MODUL PERKULIAHAN Paradigma Ilmu Sosial dan Komunikasi Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan di Universitas Mercu Buana Fakultas Program Studi Ilmu Komunikasi Broadcasting Tatap Muka 01 Kode MK Disusun Oleh MK85005 Dicky Andika, M.Si Abstract Kompetensi Setelah mempelajari konsepkonsep pokok-pokok dan cabang-cabang ilmu sosial, pembahasan lebih mendalam difokuskan pada isu yang dihadapi oleh pelaku komunikasi dalam profesi dan masyarakat, khususnya berkaitan dengan dilemma-dilema etik Dalam pokok bahasan ini adalah memperkenalkan dan membahas terhadap ilmu sosial sebagai induk etika. Setelah mempelajari konsep-konsep pokok-pokok dan cabang-cabang filsafat, pembahasan lebih mendalam difokuskan pada isu yang dihadapi oleh pelaku komunikasi dalam profesi dan masyarakat, khususnya berkaitan dengan dilemma-dilema etik PARADIGMA DAN TEORI SOSIOLOGI 1.1. Paradigma Sosiologi Secara umum sosiologi didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tentang masyarakat. Adapun masyarakat yang menjadi objek kajian sosiologi oleh para ahli sosiologi dibedakan menjadi 5 tingkatan analisa sosial. (Joel M. Charon) 1. Beberapa ahli sosiologi melihat masyarakat sebagai suatu keseluruhan dan meletakkan fokus pada kesaling-tergantungan antara bagian-bagian masyarakat. Leonard Broom dan Philip Selznick menamakannya dengan tata makro (macro order), Douglas menyebut dengan perspektif structural atau makro-sosial, sedangkan Doyle Johnson menyebutnya jenjang makro. (Kamanto Sunarto) 2. Organisasi social dari unit yang paling besar sampai yang terkecil. 3. Institusi atau system institusional, yang memfokuskan kajiannya pada pola-pola keluarga, sekolah, pemerintah, militer, pengadilan, agama dan pola-pola agama. 4. Analisa sosial yang memusatkan perhatiannya pada tata mikro (micro order ), atau dikenal dengan perspektif kehidupan sehari-hari atau mikro social, meliputi hubungan antar individu, bagaimana individu bertindak dalam hubungannya dengan individu lain, interaksi terpola, perilaku peranan, kelompok-kelompok primer, dan hubungan- hubungan antar manusia dalam kelompok-kelompok terorganisasi serta institusi-institusi. 5. Sosiologi yang memfokuskan kajiannya pada masalah-masalah social seperti ketidaksamaan, diorganisasi keluarga, kemiskinan, dll. Dari tingkatan analisa masyarakat, organisasi social, institusi, interaksi dan masalah-masalah social menunjukkan bahwa sosiologi memiliki beragam perspektif yang digunakan untuk memmahami kehidupan social. Perbedaan pun ‘13 2 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id tidak semata-mata terletak pada tingkatan analisa ataupun fokus kajiannya saja, tetapi juga pada anggapan-anggapan dasar yang dianut oleh para ahli sosiologi. Sosiologi bagaimanapun juga merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempunyai banyak teori dan paradigma, sehingga Ritzer dengan tepat menamakannya “ a multiple paradigm science, “ suatu ilmu pengetahuan berparadigma banyak. ( Ibid, h.x ) Istilah paradigma (paradigm) pertama kali dikenalkan oleh Thomas Kuhn pada tahun 1962 dalam karyanya The Scientific Revolution. Karena karya ini muncul dari filsafat, ia bernasib memperoleh status marjinal dalam sosiologi terutama karena memusatkan perhatian pada ilmu yang sukar (contohnya , fisika) dan sedikit sekali membahas tentang ilmu social. (George Ritzer & Goodman) Karya Kuhn pada akhirnya menempati posisi sentral di tengah-tengah perkembangan sosiologi, karena melalui karyanya Kuhn menawarkan suatu cara kerja yang bermanfaat bagi para sosiolog dalam mempelajari disiplin ilmu mereka. Konsep paradigma yang diperkenalkan oleh Kuhn kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs pada tahun 1970 melalui bukunya A Sociology df Sociology. Sejak itu karya berdasarkan perspektif Kuhnian terus mengalir, antara lain Eckberg dan Hill, 1979 ; Effrat, 1972; Eisendstadt dan Curelaru, 1976; Falk dan Zhao, 1990; Friedrich, 1972; Greisman, 1986; Guba dan Lincoln, 1994; Lohdal dan Gordon, 1972. Dalam bukunya The Scientific Revolution, Kuhn menentang asumsi yang berlaku umum di kalangan ilmuwan mengenai perkembangan ilmu pengetahuan. Menurut pandangan orang awam dan kalangan ilmuwan, kemajuan ilmu pengetahuan itu terjadi secara kumulatif (George Ritzer), dimana setiap tahap kemajuan tanpa terelakkan dibangun di atas seluruh kemajuan yang telah tercapai sebelumnya. Ilmu telah mencapai tingkat kemajuan yang sekarang melalui kenaikan atau tambahan pengetahuan yang terjadi secara terus menerus dan lambat. Demilkianlah, ilmu mengalami kemajuan bahkan ke tingkat yang makin tinggi di masa yang akan dating. Pandangan demikian mendapat dukungan antara lain melalui penerbitan buku teks yang memberikan kesan yang sama bahwa ilmu berkembang secara kumulatif. Kuhn menganggap konsepsi ‘13 3 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id tentang perkembangan ilmu secara kumulatif sebagai mitos yang harus dilenyapkan. Inti tesis Kuhn adalah bahwa perkembangan ilmu pengetahuan bukanlah terjadi secara kumulatif tetapi terjadi secara revolusi. Kuhn berpendapat bahwa sementara kumulatif memainkan peranan dalam perkembangan ilmu pengetahuan, maka sebenarnya perubahan utama dan penting dalam ilmu pengetahuan itu terjadi sebagai akibat dari revolusi. Kuhn mengemukakan teori mengenai terjadinya perubahan besar (revolusi) dalam ilmu pengetahuan. Ia melihat ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh paradigma tertentu. Paradigma diartikannya sebagai pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan/masalah pokok (subject matter) dari suatu cabang ilmu. Normal science (ilmu normal) adalah suatu periode akumulasi ilmu pengetahuan, dimana para ilmuwan bekerja dan mengembangkan paradigma yang sedang berpengaruh. Namun para ilmuwan tidak dapat mengelakkan pertentangan dengan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi (anomalies) karena tidak mampunya paradigma pertama (Paradigma I) memberikan penjelasan terhadap persoalan yang timbul secara memadai. Selama penyimpangan memuncak, suatu krisis akan muncul dan paradigma itu sendiri mulai disangsikan validitasnya. Bila krisis sudah sedemikian seriusnya maka suatu revolusi akan terjadi dan paradigma yang baru akan muncul sebagai yang mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh paradigma sebelumnya. Jadi dalam periode revolusi itu terjadi suatu perubahan besar dalam ilmu pengetahuan. Paradigma yang lama mulai menurun pengaruhnya, digantikan oleh paradigma baru yang lebih dominant dan tahap kemajuan seterusnya secara melingkar akan terulang dengan sendirinya. Teori Kuhn ini dapat dilikiskan dengan diagram sebagai berikut : Paradigma 1 Normal science Anomali Krisis Revolusi Pardigma II Dengan demikian konsep kunci dalam pendekatan Kuhn ini adalah paradigma. Sayangnya, Kuhn tidak merumuskan dengan jelas apa yang dimaksudkan dengan paradigma (Alaca Campos, dalam Ritzer :2002), ia bahkan menggunakan konsep paradigma tidak kurang dari dua puluh satu cara yang ‘13 4 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id berlainan (Masterman, dalam Ritzer: 2002). Adapun definisi paradigma yang penulis gunakan dalam topic bahasan ini mengutip pendapat Ritzer, dimana ia merumuskan suatu konsep paradigma yang hamper sesuai dengan pengertian dalam karya asli Kuhn : “Paradigma adalah gambaran fundamental mengenai masalah pokok dalam ilmu tertentu. Paradigma membantu dalam menentukan apa yang mesti dikaji, pertanyaan apa yang mestinya diajukan, bagaimana cara mengajukannya, dan apa aturan yang harus diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperoleh. Paradigma adalah unit konsensus terluas dalam bidang ilmu tertentu dan membantu membedakan suatu komunitas ilmiah (atau sub-komunitas) tertentu dari komunitas ilmiah yang lain. Paradigma menggolongkan, menetapkan, dan menghubungkan eksemplar, teori, metode, dan instrument yang ada di dalamnya.” Definisi tersebut dapat menggambarkan hubungan antara paradigma dan teori. Teori-teori hanyalah bagiaqn dari paradigma yang lebih besar. Dengan kata lain paradigma meliputi 2 teori atau lebih dan gambaran yang berbeda mengenai masalah pokok, metode (dan instrument), dan eksemplar (bagian khusus karya ilmiah yang dibangun sebagai model oleh semua orang yang mengikutinya). Bertolak dari pengertian paradigma di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam satu cabang ilmu pengetahuan dimungkinkan terdapat beberapa paradigma , artinya terdapat beberapa komunitas ilmuwan yang masing-masing berbeda titik tolak pandangannya tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari dan diselidiki oleh cabang ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Bahkan dalam satu komunitas ilmuwan tertentu dimungkinkan pula terdapat beberapa sub-komunitas yang berbeda sudut pandangnya tentang apa yang menjadi subject matter, teori-teori, metode-metode serta perangkat yang digunakannya dalam mempelajari objek studinya, tanpa perlu cabang ilmu pengetahuan tersebut kehilangan karakteristik dan identitas ilmiahnya. Demikian juga di kalangan sosiologi, terdapat perbedaan paradigma yang dianut antara satu komunitas atau sub-komunitas yang sama disebabkan oleh beberapa faktor : ‘13 5 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 1. Dari semula pandangan filsafat yang mendasari pemikiran ilmuwan tentang apa yang semestinya menjadi substansi dari cabang ilmu yang mestinya dipelajari itu berbeda. Dengan demikian, asumsi atau aksioma menjadi berbeda antara kelompok ilmuwan yang satu dengan kelompok ilmuwan yang lain, dalam cabang ilmu yang bersangkutan. Dengan kata lain, diantara komunitas ilmuwan itu terdapat perbedaan yang mendasar tentang pokok persoalan apa yang semestinya dipelajari oleh cabang ilmu yang bersangkutan. 2. Konsekuensi logis dari pandangan filsafat yang berbeda menyebabkan teori-teori yang dibangun dan dikembangkan oleh masing-masing komunitas ilmuwan itu berbeda. Pada masing-masing komunitas ilmuwan berusaha bukan saja hanya untuk mempertahankan kebenaran teorinya tetapi juga berusaha melancarkan kecaman terhadap kelemahan teori dan komunitas ilmuwan yang lain. 3. Metode yang digunakan untuk memahami substansi ilmu itu juga berbeda. Ketiga faktor inilah yang menyebabkan terjadinya pergulatan pemikiran di kalangan sosiologi, yang pada akhirnya melahirkan beberapa golongan komunitas yang saling bersaing untuk mendapatkan dominasi dari paradigma yang dianutnya. Dukungan pada satu paradigma tertentu yang dominant akhirnya lebih banyak didasarkan atas pertimbangan politis, mendapatkan alokasi kekuasaan yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang menganut paradigma yang kurang dominant, ketimbang pertimbangan yang objektif ilmiah. Perbedaan pemikiran antar paradigma dalam sosiologi dengan tepat diistilahkan oleh Ritzer bahwa sosiologi itu terdiri atas kelipatan beberapa paradigma (multiple paradigm). 1.2 Penggolongan Paradigma Sosiologi Dalam sosiologi, terdapat tiga paradigma yang mendominasi, dan beberapa yang lain yang berpotensi untuk mencapai status paradigma. Masingmasing adalah paradigma fakta social, definisi social, dan perilaku social. Ketiga paradigma tersebut akan dianalisis menurut empat komponen paradigma : ‘13 6 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 1.2.1. Paradigma Fakta Sosial a. Eksemplar Model yang digunakan teoretisi fakta social adalah kedua karya Durkheim The Rules of Sociological Method dan Suicide. Durkheim melihat bahwa sosiologi sebagai satu cabang ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri masih tetap berada dalam pengaruh filsafat dan sosiologi karena tokoh-tokohnya baik Spencer maupun Comte menempatkan dunia ide (hasil pemikiran spekulatif) sebagai pokok persoalan studi mereka. Comte, misalnya lebih menekankan ide keteraturan masyarakat (social order) daripada berusaha melakukan penelitian empiris. Durkheim mencoba menguji teori-teori yang dihasilkan di belakang meja atau berdasar hasil pemikiran spekulatif itu dengan data konkrit berdasar hasil penelitian empiris. Menurut Durkheim, ide tidak dapat dijadikan sebagai objek riset. Ide hanya berfungsi sebagai suatu konsepsi dalam fikiran. Tidak dapat dipandang sebagai barang sesuatu (a thing). Konsep yang dibangun Durkheim adalah fakta social (social facts). Fakta social dinyatakan sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide. Barang sesuatu menjadi objek penyelidikan dari seluruh ilmu pengetahuan. Ia tidak dapat dipahami melalui kegiatan mental murni (spekulatif), melainkan melalui penyusunan data riil di luar pemikiran manusia. introspeksi. Fakta social tidak dapat dipelajari melalui Fakta social harus diteliti di dalam dunia nyata sebagaimana orang mencari barang sesuatu yang lainnya. Fakta social menurut Durkheim ada dua macam : pertama, dalam bentuk material, yaitu yang dapat ditangkap dan diobservasi. Fakta social yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata (eksternal world). Contohnya arsitektur dan norma hokum. Keduanya dapat disimak dan diobservasi. Arsitektur jelas dirancang oleh manusi, nyata dan berpengaruh (exsternal and coercive) baginya. ‘13 7 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sementara norma hukum jelas merupakan barang sesuatu yang nyata ada dan berpengaruh terhadap kehidupan individu. dalam bentuk non material. Kedua, Yaitu sesuatu yang dianggap nyata (eksternal). Fakta social ini merupakan fenomena yang bersifay inter subjective yang hanya dapat muncul dalam kesadaran manusia. Contohnya adalah egoisme, altruisme dan opini. Opini misalnya hanya dapat dinyatakan sebagai barang sesuatu, tidak dapat diraba dan adanya dalam kesadaran manusia. Namun, fakta social non materi memang lebih sulit dipahami karena bentuknya tidak dapat disimak , namun demikian sifatnya nyata dan berpengaruh terhadap individu. Fakta social dalam bentuk non materi dijelaskan Durkheim dengan membedakannya dengan fakta psikologi. Fakta psikologi adalah fenomena yang dibawa oleh manusia sejak lahir (inherited), bukan merupakan hasil pergaulan hidup masyarakat. Dengan demikian, fakta social tidak dapat diterangkan dengan fakta psikologis. Ia hanya dapat diterangkan dengan fakta social pula. Melalui karyanya The Rule of Sociological Method, Durkheim memisahkan pokok persoalan penelitian sosiologi dari psikologi dan filsafat. Sebagai penganut paradigma fakta social mengabaikan argument Durkheim bahwa fakta social ada yang berbentuk non-material, sesuatu yang dinyatakan atau dianggap sebagai barang sesuatu yang nyata. Bahkan ada yang mempercayai sesuatu yang nyata (real thing). b. Pokok Persoalan ‘13 8 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Teoretisi fakta social memusatkan perhatian penyelidikan sosiologi pada fakta-fakta social. Fakta social terdiri dari dua tipe, yaitu struktur social (social structure) dengan pranata social (social institution). Struktur social merupakan jaringan hubungan social dimana interaksi social berproses dan menjadi terorganisir serta melalui mana posisiposisi social dari individu dan sub kelompok dapat dibedakan. Sedangkan norma-norma dan pola nilai biasa disebut dengan institution. Secara terperinci, fakta social terdiri atas : kelompok, kesatuan masyarakat tertentu (societies), system social, posisi, peranan, nilai-nilai, keluarga, pemerintahan, dan sebagainya. c. Metode Penganut paradigma ini cenderung mempergunakan metode kuesioner dan wawancara (interview) dalam penelitian empiris mereka. Sebaliknya, metode observasi dan eksperimen dianggap kurang tepat untuk mempelajari fakta social. Alasannya karena sebagian besar fakta social merupakan sesuatu yang dianggap sebagai barang sesuatu (a thing) yang nyata yang tidak dapat diamati secara langsung/secara actual. Hanya dapat dipelajari melalui pemahaman (interpretive understanding). Padahal metode observasi hanya cocok untuk mempelajari gejala yang actual saja. Sementara metode eksperimen ditolak karena terlalu sempit untuk meneliti fakta social yang bersifat makroskopik di dalam laboratorium. Adapun kelemahan penggunaan metode kuesioner dan wawancara karena kedua metode tersebut tidak mampu menyajikan informasi yang sungguh-sungguh bersifat fakta social. Yang mampu disajikan hanyalah informasi yang dikumpulkan dari individu, sehingga bersifat subjektif. Sebagaimana yang dikemukakan Coleman bahwa metode kuesioner dan interview terlalu terpusat pada individu, tidak memerhatikan aspek antar hubungan individu yang justru merupakan substansi fakta social. ‘13 9 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id d. Teori Paradigma ini mencakup sejumlah perspektif teoritis. Yang dominant adalah teori structural fungsional dan konflik. Namun masih ada teori lain, yaitu teori system. Penjelasan mengenai teori akan dibahas pada sub bab tersendiri. Kepustakaan : 1. Soerjono Soekamto, Pengantar Sosiologi, Raja Graf, Jakarta, 1990 2. Zulkarnaen N, Sosiologi Komunikasi Massa ‘13 10 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id