketika penerbitan hutang dirasa
tidak masuk akal lagi karena jumlahnya yang
sudah terlalu besar, makaakan diterbitkan ekuitas
baru.
Penerbitan saham ini dipilih sebagai pilihan
terakhir perusahaan dalam memenuhi kebutuhan
pembiayaannya.Dengan menerbitkan saham baru
ini berarti menambah daftar kepemilikan eksternal
diperusahaan.
Myers
dan
Majluf
(1984)
menyatakan ketika manajer perusahaan memiliki
informasi lebih banyak daripada para pemegang
saham
kemudian
saham
diterbitkan
maka
dampaknya akan berpengaruh pada turunnya harga
saham.Oleh karena itu pilihan penerbitan saham
tidak disukai para pemegang saham sehingga
pilihan ini berada diurutan terakhir.
1.1.2.3 Agency
Theory
Jensen
(1986)
agency
theory
menunjukkan bahwa manajer pada perusahaan dengan
peluang investasi yang buruk cenderung untuk
mempertahankan
kas
dari
pada
melakukan
pembayaran.
1.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Cash Holding
1.1.3.1
Ukuran Pemerintahan
Menurut Riyanto (2001), ukuran perusahaan
menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang
8
ditunjukkan dari total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata
penjualan, dan rata-rata total aktiva. Harris dan Raviv
(1990) berpendapat bahwa perusahaan besar cenderung
menginvestasikan dana yang milikinya pada growth
opportunities yang berbeda.Hal ini bertujuan untuk
melakukan
diversifikasi
pada
bidang
operasional
perusahaan.Dengan diversifikasi yang lebih banyak
dimiliki
perusahaan
besar
dibandingkan
dengan
perusahaan kecil membuat mereka memiliki probabilitas
yang kecil dalam menghadapi financial distress (Najjar,
2013).
Perusahaan besar tidak seperti perusahaan kecil
yang menghadapi keterbatasan dalam pendanaan karena
perusahaan besar memiliki akses ke pasar modal yang
baik dengan biaya yang lebih murah (Kim et al.,2011).
Perusahaan-perusahaan kecil menghadapi kesulitan dalam
mengakses kepasar modal karena biasanya mereka
tergolong sebagai perusahaan baru, kurang dikenal
sehingga lebih rentang terhadap ketidaksempurnaan pasar
modal (Saddour,2006).Oleh karena itu, perusahaan besar
tidak mengumpulkan kas dalam jumlah yang besar untuk
menghindari kurangnya investasi seperti yang dilakukan
oleh perusahaan kecil sehingga perusahaan besar memiliki
cash holding lebih kecil.
9
Sudarmadji dan Sularto(2007) mengatakan bahwa
besar (ukuran) perusahaan dapat dinyatakan dalam total
aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar.Semakin besar
total aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar maka
semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut.Ketiga
variabel
ini
digunakan
untuk
menentukan
ukuran
perusahaan karena dapat mewakili seberapa besar
perusahaan tersebut.Semakin besar aktiva maka semakin
banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan
maka semakin banyak perputaran uang dan semakin besar
kapitaslisasi pasar maka semakin besar pula perusahaan
tersebut dikenal masyarakat.Nilai aktiva dipilih sebagai
proksi ukuran perusahaan dengan mempertimbangkan
bahwa nilai aktiva yang dimiliki perusahaan relatif lebih.
1.1.3.2 Leverage
Purnasiwi dan Sudarno (2011) mendefinisikan
leverage sebagai alat untuk mengukur seberapa besar
perusahaan tergantung pada kreditur dalam membiayai
aset perusahaan. Perusahaan dengan tingkat leverage yang
tinggi mempunyai tingkat ketergantungan yang sangat
tinggi
pada
pinjaman
luar
untuk
membiayai
asetnya.Sedangkan perusahaan yang memiliki tingkat
leverage
yang
lebih
rendah
menunjukkan
pendanaan perusahaan berasal dari modal sendiri.
10
bahwa
Dalam penelitian ini,digunakan leverage keuangan
di mana menyangkut penggunaan dana yang diperoleh
dari
hutang
atau
mengeluarkan
saham
preferen.
Penggunaan dana tersebut menimbulkan biaya tetap yaitu
bunga atau dividen.Bunga dan dividen saham preferen
merupakan biaya tetap finansial yang harus dibayar tanpa
mempedulikan tingkat laba perusahaan.Pada pembiayaan
dengan hutang, suku bunga yang digunakan adalah suku
bunga tetap.Hutang yang digunakan pada umumnya
merupakan hutang jangka panjang atau berupa obligasi.
Ferreira dan Vilela (2004) berpendapat bahwa
jumlah hutang akan meningkat ketika kebutuhan investasi
melebihi laba ditahan yang dimiliki perusahaan dan akan
menurun ketika kebutuhan investasi kurang dari laba
yangditahan perusahaan. Perusahaan dengan rasio hutang
yang tinggi memiliki cadangan kas yang rendah
dikarenakan mereka harus membayar cicilan hutang
mereka ditambah dengan bunganya (Opler et al.,1999).
Jadi, perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan
memiliki tingkat cash holding yang rendah. Terdapat
beberapa macam rasio leverage, antara lain debt ratio,
debt to equity ratio, long term debt to equity, time-interest
earned ratio. Namun, dalam penelitian ini hanya berfokus
pada debt ratio (debt to total assets) yang menunjukkan
berapa bagian dari keseluruhan kebutuhan dana yang
11
dibelanjai dengan hutang atau berapa bagian dari aktiva
yang digunakan untuk menjamin hutang. Afza dan Adnan
(2007) mengukur tingkat leverage perusahaan dengan
menggunakan formula sebagai berikut:
Ferreira dan Vilela(2004) menyatakan bahwa
modal kerja bersih pada dasarnya merupakan pengganti
uang tunai.Pada saat dibutuhkan,mereka dapat dengan
cepat dilikuidasi untuk pendanaan.Akibatnya,perusahaan
dengan modal kerja bersih yang banyak cenderung
memegang kas dalam jumlah yang sedikit.Ozkan (2004)
berargumen bahwa biaya untuk mengkonversi aset lancar
non-kas menjadi kas lebih murah dibandingkan dengan
aset-aset lainnya.Perusahaan dengan aset lancar yang
cukup mungkin tidak harus menggunakan pasar modal
untuk mendapatkan dana ketika mereka mengalami
kekurangan kas. Dengan begitu, perusahaan dengan
modal kerja bersih yang tinggi akan memiliki cash
holding yang rendah.
1.1.3.3 Cash Flow (Arus Kas)
Menurut Brigham dan Houston (2001),cash flow
merupakan arus kas masuk operasi dengan pengeluaran
yang dibutuhkan untuk mempertahankan arus kas
operasi di masa mendatang.Apabila arus kas masuk lebih
besar dari arus kas keluar, hal ini menunjukkan arus kas
bersih positif dan sebaliknya, apabila arus kas masuk
12
lebih kecil dari arus kas keluar, maka terjadi arus kas
bersih negatif. Arus kas bersih positif menyebabkan
naiknya jumlah kas yang dimiliki perusahaan, dan
sebaliknya,arus
kas
bersih
negatif
menyebabkan
turunnya jumlah kas perusahaan.Arus kas perusahaan
mencerminkan produktivitas operasiyang dilakukan oleh
sebuah entitas bisnis, juga dapat digunakan untuk
menilai perusahaan di dalam memenuhi ketersediaan
dana dan likuiditasnya.
Perusahaan
dengan
cash
flow
yang
tinggi
diperkirakan memegang kas dalam jumlah yang besar
(Ogundipe et al.,2012). Berdasarkan pecking order
theory, perusahaan akan memegang kas dalam jumlah
besar ketika memiliki cash flow tinggi. Hal ini
dikarenakan
kecenderungan
perusahaan
untuk
menggunakan sumber dana internal dibandingkan
sumber dana eksternal (Ozkan, 2002). Ketika cash flow
mengalami peningkatan, manajer akan mengumpulkan
kas tersebut yang nantinya akan digunakan untuk
membiayai investasi perusahaan (Opler et al., 1999).
Cash flow merupakan konsep penting dalam
analisis kelayakan investasi bisnis karena konsep ini akan
dipergunakan sebagai bahan dalam penentuan apakah
suatu investasi layak untuk dibayar atau tidak. Cash flow
menurut Abdul Halim (2009:23) adalah cash flow
13
merupakan jumlah kas keluar (cash out flow) dan kas
masuk (cash in flows) akibat dilakukan suatu investasi.
Kas sebagai aktiva yang paling likuid, pada
umumnya terdiri atas mata uang dan giro atau demand
deposit (uang yang tersedia untuk memenuhi permintaan
di institusi keuangan) (Kieso, et al., 2008 : 194). Kas
terdapat dalam urutan pertama dalam neraca karena
merupakan aset yang paling likuid di antara aset lancar
lainnya. Posisi kas pada neraca digabungkan dengan
ekuivalen kas (cash equivalent). Ekuivalen kas adalah
investasi jangka pendek yang sangat likuid dan akan jatuh
tempo dalam jangka tiga bulan atau kurang (Kieso, et al.,
2008 : 194).
Kas yang ada di perusahaan disebut dengan istilah
cash holding. Menurut Gill dan Shah dalam Ogundipe et
al., (2012 : 45) cash holding didefinisikan sebagai kas
yang ada di perusahaan atau tersedia untuk investasi pada
aset fisik dan untuk dibagikan kepada para investor.
Karena itu cash holding dipandang sebagai kas dan
ekuivalen kas yang dapat dengan mudah diubah menjadi
uang tunai. Dalam kaitannya dengan perusahaan, cash
holding merupakan aset penting dalam perusahaan.
Penentuan tingkat
cash holding
suatu perusahaan
merupakan salah satu keputusan keuangan penting yang
harus diambil oleh manajer keuangan perusahaan. Cash
14
holding dapat digunakan untuk melakukan pembelian
saham, dibagikan kepada para pemegang saham berupa
deviden, melakukan investasi untuk perusahaan, atau
menyimpannya untuk kepentingan perusahaan.
1.1.4
Teori Permintaan Uang Keynes
Keynes menerangkan mengapa seseorang memegang uang
kas berdasarkan kegunaan uang. Seperti kita ketahui, uang dapat
berfungsi sebagai alat tukar (transaksi) dan penyimpangan
kekayaan. Dalam teorinya tentang permintaan akan uang kas,,
keynes membedakan antara motif transaksi (dan berjaga-jaga)
serta spekulasi. Seseorang memerlukan uang karena dia akan
melakukan transaksi dan untuk berjaga-jaga (kalau sakit, musibah
dan sebagainya yang pada akhirnya merupakan kegiatan
transaksi).
1.1.4.1 Motif Cash Holding
Keynes (1936) menyebutkan bahwa ada tiga motif
perusahaan memegang kas, yaitu:
1. Motif transaksi (memegang uang tunai untuk keperluan
realisasi dari berbagai transaksi).
2. Motif berjaga-jaga (memegang uang tunai dimaksudkan
untuk mengantisipasi kebutuhan yang bersifat mendadak),
dan
15
3. Motif spekulasi (motivasi seseorang atau perusahaan
untuk memegang uang tunai karena adanya keinginan
memperoleh keuntungan dari suatu kesempatan kegiatan
yang optimal).
1) Motif Transaksi
Transaction motive dikembangkan sebagai model untuk
kebutuhan yang optimal untuk kas berdasarkan transaction cost.
Motif ini menjelaskan bahwa keuntungan utama dari memegang
kas adalah perusahaan dapat menurunkan biaya transaksi dengan
menggunakan uang tunai untuk melakukan pembayaran daripada
melikuidasi aset-aset yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam arti
bahwa, perusahaan akan menahan lebih banyak cash bila biaya
transaksi yang lebih tinggi dan untuk mengkonversi aset nontunai menjadi kas adalah sangat mahal. Permintaan optimal untuk
kas terjadi ketika perusahaan mengalami kesulitan biaya transaksi
untuk
mengkonversi
aset
non-likuid
menjadi
cash
dan
menggunakan uang untuk pembayaran (Bates et al., 2009).
Masalah ini tidak signifikan untuk perusahaan besar karena biaya
transaksi dapat menginduksi skala ekonomi, inilah mengapa
perusahaan besar cenderung terus mengurangi cash (Daher,2010).
Dengan
adanya
biaya
transaksi,
perusahaan
memaksimalkan nilai perusahaan dengan mempertimbangkan
marginal
costs
dan
marginal
benefits
dari
kas
untuk
menetapkannya secara optimal (Keynes, 1936). Disatu sisi, skala
16
ekonomi
untuk
penggalangan
dana
eksternal
mendorong
perusahaan untuk memegang kas sebagai penyangga dan
menghindari penggalangan dana eksternal yang terlalu sering
(Kim et al, 1998). Transaction cost motive mengakui bahwa
penggalangan dana eksternal melibatkan biaya tetap dan biaya
variabel. Komponen-komponen biaya menyiratkan bahwa ada
jumlah optimal uang tunai yang akan mengangkat dan
mendorong perusahaan untuk memegang cash sebagai penyangga
transaction cost motive mengarah pada beberapa prediksi tentang
kepemilikan kas perusahaan.
2) The Precatiuniory Motive
Berdasarkan
precatiuniory
motive,
perusahaan
diperkirakan akan memegang uang tunai sebagai tindakan
pencegahan untuk melindungi kekurangan kas dimasa yang akan
datang Keynes (1936). Dalam motif berjaga-jaga uang kas
digunakan untuk berjaga-jaga sewaktu-waktu membutuhkan uang
kas untuk keperluan yang tidak berduga misalnya pada saat
perusahaan mengalami kerugian tertentu dan harus menutup
kerugian sedini mungkin (Kasmir,2010). Kim et al (1998)
menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki biaya yang lebih
tinggi pendanaan eksternal, pengembalian yang tidak stabil, dan
pengembalian yang rendah pada aset cenderung memegang kas
dalam jumlah besar untuk berjaga-jaga, tingkat kepemilikan kas
optimal diwakili oleh trade-off antara rendahnya pengembalian
17
aset
likuid
dan
manfaat
meminimalkan
ketergantungan
perusahaan pada pembiayaan eksternal yang mahal. Model lain
untuk kepemilikan kas yang optimal dikembangkan oleh Opler et
al. (1999) posisi kas yang terdapat didalam rekening perusahaan
berguna untuk mengurangi masalah kurangnya investasi dengan
menjaga cukup uang kas ketika biaya cash holding adalah rendah
dan ketika pengembalian yang didapatkan juga bernilai rendah.
3) Speculation motive
Motif spekulasi pada suatu sistem ekonomi modern
dimana lembaga keuangan masyarakat sudah mengalami
perkembangan yang sangat pesat mendorong masyarakatnya
untuk menggunakan uangnya bagi kegiatan spekulasi, yaitu
disimpan atau digunakan untuk membeli surat-surat berharga,
seperti obligasi pemerintah, saham, atau instrumen lainnya.
Faktor yang mempengaruhi besarnya permintaan uang dengan
motif ini adalah besarnya suku bunga, deviden surat-surat
berharga, ataupun capital gain.
Ginglinger dan Saddour (2007) menyatakan bahwa
penentuan tingkat cash holding perusahaan merupakan salah satu
keputusan keuangan penting yang harus diambil oleh seorang
manajer keuangan. Ketika perusahaan memperoleh arus kas
masuk (cash inflow) maka manajer harus membuat sebuah
keputusan apakah akan membagikan kepada pemegang saham
berupa
deviden,
melakukan
18
pembelian
kembali
saham,
melakukan investasi atau menyimpannya untuk kepentingan
perusahaan dimasa depan. Aspek cash holding bukan merupakan
hal yang sepele bagi perusahaan karena sebagian besar
perusahaan di Amerika pada perioda 1990 sampai 2003 rata-rata
menahan 22% aktivanya dalam bentuk kas (Ginglinger dan
Saddour 2007). Cash holding dapat merupakan hal yang memiliki
tujuan yang positif bagi perusahaan yaitu untuk meningkatkan
nilai
perusahaan
dengan
investasi
pada
aktiva
yang
menguntungkan (Ginglinger dan Saddour (2007).
Menurut Gore (2009) Cash holding merupakan rasio
antara kas dan setara kas dengan belanja operasi dan belanja
bunga bulanan. Cash holding terdiri dari dua komponen,yaitu kas
dan setara kas dan belanja. Kas (cash) merupakan aktiva yang
paling likuid,mencakup mata uang, deposito,dana, money orders,
dan cek. Setara kas (cash equivalent) juga tergolong sangat
lancar, investasi jangka pendek yaitu:
1. Siap dikonversi menjadi kas dan
2. Hampir jatuh tempo sehingga risiko perubahan harga yang
disebabkan pergerakan tingkat bunga hanya minimal.
Investasi ini biasanya jatuh tempo dalam waktu tiga bulan
atau kurang (Subramanyam dkk,2005).Pengeluaran (expenditure)
disini dapat berupa biaya maupun beban. Beban (expense)
merupakan arus kas keluar yang terjadi atau arus kas keluar yang
akan terjadi, atau arus kas keluar masa lampau yang berasal dari
19
aktivitas
usaha
perusahaan
yang
masih
berlangsung
(Subramanyam dkk, 2005). Biaya (expense) adalah pengurangan
manfaat ekonomi masa depan selama periode pelaporan dalam
bentuk arus kas keluar atau konsumsi aktiva atau kewajiban yang
mengurangi distribusi ke pemilik. Definisi biaya mencakup
kerugian maupun biaya yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas
entitas yang biasa.Biaya yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas
entitas yang biasa, meliputi misalnya jasa publik umum,
pertahanan,keteraturan dan keamanan publik.Biaya tersebut
biasanya berbentuk arus kas keluar atau berkurangnya aktiva
seperti
kas
(setara
kas),persediaan
dan
aktiva
tetap
(Bastian,2006).
Biaya (expense) menurut Committee on Terminology
adalah semua biaya yang telah dikenakan dan dapat dikurangkan
pada
penghasilan.Sedangkan
APB
mendefinisikan
sebagai
penurunan gross dalam asset atau kenaikan gross dalam
kewajiban yang diakui dan dinilai menurut prinsip akuntansi
yang diterima yang berasal dari kegiatanmencari laba yang
dilakukan perusahaan.FASB mendefinisikan expense sebagai arus
kas keluar aktiva, penggunaan aktiva atau munculnya kewajiban
atau kombinasi keduanya selama suatu periode yang disebabkan
oleh pengiriman barang, pembuatan barang, pembebanan jasa,
atau pelaksanaan kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan
utama perusahaan.Menurut teori matching concept maka biaya
20
harus dibebankan sesuai dengan pembebanan harus dilakukan
secara rasional dan sistematis. Dalam hal biaya yang dikeluarkan
masih memiliki potensi menghasilkan di masa yang akan datang,
maka dapat ditunda pembebanannya,sebaliknya jika tidak ada
kemungkinannya lagi maka langsung dibebankan (Harahap,
1994).
21
Download