F -X C h a n ge F -X C h a n ge c u -tr a c k N y bu to ALVEOLOPLASTI SEBAGAI TINDAKAN BEDAH PREPROSTODONTIK Gabriella Aditya Bagian Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut-Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti ABSTRACT Changes in oral and dental tissues occured with the progress of aging. The alveolar bone is undergone a resorption which requires action in order to maintain several functions such as esthetic, mastication and phonetic. In edentulous old people, denture is important. However, in the process of making denture, there are problems in its preparation, adaptation and stabilization. Therefore, a careful measure to overcome these problems should be taken, among which is a consideration to perform a preprosthetic surgery, namely, alveoloplasty. This type of surgery is meant to preserve good dental supporting tissue. (J Kedokter Trisakti 1999;18(1) : 27 - 33) Key words: Alveoloplasty, denture, preposthetic surgery PENDAHULUAN Menurut Boucher alveolektomi adalah suatu tindakan pengambilan sebagian prosesus alveolaris.(9) Tindakan ini dilakukan untuk mempermudah pencabutan gigi, memperbaiki sisa alveolar ridge yang tidak teratur sebagai akibat pencabutan satu atau beberapa gigi, dan mempersiapkan sisa ridge agar dapat menerima gigi tiruan dengan baik. Akhirakhir ini banyak ahli bedah mulut yang menggunakan istilah alveoloplasti dan alveoplasti untuk menyatakan tin-dakan pembentukan kembali prosesus alveolaris dibandingkan pembuangannya. Karena setiap tindakan pencabutan gigi selalu diikuti dengan resorbsi tulang alveolar, maka dalam melakukan tindakan alveolektomi seorang dokter gigi harus berusaha melindungi tulang sebanyak dan sepraktis mungkin, sehingga dapat membentuk suatu jaringan pendukung gigi tiruan yang baik. SEJARAH ALVEOLOPLASTI Tindakan alveolektomi pertama kali dilakukan oleh A. T. Willard of Chelsea pada tahun 1853 di Massachusetts, Amerika Serikat. Willard melakukan pembuangan papila inter-dental gingiva dan margin alveolar, sehingga memungkinkan penutupan tepi lawan tepi dari jaringan lunak. Pada tahun 1876 W. George Beers dari Montreal melakukan suatu tindakan alveolektomi yang sangat radikal. Ia J Kedokter Trisakti, Januari-April 1999-Vol.18, No.1 27 lic k .d o m w o .c C m Alveoloplasti bedah preprostodontik o .d o w w w w w C lic k to bu y N O W ! PD O W ! PD c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge c u -tr a c k N y bu to melakukan sebagian transversal, atau pengambilan besar prosesus septa, serta plat luar dan dalam alveolus dengan menggunakan tang potong. Shearer mempublikasikan “External Alveolectomy” pada tahun 1920, yang menggambarkan teknik yang digunakannya sejak tahun 1905. Sejak teori Willard dipublikasikan, banyak yang mendukung maupun menentang keseluruhan konsep alveolektomi serta tindakan bedah untuk melakukan pembuangan gigi. Banyak dokter gigi maupun prostodontis, termasuk De Van, merekomendasikan tindakan alveolektomi pada masa awal 1920-an, tetapi 10 tahun kemudian ia mengundurkan diri dari jabatannya dan menyatakan bahwa tindakan alveolektomi yang sebelumnya ia anjurkan merupakan kesalahan terbesar dalam karier profesionalnya. Molt, pada tahun 1923 mendorong digunakannya preoperasi studi model untuk menghindari dilakukannya tindakan bedah yang terlalu luas. Ia menganjurkan agar sedapat mungkin septum interdental dipertahankan sehingga dapat berfungsi sebagai matriks pada proses regenerasi tulang. Ia juga menganjurkan agar penutupan jaringan lunak tidak terlalu tegang, serta tidak terlalu rapat menutupi margin yang luka; untuk mempertahankan kedalaman sulkus vestibular. Masalah resorbsi tulang berlebih yang mengikuti suatu tindakan alveolektomi mulai diakui pada tahun 1936, pada saat O. T. Dean mempubli--kasikan suatu teknik yang benar-benar baru yaitu “Intra-Septal Alveolectomy” yang pertama kali digunakannya pada tahun 1916. Berbeda dengan para pendahulunya di bidang bedah prepros-todontik, ia menganjurkan untuk mempertahankan korteks labial pada waktu pembuangan tulang interradikular medular. Dengan metode ini ia dapat mematahkan dan membengkokkan korteks labial ke arah palatal, serta membentuknya sesuai bentuk yang diinginkan. Dengan teknik ini maka mukoperiosteum tidak dilepaskan dari tulang, sehingga pasien tidak begitu mengalami sakit pasca operasi, pemengkakan, serta resorbsi tulang. Banyak penulis beranggapan bahwa teknik Alveolektomi Intraseptal Dean ini lebih dikhususkan pada tindakan bedah untuk pembuatan gigi tiruan immediate. Pada tahun 1966 Obwegeser, anggota American Society of Oral Surgeons, di Walter Reed Army Medical Center, merekomendasikan suatu modifikasi dari teknik Dean untuk menanggulangi kasus protrusi premak-silaris yang ekstrim. Obwegeser mengembangkan teknik “crush” Dean yang meliputi pematahan dan pembentukan kembali korteks palatal seperti halnya korteks labial. (9) Akhir-akhir ini banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan tindakan pembuangan sebagian maupun seluruh prosesus alveolaris, yang bertujuan untuk mempermudah proses pembuatan maupun pemakaian gigi tiruan. Istilah-istilah tersebut antara lain alveolektomi, alveoloplasti, dan alveoplasti. Menurut Archer(1) istilah-istilah tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut: Alveoplasti adalah suatu tindakan bedah untuk membentuk prosesus alveolaris sehingga dapat memberikan dukungan yang baik bagi gigi tiruan immediate maupun gigi tiruan yang akan dipasang beberapa minggu setelah operasi dilakukan. Alveolektomi adalah suatu tindakan bedah untuk membuang prosesus alveolaris, baik sebagian maupun seluruhnya. Adapun pembuangan seluruh prosesus alveolaris yang lebih dikenal sebagai alveolektomi diindikasikan pada rahang yang diradiasi sehubungan dengan perawatan neoplasma yang ganas. Karena itu penggunaan istilah alveolektomi yang biasa digunakan tidak benar, tetapi karena sering digunakan maka istilah J Kedokter Trisakti, Januari-April 1999-Vol.18, No.1 28 lic k .d o m w o .c C m Alveoloplasti bedah preprostodontik o .d o w w w w w C lic k to bu y N O W ! PD O W ! PD c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge c u -tr a c k N y bu to ini dapat diterima. Alveolektomi sebagian bertujuan untuk mempersiapkan alveolar ridge sehingga dapat menerima gigi tiruan. Tindakan ini meliputi pembuangan undercut atau cortical plate yang tajam; mengurangi ketidakteraturan puncak ridge atau elongasi; dan menghilangkan eksostosis. Alveolotomi adalah suatu tindakan membuka prosesus alveolaris yang bertujuan untuk mempermudah pengambilan gigi impaksi atau sisa akar yang terbenam, kista atau tumor, atau untuk melakukan tindakan apikoektomi. Indresano dan Laskin(4) mendefinisikan istilah alveoloplasti seba-gai suatu prosedur untuk membentuk prosesus alveolaris, dan alveolektomi adalah suatu prosedur pembuangan prosesus alveolaris. Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa alveoloplasti adalah suatu tindakan pembuangan sebagian prosesus alveolaris untuk mempersiapkan bentuk yang dapat memberikan dukungan yang baik bagi gigi tiruan. TUJUAN TINDAKAN ALVEOLOPLASTI Alveoloplasti dilakukan dengan tujuan untuk membentuk prosesus alveolaris setelah tindakan pencabutan gigi; memperbaiki abnormalitas dan deformitas alveolar ridge yang ber-pengaruh dalam adaptasi gigi tiruan; membuang bagian ridge prosesus alveolaris yang tajam atau menonjol; membuang tulang interseptal yang terinfeksi pada saat dilakukannya gingiv-ektomi; mengurangi tuberositas agar mendapatkan basis gigi tiruan yang baik, atau untuk menghilangkan undercutundercut; serta memperbaiki prognatisme maksila sehingga didapatkan estetik yang baik pada pemakaian gigi tiruan, (1,2,4) Tidak semua proses pembuatan gigi tiruan selalu didahului dengan suatu tindakan bedah preprostodontik, seperti alveoloplasti. Karena itu seorang dokter gigi harus mengetahui dengan baik keadaan-keadaan yang merupakan indikasi maupun kontra indikasi dilakukannya tindakan ini. INDIKASI ALVEOLOPLASTI Dalam melakukan alveoloplasti ada beberapa keadaan yang harus dipertimbangkan oleh seorang dokter gigi. Keadaan-keadaan tersebut antara lain : (i) pada rahang di mana dijumpai neoplasma yang ganas, dan untuk penanggulangannya akan dilakukan terapi radiasi(1,3), (ii) pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya undercut; cortical plate yang tajam; puncak ridge yang tidak teratur; tuberositas tulang; dan elongasi, sehingga mengganggu dalam proses pembuatan dan adaptasi gigi tiruan(1,10), (iii) jika terdapat gigi yang impaksi, atau sisa akar yang terbenam dalam tulang; maka alveoloplasti dapat mempermudah pengeluarannya, (iv) pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya kista atau tumor, (v) akan dilakukan tindakan apikoektomi (1), (vi) jika terdapat ridge prosesus alveolaris yang tajam atau menonjol sehingga dapat menyebabkan facial neuralgia maupun rasa sakit setempat(1,4,10), (vii) pada tulang interseptal yang terinfeksi; di mana tulang ini dapat dibuang pada waktu dilakukan gingivektomi, (viii) pada kasus prognatisme maksila, dapat juga dilakukan alveoloplasti yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan antero-posterior antara maksila dan mandibula (1), (ix) setelah tindakan pencabutan satu atau beberapa gigi, sehingga dapat segera dilakukan pencetakan yang baik untuk pembuatan gigi tiruan(10), (x) adanya torus palatinus (palatal osteoma) maupun torus J Kedokter Trisakti, Januari-April 1999-Vol.18, No.1 29 lic k .d o m w o .c C m Alveoloplasti bedah preprostodontik o .d o w w w w w C lic k to bu y N O W ! PD O W ! PD c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge c u -tr a c k N y bu to mandibularis yang besar(4,10), (xi) untuk memperbaiki overbite dan overjet. (1,3,4) KONTRA INDIKASI ALVEOLOPLASTI Adapun kontra indikasi dilakukannya tindakan alveoloplasti adalah : (i) pada pasien yang masih muda, karena sifat tulangnya masih sangat elastis maka proses resorbsi tulang lebih cepat dibandingkan dengan pasien tua. Hal ini harus diingat karena jangka waktu pemakaian gigi tiruan pada pasien muda lebih lama dibandingkan pasien tua. (ii) pada pasien wanita atau pria yang jarang melepaskan gigi tiruannya karena rasa malu, sehingga jaringan pendukung gigi tiruan menjadi kurang sehat, karena selalu dalam keadaan tertekan dan jarang dibersihkan. Hal ini mengakibatkan proses resorbsi tulang dan proliferasi jaringan terhambat. (iii) jika bentuk prosesus alveolaris tidak rata tetapi tidak mengganggu adaptasi gigi tiruan baik dalam hal pemasangan, retensi maupun stabilitas. (9) FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN DALAM MELAKUKAN ALVEOLOPLASTI Dalam melakukan tindakan alveoloplasti terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan oleh seorang dokter gigi, yaitu : A. Bentuk Prosesus Alveolaris Pada pembuatan gigi tiruan dibutuhkan bentuk prosesus alveolaris yang dapat memberikan kontak serta dukungan yang maksimal. Karena itu selain menghilangkan undercut yang dapat mengganggu pemasangan gigi tiruan, maka dalam melakukan alveolo-plasti harus diperhatikan juga bentuk prosesus alveolaris yang baik. Yaitu bentuk U yang seluas mungkin, sehingga dapat menyebarkan tekanan mastikasi pada permukaan yang cukup luas. (3,4,7,9) B. Sifat Tulang Yang Diambil Untuk mendapatkan suatu hasil terbaik maka suatu gigi tiruan harus terletak pada tulang kompakta, bukan tulang spongiosa. Karena itu pada waktu melakukan alveoloplasti dengan pembuangan tulang yang banyak harus diusahakan untuk mempertahankan korteks tulang pada saat membuang tulang medular yang lunak. Hal ini disebabkan karena tulang spongiosa lebih cepat dan lebih banyak mengalami resorbsi dibandingkan dengan tulang kompakta.(9) C. Usia Pasien Dalam melakukan alveoloplasti usia pasien juga harus dipertimbangkan, karena semakin muda pasien maka jangka waktu pemakaian gigi tiruan semakin lama. Tulang pada pasien muda lebih plastis dan lebih cenderung mengalami resorbsi dibandingkan atrofi, serta pemakaian tulang alveolar lebih lama daripada pasien tua. Jadi pem-buangan tulang pada pasien muda dianjurkan lebih sedikit dan mungkin tidak perlu dilakukan trimming tulang.(4,9) D. Penambahan Free Graft Jika pada waktu pencabutan gigi atau alveoloplasti dilakukan ada tulang yang secara tidak sengaja terbuang atau terlalu banyak diambil, maka harus diusahakan untuk mengembalikan pecahan tulang ini ke daerah operasi. Pecahan tulang ini disebut free graft. Replantasi free graft ini dapat mempercepat proses pembentukan tulang baru serta mengurangi resorbsi tulang. Boyne menyatakan bahwa penggunaan autogenous bone graft lebih baik daripada homogenous dan heterogenous bone graft untuk pencangkokan, dan semakin banyak sumsum tulang dan selsel endosteal pada tulang semakin baik.(9) E. Proses Resorbsi Tulang Pada periodontitis tingkat lanjut yang ditandai dengan resorbsi tulang interradikular, maka alveoloplasti harus J Kedokter Trisakti, Januari-April 1999-Vol.18, No.1 30 lic k .d o m w o .c C m Alveoloplasti bedah preprostodontik o .d o w w w w w C lic k to bu y N O W ! PD O W ! PD c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge c u -tr a c k N y bu to ditunda sampai soket terisi oleh tulang baru. Penundaan selama 4 - 8 minggu ini dapat menghasilkan bentuk sisa ridge yang lebih baik.(9) Selain itu harus diingat juga bahwa pada setiap pembe-dahan selalu terjadi resorbsi tulang, maka harus dihindari terjadinya kerusakan tulang yang berlebih akibat suatu tindakan bedah, karena keadaan ini dapat mempengaruhi hasil perawatan. (8) TEKNIK-TEKNIK ALVEOLOPLASTI Starshak (1971) mengemukakan 5 macam teknik alveoloplasti, yaitu : (i) teknik Alveolar Kompresi, (ii) teknik Simpel Alveoloplasti, (iii) teknik KortikoLabial Alveoloplasti, (iv) teknik Dean Alveoloplasti, dan (v) teknik Obwegeser Alveoloplasti. Teknik Alveolar Kompresi Merupakan teknik alveoloplasti yang paling mudah dan paling cepat. Pada teknik ini dilakukan penekanan cortical plate bagian luar dan dalam di antara jarijari. Teknik ini paling efektif diterapkan pada pasien muda, dan harus dilakukan setelah semua tindakan ekstraksi, terutama pada gigi yang bukoversi. Tujuan dilakukannya tindakan ini adalah untuk mengurangi lebar soket dan menghilangkan tulang-tulang yang dapat menjadi undercut. Teknik Simpel Alveoloplasti Teknik ini dapat digunakan jika dibutuhkan pengurangan cortical margin labial atau bukal, dan kadang-kadang juga alveolar margin lingual atau palatal. Biasanya digunakan flep tipe envelope, tetapi kadangkala digunakan juga flep trapesoid dengan satu atau beberapa insisi. Pada teknik ini pembukaan flep hanya sebatas proyeksi tulang, karena pembukaan yang berlebihan pada bagian apikal dapat menyebabkan komplikasikomplikasi yang tidak diinginkan. Teknik Kortiko-Labial Alveoloplasti Teknik ini merupakan teknik alveoloplasti yang paling tua dan paling populer, di mana dilakukan pengurangan cortical plate bagian labial. Teknik ini telah dipraktekkan secara radikal selama bertahun-tahun, dengan hanya meninggalkan sedikit alveolar ridge yang sempit. Dalam tindakan bedah preprostodontik teknik inilah yang paling sering digunakan, karena pada teknik ini pembuangan tulang yang dilakukan hanya sedikit, serta prosedur bedahnya yang sangat sederhana. Teknik Dean Alveoloplasti O.T. Dean menyumbangkan suatu teknik alveoloplasti yang sangat baik dalam mempersiapkan alveolar ridge sehingga dapat mengadaptasi gigi tiruan dengan baik. Thoma menggambarkan pembuangan tulang interrradicular (di antara akar) tidak dengan istilah intraseptal (di dalam septum), tetapi dengan istilah intercortical (di antara cortical plate). Sedangkan ahli-ahli lain menggunakan istilah teknik “crush” (9). Teknik Dean ini didasari oleh prinsipprinsip biologis sebagai berikut : (i) mengurangi alveolar margin labial dan bukal yang prominen, (ii) tidak mengganggu perlekatan otot, (iii) tidak merusak periosteum, (iv) melindungi cortical plate sehingga dapat digunakan sebagai onlay bone graft yang hidup dengan suplai darah yang baik, (v) mempertahankan tulang kortikal sehingga dapat memperkecil resorbsi tulang setelah operasi. McKay memodifikasi teknik Dean ini dengan memecahkan cortical plate ke arah labial sebelum menekannya kembali ke palatal. Modifikasi ini menjamin onlay tulang dapat bergerak bebas dan terlepas dari tekanan. Teknik Obwegeser Alveoloplasti Pada kasus protrusi premaksilaris yang ekstrim, teknik Dean tidak akan menghasilkan ridge anterior berbentuk U J Kedokter Trisakti, Januari-April 1999-Vol.18, No.1 31 lic k .d o m w o .c C m Alveoloplasti bedah preprostodontik o .d o w w w w w C lic k to bu y N O W ! PD O W ! PD c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge c u -tr a c k N y bu to seperti yang diinginkan, tetapi menghasilkan ridge berbentuk V. Untuk menghindari bentuk ridge seperti ini, Obwegeser membuat fraktur pada cortical plate labial dan palatal. Keuntungan teknik ini adalah dapat membentuk kedua permukaan palatal dan labial prosesus alveolaris anterior, dan sangat tepat untuk kasus protrusi premaksilaris yang ekstrim. Operasi dengan teknik ini harus didahului dengan proses pembuatan model gips, kemudian splint atau gigi tiruan disusun pada model kerja gips tersebut. Dengan dilakukannya proses ini, maka prosedur operasi yang dilakukan di kamar praktek dokter gigi atau di ruang operasi dapat dilakukan dengan lebih akurat. KOMPLIKASI TINDAKAN ALVEOLOPLASTI Dalam melakukan suatu tindakan bedah tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya komplikasi, demikan pula halnya dengan alveoloplasti. Dimana komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi antara lain: rasa sakit, hematoma, pembengkakan yang berlebihan, timbulnya rasa tidak enak pasca operasi (ketidaknyamanan), proses penyembuhan yang lambat, resorbsi tulang berlebihan (9), serta osteomyelitis (3). Tetapi semua hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan prosedur operasi serta tindakan-tindakan pra dan pasca operasi yang baik. KESIMPULAN Tujuan utama dari suatu tindakan bedah preprostodontik adalah untuk mempersiapkan bentuk ridge sehingga dapat memberikan dukungan terbaik bagi gigi tiruan dalam hal stabilitas maupun retensi.(7) Selain itu alveoloplasti dilakukan untuk membentuk prosesus alveolaris agar dapat mempermudah pembuatan maupun adaptasi gigi tiruan. Karena itu sebelum proses pembuatan gigi tiruan dilakukan, seorang dokter gigi harus memperhatikan apakah terdapat faktorfaktor yang dapat mengganggu proses pembuatan maupun adaptasi gigi tiruan tersebut, serta estetik wajah penderita. Dalam melakukan tindakan alveoloplasti pembuangan tulang alveolar tersebut dilakukan seminimal mungkin. Dimana pembuangan tersebut bertujuan untuk menghilangkan undercut-undercut yang dapat mengganggu pembuatan basis gigi tiruan dan arah masuknya gigi tiruan tersebut; memperbaiki hubungan antero-posterior maksila dan mandibula, dimana tindakan ini sering dilakukan pada kasus prognatisme maksila; serta setelah tindakan pencabutan beberapa gigi. Teknik alveoloplasti yang banyak dipakai pada tindakan bedah preprostodontik adalah teknik Kortiko-Labial Alveoloplasti. Dimana pada teknik ini hanya dilakukan sedikit reduksi pada cortical plate bagian labial. Teknik ini sudah dipraktekkan selama bertahuntahun dengan hanya meninggalkan sedikit alveolar ridge yang sempit. Dalam melaksanakan pembedahan, terutama yang dilakukan sebelum pembuatan gigi tiruan immediate, secara tidak sengaja dapat terjadi pengambilan tulang yang terlalu banyak atau tulang tersebut patah. Karena itu perlu dipertimbangkan untuk melakukan reposisi dengan menggunakan free bone graft. Dimana free bone graft ini dapat mempercepat proses pembentukan tulang baru, serta mengurangi resorbsi tulang. Sangat penting bagi seorang dokter gigi untuk mengetahui hal-hal yang berpengaruh dalam melakukan tindakan alveoloplasti, karena keberhasilan suatu perawatan bedah tidak mungkin dapat dicapai tanpa didasari oleh tindakan yang benar. Selain itu keberhasilan suatu tindakan bedah prepostodontik sangat berpengaruh dalam proses pembuatan J Kedokter Trisakti, Januari-April 1999-Vol.18, No.1 32 lic k .d o m w o .c C m Alveoloplasti bedah preprostodontik o .d o w w w w w C lic k to bu y N O W ! PD O W ! PD c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge c u -tr a c k N y bu to serta adaptasi gigi tiruan dan estetik wajah penderita. Pada kasus prognatisme maksila estetik wajah penderita harus mendapat perhatian khusus karena umumnya pasien menjalani suatu proses pembedahan dengan tujuan untuk memperbaiki estetik.(5) Setelah pelaksanaan suatu tindakan bedah preprostodontik perlu dilakukan kontrol berkala untuk mengetahui jalannya proses penyembuhan, serta menjaga agar agar tidak terjadi komplikasikomplikasi yang tidak diharapkan. Kemudian dilakukan evaluasi keadaan jaringan dan kondisi pasien beberapa minggu setelah operasi. Jika hasilnya baik, maka dapat segera dilakukan proses pembuatan gigi tiruan bagi pasien tersebut. (6) DAFTAR PUSTAKA 1. Archer, W. H. Oral and Maxillofacial Surgery. 5th ed. Vol. I. Philadelphia: Saunders, 1975: 135, 179-187. 2. Birn, H. and Winther, J. E. Manual of Minor Oral Surgery A Step by Step Atlas. 1st ed. Philadelphia: Saunders, 1975: 109115. 3. Guernsey, L. H. Preprosthetic Surgery. In: Kruger, G. O., editor. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 5th ed. St. Louis: Mosby, 1979: 111. 4. Indresano, A. T. and Laskin, D. M. Procedures to Improve the Bony Alveolar Ridge. In: Laskin, D. M., editor. Oral and Maxillofacial Surgery. St. Louis: Mosby, 1985: 293-305. 5. Laufer, D., Glick, D., Gutman, D. and Sharon, A. Patient Motivation and 6. 7. 8. 9. 10. Response to Surgical Correction of Prognathism. Oral Surgery Oral Medicine Oral Pathology. 1976; 41:309-313. McGowan, D. A. An Atlas of Minor Oral Surgery. 1st ed.. London: Martin Dunitz, 1989: 75, 87-91. Mercier, P. Ridge Form in Preprosthetic Surgery. Oral Surgery Oral Medicine Oral Pathology. 1985; 60:235-243. Seward, G. R. and Harris, M. Surgical Preparation of the Mouth for Dentures. In: Derrick, D. D., editor. Killey and Kay’s Outline of Oral Surgery. Part I. Bristol: Wright, 1987: 92,93,110,111. Starshak, T. J. Preprosthetic Oral Surgery. St. Louis: Mosby, 1971: 59-72. Thoma, K. H. Oral Surgery. Ed. 5th ed. Vol. I. St. Louis: Mosby, 1969: 409-416. J Kedokter Trisakti, Januari-April 1999-Vol.18, No.1 33 lic k .d o m w o .c C m Alveoloplasti bedah preprostodontik o .d o w w w w w C lic k to bu y N O W ! PD O W ! PD c u -tr a c k .c