Arbitrase Dan ADR Latar Belakang Munculnya APS Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBg Terdapat berbagai kelemahan yang terkandung dlm sistem litigasi Perlu dicari sistem penyelesaian sengketa alternatif yg dianggap lbh efektif dan efisien Mediasi dan arbitrase memiliki beberapa keunggulan komperatif dibandingkan litigasi Beberapa Model APS Arbitrase Negoisasi Mediasi Konsiliasi Pencari fakta Mini Trial Ombudsman Peradilan Adat Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase lebih disukai oleh pelaku ekonomi dalam kontrak bisnis yang bersifat nasional maupun internasional, dikarenakan sifat kerahasiaan, prosedur sederhana dan putusan arbiter mengikat para pihak disebabkan putusan yang diberikan bersifat final. Sebagai upaya hukum dalam perkembangan dunia usaha baik nasional maupun internasional pemerintah telah mengadakan pembaharuan terhadap Undang-Undang Arbitrase Nasiona dengan dikeluarkan UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Cara-cara Penyelesaian Sengketa Perdagangan : 1. Negosiasi Merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda, oleh karena itu negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah baik yang tidak berwenang mengambil keputusan maupun yang berwenang mengambil keputusan. 2. • • • • Mediasi Merupakan salah satu bentuk negosiasi antara para pihak yang bersengketa yang melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu tercapainya penyelesaian yang bersifat Kompromistis. Pihak ke 3 yang ditunjuk membantu menyelesaikan sengketa dinamakan sebagai Mediator, oleh karena itu pengertian mediasi mengandung unsur-unsur sebagai berikut : Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan, Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa didalam perundingan, Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian, Tujuan mediasi untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa. 3. Arbitrase Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa Para pihak adalah subyek hukum, baik menurut hukum perdata maupun hukum publik Perjanjian Arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausul arbitrase yang tercantum dalam perjanjian tertulis yang dibuat oleh para pihak sebelum sengketa terjadi, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat oleh para pihak setelah timbul sengketa Keuntungan arbitrase antara lain : 1. dijamin kerahasiaan sengketa para pihak; 2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif; 3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil 4. 5. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan. Hukum formil yang dipergunakan dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitase adalah aturan menurut UU No.30 tahun 1999 Terhitung 30 hari sejak ditetapkan putusan arbitrase, maka harus didaftarkan kpd PN agar mempunyai kekuatan eksekutorial Ketua PN memeriksa alasan atau pertimbangan putusan arbitrase tidak memeriksa pokok perkara Putusan yang telah dibubuhi tanda tangan Ketua PN berarti telah mempunyai kekuatan hukum tetap Putusan arbitrase adalah final dan mengikat Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase Internasional adalah PN Jakarta Pusat Syarat-Syarat Arbiter (pasal 12 UU No.30 / 1999) Cakap dalam melakukan tindakan hukum Berumur minimal 35 tahun Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak yg bersengketa Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase Mempunyai pengalaman serta menguasai secara aktif dibidangnya minimal.15 tahun Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak boleh menjadi arbiter Dalam menentukan jumlah arbiter dalam satu kasus, ada beberapa faktor yang perlu untuk dipertimbangkan : Jumlah yg dipersengketakan Kompleksitas klaim Nasionalitas dari para pihak Kebiasaan dagang yg relevan, atau bisnis, profesi yg terlibat dlm sengketa Ketersediaan arbiter yg layak Tingkat urgensi dari kasus yang bersangkutan PROSEDUR PENGANGKATAN ARBITER 1. Dengan Pactum De Compromitendo penunjukan dgn cara ini adalh penunjukan yang tata caranya telah ditentukan dalam kontrak sebelum sengketa terjadi. Penentuan tatacara penunjukan arbiter ini dengan menempatkan klausua khusus dalam kontrak bisnisnya 2. Penunjukan Dengan Akta Kompromis Adalah penentuan tata cara penunjukan arbiter dengan suatu kontrak khusus yang dibuat “setelah” sengketa terjadi. Aatau dapat juga terjadi penunjukan arbiter setelah berjalannya kontrak bisnis, tetapi sebelum timbulnya sengketa 3. Penunjukan langsung oleh para pihak setelah terjadi sengketa Para pihak masih diberikan kesempatan untuk langsung menunjuk sendiri apa arbiter baik tunggal maupun majelis. Kelemahan cara ini adalah para pihak sudah tidak kooperatif lagi, karena sengketa telah terjadi, sehingga kesepakatan kehendak dalam memilih arbiter sulit tercapai 4. Penunjukan Oleh Hakim hakim atau ka.PN dapat juga menunjuk para arbiter dalam hal-hal sebagai berikut : Manakala para pihak dalam kontrak menentukan demikian Jika para pihak tunduk dalam suatu peraturan arbitrase dari lembaga arbitrase tertentu , dimana peraturan tersebut mensyaratkan penunjukan oleh hakim