Effect of glycine soja and glycine max milk on total cholesterol and

advertisement
POSTER-2
Effect of glycine soja and glycine max milk on total cholesterol and cholesterol
(LDL/HDL ratio blood rats with high saturated fat diet)
Setiawati Sigit1
1
Biochemistry Laboratory : Faculty of Veterinary Medicine, Airlangga University
“C” campus Airlangga University, Mulyorejo Surabaya 60115
Telp. 031-5992785 Fax. 031-5993015
E-mail : [email protected]
Abstract
The main purpose of this study was to evaluate whether Glycine soja milk compare
with Glycine max milk supplementation for three weeks are effective to change the level
of total cholesterol and LDL/HDL cholesterol ratio in blood of rats with high saturated fat
diet.
Twenty four adult male rats (Rattus norvegicus) were devided randomly into three
group of treatment respectively, P0 (control group), P1 (supplementation with Glycine
soja milk) and P2 (supplementation with Glycine max milk). Rats were adapted in a new
condition of environment for one week, and then were fed with a high saturated fat diet
based on animal fat for four weeks. After four weeks P1 group were supplementation
with Glycine soya milk, P2 group with Glycine max milk and P0 group with aquadest as
a control. Blood were collected after three weeks treatment for the level of total
cholesterol, HDL and LDL cholesterol blood measurement. LDL/HDL cholesterol ratio
were measured of LDL cholesterol divided by HDL cholesterol. The data were analyzed
by ANOVA using SPSS for windows 13.0.
The present result indicated that total cholesterol levels and LDL/HDL cholesterol
ratio in control group (P0) was significantly difference (p<0.05) with Glycine soya milk
group (P1) and Glycine max milk group (P2), but there is no significantly difference
(p>0.05) between Glycine soja milk group compare with Glycine max milk group. It can
be concluded that Glycine soja milk and Glycin max milk have an equal ability to lower
total cholesterol and LDL/HDL ratio in blood rats with high saturated fat diet.
Key words: Glycine soja milk, Glycine max milk, total cholesterol, LDL/HDL cholesterol
ratio
Pendahuluan
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas,
baik di negara-negara maju, maupun di negara berkembang seperti Indonesia.
Fakta dari WHO menyebutkan bahwa terjadi satu kematian akibat penyakit
kardiovaskular setiap dua detik, serangan jantung setiap lima detik dan akibat
stroke setiap enam detik. Setiap tahunnya diperkirakan 17 juta orang meninggal
akibat
penyakit kardiovaskular. Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun
1992 menunjukkan bahwa penyakit ini merupakan penyebab kematian tertinggi di
Indonesia (Juheini, 2002).
Salah satu dampak negatif perkembangan zaman yang begitu pesat saat ini adalah
adanya pergeseran pola makan, dari pola makan yang seimbang dan alami menjadi
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama,
Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011
1
POSTER-2
pola makan yang serba instant, sehingga kecenderungan untuk mengkonsumsi
makanan berlemak tinggi secara berlebihan semakin meningkat.
Penyakit kardiovaskular diantaranya dapat disebabkan karena konsumsi makanan
yang cenderung banyak mengandung lemak jenuh, seperti daging, minyak kelapa,
mentega, dan lemak hewan, serta kurangnya pergerakan tubuh (Herman, 1991).
Penyakit ini ditandai dengan terjadinya gangguan metabolisme lemak yang dapat
menyebabkan terjadinya tingginya kadar kolesterol total serta rasio kolesterol
LDL/HDL.
Glycine soja dan Glycine max mengandung beberapa bahan aktif yang diduga dapat
menurunkan kadar kolesterol total dan rasio kolesterol LDL/HDL, antara lain
anthocyanin, isoflavon, niasin (vitamin B3), PUFA (Polyunsaturated Fatty Acid), lesitin
dan mineral.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi Glycine soja dan Glycin max,
sebagai bahan antihiperlipidemik, dalam merubah kadar kolesterol total, rasio kolesterol
LDL/HDL serum tikus hiperlipidemia, sehingga dapat digunakan sebagai alternatif
terapi serta sebagai sumber acuan untuk penelitian selanjutnya dalam menunjang
perkembangan ilmu pengetahuan.
Peningkatan
konsumsi lemak
jenuh misalnya lemak hewan,
dapat
menyebabkan terjadinya hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia. Lemak yang
terdapat di dalam makanan termasuk trigliserida dan kolesterol, akan diserap usus
halus dan ditransport ke hati oleh lipoprotein yang disebut kilomikron. Kilomikron
setelah masuk aliran darah akan dipecah oleh ensim lipoprotein lipase menjadi asam
lemak dan gliserol. Hati akan menghilangkan kilomikron, dan kolesterol dikemas
kembali untuk ditransport dalam darah dalam bentuk VLDL (very low-density
lipoprotein) yang segera berubah menjadi LDL (low-density lipoprotein) atau kolesterol
jahat yang terdiri terutama dari kolesterol. Sebagian besar partikel LDL akan diserap
dari aliran darah oleh sel reseptor pada hati. Kolesterol kemudian ditransport ke sel-sel.
Pada diet dengan tinggi asam lemak jenuh dan kolesterol akan menurunkan
pengambilan partikel LDL oleh hati. Partikel LDL juga dihilangkan dari aliran darah oleh
sel scavenger atau makrofag. Sel scavenger mencegah kolesterol memasuki aliran
darah kembali dan akan meletakkan kolesterol pada dinding bagian dalam pembuluh
darah yang akan membentuk plak dan diketahui merupakan faktor timbulnya
aterosklerosis (pengerasan dinding arteri), yaitu suatu kombinasi perubahan tunika
intima arteri yang bervariasi, yang terdiri dari penimbunan lemak, kompleks karbohidrat,
darah dan produk darah, jaringan fibrosa, penimbunan kalsium bersama – sama
dengan perubahan tunika media (Anwar dan Kasiman, 1992).
HDL (high density lipoprotein) atau disebut kolesterol baik, banyak mengandung
fraksi protein dibandingkan dengan fraksi TG dan kolesterol. HDL mentransport
kelebihan kolesterol dalam sel-sel kembali ke hati, sebagian kolesterol akan bersiklus
kembali ke dalam VLDL tetapi sebagian besar masuk ke dalam empedu yang sebagian
akan diekskresikan dalam feses (Ganong, 2006).
Rasio kolesterol LDL/HDL merupakan nilai yang paling prediktif untuk insiden
aterosklerosis (Nurachman, 2001). Manusia dinyatakan beresiko terkena penyakit
kardiovaskular apabila nilai rasio kolesterol LDL/HDL melebihi angka 3, sedangkan
pada tikus putih harga normal untuk rasio kolesterol LDL/HDL berkisar antara 0,34 –
0,35 (John and Stephen, 2001; Kusumawati, 2004).
Terdapatnya pengaruh makanan terhadap resiko penyakit kardiovaskuler menjadi
bahasan yang menarik dalam kurun waktu lebih dari 40 tahun terakhir. Ulbricht et al,
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama,
Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011
2
POSTER-2
(1991) menyatakan bahwa makanan yang rendah kolesterol dan rendah protein
hewani, serta tinggi serat, asam lemak tidak jenuh ganda dan protein nabati cenderung
menurunkan kadar kolesterol darah pada keadaan hiperkolesterolemia.
Beberapa penelitian pada hewan dan manusia dengan keadaan hiperkolesterolemia
membuktikan bahwa protein nabati dapat menurunkan kadar kolesterol darah
(Prabowo, 1994). Tetapi, pada keadaan normal dengan konsumsi makanan yang
bebas kolesterol, protein nabati cenderung tidak menurunkan kadar kolesterol darah
(Beynen, 1990; De Schrijver, 1990).
Glycine soja dan Glycine max adalah termasuk ordo Polypetales, famili
Leguminosae, subfamili Papilonoidae, genus Glycine, species soja dan spesies max.
Glycine sp. merupakan salah satu sumber protein nabati yang sering digunakan di
Indonesia dan populer di Jepang. Disamping karena murah harganya dan mudah
didapat, juga merupakan sumber lemak, vitamin, dan serat . Dibandingkan dengan
kacang-kacangan yang lain, susunan asam amino Glycine sp. lebih lengkap dan
seimbang. Kandungan protein Glycine sp. juga hampir sebanding dengan susu dan
telur (Koswara, 1992).
Glycine soja memiliki kandungan asam amino glutamat yang sedikit lebih tinggi
daripada Glycine max, sehingga Glycine soja memiliki rasa yang lebih gurih. Glycine
soja mengandung sekitar 15% lemak dan 85% dari jumlah tersebut terdiri dari asam
lemak tak jenuh rangkap (PUFA) yang memiliki efek hipokolesterolemik. Dalam lemak
Glycine sp. terkandung beberapa fosfolipida yang penting yaitu lesitin, sepalin dan
lipositol (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi (1985).
Lesitin adalah senyawa termasuk derivat lemak yang larut air dan berperan penting
dalam metabolisme lemak (Jhonson, et al., 2001) yang juga berperan sebagai agen
pengemulsi yang menjaga lemak berada dalam bentuk solusi dalam darah dan cairan
tubuh (Sardi, 2003). Karena berperan dalam metabolisme lemak, lesitin dapat
melarutkan lemak dan mengekskresikan keluar tubuh (Theodore and Labuza, 1977).
Selain lesitin, kandungan lain dalam lemak Glycine sp. yang tidak kalah penting
adalah anthocyanin. Glycine sp. mengandung anthocyanin yang berfungsi sebagai
antioksidan (Takahashi et al., 2005). Berdasarkan penelitian dari Takahashi, et al.
2005, Glycine soja memiliki kandungan polyphenol yang lebih tinggi 29 ± 0,56 mg/g
dibandingkan dengan Glycine max 0,45 ± 0,02 mg/g. Perbedaan ini terutama
disebabkan karena kandungan anthocyanin pada Glycine soja
lebih tinggi
dibandingkan pada Glycine max.
Di dalam protein Glycine sp. juga terkandung isoflavon (Harborne and Mabry, 1982)
dan dikatakan dapat menurunkan absorpsi kolesterol dan TG oleh usus, juga
mengurangi reabsorpsi asam empedu yang dapat menyebabkan peningkatan sekresi
sterol netral dan asam empedu dalam feses (Beynen, 1990).
Kandungan Glycine sp. selain senyawa yang berguna di atas, terdapat senyawa anti
gizi dan senyawa penyebab off flavour. Senyawa anti gizi yang mempengaruhi mutu
produk olahan Glycine sp. yaitu antitripsin, hemaglutinin, asam fitat, dan oligosakarida
penyebab flatulesi (kembung), sedangkan senyawa penyebab off flavour yaitu
glukosida, saponin, estrogen, dan senyawa penyebab alergi. Senyawa-senyawa ini
pada proses pengolahan harus dihilangkan atau dinonaktifkan (Koswara, 1992),
caranya dapat dengan dipanaskan pada suhu tertentu atau dengan penambahan suatu
bahan seperti NaHCO3 0,25% (Soedjono, 1992).
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama,
Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011
3
POSTER-2
Materi dan metode
Hewan coba sebanyak 24 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) strain Wistar jantan
berumur 2 bulan,dibagi dalam 3 kelompok perlakuan. Masing-masing perlakuan adalah
P0 yang terdiri pakan tinggi lemak jenuh yang diberi aquadest, P1 terdiri dari pakan
tinggi lemak jenuh yang diberi Glycine soja, dan P2 terdiri dari pakan tinggi lemak jenuh
yang diberi Glycine max.
Bahan penelitian berupa Glycine soja dan Glycine max yang dihaluskan dan
perbandingan dengan air panas 3:1 sehingga menghasilkan cairan seperti susu, pakan
tikus berupa pellet yang mengandung tinggi lemak jenuh dengan formulasi
mengandung 18 % lemak hewani (Widodo YF, 1994).
Hewan coba diadaptasikan dahulu dengan menggunakan pakan standar selama 1
minggu, setelah itu diberikan pakan tinggi lemak jenuh selama 4 minggu (Widodo
YF.,1994).
Dosis Glycine sp. yang diberikan sebanyak 1,5 ml (Nangoi, 1994) yang diberikan
secara per oral dengan menggunakan sonde. Pemberian pakan dan minum (air PDAM)
dilakukan dua kali sehari secara ad libitum dan perlakuan diberikan selama 3 minggu
(Nangoi, 1994).
Pada akhir penelitian, semua hewan coba dipuasakan selama 12 jam, diberikan
anestesi kemudian diambil darahnya, disentrifus dan diambil serumnya, selanjutnya
digunakan untuk pemeriksaan kadar kolesterol total, kadar kolesterol LDL dan HDL
dengan metode ensimatis,
menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 505 nM. Rasio LDL/HDL diperoleh dengan menghitung kadar kolesterol
LDL dibagi dengan kadar kolesterol HDL.
Data yang diperoleh, dianalisis menggunakan analisis varian (ANAVA)
menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS (Statistic Product and Service Solution),
versi 13.0 for windows.
Diskusi
Tabel 1. Rata-rata dan Simpangan Baku Kadar Kolesterol Total dan Rasio
LDL/HDL setelah Pemberian Glycine soja dan Glycine max.
Perlakuan
Kadar Kolesterol Total
Rasio LDL/HDL
(mg/dl)
(mg/dl)
P0 (tinggi lemak+aquadest 1,5ml)
70,37a ± 11,02
0,64a ± 1,11
P1 (tinggi lemak+Glycine soja1,5ml)
54,62b ± 7,80
0,37b ± 0,09
b
P2 (tinggi lemak+Glicine max 1,5 ml)
54,12 ± 5,19
0,28b ± 0,05
Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p > 0,05)
Analisis varian (ANAVA) dari kadar kolesterol total dan rasio kolesterol LDL/HDL
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol P₀ dengan
kelompok perlakuan P₁ dan P₂ (p < 0,05). Namun tidak terdapat perbedaan yang nyata
antara perlakuan P₁ dan P₂ (p > 0,05 ).
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama,
Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011
4
POSTER-2
Meningkatnya kadar kolesterol total dan rasio LDL/HDL pada kelompok P0 dapat
diakibatkan oleh pemberian formulasi bahan pakan yang mengandung asam lemak
jenuh tinggi yang berasal dari lemak hewani (Silalahi, et al., 2002). Lemak hewani
merupakan salah satu bahan sumber asam lemak jenuh ( Soeharto, 2002).
Terjadi penurunan kadar kolesterol total dan rasio LDL/HDL pada kelompok P1 dan
P2 dibandingkan kelompok P0, hal ini disebabkan karena beberapa kandungan yang
terdapat dalam Glycine sp.
Polyunsaturated fatty acid (PUFA) yang terdapat pada Glycine sp. memiliki
kemampuan untuk menurunkan kadar LDL karena dapat meningkatkan jumlah reseptor
LDL dan menurunkan sekeresi VLDL dari hati. (Hayes, 1992). Protein nabati yang
terkandung dalam Glycine sp. menurut Beynen (1990) dapat menurunkan absorpsi
kolesterol oleh usus dan juga mengurangi reabsorpsi asam empedu yang dapat
menyebabkan peningkatan sekresi sterol netral dan asam empedu dalam feses.
Lesitin dari Glycine sp. terutama mengandung campuran komplek fosfolipid
sebanyak 50– 97%, yaitu sebagian besar berupa fosfatidilkolin (76% dan sedikit
fosfatidiletanolamin, fosfatidilinositol dan fosfatidilserin (Russet, 2002). Kolin sebagai
bagian dari lesitin diketahui bersifat esensial untuk mencegah akumulasi lemak dalam
hepar (Jhonson, et al., 2001), karena berperan dalam metabolisme lemak, lesitin dapat
melarutkan lemak dan mengekskresikan keluar tubuh (Theodore and Labuza, 1977).
Di dalam protein Glycine sp. juga terkandung isoflavon, salah satu sub kelas dari
flavanoid, yang berfungsi sebagai antioksidan (Harborne and Mabry, 1982) yang
menurut Beynen (1990) dapat menurunkan absorpsi kolesterol oleh usus dan juga
mengurangi reabsorpsi asam empedu yang dapat menyebabkan peningkatan sekresi
sterol netral dan asam empedu ke dalam feses.
Di dalam Glycine sp. terdapat bahan antioksidan, yaitu anthocyanin, yang memiliki
kemampuan menangkal radikal bebas yang menyebabkan terjadinya peroksidasi lemak
pada sel endotel pembuluh darah (Stipanuk, 2000; Harborne and Mabry, 1982;
Takahashi, et al., 2005). Mekanisme kerja dari antioksidan ini adalah dengan
melindungi lemak dan memberikan atom hidrogen pada radikal bebas dan ketika atom
hidrogen berikatan dengan radikal bebas, rantai oksidasi lemak akan terhenti atau
terputus. (Matill, 1947).
Vitamin yang paling banyak didapat pada Glycine soja dan Glycine max adalah
vitamin B. Diantara vitamin B yang memiliki efek hipokolesterolemik adalah niasin.
Niasin (vitamin B3) dapat menurunkan produksi VLDL di hati, sehingga produksi
kolesterol total dan LDL dapat menurun (Brody, 1994; Mintadi dan Tandra, 1997)..
Mineral Kalsium dalam Glycine sp. mempunyai efek secara tidak langsung dalam
menurunkan kadar kolesterol serum, diduga kalsium mengikat asam empedu dalam
usus halus sehingga terbentuk suatu kompleks kalsium garam empedu yang tidak larut
dan akhirnya akan disekresikan lewat feses, pengikatan ekskresi dari kompleks kalsium
garam empedu mengakibatkan resorbsi kolesterol menurun (Linder, 1992).
Tidak adanya perbedaan yang nyata antara penurunan kadar kolesterol dan rasio
kolesterol LDL/HDL pada pemberian Glycine soja dan Glycine max disebabkan karena
tidak adanya perbedaan kandungan nutrisi antara Glycin soja dan Glycine max, selain
warna kulit luarnya, akibat perbedaan kandungan anthocyanin, namun perbedaan
komponen utama kedua spesies Glycine tersebut, misalnya protein dan lemak, hanya
dapat berubah tergantung musim tanam, lokasi geografik, dan stres lingkungan
(Weingartner, (1987).
Kesimpulan
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama,
Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011
5
POSTER-2
Pemberian Glycine soja atau Glycine max dapat menurunkan kadar kolesterol total
dan rasio kolesterol LDL/HDL pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberikan diet
tinggi lemak. Glycine soja dan Glycine max memiliki kemampuan yang sama untuk
menurunkan kadar kolesterol total dan rasio kolesterol LDL/HDL pada tikus putih
(Rattus norvegicus) dengan diet tinggi asam lemak jenuh yang berasal dari lemak
hewani.
Daftar Pustaka
Anwar, T.B. dan S. Kasiman. 1992. Patofisiologi dan penatalaksanaan penyakit jantung
koroner. Cermin Dunia Kedokteran. 80:152 – 6.
Beynen, A.C. 1990. Influence of dietary protein on serum cholesterol and
atherosclerosis. Gizi Indonesia. 15(1):55 – 60.
Brody, T. 1994. Nutritional Biochemistry. Academic Press. San Diego., New York.,
Boston., London., Sidney., Tokyo., Toronto. 73-84, 24-27.
De Schrijver, R. 1990. Cholesterol metabolism in mature and immature rats fed animal
and plant protein. J. Nutr. 120(12):1624 – 32.
Ganong, W.F. 2001. Review of Medical Physiology 11th ed. New York. McGraw Hill pp.
172, 290.
Harborne, J.B. Mabry, T.J. and Mabry, H. (eds). 1975, The flavanoids, Chapman and
Hall,London.
Hayes, K.C. 1992. Dietary fatty acid thresholds and cholesterolemia. FASEB J.6:26002607.
Herman, S. 1991. Pengaruh gizi
Dunia Kedokteran. 73:12 – 6.
terhadap a penyakit
kardiovaskular.
Cermin
Jhonson, D.W. David, J. Mokler. 2001. Lecithin’s therapeutic effects.Continuing
Education Module. Central Soya Lecithin Group, pp 2 – 6.
John, M.D and Stephen, D.T. 2001. Control of Cholesterol Turnover in the Mouse.
Journal of Biological Chemistry 3801-3804.
Koswara, S. 1992. Teknologi pengembangan kedelai menjadikan makanan bermutu.
Pustaka Sinar Harapan Jakarta.
Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Gajahmada University Press.
Yogyakarta.
Linder, M. C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Penterjermah Parakkasi, A dan
Amwila, A.Y. Penerbit UI-Press. Jakarta. 27-32, 51-56, 60-80.
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama,
Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011
6
POSTER-2
Matill, HA., 1997. Antioxidants. Annu. Rev. Biochem 16: 177–192.
Mintadi. D. A. Dan H. Tandra. 1997. Pengobatan Dislipidemia pada wanita. Media IDI.
22 (4):21-5.
Murray, K. 2000. Biokimia Harper. Edisi XXV. Alih Bahasa : Andy Hartono. Penerbit
Buku Kedokteran ECG, Jakarta. 148-159.
Nangoi, L. 1994. Pengaruh suplementasi susu kedelai terhadap profil lipid
tikus putih. Thesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Airlangga.
serum
Nurachman, E. 2001. Nutrisi Dalam Keperawatan. C.V.Sagung Seto. Jakarta. pp. 8-11.
Prabowo,P. 1995. Penyakit jantung koroner, problematika dan pengelolaannya.
Laboratorium UPF Kardiografi. FK Unair – RSUD dr. Soetomo, Surabaya. 23-33
Russet, J.C. 2002. Lecithin and equine ulcers. Specialty Products Research Notes.
Sardi, B. 2003. Choosing natural agents for cholesterol control, pp 9.
Silalahi, J. dan Sanggam, D. 2002. Asam lemak trans dalam makanan dan
pengaruhnya terhadap kesehatan . Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol 8:148
Soedjono, 1992. Seri Industri Pertanian Kacang-kacangan. Bandung: Penerbit P.T.
Remaja Rosda Karya
Stipanuk, M.H. 2000. Biochemical and physiological aspects of human nutrition.
Saunders Company. 306, 315, 333, 918
Takahashi, R. Ohmori, R. Kiyose, C. Momiyama, Y. Ohsuzu, F. Kondo, K. 2005.
Antioxidant activities of black and yellow soybeans againts Low Density Lipoprotein
oxidation. J. Agric Food Chem. 53: 4578 – 82.
Theodore, P and Labuza. 1977. Food and you, well being. University of Minnesota
West Publishing Co, pp 72.
Ulbricht, T.L.V. Southgate D.A.T. 1991. Coronary
factors. Lancet 338 : Oct 19. Pp. 985-991.
heart disease : seven dietary
Weingartner, K.E. 1987. Processing, nutrition and utilization of soybeans : Soybeans or
the Tropics Research Production and Utilization, S.R. John Wiley and Sons, Ltd.,
Chichester, NewYork, pp. 149-178.
Widodo YF, 1984. Studi perbandingan antara pengaruh diet minyak kedelai dan minyak
kelapa sawit terhadap profil lipid darah tikus hiperkolesterolemia. Program Pasca
sarjana. Surabaya. UNAIR.
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama,
Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011
7
Download