BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Satu detik setelah terjadinya Big Bang, alam semesta mengalami masa yang mana inti-inti ringan masa lalu terproduksi (4 He,2 H,3 He dan 7 Li), masa ini disebut Big Bang Nucleosynthesis (BBN). Proses berlangsungnya BBN ini dapat dijelaskan oleh Model Standar Partikel (MS) dan Model Standar Kosmologi. Teori BBN memprediksi bahwa pada suhu sekitar satu MeV, seperempat alam semesta didominasi oleh kelimpahan inti ringan helium-4 masa lalu (lih. mis. [Sarkar, 1996], [GorbunovRubakov, 2011], Kolb-Turner [1990]). Prediksi teori BBN ini memberi kendala terhadap jumlah partikel ringan pada suhu BBN. Misalnya neutrino, menurut MS jumlah neutrino ada tiga generasi. Jumlah neutrino ini juga dikonfirmasi oleh eksperimen Z 0 di LEP yaitu Nν = 2, 9835 ± 0, 0083, sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah neutrino aktif yang massanya di bawah massa Z 0 /2 ∼ 45 GeV, ada tiga jenis. Jika memang ada partikel ringan yang massanya seorde dengan neutrino pada masa BBN, jumlah tambahan yang diperbolehkan oleh teori BBN adalah satu jenis saja, ∆N = 1 (lih.mis.[Kolb-Turner, 1990]). Prediksi teori BBN ini juga sesuai dengan observasi. Dari ekstrapolasi hasil data observasi, tambahan partikel relativistik pada masa BBN yang diperbolehkan sekitar ∆Nν < 0, 2 − 0, 3 [Berezinsky dkk, 2003]. Tambahan partikel ringan yang sangat kecil ini hanya mungkin jika suhu partikel tersebut lebih rendah dibanding suhu foton. Bagaimana jika Model Standar Fisika mengalami perluasan? Apakah akan tetap memprediksi kelimpahan helium ringan pada masa BBN sekitar 25% juga? Model Standar Partikel merujuk pada Teori Glashow-Weinberg-Salam (GWS). Teori ini merupakan teori rujukan bagi para fisikawan partikel karena dapat menyatukan tiga interaksi yaitu interaksi kuat, interaksi lemah serta interaksi elektromagnetik (selanjutnya disebut Model Standar fisika partikel (MS)). Teori yang dibangun berdasarkan grup tera SU (3)C ⊗ SU (2)L ⊗ U (1)Y ini, memprediksi massa boson tera pembawa interaksi lemah W ± dan Z berturut-turut adalah MW = 82 ± 2 GeV dan MZ = 92 ± 2 GeV [Weinberg, 1967]. Kemudian tahun 1983, tim eksperimen di CERN berhasil menemukan partikel pembawa interaksi lemah yaitu boson W ± dan Z 0 dengan massa MW = 80, 403±0, 029 GeV dan MZ = 91, 188±0, 002 GeV [Arni- 1 2 son dkk., 1983a,b]. Penemuan partikel ini adalah bukti keberhasilan MS yang terkonfirmasi secara eksperimen. Selain itu, Model Standar fisika partikel dengan tambahan Model Standar Kosmologi (Model Friedmann - Robertson - Walker (FRW)) juga berhasil menggambarkan fenomena yang ada dalam kosmologi yaitu proses-proses yang terjadi setelah Big Bang hingga masa Big Bang Nucleosynthesis (BBN) (lih. mis. [Gorbunov-Rubakov, 2011][Sarkar, 1996]). MS mengijinkan untuk mengekstrapolasi keadaan alam semesta ke masa lalu hingga t ∼ 10−12 s. Pada selang waktu t ∼ 10−12 − 1s, alam semesta mengalami dua transisi fase yaitu transisi interaksi kuat (Quantum Chromodynamic Phase Transition) dan transisi elektrolemah (Electroweak Phase Transition). Transisi kuat terjadi pada suhu T ≈ 200 MeV yang mana gluon dan quark bergabung menjadi hadron (hadronisasi) dan simetri chiral mengalami perusakan. Sedangkan fase transisi yang kedua adalah perusakan simetri elektrolemah menjadi elektromagnetik secara spontan, SU (2) ⊗ U (1)Y → U (1)em pada T ∼ 100 GeV, ketika semua partikel yang diketahui mendapatkan massanya melalui mekanisme Higgs (lih.mis.[Sarkar, 1996], [Gorbunov-Rubakov, 2011],[Kolb-Turner, 1990]). Perluasan MS sangat diperlukan untuk menjelaskan permasalahan yang tidak bisa dijelaskan MS, diantaranya tidak dapat menjelaskan kenapa boson Higgs mendapat nilai harap vakum (Vacuum Expectation Value (VEV)) pada skala Fermi 246 GeV jauh dibawah skala massa Planck 1, 221 × 1019 GeV, masalah hirarki massa, tidak mengikutsertakan interaksi gravitasi, tidak dapat menjelaskan materi gelap (dark matter), dan tidak dapat menjelaskan jumlah partikel dan anti partikel yang tidak seimbang di alam ini. Perluasan Model Standar yang energinya di atas skala Fermi biasanya memprediksikan adanya partikel baru yang tidak stabil, misalnya neutrino masif. Meskipun dalam MS neutrino tidak bermassa, tetapi dalam model baru neutrino dapat memperoleh massanya dan memungkinkan neutrino untuk menjadi kandidat materi gelap. Model yang memperkenalkan partikel baru tentu ada konsekuensinya, salah satu konsekuensinya adalah harus memenuhi kendala BBN. Model perluasan MS diantaranya Teori Penyatuan Agung ( GUT), Supersimetri (SUSY), Model Cermin Simetri Kiri-Kanan (LRS), dan lain-lainnya. Salah satu model perluasan MS adalah Model Cermin. Model cermin pertama kali diperkenalkan oleh Lee-Yang [1957], ide tersebut muncul untuk menjawab kemungkinan adanya pelanggaran paritas yang teramati pada peluruhan beta. Pelanggaran ini mengimplikasikan adanya asimetri kanan-kiri. Agar paritas tetap lestari, diduga ada partikel cermin yang merupakan cermin paritas dari partikel MS. Ide sime- 3 tri paritas ini banyak dikembangkan oleh fisikawan lainnya di antaranya SenjanovicMohapatra [1975] dalam Model Simetri Kiri-Kanan. Dalam Model Simetri KiriKanan yang dibangun berdasarkan grup tera SU (2)L ⊗ SU (2)R ⊗ U (1), baik medan skalar Higgs, fermion kidal (Left handed) maupun fermion tak kidal (Right Handed), semua dalam bentuk dublet. Model Simetri Kiri Kanan ini berusaha menjelaskan terjadinya pelanggaran paritas akibat perusakan simetri terhadap grup tera model ini [Senjanovic, 1979]. Pengembangan model cermin lainnya adalah Model Cermin yang diusulkan oleh Foot dkk [1991] berdasarkan grup tera [SU (3)1 ⊗ SU (2)1 ⊗ U (1)1 ] ⊗ [SU (3)2 ⊗ SU (2)2 ⊗ U (1)2 ], yang mana Lagrangan interaksinya invarian terhadap transformasi paritas. Model ini juga mampu menjelaskan defisit neutrino matahari, anomali neutrino atmosfer dan hasil eksperimen LSND (Liquid Scintillator Neutrino Detector) [Foot-Volkas, 1995b]. Namun dalam model cermin Foot dkk [1991], antara sektor nyata dan sektor cermin berpotensi untuk saling berinteraksi melalui foton sektor nyata dengan foton sektor cermin. Hal ini disebabkan karena dalam Lagrangan interaksinya mengandung suku − 21 αF1µν F2µν . Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya hal ini, dilakukan fine tunning, konstanta α dibuat sangat kecil sekali. Pada tahun 2013, Satriawan memodifikasi model cermin Foot dkk [1991] dengan mengubah bilangan kuantum U (1)X , menambahkan neutrino tak kidal pada sektor dunia nyata dan menambahkan dua medan skalar singlet. Dalam Model Cermin Termodifikasi (MCT) ini tidak perlu diperkenalkan konstanta kopling α seperti yang ada pada model cermin Foot dkk [1991]. Adanya partikel cermin pada sektor cermin, khususnya yang massanya kecil seorde dengan massa neutrino akan memengaruhi sintesis inti-inti ringan masa lalu pada masa BBN. Oleh karena itu, perlu dikaji pengaruh partikel yang bermassa kecil pada MCT. Dalam Model Cermin Termodifikasi, terdapat partikel baru yaitu partikel cermin yang berpotensi memengaruhi kelimpahan inti-inti ringan masa lalu. Partikel cermin yang relativistik akan menyumbang tambahan pada derajat kebebasan relativistik sektor cermin g?0 , Sedangkan g?0 memengaruhi rapat energi sektor cermin ρ0 . Agar rapat energi pada sektor cermin tidak banyak memengaruhi laju proses mengembangnya alam semesta, maka suhu pada sektor cermin haruslah lebih rendah dibanding suhu sektor nyata. Jika suhu sektor cermin lebih tinggi dibandingkan suhu sektor nyata maka laju mengembangnya alam semesta akan lebih cepat dan mengakibatkan proses BBN akan lebih cepat dibandingkan yang diprediksi oleh MS. Oleh karena itu, BBN memberikan kendala atau batasan terhadap jumlah partikel baru relativistik yang diperbolehkan dan suhunya ketika BBN terjadi. Perbedaan suhu antara 4 sektor cermin dan sektor nyata, secara alami dapat terjadi melalui dua skenario. Skenario yang pertama adalah perbedaan suhu yang terjadi saat proses pemanasan kembali (reheating) pasca-inflasi dan skenario yang kedua adalah perbedaan suhu setelah proses pemanasan kembali (reheating) pasca-inflasi. Pada penelitian ini mengggunakan skenario yang kedua, dengan mengasumsikan partikel inflaton yang meluruh menjadi partikel-partikel yang lebih ringan di sektor nyata jumlahnya sama dengan di sektor cermin sehingga suhu antara kedua sektor setelah pemanasan kembali (reheating) pasca-inflasi sama, T = T 0 . Oleh karena itu, penelitian ini berusaha menyelidiki mekanisme yang dapat mewujudkan T > T 0 pada saat terjadinya BBN pada MCT, agar MCT tetap memenuhi kendala BBN. 1.2 Rumusan Masalah Teori BBN Standar (Model Standar Partikel dan Model Standar Kosmologi) memprediksi kelimpahan helium ringan masa lalu pada masa BBN sekitar 25 %. Prediksi teori BBN ini dikonfirmasi melalui observasi yang menunjukan hasil yang hampir sama. Namun MS mempunyai banyak kelemahan, sehingga perlu dibangun perluasan dari MS. Model Cermin Termodifikasi merupakan salah satu perluasan MS yang didduga dapat menjelaskan masalah materi gelap. Dalam Model Cermin Termodifikasi, terdapat partikel cermin yang berpotensi memengaruhi kelimpahan inti-inti ringan masa lalu. Agar rapat energi pada sektor cermin ρ0 tidak banyak memengaruhi laju proses mengembangnya alam semesta, maka suhu pada sektor cermin haruslah lebih rendah dibanding suhu sektor nyata. Diasumsikan suhu antara kedua sektor setelah pemanasan kembali (reheating) pasca-inflasi sama, T = T 0 . Oleh karena itu, perlu ditinjau semua proses yang dapat mempengaruhi perbedaan suhu antara sektor nyata dan sektor cermin pada saat terjadinya BBN pada MCT agar tetap memenuhi kendala BBN. 1.3 Batasan Masalah Adapun batasan-batasan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Model yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah Model Cermin Termodifikasi [Satriawan, 2013] yang berdasarkan grup tera SU (3)1 ⊗SU (3)2 ⊗SU (2)L ⊗ SU (2)R ⊗ U (1)Y ⊗ U (1)X . 5 2. Proses interaksi yang ditinjau adalah proses yang terjadi setelah masa reheating pasca-inflasi alam semesta dengan mengasumsikan suhu awal setelah reheating pasca-inflasi antara dua sektor dunia nyata dan dunia cermin sama Ti = Ti0 . 3. Probabilitas osilasi antara neutrino ringan dan elektron ringan di sektor cermin (NR dan ER ) dengan neutrino ringan di sektor nyata (νL ) sangat kecil. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisa semua kemungkinan proses yang dapat menyebabkan perbedaan suhu setelah reheating pasca-inflasi antara sektor nyata dan cermin. 2. Memperkirakan rasio suhu sektor cermin dengan sektor nyata, (Tf0 /Tf )4 ketika BBN pada MCT. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk menguji Model Cemin Termodifikasi terhadap kendala Big Bang Nucleosynthesis. 1.6 Metode Penelitian Metode penelitian dalam tesis ini adalah metode kajian teoritis melalui studi literatur jurnal ilmiah, buku, dan sumber ilmiah lainnya. Adapun tahapan-tahapannya adalah 1. Mempelajari Model Standar Fisika Partikel. 2. Mempelajari Model Cermin Termodifikasi, mulai dari potensial medan skalar, proses perusakan simetri secara spontan, pembangkitan massa boson dan fermion, serta interaksi Yukawa. 3. Mempelajari Termodinamika alam semesta yang mengembang, terutama persamaan Boltzmann yang menggambarkan evolusi rapat energi alam semesta dan perubahan entropi alam semesta. 6 4. Mempelajari teori Big Bang Nucleosynthesis yang meliputi lepasnya neutron dari kesetimbangan termal, rasio neutron dan proton serta prediksi kelimpahan helium-4 masa lalu. 5. Menganalisa semua kemungkinan interaksi dalam Model Cermin Termodifikasi yang dapat menyebabkan perbedaan suhu antara sektor nyata dan cermin melalui diagram Feynman. 6. Menghitung perubahan suhu sektor nyata dan cermin ketika belum terjadi perusakan simetri secara spontan pada MCT. 7. Menghitung perubahan suhu sektor nyata dan cermin ketika medan skalar φe dan φE mendapatkan nilai VEV pada MCT. 8. Menghitung perubahan suhu sektor nyata dan cermin ketika medan skalar χL dan χR mendapatkan nilai VEV pada MCT. 9. Memperkirakan rasio suhu kedua sektor yaitu sektor nyata dan sektor cermin pada saat BBN dan Menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan batas BBN. 1.7 Tinjauan Pustaka Model Cermin yang diusulkan oleh Foot dkk [1991] merupakan perluasan dari Model Standar dengan menduplikasi grup teranya [SU (3)1 ⊗ SU (2)1 ⊗ U (1)1 ] ⊗ [SU (3)2 ⊗SU (2)2 ⊗U (1)2 ] dan menggandakan partikelnya. Indeks 1 dan 2 pada grup tera menunjukkan sektor nyata (partikel MS) dan sektor cermin (partikel cermin). Daftar partikel fermion serta dua medan skalar dublet dalam Model Cermin Foot ini diberikan pada 1.1, Model Cermin ini invarian terhadap transformasi paritas Z2 seperti yang diberikan pada persamaan (1.1), atau disebut paritas non standar P 0 [Foot dkk, 1991], x → −x Gµ1 ↔ Gµ2 fL ↔ γ 0 F R ; qL ↔ γ 0 QR ; φ1 → φ2 t→t ↔ W2µ ; B1µ ↔ B2µ eR ↔ γ 0 EL uR ↔ γ 0 UL ; dR ↔ γ 0 DL . W1µ (1.1) 7 Tabel 1.1: Daftar Patikel dan Wakilan Fundamental menurut grup tera [SU (3)1 ⊗ SU (2)1 ⊗ U (1)1 ] ⊗ [SU (3)2 ⊗ SU (2)2 ⊗ U (1)2 ] pada Model Cermin [Foot dkk, 1991] Dunia Nyata Fermion Wakilan Fundamental fL [1, 2, −1][ 1, 1, 0] eR [1, 1, −2][ 1, 1, 0] qL [3, 2, 13 ][1, 1, 0] uR [3, 1, 43 ][1, 1, 0]) dR [3, 1, − 23 ][1, 1, 0] Medan Skalar Wakilan Fundamental φ1 [1, 2, 1][1, 1, 0] Dunia Cermin Fermion Wakilan Fundamental FR [1, 1, 0][ 1, 2, −1] EL [ 1, 1, 0][1, 1, −2] QR [1, 1, 0][3, 2, 31 ] UL [1, 1, 0][3, 1, 34 ] DL [1, 1, 0][3, 1, − 32 ] Medan Skalar Wakilan Fundamental φ2 [1, 1, 0][1, 2, 1] Dalam Model Cermin ini diasumsikan bahwa simetri paritas P 0 tetap terjaga sehingga partikel MS mempunyai massa dan sifat yang sama dengan partikel cermin. Partikel MS dan partikel cermin dapat berinteraksi melalui interaksi Higgs dan interaksi Yukawa di sektor masing-masing. Selain itu, antara sektor MS dan sektor cermin ada kemungkinan saling berinteraksi melalui foton. Hal ini bisa dilihat dengan meninjau suku kinetik Lagrangan Tera pada model ini [Foot dkk, 1991], 1 2 1 − LKE = F1µν F1µν + F2µν F2µν + αF1µν F2µν 4 4 4 (1.2) Suku ketiga menunjukkan adanya kemungkinan kedua sektor dapat berinteraksi melalui foton dan foton cermin dengan kuat interaksinya 12 α. Jika antar kedua sektor saling berinteraksi, maka seharusnya dunia cermin sudah teramati hinnga saat ini. Agar hal ini tidak terjadi, dilakukan fine tuning, nilai konstanta kopling interaksinya dibuat sangat kecil sekali ≈ 5 × 10−7 [Foot, dkk , 2000]. Foot-Volkas [1997] menguji Model Cermin ini terhadap kendala BBN. Di asumsikan suhu antara sektor nyata dengan sektor cermin setelah reheating berbeda, T T 0 . Adanya neutrino cermin yang dapat berosilasi dengan neutrino aktif, dikhawatirkan dapat menyamakan suhu antara sektor nyata dengan sektor cermin, sehingga dapat memengaruhi perdiksi BBN. Dengan mengasumsikan asimetri neutrino cukup besar, Lν > 7 × 10−5 Foot-Volkas [1995a], keberadaan neutrino cermin yand diindikasikan sebagai neutrino steril ini tetap memenuhi kendala BBN. Berezinsky dkk [2003] juga melakukan pengujian yang sama tentang pengaruh osilasi neutrino 8 steril dengan neutrino aktif dalam Model Cermin. Berezhiani dkk [2001] meninjau grup tera simetri minimal GSM × G0SM , dengan GSM = SU (3) × SU (2) × U (1) adalah grup tera Model Standar (sektor nyata) dan G0SM = [SU (3) × SU (2) × U (1)]0 adalah grup tera pasangan MS (sektor cermin). Adanya simetri paritas P (GSM ↔ G0SM ) di model ini menyebabkan partikel di kedua sektor mempunyai sifat yang sama. Di sektor nyata ada tiga jenis quark dan lepton, qi , uci , dci , li , eci dan medan skalar Higgs dublet, φ. Partikel di sektor cermin juga ada tiga jenis fermion dan lepton cermin, qi0 , u0ci , d0ci , li , e0ci dan medan skalar Higgs dublet cermin, φ0 . Keberadaan neutrino cermin yang ringan pada model ini, dapat menyumbangkan rapat energi alam semesta pada waktu BBN sehingga harus diantisipasi agar tidak meningkatkan kelimpahan inti-inti ringan masa lalu. Oleh karena itu, dipostulatkan suhu setelah reheating setelah inflasi di sektor cermin lebih rendah dibanding sektor nyata, T 0 (t) T (t), agar kendala BBN dapat terpenuhi. Rasio suhu antara kedua sektor adalah [Berezhiani dkk, 2001] 1/3 T 0 (t) gs (T ) =x· 0 0 , T (t) gs (T ) (1.3) dengan gs dan gs0 derajat kebebasan relativistik sektor nyata dan cermin dan x ≡ (s0 /s)1/3 adalah rasio rapat entropi sektor cermin dengan sektor nyata yang tidak bergantung terhadap waktu. Derajat kebebasan relativistik efektif pada suhu BBN ∼ 1 MeV adalah g? = 10, 75, yang berasal dari sumbangan dari foton (γ), elektron 0 (e) dan neutrino (νe,µ,τ ). Adanya tambahan partikel cemin (γ 0 , e0 , νe,µ,τ ) dalam model ini, akan memberikan penyimpangan derajat kebebasan relativistik. Agar prediksi kelimpahan inti-inti ringan masa lalu tetap sesuai dengan pengamatan, penyimpangan ini menjadi kendala untuk menentukkan tambahan jumlah neutrino baru yang masih memungkinkan untuk ditoleransi, [Berezhiani dkk, 2001] ∆Nν = 6, 14 · x4 . (1.4) Dengan batas jumlah neutrino tersebut, diperoleh batas x < 0, 64. Karena suhu sektor nyata lebih tinggi dibanding suhu sektor cermin, maka masa berlangsungnya nukleosintesis di sektor cermin lebih awal dibandingkan di sektor nyata, tetapi tahapan proses nukleosintesisnya tetap sama. Model Cermin Berezhiani ini memprediksi kelimpahan helium-4 di sektor 9 Gambar 1.1: Kelimpahan helium-4 cermin Y40 sebagai fungsi x. [Berezhiani dkk, 2001] nyata, [Berezhiani dkk, 2001] Y4 ' 22Yn (tN ) = 2 exp(−tN /τ ) ' 0, 24, 1 + exp(∆m/TW ) (1.5) dengan Yn = nn /nB adalah kelimpahan neutron, nn adalah rapat jumlah neutron, nB = ηB nγ adalah rapat jumlah baryon, tN ∼ 200 s adalah waktu terjadinya proses nukleosintesis dan TW ' 0, 8 MeV adalah suhu ketika neutron lepas dari kesetimbangan termal, τ = 886, 7 s adalah waktu hidup neutron dan ∆m ' 1, 29 MeV adalah selisih massa neutron dengan proton. Sedangkan pada sektor cermin, suhu neutron 0 cermin ketika lepas dari kesetimbangan termal TW = (1 + x−4 )1/6 TW lebih besar 10 dibandingkan TW , rasio baryon-foton cermin η 0 tidak sama dengan rasio baryonfoton di sektor nyata η ' 5 × 10−10 . Sehingga kelimpahan helium-4 cermin adalah [Berezhiani dkk, 2001] Y40 ' 2Yn0 (t0N ) 2 exp[−tn τ (1 + x−4 )1/2 ] . = 1 + exp[∆m/TW (1 + x−4 )1/6 ] (1.6) Berdasarkan rumusan (1.6), Kelimpahan helium-4 cermin bergantung pada faktor x, jika x → 0 maka Y40 → 1. Pada gambar 1.1, terlihat bahwa untuk sebarang η 0 , awalnya Y40 naik hingga mencapai maksimum kemudian menurun. Garis putus-putus menggambarkan hasil pendekatan persamaan (1.6), sedangkan garis mulus menggambarkan kelimpahan helium-4 cermin di sektor cermin dengan memvariasi η 0 dari ˙ 0 × 1010 )−1/2 tidak pernah 10−10 − 10−6 . Ketika x3 η 0 /η > 1, maka kondisi x < 0, 3(η tercapai dan perilaku Y40 digambarkan oleh persamaan (1.6). Karenanya, dalam kasus ini kelimpahan helium-4 cermin Y40 lebih besar dibandingkan kelimpahan helium-4 nyata Y4 . Jika materi gelap di alam semesta diwakili oleh baryon cermin, mungkin saja kelimpahan Y40 inilah kandidat materi gelap. Dalam MCT, osilasi antara neutrino cermin dengan neutrino aktif sangat kecil kemungkinanannya sehingga diabaikan. Dengan demikian perlu dilakukan analisa terhadap semua kemungkinan proses yang dapat menyebabkan perbedaan suhu antara sektor nyata dan sektor cermin.