SELF-CONCEPT AND LIFESTYLE Oleh : Ahmad Rizal Fadhillah 115020200111128 Claudio Edo Cahya DH 115020207111028 Akrifa Nindya Damayana 115020207111020 Ninik Aris Cahyani 115020207111027 Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang Tahun 2013 SELF-CONCEPT Self-concept atau konsep diri didefinisikan sebagai pemikiran dan perasaan dari seorang individu yang mengacu pada dirinya sebagai objek. Self-concept dapat dibagi menjadi empat bagian dasar, yaitu actual versus ideal serta private versus social. Perbedaan antara actual/ideal mengacu pada persepsi pribadi tentang siapa saya sekarang dan ingin menjadi siapakah saya. Private self-concept menunjukkan siapa saya untuk diri sendiri, sedangkan social self-concept mengacu pada pemikiran tentang bagaimana saya ingin terlihat di depan orang lain. Keempat bagian dasar tersebut dapat mempengaruhi kebiasaan konsumen dan menawarkan wawasan untuk mengembangkan strategi pemasaran. Interdependent/independent Self-concept. Independent self-concept didasarkan pada dominasi budaya barat yang menyatakan bahwa masing-masing individu benar-benar terpisah. Jenis ini menitikberatkan pada tujuan pribadi, karakteristik, pencapaian, dan harapan. Seorang individu dengan independent self-concept cenderung menjadi pribadi yang individualis dan egosentris. Dalam hal ini, mereka akan benar-benar membuat diri mereka berbeda dari yang lain. Interdependent self-concept didasarkan pada dominasi budaya asia akan adanya keterkaitan antara satu manusia dengan yang lainnya. Individu dengan konsep diri ini cenderung memiliki sifat yang patuh, sosiosentris dan berorientasi pada hubungan antar individu. Possession and extended self Extended self terdiri dari diri sendiri dan kepemilikan. Kita cenderung mendefinisikan diri kita melalui apa yang kita miliki. Singkat kata, barang-barang yang kita miliki seperti kendaraan, handphone ataupun barang pribadi lainnya menjadi tampak lebih personal bahkan melebihi nilai pasar. Hal ini diakibatkan oleh adanya kenangan-kenangan yang mungkin telah dilalui oleh si pemilik bersama dengan barang pribadinya seiring waktu berjalan. Dalam hal ini, intensitas waktu yang diluangkan oleh si pemilik barang menjadi salah satu acuan dalam menentukan seberapa pribadi barang miliknya. Pada akhirnya, puncak pengalaman dengan barang tertentu akan benar-benar menjadikan barang tersebut berarti dan tidak dapat tergantikan bahkan dengan barang sejenis yang lebih baru misalnya. Measuring self-concept Pemanfaatan self-concept dalam pemasaran memerlukan kemampuan kita untuk mengukur hal tersebut. Hal yang paling umum untuk mengukurnya adalah “semantic differential”. Malhotra telah mengembangkan 15 sifat yang dapat digunakan dalam berbagai pengaturan. Berikut 15 sifat tersebut. Rugged Delicate Excitable Calm Uncomfortable Comfortable Dominating Submissive Taritty Indulgent Pleasant Unpleasant Contemporary Noncontemporary Organized Unorganized Rational Emotional Youthful Mature Formal Informal Orthodox Liberal Complex Simple Colorless Colorful Modest Vain Using Self-concept to position products Peran dari self-concept telah dijelaskan dalam urutan logis berikut ini: 1. Seorang individu memiliki konsep diri. 2. Konsep diri merupakan nilai dari seorang individu. 3. Karenan konsep diri berharga, maka setiap individu akan berjuang untuk mempertahankan konsep dirinya. 4. Produk-produk tertentu dapat menjadi symbol social bagi yang memiliki produk tersebut. 5. Pemakaian produk sebagai symbol memberikan arti kepada diri sendiri dan orang lain, yang berakibat kepada private dan social self-concept masing-masing individu. 6. Hasilnya, seorang individu menggunakan produk, jasa, dan media untuk mempertahankan atau memperkuat konsep diri yang diinginkannya. Marketing ethics and the self-concept Self-concept mengandung berbagai dimensi. Orang dalam bagian pemasaran telah menerima banyak kritik tentang bagaimana mereka mencoba untuk menciptakan sihir konsep diri kepada para konsumennya melalui iklan yang ditampilkan. Padahal seharusnya konsep diri terbentuk berdasarkan atas penampilan fisik mereka, bukan apa yang mereka kenakan. GAYA HIDUP Pada dasarnya lifestyle / gaya hidup adalah bagaimana kita hidup atau bagaimana kita menggambarkan diri. Gaya hidup sangat ditentukan oleh pengalaman, karakter seseorang, dan situasi. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi. Gaya hidup merupakan pola hidup yang menentukan bagaimana seseorang memilih untuk menggunakan waktu, uang dan energi dan merefleksikan nilai-nilai, rasa, dan kesukaan. Gaya hidup adalah bagaimana seseorang menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya yang ditentukan oleh karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial selama mereka menjalani siklus kehidupan. Konsep gaya hidup konsumen sedikit berbeda dari kepribadian. Gaya hidup terkait dengan bagaimana seseorang hidup, bagaimana menggunakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu mereka. Kepribadian menggambarkan konsumen lebih kepada perspektif internal, yang memperlihatkan karakteristik pola berpikir, perasaan dan persepsi mereka terhadap sesuatu. Berbagai faktor dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang diantaranya demografi, kepribadian, kelas sosial, daur hidup dalam rumah tangga. Gaya hidup yang diinginkan oleh seseorang mempengaruhi perilaku pembelian yang ada dalam dirinya, dan selanjutnya akan mempengaruhi atau bahkan mengubah gaya hidup individu tersebut. Gaya Hidup dan Proses Konsumsi Lifestyle Determinant - Demographics Subculture Social class Motives Personality Emotions Values Household life cycle Culture Past experience Lifestyle (How we live) - Activities Interests Like/dislike Attitude Consumption Expectations Feelings Impact on Behavior Purchase - How When where What With whom Consumption - Where With whom How When what Para konsumen sangatlah jarang menyadari bahwa gaya hidup yang mereka jalani akan sangat mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Sebagai contoh, beberapa konsumen akan berpikir bahwa minum kopi di gerai Starbucks akan meningkatkan gaya hidup mereka, di samping kenyamanan dan fasilitas yang diberikan oleh Starbucks pada pelanggannya. Dengan demikian tuntutan gaya hidup sangatlah sering menjadi motivasi seseorang dalam melakukan transaksi pembelian meskipun hal ini tidak berlaku secara langsung. Pengukuran Gaya Hidup Pengukuran untuk melihat seberapa besar gaya hidup dapat mempengaruhi individu menggunakan analisis psikografis. Analisis psikografis adalah sebuah teknik yang menyelidiki bagaimana orang hidup, apa yang menarik minat mereka, dan apa yang mereka sukai (Churchill Jr, Gilbert A 2005). Menurut Josep Plumer (1974) dalam Kasali (2007), segmentasi gaya hidup mengukur aktivitas-aktivitas manusia dalam hal sebagai berikut: 1. Bagaimana mereka menghabiskan waktunya 2. Minat mereka, apa yang dianggap penting di sekitarnya 3. Pandangan-pandangan baik terhadap diri sendiri maupun orang lain 4. Karakter dasar seperti tahap yang mereka lalui dalam kehidupan, penghasilan, dan tempat tinggal mereka. Psikografi berfokus pada activities, interests, dan opinions atau yang lebih dikenal dengan AIO. Pola hidup seseorang tergambarkan pada activities, interest, dan opinions (AIO). Sumarwan (2004) menyebutkan salah satu contoh kategori dimensi AIO yang dilihat dari pengukuran psikografik adalah Activities/kegiatan (pekerjaan, hobi, kegiatan social, liburan, hiburan, belanja). Interest/minat (keluarga, rumah, mode, media, rekreasi). Opinions/pendapat (tentang diri mereka sendiri, isu-isu sosial, bisnis, produk, budaya, ekonomi). Psikografi juga termasuk: Sikap: pernyataan evaluatif tentang orang lain, lokasi, produk, dsb. Nilai-nilai: keyakinan tentang apa yang diterima/diinginkan Aktifitas dan kegemaran Demografi: usia, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, gender, dll. Pola media: pemanfaatan media tertentu untuk konsumer Usage rate (perbandingan pengguna): ukuran penggunaan produk tertentu, biasanya konsumen dikategorikan dalam tingkat berat, tengah, ringan, atau bukan pengguna. THE VALS LIFESTYLE Gaya hidup memiliki bermacam-macam arti dan dapat diinterpretasikan bermacammacam oleh para pemasar dan teorisi. Namun pendapat tersebut pada umumnya dapat dijadikan dasar dalam penelitian. Adapun beberapa teori atau pendapat yang mengemukakan tentang gaya hidup : Menurut Kotler (1989:189) : “Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang dalam kehidupan sehari- hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapat (opini) yang bersangkutan.” Menurut Berkowitz dan Kerin (1986:105) : “Gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang diidentifikasikan dari bagaimana penggunaan waktu (aktivitas); minat tentang pentingnya lingkungannya; dan pendapat tentang dirinya sendiri dan dunia sekelilingnya.” Dari beberapa pendapat atau teori dari pada teorisi pemasaran itu dapat diambil pokok dari gaya hidup, yaitu : 1. Pola hidup seseorang. 2. Aktivitas, minat dan pendapat. Berdasarkan pokok itu, dapat dikemukakan gaya hidup untuk penelitian ini adalah :“Gaya hidup adalah pola hidup bagaimana orang menggunakan uang, waktu, minat dan pendapatnya terhadap hal-hal yang ada di lingkungannya.” Dari pengertian gaya hidup inilah kemudian diciptakan segmen pasar berdasarkan values and life style (VALS), yang diperkenalkan pada tahun 1978. Lalu VALS dikembangkan lagi menjadi VALS 2, yang mengelompokkan orang berdasarkan kecenderungan konsumsinya dan bagaimana cara menggunakan waktu dan uangnya. Menurut Kotler, Bowen dan Makens (1996:190-191) konsumen dibagi dalam 2 segmen utama : A. Self Orientation Dalam segmen ini terdapat 3 perilaku pembelian : 1. Principle oriented (orientasi prinsip) Konsumen melakukan pembelian berdasarkan pandangannya sendiri, dimana pembelian suatu produk atau jasa dilakukan menurut pendapat atau pikirannya sendiri tanpa dipengaruhi oleh pandangan dari luar atau orang lain. 2. Status oriented (orientasi status) Konsumen melakukan pembelian berdasarkan pada tindakan dan opini dari orang lain. Pembelian akan dilakukan karena adanya masukan dari orang lain yang telah menggunakan atau mencoba suatu produk atau jasa tersebut. 3. Action oriented (orientasi tindakan) Konsumen terdorong oleh keinginan untuk berkegiatan, bervariasi, dan mengambil resiko. Konsumen ingin mencoba produk atau jasa yang belum pernah digunakan sebelumnya baik oleh konsumen itu sendiri atau orang lain, dan ingin mengetahui baik buruknya produk atau jasatersebut melalui pengalaman sendiri. Kelompok konsumen yang termasuk dalam segmen ini adalah fulfilled, believers, achievers, strivers, experiencers, dan makers. B. Resources (sumber daya) Konsumen dikelompokkan berdasarkan tingkat pendapatan, pendidikan, kesehatan, kepercayaan diri, dan energi. Yang termasuk dalam segmen ini adalah kelompok : actualizers dan stugglers. Kelompok-kelompok konsumen yang telah disebutkan akan dijelaskan kemudian secara terperinci pada bagian 8 kelompok konsumen. Berikut ini adalah 8 kelompok konsumen berdasarkan gaya hidup VALS 2 : 1) Fullfilleds (pemenuhan). Konsumen yang memiliki gaya hidup mandiri, bertanggung jawab, dan tingkat pendidikan yang baik. Selain itu juga terbuka untuk ide-ide baru dan perubahan sosial, juga memiliki pendapatan tinggi, praktikal, dan merupakan konsumen yang value oriented. 2) Believers (pengikut). Konsumen yang tingkat pendapatannya menengah ke atas, konservatif dan mudah ditebak, menyukai produk Amerika dan merek terkenal. 3) Achievers (pencapai).Konsumen yang cukup sukses dan berorientasi pada pekerjaan, konservatif, dan menyukai produk dan jasa yang terkenal dan dapat menunjukkan kesuksesan mereka. 4) Strivers (pekerja keras). Konsumen dengan nilai yang mirip dengan achievers, namun memiliki tingkat ekonomi, sosial, dan psikologis yang lebih rendah. 5) Experiencers (pencoba). Konsumen yang ingin mempengaruhi lingkungan mereka, dan juga kelompok yang termuda dari kelompok lainnya. Konsumen ini banyak mengkonsumsi produk yang disukai oleh kalangan anak muda. 6) Makers (pembuat). Kelompok konsumen ini suka mempengaruhi lingkungannya melalui pengalaman dan penemuan mereka akan kegunaan dan kepraktisan suatu produk atau jasa. Oleh karena itu, produk yang praktis dan memiliki kegunaan amat menarik perhatian konsumen macam ini. 7) Actualizers (pewujud). Konsumen dengan tingkat pendapatan yang tertinggi dan memiliki banyak sumber, sehingga dapat menuruti keinginan dirinya sendiri. Imej atau pandangan amat penting bagi mereka, sehingga cenderung membeli produk yang lebih baik dalam hidup. 8) Strugglers (pejuang). Konsumen dengan tingkat pendapatan terendah dan sumber yang sedikit untuk diikutkan pada orientasi konsumen. Karena sarana yang terbatas, mereka cenderung menjadi konsumen yang setia pada merek. GEO-ANALISIS GAYA HIDUP (PRIZM) Orang dengan budaya yang sama, berarti latar belakang dan perspektif secara alami tertarik terhadap satu sama lain. Mereka memilih untuk hidup di antara rekan-rekan mereka di lingkungan yang menawarkan keuntungan yang terjangkau dan gaya hidup yang kompatibel. Setelah menetap, orang akan alami meniru tetangga mereka. Mereka mengadopsi nilainilai sosial yang sama, selera dan harapan. Mereka menunjukkan berbagi pola perilaku konsumen terhadap produk, jasa, media dan promosi. Geo-demografis analisis didasarkan pada premis bahwa gaya hidup, dengan demikian konsumsi sebagian besar didorong oleh faktor demografi, seperti dijelaskan di atas. Daerah geografis dianalisa dapat berkisar dari negara-negara dan kabupaten, ke daerah statistik metropolitan, di lima digit kode ZIP, dengan saluran sensus, untuk blok sensus, untuk ZIP +4, dan bahkan sampai ke individu rumah tangga. Data tersebut digunakan untuk pemilihan target pasar, penekanan promosi, pemilihan lokasi ritel dan sebagainya oleh pemasar banyak. Claritas telah mengambil analisis geo-demografis satu langkah data ekstensif lebih lanjut dan didirikan pada konsumsi produk dan pola pemakaian media. Mereka telah memperbarui sistem mereka berdasarkan data sensus paling terbaru dan sekarang dapat mengklasifikasikan sampai ke tingkat rumah tangga individu. Hasilnya adalah satu set 66 segmen gaya hidup yang disebut sistem PRIZM. Setiap rumah tangga di Amerika Serikat bisa diprofilkan dalam hal gaya hidup kelompok-kelompok ini. Sosial Prizm Dan Tahap Hidup Kelompok PRIZM mengatur 66 perusahaan segmen individu menjadi kelompok-kelompok sosial dan tahap hidupyang lebih luas. Pengelompokan sosial yang luas didasarkan pada urbanisasi ditentukan oleh kepadatan penduduk, berkaitan dengan dimana orang hidup dan sangat berkaitan dengan gaya hidup orang menjalani. Empat kelompok sosial utama adalah: · Urban-kota besar dengan kepadatan populasi yang tinggi · Sub-urban-agak padat "pinggiran" wilayah metropolitan sekitarnya · Kedua kota-kecil, kurang padat penduduknya atau satelit untuk kota-kota besar. · Kota & kota-kota Negara kurang padat dan masyarakat pedesaan Kelompok-kelompok kehidupan luas panggung didasarkan pada umur dan kehadiran anak-anak. faktor-faktor ini sangat mempengaruhi pola konsumsi dan gaya hidup. Ketiga kelompok kehidupan utama tahap ini adalah: · Muda -single dan pasangan di bawah 45 tahun tanpa anak. · Keluarga · Usia hidup-tengah (25-54) keluarga dengan anak-anak. · Dewasa -single dan pasangan lebih dari 45 tahun. Gaya Hidup Internasional Para VALS dan sistem PRIZM yang disajikan dalam bab ini berorientasi kepada negaranegara bersatu, di samping itu, VALS memiliki sistem untuk jepang dan kerajaan Serikat. Pemasaran semakin merupakan kegiatan global. Jika ada segmen gaya hidup yang dilihat melintasi budaya, pemasar dapat mengembangkan strategi lintas-budaya di seluruh segmen. Meskipun bahasa dan perbedaan lainnya akan ada, individu mengejar gaya hidup yang sama dalam kebudayaan yang berbeda harus responsif terhadap fitur produk serupa dan tema komunikasi. Tidak mengherankan, sejumlah upaya telah dilakukan untuk mengembangkan system yang luas seperti biro iklan internasional dan perusahaan riset pemasaran adalah memimpin jalan. Roper seluruh dunia memulai, sebuah riset pemasaran global dan perusahaan konsultan, sekitar 35.000 konsumen disurvei di 35 negara di asia, Amerika utara dan selatan, dan Eropa. Tujuan mereka adalah skema segmentasi global yang didasarkan pada nilai-nilai yang mendasari. Menurut seorang eksekutif, survei mereka menemukan enam segmen gaya hidup global sementara segmen ini ada di semua negara yang mereka pelajari, persentase penduduk di masing-masing kelompok bervariasi menurut negara. Sebagai contoh, brazil memiliki proporsi tertinggi pencari kesenangan, segmen yang pepsi tampaknya menargetkan di iklan , perhatikan bagaimana keberadaan global pencari kesenangan memungkinkan pepsi untuk memiliki pendekatan yang relatif standar untuk iklan tersebut. Selain bahasa, iklan ini tidak tampak berbeda dari yang Anda mungkin temukan di amerika serikat. SUMBER REFERENSI http://shinta.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/PERILAKU-KONSUMEN.pdf