PEMANFAATAN AGROBACTERIUM UNTUK TRANSFORMASI GENETIK TANAMAN DAN JAMUR Penulis :Enung Sri Mulyaningsih Mengenal Agrobacterium Secara Alami D i era transformasi genetik sekarang ini, peran Agrobacteriumtumefaciens (Agrobacterium) sangat besar dalam menghasilkan tanaman yang dimodifikasi untuk mendapatkan sifat yang diinginkan. Peran Agrobacterium dalam hal ini ialah sebagai kendaraan pembawa gen (DNA) yang diinginkan. A. tumefaciens merupakan bakteri aerob obligat gram negatif yang hidup alami di tanah. Bakteri ini banyak menyebabkan penyakit crown gall (tumor) pada tanaman dikotil. Kemampuannya dalam menyebabkan penyakit ini berhubungan dengan gen penginduksi tumor yang ada pada plasmid (Ti) yang dijumpai dalam bakteri tersebut. Dalam sel tumor yang terbentuk terkandung enzimenzim yang tidak tampak pada tanaman normal, karena enzim tersebut hanya dihasilkan oleh sel Agrobacterium. Enzim-enzim tersebut menghasilkan suatu senyawa gula spesifik yang dinamakan opin. Senyawa opin ini merupakan makanan bagi Agrobacterium itu sendiri. Aspek molekuler yang mendasari transformasi genetik oleh Agrobacterium ialah proses transfer DNA dari Agrobacterium ke dalam genom sel tanaman. Di 26 dalam sel Agrobacterium terdapat tiga komponen utama yang berperan dalam transfer DNA ke dalam sel tanaman (Sheng dan Citovsky, 1996). Komponen pertama ialah suatu fragmen DNA yang dikenal sebagai T-DNA, yaitu fragmen yang ditransfer ke dalam sel tanaman. T-DNA terdapat dalam plasmid Ti yang berukuran 200 kb (kilo basa). Daerah T-DNA diapit oleh sekuen DNA berulang yang berukuran 25 pb (pasang basa) pada sisi kanan dan kiri. Komponen kedua ialah A. tumefaciens merupakan bakteri aerob obligat gram negatif yang hidup alami di tanah. Bakteri ini banyak menyebabkan penyakit crown gall (tumor) pada tanaman dikotil. daerah virulence (vir) yang berukuran 35-40 pb dan berada dalam plasmid Ti. Letak gen vir bersebelahan dengan batas kiri T- BioTrends/Vol.4/No.1/Tahun 2009 DNA. Gen-gen vir ini terbagi atas 7 yaitu A, B, C, D, E, G dan H. Gengen vir mensintesis protein virulensi yang berperan menginduksi terjadinya transfer dan integrasi TDNA ke dalam tanaman. Empat gen-gen vir yang paling penting mensintesis protein virulensi ini ialah vir A, B, D dan G. Jika ada sesuatu yang menginduksinya, gen vir A dan G akan terekspresi dan mengaktifkan serangkaian gen-gen vir lainnya. Senyawa kimia yang diketahui sebagai penginduksi gen vir antara lain monosiklik fenolik acetosyringone. Senyawa induser tersebut dihasilkan tanaman ketika tanaman dikotil luka dan mengeluarkan getah. Ekspresi gen vir juga sangat dipengaruhi oleh senyawa induser dan kondisi pH dimana pH optimum untuk ekspresinya berkisar antara 5-5,8 (Hiei dkk, 1997). Komponen ketiga adalah gen chromosomal virulence (chv) yang terdiri atas chvA, chvB, pscA dan att. Gen-gen tersebut terletak di dalam kromosom Agrobacterium dan mempuyai fungsi untuk pelekatan bakteri pada sel tanaman dengan membentuk senyawa protein β-1,2-glukan. Berdasarkan sifat alamiah tersebut maka pada dua dasawarsa terakhir Agrobacterium dijadikan kendaraan pembawa gen target tertentu dengan cara menyisipkan gen target pada daerah T-DNA. Gambar 1. Proses infeksi alami dari Agrobacterium tumefaciens. Sel berwarna coklat adalah sel Agrobacterium dan warna hijau adalah sel tanaman. Senyawa induser yang dikeluarkan tanaman saat luka akan mengaktifkan gen vir A dan G untuk selanjutnya mengaktifkan gen-gen vir lainnya sehingga proses transfer daerah T-DNA dari Agrobacterium ke dalam sel tanaman terjadi. (sumber: http://www.rasmusfrandsen.dk/atmt. htm). Manipulasi Agrobacterium untuk Tujuan Rekayasa Genetika Masalah utama penyisipan DNA ke dalam plasmid Ti adalah ukuran plasmid Ti yang besar (200 kb) dan daerah T-DNA pada umumnya tidak memiliki sisi unik untuk pemotongan DNA. Besarnya ukuran ini menyulitkan dalam manipulasi dan menentukan tempat pemotongan yang spesifik pada plasmid Ti. Selanjutnya para peneliti mengembangkan strategi untuk menyisipkan DNA target ke dalam T-DNA. Strategi untuk memasukkan gen target ke dalam T-DNA dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama dengan cara tidak langsung memasukkan gen dengan posisi cis (bersebelahan) dengan gen virulen dalam plasmid yang sama dan dikenal dengan vektor ko-integrasi. Pendekatan kedua dengan melakukan kloning gen ke dalam daerah T-DNA di dalam plasmid yang berbeda yang dikenal dengan sistem vektor ganda (Cramer dan Radin, 1990; Gelvin, 2003). Syarat vektor ko-integrasi ialah mempunyai tempat yang tepat untuk menyisipkan fragmen DNA, memiliki gen penyeleksi antibiotik yang aktif pada Escheria coli (E. coli) maupun Agrobacterium, memiliki gen penanda untuk tanaman dan mempuyai ORI (origin of replication) yang berfungsi di sel E. coli tetapi tidak aktif di Agrobacterium (Walkerpeach dan Velten, 1994). Sedangkan pada vektor ganda membutuhkan dua plasmid di dalam Agrobacterium. Plasmid pertama sebagai vektor yang mengandung fragmen DNA, dan plasmid kedua sebagai penolong Ti yang menyediakan gen vir untuk fasilitator transfer gen ke dalam sel tanaman. Kedua plasmid ini dapat bereplikasi dalam sel Agrobacterium. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa vektor ganda lebih banyak digunakan untuk kegiatan transformasi genetik baik pada tanaman dikotil maupun monokotil. Dengan menggunakan vektor ganda penyisipan gen menjadi lebih mudah, karena vektor yang mengandung batas T-DNA berukuran jauh lebih kecil dari plasmid Ti yang sesungguhnya. Ukuran plasmid yang kecil memungkinkan adanya sisi enzim restriksi unik dan penyisipan gen yang lebih besar. Pemanfaatan Agrobacterium untuk Transformasi Genetik Tanaman Lebih dari dua dekade teknik transformasi genetik untuk mendapatkan tanaman dengan sifat agronomis tertentu berhasil dilakukan. Dengan teknik ini pemindahan gen dari organisme yang sama atau organime yang BioTrends/Vol.4/No.1/Tahun 2009 27 berbeda dapat dilakukan. Tanaman hasil transformasi genetik ini dinamakan tanaman transgenik. Potongan gen (DNA) asing yang ditransformasi akan menyatu ke dalam genom tanaman. Melalui transformasi genetika ini telah dihasilkan tanaman transgenik dengan sifat baru seperti ketahanan terhadap hama, penyakit, herbisida, maupun peningkatan kualitas hasil, dan perbaikan kandungan nutrisi. Keberhasilan transformasi genetik didukung pula dengan ditemukannya enzim restriksi yang mampu memotong molekul DNA pada tempat spesifik, dan enzim ligase yang mampu menyatukan fragmen–fragmen DNA kembali sehingga dimungkinkan mengembangkan rekombinasi DNA. Transformasi genetik dengan menggunakan Agrobacterium merupakan sistem transformasi genetik tidak langsung. Transformasi dengan Agrobacterium memiliki beberapa keuntungan antara lain bersifat dapat diulang A (reproducible), relatif lebih murah, memberikan pola integrasi yang tegas, jumlah salinan dalam genom sedikit (1-3 salinan). Pada awalnya teknik transformasi dengan Agrobacterium hanya berhasil pada tanaman dikotil karena tanaman ini menghasilkan senyawa induser untuk menginduksi gen vir ketika tanaman luka dan mengeluarkan getah. Tanaman tembakau dan solanaceae adalah contoh pertama tanaman dikotil yang berhasil ditransformasi. Perkembangannya kemudian, transformasi dengan Agrobacterium juga dapat diaplikasikan pada tanaman monokotil dengan melakukan beberapa penyesuaian kondisi seperti penambahan senyawa induser dan pH saat ko-kultivasi (Hiei dkk, 1994). Hiei dkk (1994) telah berhasil membuktikan bahwa tanaman padi jenis japonica berhasil ditransformasi menggunakan Agrobacterium dengan material tanaman berupa sel kalus B D Gambar 2. 28 embriogenik. Dalam penelitiannya Hiei dkk menambahkan senyawa asetosiringone pada media dan menggunakan media dengan pH 5,2 saat ko-kultivasi. Hingga saat ini studi transformasi genetik dengan Agrobacterium terhadap tanaman pangan seperti padi terutama jenis indica (yang banyak dibudidayakan dan dikonsumsi) terus dilakukan. Dengan berbagai optimasi kondisi transformasi maka baru-baru ini Hiei dan Komari (2006) telah berhasil meningkatkan efisiensi transformasi dengan Agrobacterium hingga 30% per embrio belum masak (immature) yang digunakan pada sepuluh kultivar padi indica. Beberapa jenis tanaman pangan dan non pangan hasil transformasi dengan Agrobacterium di Amerika yang dilaporkan ialah kedelai, kapas, jagung, bit, alfalfa, gandum, canola, creeping bentgrass (untuk pakan). Contoh tanaman transgenik ditampilkan pada Gambar 2. C E F Tanaman transgenik hasil transformasi menggunakan Agrobacterium dengan berbagai sifat yang diinginkan. Kedelai, kapas dan jagung transgenik tahan penggerek (A,B,C), tomat tahan simpan (D), padi mengandung provitamin A (E), padi mutan dengan transposon (F) BioTrends/Vol.4/No.1/Tahun 2009 Selain menyisipkan gen target untuk perubahan sifat tanaman tertentu yang dikehandaki, transformasi genetik dengan Agrobacterium pada tanaman juga bermanfaat untuk membuat populasi tanaman mutan. Dengan menggunakan Agrobacterium memungkinkan diperoleh mutan dalam jumlah banyak dalam suatu periode yang relatif singkat. Pembuatan mutan dilakukan dengan menggunakan elemen loncat (transposon) misalnya transposon Ac/Ds. Transposon Ds akan berpindah posisi dalam genom pada tempat berbeda dan tersisip pada gen-gen fungsional. Sedangkan elemen Ac menyandikan suatu enzim yang mengaktifkan elemen Ds untuk bertransposisi. Adanya penyisipan Ds ini memungkinan fenotipe tanaman menjadi beragam. Keragaman mutan ini dapat dijadikan sebagai sumber plasma nutfah baru untuk selanjutnyan dapat dilakukan isolasi gennya. Pemanfaatan Agrobacterium pada Transformasi Genetik Jamur Selama ini diketahui bahwa transformasi dengan mediasi Agrobacterium (AMT, agrobacterium-mediated transformation) merupakan sistem transformasi yang hanya dikenal untuk transformasi tanaman, baik dikotil maupun monokotil. Akan tetapi dalam beberapa tahun terakhir telah dilaporkan bahwa sistem transformasi dengan mediasi Agrobacterium ternyata juga dapat digunakan untuk tarnsformasi organisme selain tanaman, seperti jamur termasuk jenis kapang atau ragi. Teknik AMT telah dikembangkan sebagai teknik transformasi jamur yang sangat efisien, baik untuk insersi gen secara acak maupun terarah. Teknik ini telah menjadi pilihan untuk transformasi jamur (Weld dkk., 2006). Teknik AMT telah diketahui mampu menghasilkan frekuensi transformasi yang lebih tinggi secara nyata dan menghasilkan transforman yang lebih stabil dibandingkan teknik biolistik (penembakan DNA) yang umumnya A B digunakan pada transformasi jamur. Pada kondisi yang tepat, Agrobacterium mampu melakukan transfer DNA (T-DNA) kepada berbagai jenis jamur. Beberapa jamur yang diketahui sangat sulit dilakukan transformasi menggunakan sistem transformasi lain ternyata berhasil ditransformasi dengan teknik ko-kultivasi dengan Agrobacterium (Weld dkk., 2006). Teknik AMT merupakan sistem transformasi yang relatif sederhana. Teknik ini tidak memerlukan pembuatan protoplas dan dapat digunakan untuk tujuan ‘penggantian-gen’ dengan cara rekombinasi homologus, maupun mutagenesis insersi melalui integrasi secara acak. Beberapa contoh jenis jamur yang berhasil di transformasi dengan bantuan Agrobacterium ialah Saccharomyces cerevisiae, Penicillium chrysogenum, Agaricus bisporus (Schrammeijer dkk,. 2003; Bundock dan Hooykaas, 1996; Chen X dkk., 2000; Sun dkk., 2002). C Gambar 3. jamur- yang berhasil ditransformasi dengan bantuan Agrobacterium ialah Saccharomyces cerevisiae, Penicillium chrysogenum, Agaricus bisporus (A, B, C). Gen Penanda dan Mutagenesis Insersi Acak pada Transformasi Jamur Beberapa jenis gen penanda diketahui dapat digunakan sebagai gen penanda pada jamur. Gen hph atau gen resistensi hygromycin B adalah yang paling umum digunakan untuk seleksi transforman jamur karena efektivitasnya pada sebagian besar jenis jamur. Gen penanda lainnya adalah gen resistensi terhadap phleomycin, sulfonylurea, nourseothricin, bialaphos, carboxin, blasticid S dan benomyl. Selain itu sebagai alternatif terhadap gen resistensi senyawa tersebut adalah dengan menggunakan gen penanda auxotrophic seperti pyrG (homolog gene ura3 dari S. cerevisiae). Mutan yang kehilangan pyrG bersifat auxotrofik urasil, sehingga vektor yang mengandung pyrG akan memungkinkan seleksi transforman pada medium yang defisien urasil. Selain itu mutan yang defisien pyrG akan bersifat resisten terhadap 5fluoro-orotic acid (5FOA) yang bersifat toksik pada prototroph. Dengan cara seleksi negatif/positif terhadap gen pyrG memungkinkan untuk melakukan transformasi sekuensial menggunakan Blaster cassettes (Weld dkk., 2006). Dengan memasukkan DNA ke dalam genom, baik melalui transformasi maupun melalui pergerakan DNA secara in vivo melalui transposon, akan dihasilkan suatu seri mutan dengan mutasi secara acak. Mutasi tersebut dapat diberi tanda (tagged). Dengan teknik ini dimungkinkan untuk merusak BioTrends/Vol.4/No.1/Tahun 2009 29 suatu gen, menandai promotor atau enhancer, atau untuk meningkatkan regulasi suatu gen. Isolat transforman diisolasi dan dianalisis perubahan fenotip yang menjadi target. Dengan asumsi bahwa perubahan fenotip terjadi perusakan gen oleh T-DNA, fragmen DNA di sekitar T-DNA tersebut diambil dengan teknik PCR seperti inversePCR dan TAIL-PCR atau dengan teknik plasmid rescue. Bila terjadi integrasi berurutan pada beberapa tempat, maka teknik semi-random PCR dapat digunakan untuk memperoleh DNA genomik di sekitar T-DNA tersebut. Idealnya sistem penanda gen harus memiliki frekuensi transformasi yang tinggi, integrasi secara acak satu salinan gen pada satu lokus tanpa terjadi perubahan atau delesi baik pada TDNA maupun DNA genom. Dengan demikian penggunaan T-DNA dalam mutagenesis insersi acak dapat digunakan dengan baik. Pustaka Bundock P, PJJ Hooykaas. 1996. Integration of Agrobacterium tumefaciens T-DNA in the Saccharomyces cerevisiae genome by illegitimate recombination. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 93: 1527215275. Chen X, Stone M, Schlagnhaufer C, Romaine CP. 2000. A fruiting bodyn tissue method for efficient Agrobacterium Mediated transformation of Agaricus bisporus. Applied and Environmental Microbiol. 66(10):4510-4513. Cramer CL, DN Radin. 1990. Molecular biology of plant in Biotechnology of plant microbes interaction. Nakas JP, C Hagedorn (eds).Mc Graw publishing Comp. New York. Pp 1-49. Gelvin SB. 2003. Agrobacterium mediated plant transformation: the Biology behind the “Gene-Jockeying” Tool. Microbiol. Mol. Bio. Rev. 67(1): 16-37 Hiei Y, S Otha, T Komari,T Kumashiro. 1994. Efficient transformation of rice (Oryza 30 sativa L) mediated by Agrobacterium and sequence analysis of the boundaries of the T-DNA. Tha Plant J. 6(0): 001-011 Hiei Y, T Komari. 2006. Improved protocols for transformation of Indica rice mediated by Agrobacterium tumefaciens. Plant Cell Tissue and Organ Culture . Springer 2006. Hiei Y, T. Komari, T. Kubo. 1997. Transformation of rice mediated by Agrobacterium tumefaciens. Plant Mol. Biol. 35:205-218. Schrammeijer B, A den Dulk-Ras, AC Vergunst, EJ Jacome, IJ Hooykaas. 2003. Analysis of vir protein translocation from Agrobacterium using Saccharomyces cerevisiae as a model: evidence for transport of a nover effector protein vir E3. Nucleic Acid Res. 31(3): DOI: 10.1093/nar/gkg 179. Sheng J, V Citovsky. 1996. Agrobacterium-plant cell DNA transport: have virulence proteins, will travel. The Plant Cell. 8:1699-1710 Su CB, Kong Q, Xu W. 2002. Efficient transformation chrysogenum mediated by Agrobacterium tumefaciens LBA4404 for cloning of vitreoscillia hemoglobin gen. EJB electronic J. Biotechnol. 5(1): 2-7. Walkerpeach CR, J Velten. 1994. Agrobacterium mediated gene transfer to plant cells: co integrated and binary vektor sytem. Plant Mol. Biol. 1-19 Weld RJ, KM Plummer, MA Carpenter, HJ Ridgway. 2006. Approaches to functional genomics in filamentous fungi. Cell Res. 16: 31-44 *Enung Sri Mulyaningsih Staf Peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Jl. Raya Bogor km 46 Cibinong Email [email protected] BioTrends/Vol.4/No.1/Tahun 2009 The improvement of understanding is for two ends: first, our own increase of knowledge; secondly, to enable us to deliver that knowledge to others. (John Locke)