1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dewa-dewa dalam agama Hindu, khususnya dewa-dewa tertinggi yang digambarkan memiliki suatu kekuatan atau tenaga yang diperlukan untuk melakukan semua tugas yang harus mereka jalankan. Kekuatan atau tenaga yang para dewa-dewa atau dewi-dewi gunakan ini disebut dengan Sakti1. seringkali diwujudkan sebagai dewi pasangan dewa-dewa tersebut. Dalam aliran Vaisnava, sakti Visnu diwujudkan sebagai Laksmi, dan dalam aliran Saiva, sakti Siva di sebut Dev Menurut kitab Purana2, sakti Siva atau dewi ini memiliki dua aspek yakni aspek santa atau saumya, dan aspek krodha atau raudra3. Selain itu, untuk kepentingan pemujaannya kedua aspek Devi ini menjelma menjadi dewi-dewi yang sangat banyak jumlahnya, salah satu sakti Siva yaitu Devi Durga, dan Devi Durga ini termasuk salah satu aspek krodha.4 Durga mempunyai beberapa tugas, dan di antaranya tugas yang paling terpenting adalah melindungi umat manusia dari kesulitan yang ditimbulkan oleh serangan musuh atau orang-orang jahat yang mencelakai manusia. Tugas utama ini tercermin pada nama dewi yakni Durga, yang berarti benteng yang 1 Kata lain dari istri. Sebagian umat Hindu berpendapat bahwa sakti sebagai kekuatan Deva Siva Salah satu kitab suci Agama Hindu yang didalamnya menerangkan tentang mitologi, ceritacerita, dongeng dan deva-deva dalam Hindu. 3 Arti lain adalah dahsyat (kekuatan yang ada pada diri Devi Durga) 4 Hariani Santiko, Kedudukan Bhatari Durga Di Jawa Pada Abad X Sampai XV Masehi, (Jakarta, 1987), h 243 2 2 memusnahkan kesulitan-kesulitan atau halangan-halangan yang menyebabkan manusia tertindas dari kejahatan. Perbuatan Durga yang melindungi manusia itu, dilambangkan oleh ceritacerita tentang pembinasaan para Asura yang telah mengganggu dewa-dewa oleh Durga, yang di muat dalam kitab-kitab Purana, dan oleh sebab itu Durga dikenal dengan sebutan Durga Mahisasuramardhini (Durga pembunuh Mahisasura). Walaupun cerita tersebut di atas yang tertua ada dalam kitab Markandeya purana, namun pengarcaan Durga Pembinasa Asura ini telah terjadi jauh sebelumnya. Arca Durga Mahisasuramardhini yang dianggap paling tua di India, menurut Banerjea adalah sebuah arca dari Bhita yang berasal dari zaman Gupta, namun penemuan terakhir mengungkapkan bahwa perwujudan ‘ Durga Pembinasa Asura ’ yang tertua bukannya arca Bhita melainkan sebuah relief pada sekeping materai tanah liat yang diketemukan di Nagar, Rajashtan, dan di perkirakan berasal dari sekitar abad I Masehi. Arca-arca Durga Mahisasuramardhini, di India sangat banyak jumlahnya, dan kebanyakan dijumpai dalam relung-relung sebelah utara kuil Saiva. Beberapa arca Durga memang diketemukan dalam kuil-kuil yang khusus diperuntukkan Durga, misalnya pada kuil Durga yang berada di Jagat, Rajhastan. Arca-arca Durga yang di sebut terakhir ini khusus dipuja oleh penganut aliran Sakta, yakni aliran dalam agama Hindu yang memuja sakti, terutama sakti dewa Siva.5 Di samping bentuk Durga Mahisasuramardhini, di India masih dijumpai bentuk Durga lainnya yang berjumlah sembilan, dan dikenal secara keseluruhan sebagai Nava Durga, kesemblian Durga ini, di gambarkan dan dipuja secara 5 Made I Titib, Teologi Dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu ( Surabaya : Paramitha 2003 ), h 334-336 3 berkelompok, namun kadang-kadang masing-masing bentuk dipuja sendirisendiri. Apabila dipuja secara berkelompok, maka Durga dalam bentuk Durga Mahisasuramardhini yang disebut pula Katyayani, candi atau Candisvari diletakkan ditengah-tengah, dan di kelilingi oleh kedelapan bentuk Durga lainnya yang penempatannya disesuaikan dengan arah mata angin. Dalam upaya pemahaman berbagai tindakan dan sifat Durga, diperlukan suatu pengetahuan yang sangat mendasar tentang konsep dewi pada umumnya, suatu pengetahuan yang berpangkal pada pemujaan Dewi Ibu (Mother Goddes, Magna Mater). Kultus Dewi Ibu ini, yang kemudian merupakan bagian terpenting pada kebudayaan agraris, sebenarnya telah muncul jauh sebelum diketemukannya cara-cara bercocok tanam, sebab utama munculnya pemujaan Dewi Ibu ini, ialah perasaan takjub, heran dan ketidakfahaman akan proses-proses alam yaitu tentang proses kelahiran, dan rahasia asal mula kehidupan yang ada di jagat raya ini. Jalan fikiran masyarakat yang masih sangat sederhana, mencari sumber-sumber penyebab dan pilihannya, yaitu jatuh pada tokoh wanita atau Ibu, karena menurut pengalaman mereka, hanya kaum wanitalah yang melahirkan. Kekuatan alam yang telah melahirkan, segala yang ada di dunia ini di personifikasikan sebagai seorang Dewi. Uraian tentang berbagai bentuk atau aspek Durga ini dalam kitab-kitab keagamaan, ternyata sangat luas dan seringkali terjadi tumpang tindih dengan konsepsi tokoh-tokoh Dewi-dewi lainnya. 4 Konsepsi Dewi Ibu ini, kemudian akan tetap hidup dan menjadi konsep dasar pemujaan Dewi Durga hampir di seluruh dunia. Dan berbagai aspeknya, diwujudkan sebagai tokoh-tokoh dewi tertentu.6 Sosok Devi Durga dalam agama Hindu mempunyai pengaruh yang sangat besar, tentunya berpengaruh pula pada ajaran dan keberagamaan umat Hindu itu sendiri. Apakah umat Hindu akan cenderung kepada penolakan perwujudan Devi Durga, atau lebih cenderung berbakti kepada Devi Durga, dan ada pula reaksi umat Hindu ketika ajaran-ajaran Devi Durga mempengaruhi keimanan umat Hindu. Selain sosok Devi Durga yang melindungi umatnya, di Pura Dalem Purnajati Devi Durga dikenal dengan sosok yang menyeramkan, menyeramkan ketika Devi Durga memarahi umatnya yang lengah atau lalai dalam mengerjakan pekerjaanya. Devi Durga juga mengajarkan ajarannya dengan cara meminta kepada roh-roh leluhur yang sudah meninggal, bahasa modernnya disebut dengan ilmu magic. Permintaan apapun yang umatnya inginkan Devi Durga mengabulkannya. Ada beberapa pandangan tentang Devi Durga, yang pertama terdapat pada kisah-kisah kuno agama Hindu, yang kedua adalah ajaran-ajaran kuno agama Hindu, dan sejarah napak tilas Devi Durga, dan bahkan kontroversi para agamawan Hindu tentang Devi Durga. Berdasarkan penjelasan di atas, mengenai pengertian Devi Durga, serta pandangan masyarakat umat Hindu tentang Devi Durga, sehingga siapapun yang membaca hasil penulisan ini, khususnya umat Hindu akan memahami, bagaimana 6 Ayu Ida Surayin Putu, Durga ( Surabaya : Paramitha 2004 ), h 20-25 5 Devi Durga sehingga tidak akan terlupakan kembali dalam urutan Deva Devi yang ada di pelataran ritual umat Hindu pada umumnya. Untuk itu, pada penulisan skripsi ini, penulis mengambil tema “ Pandangan Masyarakat Hindu Tentang Devi Durga ( Studi Kasus Di Pura Dalem Purnajati, Cilincing Jakarta Utara) “ guna memahami, bagaimana pandangan tentang Devi Durga bagi masyarakat Hindu itu sendiri, dan apa ajaran Devi Durga bagi masyarakat Hindu. Dengan dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, antara lain sebagai berikut : a. Seiring dengan perkembangan di bidang fisik, rupanya di bidang spiritualpun tidak ketinggalan, berkenaan dengan hal tersebut agama Hindu dengan salah satu agama yang dalam kenyataannya ikut serta mengisi pembangunan di bidang spiritual, memiliki perkembangan yang cukup baik. b. Penulis ingin mengetahui lebih dalam, mengenai pandangan masyarakat Hindu tentang Devi Durga, yang menurut penulis sangat menarik untuk mengkajinya dan untuk menambah pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, khususnya Program Studi Perbandingan Agama. c. Selain itu, adapun tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah untuk memahami dan mempelajari agama orang lain di luar agama yang penulis anut, dan selain itu juga mengetahui dengan pasti pandangan masyarakat Hindu tentang Devi Durga, khususnya di Pura Dalem Purnajati, yang berada di Cilincing. Hal ini juga merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana S-1 di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Program Studi Perbandingan Agama. 6 B. Perumusan dan Pembatasan Masalah Durga adalah Dewi dalam agama Hindu, karena peranan Durga sangatlah penting bagi agama dan masyarakat Hindu, maksud dan tujuan di setiap aspeknya yaitu untuk melindungi manusia dari segala kejahatan yang menimpa manusia itu sendiri. Dalam hal ini, Devi Durga termasuk salah satu tokoh yang paling penting bagi struktural Deva Siva, dan sosok Devi Durga inilah yang menjadi tokoh paling menarik dibahas di antara sakti-sakti Deva Siva, karena ia di yakini sebagai sosok Dewi Ibu yang melindungi umatnya, dan mempunyai profil dan ajaran yang berbau ke dalam umat Hindu. Dari rumusan diatas, maka penulisan skripsi ini ditekankan kepada persoalan-persoalan : 1. Bagaimana pandangan masyarakat Hindu tentang Devi Durga yang ada di Pura 2. Dalem Purnajati? Apa Ajaran Devi Durga bagi masyarakat Hindu yang ada di Pura Dalem Purnajati? C. Tujuan Penulisan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menggambarkan dan menjelaskan, bagaimana pandangan masyarakat Hindu terhadap Devi Durga di Pura Dalem Purnajati, yang selama ini menjadi perbincangan para sarjanawan Hindu. 2. Menjelaskan dan menceritakan, bagaimana perwujudan Devi Durga sebelum menjadi Sakti dan menceritakan pula Devi Durga diceraikan menjadi Sakti Deva Siva. 7 3. Menjelaskan dan menguraikan, apa ajaran Devi Durga dalam bangunan keimanan umat Hindu. 4. Menambah koleksi studi agama Hindu pada perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. D. Sumber Penulis telah melakukan penelusuran yang sangat mendalam tentang Devi Durga, dari sumber-sumber agama Hindu, maupun dari sumber yang lainnya, dalam hal ini mempunyai dua sumber yang menjadi patokan penulis. Sumber yang pertama adalah sumber primer dan yang kedua adalah sumber sekunder. Sumber primer yang dipakai oleh penulis untuk judul skripsi ini adalah Kitab Suci Veda, sebagai sumber utama dari penjelasan Devi Durga ini kemudian, Kitab Suci Purana karena didalamnya terdapat kisah-kisah tentang Devi Durga. Begitu juga penulis mengutip bagian dari Kitab Suci Purana yaitu Siva Purana, yang menjelaskan secara jelas dan panjang lebar tentang kisah Sang Hyang Siva, beserta apa yang ia alaminya, termasuk pula didalamnya diceritakan sakti-sakti Sang Hyang Siva. Selain menggunakan sumber primer, penulis juga menggunakan sumber sekunder dalam penyusunan skripsi ini, dan penulis juga memakai sumber-sumber dari buku-buku hasil interpretasi umat Hindu tentang Devi Durga, seperti buku Mengenal Sang Hyang Siva, yang menceritakan Sang Hyang Siva dari awal hingga akhir, termasuk pula didalamnya Devi Durga, sehingga akan lebih jelas menjelaskan tentang Devi Durga yang menjadi penjelasan utama dalam skripsi 8 ini. Penulis juga mencoba mengambil kesimpulan dari buku Mengenal Devi Durga, yang didalamnya menjelaskan tentang Devi Durga secara keseluruhan. Sehingga penulisan ini tidak melebar ke tokoh-tokoh yang lain. Selain itu, penulis juga mencoba mengutip dari berbagai sumber lainnya seperti Ensiklopedy Of Religion, dalam buku itu terdapat satu pembahasan tentang Devi Durga, makna dan konsep Devi Durga sendiri. Penulis juga menggunakan atau memakai Kamus Agama Hindu, untuk memberikan maknamakna terhadap istilah-istilah atau kalimat-kalimat yang penulis kurang mengerti, sehingga penulisan skripsi ini, tidak mendapat kesulitan apapun. Selain itu pula, penulis mencoba mengambil sumber-sumber dari berbagai artikel-artikel Hindu, yang menjelaskan tentang Devi Durga, maupun yang menjelaskan tentang apa-apa yang berkaitan dengan Devi Durga, seperti artikel Sinar Hindu, pada edisi VII Januari 2007, di sana juga menjelaskan tentang perwujudan Devi Durga. Penulis juga menulusuri sumber-sumber dari media cetak, maupun media elektronik, termasuk internet. Untuk melengkapi skripsi ini, penulis juga memberikan bab sendiri untuk tokoh para agamawan agama Hindu, untuk pendapat dan pandangannya tentang Devi Durga, sehingga tidak ada kesan bahwa skripsi ini adalah hasil interpretasi mutlak penulis. Dan penulis akan menjadikan skripsi ini multi sumber sehingga dapat dibaca, difahami, dan dimengerti oleh siapapun. E. Metodologi dan Teknik Penulisan Menurut William F. Whyte, Deskriptif yaitu digunakan agar mampu memahami dan memberikan gambaran yang jelas dan terang mengenai 9 permasalahan yang ditulis dalam skripsi ini.7 Analisis yaitu dimanfaatkan agar penulis dapat menyajikan penulisan skripsi yang sistematis, aktual, akurat mengenai fakta-fakta yang di selidiki. yang bertujuan untuk menjelaskan sejelas mungkin hal-hal yang berkaitan dengan Devi Durga. Untuk mendapatkan datadata guna kepentingan tersebut, penulis melakukan Library Risearch atau studi ke perpustakaan, dengan menelusuri dan membedah perpustakaan yang ada, seperti perpustakaan Pura Maskarawati Cinere, perpustakaan Pura Adithia Djaya Rawamangun, perpustakan-perpustakaan perguruan tinggi teologi, yang menyediakan judul skripsi ini. Selain itu, penulis melakukan interviau dengan para tokoh agamawan, sarjanawan dan para teologi guna mendapatkan informasi atau data-data yang berkaitan dengan dengan judul skripsi ini. Di samping itu, mengadakan juga Field Research (Penelitian Lapangan) terhadap pihak-pihak yang berkompenten dengan masalah yang sedang diteliti di Pura Dalem Purnajati, Cilincing. Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada standar penulisan skripsi, yang tercantum pada buku “ Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)“ . yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality development and Assurance), tahun 2007. F. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, penulis mencoba memaparkan, pandangan masyarakat Hindu tentang Devi Durga dan keberagamaan umat Hindu, dengan beberapa bab dan sub bab. Dalam skripsi ini, dimulai dengan kata pengantar penulis akan skripsi ini, kemudian dilanjutkan dengan lampiran-lampiran 7 5 Prof. Dr. K Yin, Studi Kasus Desan dan Metode, PT. Raja Grafindo Persada, (Jakarta : 2006), h- 10 persetujuan pengajuan judul skripsi ini, juga di dalamnya lampiran persetujuan pembimbing. Setelah itu, penulis memaparkan penjelasan-penjelasan inti yang akan dibahas dalam skripsi ini dengan daftar isi. Dalam bab satu, penulis memulai penulisan skripsi ini dengan pendahuluan, di mana di dalamnya, ada latar belakang permasalahan, yang menceritakan motivasi penulis untuk mengambil judul ini. Di sinilah penulis menguraikan beberapa permasalahan, sehingga skripsi ini dapat difahami lebih awal sebelum dibaca oleh para pembaca. Kemudian dalam bab pertama, penulis mencoba menerangkan dan menguraikan masalah secara spesifik, dengan perumusan dan pembahasan masalah, yang di dalamnya hanya mengungkapkan permasalahan yang akan dibahas, sehingga penulisan skripsi ini, lebih terfokus dan mengerucut kepada judul yang dimaksud penulis. Setelah perumusan dan pembatasan masalah, penulis memberikan tujuan penulisan, guna memberitahukan para pembaca skripsi ini, tentang tujuan-tujuan penulisan skripsi. Penulis memaparkan sumber-sumber yang penulis gunakan, sehingga pembaca dapat memahami tentang teori-teori yang ada dalam skripsi ini. Penulis juga memaparkan, metode penulisan skripsi ini, sehingga skripsi ini menjadi skripsi yang teratur dalam metode karya ilmiah dan yang terakhir, penulis memaparkan sistematika penulisan. Pada bab dua, penulis memaparkan gambaran-gambaran tentang Pura Dalem Purnajati, di mana di dalamnya terdapat, Deskripsi mengenai Pura Dalem Purnajati, dan kebijakan pemerintah tentang pendirian pura, dan kegiatan-kegiatan atau keorganisasian yang ada di dalam Pura Dalem Purnajati. 11 Kemudian, dalam bab tiga, penulis menjelaskan secara detail, tentang konsep Dewa-dewi dalam agama Hindu. Devi Durga dalam kitab suci agama Hindu. Mitologi Hindu tentang Devi Durga, dan perwujudan atau Arca Devi Durga. Pada bab empat, menjelaskan tentang Devi Durga dalam kepercayaan masyarakat Hindu yang berada di Pura Dalem Purnajati, dan meliputi kedudukan Devi Durga di Pura Dalem Purnajati, serta tujuan masyarakat memuja Devi Durga di Pura Dalem Purnajati, dan ajaran Devi Durga di Pura Dalem Purnajati. Pada bab kelima yaitu Penutup di dalamnya terdapat, Kesimpulan dan Saran-saran dan yang terakhir yaitu Daftar Pustaka 12 BAB II GAMBARAN UMUM PURA DALEM PURNAJATI A. Deskripsi Mengenai Pura Dalem Purnajati Tempat suci bagi umat Hindu pada umumnya disebut Pura, tetapi tidak tertutup kemungkinan di daerah luar Bali ada beberapa tempat suci antara lain Candi, Kuil, Bale dan sebagainya. 8 Pura sebagai tempat suci hendaknya tetap di jaga kesuciannya dengan penegakkan tata tertib masuk Pura, misalnya dengan hal berpakaian jika memasuki Pura, sikap prilaku di Pura, lebih-lebih tentang kesucian masuk pura. Dalam upaya menjaga dan memelihara kesucian atau kesakralan pura maka setiap umat Hindu hendaknya memiliki pandangan dan keyakinan yang sama bahwa Pura itu merupakan tempat suci yang harus di jaga dengan sebaik-baiknya.9 Kata Pura sendiri memiliki arti yaitu benteng, kata Pura dalam bahasa sansekerta berasal dari akar kata ‘ Pur ‘ yang berarti kubu, benteng kekuatan, daerah atau kota artinya tempat yang di buat khusus dengan dipagari tembok untuk mengadakan kontak dengan kekuatan suci.10 Dalam istilah lain Pura ialah tempat suci umat Hindu, tempat melaksanakan persembahyangan, tempat ibadah. Pura disebut juga dengan istilah kahyangan, tempat memuja Hyang ( Sang Hyang Widhi ). 8 Tim Penyusun, Buku Pelajaran Agama Hindu, h. 92 Tim Penyusun, Buku Pelajaran Agama Hindu, h. 92 10 Netra, Tuntunan Dasar Agama Hindu, h. 83 9 13 Pura Dalem Purnajati ini terletak di jalan Cilincing Jakarta Utara. Secara geografis letak Pura ini sangat strategis, mudah dijangkau oleh setiap kendaraan yang melaluinya. Pura yang berada di Jabotabek, dikenal dengan istilah Tri Guna Pura11, yaitu Pura Deva Brahma, Pura Deva Vishnu dan Pura Deva Siva. Adapun pura 12Jaya Rawamangun, dan Pura Deva Vishnu Deva Brahma terletak di Pura Adhitia terletak di Pura Amerta Jaya Cinere. Sedangkan Pura Deva Siva terletak di daerah Cilincing yang bernama Pura Dalem Purnajati. Awal mula pendirian Pura Dalem Purnajati diawali dengan maksud untuk menempatkan lokasi makam khusus untuk masyarakat Hindu Jakarta, karena banyak di kalangan umat Hindu yang meninggal dunia dimakamkan di dalam pemakaman umat Islam. BRAHMA PURA ADHITIA JAYA TRI MURTI VISHNU PURA AMERTA JATI Gambar: 1 SIVA PURA DALEM PURNAJ AAAATI Dengan maksud dan tujuan berikut di atas. Bapak I Made Lanus mencoba meminta lokasi untuk makam khusus umat Hindu pada Wali Kota Jakarta Utara 11 Pura yang di tunjuk sebagai pura yang mewakili dari ketiga dewa (Brahma, Wisnu, Siva) 14 dengan hasil Bapak I Made Lanus mendapatkan tanah seluas 20 m x 15 m. Kemudian, seiring banyaknya masyarakat Hindu yang memakamkan familinya di kawasan pemakaman Hindu tersebut, maka pemerintah kota memberikan lahan seluas 200 m untuk makam dan 150 m untuk Pura Dalam Purnajati. Mengingat adanya upacara pemakaman, setiap umat yang wafat atau yang meninggal, maka tokoh umat Hindu mendirikan Pura. Dari hal demikian, Pura Dalem Purnajati diresmikan pada tahun 1974 kemudian disucikan Pura Dalem Purnajati pada tahun 1975, renovasi pertama dilakukan oleh masyarakat Hindu pada tahun 1985, pada tahun ini, didirikanlah arca-arca persembahyangan Dewa Siva, yang pada akhirnya menjadi pusat peribadatan yang ditujukan kepada Dewa Siva, di jabodetabek. Pada tahun 1990, pemerintah daerah memberikan anggaran dana untuk merenovasi dan membangun fasilitas-fasilitas guna mendukung peribadatan umat Hindu. Pada tahun itulah, didirikannya arca dan tempat peribadatan khusus kepada Devi Durga. Pada tahun 2000, kalangan umat Hindu, membuat batas wilayah Pura Dalem Purnajati dengan didirikannya tembok pagar sehingga Pura Dalem Purnajati ini terkesan terdapat perbedaan antara wilayah Hindu dan Islam. Pada tahun 2005, pengurus Pura Dalem Purnajati mendirikan altar-altar yang berhubungan dengan penyembahan Dewa Siva, dan pada tahun itulah Pura Dalem Purnajati terkenal oleh seluruh lapisan umat Hindu di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. 15 Pada tahun 2007, Pura Dalem Purnajati mendirikan pendopo untuk perkumpulan umat Hindu yang melakukan kegiatan-kegiatan dan organisasiorganisasi Hindu dalam melakukan kegiatan. B. Kebijakan Pemerintah Tentang Pendirian Pura Pasal 13 : Mengingat sampai sekarang umat Hindu masih banyak yang bertanya persyaratan Pendirian Rumah Ibadat, bersama ini adalah persyaratannya sebagai berikut : 1. Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh- sungguh berdasarkan kompesisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa. 2. Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundangundangan. 3. Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi. Pasal 14 : Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangungan gedung. 16 1. Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi : a. Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (Sembilan puluh) orang yang disyahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (3). b. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (Enam puluh) orang yang disyahkan oleh lurah/kepala desa. c. Rekomendasi tertulis kepala kantor Departemen agama Kabupaten/Kota d. Rekomendasi tertulis FKUB Kabupaten/Kota. 2. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan persyaratan hurup b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban mempasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat. C. Kegiatan Yang Ada Di Pura Dalem Purnajati Masyarakat Pura Dalem Purnajati, melakukan peribadatan atau ritual-ritual keagamaan untuk memuja Devi Durga, itu dilakukan setiap hari sabtu dan minggu, ada juga yang setiap hari beribadah tetapi dilakukannya di rumah masing-masing. Kapasitas atau jumlah penduduk yang terdapat di Pura Dalem Purnajati, yang memuja Devi Durga yaitu berjumlah 200 orang. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yang ada di Pura Dalem Purnajati, yakni mengadakan ceramah-ceramah keagamaan yang 17 dilaksanakan oleh para pandita atau pemangku yang berada di Pura Dalem Purnajati. Dan masyarakat khususnya kaum Hawa mengadakan perkumpulan dengan cara arisan. Pura Dalem Purnajati mempunyai sekolah-sekolah tinggi yakni : STAH (Sekolah Tinggi Agama Hindu), diperuntukkan anak-anak yang ingin bersekolah, sekolah ini digabung namanya sehingga sudah mencakup semuanya. Perkumpulan Muda-Mudi Penyungsung Pura Dalem Purnajati (PERMUDHITA) mengadakan Tirta Yatra ke Pura Agung Tirta Bhuana Bekasi pada tanggal 25 Desember 1999. Tirta Yatra ini diikuti oleh sebanyak 65 anggota PERMUDHITA, sebagian anggota yang lain tidak bisa ikut karena sedang pulang liburan atau sedang tugas. Rombongan ini dipimpin oleh Made Purnawan, anggota HDNet di Jakarta utara. Di Pura Agung Tirta Bhuana, rombongan ini disambut oleh para pemudapemudi Bekasi, Wakil Ketua Banjar Bekasi, Bapak I Nengah Gede, dan Wakil PHDI Bekasi, Bapak I Wayan Mudita. Made Purnawan meminta untuk memimpin Dharma Tula, dengan pokok bahasan ‘Makna Tirta Yatra’ dari aspek spiritual dan sosial. Dari aspek spiritual Tirta Yatra adalah sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan keyakinan orang Hindu terhadap agamanya. Dari aspek sosial Tirta Yatra menumbuhkan kesadaran keumatan di antara orang-orang Hindu. Bagi kalangan remaja, Tirta Yatra akan membantu untuk mendekatkan satu sama lain, untuk memudahkan mereka menemukan pasangan hidup sesama satu agama. Ini bukan masalah remeh. Cukup banyak terjadi orang-orang muda Hindu terpelajar, meninggalkan agama Hindu karena menikah dengan wanita atau lelaki dari agama lain. ‘SGB’ Sekolah Geret 18 Bangkung, menurut istilah Bapak Made Lanus, seorang penceramah Hindu dari Priok. 19 BAB III DEVI DURGA DALAM AGAMA HINDU A. Konsep Dewa-Dewi Dalam Agama Hindu Untuk mengetahui konsep tentang dewa-dewi dalam agama Hinduisme, bahwa Hinduisme tidak tergantung hanya pada sebuah kitab suci tunggal seperti yang dilakukan agama besar lain di dunia. Namun, keseluruhan tubuh dari kepustakaan filosofis menerima kitab-kitab upanisad dan Bhagavad Gita sebagai sumber yang dapat dipercaya dan tidak bertentangan dengannya. Oleh karena itu, setiap konsep tentang dewa-dewi yang didasarkan pada kitab-kitab ini disambut baik hampir semua sekte Hinduisme.12 Berbicara tentang konsep dewa-dewi dalam agama hindu. Kiranya wajar bagi manusia untuk mengawalinya dari dunia tempat ia tinggal dan bergerak. Karena itu, jika dipandang dari sudut pandang ini, dewa-dewi dalam Hinduisme adalah sang pencipta. Namun, dewa-dewi menciptakan segenap alam semesta dan dunia ini bukan dari ketiadaan yang logis, akan tetapi berasal dari dirinya sendiri. Setelah menciptakan, dia memeliharanya dengan kekuasaannya, mengatur seluruhnya bagaikan seorang kaisar Maha kuasa, membagi keadilan sebagai ganjaran dan hukuman, sesuai dengan perbuatan masing-masing atau individu dengan makhluk-makhluk yang ada. Pada akhir dari siklus penciptaan, Hinduisme 12 I Wayan Maswinara, Dewa-Dewi Hindu, ( Surabaya, paramita, 1999 ), h 1-15 Bhagavad Gita adalah kitab suci yang diperuntukkan umat Hindu 20 mendukung teori siklus penciptaan, dia menyerap segenap tatanan dunia kedalam dirinya. Kitab suci Hindu demikian lancar sementara melukiskan sifat-sifat dewa-dewi, dia adalah Maha mengetahui, Maha kuasa, dia merupakan perwujudan keadilan, kasih sayang dan keindahan. Dalam kenyataannya, dia merupakan perwujudan dari segala kualitas terberkati yang senantiasa dapat difahami manusia. Dia senantiasa siap mencurahkan anugerah,18kasih dan berkahnya pada makhlukmakhluk, membimbingnya secara bertahap dari keadaan yang kurang sempurna menuju keadaan yang lebih sempurna. Dengan mudah dia disenangkan dengan Doa dan permohonan dari para pemujanya. Namun, tanggapannya pada Doa ini dituntun oleh prinsip yang hendaknya tidak bertentangan dengan hukum kosmis yang berkenaan dengan kesejahteraan umum dunia dan hukum karma yang berkaitan dengan kesejahteraan pribadi-pribadi khususnya. Masyarakat Pura Dalem Purnajati, memposisikan Devi Durga sebagai Tuhan yang mereka percayai akan adanya keinginan-keinginan yang mereka butuhkan. Selain sebagai Tuhan, Devi Durga adalah seorang ibu ilahi yang mereka anggap sebagai ibu kandung sendiri. Konsep dewa-dewi Hindu memiliki dua gambaran khas. Tergantung pada kebutuhan dari para pemujanya. Dia dapat terlihat dalam suatu wujud yang mereka sukai untuk pemujaan dan menanggapinya melalui wujud tersebut. Dia juga dapat menjelamakan dirinya di antara makhluk manusia untuk membimbingnya menuju kerajaan ilahi-Nya. Dan penjelamaan ini merupakan suatu proses berlanjut yang mengambil tempat dimanapun dan kapanpun yang dianggapnya perlu. 21 Kemudian, ada aspek dewa-dewi lainnya sebagai yang mutlak. Yang biasanya disebut sebagai Brahman : yang berarti tak terbatas. Brahman adalah ketakterbatasan itu sendiri. Namun, Brahman juga bersifat immanen pada segala yang tercipta. Dengan demikian, tidak seperti segala yang biasa kita kenal, bahwa Brahman menentang segala uraian tentangnya. Telah dinyatakan bahwa jalan satu-satunya untuk dapat menyatakannya adalah dengan cara negatif : bukan ini, bukan ini. Pada sifat esensialnya sendiri, Brahman didefinisikan sebagai ‘ Sat-cit-ananda ‘ atau ‘keberadaan-kesadaran-kebahagian‘. Ini merupakan dasar dari segala keberadaan, kesadaran, dan kegembiraan.13 Gambar : 1 Metafisika menunjuk pada Brahman sebagai yang mutlak. Pikiran yang memikirkan dan hati yang merasakan, dan menandainya sebagai makhluk manusia, hanya dapat menerima Tuhan, sang pencipta dan pengatur (Isvara), karena dunia kebanyakan merupakan suatu realitas terhadap hal itu. Hubungan 13 Gambar 1 : Melambangkan Dewa-Dewi dalam keberagamaan umat Hindu 22 antara Brahman dan Isvara ini, walaupun secara naluriah dirasakan oleh hati yang merasakannya, akan senantiasa tetap sebagai suatu teka-teki membingungkan bagi pikiran yang memikirkan. Polytheisme Hindu walaupun kelihatannya jelas, tetapi masih merupakan tekateki misterius, yang akan tetap berlanjut demikian sampai Brahman dipandang dalam perspektif yang benar. Ada tiga aspek terhadap polytheisme ini, tiga keyakinan utama tentang pemujaan Devata-Trimurti yang terdiri dari Brahma, Visnu dan Siva, bersama dengan para pendampingnya, membentuk aspek pertama. Disini segala pemujaan wujud Devata dianggap sebagai aspek berbeda-beda dari Tuhan yang Mahaesa, Isvara. Devata-devata minor seperti Ganesa dan Kumara, membentuk aspek kedua. Walaupun para Devata ini kadang-kadang juga dilukiskan sebagai aspek Tuhan tertinggi, umumnya kedudukannya lebih rendah daripada Trimurti, dengan demikian Brahman, Visnu dan Siva itu menyatakan manifestasi terbatas dari Tuhan.14 Lokapala (penjaga dunia) yang juga disebut sebagai Dikpala (penjaga arah mata angin) seperti Indra, Varuna, Agni dan lain sebagainya menempati aspek ketiga. Sesungguhnya semua ini merupakan kedudukan daya-daya kosmis dalam skema penciptaan semesta dan manusia yang telah mendapatkan pahala keagamaan luar biasa yang diperlukan guna mencapai tempat-tempat tersebut, akan menempatinya pada setiap siklus penciptaan. Kemudian ada sejumlah Devata dusun dan makhluk setengah Deva yang dapat dianggap sebagai salah satu perwujudan yang sangat terbatas dari Tuhan tertinggi atau sebagai kekuatan dewa- 14 I Wayan Maswinara, Dewa-Dewi Hindu, ( Surabaya, Paramita, 1999 ), h 20-52 23 dewa alam atau sebagai makhluk manusia yang dengan beberapa karunia pahala dan kekuatan khusus, dalam perjalanan waktu, akan ditingkatkan pada kedudukan Devata, setelah meninggal. Rgveda Samhita merupakan dasar suci Hinduisme dan tradisi memberikannya tempat tertinggi. Kitab suci agung ini penuh dengan puji-pujian yang umumnya disebut Sukta, yang mencapai ketinggian utama dari keindahan puitis dan ketajaman filosofis, yang sungguh-sungguh merupakan kombinasi yang jarang diketemukan. Bagian terbesar dari kitab ini dipersembahkan sebagai doa kepada para deva seperti Indra, Agni, Varuna dan yang lain-lainnya. Para deva Veda ini biasanya dinyatakan berjumlah 33: delapan Vasu, sebelas Rudra, duabelas Aditya, Indra dan Prajapati. Para Deva ini ditugaskan pada tiga wilayah dari bumi (Prthivi), surga (Dyausi) dan ruang diantaranya (Antariksa). Selain dari pada deva ini kita juga menemukan banyak obyek yang bergerak seperti batu penggilas, sifat-sifat seperti kepercayaan, emosi seperti kemarahan, aspek-aspek alam seperti fajar, yang didewakan dan dilukiskan didalamnya. Ada juga beberapa Devi, walaupun mereka tidak setenar para Deva. Aditya: Aditya menyatakan suatu kelompok deva, yang dalam kitab Rgveda jumlahnya enam, dalam kebanyakan kitab Brahmana jumlahnya delapan, tetapi menjadi duabelas dalam kitab Satapatha Brahmana. Dalam literatur mithologi berikutnya, mereka tetap berjumlah duabelas. Aditya dapat dilukiskan sebagai personifikasi dari hukum dan tatanan alam semesta dan masyarakat manusia. Mereka mengatur hubungan umat manusia diantara mereka sendiri dan dengan kekuatan-kekuatan alam. 24 Aditya merupakan salah satu nama dari matahari; sehinggga Aditya dapat dipandang sebagai keberadaan kekal abadi, para deva sinar, yang dengan keberadaannnya itu segala macam kehidupan bercahaya diwujudkan dan dipelihara di alam semesta raya ini. Keduabelas Aditya itu adalah: Mitra (kawan), Varuna (yang meliputi dan membelenggu), Aryaman (pemusnah musuh), Daksa (yang terampil), Bhaga (si pemberi), Amsa (yang bebas), Tvastr (pembentuk), Savitr (penggerak), Pusan (pemelihara), Sakra (yang perkasa), Vivasvat (yang cemerlang) dan Visnu (yang meresapi/ meliputi). Kadang-kadang keduabelas Aditya ini dikaitkan dengan duabelas aspek dari matahari yang meliputi duabelas bulan. Sehingga dilukiskan sebagai duabelas ruji dari jentera waktu. Agni: karena agama utamanya bersifat sakrifisal (upacara kurban), Agni sebagai deva api wajar lah mendapatkan tempat terhormat. Sejumlah besar pujipujian kebanyakan dipersembahkan untuk melukiskan dan memuja Agni sering disanjung sebagai Devata Utama, sang pencipta, pemelihara roh kosmis yang meliputi segalanya. Semua deva lain merupakan manifestasinya yang berbedabeda. Ia mewujudkan dirinya sendiri sebagai api (Agni) di bumi (Prthivi), sebagai kilat atau udara (Indra atau Vayu) dilangit (antariksa) dan sebagai matahari (Surya) disurga (Dyuloka). Dia bertindak selaku mediator antara manusia dan para deva dengan membawa persembahan manusia kepada para deva. Dia maha mengetahui dan maha kuasa dan juga maha pengasih. Walaupun bersifat abadi, Dia tinggal diantara mahkluk fana dalam setiap rumah tangga. Ia melindumginya dengan mengusir segala kesulitannya dan memberinya apapun yang 25 dimohonkannya. Tanpa adanya Dia, dunia tak kan pernah dapat memelihara dirinya.15 Dalam literatur berikutnya, Agni dilukiskan sebagai devata penguasa arah tenggara. Gambaran Agni di kuil-kuil, memperlihatkannya sebagai seorang tua dengan badan berwarna merah. Dia memiliki dua kepala, perut buncit dan enam buah mata, tujuh lengan di mana ia memegang benda-benda semacam sendok, sendok besar, kipas dan lain sebagainnya, memiliki tujuh lidah, empat tanduk dan tiga buah kaki. Dia memiliki rambut yang dijalin, mengenakan pakaian merah demikian juga Yajnopati (benang suci). Dia disertai masing-masing sisinya oleh dua pendampingnya Svaha dan Svadha. Asap merupakan panji-panjinya dan domba merupakan kendaraanya. Kenyataannya, ini merupakan pernyataan anthropormofis dari api sakrifial (upacara kurban). Asvin: ini merupakan devata lembar yang selalu dilukiskan ataupun dipuja secara bersama-sama. Apa yang sebenarnya mereka nyatakan merupakan suatu masalah yang masih dapat diperdebatkan. Sementara orang mengatakan bahwa mereka menyatakan siang dan malam atau bulan dan matahari. Bahwa mereka dahulunya adalah raja-raja yang mendapatkan pahala luar biasa dan ditingkatkan pada kedudukan para deva, merupakan dugaan lain yang juga kadang-kadang dikemukakan. Mereka menyatakan keadaan setengah gelap sebelum datangnya fajar. Mereka meliputi dengan embun dan sinar. Dilukiskan sebagai selamanya muda dan tampan, mereka merupakan para deva termuda. Namun, karakteristik utamanya adalah mereka selalu berusaha untuk berbuat baik terhadap yang lainnya. Mereka 15 I Wayan Maswinara, Dewa-dewi Hindu, (Surabaya Paramitha), h. 50 26 merupakan dokter dan ahli bedah tampil dan mengetahui seni penyembuhan, peremajaan kembali dan bahkan bedah plastik! Bila dimohonkan, mereka dapat memberikan anugerah seperti anak, makanan, kekayaan, kesehatan dan perlindungan dari para musuh. Indra: tak diragukan lagi bahwa Indra merupakan devata utama dalam Rgveda. Hampir seperempat dari sloka pujiannya dipersemabahkan dalam rangka memujanya. Indra merupakan devata yang paling penting di langit. Dipersenjatai dengan halilintar (Vajrayudha) dan mengendarai kereta yang kecepatannya menyamai pikiran, dia berkelana kemana-mana. Keberaniaannya mempesonakan dan kegagah dan melepaskan air yang disandera olehnya. Dia menjepit sayap gunung-gunung perkasa dan menjadikannya jinak. Dia menemukan sapi-sapi dari para deva yang telah diculik oleh para raksasa. Dia menyenangi minuman Soma. Sebagai panglima perang, dia menjadi lambang kekuasaan kerajaan; sehingga para satria memujanya sebelum berangkat ke medan perang. Indra sering kali disamakan sebagai Tuhan Tertinggi. Kasih sayang dan welas asihnya terhadap para bhakta-Nya telah disanjungnya. Para sarjana berpendapat bahwa Indra hanya sekedar menyatakan fenomena hujan alami yang terlepas dari awan gelap sebagai akibat dari “bombardemen dari kilat dan halilintar.” Prestis Indra secara bertahap merosot dan Indra dialihkan pada kedudukan kedua oleh kita-kitab Purana. Namun masih tetap pada kedudukannya sebagai raja para deva. Dalam beberapa pahatan di kuil-kuil, Indra dilukiskan dalam wujud manusia dengan empat lengan, yang mengendarai gajah surgawi, Airtavata. 27 Rudra: Rudra merupakan deva yang berteriak atau meraung yang mengerikan. Sosoknya tinggi dan sempurna. Rudra memiliki rambut panjang yang dijalin. Tubuhnya cemerlang dan warnanya bergabung dengan warna perhiasan emas yang dikenakannya. Rudra merupakan deva badai. Walaupun tampaknya mengerikan dan dipersenjatai dengan senjata-senjata mematikan., Rudra senantiasa bersikap ramah dan welas asih terhadap umat manusia. Rudra adalah pelindung, ayah yang baik hati dan penyayang, yang melindungi umat mausia terhadap musuh-musuhnya. Rudra juga cerdas dan bijak luar biasa serta merupakan dokter yang sangat ahli. Rudra memiliki ribuan obat yang dapat menyambuhkan segala penyakit yang diderita umat manusia.16 Rudra kadang-kadang disamakan dengan Agni. Rudra juga dilukiskan sebagai ayah dari para Marut, yaitu kelompok deva vedik lainnya. Juga beberapa nama seperti Siva, Kapardin, Mahadeva dan lain-lainnya, yang telah digunakan dalam literatur mithologi berikutnya sebagai gelar dari Siva, dipergunakan dalam Rgveda. Sulit untuk mengatakan secara tepat aspek nama yang dinyatakan oleh Rudra. Kadang-kadang, sekelompok devata minor yang disebut Rudra, juga dinyatakan, yang berjumlah sebelas. Mereka sesungguhnya adalah prinsip hidup (Prana), sepuluh nafas vital dan pikiran. Rudra juga dinyatakan berjumlah delapan dan kedelapan nama, -Bhava, Sarva, Isana, Pasupati, Bhima, Ugra, Mahadeva bersama-sama dengan Rudramenyatakan delapan aspek dari Siva-Rudra dalam Literatur berikutnya. 16 Eko Pasijar, Tuhan Hindu Telah Menggambarkan Fenomena Alam, (Surabaya Paramita Press, 2005), h-34 28 Soma yang juga disebut Indu atau Soma-Pavamana, merupakan salah satu devata yang sangat penting dalam Rgveda keseluruhan mandala sembilan dipersembahkan untuk memujinya. Soma merupakan devata yang mengetuai tumbuhan merambat Soma, yang sarinya sering digunakan dalam upacara kurban sebagai Tuhan Tertingggi, Soma menyembuhkan kefanaan dari penyakitnya, memberinya kegembiraan dan menghantarkannnya menuju dunia penuh kebahagiaan abadi. Akibat dari kekuatan yang diberikannya itulah maka Indra raksasa Vrtra. Soma menguasai pikiran dan mengaktifkan kata-kata. Karena itu, Soma kadang-kadang dilukiskan sebagai Vacaspati, ‘penguasa kata-kata’. Dialah yang membuat para Rsiduniawi, pendeta bijak biasanya. Soma menciptakan dunia, mengatur gunung-gunung dan sungai-sungai. Nama Soma telah digunakan dalam Rgveda bagi devata yang menggerakkan tanaman menjalar Soma, sari tanaman itu sendiri, demikian juga bulan. Dalam literatur berikutnya, Soma praktis telah disamakan dengan bulan itu sendiri. Para sarjana berpendapat bahwa devata Homa dari Zend-Avesta adalah Soma itu sendiri. Surya atau matahari, yang sering disamakan dengan Aditya, Savitr dan Pusan, adalah devata Vedik penting lainnya. Aditya sangat cemerlang dan mengendarai kereta sangat indah dan ditarik oleh tujuh ekor kuda. Aditya dibandingkan dengan seekor burung yang terbang dilangit dan dilukiskan sebagai permata langit. Aditya memberikan sinar, menimbulkan siang dan malam, memberi kekuatan dan kekuasaan kepada makhluk hidup, yang menjadikannya aktif dan memusnahkan kemalasan dan penyakitnya. 29 Savitr adalah aspek matahari sebelum terbit, yang meliputi segalanya dengan warna keemasan. Savitr memantapkan orang-orang pada tempatnya masingmasing memberi kehidupan dan energi serta menuntun mereka di jalan yang benar. Mantra Gayatri yang terkenal itu dipersembahkan kepada Savitr ini. Aspek pendukung kehidupan dan pemelihara dari matahari ini dipersonifikasikan dan dipuja sebagai Pusan, yang dilukiskan dengan sangat indah. Savitr memusnahkan yang jahat dengan Cakra yang dikenakannya. Savitr memandang segalanya dengan pandangan yang sama. Savitr sangat pemurah dan senantiasa siap melindungi. Varuna atau yang meliputi seluruh jagat raya, merupakan salah satu devata tertua. Kemungkinan dia merupakan personifikasi dari langit, tetapi dia juga dikaitkan dengan awan-awan dan air, sungai dan lautan. Kadang-kadang dia dipasangkan dengan Mitra dan dipuji sebagai Mitravaruna. Varuna merupakan raja alam semesta dan tinggal di dunia tertinggi. Pengetahuan dan kekuasaannya takterbatas. Varuna memiliki ribuan mata dan mengawasi segenap alam dunia, sehingga dia merupakan penguasa hukum-hukum moral. Varuna menghukum mereka yang melanggar hukum ini tetapi memberinya pengampunan karena welas asihnya bila mereka bertobat dan memohonnya. Dengan menggerakkan Vayu, penguasa angin, Vayu memelihara kehidupan dengan memberinya hujan dan panen.17 Walaupun Varuna merupakan devata pemimpin pada awalnya, tampaknya Varuna telah menyerahkan tempatnya kepada Indra dan Prajapati. 17 I Wayan Maswinara, Dewa-dewi Hindu, (Surabaya, Paramitha), h-44 30 Dalam literatur mhitologi berikutnya Varuna dilukiskan sebagai devata penguasa arah barat dan sebagai penguasa lautan, air dan bintang-bintang. Dalam beberapa kuil, Varuna dilukiskan sebagai mengendarai seekor buaya. Pada kedua lengannya Varuna menggenggam ular dan jerat (pasa). Kadang-kadang varuna digambarkan mengendarai sebuah kereta yang ditarik oleh tujuh ekor angsa dan memegang kembang padma, jerat, kulit kerang, dan sebuah wadah perhiasan pada keempat tangannya, dan diatas kepalanya terdapat sebuah payung. Vasu merupakan sekelompok devata yang jumlahnya delapan, terutama dikenal sebagai pengiring Indra. Kata Vasu diambil dari akar kata vas ( bertempat tinggal, menyebabkan bertempat tinggal, bersinar ), sehingga vasu merupakan devata yang menyatakan segala wilayah luas atau ruang dan ketinggian. Kemungkinan mereka merupakan personifikasi dari alam dan fenomena alam. Delapan Vasu tersebut adalah : Dharma (bumi), Anala (Api), Ap (Air), Anila (Angin), Dhruva (bintang kutub), Soma (bulan), Prabhasa (fajar), dan Pratyusa (sinar). Vayu adalah deva atau personifikasi dari angin, udara atau nafas hidup (prana). Sebagai penguasa langit (antariksa) vayu membagi kekuasaannya dengan Indra. Vayu mengendarai sebuah kereta yang ditarik oleh dua, sembilan puluh sembilan, seratus atau bahkan mencapai seribu ekor kuda (jumlah ini barangkali tergantung dari keinginannya untuk menghasilkan desiran angin sepoi-sepoi, atau juga sebuah badai yang dahsyat. Keretanya memaklumkan kedatangannya dengan ruangan yang mengerikan. Namun, vayu sendiri tidak dapat dilihat. Seperti Indra penggemar sari tanaman Soma. Dialah yang menjadi dasar segala kehidupan. Dalam badan kita ia bekerja sebagai lima udara vital (panca prana), seperti Rudra 31 juga merupakan seorang dokter dan dapat mempengaruhi penyembuhan luar biasa. Dalam mithologi vayu merupakan penguasa arah barat laut. Vayu dilukiskan berwarna biru dengan memegang kipas dan sebuah bendera pada kedua tangannya, sedangkan kedua lengan lainnya memperlihatkan abhaya dan varada mudra (yang menyatakan perlindungan dan memberikan berkah). Visnu agak aneh bahwa Visnu (yang meliputi), devata tertinggi dari tradisi Vaisnava, yang kedua dari Trimurti dan devata yang sangat popular dalam Hinduisme berikutnya, menempati kedudukan kedua dalam Rgveda. Visnu merupakan rekan dari deva Indra. Visnu merupakan devata matahari dan aspek dari padanya bila Visnu menyelimuti segenap alam semesta dengan sinarnya. Kata-kata Urugaya dan Trivikrama, berarti yang memiliki langkah besar atau yang menutupi alam semesta dalam tiga langkah menyatakan matahari karena matahari melintasi langit tiga kali sehari, yaitu fajar, siang hari dan senja. Tempat tinggalnya sangat dipuji. Visnu di lukiskan sebagai personifikasi dari waktu. Visnu selamnya muda dan tampan. Kadang-kadang, matahari dilukiskan sebagai jenteranya. Visnu merupakan pencipta dan pelindung dunia. Tak ada sesuatu pun yang sebanding dengannya. Visnu sangat ramah dan pemurah. Visnu juga sangat disenangkan dengan persembahan yang dibuat dalam upacara kurban. Berbicara secara luas, Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian atau tiga kelompok besar yaitu : kelompok Saiva atau mereka yang memuja Siva, kelompok Sakta atau mereka yang memuja Sakti (pendamping siva), dan Vaisnava atau mereka yang memuja Visnu. Namun, theology Hindu popular yang berakar dalam kitab suci kuno, menambahkan devata penting lainnya, yaitu 32 Brahma. Ketiganya ini, Brahma, Visnu, dan Siva, bersama-sama membentuk Trimurti (Trinitas Hindu). Brahma menciptakan memusnahkannya. Proses dunia, Visnu penciptaan (srsti), memeliharanya pemeliharaan dan Siva (sthiti) dan pemusnahan (pralaya) selamanya berlanjut dalam aturan siklus. B. Devi Durga Dalam Kitab Suci Hindu Durgā adalah sakti (=istri) Siwa. Dalam agama Hindu, Devi Durga (Betari Durga) adalah ibu dari Dewa Ganesa dan Dewa Kumara (Kartikeya). Beliau kadangkala disebut Uma atau Parwati. Dewi Durga biasanya digambarkan sebagai seorang wanita cantik berkulit kuning yang mengendarai seekor harimau. Beliau memiliki banyak tangan dan memegang banyak tangan dengan posisi mudra, gerak tangan yang sakral yang biasanya dilakukan oleh para pendeta Hindu. Durga atau Durgā adalah sakti (=istri) Siwa. Dalam agama Hindu, Dewi Durga (Betari Durga) adalah ibu dari Dewa Ganesa Durga.18 Purana-purana adalah kitab yang berisi cerita-cerita keagamaan yang menjelaskan tentang kebenaran. Sama seperti cerita kiasan (parabel) yang dikisahkan oleh Jesus Kristus, kisah-kisah ini diceritakan kepada orang kebanyakan supaya mereka mengerti kebenaran-kebenaran dari kehidupan yang lebih tinggi. Misteri alam semesta diungkapkan kepada orang-orang yang secara spiritual sudah bangun tapi kepada yang lain misteri-misteri itu harus dijelaskan dalam cerita kiasan Berdasarkan catatan ini, Purana-Purana itu dapat dikatakan 18 Dr. I Made Titib , Purana Sumber Ajaran Hindu Komprehensip, (Surabaya, Paramitha), h-22 33 Weda-Weda dari orang kebanyakan, karena kitab-kitab itu menyajikan seluruh misteri melalui mitos dan legenda. Gambar : 2 Kata Purana berarti "purba" (ancient). Purana-Purana itu selalu menekankan bhakti kepada Tuhan. Hampir semua Purana berkaitan dengan penciptaan dan penghancuran alam semesta, garis keturunan atau asal-usul (genealogi) dari dewa-dewa dan para orang suci, dan rincian mengenai dinasti Bulan (Lunar) dan Matahari (Solar). Beberapa dari Purana-Purana itu, seperti Mahabbhagawatam, mempunyai penjelasan tentang peristiwa-peristiwa yang akan datang sama seperti Kitab Wahyu dalam Injil. 19 Di antara sejumlah besar Purana-Purana itu, delapan belas disebut Purana Besar atau Maha Purana. Masing-masing dari padanya menyediakan satu daftar 19 Gambar 2: Devi Durga menunjukkan atau melambangkan kesatrianya dengan menunggangi seekor macan 34 dari kedelapan belas Purana termasuk dirinya sendiri, tapi nama-nama dalam daftar itu dalam beberapa Purana sedikit bervariasi, oleh karena itu kita mempunyai satu daftar dari duapuluh Maha Purana. Dari duapuluh Purana ini, enam ditujukan kepada Wishnu, enam kepada Siwa dan enam kepada Brahma. Purana-Purana ini ditulis dalam bentuk "tanya jawab." Mereka umumnya berisi kisah-kisah mengenai Dewa dan Dewi Hindu, mahluk supernatural, orang suci dan manusia biasa. Purana-Purana ini tidak memiliki catatan waktu kapan ia ditulis, tapi beberapa orang mengatakan Purana-Purana itu ditulis mulai abad enam A.D Enam Purana yang ditujukan kepada Wishnu adalah Wishnu Purana, Narada Purana, Srimad Bhawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana dan Waraha Purana. Enam Purana yang ditujukan kepada Siwa adalah Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga purana, Wayu Purana, Skanda Purana dan Agni Purana. Enam Purana yang ditujukan kepada Brahma adalah Brahma Purana, Brahmanda Purana, Brahma-Waiwaswata atau Brahma-Waiwarta Purana, Markandeya Purana, Bhawishya Purana dan Wamana Purana.20 Menurut banyak orang, Siwa (atau Saiwa atau Dewi-Bhagawata) Purana dan Hariwamsa Purana adalah juga termasuk Maha Purana, sekalipun mereka tidak termasuk dalam daftar dari delapan belas Maha Purana (Major Purana). Purana kecil (Minor Purana) dikenal sebagai Upa Purana. Percaya atau tidak, ada paling sedikit duapuluh Purana Kecil. Mereka adalah : Aditya, Ascharya, Ausanasa, Bhaskara (Surya), Dewi, Saiwa (beberapa menyebut ini Purana Besar), Durwasa, Kalika, Kalki, Kapila, Mahaswara, Manawa, Marichi, 20 Gede Oka Sanjaya, Siva Purana, (Surabaya, Paramitha 2001), h-40 35 Nandikeswara, Narada, Narasimha, Parasara, Samba, Sanathkumara, Siwadharma, Surya, Suta-Samhita, Usanas, Waruna, Yuga, Waya dan Wrihan. Aku yakin sekali bahwa daftar yang saya berikan kepadamu tidak lengkap. Mungkin masih ada Purana dalam agama Hindu yang tidak diketahui bahkan oleh rasul atau pemikir doktrin Hindu. Siva Purana adalah kitab suci yang penting bagi orang Hindu dan khususnya bagi para bhakta Hare Krishna. Siva Purana berisi 18,000 sloka. Ia mempunyai dua belas bab yang disebut Skanda. Ia ditulis oleh Reshi Badarayana, yang juga dikenal sebagai Veda Vyasa. Tokoh paling penting dari Srimad Bhawatam adalah Reshi Suka, putra dari Veda Vyasa. Buku ini dibacakan kepada Raja Parikshit, dinasti terakhir dari Pandawa, oleh Reshi Suka satu minggu sebelum kematian raja karena gigitan ular yang telah diramalkan. Sebagian besar isi dari buku ini merupakan dialog antara Raja Parikshit dengan Reshi Suka. 21 Srimad Bhagawatam memuat kisah-kisah seluruh Awatara dari Wishnu. Bab sepuluh dari buku ini memuat kisah Krishna secara rinci. Bab terakhir secara khusus menjelaskan mengenai Kali Yuga, zaman sekarang, dan Awatara terakhir dari Wishnu yaitu, Kalki. Disini juga ada gambaran yang sangat jelas mengenai Pralaya, atau Banjir Besar Buku ini merupakan sumber penting bagi Sekte Waisnawa dan, seperti telah kukatakan sebelumnya, buku ini merupakan kitab suci yang amat penting bagi pengikut Hare Krishna. Menurut Srimad Bhawatam, alam semesta ini menjadi ada karena Tuhan menghendakinya sebagai permainan atau Lila. Seorang pemuja yang sudah tercerahkan (a realized devotee) melihat dirinya sendiri dan seluruh mahluk 21 I Ida Swasta, Pendididkan Hindu Dalam Kitab Suci, (Denpasar, 2006), h-23 36 sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Tuhan. Menurut kitab suci ini, ada sembilan cara berbeda untuk menunjukkan bhakti kepada Tuhan, seperti mendengarkan kisah-kisah tentang Tuhan, meditasi, melayani, dan akhirnya penyerahan diri kepada kehendak Tuhan. C. Mitologi Hindu Tentang Devi Durga Dalam mitologi Hindu, Durga dikenal sebagai dewi yang menyeramkan, yang dianggap sebagai penjelmaan Uma atau Parvati dalam bentuk Krodha. Dalam bentuknya yang menyeramkan Durga dianggap sebagai manifestasi dari Kali. Di India bentuk pemujaan yang dilakukan bagi Durga pada umumnya bertujuan untuk mendapatkan kemenangan dan keselamatan.22 Dalam kitab Suprabhedagama, disebutkan bahwa Durga adalah adik perempuan Visnu dan dalam bentuk ini Durga diberi nama Adisakti. Durga mempunyai beberapa nama di antaranya : Gauri, Candi, Camunda, Kali, Kalpalini, Bhavani, Vijaya, dan lain sebagainya. Menurut mitologi, Durga tercipta akibat terkumpulnya hawa amarah dan kemurkaan dewa-dewa, dewa Siva dan Visnu, serta dewa-dewa lainnya. Hal ini di sebabkan karena ketika terjadi perang yang berlangsung ratusan tahun lamanya, antara para dewa melawan bala tentara asura. Indra adalah raja dari para dewa, sedangkan Mahisa merupakan kepala para Asura.23 Kemudian Mahisa menjadi raja. Selanjutnya dewa-dewa yang kalah, mengangkat dewa Brahma menjadi pemimpin, lalu bersama-sama menghadap Siva dan Visnu. Dan setelah itu mereka mendengarkan laporan para dewa, maka murkalah keduanya. Akibat kemurkaan 22 Dr. I Made Titib, Teologi dan Simbol-simbol Agama Hindu, (Surabaya, Paramitha Badan Litbang Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat), h-333 23 Asura adalah kata lain dari Mahisasura, dia adalah salah satu raksasa yang melawan Devi Durga pada saat di medan perang 37 mereka itu, maka keluarlah suatu kekuatan yang besar dari Siva dan Visnu, serta para dewa lainnya. Dan yang kemudian kekuatan itu bersatu, sehingga terciptalah wanita cantik, dan wanita cantik itu adalah Devi Durga. Gambar : 3 Sebagai dewi terpenting dalam agama Saiva dan Sakta, Devi Durga mempunyai beberapa aspek, tiga di antaranya yang sering dibicarakan dalam kitab-kitab purana dan Tantra adalah sebagai pembinasa asura (Mahisasura), sebagai penguasa tanam-tanaman dan kesuburan, serta sebagai penguasa penyakit yang menular. Di antara tiga aspek tersebut, rupanya aspek Devi Durga sebagai pembinasa asura merupakan aspek terpenting. Pembinasaan asura ini seringkali diartikan sebagai lambang dari tugas Devi Durga, yakni untuk memberi perlindungan kepada pemuja-pemujanya dari kesulitan hidup, khususnya kesulitan yang ditimbulkan oleh musuh di medan perang.24 Devi Durga dapat memaksakan kehendaknya supaya dewa-dewa tinggal di hutan, sedangkan istri-istri Brahmana di haruskan mempersembahkan mantra- 24 Gambar 3 : Melambangkan perlawanan umat Hindu Terhadap musuh-musuhnya 38 mantra yang isinya memuja-muja Mahisasura, Brahmana-Brahmana dilarang mengadakan upacara-upacara keagamaan kitab suci Veda. Devi Durga dalam perkelahiannya ini telah di lengkapi dengan senjata-senjata pemberian dewadewa, yaitu : - Dewa Visnu menghadiahkan cakra yang dia tarik dari cakranya sendiri - Visvakarman menghadiahkan anting-anting, gelang, hiasan bulan sabit yang gemerlapan, kalung dan cincin, di samping sebuah kapak yang gemerlapan; kuvera meberi cangkir yang berisi anggur - Yama menghadiahkan tongkat yang diambil dari tongkatnya sendiri Sesa, raja ular menghadiahkan kalung berbentuk ular dengan dihiasi batu permata - Lautan susu memberikan kalung manik-manik yang bersinar dan pakaian perang - Himavat memberikan seekor singa sebagai tunggangannya, sehingga Devi Durga siap untuk menghadapi Mahisasura.25 Dengan wujud yang dahsyat, sehingga Devi Durga dengan mudah menghancurkan raksasa Mahisasura, dan kemudian menerima julukan sebagai Durga Mahisasuramardhini. Wujud Devi Durga yang maha dahsyat itu hanyalah satu aspek dari saktinya yang tak terbatas. Sebab dalam naskah Devi Mahatmyam, kehebatan Devi Durga masih bisa disusun dalam daftar yang sangat panjang.26 25 Gede Oka Sanjaya, Siva Purana, (Surabaya, Paramitha, 2001), h. 65 Gambar 4 : Devi Durga Menunjukkan kesatriaannya dengan menunggangi seekor macan setelah melawan Mahisasura di medan perang 26 39 Gambar : 4 Ketika mengalahkan raksasa Sumbha dan Nisumbha, Devi Durga dipuji oleh para dewa dan para dewa menampakkan diri sebagai Kausiki Durga yang muncul dari badan Parwati, dan Devi Durga juga menampakkan muka yang sangat gelap yaitu sebagai Devi Kali. Durga dalam keperkasaannya, memanifestasikan diri-Nya ke dalam sembilan aspek yang di kenal sebagai Nawa Durga. Dari kesembilan aspek tersebut yaitu terdiri dari : Nilakanthi, Ksemankan, Harasiddhi, Rudramsa Durga, Wana Durga, Agni Durga, Jaya Durga, Widhyayasi Durga, dan Ripumari Durga. 27 Setelah berlangsungnya peperangan antara Devi Durga dan Mahisasura akhirnya senjata yang di berikan oleh para dewa-dewa itu tidak sia-sia, karena Mahisasura tewas terbunuh oleh Devi Durga, dan pada akhirnya umat Hindu meyakini akan adanya kemenangan atas terbunuhnya Mahisasura di tangan Devi 27 Hariani Santiko, Kedudukan Bhatari Durga di Jawa (Jakarta, 1987), h-25 40 Durga. Umat Hindu percaya, bahwa makna ceritra yang berkaitan dengan dibunuhnya raksasa Mahisasura oleh Devi Durga adalah simbol membunuh atau melenyapkan kebodohan, oleh karena itu, hari kemenangan yang diyakini sebagai hari baik untuk belajar. Para prajurit meletakkan senjatanya, para sastrawan menghentikan diri untuk menulis dan membaca buku, para seniman musik menghentikan aktivitasnya dan terpekur khusuk untuk memuja Devi Durga yang disebut oleh umat Hindu yaitu Dewi Ibu yang selalu melindungi umatnya dari segala kejahatan yang menimpa kaumnya dan juga memperoleh rahmatnya. Ini adalah sedikit cerita tentang perlawanan Devi Durga kepada Mahisasura, yang notabennya senjata-senjata yang di berikan para Dewa, menjadi sebuah kemenangan Devi Durga. 28 Devi Durga memiliki beberapa atau beraneka wujud dan aspeknya. Parvati yang merupakan Sakti dari dewa Siva adalah salah satu wujud Durga (dalam aspek santa). Menurut penyembah dewa ini, Devi Durga mengambil wujud yang bermacam-macam. Devi Durga dipuja dalam enam puluh empat wujud, antara lain : Bhadrakali, Aryadurga, Vedagarbha, Ambika, Bhadra, dan lain sebagainya. Di India selatan, Devi Durga dipuja lebih dari aspek yang mengerikan Devi dalam wujudnya yang lembut mengambil bentuk kanya atau kanyakumari, Kamaksi, dan Mukamba. Pemujaan kepada Devi Durga, rupanya telah berlangsung sejak lebih dari empat ribu tahun silam. Dalam susastra Hindu, sejak zaman Veda hingga saat ini, pemujaan kepada Devi Durga, mengambil tempat yang sangat penting. 28 Cudamani, Bagaimana Umat Hindu Menghayati Dewa-Dewi (Surabaya, Paramitha, 1998), h. 34 41 Perwujudan Devi Durga itu dimulai dengan, muka wanita yang berbentuk dengan tenaga Siva. Rambutnya dari tenaga Yama, tangan-tangannya timbul dari dari tenaga Visnu, dadanya terbentuk dari tenaga Candra, perutnya dari Surya, jari-jarinya berasal dari tenaga Vasu, giginya tumbuh karena kekuatan Prajapati, Agni menyebabkan mata ketiga, bulu mata berasal dari kekuatan Fajar, sedangkan Vayu dengan kekuatannya itu menimbulkan telinga. Pada umumnya Devi Durga dalam wujudnya yaitu DurgamahisaSuramardhini, yakni Devi Durga membunuh raksasa, yang bernama Raktavijaya yang tidak dapat dikalahkan oleh para dewa, kecuali Sakti Siva yaitu dalam wujud Devi Durga. Raksasa Raktavijaya, berubah wujud menjadi seekor kerbau, dan berhasil dibunuh oleh Devi Durga. Adapun simbolis dari citra atau perwujudan Devi Durga adalah sifat kedewataan akan dapat menundukkan sifat-sifat keraksasaan yang terdapat pada diri umat manusia. Lambang-lambang senjata adalah lambang-lambang kekuasaan para dewa yang di dalam yoga adalah lambang Prana atau Sakti atau bisa juga disebut dengan (Power), yang dapat bisa mengalahkan sifat-sifat negatif umat manusia. Menurut kitab Skandyyamala, terdapat sembilan nama Durga ini adalah Rudracanda, Pracanda, Chandogra, Atichandi, Ugrhacandika dan Chandi. Ada juga menyebutkan nama dan ciri-ciri atau bentuk Durga, yaitu : 1. Nilakhanthi : bertangan empat, membawa trisula (tombak berujung tiga), khetaka (perisai), mangkuk minum, dan satu tangan bersikap varada (sikap memberi hadiah). 2. Ksemankari : bertangan empat, membawa trisula, padma (teratai merah), tempat minum dan varada. 42 3. Harasiddhi, bertangan empat, membawa damaru (kendang dalam ukuran kecil), kamandalu (kendi), pedang dan tempat minum. 4. Rudramsha Durga : bertangan delapan membawa sangkha (rumah siput), naik seekor singa, matahari dan bulan ada di kiri dan kanan Durga. 5. Vana Durga : bertangan delapan, membawa sangkha, cakra, krpana, khetaka, anak panah, tombak, dan satu tangan dalam sikap tarani-hasta (menunjuk). Berwarna hijau rumput atau kuning, dan naik seekor kerbau. 6. Agni Durga : berkulit kuning keemasan, bercahaya seperti kilat, berwajah kejam (?), bermata tiga, Dewi Durga naik seekor singa dan diapit oleh dua wanita memegang pedang dan khetaka. Pada dahi Durga terdapat hiasan berupa bulan sabit. Bertangan delapan, dua tangan dalam sikap TarjaniHasta dan varada, sedangkan tangan yang lainnya memegang cakra, pedang khetaka, anak panah, busur dan angkusa.29 7. Java Durga : bermata tiga, dan bertangan empat, membawa sangkha, cakra, khadga (pedang kecil), dan trisula, berkulit hitam dan bulan sabit menghias dahi, dan menaiki seekor singa. 8. Vindhyavasi Durga : berkulit cerah yang bersinar bagaikan kilat, duduk diatas padma, bertangan empat, dua diantaranya bersikap varada dan abhaya (jangan takut), sedangkan dua tangan lainnya memegang sangkha dan cakra, berhiaskan hara (kalung), angada (?), kundala (anting-anting), dan sebagainya. Indera dan dewa-dewa lainnya memuja di dekatnya, dan menaiki seekor singa. 29 Dr. Mahendra Mittal, Pesan Tuhan Untuk Kesejahteraan Umat Manusia Intisari Veda, (Surabaya Paramitha, 2006), h. 76 43 9. Ripumari Durga : berwarna merah dan wajah menakutkan, pada satu tangannya memegang trisula, dan satu tangan lainnya bersikap tarjanihasta.30 Gambar : 5 Perwujudan Devi Durga yang dijuluki sebagai Durga Mahisasuramardhini31 yang disebutkan di atas, itu lahir dari manifestasi-Nya yang kedua yakni Mahalaksmi. Di nyatakan pula, bahwa Devi Durga atau disebut juga sebagai ibu jagat ini akan turun ke bumi apabila ada gangguan yang disebabkan oleh makhluk-makhluk dengan sifat raksasa. Uraian tentang berbagai bentuk atau wujud durga ini dalam kitab-kitab keagamaan India, ternyata sangat luas dan seringkali terjadi tumpang tindih dengan konsepsi tokoh-tokoh dewi lainnya. Dalam upaya pemahaman dan berbagai tindakan sifat Durga, diperlukan suatu pengetahuan yang sangat mendasar tentang konsep dewi pada umumnya, suatu pengetahuan yang berpangkal pada pemujaan Dewi Ibu atau yang di sebut juga Devi Durga. 30 Gambar 5: Devi Durga menunjukkan kesatriaannya dengan wajah yang tersenyum , membawa atribut-atributnya yang dipegang dengan keempat tangannya dan menunggangi seekor harimau sebagai kendaraannya 31 Durga Mahisasuramardhini adalah sebutan nama orang-orang Hindu kepada Devi Durga, karena telah mengalahkan raksasa Mahisasura pada waktu berperang 44 Devi Durga atau disebut juga Dewi Ibu, dipuja melalui berbagai aspeknya, yaitu ada tiga bagian tubuh Devi Durga yakni payudara, perut dan alat kelaminnya, itu merupakan perlambangan dari tiga aspek utamanya : payudara adalah lambangnya sebagai dewi pelindung, pemelihara, serta sebagai sumber hidup manusia, perut adalah lambangnya sebagai penguasa kematian, dan alat kelaminnya adalah lambangnya sebagai pencipta. Sebagai dewi pelindung, pemelihara serta sumber hidup manusia, selain itu Devi Durga adalah penguasa tanam-tanaman, misalnya jagung, gandum dan padi, serta segala jenis makanan lainnya yang di butuhkan oleh manusia. Devi Durga memelihara manusia dan segala yang ada di alam semesta ini, karena Devi Durga menciptakan atau melahirkan semuanya itu. Namun sebaliknya manusiapun berhak atas hidup yang telah Devi Durga berikan, dan Devi Durga akan mengambil anak-anaknya termasuk manusia, ke dalam pelukannya. Segala Sesuatu akan kembali ke tanah, yang tidak lain adalah perut atau kandungan Devi Durga.hal ini berarti Devi Durga berkuasa atas kematian semua makhluk, dan penguasa dunia bawah. Relief Devi Durga ini berbentuk abstrak, yakni berbentuk gambar mata, payudara yang kadang-kadang berbentuk pilin berganda, dan alat kelamin wanita yang berbentuk segitiga, terdapat pada kubur-kubur Megalith di Eropa, khususnya di daerah Prancis, Jerman dan Inggris. Melihat adanya aspek-aspek Devi Durga yang seolah-olah saling bertentangan ini, menurut Neumann Devi Durga yang mempunyai dua sifat yang disebutnya sebagai sifat baik, pemurah atau sifat positif, dan sifat bengis atau sifat negative. Bersifat positif, karena Devi Durga adalah pelindung, pemelihara, dan pencipta manusia serta semua makhluk yang 45 ada di alam semesta ini. Bersifat negatif karena Devi Durga adalah dewi kematian yang ditakuti. Di samping lambang-lambang berupa alat kelamin wanita, terdapat pula beberapa benda dan binatang yang dianggap sebagai lambang Dewi Ibu dan kesuburan, di antaranya air, darah, bulan, periuk, dan pohon kapak kembar, sedangkan binatang khususnya binatang-binatang yang hidup di air atau yang di anggap mempunyai hubungan yang erat dengan air, misalnya ular, ikan, kurakura, buaya dan kodok, kemudian juga jenis binatang lainnya ialah burungmerpati dan sebagainya. Air adalah unsur terpenting dalam proses kesuburan, sehingga timbul anggapan bahwa air adalah sumber dari segala kehidupan, dan lambang kesuburan pada umumnya. Lebih lanjut, karena potensinya untuk memberi kehidupan, maka airpun dianggap mempunyai kekuatan untuk menghilangkan penyakit, serta melenyapkan noda (kotoran), yang melekat baik pada tubuh jasmani maupun rohani. Hubungan yang erat antara Dewi Ibu-air dan bulan didasarkan kepada kenyataan yang pertama bulan dapat mempengaruhi pasang surutnya air laut, dan yang kedua, bulan mempunyai bentuk yang dapat menyusut (gelap) dan mengembang (terang, purnama), yang kemudian di hubungkan dengan sifat negative (gelap), dan sifat positif (terang) Dewi Ibu.32 Darah dianggap sebagai lambang Dewi Ibu, karena darah adalah tanda kesuburan rahim wanita, oleh karena itu darah dan warna merah pada umumnya dianggap sebagai tanda-tanda kehidupan dan kesuburan. Diantara jenis binatang 32 Hariani Santiko, Kedudukan Bhatari Durga Di Jawa Pada Abad X Sampai XV Masehi, (Jakarta, 1987), h. 312 46 yang di hubungkan dengan konsep Dewi Ibu yang terpenting adalah ular. Ular dihubungkan dengan konsep kesuburan karena, pertama, ular adalah binatang melata di darat tetapi sering di jumpai di air, dan di tempat yang lembab, dan yang kedua, ular berganti kulit beberapa kali dalam hidupnya sehingga di anggap menguasai rahasia hidup abadi. Pada perkembangan selanjutnya, baik air, bulan maupun ular seringkali dianggap pula sebagai lambang laki-laki, pasangan dewi ibu. Misalnya pada beberapa mitologi, air dianggap sebagai sperma yang dapat menyuburkan rahim sang dewi. Konsepsi dewi ibu ini yang kemudian, akan tetap hidup menjadi konsep dasar pemujaan dewi hampir seluruh dunia. Berbagai aspeknya diwujudkan sebagai tokoh-tokoh dewi tertentu, misalnya terdapat dewi yang khusus dianggap sebagai dewi tanah, dewi khusus penguasa air dan lain sebagainya. D. Perwujudan Atau Arca Devi Durga Arca Durga bertangan dua, masing-masing tangan kiri arca menarik ekor kerbau dan tangan kanan memegang kepala Asura. Sikap yang sama kita temukan pula pada sebuah arca Durga dari jawa tengah yang sekarang disimpan di Museum Radya Pustaka. Pada-pada arca bertangan 4 dan bertangan 6 letak senjata tidak beraturan, kecuali cakra yang lebih sering terlih dipegang oleh tangan kanan atas atau salah satu tangan kanan yang diangkat keatas. Sangkha pada arca bertangan 4 lebih banyak dijumpai pada tangan kiri atas, sedangkan pada arca bertangan 6 hal tersebut tidak dijumpai. Tangan kanan bawah baik pada arca-arca bertangan 4 47 maupun arca bertangan 6 kebanyakan menarik ekor kerbau sedangkan tangan kiri bawah menarik rambut asura atau memegang kepala asura.33 Gambar : 6 Pada arca-arca bertangan 8 penempatan senjata sila tangan adalah sebagai berikut: a. cakra dipegang pada tangan kanan atas, sedangkan sangkha kebanyakan dipegang pada tangan kiri atas. b. Saara atau Khadga kebanyakan dipegang pada tangan kanan kedua atau ketiga. c. Tangan kanan bawah kebanyakan memegang/ menarik ekor kerbau. Dari daftar diatas terlihat kadang ekor dipegang oleh tangan kiri bawah, tergantung arah hadap kerbau, namun hal sedemikian ini tidak banyak dijumpai. 33 Ida Ayu Putu Surayin, Durga (Surabaya, Paramitha, 2004), h. 98 48 d. Dhanu dipegang oleh tangan kiri kedua atau ketiga, demikian pula khetaka. e. Tangan kiri bawah menarik rambut asura atau memegang kepala/ tangan asura.34 Arca-arca peninggalan masa lampau, zaman kerajaan-kerajaan bercorak Hindu Budha di Nusantara tidak hanya menampilkan keindahan semata. Arcaarca tersebut banyak memiliki makna yang berkaitan dengan cerita sejarah, legenda, mitologi, dan unsur religius yang terkandung di balik keindahannya itu sendiri. Durgamahasisuramardhini yang merupakan gabungan dari kata Durga, Mahisa, Asura, dan Mardhini. Arca Dewi Durga memiliki banyak tangan, lebih dari 8, 12 atau pada beberapa arca sampai dengan 16. Dewi Durga adalah nama sakti atau istri Dewa Siwa, Mahisa adalah kerbau, Asura berarti raksasa, sedang Mardhini berarti menghancurkan atau membunuh. Jadi, Durgamahasisuramardhini berarti Dewi Durga yang sedang membunuh raksasa yang ada di dalam tubuh seekor kerbau. Durga merupakan tokoh dewi yang terkenal di India, dan juga sangat di puja-puja dalam agama Hindu. Durga dipuja di musim gugur pada pertengahan kedua bulan Asvina di propinsi India Timur Laut.35 34 Gambar 6: Devi Durga menunjujukkan kesatriaannya melawan mahisasura dengan menunggangi seekor kerbau. Gambar yang satunya, Arca Devi Durga yang disebut lorojonggrang (Gadis Ramping) 35 Ida Ayu Putu Surayin, Durga ( Surabaya, Paramitha, 2006), h. 102 49 Gambar : 7 Devi Durga pembunuh Mahisa (kerbau) yang penjelmaan Asura (raksasa musuh para dewa yang sering menyerang khayangan). Dewi Durga ditugaskan untuk menghalau asura. Asura bisa menjelma jadi berbagai macam bentuk, misalnya gajah, singa, kerbau. Sebelum muncul wujud aslinya, diwujudkan dengan mahisa (kerbau). Setelah mahisa dibunuh ditombak dengan trisula, muncul wujud aslinya (asura). Menjelma keluarnya dari ubun-ubun (kepala).36 Dewi yang digambarkan sedang berperang, Durga membawa senjata. Tangan atasnya membawa cakra dan yang dibekali oleh Dewa Visnu. Durga juga membawa pedang yang panjang dan busur panah dengan mata panahnya. Tangan sebelah kanan depan menarik ekor dari kerbau (mahisa yang sudah mati). Tangan kiri menjambak rambut asura. Tangan lainnya bawa pitaka (perisai) dan Cangka, dibuat dari cangkang kerang pemberian Dewa Wisnu. Durga digambarkan dalam adegan kemenangan setelah berhasil mengalahkan asura yang berubah bentuk seperti kerbau yang sangat besar. Menurut naskah Devi Mahatya, diceritakan bahwa para dewa pada suatu ketika dikalahkan oleh para asura atau raksasa dibawah pimpinan Mahisasura. Para dewa memohon pertolongan Dewa Siva dan Dewa Wisnu untuk dapat 36 Gambar 7 : Devi Durga menunjukkan wajahnya yang mnyeramkan ketika umatnya melalaikan pekerjaannya 50 mengalahkan dan mengusir para asura yang telah mengganggu khayangan. Mendengar peristiwa yang menimpa para dewa, Dewa Siva dan Dewa Wisnu menjadi sangat marah akan perbuatan para asura, sehingga dari mulut mereka keluar lidah api yang menyala-nyala. Lidah api juga keluar dari tubuh dewa-dewa yang lain. Kekuatan lidah api bergabung menerangi semua penjuru yang akhirnya mengumpulkan dan membentuk tubuh seorang wanita yang sangat cantik dan jadilah Devi Durga. Siva memberikan Trisulanya, Wisnu memberikan Cakra, Baruna memberikan sebuah Sangkha dan Pasa, kalung mutiara dan sepasang pakaian yang tidak bisa rusak, Agni memberikan tombak, Maruta memberi busur dengan anak panahnya, Indra memberi Fajra dan Ganta, Yama memberi Kamandalu, Kala memberi pedang dan perisai, Vivakarma memberi kapak yang mengkilap beserta senjata dan baju sirah yang tidak tembus senjata, Himavat memberikan seekor singa sebagai wahana, Kuwera memberi mangkuk yang penuh dengan anggur, dan Sesa memberikan sebuah kalung ular yang dihiasi dengan permata yang besar. Melalui Devi Durga, para dewa akhirnya berhasil mengalahkan Mahisasura dengan menginjak lehernya. Dari kepala atau mulut Mahisa keluar wujud Asura-raksasa dan segera dibunuhnya. Berdasarkan latar belakang cerita tersebut, Durgamahasisuramardhini biasa digambarkan sedang membunuh Mahisasura, dengan jumlah tangan yang bervariasi, trisula menusuk di leher mahisa. Dia memiliki tiga mata, dada membusung, pinggang ramping, dan berdiri dalam sikap Tribhangga, rambut Jatamahkota, sedang Asura digambarkan dalam bentuk kerbau dengan darah mengalir di lehernya, berbaring di bawah kaki durga. 51 Pada beberapa arca dewi Durga kaki kanannya biasanya digambarkan berada diatas singa, sedang kaki kirinya menginjak punggung kerbau, dan singa digambarkan sedang mencakar kerbau. Di candi-candi, ia biasanya menempati relung sebelah Utara.37 37 Ida Ayu Putu Surayin, Durga (Surabaya, Paramitha, 2006), h. 105 52 BAB IV DEVI DURGA DALAM KEPERCAYAAN MASYARAKAT HINDU DI PURA DALEM PURNAJATI A. Kedudukan Devi Durga Di Pura Dalem Purnajati Dari sekian banyak tokoh dewi yang terlibat dalam pembinasaan asura (Mahisasura), para dewi mempunyai kedudukan yang tidak sama, munculnya berbagai tokoh dewi dengan kedudukan yang berbeda-beda ini, sangat erat hubungannya dengan konsep sakti dalam agama Hindu. 38Sakti adalah tenaga atau kekuatan dewa-dewa, besar kecilnya peranan sakti atau dewi dalam kehidupan keagamaan, itu tergantung pada aliran yang memujanya. Dalam aliran Saiva, kedudukan terpenting adalah Siva (Paramasiva) atau Pati dalam Saiva-Siddhanta, Siva atau Pati ini adalah kenyataan tertinggi seperti halnya dengan Brahman dalam kitab-kitab Upanisad. Siva adalah sebab yang menghasilkan dan sebab sebagai alat (Nimitta-Karana) penciptaan alam dari sebab bendani yang telah ada, tugas utama Siva bukan hanya penciptaan dunia melainkan Lima macam yang dikenal dengan Pancakrtya yakni penciptaan (Srsti), pemeliharaan dunia (Sthiti), penghancuran alam (Samhara atau Laya), Anugerah (anugrah), dan menyebar kebodohan (Tirobhava). Tetapi segala kejadian itu bukanlah disebabkan oleh Siva secara langsung, melainkan dengan perantaraan Saktinya (tenaganya). Pada hakekatnya Sakti hanya satu dan disebut Cit-Sakti (tenaga dari kesadaran murni), Para-Sakti (tenaga utama atau tertinggi). Sakti ini adalah sebab bendani (Upadana-Karana) dan di kenal juga sebagai prakrti, namun 38 Sakti adalah nama lain dari istri, akan tetapi Sakti dalam arti lain yaitu di sebut juga dengan tenaga atau bisa juga di artikan dengan kekuatan 49para dewa-dewa yang sangat dahsyat 53 tanpa memiliki kesadaran (Acit), dan segala perubahan yang terjadi pada dirinya disebabkan oleh petunjuk Siva. Hubungan antara Siva dan sakti ini sangat erat. Siva adalah Jnana (pengetahuan murni) dan Cit (kesadaran murni), sedangka Sakti adalah tenaga murni (Kriya), yang tidak memilki kesadaran (Acit). Dari perpaduan Siva-Sakti ini muncullah tiga jenis sakti dari Para-Sakti, yakni : 1. Iccha-Sakti (tenaga kemauan atau keinginan), perpaduan Jnana dan Kriya jumlah kedua unsur atau jumlah keduanya adalah seimbang. 2. Kriya-Sakti (tenaga untuk bertindak), perpaduan Jnana dan Kriya dengan unsur Kriya yang lebih kuat 3. Jnana-Sakti (tenaga pengetahuan) merupakan perpaduan Jnana dan Kriya dengan unsur Jnana yang lebih kuat. Jnana-Sakti ini aktif dalam usaha pelepasan Jiva (Pasu) dari belenggu (Pasa), ketiga sakti mempunyai Tabiat-Rupa (berbentuk), Arupa (tanpa bentuk) dan Ruparupa (berbentuk dan tidak berbentuk). Tanpa Sakti-Siva tidak akan dapat melasanakan satu pun dari segala peranannya.39 Kedudukan Sakti yang berbeda dapat dijumpai dalam aliran Sakta. Yakni suatu aliran yang memuja Sakti. khususnya yaitu Sakti-Siva. Sistim SaktaDarsana adalah Advaita yang berarti kenyataan tertinggi yang dianggapnya bukan dualisme, kenyataan tertinggi ini adalah kesatuan Siva-Sakti, bersifat Sacchidananda dan tak dapat dipisahkan. Sakti yang dikenal dengan mula Prakrti (sebab bendani), memiliki Tiga Guna tetapi dalam tahap ini ketiga Guna tersebut masih dalam keadaan seimbang (Samya-Vastha), sehingga tidak berpengaruh 39 Hariani Santiko, Kedudukan Bhatari Durga Di Jawa Pada Abad X-XV, Jakarta-1987, h 283-286 54 terhadap apapun. Oleh karena itu, di sebut Nirguna dalam arti bahwa tidak ada pembedaan di dalamnya. Hubungan keduanya seringkali diumpamakan biji canaka, dari luar nampaknya satu, namun setelah kulit luarnya dikupas akan terlihat kedua bagian biji tersebut. Siva adalah Prakarsa (cahaya), dan Sakti adalah Vimarsa (kekuatan untuk memantulkan sinar). Siva adalah kesadaran murni (Cit) yang statis, berat, lesu dan apabila tanpa sakti tak berdaya bagaikan mayat (Sava), sebaliknya sakti bersifat dinamis pendorong utama terjadinya penciptaan alam, oleh karena itu sakti disebut sebagai ibu dunia (Jagadamba). segala kejadian di dunia ini, di antaranya penciptaan dunia (Srsti), pemeliharaan dunia (Sthiti atau Utpatti) dan penghancuran dunia (Praline atau Pralaya), menurut penganut Sakta, adalah pekerjaan Sakti yang di sebut sebagai Mahasakti atau Adyasakti. Dan Siva hanyalah pembantu (Sakahari) saja, keadaan Siva-Sakti seringkali digambarkan sebagai Ardhanarisvari yakni tubuh setengah laki-laki dan setengah wanita. Bentuk wanita (Sakti) di sebelah kiri dan bentuk laki-laki (Siva) di sebelah kanan. Walaupun memuja kedua-duanya, namun belahan sebelah kiri dianggap jauh lebih penting dan lebih sering dipuja dari pada belahan sebelah kanan, karena tanpa Sakti, Siva tidak berarti apa-apa. Oleh karena itu bagi para penganut Sakta, kenyataan tertinggi adalah Mahasakti.40 Pada tahap berikutnya, terjadilah ketidakseimbangan antara ketiga Guna dalam Prakrti sehingga timbul terciptanya atau penciptaan alam. Pada saat ini Mahasakti disebut Ahamaya karena menjadi sebab bendani dan sebab sebagai alat penciptaan, serta menimbulkan ilusi atau ketidaktahuan (Avidya) pada ciptaannya 40 Hariani Santiko, Kedudukan Bhatari Durga Di Jawa Pada Abad X-XV, (Jakarta – 1987), h 287290 55 (Jiva). Karena menimbulakan Avidya maka Sakti di sebut sebagai Avidya-Sakti. tetapi sakti adalah Jagadamba (Ibu Dunia), Dewi Ibu (Magna Mater) yang sangat mencintai anak-anaknya. Oleh karena itu Mahasakti yang telah menimbulkan Avidya dengan kekuatan Maya-nya, berusaha pula untuk melenyapkan ketidaktahuan serta menolong Jiva untuk mencapai kelepasan. Dalam hal ini, Mahasakti disebut sebagai Mahavidya atau Vidya-Sakti, pada tahap ini Siva-Sakti yang dikenal pula sebagai Mahabindu, pecah menjadi dua bagian yakni Bindu dan Nada, serta dari akibat perpaduan keduanya muncullah bija yang di sebut pula sebagai Surya-Bindu. Bindu, nada dan bija masing-masing di hubungkan dengan ketiga aspek Sakti yakni Iccha, Kriya, dan Jnana-Sakti serta diwujudkan sebagai tiga dewi besreta pasangannya. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa kedudukan Sakti dalam agama Saiva sangat berbeda dengan kedudukan Sakti dalam agama Sakta. Menurut beberapa pendapat, cerita Devi-Mahatmya yang termuat dalam Markandeya purana adalah cerita milik aliran Sakta. Sakti dalam cerita ini disebut sebagai Mahamaya, Devi, Yoganidra. Walaupun tidak ada sebutan sebagai Mahasakti. Namun dari syair puji-pujian (Stuti) yang diucapkan oleh dewa-dewa, dapat kita ketahui bahwa Sakti-sakti dalam cerita ini adalah Mahasakti yang mempunyai kedudukan lebih penting dari kedudukan dewa-dewa. Dalam Stuti (puji-pujian) untuk sang Devi Durga antara lain disebut sebagai : 1. Mahavidya, Mahadevi, Mahamedha ( medha : kekuatan ), Mahasmrti ( Smrti : ingatan ), Mahamoha ( Moha : mabuk ), Mahasuru dan ParamaPrakrti 2. Pencipta segala sesuatu yang ada di alam semesta 56 3. Devi Durga adalah paramavidya atau Vidya-Sakti yang dapat menuntun mereka yang ingin mencapai moksa 4. Devi Durga adalah pencipta, pemelihara, dan penghancur dunia 5. Tidak diketahui dan tidak di mengerti wujudnya, sekalipun oleh hari, hara dan dewa-dewa lainnya Dewi sebagai Maha-Sakti memilki tiga wujud, pertama Para (tertinggi, utama), wujud ini tidak ada yang yang tahu karena bersifat rahasia dan tidak terjangkau oleh akal manusia dan dewa. Kedua wujud Sukma (halus, lembut) yang berupa mantra, dan yang ketiga adalah Stula (kasar atau wujud jasmani), khususnya diperuntukan bagi mereka yang masih belum mampu mewujudkan atau membayangkan wujud pertama dan kedua. Untuk membela kepentingan dewa-dewa dan manusia, Mahasakti memperlihatkan wujud Sthula-nya yang disebut Durga dan dikenal pula dengan nama-namanya antara lain : Candika, Candi, Ambika, Katyayani, Kausiki, dan Siva. Proses munculnya wujud Sthula ini digambarkan dengan cerita kelahiran Devi Durga dari kumpulan cahaya panas yang keluar dari muka para dewa-dewa termasuk Siva dan Visnu. Mengenai hal ini, keterangannya diperoleh dari DeviMahatmya yang berbunyi kurang lebih sebagai berikut : demikain telah saya ceritakan , o raja, tentanr devi yang menginginkan kebaikan bagi tiga dunia, telah memperlihatkan diri, yang keluar dari tubuh para dewa. Jadi munculnya wujud Sthula ini digambarkan sebagai suatu proses kelahiran. Menurut beberapa kitab purana, Durga adalah wujud Sthula atau yang disebut dengan istilah Rupa (bentuk wujud) dari salah satu aspek Sakti yakni 57 aspek Krodha atau Raudra (dahsyat). Para Sakti ini dikatakan memiliki dua aspek yakni Saumya atau Santa (tenang), dan aspek Krodha atau Raudra. Untuk kepentingan pemujanya, kedua aspek Devi (Para-Sakti), ini masing-masing menjelma menjadi dewi-dewi yang sangat banyak jumlahnya. Dewi-dewi yang bersifat Saumya adalah Parvati (Uma), Gauri, Siva, Kamesvari, Bhuvanesvari, dan lain sebagainya, sedangkan yang bersifat Krodha di antaranya adalah Durga, Kali, Karali. Pengelompokkan dewi sebagai aspek Saumya dan Raudra, para-Sakti ini dapat dijumpai dalam kitab Vayu-Purana. Pengelompokkan para dewi, yang sedikit berbeda dengan pengelompokkan di atas, dapat dijumpai dalam kitab Devi-Purana. Menurut kitab ini, para Sakti telah menjelma ke dalam enam puluh dewi yang dikelompokkan menjadi kelompok Sattvika (tenang), karena merupakan wujud dari Sattva-Guna, yang kemudian kelompok Rajasika (hebat, dahsyat), yang merupakan wujud Rajo-Guno dan kelompok Tamasika (menakutkan), yang merupakan wujud Tamo-Guna. Dewi-dewi yang termasuk kelompok Sattvika di antaranya adalah Uma, Parvati, Santi, Laksmi, Sri, Siva, dan Isvari, yang termasuk kelompok Rajasika anatara lain adalah Devi Durga, Gauri, Ajita, Aprajita, Kausiki, Jayanti, Manasi dan yang termasuk kelompok Tamasika adalah Kali, Karali, Raudri, Kapali, Ambika, dan lain sebagainya.41 Tugas melindungi manusia dan dewa-dewa dari gangguan orang jahat dan ancaman musuh serta kesulitan-kesulitan yang dialami dalam hidup di lakukan oleh aspek Krodha, para Sakti (Devi) khususnya dalam bentuk Durga. Tugas ini di lambangkan dengan pembinasaan kelompok Asura oleh Durga dan dewi-dewi 41 Bibek Debroy, Divapali Debroy, Purana, (Surabaya, Paramitha, 2000), h. 54 58 yang bersifat Krodha lainnya. Sedemikian pentingnya tugas Durga dalam membasmi Asura ini sehingga dalam beberapa kitab Purana, Durga tidak hanya merupakan aspek Krodha. Sebagai misal dapat dijumpai dalam kitab Devi-Bhagavata Purana, sebuah Sakta-Purana, Durga disebut sebagai mula Prakrti yang bergerak dalam penciptaan alam, pemeliharaan dan penghancuran alam. Dalam ketiga pekerjaannya ini, Devi Durga dikenal dengan Mahakali, Mahalaksmi, dam Mahasarasvati. Selanjutnya, dalam bentuknya sebagai Mahakali, para sakti Durga telah membasmi Asura, Madhu, dan Kaitabha sebagai Mahalaksmi telah membasmi Mahisasura dan sebagai Mahasarasvati telah membunuh Sumbha dan Nisumbha. B. Tujuan Masyarakat Memuja Devi Durga Di Pura Dalem Purnajati Berdasarkan data yang telah di bahas sebelumnya, dapat di ungkapkan bahwa tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan pemujaan kepada Bathari Durga adalah sebagai berikut: 1. Menaklukkan Musuh Memuja Devi Durga, dengan tujuan menaklukkan serta meminta perlindungan dari ancaman musuh merupakan data terbanyak di wilayah Pura Dalem Purnajati. Memuja Devi Durga dengan tujuan ini telah kita jumpai pada sumber-sumber tertulis sebelum abad ke X, di antaranya dalam sebuah pakawin yang diperkirakan dari abad IX yakni pakawin Ramayana Sarga yang berbunyi kurang lebih sebagai berikut; Pohon besar di tempat yang sunyi kau datangi 59 Di sana (tempat) hyang Durga, Ganapati (serta) banyak Banaspati Jalannya tinggi terjal sulit untuk dicapai Doa (permohonan) apakah yang difikirkan sukar ditebak Sebuah nazar besar (dengan tujuan) agar sang raja memperoleh kemenangan dalam perang Demikian pula agar saya dapat pulang ke Ayodhya Pemujaanmu semuanya berhasil baik Itu dilaksanakan benar-benar olehmu dengan kerelaan hati 2. Berkumpul kembali dengan orang yang dikasihi dan agar memperoleh jodoh Data dari sastra Pura Dalem Purnajati menunjukkan bahwa Bathari Durga dipuja oleh mereka yang sedang bersedih hati, karena terpisah dengan orang yang dikasihi dan oleh mereka yang ingin memperoleh jodoh 3. Menjadi saksi pendirian suatu daerah sima Batari Durga atau Devi Durga dilibatkan dalam kutukan Frasasti untuk keputusan raja tentang pendirian suatu daerah sima. Serta diminta untuk memberi hukuman bagi mereka yang melanggar ketetapan prasasti. 4. Membinasakan orang lain Memuja Devi Durga, dengan tujuan membinasakan orang lain kita dapati dalam kitab Siva Purana, apa yang diceritakan dalam kitab ini sangatlah penting. Karena upacara pemujaan Durga diuraikan secara panjang lebar.42 C. Ajaran Devi Durga Di pura Dalem Purnajati 42 Hariani Santiko, Kedudukan Bhatari Durga di Jawa Pada Abad X-XV Masehi, (Jakarta, 1987), h-319 60 Ajaran Devi Durga terhadap masyarakat Hindu yang berada di Pura Dalem Purnajati, bukan kepada ritual keagamaan. Akan tetapi ajarannya itu mengarah kepada ajaran Tantra atau Tantrik, ataupun bisa disebut juga dengan bahasa modernnya yaitu Ilmu Magic. Kata Tantra terdiri dari dua kata yaitu Tana dan Trai, berarti bahwa melalui pelaksanaan sadhana-puja, Bhakti dan metode yang lainnya seseorang bisa mengelola alam dan kekuatan Tuhan sesuai dengan keinginannya. Semua metode Sadhana pada hakekatnya adalah Tantra. Tantra adalah sebuah sastra yang berisikan berbagai aspek puja Siva Shakti, sebuah metode, sebuah tehnik atau jalan, dan ini ada pada semua agama. Keluwesan dalam melakukan sadhana, karena itu tidak akan menyentuh ajaran agama dan keyakinan, namun sebaliknya justru akan memperkuat keyakinan karena disana ada puja, doa, bhakti dan ajaran spiritual.43 Tantra adalah tehnik yang mengajarkan bagaimana membawa Tuhan, para dewa dan elemen lain berada dalam kendali seseorang melalui pemujaan dan doa, karena berisikan berbagai metode sadhana dan menggunakan sarana tertentu. Secara umum orang-orang mengenal tantra sebagai hal yang berbau magis dan mistik, ini memberikan kesan yang kurang baik pada pikiran masyarakat hindu, sehingga merekapun berfikir, ketika pesulap melakukan keajaiban kecil, maka demikianlah tantra yang senantiasa terlibat dalam hal-hal magis. Dalam dunia material ini setiap orang memiliki keinginan yang tidak terbatas dan mereka mulai sangat egois. Mereka melupakan hukum alam yang menyatakan bahwa, jika seseorang menginginkan sesuatu, maka ia harus berusaha dan berjuang untuk hal 43 Dr. Vasant Lad dan Robert E. Svobodo, Ayurveda, ( Surabaya : Paramitha 2007 ), h 20-34 61 itu. Orang-orang senantiasa menginginkan jalan pintas, mereka tidak memandang kekuasaan alam atau prakerti. Dalam masyarakat modern setiap orang tampak sibuk. Orang-orang tidak memiliki waktu baik mencapai kesadaran diri atau memperhatikan keluarganya. Mereka meminta bantuan kepada astrolog, ahli metafisika (para normal), penasehat atau pembimbing spiritual yang melakukan tugas mereka dengan memberikan imbalan uang, orang mau membayar mereka karena mau terbebas dari segala keburukan, kekhawatiran dan gejolak batinnya. Padahal, orang yang disewa tidak akan membantu dalam hal ini. Karma seseoranglah yang menyelesaikan semuanya. Apapun yang diinginkan harus berusaha sendiri, seorang spiritual hanyalah sebagai jaln pembimbing selanjutnya tergantung karma wesana seseorang. Dalam Mahanirvana Tantra, ajaran Tantra pertama kali diturunkan di pegunungan Himalaya, tempat salju abadi daerah suci yang penuh dengan tradisi bangsa Arya. Di sebelah pegunungan utara Himalaya nampak menjulang gunung yang disebut sapta kula parwata. Di katakana bangsa Arya berasal dari tempat ini. Di Bhimudhiyar misalnya, masih bisa ditunjuk sebuah gua tempat para pandawa dan Drupadi pernah melepaskan lelah, demikian juga tempat menyimpan riwayat rama dan istrinya yang setia yaitu lembah yang penuh dengan hutan pohon Asoka. Di pegunungan ini hidup para Muni dan Rsi. Di sini juga tempat kshetra Siva Mahadeva, tempat kelahiran permaisurinya, parwati putri maharaja gunung dan tempat permulaan Ibunda Gangga. Puncak Himalaya, Kailasa (Istana Siva), Dewa Siva pertama kali menurunkan ajaran-ajarannya, yang kemudian tercatat dalam beberapa kitab suci dalam bentuk 62 pustaka Tantra yang disusun dalam bentuk Tanya jawab, di antara dewata dengan shaktinya yaitu dewi yang mewujudkan dirinya sebagai Devi Durga. Dalam pustaka mahanirvana tantra, setelah dilukiskan keadaan gunung kailasa, pelajaran buka dengan sebuah pertanyaan yang diajukan oleh Durga dan Dewa Siva menjawab pertanyaan itu selanjutnya. Dalam Mahanirvana Tantra, Devi Durga menyatakan kekhawatiran tentang penyimpangan praktek-praktek Tantra dan prinsip-prinsip yang digariskan Mahanirvana Tantra (K Nilla, 1997 : vii).44 “ Hitaya yane karmani kathitani twaya prabho menyentahi mahadeva wiparitani manawe “ (Hamba khawtir oh junjungan !, apa yang paduka tetapkan untuk kebaikan umat manusia, tetapi melalui itu juga akan timbul penyalahgunaan dan kejahatan) “. Kekhawatiran Devi Parwati-Shakti Siva masuk akal, karena tantra bukanlah pengetahuan yang dibaca dan dihapalkan. Tantra pengetahuan yang praktis yang langsung harus dipelajari dengan lisan dan praktek. Tahap keberhasilan tergantung dari kedisiplinan dan wasana atau samskara masingmasing. Dalam (K Nilla, Mahanirvana Tantra, 1997, bab VII, : 99), memahami Tantra hendaknya dilakukan dengan pikiran yang jernih dan terbuka, tidak tertindih oleh prasangka-prasangka lebih-lebih penolakan terhadapnya. Bahasa Tantra pada umumnya bahasa Sansekerta yang relative sangat sederhana, namun untuk bisa memahami arti yang sejati dan istilah-istilah tersebut, serta tata caranya diperlukan pengalaman-pengalaman yang langsung harus didapat dari lingkungannya atau dipelajari dari mata pengetahuan yang sudah terbiasa atau membiasakan diri dengan lingkung pandang pengetahuan Hindu. 44 Ini adalah sebuah Doa yang disampaikan Devi Durga yang di tujukan kepada para dewa, supaya umat Hindu untuk tidak menyalahgunakan ajarannya sebagai ajaran yang sesat 63 Tantra merupakan kitab suci untuk zaman kali yuga. Namun, Tantra itu tetap merupakan transformasi dari karmakanda untuk memenuhi tuntutan zaman. Deva siva telah bersabda (K Nilla, 1997, mahanirvana tantra : v) : ‘ untuk menyempurnakan manusia di zaman kaliyuga, pada ketika manusia menjadi sangat lemah dan hidupnya tergantung pada makanan-makanan saja, maka O Dewi, dirumuskanlah ajaran-ajaran daripada kaula ‘. ` Dengan pengetahuan-pengetahuan dari Tantra akan bisa memahami apa arti dan tujuan dari sebuah ritual, demikian pula memahami berbagai prinsipprinsip serta praktek-praktek yang bernilai sangat ekspresif dan abjektif. Tapi sayang, dari berbagai sastra Hindu yang ada ajaran tantra paling tidak dikenal, apalagi dipahami. Sebabnya ialah ajaran-ajaran Tantra itu memang sulit, diperlukan tingkat evolusi berfikir untuk bisa menyerap dan memahaminya. Selain itu juga arti terhadap berbagai istilah serta metode yang dilaksanakan terus dijaga kerahasiaannya oleh para penganutnya. Para Tantrika memuja Brahma, tetapi sistem pemujaannya dilakukan dengan sedemikian rupa sehingga banyak bagian pemujaan itu tidak disepakati oleh para penganut ritual orthodox. Itulah sebabnya banyak prinsip-prinsip dan praktek-prakteknya sangat dirahasiakan. Pelajaran-pelajaran tentang Tantra hanya diberikan kepada orang yang mempunyai keyakinan kepada akar dan mengetahui tentang kegunaan cabangcabang serta daun-daun. Keyakinan-keyakinan dan kemurnian-kemurnian dari jiwa, itulah persyaratan-persyaratan yang diperlukan. Dasar pemikiran seorang Tantra atau juga Tantrik (Tantra Sadhana), pada mulanya niskala Brahman yang ada, yang satu itu berkehendak dan menjadi banyak, Aham bahu syam, “ menjadilah aku ini banyak “. Di dalam shakti yang memanifestasikan diri demikian, Brahman disebut apara (lebih rendah) atau 64 jadi Brahman yang termanifestasikan dan menjadilah dia sebagai subyek pemujaan, di meditasikan memiliki ciri-ciri atau atribut. Dan bahkan, bagi pikiran dan perasaan jiwa yang berjasad, Brahman itu memilki jasad dan wujud. Dia mewujudkan diri dalam bentuk para dewa dan dewi dan juga berada di dalam pemuja sendiri. Perwujudannya itu ialah perwujudan alam semesta raya, termasuk segalanya berada di dalamnya. Sebuah aspek yang penting dalam Tantra, bahwa Tantra adalah sebuah ilmu yang rasional, yang bisa dijelaskan setiap langkahnya dan tidak dituntut dengan keyakinan yang buta. Tantra senantiasa menekankan pada sisi praktikalnya. Tantra ini menyediakan sistem sadhana yang bertahap tergantung kemampuan sadhaka. Ada pujaan atau persembahan yang dilakukan dengan bunga, dupa dan sebagainya. Yang kemudian ada pengulangan mantra. Setelah itu ada Dhyana hingga pada akhirnya akan mencapai penyatuan dengan Brahman. Tantra ini banyak menyerap hal-hal dari Veda, dan yang paling penting dari ajaran Tantra adalah bahwa ia juga memperhitungkan keperluan duniawi seseorang di dunia yang dianggap nyata bukan ilusi. Tantra berisikan ilmu-ilmu yang bersifat subyektif dan juga bersifat obyektif. Oleh karena itulah para Tantrik cenderung melakukan berbagai kegiatan mistik, gaib dan diakhiri dengan ilmu obat-obatan, ramuan, Astrologi, Astronomi dan sebagainya. Jadi dalam kalimat singkat, Tantra memungkinkan seseorang untuk berbuat melalui Dharma atau kebajikan, Artha atau Kama, dan Moksha. Semua yang disebutkan diatas bisa dicapai dengan mantra, yantra dan para Deva, melalui bantuan seorang guru atau pembimbing spiritual. Tanpa ragu lagi Tantra menyatakan bahwa mantra bisa menghasilkan apapun yang diinginkan. Tantra, 65 mantra dan yantra adalah sarana yang ampuh untuk mencapai sesuatu dan para Deva (baik golongan tinggi maupun golongan rendah) memang benar ada. Melalui para Deva seseorang bisa mendapatkan kekuatan Siddhi dan pada akhirnya akan membawa seseorang pada kesadaran Brahman.45 Ajaran Tantra telah berkembang semenjak kedatangan orang-orang India menyebarkan agama Hindu plus berbagai sekte. Tentunya perkembangannya di mulai dari keluarga kerajaan terutama yang menyangkut ajaran kerohanian, sangat terbukti pengikut mazab Tantra ini baik aliran Sivaisme maupun aliran Budha Mahayana yang dikenal dengan nama aliran Bajrayana (sejenis Tantrayana wamacara atau aliran kiri), kedua aliran ini sama-sama mencari kesaktian, kekuasaan, kekuatan, karisma, bahkan masih semarak sampai sekarang dari tukang becak sampai tingkat presiden, namun pada masa kerajaan, ajaran Tantra ini selalu dipelajari secara rahasia oleh Raja beserta bawahannya. Agama Hindu dengan berbagai sekte-sektenya, telah berkembang di Indonesia, terutama Sivaisme yang sangat dominan. Walaupun demikian, ternyata ajaran Tantra berkembang bersamaan dengan penyebaran Sivaisme. Kalau di cermati telah terjadi pengaruh terhadap ajaran Hindu, hal ini tentu mudah terjadi, karena ajaran Tantra ini pada dasarnya bagian dari Sivaisme. Ajaran Tantra sendiri pada zaman Raja Airlangga berkembang melahirkan aliran Bhairava, perkembangan lebih lanjut di ketahui bahwa, paham Bhairava terbagi dalam tiga aliran yaitu : 45 Made I Murta Wiranata, Filosofi Ajaran Tantra dan Implementasinya Dalam Pendidikan Agama Hindu, ( Jakarta : 2005 ), h 27-34 66 1. Bhairava Kala Cakra : berkembang di Jawa Timur terutama pada zaman Raja Kertanegara dan juga di Sumatera Barat pada zaman Aditya Waryaman, Bhairava Kala Cakra lebih menampakkan karakter Budhis. 2. Bhairava Bhima : berkembang di sekitar candi Kukuh dan candi Ceta, beberapa daerah di Jawa Timur dan sekitar desa Pejung di Bali yang terkenal dengan arca Bhima di Pura Kebo Edan. 3. Bhairava Heruka : berkembang di sekitar Padang Lawas Aceh, aliran ini menunjukkan pengaruh Tibet, dengan lambang patung manusia berkepala kuda, merupakan ciri religi masyarakat Indonesia asli. Ciri-ciri umum dari aliran tantra ini dapat di lihat dari tanda-tanda patung simbolnya, yaitu : patung devi membawa mangkok yang berikan darah, memegang pisau atau pedang dan berdiri di atas rangkaian tengkorak atau mayat dan ada pula yang berdiri di atas seekor binatang. Pengaruh ajaran Tantra dalam agama Hindu dapat di ketahui dengan jelas, di antaranya seperti praktek-praktek upacara keagamaan yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari oleh umat Hindu di Indonesia. Dalam pustaka suci Veda misalnya, dalam upacara-upacara pemujaan sarana upacara yang menonjol pada umumnya adalah soma dan api. Dalam pustaka Bhagavadgita IX Sloka 26, sarana persembahan dinyatakan terdiri dari daun, kembang, buah dan air. Kenyataan yang berkembang sekarang ini dalam setiap upacara agama, selalu ada sarana upacara, yang terdiri dari daging dan ikan. Yang paling sederhana rerasmen yang mempergunakan kacang dan ikan, umumnya ikan asin. Yang lebih menengah banten ‘suci‘, mempergunakan daging bebek, sedangkan banten “berbangkit“, mempergunakan “guling babi“, dan yang paling menonjol adalah banten Caru, 67 serananya mengingatkan panca Tattva dalam Tantra, seperti daging, tetabuhan, gerak, ikan dan kepuasan batin. Mantra-mantra pemujaan yang dipergunakan dalam memimpin upacara oleh para pandita, khususnya di Bali maupun di Indonesia banyak bercorak ajaran Tantra seperti pemujaan atau mantra-mantra yang ditujukan kepada para Deva dan Shakti. Pura dalem dan pura Ulunsuwi adalah ciri khas keberadaan konsep Tantrayana pemujaan Shakti Devi Durga dan Devi Sri Shakti Deva Visnu.46 Peletakkan paham Tantrisme yang berkembang di Dwi pantara atau bumi Nusantara, di mana satu bukti, penduduk Indonesia telah mengenal sistem pemujaan arwah leluhur, juga telah sadar di luar dirinya ada kekuatan yang tidak nampak, tidak terfikirkan, berhubung peradaban dan pengetahuan pada waktu itu masih rendah, cenderung oleh para peneliti, kepercayaan mereka adalah Animisme, Dinamisme dan Totemisme. Animisme adalah keyakinan akan adanya roh, segala sesuatu yang ada di alam semesta ini, didiami dan dikuasai oleh roh yang berbeda-beda pula. Dinamisme adalah keyakinan adanya kekuatan alam dapat berupa makhluk (personal) atau tanpa wujud. Totemisme keyakinan adanya binatang keramat yang sangat di hormati. Binatang tersebut di yakini mempunyai kekuatan dan kesaktian. Ciri-ciri konsep Tantra adalah roh, kekuatan alam dan keshaktian. Masuknya aliran Sivaisme dengan konsep Tantra, kepercayaan penduduk asli dengan mudah melebur dirinya dalam bentuk ikatan menjadi agama. Shakti Siva dalam wujud Devi Durga sebagai ibu illahi, dan terus berkembang dari zaman ke zaman dan di kenal dengan nama Saivashidanta. 46 Hariani Santiko, Kedudukan Bhatari Durga Di Jawa Pada Abad X Sampai XV Masehi, (Jakarta, 1987), h. 567 68 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Masyarakat yang berada di Pura Dalem Purnajati, pandangan mereka terhadap Devi Durga sebagai Tuhan dan salah satu sakti Dewa Siva. Tuhan yang mereka sembah atau yang mereka puja dengan penuh harapan dan menginginkan sesuatu apapun kepada Devi Durga. Masyarakatpun mempercayainya akan dikabulkan permintaan-permintaan yang masyarakat inginkan. Masyarakat Pura Dalem Purnajati, tidak hanya memuja Devi Durga. Dewa Siva sebagai suami dari Devi Durga, masyarakat yang berada di Pura Dalem Purnajati memujanya atau menyembahnya. Karena Dewa Siva adalah Tuhan (Sang Hyang Widhi). Dibalik sosok Devi Durga yang melindungi dan memelihara umatnya, Devi Durga dikenal dengan kekejamannya menyebutkan bahwa Devi Durga adalah sosok yang sangat menyeramkan, menyeramkan ketika Devi Durga memarahi umatnya yang lengah dan tidak dapat bertanggung jawab atas pekerjannya, seperti halnya Ibu memarahi anaknya yang sedang bermain. Devi Durga juga adalah manifestasi dari Tuhan atau jelmaan-jelmaan dari Tuhan yang secara keseluruhan. Ajaran Devi Durga dengan cara menggunakan Tantraisme atau disebut dengan ilmu magic, permintaan apapun yang umatnya menginginkan pasti akan Devi Durga kabulkan dengan cara memanggil dan memuja roh-roh yang sudah meninggal, permintaan yang baik ataupun permintaan yang buruk Devi Durga mengabulkannya, akan tetapi harus 65 menerima resiko masing-masing 69 permintannya. Ajaran Devi Durga yang sekarang berkembang dengan adanya praktek-praktek keagamaan atau ritual-ritual keagamaan yang ada pada masyarakat di Pura Dalem Purnajati. B. Saran Ada beberapa hal yang menjadi saran penulis, antara lain adalah: 1. Teman-teman Perbandingan Agama yang melanjutkan tema dalam skripsi ini dengan fokus yang berbeda. 2. Fakultas atau Perpustakaan FUF mesti menyediakan buku-buku/reference tentang tema ini, mengingat penulis kesulitan menemukan dan mengakses tulisan-tulisan tentang tema dimaksud, sebagai bahan untuk mahasiswa yang akan datang. 3. Fakultas Ushuluddin dan Filsafat selalu melakukan Enrichment (pengkayaan) dalam bidang studi-studi keagamaan (religious studies) demi membekali mahasiswa/i Perbandingan Agama untuk menunjang keahlian/profesionalitas dalam bidang ilmu Perbandingan Agama. 70 DAFTAR PUSTAKA Bibek Debroy, Divapali Debroy, Purana, (Surabaya, Paramitha, 2000) Cudamani, Bagaimana Umat Hindu Menghayati Dewa Dewi (Surabaya: paramitha, 1998) Dr. I Made Titib, Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu, (Surabaya, Paramitha, 2003) Dr. I Made Titib, Purana Sumber Ajaran Hindu Komprehensip, (Surabaya, Paramitha, 2004) Dr. I Made Titib, Purana Sumber Ajaran Hindu Komprehensip, (Surabaya, Pustaka Mitra Jaya, 2003) Dr. L . R. Chawdhri, Rahasia, Yantra, Mantra dan Tantra, (Surabaya, Paramitha, 2003) Dr. Mahendra Mittal, Pesan Tuhan Untuk Kesejahteraan Umat Manusia Intisari Veda, (Surabaya, Paramitha, 2006) Dr. Vasant Lad dan Robert E. Svobodo, Ayurveda dan Tantra, (Surabaya, Paramitha, 2007) Gede Oka Sanjaya, Siva Purana, (Surabaya, Paramita, 2001) Hariani Santiko, Kedudukan Bhatari Durga Di Jawa Pada Abad X Sampai XV Masehi, (Jakarta, 1987) Ida Ayu Putu Surayin, Durga (Surabaya : Paramitha, 2004) I Gusti Arya Yunaedi, Ajaran Dasar Hindu, Panduan Pembelajaran Agama Hindu Untuk Sekolah Dasar, (Denpasar, STAH Denpasar, 2004) 71 I Made Muranata, Filosofi Ajaran Tantra Dan Implementasinya Dalam Pendidikan Agama Hindu, (Jakarta, STAH 2005) I Wayan Maswinara, Dewa-Dewi Hindu, (Surabaya, Paramitha, 2000) I Wayan Maswinara, Dewa-Dewi Hindu, (Surabaya, Paramitha, 1999) Kadek Yudhiantara dan Chandika Sila Ulati Devi, Rahasya Pemujaan Sakti Durga Bhairavi, Meditasi Mantra dan Hakekat Devi Dasa Mahavidya, (Surabaya, Paramitha, 2003) Michael Keene, Agama-Agama Dunia, (Yogyakarta, Kanisius, 2006) Tim Penyusun, Buku Pelajaran Agama Hindu, (Surabaya, Paramitha, 2005) Tiwi Etika, Belajar Singkat Bahasa Hindi, (Surabaya, Paramitha, 2001) 72 HASIL WAWANCARA PENULIS DENGAN MASYARAKAT SEKITAR Pertanyaan : Pandangan Anda Tentang Devi Durga Seperti Apa ? Jawaban : Sebagai Tuhan yang mengabulkan apa-apa yang kami inginkan Pertanyaan : Apa Perbedaan Pura Dalem ini dengan Pura-Pura yang lain ? Jawaban : Karena lebih dekat dari pada pura-pura yang lain Pertanyaan : Apakah Devi Durga Adalah Sosok Yang Sangat Menyeramkan? Atau Sebaliknya ? Jawaban : sosok Devi Durga sangat menyeramkan, menyeramkan ketika Devi Durga marah kepada umatnya, yang lengah atau lalai akan pekerjaannya, contohnya, seperti ibu memarahi anaknya yang sedang bermain. akan tetapi ketika umatnya menginginkan sesuatu kepadanya itu di kabulkan, permintaan yang baik ataupun permintaan yang buruk, tapi harus menerima resiko masing-masing permintaannya. Pertanyaan : Kenapa Masyarakat Hindu Yang Ada di Pura Dalem Purnajati ini Memuja Kepada Saktinya Siva yakni Devi Durga ? Jelaskan ? Jawaban : Kami tidak hanya memuja Devi Durga saja, akan tetapi Siva sebagai Deva sekaligus suaminya Devi Durga kami memujanya, karena Siva juga adalah Tuhan. 73 SURAT KETERANGAN WAWANCARA Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Bpk. I. Made Lanus Jabatan : Pemangku Alamat : jln. Cilincing Jakarta Utara Agama : Hindu Dengan ini menerangkan bahwa : Nama : Musyarofah Darajat NIM : 103032127696 Alamat : jln. Raya gading serpong, Tangerang Agama : Islam Nama tersebut benar-benar telah mengadakan wawancara langsung dengan kami dalam rangka penyelesaian skripsi. Dengan demikian keterangan ini kami buat dengan sebenar-benarnya Jakarta 5 Agustus 2008 I Made Lanus