Komentar Umum ICESCR Nomor 18 tentang HAK ATAS PEKERJAAN Diadopsi pada 24 November 2005 Sesi Ketiga puluh lima Sidang Komite Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya Pasal 6 dari Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya Didukung Oleh: KOMENTAR UMUM ICESCR NO.18 TENTANG HAK ATAS PEKERJAAN Pasal 6 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya Diadopsi pada sesi ke-35 KOMITE HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 24 November 2005. Penerjemah: Rieni Widyastuti Editor: Dina Savaluna Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Jl. Siaga II No.31, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta 12510 Telp. 021-7972662, 79192564, Fax. 79192519 Email: [email protected] Website: http://www.elsam.or.id 1 PERSATUAN BANGSA-BANGSA DEWAN EKONOMI DAN SOSIAL Distr. UMUM E/C.12/GC/18 6 Februari 2006 Bahasa Asli: Inggris KOMITE TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Sesi ketiga puluh lima Jenewa, 7-25 November 2005 Hal ke-3 dari agenda sementara HAK ATAS PEKERJAAN Komentar Umum No.18 Diadopsi pada 24 November 2005 Pasal 6 dari Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya GE.06-40313 (E) 080206 2 I. PENDAHULUAN DAN PENALARAN DASAR 1. Hak atas pekerjaan merupakan suatu hak yang fundamental, yang diakui di dalam beberapa instrumen hukum internasional. Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR), sebagaimana tercantum di dalam pasal 6, menyinggung mengenai hak ini dengan lebih komprehensif dibandingkan dengan instrumen lainnya. Hak atas pekerjaan ini penting untuk mewujudkan hak asasi manusia lainnya dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan melekat pada martabat manusia. Setiap orang memiliki hak untuk bisa bekerja, untuk membuatnya hidup bermartabat. Pada saat yang sama, hak atas pekerjaan berkontribusi bagi setiap individu beserta keluarganya untuk bertahan hidup, dan sejauh pekerjaan tersebut dipilih atau diterima secara bebas, untuk pengembangan dirinya serta pengakuannya di dalam suatu komunitas.i 2. ICESCR menyebutkan secara resmi hak atas pekerjaan dalam arti yang umum di dalam pasal 6, dan secara eksplisit membuat dimensi individual dari hak atas pekerjaan melalui pengakuannya di dalam pasal 7 tentang hak setiap orang untuk mendapatkan kondisi kerja yang adil dan mendukung, khususnya kondisi kerja yang aman. Dimensi Kolektif dari hak atas pekerjaan sebagaimana diatur di dalam pasal 8, yang menyatakan hak setiap orang untuk membentuk serikat pekerja dan bergabung dengan serikat pekerja sesuai pilihannya, serta hak setiap serikat pekerja untuk berfungsi secara bebas. Saat menyusun pasal 6 Kovenan, Komisi Hak Asasi Manusia membenarkan kebutuhan untuk mengakui hak atas pekerjaan dalam lingkup yang luas dengan mengatur mengenai kewajibankewajiban hukum khusus dan bukannya sebuah prinsip filosofi semata.ii Pasal 6 mendefinisikan hak atas pekerjaan dalam lingkup yang umum dan tidak komprehensif. Di dalam pasal 6 paragraf 1, Negara pihak mengakui “hak atas pekerjaan, yang termasuk ak setiap orang atas kesemptan memperoleh penghidupannya dengan pekerjaan yang dia pilih dan dia terima secara bebas, dan akan mengambil langkah-langkah yang layak untuk menjamin hak ini”. Di dalam paragraf 2, Negara pihak mengakui bahwa “untuk mencapai pemenuhan bertahap hak ini” langkah-langkah yang diambil harus termasuk programprogram, kebijakan-kebijakan, dan teknik-teknik panduan serta pelatihan teknis dan kejuruan, untuk mencapai pembangunan ekonomi, sosial dan budaya yang kuat dan 3 pekerjaan penuh dan produktif, dibawah kondisi yang menjamin kebebasan politik dan ekonomi setiap individu”. 3. Tujuan-tujuan ini mencerminkan tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dasar dari Persatuan Bangsa-bangsa, sebagaimana didefinisikan di dalam Pasal 1, paragraf 3 dari Piagam Persatuan Bangsa-Bangsa. Esensi dari tujuan ini juga tercermin di dalam pasal 23, paragraf 1 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Sejak pengadopsian Kovenan oleh Sidang Umum di tahun 1966, hak atas pekerjaan telah diakui di dalam beberapa instrumen hak asasi manusia baik regional maupun universal. Pada tingkat universal, hak atas pekerjaan terkandung di dalam pasal 8, paragraf 3(a) Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik; di dalam pasal 5, paragraph (e) (i), dari Kovenan Internasional tentang Penghapusan segala bentuk Diskriminasi Rasial; di dalam pasal 11, paragraph 1(a) dari Konvesi tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan; di dalam pasal 32 Konvensi tentang Hak-hak Anak; dan di dalam pasal 11, 25, 26, 40, 52 dan 54 dari Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluargannya. Beberapa instrumen regional mengakui hak atas pekerjaan di dalam dimensi umumnya, termasuk Piagam Sosial Eropa tahun 1961 dan Revisi Piagam Sosial Eropa tahun 1996 (Bagian II, pasal 1), Piagam Afrika tentang HakHak-hak Asasi Manusia dan Masyarakat (Pasal 15) dan Protokol Tambahan untuk Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia di bidang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Pasal 6), dan mengakui prinsip yang menghormati hak atas pekerjaan, membebankan Kewajiban kepada Negara Pihak untuk mengambil langkah-langkah yang ditujukan untuk perwujudan pekerjaan secara penuh. Sama halnya, hak atas pekerjaan telah dinyatakan oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Deklarasi tentang Kemajuan Sosial dan Pembangunan, dalam resolusi PBB Nomor 2542 (XXIV) tertanggal 11 Desember 1969 (pasal 6). 4. Hak atas Pekerjaan, sebagaimana dijamin di dalam ICESCR, mengakui kewajiban negara-negara pihak untuk menjamin hak setiap individu untuk secara bebas memilih dan menerima pekerjaan, termasuk hak untuk tidak diberhentikan dari pekerjaan secara sewenang-wenang. Definisi ini menggarisbawahi fakta bahwa penghormatan terhadap 4 setiap orang dan martabatnya terlihat melalui kebabasan setiap individu untuk memilih pekerjaan, sekaligus menegaskan pentingnya pekerjaan bagi pengembangan pribadi begitu juga pengembangan sosial dan ekonomi. Konvensi ILO Nomor 122 tentang Kebijakan Perburuhan (1964) yang menyebutkan “pekerjaan yang penuh, produktif, dan dapat dipilih secara bebas”, terkait dengan kewajiban Negara pihak untuk menciptakan kondisi bagi pekerjaan yang penuh dengan kewajiban untuk menjamin tidak adanya kerja paksa. Namun demikian, untuk jutaan manusia di seluruh belahan dunia, pemenuhan secara penuh atas hak untuk memilih dan menerima pekerjaan secara bebas tetap suatu harapan yang masih jauh. Komite mengakui keberadaan halangan-halangan struktural dan halangan lainnya yang muncul dari faktor-faktor internasional diluar kontrol Negara yang menghambat pemenuhan secara menyeluruh dari Pasal 6 pada beberapa negara pihak. 5. Dengan tujuan membantu Negara Pihak untuk melaksanakan Kovenan dan melaksanakan kewajiban pelaporannya, Komentar Umum ini menyinggung kandungan normatif dari Pasal 6 (Bab II), kewajiban-kewajiban dari Negara-negara pihak (Bab III), Pelanggaran (bab IV), dan pelaksanaan di tingkat nasional (Bab V), sekaligus kewajibankewajiban pelaku lain diluar Negara Pihak yang dimuat di Bab VI. Komentar Umum ini dibuat berdasarkan pengalaman yang diperoleh Komite selama bertahun-tahun dalam mempertimbangkan laporan-laporan Negara-Negara Pihak. II. Kandungan Normatif dari Hak Atas Pekerjaan 6. Hak atas pekerjaan merupakan hak individual, yang dimiliki setiap orang, dan pada saat yang sama juga merupakan hak kolektif. Hak ini meliputi segala bentuk pekerjaan, apakah itu merupakan pekerjaan mandiri (wira usaha) atau pekerjaan dengan bayaran upah. Hak atas pekerjaan tidak boleh dimengerti sebagai hak untuk mendapatkan pekerjaan secara mutlak dan tanpa syarat. Pasal 6, paragraf 1 mengandung suatu definisi hak atas pekerjaan, dan paragraf 2 mengutip, melalui ilustrasi dan dalam arti yang tidak komprehensif, contoh-contoh dari kewajiban-kewajiban ini dibebankan kepada Negara Pihak. Ini termasuk hak setiap manusia untuk menentukan secara bebas akan menerima 5 atau memilih pekerjaan, yang mengandung arti untuk tidak dipaksa dengan cara apapun untuk melakukan atau terikat pada suatu pekerjaan, hak atas akses untuk suatu sistem perlindungan yang menjamin setiap pekerja terhadap akses ke pekerjaan. Hal ini juga berarti hak untuk tidak diberhentikan dari pekerjaan secara sewenang-wenang. 7. Pekerjaan sebagaimana diatur khusus di dalam pasal 6 Kovenan harus diartikan sebagai pekerjaan yang layak. Ini merupakan pekerjaan yang menghormati hak-hak dasar setiap orang sebagaimana hak para pekerja dalam kaitannya dengan kondisi kerja, keselamatan dan upah. Pekerjaan ini juga memberikan penghasilan yang membuat para pekerja dapat menghidupi dirinya dan keluarganya sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 7 Kovenan. Hak-hak dasar ini juga termasuk penghormatan terhadap integritas fisik dan mental pekerja dalam menjalankan pekerjaannya. 8. Pasal 6,7, dan 8 Kovenan ini saling bergantung satu sama lain. Karakterisasi pekerjaan untuk dianggap layak mengharuskan pekerjaan itu menghormati hak-hak dasar setiap pekerja. Meskipun pasal 7 dan 8 sangat terkait dengan pasal 6, pasal-pasal tersebut akan diatur di dalam komentar umum yang terpisah. Oleh karena itu, referensi untuk pasal 7 dan 8 hanya dibuat ketika karakter ketidakterpisahan yang disyaratkan hak-hak ini dipenuhi. 9. Organisasi Buruh Internasional mengartikan kerja paksa sebagai “seluruh pekerjaan atau pelayanan yang diperas dari setiap orang yang berada di bawah ancaman segala hukuman dan orang-orang yang tidak menawarkan dirinya secara suka rela”. iii Komite menegaskan kembali kebutuhan Negara Pihak untuk menghapus, melarang dan menentang segala bentuk kerja paksa sebagaimana dinyatakan di dalam pasal 4 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, pasal 5 dari Konvensi Perbudakan dan Pasal 8 ICCPR. 10. Tingginya jumlah pengangguran dan tidak adanya jaminan keamanan pekerjaan merupakan penyebab para pekerja untuk mencari pekerjaan di sektor ekonomi informal. Negara pihak harus mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan, baik langkah legislatif 6 ataupun langkah-langkah lainnya, untuk sebisa mungkin mengurangi jumlah pekerja yang bekerja di luar sektor ekonomi formal, yaitu para pekerja yang diakibatkan oleh situasi yang tidak mempunyai perlindungan. Langkah ini akan memaksa para majikan untuk menghormati peraturan perundangan tentang perburuhan dan mendaftarkan/menyatakan para pegawainya, dengan demikian memungkinkan para pekerja di sektor ekonomi informal menikmati seluruh hak-hak yang dimiliki para pekerja yang bekerja di sektor ekonomi formal, khususnya hak-hak yang diberikan oleh Pasal 6,7, dan 8 dari Kovenan. Langkah-langkah ini harus mencerminkan fakta bahwa masyarakat yang hidup di dalam sektor ekonomi informal bahwa mereka bekerja lebih kepada kebutuhan untuk bertahan hidup daripada masalah pilihan. Selain itu, pekerjaan domestik dan pertanian harus diatur secara memadai oleh perundangan nasional sehingga pekerja di sektor domestik dan pertanian dapat menikmati perlindungan pada tingkat yang sama dengan para pekerja lainnya. 11. Konvensi ILO Nomor 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja (1982) mengartikan pemecatan yang sesuai hukum di dalam Pasal 4 dan secara khusus mewajibkan persyaratan untuk memberikan alasan pemecatan yang sah, begitu juga hak atas ganti rugi secara hukum dan ganti rugi lainnya dalam kasus pemecatan yang tidak sah. 12. Pelaksanaan seluruh bentuk pekerjaan di seluruh tingkatan mensyaratkan adanya elemen-elemen-elemen penting dan saling tergantung di bawah ini, pelaksanaan dari elemen-elemen tersebut akan tergantung pada kondisi saat itu di setiap Negara Pihak: a) Ketersediaan. Negara Pihak harus memiliki pelayanan khusus untuk membantu dan mendukung setiap orang dalam rangka memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi dan menemukan lowongan pekerjaan yang tersedia; b) Aksesibilitas. Bursa tenaga kerja harus terbuka bagi semua orang yang berada di bawah yurisdiksi Negara Pihak.iv Aksesibilitas terdiri dari tiga dimensi: 7 (i) Sesuai Pasal 2, paragraf 2, dan Pasal 3, Kovenan melarang segala bentuk diskriminasi di dalam akses untuk memperoleh pekerjaan atau untuk tetap bekerja berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik ataupun pendapat lainnya, asal kebangsaan atau sosial, kepemilikan, tanggal lahir, ketidakmampuan secara fisik ataupun mental, status kesehatan (termasuk HIV/AIDS), orientasi seksual, atau status sipil, politik ataupun status lainnya, yang bertujuan atau memiliki dampak merugikan atau meniadakan pelaksanaan hak atas pekerjaan atas dasar kesetaraan. Berdasarkan Pasal 2 Konvensi ILO Nomor 111, Negara Pihak harus “menyatakan dan mengupayakan kebijakan nasional yang dirancang untuk memajukan, dengan metodemetode yang sesuai dengan kondisi-kondisi dan praktik-praktik di dalam negeri, dengan tujuan untuk menghapuskan segala diskriminasi berdasarkan hal tersebut diatas”. Beberapa upaya, seperti kebanyakan strategi dan program-program dirancang untuk mengurangi diskriminasi yang berkaitan dengan pekerjaan, sebagaimana ditegaskan di paragraf 18 dari Komentar Umum No.14 (2000) tentang hak atas standar kesehatan tertinggi yang dapat diraih, dapat diupayakan dengan melibatkan sumber daya yang minim dengan cara mengadopsi, memodifikasi atau pencabutan peraturan perundang-undangan atau melalui penyebaran informasi. Komite mengingatkan bahwa, meskipun di saat keterbatasan sumber daya yang akut, orang-orang dan kelompok-kelompok yang tidak diuntungkan dan termarjinal harus dilindungi dengan pengadopsian dan program-program bertarget yang berbiaya relatif rendah;v (ii) Aksesibilitas fisik merupakan salah satu dimensi dari aksesibilitas atas pekerjaan sebagaimana dijelaskan di dalam paragraf 22 8 Komentar Umum Nomor 5 tentang Orang-orang Penyandang Cacat; (iii) Aksesibilitas termasuk hak untuk mencari, memperoleh dan menyebarluaskan informasi tentang arti memperoleh akses terhadap pekerjaan melalui pembuatan jaringan-jaringan data tentang bursa tenaga kerja di tingkat lokal, regional, nasional dan internasional; c) Penerimaan dan Kualitas. Perlindungan terhadap hak atas pekerjaan mempunyai beberapa komponen, terutama hak para pekerja atas kondisi kerja yang adil dan mendukung, khususnya atas kondisi-kondisi kerja yang aman, hak untuk membentuk serikat pekerja dan hak untuk secara bebas memilih dan menerima suatu pekerjaan. Topik-topik khusus dari Aplikasi yang luas Perempuan dan hak atas pekerjaan 13. Pasal 3 Kovenan menyatakan bahwa Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah “untuk menjamin hak yang setara antara laki-laki dan perempuan untuk memperoleh seluruh hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya”. Komite menggarisbawahi kebutuhan atas suatu sistem perlindungan yang komprehensif untuk memerangi diskriminasi jender dan menjamin kesempatan-kesempatan dan perlakuan-perlakuan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam kaitannya dengan hak atas pekerjaan mereka, dengan menjamin upah yang setara untuk pekerjaan yang bernilai sama.vi Khususnya, kehamilan tidak boleh menjadi penghalang atas suatu pekerjaan dan tidak boleh menjadi dasar pembenar hilangnya suatu pekerjaan (pemutusan hubungan kerja). Yang terakhir, penekanan harus ditempatkan pada kaitannya dengan fakta bahwa perempuan seringkali kurang memiliki akses terhadap pendidikan dibandingkan dengan laki-laki dan budaya-budaya tradisional 9 tertentu yang menerima adanya kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dan kemajuan diri perempuan. Anak-anak Muda dan Hak atas Pekerjaan 14. Akses terhadap suatu pekerjaan pertama merupakan suatu kesempatan untuk mandiri di bidang ekonomi dan di banyak kasus berarti lepas dari kemiskinan. Anak-anak muda, khususnya perempuan-perempuan muda, secara umum memiliki kesulitan-kesulitan yang besar dalam menemukan pekerjaan pertamanya. Kebijakan-kebijakan nasional yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan kejuruan yang memadai harus diadopsi dan dilaksanakan untuk memajukan dan mendukung akses terhadap kesempatan bekerja bagi anak-anak muda, khususnya bagi para perempuan muda. Pekerja Anak dan Hak atas pekerjaan 15. Perlindungan terhadap anak-anak dimuat di dalam Pasal 10 Kovenan. Komite mengingatkan kembali akan Komentar Umumnya Nomor 14 (2000), dan secara khusus di paragraf 22 dan 23 tentang hak atas kesehatan bagi anak-anak, dan menekankan kebutuhan untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk pekerjaan yang bisa menghambat pembangunan atau kesehatan fisik atau mental. Komite menegaskan kembali kebutuhan untuk melindungi anak-anak dari eksploitasi ekonomi, memungkinkan mereka untuk memperoleh pembangunan secara penuh bagi mereka dan mendapatkan pendidikan teknis dan kejuruan sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 6, paragraf 2. Komite juga mengingatkan kembali atas Komentar Umumnya Nomor 13 (1999), khususnya definisi pendidikan teknis dan kejuruan (paragraf 15 dan 16), sebagai suatu komponen pendidikan secara umum. Beberapa instrumen Hak Asasi Manusia internasional diadopsi setelah ICESCR, seperti Konvensi tentang Hak Anak, yang mengakui secara tegas kebutuhan untuk melindungi anak-anak dan anak muda terhadap segala bentuk eksploitasi atau kerja paksa.vii 10 Manusia Lanjut Usia dan Hak atas Pekerjaan 16. Komite mengingatkan kembali tentang Komentar Umum mereka Nomor 6 (1995) tentang Hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya bagi Manusia Lanjut Usia dan khususnya kebutuhan untuk mengambil langkah-langkah untuk mencegah diskriminasi atas dasar usia dalam hal pekerjaan.viii Penyandang Cacat dan hak atas pekerjaan 17. Komite mengingatkan kembali prinsip non diskriminasi dalam akses atas pekerjaan untuk para penyandang cacat yang diatur di dalam Komentar Umum Nomor 5 (1994) tentang Penyandang Cacat. “ ‘Hak setiap orang atas kesempatan untuk memperoleh penghidupan dengan bekerja yang ia pilih atau ia terima secara bebas’ tidak dipenuhi saat hanya kesempatan nyata yang terbuka bagi pekerja bekerja dalam apa yang disebut dengan fasilitas ‘sheltered’ sesuai kondisi-kondisi di sub-standar.’ “ixNegara pihak harus mengambil langkah-langkah untuk memungkinkan para penyandang cacat mendapatkan jaminan dan tetap memiliki pekerjaan yang layak dan meningkatkan lapangan pekerjaan mereka, serta memfasilitasi integrasi atau integrasi kembali mereka ke dalam masyarakat.x Pekerja Migran dan Hak atas Pekerjaan 18. Prinsip non-diskriminasi sebagaimana diatur di pasal 2.2 Kovenan dan dalam pasal 7 Kovenan Internasional tentang Perlindungan terhadap Hak-hak Seluruh pekerja Migran dan Anggota Keluarganya harus diterapkan dalam kaitannya dengan kesempatan bekerja bagi pekerja migran beserta keluargannya. Dalam hal ini Komite menggarisbawahi kebutuhan atas rencana aksi nasional ditetapkan untuk menghormati dan memajukan prinsip-prinsip tersebut dengan seluruh langkah-langkah yang memadai, baik langkah legislatif atau langkah lainnya. 11 III. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN NEGARA-NEGARA PIHAK Kewajiban-kewajiban Hukum secara Umum 19. Kewajiban prinsipil dari Negara pihak adalah menjamin perwujudan bertahap dari pelaksanaan hak atas pekerjaan. Karena itu, Negara pihak harus mengadopsi, sesegera mungkin, langkah-langkah yang bertujuan mencapai pekerjaan yang penuh. Ketika Kovenan memberikan perwujudan bertahap dan memahami keterbatasan karena terbatasannya sumber daya yang tersedia, ini sekaligus membebani Negara pihak berbagai kewajiban yang memiliki efek segera.xi Negara pihak memiliki kewajiban segera dalam kaitannya dengan hak atas pekerjaan, seperti kewajiban untuk “menjamin” bahwa hak tersebut akan dilakukan “tanpa adanya diskriminasi atas dasar apapun” (pasal 2, para.2) dan kewajiban “mengambil langkah-langkah” (pasal 2, para.1) menuju perwujudan bertahap di pasal 6.xii Langkah-langkah tersebut haruslah dengan sengaja, kongkret, dan bertarget menuju pemenuhan penuh atas hak atas pekerjaan. 20. Fakta bahwa hak atas pekerjaan ini bertahap dan dilaksanakan selama suatu rentang waktu tertentu, tidak boleh ditafsirkan sebagai mengurangi seluruh isi yang berarti dari Kewajiban-kewajiban Negara pihak.xiii Artinya, Negara pihak memiliki suatu kewajiban khusus dan berkelanjutan untuk “terus maju secara segera dan efektif sejauh memungkinkan” menuju perwujudan penuh atas pasal 6. 21. Seperti seluruh hak-hak lainnya di dalam Kovenan, langkah langkah mundur yang berkaitan dengan hak atas pekerjaan pada prinsipnya tidak boleh diambil. Jika ada langkah mundur yang diambil dengan sengaja, Negara pihak memiliki beban untuk membuktikan bahwa mereka telah mempertimbangkan segala alternatif yang ada dan bahwa mereka dibenarkan secara sah oleh referensi demi keseluruhan hak-hak yang diatur oleh Kovenan dalam konteks penggunaan secara penuh atas sumber daya maksimal yang tersedia yang dimiliki oleh Negara pihak.xiv 12 22. Seperti seluruh hak asasi manusia, hak atas pekerjaan memberikan tiga jenis atau tingkatan kewajiaban kepada Negara-negara pihak: kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi. Kewajiban untuk menghormati hak atas pekerjaan mensyaratkan Negara pihak untuk menahan diri dari ikut campur terhadap penikmatan hak tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kewajiban untuk melindungi mensyaratkan Negara pihak untuk mengambil langkah-langkah untuk mencegah pihak ketiga turut campur dalam penikmatan hak atas pekerjaan. Kewajiban untuk memenuhi termasuk ke dalamnya kewajiban untuk menyediakan, memfasilitasi dan memajukan hak tersebut. Ini mengharuskan Negara pihak untuk mengadopsi langkah-langkah legislative, administrative, anggaran, yudisial dan langkah lainnya yang layak untuk menjamin pemenuhan secara penuh. Kewajiban-kewajiban hukum secara khusus 23. Negara pihak dibawah kewajiban untuk menghormati hak atas pekerjaan dengan, antara lain, melarang adanya kerja paksa atau wajib kerja dan menahan diri dari menyangkal atau membatasi akses setara terhadap pekerjaan yang layak bagi semua orang, khususnya orang-orang dan kelompok-kelompok yang tidak diuntungkan dan termarginal, termasuk para tahanan dan narapidana,xv para anggota kelompok minoritas dan pekerja-pekerja migran. Secara khusus, Negara pihak terikat oleh kewajiban menghormati hak perempuan dan anak muda untuk mendapatkan akses terhadap pekerjaan yang layak dan kemudian mengambil langkah-langkah untuk memerangi diskriminasi dan untuk memajukan akses dan kesempatan yang setara. 24. Dalam kaitannya dengan kewajiban negar apihak berkaitan dengan pekerja anak seperti yang diutarakan di dalam pasal 10 Konvensi, Negara pihak harus mengambil langkah-langkah yang efektif, secara khusus langkah legislatif, untuk melarang memperkerjakan anak-anak yang berusia di bawah 16 tahun. Selanjutnya melarang segala bentuk eksploitasi ekonomi dan kerja paksa bagi anak.xvi Negara pihak harus mengadopsi langkah-langkah yang efektif guna menjamin bahwa larangan memperkerjakan anakanak dihormati secara penuh.xvii 13 25. Kewajiban untuk melindungi hak atas pekerjaan termasuk, antara lain, kewajiban Negara pihak untuk mengadopsi peraturan perundang-undangan atau mengambil langkah-langkah lain untuk menjamin akses yang setara terhadap pekerjaan dan pelatihan dan untuk menjamin bahwa langkah-langkah privatisasi tidak mengurangi hak-hak para pekerja. Langkah-langkah khusus untuk meningkatkan fleksibilitas pasar tenaga kerja tidak boleh membuat kerja menjadi kurang stabil atau mengurangi perlindungan sosial tenaga kerja. Kewajiban untuk melindungi hak atas pekerjaan termasuk tanggung jawab Negara pihak untuk melarang kerja paksa atau wajib kerja oleh Pelaku diluar Negara. 26. Negara pihak wajib untuk memenuhi (menyediakan) hak atas pekerjaan saat seseorang atau kelompok tidak mampu untuk bekerja, atas alas an yang diluar kendali mereka, mewujudkan hak tersebut bagi mereka menggunakan kemampuan yang mereka miliki. Kewajiban ini termasuk, diantaranya, kewajiban untuk mengakui bahwa hak atas pekerjaan di dalam sistem hukum nasional dan mengadopsi suatu kebijakan nasional tentang hak atas pekerjaan begitu juga rencana rinci untuk perwujudannya. Hak atas pekerjaan mensyaratkan rumusan dan implementasi oleh Negara pihak atas suatu kebijakan pekerjaan dengan pandangan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, meningkatkan standar hidup, memenuhi persyaratan tenaga kerja dan pengentaskan pengangguran dan kurangnya pekerjaan”.xviii Dalam konteks ini, langkahlangkah efektif untuk meningkatkan sumber daya yang dialokasikan untuk mengurangi tingkat pengangguran, khususnya di kalangan perempuan, orang-orang yang tidak diuntungkan dan termarginalisasi, harus diambil oleh Negara Pihak. Komite menegaskan kebutuhan untuk membentuk suatu mekanisme pemberian kompensasi dalam hal kehilangan pekerjaan, sebagaimana kewajiban untuk mengambil langkah-langkah yang memadai untuk membangun layanan pekerjaan (baik milik Negara ataupun swasta) di tingkat nasional dan lokal.xix Lebih dari itu, kewajiban untuk memenuhi (menyediakan) hak atas pekerjaan termasuk pelaksanaan rencana untuk memerangi pengangguran oleh Negara Pihak.xx 14 27. Kewajiban untuk memenuhi (memfasilitasi) hak atas pekerjaan mensyaratkan negara pihak, antara lain, untuk mengambil langkah-langkah positif untuk memungkinkan dan membantu orang-orang untuk menikmati hak atas pekerjaan dan melaksanakan rencana pendidikan teknis dan kejuruan untuk memfasilitasi akses terhadap pekerjaan. 28. Kewajiban untuk memenuhi (memajukan) hak atas pekerjaan mensyaratkan negar apihak untuk melakukan, misalnya, program-program pendidikan dan informasional untuk menanamkan kesadaran public tentang hak atas pendidikan. Kewajiban-kewajiban Internasional 29. Dalam Komentar Umumnya Nomor 3 (1990) Komite memberikan perhatian terhadap kewajiban seluruh Negara pihak untuk mengambil langkah-langkah secara sendiri-sendiri dan melalui bantuan dan kerjasama internasional, khususnya secara ekonomi dan teknis, untuk mencapai pemenuhan secara penuh atas hak-hak yang diakui di dalam Kovenan. Semangat Pasal 56 Piagam PBB dan ketentuan-ketentuan khusus di Kovenan (Pasal 2.1, 6, 22, dan 23), Negara pihak harus mengakui peran penting dari kerjasama internasional dan patuh dengan komitmen mereka untuk mengambil tindakan secara bersama-sama dan secara terpisah untuk mencapai pemenuhan penuh hak atas pekerjaan. Negara pihak harus, melalui perjanjian internasional bila dibutuhkan, menjamin bahwa hak atas pekerjaan diberikan perhatian, sebagaimana diatur di dalam pasal 6, 7, 8 Kovenan. 30. Mematuhi kewajiban internasional mereka terkait dengan pasal 6, Negara pihak harus berusaha keras memajukan hak atas pekerjaan di dalam enagra lain sebagaimana tertera di negosiasi bilateral dan multilateral. Di dalam negosiasi dengan Lembaga Keuangan Internasional, Negara pihak harus menjamin perlindungan terhadap hak atas pekerjaan masyarakatnya. Negar apihak yang merupakan anggota Lembaga Keuangan Internasional, khususnya Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund), Bank Dunia (The World Bank) harus memberikan perhatian besar pada perlindungan hak atas pekerjaan dalam mempengaruhi kebijakan hutang-piutang, perjanjian kredit, program-program penyesuaian structural dan upaya-upaya internasional dari lembaga- 15 lembaga ini. Strategi-strategi, program-program dan kebijakan-kebijakan yang diadopsi oleh Negara pihak dibawah program penyesuaian struktural tidak boleh mengganggu kewajiban inti mereka dalam kaitannya dengan hak atas pekerjaan dan berdampak negative pada hak atas pekerjaan bagi perempuan, anak-anak muda dan orang-orang atau kelompok-kelompok yang tidak diuntungkan atau termarginalisasi. Kewajiban-kewajiban Inti 31. Di dalam Komentar Umum Nomor 3 (1990) Komite menegaskan bahwa Negara Pihak mempunyai sebuah kewajiban inti untuk menjamin penikmatan di batas dasar minimum di setiap hak yang dilindungi oleh Kovenan. Dalam konteks pasal 6, “kewajiban inti” ini meliputi kewajiban untuk menjamin adanya perlindungan yang setara dan non-diskriminasi terhadap pekerjaan. Diskriminasi di lapangan pekerjaan menyebabkan suatu pelanggaran yang meluas yang berpengaruh pada semua lini kehidupanm dari pendidikan dasar hingga pensiun, dan memiliki dampak yang patut dipertimbangkan pada situasi pekerjaan seseorang atau kelompok. Maka dari itu, kewajiban-kewajiban inti ini termasuk setidaknya persyaratan berikut: a. Menjamin hak atas akses pekerjaan, khususnya bagi orang-orang atau kelompok-kelompok yang tidak diuntungkan dan termarginal, mengizinkan mereka untuk hidup dengan bermartabat; b. menghindari segala upaya yang dapat mengakibatkan diskriminasi dan perlakuan tidak setara di sektor swasta dan sektor publik bagi orang-orang dan kelompok-kelompok yang tidak diuntungkan dan termarginal atau berakibat melemahkan mekanisme perlindungan orang-orang dan kelompok-kelompok tersebut; c. mengadopsi dan melaksanakan suatu strategi perburuhan nasional dan rencana akse berdasarkan pada dan mengetengahkan perhatian bagi seluruh pekerja tentang dasar dari proses yang partisipatif dan transparan yang termasuk di dalamnya adalah organisasi-organisasi pekerja dan buruh. Strategi perburuhan semacam itu dan rencana aksi harus ditujukan pada orang-orang dan kelompok yang tidak diuntungkan dan termarginal 16 pada khususnya dan menyertakan indikator-indikator dan tolak ukur untuk segala kemajuan yang berkaitan dengan hak atas pekerjaan yang dapat diupayakan dan dapat ditinjau ulang secara berkala. IV. PELANGGARAN-PELANGGARAN 32. Harus dibedakan antara ketidakmampuan dengan ketidakmauan negara pihak untuk melaksanakan kewajibannya menurut pasal 6. Hal ini diturunkan dari pasal 6, paragraf 1 yang menjamin hak bagi semua orang atas kesempatan untuk memperoleh penghidupan dari pekerjaan yang dipilih atau diterimanya dengan bebas, dan pasal 2, paragraf 1, yang menempatkan suatu kewajiban pada setiap negara pihak untuk mengambil langkahlangkah yang diperlukan ”untuk menggunakan sumber daya maksimum yang tersedia”. Kewajiban negara pihak harus ditafsirkan dengan melihat dua pasal tersebut. Negara pihak yang tidak mamu menggunakan sumber daya yang tersedia secara maksimal untuk pemenuhan hak atas pekerjaan dianggap telah melakukan pelanggaran atas kewajiban mereka yang diatur di dalam pasal 6. Akqn tetapi, keterbatasan sumber daya menjelaskan kesulitan negara pihak yang mengalami hambatan dalam menjamin secara penuh hak atas pekerjaan, sepanjang negara pihak bisa menunjukan bahwa mereka telah menggunakan seluruh sumber daya yang tersedia yang mereka miliki untuk memenuhi, dengan memprioritaskan, kewajiban-kewajiban yang disebutkan diatas. Pelanggaran terhadap hak atas pekerjaan dapat terjadi lewat tindakan langsung Negara atau entitas negara, atau melalui ketiadaaan upaya yang memadai untuk memajukan pekerjaan. Pelanggaran melalui tindakan pembiaran (act of ommission) terjadi, misalnya, saat Negara pihak tidak mengatur kegiatan setiap orang atau kelompok untuk mencegah mereka mengganggu hak atas pekerjaan orang lain. Pelanggaran melalui tindakan aktif (act of commission) termasuk kerja paksa; pencabutan atau penundaan peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melanjutkan penikmatan hak atas pekerjaan; penyangkalan akses terhadap pekerjaan bagi segelintir orang atau kelompok, baik diskriminasi tersebut dilakukan berdasarkan perundangan ataupun berdasarkan praktik; dan pengadopsian 17 peraturan perundang-undangan atau kebijakan yang secara nyata bertentangan dengan kewajiban-kewajiban internasional yang berkaitan dengan hak atas pekerjaan. Pelanggaran terhadap kewajiban menghormati 33. Pelanggaran terhadap kewajiban menghormati haka tas pekerjaan termasuk undangundang, kebijakan-kebijakan, dan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan standarstandar yang telah tertera di dalam pasal 6 Kovenan. Khususnya, segala diskriminasi di akses terhadap bursa tenaga kerja atau terhadap cara dan hak untuk mendapatkan pekerjaan berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, usia, agama, pendapat politik dan pendapat lainnya, asal kebangsaan dan asal sosial, harta benda, situasi lahir atau situasi lainnya dengan maksud memperburuk penikmatan yang setara atau pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya merupakan suatu pelanggaran terhadap Kovenan. Prinsip non-diskriminasi yang disebutkan di pasal 2, paragraf 2, dari Kovenan harus diterapkan dengan serta merta dan baik untuk implementasi bertahap ataupun tergantung pada sumber daya yang tersedia. Prinsip ini dapat diterapkan secara langsung kepada seluruh aspek dari hak atas pekerjaan. Kegagalan Negara Pihak untuk menjalankan kewajiban hukumnya berkaitan dengan hak atas pekerjaan saat memasuki perjanjian-perjanjian bilateral atau multilateral dengan negara-negara lain, organisasi internasional dan entitas-entitas lainnya seperti entitas multinasional merupakan suatu pelanggaran terhadap kewajibannya untuk menghormati hak atas pekerjaan. 34. Sebagaimana hak-hak lainnya di Kovenan, terdapat praduga kuat bahwa langkahlangkah mundur yang diambil berkaitan dengan hak atas pekerjaan tidak dibolehkan. Langkah-langkah mundur tersebut termasuk, diantaranya, penyangkalan akses terhadap pekerjaan bagi seseorang atau kelompok tertentu, apakah diskriminasi ini berdasarkan peraturan perundang-undangan atau dalam praktik, pembatalan atau penundaan peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan hak atas pekerjaan atau pengadopsian hukum atau kebijakan yang secara nyata tidak sesuai dengan kewajibankewajiban hukum internasional berkaitan dengan hak atas pekerjaan. Suatu contoh misalnya adanya suatu institusi kerja paksa atau pembatalan perundangan yang 18 melindungi para pekerja terhadap pemecatan sewenang-wenang. Langkah-langkah ini merupakan suatu pelanggaran terhadap kewajiban negara pihak untuk menghormati hak atas pekerjaan. Pelanggaran terhadap kewajiban melindungi 35. Pelanggaran terhadap kewjaiban untuk melindungi diturunkan dari kegagalan negara pihak untuk mengambil seluruh langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi setiap orang yang berada di dalam yurisdiksinya dari pelanggaran hak atas pekerjaan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Kewajiban ini termasuk pembiaran seperti kegagalan untuk mengatur aktivitas baik individu, kelompok ataupun perusahaan dalam rangka mencegah mereka melakukan pelanggaran terhadap hak atas pekerjaan orang lainnya; atau kegagalan untuk melindungi para pekerja dari pemecatan secara sewenang-wenang. Pelanggaran terhadap kewajiban memenuhi 36. Pelanggara terhadap kewajiban untuk memenuhi terjadi melalui kegagalan negara pihak untuk mengambil segala langkah-langkah yang diperlukan untuk menjamin perwujudan hak atas pekerjaan. Contohnya termasuk kegagalan untuk mengadopsi atau melaksanakan kebijakan nasional tentang pekerjaan yang dirancang untuk menjamin hak atas pekerjaan bagi semua orang; pengeluaran negara yang tidak memadai atau misalokasi anggaran negara/ dana publik yang mengakibatkan seseorang atau kelompok, khususnya mereka yang tidak diuntungkan dan termarjinal tidak dapat menikmati hak atas pekerjaan; kegagalan untuk memantau pemenuhan hak atas pekerjaan di tingkat nasional, sebagai contoh, dengan mengidentifikasi indikator-indikator dan tolak ukur hak atas pekerjaan; dan kegagalan untuk melaksanakan program-program pelatihan teknis dan kejuruan. 19 V. PELAKSANAAN PADA TINGKAT NASIONAL 37. Sesuai dengan pasal 2, paragraf 1, dari Kovenan, negara pihak disyaratkan untuk menggunakan ”seluruh cara-cara yang sesuai, termasuk secara khusus pengambilan langkah-langkah legislatif” untuk pelaksanaan kewajiban-kewajibannya sesuai Kovenan. Setiap negara pihak memiliki suatu batas diskresi dalam menilai langkah-langkah apa yang paling cocok untuk diambil dalam rangka memenuhi suatu keadaan tertentu. Meskipun begitu, Kovenan secara jelas membebankan kewajiban kepada negara pihak untuk mengambil langkah-langkah apapun yang dibutuhkan untuk menjamin bahwa setiap orang dilindungi dari pengangguran dan ketidakadaan jaminan dalam pekerjaan dan dapat menikmati hak atas pekerjaan secepat mungkin. Peraturan Perundang-undangan, Strategi-strategi, dan Kebijakan-kebijakan 38. Negara pihak harus mempertimbangkan untuk mengadopsi langkah-langkah legislatif khsuus untuk melaksanakan hak atas pekerjaan. Langkah-langkah ini harus (a) membentuk mekanisme nasional untuk memantau implementasi strategi-strategi dan rencana aksi nasional tentang perburuhan dan (b) memasukan ketentuan tentang target angka dan kerangka waktu untuk implementasi. Mereka juga harus memberikan (c) caracara untuk menjamin ketaatan terhadap tolak ukur yang dibuat pada tingkat nasional dan (d) keterlibatan masyarakat sipil, termasuk para ahli permasalahan perburuhan, sektor swasta dan organisasi-organisasi internasional. Dalam memantau kemajuan perwujudan hak atas pekerjaan, Negara pihak harus mengidentifikasi faktor-faktor dan kesulitankesulitan terkait pemenuhan kewajibannya. 39. Tawar-menawar kolektif merupakan suatu alat yang sangat penting dalam merumuskan kebijakan tentang pekerjaan. 40. Agen-agen dan program-program PBB harus, berdasarkan permintaan Negara Pihak, membantu dalam merancang dan meninjau ulang peraturan-peraturan perundang- 20 undangan yang terkait. ILO, misalnya, memiliki keahlian yang dapat dipertimbangkan dan pengetahuan yang lebih tentang perundang-undangan di ranah pekerjaan. 41. Negara pihak harus mengadpsi suatu strategi nasional, berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang ditujukan secara bertahap untuk menjamin pekerjaan penuh bagi semua. Strategi nasional tersebut juga memberikan suatu persyaratan untuk mengidentifikasi sumber daya yang tersedia yang dimiliki oleh negara pihak dalam mencapai tujuannya serta cara-cara dengan biaya yang paling efektif yang dapat dipergunakan mereka. 42. Perumusan dan pelaksanaan dari strategi perburuhan nasional harus melibatkan penghormatan sepenuhnya atas prinsip-prinsi akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi kelompok yang berkepentingan. Hak setiap individu dan kelompok untuk berpartisipasi di dalam pembuatan keputusan harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh kebijakan, program, dan strategi yang ditujukan untuk melaksanakan kewajibankewajiban negara pihak sesuai pasal 6. Pemajuan pekerjaan juga membutuhkan keterlibatan efektif suatu komunitas dan, lebih khususnya, perkumpulan untuk perlindungan dan pemajuan hak para pekerja dan serikat pekerja terkait definisi prioritas, pembuatan keputusan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi strategi untuk memajukan pekerjaan. 43. Untuk menciptakan kondisi yang mendukung bagi penikmatan hak atas pekerjaan, negara pihak juga harus mengambil langkah-langkah yang memadai untuk menjamin bahwa sektor swasta sekaligus publik mencerminkan kesadaran atas hak atas pekerjaan di dalam aktivitas mereka. 44. Strategi perburuhan nasional harus secara khusus memperhitungkan kebutuhan untuk menghapuskan diskriminasi di dalam akses terhadap pekerjaan. Strategi ini harus menjamin akses yang setara terhadap sumber daya ekonomi dan pelatihan teknis dan kejuruan, kususnya bagi perempuan, orang-orang dan kelompok-kelompok yang tidak diuntungkan dan termarginal, dan harus menghormati dan melindungi para wira-usaha 21 sebagaimana pekerjaan dengan upah yang memungkinkan para pekerja dan keluarganya dapat menikmati standar hidup yang layak sebagaimana dinyatakan di pasal 7(a)(ii) Kovenan.xxi 45. Negara piak harus membuat dan memelihara mekanisme untuk memantau kemajuan atas pemenuhan hak untuk memilih atau menerima pekerjaan secara bebas, mengidentifikasi faktor-faktor dan kesulitan-kesulitan yang mempengaruhi tingkat ketaatan terhadap kewajiban mereka dan memfasilitasi pengadopsian langkah-langkah perundang-undangan dan administratif yang bertujuan untuk perbaikan, termasuk langkah-langkah untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya sesuai pasal 2.1 dan 23 Kovenan. Indikator-indikator dan Tolak Ukur 46. Strategi perburuhan nasional harus mendefinisikan indikator-indikator tentang hak atas pekerjaan. Indikator tersbeut harus dirancang untuk emmantau secara efektif, di tingkat nasional, ketaatan negara pihak terhadap kewajibannya sesuai pasal 6 dan harus berdasarkan indikator-indikator ILO seperti tingkat pengangguran, kekurangan pekerjaan dan rasio perbandingan antara pekerjaan formal dan informal. Indikator-indikator yang dibuat oleh ILO yang diterapkan untuk persiapan statistik pekerjaan dapat berguna dalam mempersiapkan rencana pekerjaan nasional.xxii 47. Dengan mengidentifikasi secara benar indikator-indikator hak atas pekerjaan, Negara pihak diundang untuk menentukan tolak ukur nasional yang layak terkait pada setiap indikator. Selama prosedur pelaporan berkala Komite akan terlibat dalam proses ”penentuan ruang lingkup” dengan negara Pihak. Penentuan ruang lingkup melibatkan pembahasan bersama Negara Pihak dan Komite tentang indikator dan tolak ukur nasional yang kemudian akan memberikan target yang akan diraih selama periode pelaporan berikutnya. Selama lima tahun ke depan Negara pihak akan menggunakan tolak ukur nasional ini untuk membantu memantau pelaksanaan hak atas pekerjaan. Seelah itu, di dalam proses pelaporan yang akan datang, negara pihak dan Komite akan 22 mempertimbangkan apakah tolak ukur tersebut telah dicapai atau tidak dan alasan-alasan untuk segala kesulitan yang mungkin ditemui. Selanjutnya saat penentuan tolak ukut dan mempersiapkan laporannya, Negara pihak harus menggunakan informasi yang luas dan layanan konsultatif dari badan-badan khusus berkaitan dengan pengumpulan data dan pemilahan data. Pemulihan dan akuntabilitas 48. Setiap orang dan kelompok yang menjadi korban pelanggaran hak atas pekerjaan harus mempunyai akses terhadap upaya hukum atau pemulihan lainnya yang memadai di tingkatan nasional. Pada tingkat nasional, serikat pekerja dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia harus memainkan peran yang penting dalam membela hak atas pekerjaan. Seluruh korbam pelanggaran ini empunyai hak untuk mendapatkan pemulihan yang memadai, yang dapat berbentuk restitusi, kompensasi, pemuasan atau jaminan tidak adanya pengulangan. 49. Pengintergrasian instrumen-instrumen internasional yang menyatakan hak atas pekerjaan ke dalam ranah hukum domestik, secara khusus Konvensi-konvensi ILO terkait, harus memperkuat efektifitas dari langkah-langkah yang diambil untuk menjamin hak atas pekerjaan dan pendukungnya. Pengadopsian instrumen-instrumen internasional yang mengakui hak atas pekerjaan ke dalam ranah hukum domestik, atau mengakui keberlakuan secara langsung atas instrumen-instrumen tersebut, secara signifikan meningkatkan lingkup dan efektifitas dari langkah pemulihan dan dukungan di seluruh kasus. Selanjutnya pengadilan harus diberdayakan untuk memeriksa pelanggaran terhadap isi inti hak atas pekerjaan dengan secara langsung menerapkan kewajibankewajiban yang diatur di dalam Kovenan. 50. Hakim dan aparat penegak hukum lainnya diundang untuk memberikan perhatian lebih terhadap pelanggaran hak atas pekerjaan dalam melaksanakan fungsi-fungsi mereka masing-masing. 23 51. Negara pihak harus menghormati dan melindungi pekerjaan para pembela ham dan anggota-anggota masyarakat sipil lainnya, khususnya anggota-anggota serikat pekerja, yang membantu orang-orang dan kelompok-kelompok yang tidak diuntungkan dan termarginal di dalam perwujudan hak atas pekerjaan mereka. VI. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PELAKU LAIN DI LUAR NEGARA PIHAK 52. Meskipun hanya Negara yang menjadi pihak dalam Kovenan dan karena itulah pada akhirnya bertanggung jawab untuk taat terhadap Kovenan tersebut, seluruh anggota masyarakat- individu, komunitas lokal, serikat pekerja, masyarakat sipil dan organisasi sektor swast- memiliki tanggung jawab berkaitan dengan perwujudan hak atas pekerjaan. Negara pihak harus membuat lingkungan yang memfasilitasi pemenuhan kewajibankewajiban ini. Entitas swasta- nasional dan multinasional- yang tidak terikat pada Kovenan, memiliki peran khusus yang harus dimainkan dalam penciptaan lapangan pekerjaan, kebijakan perekrutan dan akses yang tidak diskriminatif atas pekerjaan. Mereka harus menjalankan aktivitas-aktivitasnya dengan berdasar pada peraturan perundang-undangan, langkah-langkah administratif, tata tertib dan langkah-langkah lain yang layak yang memajukan penghormatan terhadap hak atas pekerjaan, disetujui oleh pemerintah dan masyarakat sipil. langkah-langkah ini harus mengakui standar-standar perburuhan yang telah dielaborasi oleh ILO dan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab perusahaan di dalam perwujudan hak atas pekerjaan. 53. Peran badan-badan dan program-program PBB, dan khususnya fungsi kunci dari ILO dalam melindungi dan melaksanakan hak atas pekerjaan pada tingkatan internasional, regional dan nasional, merupakan hal yang penting. Institusi-institusi dan instrumeninstrumen regional, dimana mereka ada, juga memainkan peranan yang penting dalam menjamin hak atas pekerjaan. Ketika perumusan dan pelaksanaan strategi perburuhan nasional, negara pihak harus mengambil keuntungan dari bantuan teknis dan kerja sama yang ditawarkan oleh ILO. Saat mempersiapkan laporannya, negara pihak juga harus menggunakan informasi informasi yang luas dan layanan konsultatif yang diberikan oleh ILO untuk pengumpulan data dan pemilahan data begitu juga penentuan indikator- 24 indikator dan tolak ukur. Sesuai dengan pasal 22 dan 23 dari Kovenan, ILO dan badan khusus PBB lainnya, Bank Dunia, Bank Pembangunan Regional, Dana Moneter Internasional, dan Organisasi perdagangan Dunia dan lembaga terkait lainnya yang berada di dalam sistem PBB, harus bekerja sama secara efektif dnegan negara pihak untuk melaksanakan hak atas pekerjaan di tingkat nasional, dengan tetap mengingat mandatnya masing-masing. Institusi pembiayaan internasional harus memberikan perhatian yang lebih terhadap perlindungan hak atas pekerjaan di dalam kebijakan pinjaman dan perjanjian-perjanjuan kredit mereka. Sesuai dengan paragraf 9 dari Komentar Umum Nomor 2 (1990), upaya khsuus harus dilakukan dalam rangka menjamin bahwa hak atas pekerjaan dilindungi di seluruh program penyesuaian struktural. Ketika memeriksa laporan negara pihak dan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya sesuai pasal 6, Komite akan mempertimbangkan efek dari bantuan yang diberikan oleh pelaku-pelaku lain diluar negara pihak. 54. Serikat pekerja memainkan peran dasar dalam menjamin penghormatan terhadap hak atas pekerjaan di tingkat lokal dan nasional dan membantu negara pihak untuk mematuhi kewajibannya sesuai pasal 6. Peran serikat pekerja fundamental dan selanjutnya akan dipertimbangkan oleh Komite di dalam pertimbangannya atas laporan-laporan negaranegara pihak. Notes i Lihat Pembukaan Konvensi ILO Nomor 168, 1988: “(...) pentingnya bekerja dan pekerjaan yang bekerja dan produktif di dalam masyarakat tidak hanya karena sumber daya yang mereka buat untuk komunitas, namun juga penghasilan yang mereka berikan ke para pekerja, peran sosial yang mereka sumbang dan perasaan harga diri yang para pekerja miliki karena bekerja”. ii Komisi Hak Asasi Manusia, sesi ke-11, poin agenda 31, A/3525 (1957) iii Konvensi ILO No.29 tentang Kerja Paksa dan Wajib Kerja, 1930, pasal 2, paragraf 1; lihat juga paragraf 2 dari Konvensi ILO No.105 tentang Penghapusan kerja Paksa, 1957 25 iv Hanya beberapa dari fitur topik ini dalam pasal 2.2 dan 3 Kovenan. Yang lainnya telah disimpulkan dari praktik-praktik Komite atau dari praktik-praktik legislasi atau praktikpraktik hukum di Negara Pihak yang jumlahnya terus bertambah v Lihat Komentar Umum Nomor 3 (1990), Sifat Kewajiban Negara Pihak, paragraf 12 vi Lihat Komentar Umum No.16 (2005) pada Pasal 3: Hak-hak laki-laki dan perempuan yang setara untuk menikmati seluruh hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, paragraf 2335. vii Lihat Konvensi tentang Hak atas Anak, 1989, pasal 32, paragraf 1, mencerminkan paragraph pembuka kedua dari Protokol Opsional Konvensi tentang hak-hak Anak berkaitan dengan perdagangan anak, prostitusi anak, dan pornografi anak. Lihat juga pasal 3 paragraf 1 dari Protokol tentang kerja paksa. viii Lihat Komentar Umum Nomor 6 (1995) tentang hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya untuk Manusia Lanjut usia, paragraf 22 (dan paragraf 24 tentang pensiun) ix Lihat Komentar Umum Nomor 5 (1994) tentang Penyandang Cacat, termasuk referensi lainnya di paragraf 20-24. x Lihat Konvensi ILO Nomor 159 tentang Rehabilitasi yang berkaitan dengan Pekerjaan (vocational) dan Perburuhan (employment) (penyandang cacat), 1983. Lihat pasal 1, paragraf 2, tentang akses kepada pekerjaan. Lihat juga Aturan Staandar tentang Penyetaraan Kesempatan bagi penyandang cacat, yang disebutkan oleh Sidang Umum dalam resolusi 48/96 tertanggal 20 Desember 1993. xi Lihat Komentar Umum No.3 (1990) tentang sifat Kewajiban Negara Pihak, paragraf 1 xii Ibid., para.2 xiii Ibid., para.9 xiv Ibid., para.9 xv Jika ditawarkan secara suka rela. Pertanyaan mengenai pekerjaan para narapidana, lihat juga Aturan Minimum standar untuk Perlakuan terhadap narapidana dan pasal 2 Konvensi ILO (No.29) tentang Kerja Paksa dan Wajib Kerja. xvi Lihat Konvensi tentang Hak-hak Anak, pasal 31, paragraf 1. xvii Lihat Konvensi ILO tentang Bentuk-bentuk terburuk pekerjaan bagi anak, pasal 2, paragraf 7, dan Komentar Umum Komite Nomor 13 tentang hak atas pendidikan. 26 xviii Lihat Konvensi ILO No.122 tentang Kebijakan Pekerjaan, 1964, pasal 1, paragraf 1 xix Lihat Konvensi ILO No.88 tentang Organisasi Layanan Pekerjaan, 1948 xx Lihat Konvensi ILO No.88 dan yang serupa, Konvensi ILO No.2 tentang Pengangguran, 1919. Lihat Juga Konvensi ILO No.168 tentang Pemajuan Pekerjaan dan perlindungan terhadap Pengangguran, 1988. xxi Lihat Komentar Umum Nomor 12 (1999) tentang hak atas pangan yang layak, paragraf 26. xxii Lihat Konvensi ILO No.160 tentang Statistik Pekerjaan, khususnya, pasal 1 dan 2. 27