LAPORAN KELOMPOK III.B COLABORATIVE LEARNING URTIKARIA ANGGOTA: DWI RATIH SEPTIA INTEN NURASADINA KHAIRUL WARA NAZARUDIN NUR PRIZAN KENY IDRIS SHINTA TRISNAYANTHI TITI YULIANI YESI NURJANAH ZAINUL FATIMAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS ABDURRAB PEKANBARU 2015/2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Dapat terjadi secara akut maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah untuk penderita, maupun untuk dokter. Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah ditemukan, ternyata pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan. Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Terdapat bermacam-macam penggolongan urtikaria, yaitu berdasarkan lamanya serangan (akut dan kronik), berdasarkan morfologi klinis (urtikaria papular, gutata, girata, anular, dan arsinar), menurut luasnya (urtikaria lokal, generalisata, dan angioedema), dan berdasarkan penyebab urtikaria dan mekanisme terjadinya (urtikaria imunologik, nonimunologik, dan idiopatik). 1.2 Batasan Masalah Makalah ini membahas definisi, klasifikasi, etiologi, patogenesis dan patofisiologi, tanda dan gejala, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan dari Urtikaria. 1.3 Tujuan Penulisan Agar penulis mampu memahami tentang definisi, klasifikasi, etiologi, patogenesis dan patofisiologi, tanda dan gejala, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan dari Urtikaria. 1.4 Metode Penulisan Metode yang dilakukan dalam penulisan makalah ini adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk berbagai literature. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. (Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UI, 2002) (a) sengatan serangga (b) kontaktan 2.2 Klasifikasi Terdapat bermacam-macam paham penggolongan urtikaria, berdasarkan lamanya serangan berlangsung dibedakan urtikaria akut dan kronik. Disebut akut bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari; bila melebihi waktu tersebut digolongkan sebagai urtikaria kronik. Urtikaria akut lebih sering terjadi pada anak muda, umumnya laki-laki lebih sering daripada perempuan. Urtikaria kronik lebih sering pada wanita usia pertengahan. Penyebab urtikaria akut lebih mudah diketahui, sedangkan pada urtikaria kronik sulit ditemukan. Ada kecenderungan urtikaria lebih sering diderita oleh penderita atopik. Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan menurut bentuknya, yaitu urtikaria papular bila berbentuk papul, gutata bila besarnya sebesar tetesan air, dan girata bila ukurannya besar-besar. Terdapat pula yang anular dan arsinar. Menurut luasnya dan dalamnya jaringan yang terkena, dibedakan urtikaria lokal, generalisata, dan angioedema. Ada pula yang menggolongkan berdasarkan penyebab urtikaria dan mekanisme terjadinya, maka dikenal urtikaria imunologik, nonimunologik, dan idiopatik sebagai berikut: I. Urtikaria atas dasar reaksi imunologik a. bergantung pada Ig E (reaksi alergik tipe I) 1. pada atopi 2. antigen spesifik (polen, obat, venom) b. ikut sertanya komplemen 1. pada reaksi sitotoksik (reaksi alergi tipe II) 2. pada reaksi kompleks imun (reaksi alergi tipe III) 3. defisiensi C1 esterase inhibitor (genetik) c. reaksi alergi tipe IV (urtikaria kontak) II. Urtikaria atas dasar reaksi nonimunologik a. langsung memacu sel mas, sehingga terjadi pelepasan mediator (misalnya obat golongan opiat dan bahan kontras) b. bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat misalnya aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid golongan azodyes) c. trauma fisik, misalnya dermogravisme, rangsangan dingin, panas atau dingin, dan bahan kolenergik. III. Urtikaria yang tidak jelas penyebabnya dan mekanismenya, digolongkan idiopatik. 2.3 Etiologi Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam, diantaranya : obat, makanan, gigitan/sengatan serangga, bahkan fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi, dan infestasi parasit, psikis, genetik, dan penyakit sistemik. 1. Obat Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtika, baik secara imunologik maupun nonimunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe I atau II. Contohnya ialah obat-obat golongan penisilin, sulfonamid, analgesik, pencahar, hormon, dan diuretik. Ada pula obat yang secara nonimunologik langsung merangsang sel mas untuk melepaskan histamin, misalnya kodein, opium, dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakidonat. 2. Makanan Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut, umumnya akibat reaksi imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain yang dicampurkan ke dalamnya seperti zat warna, penyedap rasa, atau bahan pengawet, sering menimbulkan urtikaria alergika. Contoh makanan yang sering menimbulkan urtikaria ialah telur, ikan, kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka; bahan yang dicampurkan seperti asam nitrat, asam benzoat, ragi, salisilat, dan penisilin. 3. Gigitan/sengatan serangga Gigitan/sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, agaknya hal ini lebih banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe selular (tipe IV). Tetapi venom dan toksin bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding, dan serangga lainnya, menimbulkan urtika bentuk papular di sekitar tempat gigitan, biasanya sembuh sendirinya setelah beberapa hari, minggu, atau bulan. 4. Bahan fotosensitizer Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria. 5. Inhalan Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I). Reaksi ini sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai gangguan napas. 6. Kontaktan Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kuku binatang, serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya insect repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria. 7. Trauma fisik Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau memegang benda dingin; faktor panas, misalnya sinar matahari, sinar U.V, radiasi dan panas pembakaran; faktor tekanan, yaitu goresan, pakaian ketak, ikat pinggang, air yang menetes atau semprotan air, vibrasi dan tekanan berulang-ulang contohnya pijatan, keringat, pekerjaan berat, demam dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun nonimunologik. 8. Infeksi dan infestasi Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit. Infeksi oleh bakteri, contohnya pada infeksi tonsil, infeksi gigi, dan sinusitis. Masih merupakan pertanyaan, apakah urtikaria timbul karena toksin bakteri atau sensitisasi. Infeksi virus hepatitis, mononukleosis, dan infeksi virus Coxsackie pernah dilaporkan sebagai faktor penyebab. Karena itu pada urtikaria yang idiopatik perlu dipikirkan kemungkinan infeksi virus subklinis. Infeksi jamur kandida dan dermatofit sering dilaporkan sebagai penyebab urtikaria. Infestasi cacing pita, cacing tambang, cacing gelang juga Schistosoma atau Echinococcus dapat menyebabkan urtikaria. 9. Psikis Tekanan jiwa dapat memacu sel mas atau langsung menyebabkan peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Ternyata hampir 11,5% penderita urtikaria menunjukkan gangguan psikis. Penyelidikan memperlihatkan bahwa hipnosis dapat menghambat eritema dan urtikaria. Pada percobaan induksi psikis, ternyata suhu kulit dan ambang rangsang eritema meningkat. 10. Genetik Faktor genetik ternyata berperan penting pada urtikariadan angioedema, walaupun jarang menunjukkan penurunan autosomal dominan. Diantaranya ialah angioneurotik edema herediter, familial cold urticaria, familial localized heat urticaria, vibratory angioedema, heredo-familial syndrome of urticaria deafness and amyloidosis, dan erythropoietic protoporphyria. 11. Penyakit sistemik Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Penyakit vesiko-bulosa, misalnya pemfigus dan dermatitis herpetiformis Duhring, sering menimbulkan urtikaria. Sejumlah 79% penderita lupus eritematosus sistemik dapat mengalami urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering disertai urtikaria antara lain limfoma, hipertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa, artritis pada demam reumatik, dan artritis reumatoid juvenilis. 2.4 Perbedaan dengan Dermatitis Atopik, Dermatitis Kontak Alergik, Erupsi Obat, dan Eritema Multiformis a. Dermatitis atopik (a) Dermatitis atopik pada bayi (b) dermatitis atopik pada anak daerah lipatan, khas: likenifikasi (c) dermatitis pada dewasa 90 Definisi Adalah dermatitis yang timbul pada individu dengan riwayat atopik pada dirinya sendiri ataupun keluarganya, yaitu riwayat asma bronkial, rinitis aergi dan reaksi alergi terhadap serbuk-serbuk tanaman. Penyebab dan epidemiologi Penyebab 9 diketahui, tetapi faktor turunan merupakan : Yang pasti belum dasar pertama untuk timbulnya penyakit. Umur : Bayi : 2 bulan-2 tahun. 90 90 Anak : 3-10 tahun Dewasa : 13-30 tahun. Jenis kelamin : Lebih bnyak pada wanita Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit Bangsa/ras : Semua bangsa Daerah : Yang panas (banyak keringat) lebih sering terkena Iklim : Panas dan lembab memudahkan timbulnya penyakit Higiene : Yang kurang memperberat penyakit Keturunan : Diduga diturunkan secara autosomal resesif dan dominan Lingkungan : Yang banyak mengandung sensitizer, iritan serta yang menggangu emosi lebih mudah menimbulkan penyakit. Gejala singkat penyakit Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: dasar penyakit adalah faktor herediter yang oleh faktor luar menimbulkan kelainan kulit dimulai dengan eritema, papula-papula, vesikel sampai erosi dan likenifikasi. Penderita tampak gelisah, gatal dan sakit berat. Pemeriksaan kulit Lokalisasi : Bayi : kedua pipi, kepala, badan, lipat siku, lipat lutut Anak : Tengkuk, lipat siku, lipat lutut. Dewasa : Tengkuk, lipat lutut, lipat siku, punggung kaki. Efloresensi : Bayi : Eritema berbatas tegas, papula atau vesikel miliar disertai erosi dan eksudasi serta krusta. Anak : Papula-papula miliar, likenifikasi, tak eksudatif. Dewasa : Biasanya hiperpigmentasi, kering dan likenifikasi. Gambaran histopatologi Tidak khas Labolatorium 1. Dermatografisme putih, untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan terhadap kulit 2. Percobaan asetilkolin akan menimbulkan vasokonstriksi kulit akan tampak sebagai garis pucat selama 1 jam Diagnosis banding 1. Dermatitis kontak (dengan tipe bayi): biasanya lokalisasi sesuai dengan tempat kontaktan, lesi berupa papula milier dan erosi. 2. Dermatitis numularis: biasanya pada orang dewasa, eksudatif, ekstremitas inferior, tidak ada stikmata atopik. b. Dermatitis kontak alergik (a) pada tungkai (b) pada leher (c) pada kuku Definisi Dermatitis kontak alergen adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi. Penyebab dan epidemiologi Penyebab : Alergen = kontaktan 9 = sensitizer. Biasanya berupa bahan logam berat, kosmetik (lipstik, deodoran, cat rambut), bahan perhiasan (kaca mata, jam tangan, anting-anting), obat-obatan (obat kumur, sulfa, penisilin), karet (sepatu, BH), dan90lain-lain. Umur 90umur : Dapat pada semua Jenis kelamin : Frekuensi yang sama pada pria dan wanita. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit Bangsa / ras : Semua bangsa Daerah : Tak berpegaruh Higiene : Yang kurang mempermudah timbulnya penyakit Lingkungan : Berpengaruh besar untuk timbulnya penyakit, seperti pekerjaan dengan lingkungan yang basah, tempat-tempat lembab atau panas, pemakaiaan alat-alat yang salah. Gejala singkat penyakit Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan : Kemerahan pada daerah kontak, kemudian timbul eritema, papula , vesikel, dan erosi. Penderita selalu mengeluh gatal. Pemeriksaan kulit Lokalisasi : Semua bagian tubuh dapat terkena Efloresensi : Eritema numular sampai dengan plakat, papula dan vesikel berkelompok disertai erosi numular hingga plakat. Terkadang hanya berupa makula hiperpigmentasi dengan skuama halus. Gambaran histopatologi Tidak khas Pemeriksaan labolatorium 1. Pemeriksaan eosinofil darah tepi 2. Pemeriksaan imunoglobulin E Uji tempel (patch test) Uji gores (scatch test) Uji tusuk (prick test) Diagnosis banding 1. Dermatofitosis: biasanya berbatas tegas; pinggir aktif; dan bagian tengah agak menyembuh. 2. Dermatitis seboroika: biasanya pada tempat seboroika dengan kelainan khas berupa skuama berminyak, warna kekuningan. 3. Kandidiasis: biasanya dengan lokalisasi yang khas. Efloresensi berupa eritema, erosi dan ada lesi satelit c. Dermatitis medikamentosa/erupsi obat (a) Morbiliforme akibat erupsi obat (b) stephen-johnson syndrome (b) Definisi Merupakan penyakit yang terjadi karena penggunaan obat kulit dan selaput lendir Penyebab dan epidemiologi Penyebab : Obat-obat yang masuk kedalam tubuh melalui mulut, suntikan atau anal. Umur : Dapat pada semua umur Jenis kelamin : Frekuensi yang sama pada pria dan wanita Ras : semua bangsa Lingkungan : Tidak berpengaruh Keturunan : Akan berpengaruh jika ada sifat hipersensitivitas Gejala singkat penyakit Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: gejala dapat timbul akut, subakut dan kronis. Keluhan utama biasanya gatal, dan suhu badan meninggi. Pemeriksaan kulit Lokalisasi : Seluruh tubuh. Simetris Efloresensi : Makulo-papular (morbiliformis) urtikaria, vesikobulosa dan purpura (polimorf) atau berupa eritema multiforme. Labolatorium 1. Hitung eosinofil 2. Uji kulit dan tes provokasi oral terhadap obat-obat yang dicurigai Diagnosis banding Tergantung lokalisasi, jenisdan sifat efloresensi, yaitu dengan urtikaria, pemfigus, atau dermatitis hipertiformis. Penatalaksanaan Umum : Hentikan pemakaiaan obat-obatan yang diduga menyebabkan dermatitis. Khusus - Sistemik: Antihistamin; antibiotik; kortikosteroid - Topikal : jika basah kompres terbuka dengan sol. KmnO4. Jika kering dengan salep kortikosteroid. d. Eritema multiformis (a) Lesi target pada eritema multiforme (b)Target atipikal (c)Pada telapak tangan Definisi Adalah reaksi mendadak dikulit dan selaput lendir efloresensi yang khas berupa gambaran iris. Penyebab dan epidemiologi Penyebab : Penyebab yang pasti belum jelas, diduga karena alergi obat, infeksi virus, udara dingin, atau rangsangan fisik. Umur : Biasanya dewasa Jenis kelamin : Frekuensi yang asama pada pria dan wanita Faktor-faktor yang mempengaruhi tibulnya penyakit Bangsa : Semua bangsa Iklim : Panas atau dingin, sering merupakan faktor pencetus Higiene : Kurang baik sehingga menyababkan penyakit ini Keturunan : Diabetes militus, sering merupakan faktor penyebab Lingkungan : Yang memberi rangsangan Gejala singkat penyakit Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: tanpa sebab yang jelas, mendadak demam, malaise, dan kesadaran menurun. Pada kulit timbul makula, eritema berbatas tegas, disusul lepuh-lepuh, kelainan ini dapat melibatkan selaput lendir. Penderita mengeluh nyeri dan gatal. Pemeriksaan kulit Lokalisasi : Punggung tangan, telapak tangan dan kaki, bagian ekstensor, ektremitas, selaput lendir, dan genitalia. Efloresensi : Tipe makular berupa makula eritematosa yang bundar dengan Vesikel pada bagian tengahnya sehingga menyerupai cincin yang disebut bentuk iris (target cell). Tipe bulosa: tampak plak urtika dan diberbagai tempat ditemukan bula-bula besar, lebar, tak berbatas tegas, dikelilingi oleh eritema. Labolatorium 1. Pemeriksaan kimia darah untuk melihat anemia dan gangguan elektrolit 2. Pemeriksaan kemih untuk melihat pengaruh pada ginjal Diagnosis banding 1. Pemfigus: makula eritematosa dengan bula yang tegas, tak gatal. Keadaan umum menurun dan terjadi epidermolisis. 2. Dermatitis medikamentosa: biasanya didahului riwayat penggunaan obat (oral atau suntikan), disusul erupsi kulit mendadak. 3. Nekrolisis epidermal toksik: bula besar-besar, kendur, tidak ada sel target, dan ada epidermolisis. Penatalaksanaan Umum : Menjaga keseimbangan elektrolit dengan memberi makan dan elektrolit melalui vena, terutama jika tak dapat menelan. Khusus : sistemik: injeksi kortikosteroid seperti betametason 4x0,5 mg/hari sampai lesi kering. Sesudah penderita dapat makan, diberi secara oral. Antibiotik seperti gentamisin 1g/hari IV; oksitetrasiklin 4x500 mg/hari, flaforan 1 g/hari IV. Prognosis Menuju baik Prognosis Umumnya baik 2.5 Patogenesis Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat. Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator-mediator, misalnya histamin, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mas dan atau basofil. Selain itu terjadi pula inhibisi proteinase oleh enzim proteolitik, misalnya kalikrin, tripsin, plasmin, dan hemotripsin didalam sel mas. Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel mas atau basofil untuk melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosine mono phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik, misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit secara tidak diketahui mekanismenya, langsung dapat mempengaruhi sel mas untuk melepaskan mediator. Faktor fisik, misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan, dapat secara langsung merangsang sel mas. Beberapa keadaan, misalnya demam, panas, emosi, dan alkohol dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas. Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik; biasanya IgE terikat pada permukaan sel mas dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc, bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE, maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen juga ikut berperanan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara alternatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a , C5a ) yang mampu merangsang sel mas dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri. Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks imun, pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak dapat juga terjadi, misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga, bahan kosmetik, dan sefalosporin. Kekurangan 𝐶1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan edema angioneurotik yang herediter. Skema Patogenesis FAKTOR NON IMUNOLOGIK FAKTOR IMUNOLOGIK Bahan kimia pelepas mediator Reaksi tipe I (IgE) (morfin, kodein) (inhalan, obat, makanan, infeksi) Faktor fisik SEL MAS BASOFIL Reaksi tipe IV (panas, dingin, trauma, (kontraktan) sinar X, cahaya) Pengaruh komplemen aktivasi – komplemen Efek kolinergik klasik - alternatif (Ag – Ab, venom, toksin) PELEPASAN MEDIATOR H1 SRSA, serotonin, Kinin, PEG, PAF Reaksi tipe II Reaksi tipe III Alkohol Emosi VASODILATASI PERMEABILITAS KAPILAR MENINGKAT Faktor genetik DEFISIENSI C1 esterase inhibitor Demam URTIKARIA Familial cold urticaria Familial heat urticaria IDIOPATIK ? 2.6 Gejala Klinis Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat lentikular, numular, sampai plakat. Bila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa atau subkutan, juga beberapa alat dalam misalnya saluran cerna dan napas, disebut angioedema. Pada keadaan ini jaringan yang lebih sering terkena ialah muka, disertai sesak nafas, serak, dan rinitis. Dermografisme, berupa edema dan eritema yang linear dikulit yang terkena goresan benda tumpul, timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada urtikaria akibat tekanan, urtikaria timbul pada tempat yang tertekan, misalnya disekitar pinggang, pada penderita ini dermografisme jelas terlihat. Urtikaria akibat penyinaran biasanya pada gelombang 285-320 nm dan 400-500 nm, timbul setelah 18-72 jam penyinaran, dan klinis berbentuk urtikaria papular. Hal ini harus dibuktikan dengan tes foto tempel. Sejumlah 7-17% urtikaria kronik disebabkan faktor fisik, antara lain akibat dingin, panas, tekanan dan penyinaran. Umumnya pada dewasa muda, terjadi pada episode singkat, dan biasanya umum kortikosteroid sistemik kurang bermanfaat. Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi, makanan yang merangsang, dan pekerjaan berat. Biasanya sangat gatal, urtika bervariasi dari beberapa mm sampai numular dan konfluen membentuk plakat. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut, diare, muntah-muntah, dan nyeri kepala; dijumpai pada umur 15-25 tahun. Urtikaria akibat obat atau makanan umumnya timbul secara akut generalisata. 2.7 Pembantu Diagnosis Walaupun memulai anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis mudah ditegakkan diagnosis urtikaria, beberapa pemeriksaan diperlukan untuk membuktikan penyebabnya, misalnya: 1. Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada dugaan urtikaria dingin. 2. Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina perlu untuk menyingkirkan adanya infeksi fokal. 3. Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil, dan komplemen. 4. Tes kulit, meskipun terbatas kegunaannya dapat dipergunakan untuk membantu diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test), serta tes intradermal dapat dipergunakan untuk mencari alergen inhalan, makanan dermatofit dan kandida. 5. Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu. 6. Pemeriksaan histopatologik, walaupun tidak selalu diperlukan, dapat membantu diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapilar di papila dermis, geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak infiltrat leukosit, terutama di sekitar pembuluh darah. 7. Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel. 8. Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosis urtikaria kolinergik. 9. Tes dengan es (ice cube test) 10. Tes dengan air hangat 2.8 Diagnosis dan Diagnosis Banding Dengan anamnesis yang teliti pemeriksaan klinis yang cermat serta pembantu diagnosis di atas, agaknya dapat ditegakkan diagnosis urtikaria dan penyebabnya. Walaupun demikian hendaknya dipikirkan pula beberapa penyakit sistemik yang sering disertai urtikaria. Urtikaria kronik harus dibedakan dengan purpura anafilaktoid, ptiriasis rosea bentuk papular, dan urtikaria pigmentosa. 2.9 UKK yang Dapat Muncul pada Urtikaria Pada urtikaria terdapat berbagai macam UKK yang dapat muncul, diantaranya yaitu: 1. Eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat 2. Bentuknya dapat papular (akibat disengat serangga), dapat juga linear, annular, atau arkuata 3. Ukurannya dapat lentikular, nummular, dan plakat. 4. Dapat juga terjadi dermografisme (lesi urtikaria akibat menggaruk). 2.10 Penatalaksanaan Untuk penatalaksanaan farmakoterapi lini pertama dapat diberikan obat Ceterizin dengan dosis 5-10mg/hari atau Loratadin dengan dosis 10mg/hari, kedua obat golongan Antagonis H-1 yang diindikasikan pada pasien yang terdapat alergi dengan sediaan tablet. Selain itu juga, dapat diberikan obat Cimetidin dengan dosis 800mg/hari atau Ranitidin dengan dosis 300mg/hari, kedua obat golongan Antagonis H-2 yang diindikasikan untuk pasien penurunan sekresi asam lambung dengan sediaan tablet. Selain itu, bisa juga diberikan obat Prednison, Methylprednisolone atau Prednisolone. Namun disini lebih disarankan untuk menggunakan Prednison pada dosis dewasa 40-60mg/hari, anak-anak dengan dosis 1mg/kgbb/hari, obat ini dari golongan glukokortokoid yang diindikasikan pada pasien yang memiliki alergi dan penyakit inflamasi dengan sediaan obat tablet. Lalu obat dari golongan antidepresan trisiklik yaitu Doxepin dengan dosis dimulai dari dosis rendah (25mg/hari); bertahap titrasi atas setiap 5-7 hari, dengan rentang dosis 25-300mg/hari per oral, sampai 150mg/hari sebagai dosis tunggal dengan sediaan obat kapsul. 2.10 Prognosis Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi, urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari. BAB III PENUTUP Kesimpulan Urtikaria adalah rekasi vaskuler dikulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Terdapat bermacam-macam penggolongan urtikaria, yaitu berdasarkan lamanya serangan (akut dan kronik), berdasarkan morfologi klinis (urtikaria papular, gutata, girata, anular, dan arsinar), menurut luasnya (urtikaria lokal, generalisata, dan angioedema), dan berdasarkan penyebab urtikaria dan mekanisme terjadinya (urtikaria imunologik, nonimunologik, dan idiopatik). Pengobatan lini pertama pada urtikaria dapat dengan pemberian obat Ceterizin dengan dosis 5-10 mg/hari atau Loratadin dengan dosis 10 mg/hari, kedua obat golongan Antagonis H-1 yang diindikasikan pada pasien yang terdapat alergi dengan sediaan tablet. Saran Begitulah makalah ini penulis buat. Semoga dengan ini dapat membantu pembaca untuk memahami hal-hal yang menyangkut tentang Urtikaria. Makalah sederhana ini tidak didasarkan oleh penelitian, tetapi penulis mendasarkannya dari referensibeberapa literatur. Bila ada kesalahan dan kekurangan dalam pembuatan laporan ini,penulis berharap dapat diperbaiki dilain kesempatan untuk mendapatkan laporan yang lebih baik lagi. DAFTAR PUSTAKA Djuanda A, Buku Ajar Ilmu penyakit kulit dan Kelamin, Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2007. Medscape NCBI