Slide 1 - Blog UNPAD

advertisement
Pendapat Tentang Sarjana
Pernah pada suatu waktu saya mendapat kesempatan untuk membaca teks pidato Bung Hatta yang diucapkan di hadapan para alumni Universitas Indonesia pada tahun
1957. Sehubungan dengan itu saya ingin mengutip pidato tersebut, yang sampai saat ini merupakan jalan pikiran yang membimbing para mahasiswa dan sarjana yang
akan terjun berperan dalam kancah kehidupan masyarakat. Antara lain kata beliau:
“Tamat sekolah tinggi tidak berarti sudah volleerd (diakui terhormat). Diploma yang diberikan oleh sekolah tinggi hanya memuat pengakuan, bahwa pemilik diploma itu
dianggap cukup syaratnya untuk melakukan studi sendiri dan mengadakan penyelidikan sendiri tentang berbagai masalah yang di dalam alam atau masyarakat, yang
dituntutnya. Diploma itu mengandung pengakuan, bahwa si pemiliknya dapat dilepaskan ke dalam masyarakat untuk melakukan sesuatu tugas dengan bertanggungjawab. Dan tanggung jawab seorang akademiskus adalah intelektual dan moral. Ini terbawa oleh tabiat ilmu itu sendiri, yang ujudnya mencari kebenaran dan membela
kebenaran.”
Maka ucapan ini terutama adalah mengembalikan fungsi kesarjanaan agar dapat berperan dalam mengelola masyarakat dengan nyata dan berguna. Bagian dari teks
pidato yang lain mengatakan,
Betapapun juga, universitas dipandang sebagai sumber yang tidak berkeputusan untuk melahirkan pemimpin-pemimpin dan pekerja-pekerja yang bertanggung-jawab di
dalam masyarakat. Apabila di negeri-negeri yang telah maju tertanam pendapat semakin lama semakin kuat, bahwa universitas menjadi tempat pendidikan masyarakat,
apalagi di negeri-negeri yang terbelakang di dalam kemajuan, seperti Indonesia kita ini.
Harapan kepada universitas besar sekali. Kadang-kadang dengan melupakan pertimbangan, apakah perguruan tinggi yang masih muda itu yang tidak lengkap alatnya
sekarang sudah dapat melaksanakan harapan itu. Dalam rancangan undang-undang tentang perguruan tinggi kita yang sampai sekarang belum juga dibicarakan oleh
parlemen disebut bahwa tugas universitas ialah membentuk manusia susila dan demokratis yang:
1. Mempunyai keinsyafan tanggung-jawab atas kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya dan dunia ini umumnya.
2. Cakap berdiri sendiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan.
3. Cakap untuk memangku jabatan negeri atau pekerjaan masyarakat, yang memerlukan perguruan tinggi.
Kemudian perguruan tinggi Indonesia harus pula dapat melakukan penyelidikan dan usaha kemajuan dalam segala lapangan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan
kehidupan kemasyarakatan.
Apabila membentuk manusia susila dan demokratis yang insyaf akan tanggung-jawabnya atas kesejahteraan masyarakat nasional dan dunia seluruhnya menjadi tujuan
yang terutama dari pada perguruan tinggi, maka titik berat dari pada pendidikannya terletak pada pembentukan karakter, watak. Memang, itulah menurut pendapat
saya tujuan daripada universitas atau sekolah tinggi. Ilmu dapat dipelajari oleh segala orang yang cerdas dan tajam otaknya, akan tetapi manusia yang berkarakter tidak
diperoleh dengan begitu saja. Pangkal segala pendidikan karakter ialah cinta akan kebenaran dan berani mengatakan salah dalam menghadapi sesuatu yang tidak benar.
Pendidikan ilmiah pada perguruan tinggi dapat melaksanakan pembentukan karakter itu, karena seperti saya katakan tadi, ilmu ujudnya mencari kebenaran dan
membela kebenaran.
Sikap guru besar yang bertanggung jawab serta cara ia mengonggokkan soalnya dan memecahkan masalah yang terletak di dalam lingkungan ilmunya adalah satu
sumbangan yang besar dalam pembentukan karakter itu. Tetapi itu saja belumlah cukup. Juga mahasiswa sendiri harus ikut serta mendidik dirinya sendiri dengan
berpedoman pada cinta akan kebenaran. Ia harus melakukan senantiasa kritik dan koreksi atas dirinya sendiri. Apabila semuanya ini dilakukan dengan segala keinsyafan,
maka rasa tanggung-jawab akan tertanam di dalam dadanya. Di dalam alam merdeka itulah, yang menjadi karakteristik dunia perguruan tinggi, mahasiswa menemui
suasana yang baik untuk memiliki sifat-sifat yang menjadi pembawaan manusia susila dan demokratis, yaitu kebenaran, keadilan, kejujuran tali kemanusiaan.
Dan, memang, manusia susila dan demokratis ini, sebagaimana yang diciptakan oleh perencanaan undang-undang perguruan tinggi kita, dapat menginsyafi tanggung
jawabnya atas kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya dan dunia umumnya. Dan mereka pulalah yang akan diharapkan akan menjadi pemimpin-pemimpin yang
bertanggung-jawab dalam negara dan masyarakat. Bahwa ilmu terutama menjadi tangan sarjana yang berkarakter tidak dapat disangsikan lagi. Orang yang berkarakter
tahu menghargai pendapat orang lain yang berlainan dengan pendapatnya. Ia berani membela kebenaran yang telah menjadi keyakinannya terhadap siapapun juga. Ia
tak segan mempertahankan pendapatnya, sekalipun bertentangan dengan pendapat umum. Tetapi ia juga berani melepaskan sesuatu keyakinan ilmiah, apabila pada
waktu logika yang lebih kuat dan kenyataan yang lebih lengkap membuktikan salahnya. Hanya dengan pendirian yang kritis itu ilmu dapat dimajukan. Dalam memelihara
dan memajukan ilmu, karakterlah yang terutama, bukan kecerdasan. Kurang kecerdasan dapat diisi, kurang karakter sukar memenuhinya seperti ternyata dengan berbagi
bukti dalam sejarah, yang membuktikan semuanya ini. Orang yang mempunyai karakter berani bertanggung-jawab atas pendapatnya, dan berani pula menolak
pertanggung-jawab tentang sesuatu yang tidak cocok dengan keyakinannya sendiri.
Oleh karena itu tepat pula harapan yang tertanam di dalam jiwa rancangan undang-undang perguruan tinggi kita, bahwa sarjana Indonesia, yang dibentuk sebagai
manusia susila dan demokratis, akan cakap berdiri sendiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan. Dengan mempunyai sarjana-sarjana yang seperti itu,
pada suatu waktu di masa datang Indonesia tidak saja tahu menerima tetapi juga menyumbangkan pendapat dan buah pikiran ilmiah yang berarti kepada dunia luaran.”
Demikian pidato Bung Hatta. Dari ucapan dan pendapat beliau ini, nyatalah bahwa untuk melahirkan seorang sarjana yang berguna bagi masyarakat, mutlak diperlukan
pembentukan suatu watak kepribadian di samping menekankan kecerdasan.
N. Abdurrachman, Pribadi Manusia Hatta, Seri 12, Yayasan Hatta, Juli 2002
Download