Faktor–Faktor Fisika Kimia Air Laut Yang Berhubungan Dengan

advertisement
FAKTOR–FAKTOR FISIKA KIMIA AIR
LAUT YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PERTUMBUHAN LAMUN (Seagraas)
Ir. Sumartin, MP. Widyaiswara Madya
Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan
Banyuwangi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekosistem pesisir dan laut merupakan
ekosistem alamiah yang produktif, unik dan
mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang
tinggi. Selain menghasilkan bahan dasar
untuk pemenuhan kebutuhan pangan,
keperluan rumah tangga dan industri yang
dalam konteks ekonomi bernilai komersial
tinggi, ekosistem pesisir dan laut juga
memiliki fungsi-fungsi ekologis penting, antara
lain sebagai penyedia nutrien, sebagai tempat
pemijahan, tempat pengasuhan dan tumbuh
besar, serta tempat mencari makanan bagi
beragam biota laut. Di samping itu, ekosistem
pesisir dan laut berperan pula sebagai
pelindung pantai atau penahan abrasi bagi
wilayah daratan yang berada di belakang
ekosistem ini (Bengen, 2002).
Ekosistem
lamun
(seagrass)
merupakan salah satu ekosistem laut dangkal
yang mempunyai peranan penting dalam
kehidupan berbagai biota laut serta
merupakan salah satu ekosistem bahari yang
paling produktif. Ekosistem lamun daerah
tropis dikenal tinggi produktivitasnya namun
mempunyai kandungan zat hara yang rendah
dalam air permukaan dan tinggi dalam air pori
sedimen (pore water). Kunci utama untuk
mengetahui fungsi sistem lamun terletak pada
pemahaman faktor-faktor yang mengatur
produksi dan dekomposisi bahan organik.
Pertumbuhan, morfologi, kelimpahan dan
produksi primer lamun pada suatu perairan
umumnya ditentukan oleh ketersediaan zat
hara fosfat, nitrat dan amonium yang
memainkan
peranan
penting
dalam
menentukan
fungsi
padang
lamun
(Erftemeijer 1992; Patriquin 1992).
Ketersediaan nutrien di perairan
padang lamun dapat berperan sebagai faktor
pembatas pertumbuhannya (Hillman et al,
1989; Moriarty & Boon 1989; Hemminga et al,
1991; Erftemeijer 1992; Erftemeijer et al,
1994), Berkenaan dengan hal tersebut, salah
satu faktor yang juga dapat mempengaruhi
pertumbuhan dari padang lamun (seagrass)
adalah faktor fisis dan kimia. Air laut
merupakan campuran dari 96,5% air murni
dan 3,5% material lainnya seperti garamgaraman, gas-gas terlarut, bahan-bahan
organik dan partikel-partikel tak terlarut. Sifatsifat fisis utama air laut ditentukan oleh 96,5%
air murni. Garam-garam tersebut berasal dari
hasil erosi batu-batuan yang diangkut oleh
sungai dan telah berlangsung dalam kurun
waktu yang sangat lama. Beberapa senyawa
lain terutama yang berupa gas berasal dari
makhluk hidup yang ada didalamnya
termasuk unsur oksigen dan nitrogen.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui faktor-faktor fisika
dan kimia pada air laut yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan padang lamun
(seagrass).
II. PEMBAHASAN
2.1.
Ketersediaan Nutrien
Ekosistem
lamun
(seagrass)
merupakan salah satu ekosistem laut dangkal
yang mempunyai peranan penting dalam
kehidupan berbagai biota laut serta
merupakan salah satu ekosistem bahari yang
paling produktif. Ekosistem lamun daerah
tropis dikenal tinggi produktivitasnya namun
mempunyai kandungan zat hara yang rendah
dalam air permukaan dan tinggi dalam air pori
sedimen (porewater).
Kunci utama untuk mengetahui fungsi
sistem lamun terletak pada pemahaman
faktor-faktor yang mengatur produksi dan
dekomposisi bahan organik. Pertumbuhan,
morfologi, kelimpahan dan produksi primer
lamun pada suatu perairan umumnya
ditentukan oleh ketersediaan zat hara fosfat,
nitrat dan amonium yang memainkan peranan
penting dalam menentukan fungsi padang
lamun (Erftemeijer 1992; Patriquin 1992).
Peningkatan nutrien di suatu perairan
merupakan faktor penyebab turunnya kualitas
perairan yang menstimulasi pertumbuhan
rumput laut. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan
bahwa
meningkatnya
kandungan nutrien berkorelasi dengan
penyempitan sebaran padang lamun di
beberapa perairan estuaria.
Peningkatan nutrien dapat berdampak
memperlambat kolonisasi dan pertumbuhan,
apabila berlangsung terus menerus maka
kemampuan tumbuh dan penyebaran terus
menurun sehingga dapat mengakibatkan
hilangnya padang lamun. Hilangnya padang
lamun akan menyebabkan peru-bahan daur
makanan dan diikuti oleh pergantian
produsen primer dari tumbuhan bentik ke
fitoplankton dan berkurangnya jumlah detritus
daun. Dampak nutrien terhadap lamun dapat
dibagi dalam empat kategori yaitu: dampak
struktural, penyakit, penurunan fotosintesis
dan perubahan ekosistem.
2.1.1. Dampak struktural
Pada kondisi kandungan nutrien tinggi,
lamun menyerap kelebihan nutrien dari
perairan. Hal tersebut dapat menimbulkan
"stress" di dalam tumbuhan karena kurangnya
ketersediaan ruangan di dalam jaringan
interseluler untuk menampung akumulasi
nitrat. Sebagai konsekuensinya, banyak nitrat
yang akan diubah menjadi amonia sehingga
dibutuhkan
sejumlah
karbon
untuk
mengkonversikan menjadi asam-asam amino.
Apabila hal tersebut berlangsung terus
menerus dalam kurun waktu lama, tumbuhan
tersebut tidak mampu lagi memfiksasi karbon
yang dibutuhkan. Kekurangan karbon di
dalam jaringan seluler akhirnya akan
memberikan
dampak
buruk
terhadap
keutuhan struktur lamun dan akhirnya
mematikan tumbuhan tersebut.
2.1.2. Penyakit
Stres fisiologis yang disebabkan oleh
ketidak-seimbangan pasokan nutrien juga
dapat melemahkan tanaman sehingga rentan
terhadap penyakit. Hal tersebut mungkin
disebabkan berkurangnya produksi senyawa
antimikroba pada kondisi nitrat yang
berlebihan.
2.1.3. Penurunan fotosintesis
Peningkatan tumbuhnya biota penempel
di permukaan daun lamun yang disebabkan
oleh bertambahnya nutrien yang dapat
diserap oleh algae epifitik dapat membatasi
sinar matahari yang jatuh di permukaan daun
lamun di bawahnya. Pengurangan cahaya
yang
mencapai
khloroplast
lamun
mengurangi
efektifitas
fotosintesis.
Penurunan efektifitas fotosintesis tersebut
akan lebih mempercepat hilangnya keutuhan
struktural dan meningkatkan terjangkitnya
penyakit. Banyak dokumentasi kasus-kasus
mengenai hilangnya padang lamun yang
berkaitan
dengan
eutrofikasi
karena
peningkatan nutrien di perairan sehingga
mengurangi
penetrasi
cahaya,
atau
berkurangnya cahaya yang dapat mencapai
permukaan daun lamun karena terhalang
oleh algae epifitik yang tumbuh di daun
lamun.
2.2.
Pengaruh Faktor Fisika dan Kimia
Terhadap Pertumbuhan Lamun
Sebaran
dan
pertumbuhan
lamun
ditentukan oleh berbagai faktor kualitas air
seperti suhu, salinitas, ketersediaan nutrien,
karakteristik dasar perairan, kekeruhan/
kecerahan dan iradiasi matahari. Telah
diketahui bahwa keterse-diaan nutrien
mempengaruhi
pertumbuhan,
sebaran,
morfologi dan daur musiman komunitas
lamun. Sementara itu, lamun juga tergantung
padan tingkat kecerahan air tertentu agar
dapat
melakukan
proses
fotosintesis.
Peningkatan kekeruhan dan sedimentasi
memberikan dampak menurunnya kesehatan
dan produktivitas lamun.
Parameter kualitas air laut merupakan
faktor penting bagi kelangsungan hidup
tumbuhan lamun. Parameter kualitas air laut
yang diukur meliputi suhu, kecepatan arus,
kecerahan, salinitas, pH dan oksegen terlarut.
Suhu air merupakan salah satu faktor
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan
lamun. Untuk pertumbuhan lamun suhu air
berkisar antara 28 – 30oC (Zimmerman et al,
1987; Phillips & Menez 1988; Nybakken
1993).
Gambar 1. Padang Lamun (Seagraas)
Kecerahan perairan juga sangat menentukan
terhadap kelangsungan pertumbuhan lamun.
Rendahnya nilai kecerahan diakibatkan
karena masuknya partikel-partikel tersuspensi
dari
sungai
sehingga
menghalangi
kemampuan
cahaya
matahari
untuk
menembus perairan. Kecerahan tersebut
dipengaruhi oleh substrat dasar perairan,
karena substrat yang halus cenderung
mempunyai nilai kecerahan yang rendah.
Sedangkan
tingkat
kecerahan
untuk
pertumbuhan lamun > 3m, apa bila tingkat
kecerahan perairan dibawah kisaran tersebut
maka proses fotosintesis pada padang lamun
akan semakin kecil.
Pertumbuhan lamun membutuhkan
salinitas optimum berkisar 24-35 ‰ (Hillman
& McComb dalam Hillman et al, 1989). Pada
umumnya salinitas di perairan pesisir selalu
berfluktuasi karena dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain pola sirkulasi air,
penguapan, curah hujan dan aliran sungai
(Nybakken
1993).
Lamun
mempunyai
toleransi yang rendah terhadap perubahan
temperatur. Kemampuan proses fotosintesis
akan menurun dengan tajam apabila
temperatur perairan berada di luar kisaran
optimal. Spesies lamun memiliki kemampuan
toleransi yang berbeda-beda terhadap
salinitas.
Salah
satu
faktor
yang
menyebabkan kerusakan ekosistem padang
lamun adalah meningkatknya salinitas yang
diakibatkan oleh berkurangnya suplai air
tawar dari sungai.
Gambar 2. Padang Lamun bagi Organisme laut
Nilai derajat keasaman (pH) optimum
untuk pertumbuhan lamun berkisar 7,3-9,0
(Phillips dalam Burrell & Schubell (1977).
Derajat keasaman (pH) perairan sangat
dipengaruhi oleh dekomposisi tanah dan
dasar perairan serta keadaan lingkungan
sekitarnya.
Nilai kandungan oksigen terlarut (DO)
perairan padang lamun selalu berfluktuasi.
Berfluktuasinya kandungan oksigen terlarut di
suatu perairan diduga disebabkan pemakaian
oksigen terlarut oleh lamun untuk respirasi
akar dan rimpang, respirasi biota air dan
pemakaian oleh bakteri nitrifikasi dalam
proses siklus nitrogen di padang lamun.
Beberapa faktor fisis yang dapat
mengancam ekosistem padang lamun dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Dampak kegiatan terhadap padang
lamun
No
Kegiatan
Dampak
1
Pengerukan
Perusakan total
dan pengurugan padang lamun
untuk kegiatan sebagai lokasi
di pinggir laut, pengerukan dan
pelabuhan,
pengurugan
industrial estate, Perusakan habitat
saluran navigasi di lokasi
pembuangan hasil
pengerukan
Dampak sekunder
pada perairan
meningkatkan
kekeruhan air dan
terlapisnya insang
hewan air.
2
Pencemaran
limbah
industri
3
Pembuangan
sampah
organik
Lamun melalui
proses biological
magnification
mampu
mengakumulasi
logam berat.
Penurunan kadar
oksigen terlarut,
mengganggu
lamun dan hewan
air.
Eutrofikasi
menyebabkan
blooming
fitoplankton yang
menempel di daun
lamun dan
kekeruhan
menghalangi
cahaya.
4
Pencemaran
oleh limbah
pertanian
Pestisida,
mematikan hewan
yang berasosiasi
dengan padang
lamun, pupuk
mengakibatkan
eutrofikasi
5
Pencemaran
Lapisan minyak
minyak
pada daun lamun
menghalangi
lamun untuk
berfotositesis
Sumber : Bengen (2003)
Sebagaimana
ekosistem
pesisir
lainnya, padang lamun memiliki faktor-faktor
pembatas yang mempengaruhi distribusi
serta tumbuh dan berkembangnya. Faktorfaktor pembatas ekosistem padang lamun
adalah: karbon (CO2 dan HCO3-), cahaya,
temperatur, salinitas, pergerakan air, dan
nutrien. Dahuri (2003), kisaran temperatur
optimal bagi spesies lamun 28-30 0C, salinitas
10-400/00 optimal 350/00, & kecepatan arus 0.5
m/detik, Bengen (2003),
Sedimen yang mengandung bahan
pencemar dan terperangkap di ekosistem
pesisir merupakan masalah serius degradasi
lingkungan. Bengen (2002), pembukaan
lahan atas sebagai bagian dari kegiatan
pertanian,
telah
meningkatkan
limbah
pertanian, baik padat maupun cair yang
masuk perairan pesisir dan laut melalui aliran
sungai. Limbah cair yang mengandung
nitrogen dan fosfor berpotensi menimbulkan
keadaan lewat subur (eutrofikasi) yang
merugikan ekosistem pesisir khususnya
lamun. Secara ekologis, ekosistem padang
lamun serta sumberdaya laut lainnya memiliki
keterkaitan dengan daratan dan lautan.
Pengelolaan ekosistem padang lamun tidak
terlepas dari pengelolaan lingkungan yang
dilakukan di kedua wilayah tersebut. Berbagai
dampak
kegiatan
pembangunan
yang
dilakukan di daratan, seperti pertanian,
perkebunan,
kehutanan,
industri,
dan
pemukiman dapat membawa senyawasenyawa yang merugikan serta dapat
mengganggu keseimbangan dan keberadaan
sumberdaya dan ekosistem padang lamun
juga menyebabkan terjadinya penurunan
kandungan oksigen terlarut, eutrofikasi,
kekeruhan dan matinya hewan-hewan air
yang berasosiasi dengan padang lamun
(Bengen, 2001).
.Demikian pula dengan kegiatan yang
dilakukan di laut lepas, seperti kegiatan
pembuangan limbah, pengeboran minyak
lepas
pantai,
penambangan
pasir,
perhubungan laut dan sebagainya, juga dapat
mengancam kelestarian ekosistem padang
lamun dari segi fisik.
Ancaman-ancaman
fisis
lainnya
terhadap ekosistem lamun berupa angin
topan, siklon (terutama di Philipina),
gelombang pasang, kegiatan gunung berapi
bawah laut, interaksi populasi dan komunitas
(pemangsa dan persaingan), pergerakan
sedimen dan kemungkinan
hama dan
penyakit, vertebrata pemangsa lamun seperti
sapi laut. Diantara hewan invertebrata, bulu
babi adalah pemakan lamun yang utama.
Meskipun dampak dari pemakan ini hanya
setempat, tetapi jika terjadi ledakan populasi
pemakan tersebut akan terjadi kerusakan
berat. Gerakan pasir juga mempengaruhi
sebaran lamun. Bila air menjadi keruh karena
sedimen, lamun akan bergeser ke tempat
yang lebih dalam yang tidak memungkinkan
untuk dapat bertahan hidup (Sangaji, 1994).
Kandungan fosfat berkaitan dengan
keberadaan sediment dalam pertumbuhan
lamun karena fosfat dalam sedimen adalah
sumber utama untuk pertumbuhan lamun.
Fosfat diambil oleh akar lamun kemudian
dialirkan ke daun dan kemudian dipindahkan
ke perairan sekitarnya (McRoy et al, 1982;
Brix & Lyngby 1985; Penhale & Thayer dalam
Moriarty & Boon 1989). Lamun mempunyai
kemampuan mengambil nutrisi melalui daun
dan akarnya (Erftemeijer 1992 & 1993; PerezLlorenz et al, 1993) dan dikatakan juga
bahwa di daerah tropis pengambilan nutrisi
oleh daun sangat kecil bila dibandingkan
dengan pengambilan melalui akar. Sedimen
merupakan tempat sumber utama untuk
mendapatkan nutrisi, karena dalam sedimen
mengandung kadar nutrisi yang lebih tinggi,
sementara air permukaannya umumnya
mempunyai kadar nutrisi yang rendah
(Erftemeijer 1993; Udy & Dennison 1996).
Penelitian tentang siklus zat hara telah
dilakukan di Moreton Bay oleh Iizumi et al,
(1982) McRoy et al, dalam Short (1987)
melalui penelitian pengikatan fosfat oleh
lamun dengan menggunakan teknik perunut
32
PO4.
Konsentrasi nitrat dan nitrit sangat
rendah di sedimen dibandingkan amonium.
Rendahnya kandungan nitrat dan nitrit diduga
disebabkan kecepatan penggunaan oleh
bakteri denitrifikasi dan bakteri anaerob.
Iizumi et al, (1982) melalui penelitian
penyerapan kinetik nitrogen, menyimpulkan
bahwa
nitrogen
(amonium)
untuk
pertumbuhan lamun didapatkan lebih banyak
berasal dari sedimen sementara untuk nitrat
lebih banyak diambil dari air permukaan.
Oksigen mempengaruhi kadar nitrat di
dalam sedimen. Oksigen dapat masuk ke
dalam sedimen karena adanya aktivitas biota
dasar dan melalui sistem perakaran lamun.
Oksigen yang dihasilkan fotosintesis di daun
dialirkan ke rimpang dan akar melalui
lakunanya. Sebagian oksigen ini dipakai
untuk respirasi akar dan rimpang dan sisanya
dikeluarkan melalui dinding sel ke sedimen.
Oksigen yang masuk ke dalam sedimen
tersebut dipakai oleh bakteribakteri nitrifikasi
dalam proses siklus nitrogen (Iizumi et al,
1980).
2.3.
Hubungan Padang Lamun dengan
Terumbu karang dan Mangrove
Fungsi padang lamun sebenarnya
melengkapi
ekosistem
mangrove
dan
terumbu karang. Sebagai ekosistem perairan
laut dangkal ini sangat potensial sebagai
sumber makanan biota kecil dan biota
tertentu seperti dugong, biota omnivora serta
biota pemakan hijauan. Keberadaan padang
lamun di kawasan Taman Nasional Laut
Kepulauan
Seribu,
adalah
membantu
menstabilkan perairan dan memantapkan
substrat dasar. Daun lamun yang lebat akan
memperlambat gerakan air akibat arus dan
ombak sehingga perairan menjadi tenang.
Lamun kadang-kadang membentuk
suatu komunitas yang merupakan habitat bagi
berbagai jenis hewan laut. Komunitas lamun
ini juga dapat memperlambat gerakan air.
bahkan ada jenis lamun yang dapat
dikonsumsi bagi penduduk sekitar pantai.
Keberadaan ekosistem padang lamun masih
belum banyak dikenal baik pada kalangan
akdemisi maupun masyarakat umum, jika
dibandingkan dengan ekosistem lain seperti
ekosistem terumnbu karang dan ekosistem
mangrove, meskipun diantara ekosistem
tersebut di kawasan pesisir merupakan satu
kesatuan sistem dalam menjalankan fungsi
ekologisnya. Ekosistem padamg lamun
memiliki atribut ekologi yang penting yang
berhubungan dengan sifat fisika, kimia dan
proses biologi antar ekosistem di wilayah
pesisir dan proses keterkaitan ke tiga
ekosistem ini dijelaskan pada gambar 3.
Ekosistem
Padang
Lamun
Ekosistem
Mangrove
Ekosistem
Terumbu
karang
Gambar 3. Model interaksi tiga ekosistem utama
di wilayah pesisir yaitu: ekosistem
mangrove, padang lamun dan
terumbu karang (Bengen, 2001)
Serasah yang dihasilkan oleh lamun
(gambar 2) merupakan sumber makanan
bagi
kehidupan
berbagai
komunitas
organisme di ekosistem padang lamun seperti
komunitas Crustacea, ikan – ikan kecil, udang
batu dan ikan besar, salah satu jenis ikan
yang ketergantungan cukup tinggi dengan
lamun adalah
dugong dan penyu hijau.
Lamun dapat memproduksi 65-85 % bahan
organik
dalam
bentuk
detritus
dan
disumbangkan keperairan adalah sebanayak
10-20% (Keough, et al. 1995)
Ekosistem padang lamun yang
memiliki produktivitas yang tinggi, memiliki
peranan
dalam sestem rantai makanan
khususnya pada periphyton dan epiphytic
dari detritus yang dihasilkan dan serta lamun
mempunyai hubungan ekologis dengan ikan
melalui rantai makanan
dari produksi
biomasanya seperti yang diisajikan pada
gambar 4.
Pengelolaan Ekosistem Padang
Lamun
antar sektor atau instansi pemerintah
pada
tingkat
tertentu
(horizontal
integration) dan pada semua level
pemerintahan dari mulai tingkat desa,
kecamatan, kabupaten, propinsi sampai
tingkat
pusat
(vertical
integration)
dijalankan secara terpadu.
Keterpaduan dalam sudut pandang
pengelolaan
wilayah
pesisir
yang
dilaksanakan atas dasar pendekatan
interdisiplin
ilmu
(interdiciplinary
approaches) yang melibatkan bidang ilmu
ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi,
hukum, dan lain sebagainya yang relevan
mengingat wilayah pesisir pada dasarnya
terdiri dari sistem sosial dan sistem alam
yang terjalin secara kompleks dan
dinamis.
Keterikatan ekologis sebagai suatu yang
diperlukan dan harus diperhatikan dalam
pengelolaan wilayah pesisir dan lautan
secara terpadu. Wilayah pesisir pada
dasarnya
tersusun
dari
berbagai
ekosistem, dimana jika satu ekosistem
mengalami
suatu
perubahan
atau
kerusakan, maka hal yang sama pada
akhirnya akan menimpa pula kepada
ekosistem pesisir lainnya.
2.4.1 Pengelolaan secara Terpadu
Perlindungan padang lamun dari
berbagai ancaman degradasi dari aktivitas
pemanfaatan
perlu
diupayakan
agar
fungsinya dapat optimal dan berkelanjutan.
Upaya
pengelolaan
secara
terpadu
merupakan isu yang hangat dibicarakan untuk
diterapkan di wilayah pesisir, termasuk
pengelolaan ekosistem dan sumberdaya
padang lamun. Dahuri et al (2001)
mendefinisikan konsep pengelolaan wilayah
pesisir secara terpadu sebagai suatu
pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang
melibatkan dua atau lebih ekosistem,
sumberdaya, dan kegiatan pemanfaatan
(pembangunan)
secara
terpadu
guna
mencapai pembangunan wilayah pesisir
secara berkelanjutan, dimana keterpaduan
dalam konsep ini mengandung tiga dimensi,
yaitu:
 Keterpaduan secara sektoral sebagai
suatu keadaan, dimana proses koordinasi
tugas, wewenang dan tanggung jawab
2.4.2. Pengelolaan Berbasis Masyarakat
Pengelolaan berbasis masyarakat
(PBM) adalah suatu sistem pengelolaan
sumberdaya alam di suatu tempat dimana
masyarakat lokal di tempat tersebut terlibat
secara aktif dalam proses pengelolaan
sumberdaya alam yang terkandung di
dalamnya.
Pengelolaan di sini meliputi
berbagai dimensi seperti perencanaan,
pelaksanaan, & pemanfaatan hasil-hasilnya.
PBM dapat diartikan sebagai suatu
strategi untuk mencapai pembangunan yang
berpusat kepada masyarakat dan dilakukan
secara terpadu dengan memperhatikan dua
aspek kebijakan, yaitu aspek ekonomi dan
ekologi, dimana dalam pelaksanaannya
terjadi pembagian tanggung jawab dan
wewenang antara pemerintah di semua level
dalam lingkup pemerintahan maupun sektoral
dengan
pengguna
sumberdaya
alam
(masyarakat) dalam pengelolaan sumberdaya
pesisir.
Jadi kedua komponen baik
Produksi
Populasi
lamun
Siganus
Enhalus
canalicatus
acoroides
8556
Produksi detritus
kal/m2/hari
Konsumsi
lamun
0,23 kal/m2/hari(40%
Enhalus acoroides
konsumsi dari
O,6
kal/m2/hari(0,007%)
padang lamun)
dari produksi
Gambar
4. Aliran energi pada aktivitas makan
padang lamun

populasi Siganus canaliculatus di Teluk
Bay, Philipina
Keterkaitan lamun dengan ikan
Siganus
canaliculatus
(gambar
4)
menjelaskan tentang peranan lamun sebagai
tempat ikan mencari makan, dalam hal ini
lamun di lingkungan pesisir dalam kaitannya
dengan pertumbuhan dan perkembangan
plankton yaitu : mensuplai makanan dan zat
hara ke ekosistem perairan, membentuk
sedimen dan berinteraksi dengan terumbu
karang,
memberikan
tempat
untuk
berassosiasinya berbagai flora dan fauna
dan mengatur pertukaran air( Fortes 1989).
2.4.

masyarakat dan pemerintah sama-sama
diberdayakan,
sehingga
tidak
ada
ketimpangan dimana hanya masyarakat saja
yang diharapkan aktif, namun pihak
pemerintah harus proaktif dalam menunjang
program pemberdayakan masyarakat dalam
pengelolaan sumberdaya pesisir ini (Dahuri et
al, 2001).
DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan
Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan Institut Pertanian Bogor.
Bengen, D.G. 2003. Struktur dan Dinamika
Ekosistem Pesisir dan Laut (Power
Point). Disajikan pada perkuliahan:
Analisis Ekosistem Wilayah Pesisir dan
Lautan. Prog. Studi SPL. IPB, Bogor.
(program komputer).
Hillman, K., Walker, D.J., Larkum, A.W.D. &
Mc Comb, A.J. 1989. Productivity and
nutrient limitation of seagrasses. Di
dalam: Larkum, A.W., McComb, D.A.J &
Shepherd, S.A. (eds). Biology of
Seagrasses.
Netherland:
Elsevier
Science Publishers.
Sangaji, F.1994. Pengaruh sedimen dasar
terhadap
penyebaran,
kepadatan,
keanekaragaman, dan pertumbuhan
padang lamun di laut sekitar pulau
Barang Lompo. Thesis, Pasacasarjana,
Universitas hasanuddin. Ujung Pandang.
Download