Terobosan Dahlan Iskan Oleh Ir.H.Chaidir Ritonga,MM Di penghujung tahun 2009, Presiden SBY melalui Meneg BUMN Mustafa Abubakar membuat terobosan baru: mengangkat Direktur Utama PLN dari pihak luar, Dahlan Iskan, seorang Pengusaha Bisnis Media yang berhasil. Terobosan itu sungguh sangat mengejutkan. Kejutan itu, di internal PLN sendiri, menimbulkan reaksi beraneka ragam. Muncul suara-suara penolakan. Namun, pemerintah tidak terpengaruh, Dewan Direksi dan Komisaris PLN yang baru akhirnya dilantik. Pilihan terhadap Dahlan Iskan, tentu saja menjadi terobosan yang sangat menarik. Pertama, karena dalam banyak upaya, pemerintah selalu gagal membawa 'tangantangan yang handal' dari luar masuk ke BUMN untuk mengenalkan sesuatu yang baru. Selalu ada saja resistensi dari dalam BUMN terhadap masuknya manager profesional dari luar BUMN. 'Orang dalam' dianggap lebih memahami dan menguasai seluk-beluk BUMN, terutama, mungkin perilaku kongkalikong dan kultur korporasi yang membuat BUMN kita selama ini menjadi 'berbeda' dibandingkan dengan korporasi lainnya. Kedua, kultur korporasi yang baru serta pelaksanaan tata kelola korporasi yang baik (good corporate governance) PLN perlu pembaharuan. Kultur korporasi BUMN yang lamban, tidak efisien serta seringkali menjadi beban pemerintah hanya akan dapat diubah oleh para profesional yang direkrut dari luar BUMN. Tentu saja kultur korporasi swasta yang profesional, seperti yang dimiliki Dahlan Iskan akan membawa sesuatu yang baru. Ketiga, krisis listrik yang telah lama kita alami memerlukan penanganan yang tidak biasa. Perlu terobosan. Di abad informasi seperti sekarang ini, kebutuhan akan tenaga atau energi listrik terus meningkat. Energi listrik yang murah dan mudah diperoleh menjadi kebutuhan yang sangat penting. Sepuluh tahun terakhir, energi listrik menjadi sesuatu yang sangat mahal dan tidak mudah diperoleh. Akibatnya, banyak diantara kita yang mencari solusi alternatif dengan menyerbu toko-toko Genset. Sayangnya kualitas Genset yang tersedia, sebagian besar ex-RRC, sangat buruk. Genset hanya berumur pendek. Muncul kecurigaan, krisis listrik berkaitan dengan perdagangan Genset. Keempat, pengangkatan Dahlan Iskan, menurut saya yang paling penting ialah dari penjelasan Meneg BUMN Mustafa Abubakar. Dikatakan, Dahlan Iskan memiliki gagasan yang radikal dalam mengelola PLN. Meskipun belum dijelaskan secara gamblang gagasan radikal seperti apa yang dimaksudkan, namun kita meyakini hanya dengan pemikiran dan penanganan yang radikal PLN bisa keluar dari kesulitan panjang krisis energi listrik. Gagasan percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW telah dicanangkan, tetapi karena penangannnya menggunakan pola yang biasa-biasa saja, maka hasilnya belum terlihat nyata. Kita masih mengalami pemadaman bergilir pada saat kita sungguh-sungguh sangat membutuhkannya. Kondisi PLN Pada akhir tahun 2003, daya terpasang PLN mencapai 21.425 MW yang tersebar di seluruh Indonesia. Kapasitas pembangkitannya meliputi 3.184 MW Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), 3.073 MW Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 6.800 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), 1.748 MW Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), 6.241 MW Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) dan 380 MW Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Panas Bumi. Diproyeksikan dalam sepuluh tahun ke depan, Indonesia membutuhkan sedikitnya 15.731 MW energi listrik tambahan dengan nilai investasi diperkirakan tidak kurang dari 18,1 miiar dollar AS. Didalamnya termasuk tambahan kapasitas transmisi sepanjang 9.907 Km. Proyeksi ini didasarkan kepada rasio elektrifikasi dan konsumsi listrik per kapita yang masih relatif rendah. Industrialisasi sendiri masih sedang tumbuh dan berkembang yang diperkirakan akan memerlukan energi listrik yang sangat besar. Itulah sebabnya mengapa pemerintah mencanangkan percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik 10.000 MW. Pada tahun 2004 PLN bahkan telah mengalami defisit pasokan listrik sebesar 20 persen sehingga memerlukan pembelian dari pihak ketiga (swasta) untuk menutupi defisit energi listrik itu. Sebesar 3 persen daripadanya bahkan dengan melakukan persewaan Genset. PLN sendiri hanya mampu memasok sebesar 77 persen daripada permintaan konsumen. Dewasa ini PLN mempekerjakan 47.532 karyawan di seluruh Indonesia. Sebesar 15,6 persen diantaranya berpendidikan sarjana dan pasca sarjana. Sumber Daya Manusia yang dimiliki PLN terus-menerus disiapkan untuk menghadapi tantangan yang terus meningkat. Manajemen PLN menyiapkan berbagai program pendidikan dan pelatihan yang ditujukan bagi menyiapkan SDM yang berbasis kompetensi serta penerapan knowledge management yang keduanya diharapkan menciptakan organisasi pembelajar (learning organization). Sejak tahun 1992, pemerintah telah memberikan kesempatan kepada swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan energi listrik. Itulah sebabnya sejak 1994, PLN berubah status dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Persero (Persero). Namun kebijakan itu belum membuat kita keluar dari krisis energi listrik. Perlu terobosan baru. Terobosan PLTN Dahlan Iskan harus memamfaatkan momentum ini. Terobosan itu, menurut saya paling tidak dalam dua hal. Pertama, Dahlan Iskan sudah saatnyai memulai langkah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Sesuatu yang selama ini seolah-olah ditabukan. Padahal negara-negara maju sudah membuktikan ternyata membangun PLTN jauh lebih mudah dan murah. Resistensi yang dibangun negara-negara maju terhadap PLTN sepatutnya dikaji secara komprehensif. Lebih-lebih ditengah semakin mahalnya harga bahan bakar bagi pembangkitan dari bahan yang tidak terbarukan yang depositnya semakin menipis. Pilihan PLTN menjadi opsi yang tidak bisa dihindari. Telaahan yang menyeluruh tentang PLTN diyakini akan mengantarkan kita kepada kesimpulan bahwa krisis panjang energi listrik memang memerlukan terobosan. Salah satu terobosan itu ialah PLTN. Terobosan kedua, mengoptimalkan swastanisasi bisnis energi listrik. PLN harus benar-benar menempatkan diri hanya sebagai korporasi operator, bukan regulator atau yang menggunakan pengaruhnya mempengaruhi regulator seolah-olah swastaniasi listrik akan merugikan konsumen. Fakta menunjukkan, PLN sebagai sebuah korporasi pada hakikatnya sangat tidak efisien. Peran Public Service Obligation (PSO) membuat PLN bermanja-manja dengan anggaran Rp 30 triliun lebih yang setiap tahun harus ditanggung APBN. Beban itu akan terus meningkat apabila tidak ada terobosan yang berarti. Apalagi sebagian besar investasi pembangunan pembangkit dan transmisi yang dimiliki PLN dibiayai oleh negara. Belajar dari bisnis telekomunikasi, bisnis listrik juga perlu reformasi yang mendasar. Dulu, pada saat PT.Telkom menjadi satu-satunya operator telekomunikasi yang dalam banyak hal bahkan menjadi regulator, harga pulsa kita termasuk yang tertinggi di dunia. Jumlah telepon terpasang termasuk yang terkecil di dunia. Kondisi itu mirip dengan apa yang kita alami di bidang listrik seperti sekarang ini. Rasio elektrifikasi kita termasuk yang terkecil di dunia. Dan harga daya listrik kita termasuk yang termahal di dunia. Lihatlah bisnis telekomunikasi saat ini. Setelah reformasi total melalui undangundang telekomunikasi no.16 tahun 1999, pulsa telekomunikasi kita dewasa ini termasuk yang termurah di dunia. Dan jumlah telepon terpasang menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Jumlah operator sangat banyak, nyaris tidak terbatas. Saya yakin ditangan Dahlan Iskan terobosan itu akan dilakukan. Sehingga lima tahun mendatang Indonesia akan berada pada rasio elektrifikasi yang sejajar dengan negara-negara industri dengan harga satuan daya termasuk yang termurah di dunia. Saya yakin saat itu akan tiba, ditangan Dahlan Iskan dengan berbagai langkah radikal atau terobosan sebagaimana ia mebangun imperium bisnis persnya yang telah teruji. Semoga Tuhan memberikan kekuatan kepadanya menunaikan tugas menciptakan listrik bagi bangsa ini yang cukup dan murah, padahal Dahlan Iskan sudah melakukan cangkok hati. Tekad mulia memberikan yang terbaik bagi bangsanya, memaksanya menerima tantangan ini. Penulis adalah Wakil Ketua DPRD SU SMS: 081962 01 23