pengolahan tanah tercemar thorium dari pabrik kaos lampu

advertisement
PELINDIHAN THORIUM DARI LIMBAH PABRIK KAOS LAMPU
PETROMAKS
NEKI OKTAPERA
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M /1432 H
PELINDIHAN THORIUM DARI TANAH TERCEMAR LIMBAH PABRIK
KAOS LAMPU PETROMAKS
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
Neki Oktapera
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M /1432 H
PELINDIHAN THORIUM DARI TANAH TERCEMAR LIMBAH PABRIK
KAOS LAMPU PETROMAKS
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
Neki Oktapera
104096003091
Menyetujui.
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Herlan Martono, M.Sc
NIP. 330 001 828
Dr. Thamzil Las
NIP.330 001 078
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kimia
Drs.Dede Sukandar, M.Si
NIP. 19650104199103100
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi yang berjudul ”Pelindihan Thorium dari Tanah Tercemar Limbah
Pabrik Kaos Lampu Petromaks” telah diuji dan dinyatakan lulus pada sidang
Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa, 8 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima
sebagai slah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program
Studi Kimia.
Menyetujui.
Penguji I
Penguji II
Dr. Mirzan T. Razzak, M. Eng, APU
NIP. 330 001 086
Pembimbing I
Isalmi Aziz, MT
NIP.19751110 200604 2 001
Pembimbing II
Ir. Herlan Martono, M.Sc
NIP. 330 001 828
Dr. Thamzil Las
NIP.330 001 078
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis
NIP.150 317 957
Ketua Program Studi Kimia
Drs.Dede Sukandar, M.Si
NIP. 19650104199103100
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR –
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, 12 Maret 2011
Neki Oktapera
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirrohim,
Assalamualaikum Wr. Wb
Segala puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat, karunia dan hidayah-Nya kepada penulis. Shalawat serta salam senantiasa
penulis panjatkan kepada Nabi dan Rasul mulia, Muhammad SAW, keluarga dan
para sahabatnya, serta kepada orang-orang yang berdakwah di jalan Allah, hingga
hari akhir.
Skripsi ini dibuat oleh penulis untuk memenuhi Tugas Akhir, sebagai
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang
telah membantu sehingga skripsi ini dapat selesai sebagaimana mestinya, yaitu
kepada :
1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi.
2. Drs. Dede Sukandar, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kimia.
3. Dr. Ir. Djarot S. Wisnubroto, M.Sc selaku kapala PTLR-BATAN
4. Ir. Herlan Martono, M.Sc, selaku pembimbing I dan Dr. Thamzil Las, selaku
pembimbing II, yang telah mencurahkan waktu, pikiran, tenaga dan telah
banyak memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis.
5. Dr. Mirzan T. Razzak dan Ibu Isalmi Aziz, M.T selaku penguji, yang telah
banyak memberikan kritik dan saran yang membangun dalam skripsi ini.
iv
6. Ir. Husen Zamroni, Ir. Aisyah, MT, Wati ST, ibu Rita, Agus Gindo, bapak
imam, Yuli Purwanto, Dwi Luhur Ibnu Saputra, dan mas Jaka serta staf-staf
PTLR-BATAN yang telah membantu penulis selama penelitian.
7. Kedua orang tua (H. Syahrizal dan Hj. Aswati) dan saudara-saudaraku
(Patman, Anitopia, Musriyadi, Alpajrin, dan Hendri Saputra) yang selalu
mendoakan penulis serta memberikan dorongan moril dan materil.
8. Albobi (pudon) yang selalu memberikan semangat, dukungan dan bantuan
kepada penulis.
9. Dosen-dosen kimia terima kasih untuk semua ilmu yang telah diajarkan
kepada penulis.
10. Teman-teman Program Studi Kimia angkatan 2004: Miftarini, Masudah, Fitri
Kumala Arum, Retno Handayani, Safinah, Rezkiana, Siti Inayah, Ratna
Sarifah, Dian Afrianti, Naziati Ainun, Rahman suherman, Imamah Mabrur,
Fira Lutfiana, Ahmad Fuad Rizal, Ade Yanti, Deli Rahmalia, Titi Setiawati
kebersamaan yang telah kita lalui selama menuntut ilmu dalam suka dan duka
merupakan suatu hal yang paling indah.
Penulis yakin dan sadar bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan
hati, penulis menerima saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
penyusunan skripsi ini. Di akhir kalimat ini, penulis memohon kepada Allah
SWT, semoga orang-orang yang telah bermurah hati membantu penulis
mendapatkan balasan yang lebih baik.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Jakarta, Maret 2011
Penulis
v
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR.....................................................................................
iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL............................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................
xi
ABSTRAK........................................................................................................
xii
ABSTRACT.....................................................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................
1
1.1. Latar Belakang...........................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah....................................................................................
3
1.3. Tujuan Penelitian........................................................................................
3
1.4. Manfaat Penelitian......................................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................
5
2.1. Thorium.....................................................................................................
5
2.1.1. Sifat-Sifat Thorium.......................................................................
6
2.2. Limbah Radioaktif ……………………………………………………….
12
2.2.1. Pengolahan Limbah Radioaktif ………………………………....
12
2.2.2. Klasifikasi Limbah Radioaktif....................................................
13
2.3. Leaching dan Ekstraksi …………………….…………………………….
15
2.3.1. Leaching …………………………………………….
15
2.3.2. Ekstraksi…………………………………………...….
17
2.3.3. Kriteria Solven………………………………………………….
19
vi
2.4. Resin Penukar Ion......................................................................................
20
2.4.1. Mekanisme Pertukaran Resin dengan Ion Thorium .......................
23
2.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertukaran Ion.......................
26
2.5.Analisis Low Background Counting (LBC).................................................. 28
2.5.1. Perangkat alat Low Background Counting (LBC) ……………….
29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.......................................................
34
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian...................................................................
34
3.2. Alat dan Bahan............................................................................................ 34
3.1.1. Alat.................................................................................................
34
3.1.2. Bahan.............................................................................................
34
3.3. Prosedur Penelitian....................................................................................
35
3.3.1. Penentuan Waktu Kontak………..................................................
35
3.3.2. Penentuan Perbandingan Berat Tanah dan Air dalam Pelindihan..
35
3.3.3. Penentuan Pengaruh pH pada thorium …......................................
36
3.3.4. Penentuan Waktu Kontak pada Penyerapan Larutan Thorium
dengan Resin Penukar Kation…………………………………….
37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................
39
4.1. Pengaruh Waktu Kontak ...................................................................
41
4.2. Pengaruh berat tanah dan air............................................................... 42
4.3. Pengaruh pH terhadap pelindihan thorium dari tanah……………..
44
4.4. Penentuan Waktu Kontak Penyerapan Thorium Oleh Resin Penukar
Kation………………………………………………………………
47
BAB V KESIMPULAN ...................................................................................
48
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 49
LAMPIRAN....................................................................................................... 52
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Hal.
Klasifikasi Limbah Berdasar Umur Paruh Radionuklidanya Dan
Pengelolaannya.................................................................................. 14
Tabel 2.
Karakteristik amberlite IR 120 Na....................................................
24
Tabel 3.
Hasil Pengukuran Radioaktivitas Alfa dan Beta untuk menyatakan
thorium terlindih pada berbagai waktu kontak…………………….
53
Hasil pelidihan thorium dari tanah tercemar yang dinyatakan
dengan variasi tanah/500ml air selama 4 jam aktivitas alfa dan
beta..................................................................................................
53
Laju pelindihan Thorium dari tanah dengan air pada berbagai pH,
waktu kontak 4 jam dinyatakan dengan aktivitas alfa dan beta……
54
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Hasil Larutan Thorium yang diperoleh tanah/air 280 gram/500 ml
diserap dengan resin amberlite IR 120 Na dengan berbagai variasi
waktu yang dinyatakan dengan aktivitas alfa dan
beta...........................................................................................
54
viii
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 1.
Resin Penukar Kation.........................................................................
22
Gambar 2.
Resin Penukar Anion...................................................................
23
Gambar 3.
Rumus bangun amberlite IR 120 Na..........................................
24
Gambar 4.
Tempat terikatnya ion thorium nitrat dengan resin amberlite IR
120 Na........................................................................................ 25
Gambar 5.
Skema dari alat pencacah alfa beta latar rendah (LBC)............
31
Gambar 6.
Tempat sampel dengan lobang kode sensor................................
32
Gambar 7.
Posisi sensor foto transitor pada mesin LBC LB1500…………
30
Gambar 8.
Diagram alir metodelogi penelitian.............................................
38
Gambar 9.
Hubungan waktu kontak tanah terkontaminasi dan air terhadap
thorium terlindih yang dinyatakan dengan aktivitas alfa dalam
pelarut air untuk perbandingan tanah 200 gram/air 500 ml........
40
Gambar 10. n waktu kontak tanah terkontaminasi dan air terhadap thorium
terlindih yang dinyatakan dengan aktivitas beta dalam pelarut
air untuk perbandingan tanah 200 gram/air 500 ml.......
40
Gambar 11. Perbandingan berat tanah/500 ml air dengan waktu kontak 4
jam terhadap thorium terlindih yang dinyatakan aktivitas alfa
dalam pelarut air.......................................................................... 42
Gambar 12. Perbandingan berat tanah/500 ml air dengan waktu kontak
4 jam terhadap thorium terlindih yang dinyatakan aktivitas beta
dalam pelarut air ……………………………………………..
42
Gambar 13. Pengaruh pH terhadap thorium terlindih dinyatakan aktivitas
alfa dalam larutan dengan waktu kontak 4 jam dan
perbandingan tanah 280 gram/air 500ml………………………. 43
ix
Gambar 14. Pengaruh pH terhadap thorium terlindih yang dinyatakan
aktivitas beta dalam larutan dengan waktu kontak 4 jam dan
perbandingan tanah 80 gram/air 500 ml………………………. 44
Gambar 15. Hasil penyerapan thorium oleh resin amberlite IR 120 Na
terhadap persen penyerapan thorium yang dinyatakan dengan
aktivitas alfa pada berbagai waktu kontak resin dan larutan
thorium........................................................................................ 46
Gambar 16
Hasil penyerapan thorium oleh resin amberlite IR 120 Na
terhadap persen penyerapan thorium yang dinyatakan dengan
aktivitas beta pada berbagai waktu kontak resin dan larutan
thorium………………………………………………………… 46
x
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1.
Gambar Alat Low Background Counting (LBC)....................
52
Lampiran 2.
Skema peluruhan radionuklida deret Thorium-232.................
53
Lampiran 3.
Data pengukuran Radioaktivitas Alfa dan Beta.....................
54
Lampiran 4.
Foto Bahan dan Alat yang Digunakan dalam Penelitian.........
56
xi
ABSTRAK
Neki Oktapera. Pelindihan Thorium dari Tanah Tercemar Limbah Pabrik Kaos
Lampu Petromaks
Dibawah bimbingan Ir. Herlan Martono, M.Sc dan Dr. Thamzil Las.
Pelindihan
Thorium dari Tanah Tercemar Limbah Pabrik Kaos Lampu
Petromaks. Telah dilakukan analisa thorium dari hasil pembakaran sisa potongan
bahan kaos lampu. Proses Pelindihan thorium dilakukan dilakukan dengan
menggunakan pelarut polar yaitu air dan asam nitrat, kemudian tanah tercemar
thorium tersebut dipisahkan dari unsur-unsur tanah dan pengotornya dengan cara
penukar kation memakai resin amberlite IR 120 Na dan aktivitas thorium
dianalisis dengan Low Background Counting(LBC).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengambilan thorium dari tanah
terkontaminasi thorium dengan air dan larutan asam mencapai optimum pada
waktu kontak 4 jam dengan perbandingan tanah/air 280 gram/500 ml, dan pada
pH 4. Penyerapan thorium oleh resin penukar ion amberlite IR 120 Na,
mempunyai waktu kontak optimum 60 menit dengan efisiensi penyerapan alfa
60,71% dan beta 57,90 %.
Kata kunci : Limbah Thorium, Low Background Counting (LBC), Resin penukar
ion.
xii
ABSTRACT
Neki Oktapera. Leaching Thorium from Soil Contaminated Waste Gas Mantle
Lamp petromaks
Advisor Ir. Herlan Martono, M.Sc and Dr. Thamzil Las.
Leaching Thorium from Soil Contaminated Waste Gas Mantle Lamp petromaks.
Thorium analysis has been carried from the burning incandescent material scraps.
Thorium leaching process is carried out using polar solvents namely water and
nitric acid, then the soil contaminated with thorium is separated from ground
elements and pengotornya by using cation exchange resins Amberlite IR 120 Na
and thorium activity was analyzed with Low Background Counting (LBC).
The results showed that the withdrawal of thorium from thorium contaminated
soil with water and acid solution reaches the optimum contact time of 4 hours
with a ratio of soil / water gram/500 280 ml, and at pH 4. Absorption of thorium
by ion exchange resins Amberlite IR 120 Na, have optimum contact time of 60
minutes with 60.71% efficiency of absorption of alpha and beta 57.90%.
Keywords: Thorium Waste, Low Background Counting (LBC), ion exchange
resins.
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pertama kali torium ditemukan pada tahun 1815, Berzelius menemukan
unsur baru yang disebut torina, kemudian pada tahun 1828, Berzelius menemukan
unsur baru lagi yang disebut torit.
Manfaat unsur ini mulai diketahui setelah von Welsbach pada tahun 1885
menggunakannya sebagai bahan pembuat lampu yang memberikan nyala terang
( incandescent lamp ). Sejak itu usaha untuk memanfaatkannya lebih lanjut dan
kegiatan penelitian torium terus ditingkatkan.
Keradioaktipan thorium dilaporkan Curie pada tahun 1898 dimana unsure
ini merupakan induk deret unsure radioaktif alam yang disebut deret 4n.
Tanah tercemar thorium dari pabrik kaos lampu petromaks didapatkan dari
laboratorium Bidang Pengolahan Limbah Radioaktif - Pusat Teknologi Limbah
Radioaktif (BPLR - PTLR) yang berasal dari pabrik kaos lampu petromaks di
Tangerang.
Thorium nitrat digunakan sebagai bahan pencelup kaos lampu
petromaks agar nyala lampu petromaks menjadi terang.
Penanganan limbah
tersebut saat ini adalah dengan mengisolasinya dalam wadah drum yang dilapisi
dengan semen dan disimpan di interim storage (tempat penyimpanan sementara).
Waktu paro thorium
sangat panjang, sehingga pada suatu saat wadah drum
rusak, dan perlu penggantian wadah drum dengan yang baru. Proses tersebut
tidak sederhana karena harus melakukan pekerjaan ulang dan dipandang cukup
1
mahal, maka perlu dicari proses alternatif. Alternatif pengolahan limbah tersebut
dilakukan dengan cara pengambilan thorium yang dipandang sangat potensial.
Imobilisasi secara langsung tanah yang mengandung thorium dengan
semen atau polimer volumenya sangat besar sehingga transportasi dan
penyimpanannya lebih kompleks dan mahal.
Pengambilan thorium dari tanah dilakukan dengan proses leaching
(pelindihan) yang merupakan ekstraksi padat cair menggunakan solven (pelarut)
air dan asam. Hasil ekstraksi berupa ekstrak yaitu larutan thorium nitrat yang
dapat digunakan lagi untuk pencelup kaos lampu dan remediasi tanah yang sudah
tidak mengandung thorium dan dapat dikembalikan ke tempat semula.
Limbah pemancar alfa yang dikenal juga sebagai alpha bearing waste
adalah limbah yang mengandung satu atau lebih radionuklida pemancar alfa,
dalam jumlah batas konsentrasi di atas yang diperkenankan. Limbah pemancar
alfa di atas batas yang diperkenankan perlu pertimbangan khusus untuk bahaya
atau potensi keselamatan, kesehatan, atau dampak lingkungan mulai dari limbah
tersebut
ditimbulkan
sampai
penyimpanan
dalam
jangka
panjang
(Martono, 2007).
Limbah thorium termasuk limbah pemancar alfa. Thorium merupakan
radionuklida pemancar alfa dengan waktu paro 1,405 x 1010 tahun. Oleh karena
umur thorium yang sangat
panjang, maka perlu pengelolaan dalam jangka
panjang. Bahan matriks untuk imobilisasi limbah TRU digunakan polimer, yang
tahan dalam jangka lama.
2
Dalam penelitian ini, dilakukan ekstraksi thorium dari tanah yang
terkontaminasi limbah pabrik kaos lampu petromaks dengan air dan larutan asam.
Hal ini karena imobilisasi langsung tanah dengan semen atau polimer tidak efektif
karena volumenya besar. Thorium yang terekstraksi diserap dengan resin penukar
kation amberlite IR 120 Na. Resin yang jenuh thorium diberlakukan sebagai resin
bekas yang merupakan limbah radioaktif.
1.2.
Perumusan Masalah
Tanah yang tercemar limbah radioaktif thorium tidak efektif dan efisien,
jika diimobilisasi langsung dengan semen dan polimer karena volumenya
bertambah besar. Oleh karena itu dilakukan pengambilan thorium dari tanah
secara ekstraksi dengan pelarut air dan larutan asam. Selanjutnya thorium diserap
dengan resin penukar kation amberlite IR 120 Na.
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mempelajari proses pelindihan thorium dari
tanah tercemar limbah pabrik kaos lampu petromaks sehingga larutan thorium
dapat digunakan lagi dalam pabrik kaos lampu.
1.4.
Manfaat Penelitian
Setelah melakukan penelitian ini diharapkan:
1. Memahami proses pelindihan thorium dari tanah terkontaminasi dengan
air dan larutan asam nitrat.
3
2. Memahani proses penyerapan thorium dari larutan dengan resin penukar
kation amberlite IR 120 Na.
3. Sebagai sarana pengetahuan bagi pembaca.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Thorium
Pada tahun 1815, Berzelius menemukan unsur baru yang disebut torina,
kemudian pada tahun 1828, Berzelius menemukan unsur baru lagi yang disebut
torit. Bergeman menemukan donatorium dalam mineral oranjit pada tahun 1851
dan menemukan wasmium dalam mineral ortit. Kedua unsur ini ternyata identik
dengan unsur yang ditemukan oleh Berzelius.
Unsur ini kemudian dikenal
sebagai thorium. Thorium cukup banyak terdapat di alam dalam bentuk batuan
mineral yang biasanya tercampur dengan uranium dengan presentase kandungan
pada kerak bumi sekitar 0,001 - 0,002 %.
Thorium di alam berasosiasi dengan uranium dari logam tanah, di dalam
batuan seperti torit, torianit, uranotorit dan sebagai monasit dalam granit, syenit,
pegmatit, dan intrusi asam yang lain. Kadar thorium dalam batu - batuan tersebut
berkisar antara 0,7 – 85 % tergantung jenis batuannya. Monasit yang ditemui di
PT. Timah pulau Bangka mempunyai kandungan thorium sekitar 3,3 %. Sumber
monasit di dunia banyak terdapat di 5 wilayah yaitu Brazil, India, Ceylon,
Indonesia, Malaysia, Australia, Amerika Serikat, dan Afrika Selatan. Monasit
yang mengandung thorium terbesar adalah Monasit dari Brazil dan India
Reaksi inti untuk thorium (90Th232) yang menyerap neutron dan deret
peluruhan 90Th 233 yang terjadi sebagai berikut :
5
90Th
232
+ 0n1
→ 90Th 233
β‐→
91Pa
233
β-
→92U233
Thorium adalah unsur logam deret aktinida, beberapa bentuk isotop
thorium antara lain isotop
radioaktif, Selain isotop
dihasilkan dari peluruhan
232
90Th
235
.
92U
yang terdapat di alam dan merupakan unsur
terdapat isotop
238
,
92U
dihasilkan dari peluruhan
peluruhan
232
90Th
dan isotop
disamping itu juga terdapat isotop
232
,
90Th
Namun hanya
234
90Th
dan isotop
232
, 90Th230
90Th
231
90Th
dan
230
yang
228
90Th
yang
90Th
yang dihasilkan dari
90Th
228
yang mempunyai
waktu paro yang cukup panjang. Lebih dari 99,99 % Th yang terdapat di alam
adalah 90Th232, sisanya adalah 90Th230 dan 90Th228.
Thorium banyak digunakan dalam berbagai bidang baik nuklir maupun
non nuklir. Dalam industri non nuklir biasa dipakai dalam bahan komposit logam,
mantel dan gas dalam kaos lampu, bahan dalam pembuatan elektrode tabung
elektron, bahan campuran filamen lampu, campuran bahan gelas, dan masih
banyak penggunaan lain. Penggunaan thorium dalam bidang nuklir antara lain
dapat digunakan sebagai bahan bakar reaktor yang melalui proses olah ulang yaitu
232
90Th
ditembak terlebih dahulu dengan neutron untuk menghasilkan
233
.
92U
Isotop thorium-232 yang banyak terdapat di alam hanya dapat membelah dengan
neutron yang bertenaga diatas 1,8 MeV, tetapi untuk menghasilkan bahan bakar
baru, isotop ini masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembiak.
Thorium
6
dialam tidak mempunyai bahan yang dapat membelah, terlebih dahulu harus
dicampur bahan fisil, seperti
penangkapan neutron
232
90Th
235
, 92U233
92U
dan
94Pu
239.
Isotop
233
92U
hasil
dapat dipisahkan secara kimiawi sehingga dapat
diperoleh bahan dengan cara relatif mudah bila dibandingkan pemisahan isotop
235
92U
dari 92U238.
Beberapa keunggulan sebagai bahan bakar nuklir dari thorium adalah
sebagai berikut:
1. Kandungan di alam lebih banyak, karena ini memiliki waktu paro tiga kali
dari 92U238 (1,4 × 10 10 tahun).
2. Kualitas neutron tinggi daripada energi termal dan epitermal dari
233
,
92U
tampang lintang fisi tinggi, sementara tampang lintang tangkapnya
rendah, limbah yang dihasilkan setelah proses iradiasi dalam teras nuklir
rendah, 90Th232 menghasilkan sedikit aktinida.
3. Burn up (fraksi bakar) yang dicapai dapat tinggi (kira-kira 70 - 80 GW
d/t). Hal ini dikarenakan bahan bakar ThO2 lebih tahan terhadap iradiasi
dibandingkan dengan bahan bakar UO2.
4. Di samping itu, bahan bakar ThO2 - UO2 mempunyai konduktivitas termal
yang lebih tinggi pada temperatur operasi dan laju pelepasan gas fisi
yang lebih rendah.
Selain itu beberapa kelemahan sebagai bahan nuklir dari thorium yaitu
1. Dari sudut pandang neutronik, serapan resonansi epitermal Th233 lebih
rendah dari pada 92U 238 yang dapat mengurangi reaktivitas.
7
2. Fraksi neutron
233
92U
dibandingkan dengan
lebih kecil dibandingkan
94Pu
239
235
,
92U
tetapi dapat
yang membutuhkan respon sistem kendali
yang lebih cepat untuk keadaan transient.
3. Thorium-232 merupakan material fertil yang harus di start up dengan
mencampurkan material fisil seperti 92 U235 , 94Pu239 atau 92U233.
4. Transmutasi 91Pa233 yang memiliki tampang lintang serapan neutron tinggi
dalam spektrum termal.
Thorium nitrat tetrahidrat dicampur dengan 1 % cerium nitrat akan
mengeluarkan sinar sangat terang bila dipanaskan. Bahan inilah yang mencemari
tanah di lokasi pabrik kaos lampu menggunakan larutan tersebut untuk mencelup
kaos lampu. Thorium nitrat sangat mudah larut dalam air dan alkohol, tetapi
oksidanya sangat sulit larut dalam air maupun dalam suasana basa serta hanya
sedikit larut dalam asam, maka pelarut air dapat digunakan dalam perkolasi.
Pada
dan
230
90Th
90Th
228
yang memancarkan radiasi gamma pada energi 0,084 MeV
mempunyai energi antara 0,07 - 0,25 MeV, juga anak luruhnya
memancarkan radiasi gamma. Limbah tanah terkontaminasi thorium berbentuk
pasiran mengandung tanah liat, sehingga limbah tersebut inert terhadap air
pelindih, sampel didapatkan dari laboratorium bidang pengolahan limbah
radioaktif (BPLR - PTLR).
2.1.2 Sifat-sifat Thorium
Thorium adalah unsur kimia dengan simbol Th, mempunyai nomor atom
90, tingkat oksidasi:4, konfigurasi elektron: (Rn)6d2 7s2 6d2 7s2 , massa jenis:11,7
8
g/cm3, titik didih : 47900C, titik leleh :17500C. Unsur ini secara alami merupakan
logam radioaktif. Thorium diperkirakan tiga sampai empat kali lebih banyak
daripada uranium di lapisan bumi.
Thorium merupakan salah satu unsur logam transisi golongan III B dalam
deretan unsur aktinida yang bersifat radioaktif. Thorium berwarna gelap, bereaksi
lambat dengan air, larutan dalam beberapa senyawa asam seperti asam
hidroklorid, asam sulfat dan asam nitrat.
Di alam, thorium terdapat pada lapisan bumi, dan dalam jumlah sedikit.
Thorium ditemukan dalam mineral monazite, thorite (thorium silikat), orangite,
dan thorianite (mineral radioaktif yang tersusun dari thorium oksida dan
uranium). (Surnardi, 2006)
Beberapa sifat senyawa torium yang penting untuk analisa dapat
diringkaskan sebagai berikut:
Oksida. Torium oksida terbentuk akibat reaksi logam torium dengan oksigen atau
dapat pula terbentuk dari hasil pemijaran suatu garam torium seperti torium
hidroksida,torium oksilat dan torium nitrat. Torium oksida adlah persenyawaan
torium yang sangat stabil, dimana titik lelehnya lebih dari 30000C. Senyawa ini
larut dengan lambat dalam asam sulfat pekat, tetapi tidak larut dalam asam nitrat.
Namun demikian ternyata torium oksida larut dengan baik dalam asam nitrat
pekat yang mengandung ion Fluorida sekitar 0,01-0,05 M.
Hidroksida.Torium hidroksida berujud padatan putih yang tidak larut dalam air
ataupun dalam larutan alkali berlebih. Bila torium hidroksida baru saja terbentuk,
maka endapan tersebut dapat larut dalam larutan alkali karbonat ataularutan
9
ammonium oksalat serta juga dalam larutan natrium nitrat. Seandainya dalam
larutan torium ternyata mengandung ion Th+4 berlebih atau terkandung pula ion
UO2+4 dan ion Fe+3, maka dapat terbentuk senyawa koloid.Dalam hal demikian
torium dapat dilarutkan dengan jalan mendidihkannya bersama asam khlorida.
Oksalat.Torium oksalat Th(C2O4)2.2H2O, didapat sebagai hasil penambahan asam
oksalat panas dengan suatu larutan garam torium. Jika dalam larutan garam torium
terdapat pula unsure-unsur tanah jarang, maka torium oksalat akan mengendap
dengan sempurna pada pH = 0,7. Sebagainya bila larutan bebas dari unsure-unsur
tanah jarang, maka torium diendapkan sempurna pada pH =1-2. Torium oksalat
dapat larut dalam asam fosfat. Karena itu bila dalam larutan terdapat ion fosfat
akan mengganggu proses pengendapan oksalat. Torium oksalat juga larut dalam
alkali karbonat dan ammonium oksalat, tetapi tidak larut dalam asam-asam
mineral.
Sulfat. Torium sulfat bersifat sedikit larut dalam air dan memiliki gugus
hidrat.Senyawa ini dibentuk dengan jalan penambahan asam sulfat kedalam
larutan torium khlorida atau torium nitrat.Kelarutan torium sulfat lebih kecil
dibandingkan dengan kelarutan logam-logam lantanida sulfat.Karena itu atas
dasar perbedaan kelarutan ini,torium dapat dipisahkan.Akan tetapi bila dalam
larutan ada ion fosfat, maka torium dapat membentuk komplek dengan
fosfat.Akibatnya proses pemisahan torium dari unsure-unsur lantanida terganggu.
Khlorida. Torium khlorida ThCl4.8H20 adalah garam hidrat yang sangat
larut.Hidratnya sukar dihilangkan dengan sempurna.Garam torium ini berujud
padatan putih yang sangat higroskopik. Titik lelehnya mencapai 8200C dan bila
10
bebas oksigen maka akan menyublim pada temperature 7500C.Tetapi bila ada
oksigen, maka terbentuk oksi-khlorida yang tidak mengendap.
Nitrat. Torium nitrat Th(NO3)4.6H20 adalah juga garam yang sangat
larut.Susunan hidratnya cukup komplek dan strukturnya sukar ditentukan.Bila
larutan asamnya dikristalkan,maka diperkirakan akan terbentuk senyawa heksa
hidrat, tetapi dapat pula terbentuk penta hidrat atau tetra hidrat.Torium nitrat yang
dipakai untuk pembuatan kaos lampu,ternyata memilki empat molekul air (tetra
hidrat), tetapi asalnya mungkin dari senyawa heksa hidrat.
Torium nitrat juga larut dalam berbagai senyawa organic, terutama dalam pelarut
tri-butil fosfat (TBP). Kelarutan torium dalam pelarut ini ternyata lebih besar
dibandingkan dengan kelarutan lantanida nitrat, tetapi lebih kecil dibandingkan
dengan kelarutan uranil nitrat. Sifat ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar
pemisahan torium dengan cara ekstraksi pelarut.
Fosfat. Torium ortofosfat berujud endapan gelatin yang terbentuk sebagai akibat
penambahan ion fosfat kedalam larutan torium. Senyawa ini larut dalam asam
kuat, tetapi kelaritannya menurun bila keasaman berkurang dan hal ini
mengakibatkan torium akan mengendap lebih dahulu dibandingkan dengan
unsure-unsur tanah jarang (lantanida).
Bila dalam larutan terdapat ion besi atau ion aluminium, maka pengendapan
torium fosfat akan terganggu, sebab ion-ion tersebut dapat membentuk komplek
dengan fosfat. Torium ortofosfat larut dengan baik dalam asam sulfat.
11
2.2. Limbah Radioaktif
Menurut Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia No.27 Tahun 2002,
limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan atau bahan serta peralatan yang telah
terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi
nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion yang tidak dapat
digunakan lagi.
2.2.1. Pengolahan Limbah Radioaktif
Pengelolaan limbah radioaktif adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan
dan pengelompokan limbah, pengakutan, pra-olah, pengolahan, penyimpanan
sementara, penyimpanan akhir. Pengolahan limbah adalah mengubah bentuk dan
sifat limbah, dengan alat-alat proses.
Pada umumnya pengolahan limbah
radioaktif meliputi 2 tahap, yaitu reduksi volume dan solidifikasi.
1. Reduksi volume digunakan untuk memperkecil volume limbah, sehingga
memudahkan proses selanjutnya. Reduksi volume limbah cair dilakukan
antara lain dengan proses koagulasi - flokulasi, penukar ion, dan evaporasi,
sedangkan untuk limbah padat dilakukan antara lain dengan proses
insenerasi dan kompaksi. Limbah hasil reduksi volume yang berupa flok,
resin bekas, konsentrat evaporator diimobilisasi dengan bahan matriks
yang sesuai.
12
2. Solidifikasi disebut juga imobilisasi yaitu mengikat radionuklida dalam
limbah hasil reduksi volume dengan matriks tertentu, sehingga
radionuklida tidak mudah larut dan lepas ke lingkungan, jika hasil
imobilisasi kontak dengan air.
Bahan matriks yang digunakan untuk
imobilisasi yaitu semen, bitumen, polimer, gelas, dan keramik, tergantung
karakteristik limbah radioaktif.
2.2.2. Klasifikasi Limbah Radioaktif
Berdasarkan atas karakteristik limbah radioaktif dan untuk pengelolaan
jangka panjang, maka limbah radioaktif diklasifikasikan menjadi (Miyasaki, et al.
1996 dalam Martono, 2007):
1. Limbah radioaktif dengan aktivitas rendah dan menengah (LLW) yang
mengandung radioisotop pemancar beta dan gamma berumur pendek
(waktu paro kurang dari 30 tahun) dan konsentrasi radionuklida pemancar
alfanya sangat rendah. Setelah 300 tahun potensi bahaya radiasinya dapat
diabaikan.
2. Limbah radioaktif dengan aktivitas menengah (ILW) yang banyak
mengandung radioisotop waktu paro panjang diantaranya golongan
aktinida sebagai pemancar alfa, dan sedikit atau tanpa radionuklida
pemancar gamma dapat disebut limbah transuranium (TRU).
3. Limbah radioaktif dengan aktivitas tinggi (HLW) yang banyak
mengandung radioisotop hasil belah dan sedikit aktinida.
13
Klasifikasi
limbah
berdasarkan
waktu
paro
radionuklidanya
dan
pengelolaannya ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1.
Klasifikasi Limbah Berdasar Waktu Paro Radionuklidanya dan Pengelolaannya
Klasifikasi
No
5.
Karakteristik
yang ditinjau
Limbah berumur Panjang
Limbah
Berumur Pendek
Limbah Alfa
Limbah Aktivitas
Tinggi
1. Aktivitas awal
radionuklida
yang berwaktu
paro kurang
dari 30 tahun
Rendah,
aktivitasnya dapat
diabaikan setelah
300 tahun
Rendah atau
sedang,
aktivitasnya dapat
diabaikan setelah
300 tahun
Sangat tinggi,
aktivitas dapat
diabaikan setelah
beberapa ratus tahun
2. Aktivitas awal
radionuklida
yang berwaktu
paro ratusan
atau ribuan
tahun
Nol atau sangat
rendah, lebih kecil
dari batas ambang
yang ditetapkan
Rendah atau
sedang
Rendah atau sedang
3. Radiasi yang
dipancarkan
Yang terutama
beta-gamma
Yang terutama
alfa
Yang terutama betagamma selama
beberapa ratus
tahun, kemudian
setelah itu yang
terutama alfa
4. Radionuklida
yang pokok
Sr-90 (30 th), Cs137 (30 th), Co-60
(5 th), Fe-55 (2,5
th)
Co-60, Sr-90, NpNp-237 (2 x 106
237, Pu-239, Amth), Pu-239 (2,4 x
104 th), Am-241 (4 241, Am-243
x 102 th), Am-243
(8 x 103 th)
Semen
(sementasi)
Plastik
(polimerisasi)
Plastik
(polimerisasi)
Aspal
(bitumenisasi)
Gelas (vitrifikasi)
Penyimpanan
tanah dangkal
Penyimpanan
tanah dalam untuk
Penyimpanan tanah
dalam untuk isolasi
Bahan matriks
untuk
pemadatan
6. Tipe
penyimpanan
14
akhir
untuk isolasi
limbah selama
300 tahun
isolasi limbah
selama jutaan
tahun
limbah selama
jutaan tahun
(Sumber : Salimin, 2006)
2.3.
Leaching dan Ekstraksi
2.3.1. Leaching
Leaching (pelindihan) adalah peristiwa pelarutan terarah satu atau lebih
senyawaan dari campuran padatan dengan cara mengontakkan dengan pelarut
cair. Pelarut melarutkan sebagian bahan padatan sehingga bahan terlarut yang
diinginkan dapat diperoleh.
Teknologi leaching biasanya digunkan oleh indistri-industri logam untuk
memisahkan mineral dari bijih dan batuan.
Leaching dapat dibagi menjadi dua:
1. Percolation (Cair ditambahkan kedalam padat)
Pelarut dikontakkan dengan padatan melalui proses tunak ataupun tak
tunak. Metode ini lebih banyak digunakan untuk pemisahan campuran padatcair dimana jumlah padatan sangat besar dibandingkan fasa cair.
2. Dispersed Solids (padat ditambahkan kedalam cair)
Pada metode ini, padatan dihancurkan terlebih dahulu menjadi pecahan
kecil sebelum dikontakkan dengan pelarut. Metode ini popular karena tingkat
kemurnian hasil proses sehingga dapat mengimbangi biaya operasi pemisahan
yang tinggi.
15
Untuk kedua jenis leaching diatas, tiga variabel penting di dalam leaching
yaitu temperatur, area kontak, dan jenis pelarut.
Istilah leaching, baik secara sengaja maupun tidak, sering juga dirancukan
dengan sebutan “ ekstraksi”. Demikian juga alatnya sering dirancukan dengan
penamaan sebagai “ ekstraktor”.
Prinsip kerja: Operasi leaching bisa dilakukan dengan sistem batch,
semibatch, atau kontinu. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu tinggi untuk
meningkatkan kelarutan solute di dalam pelarut.
Perhitungan dalam operasi ini melibatkan 3 komponen, yaitu padatan,
pelarut, solute. Asupan umumnya berupa padatan yang terdiri dari bahan
pembawa tak larut dan senyawa dapat larut. Senyawa dapat larut inilah yang
biasanya merupakan bahan atau mengandung bahan yang kita inginkan.
Bahan yang diinginkan akan larut sampai titik tertentu dan keluar dari
ekstraktor sebagai alir-atas. Padatan yang keluar kita sebut sebagai alir-bawah.
Sebagaimana diuraikan di atas, alir-bawah biasanya basah karena campuran
pelarut masih terbawa juga. Bagian atau persentasi solute yang dapat
dipisahkan dari padatan basah/kering disebut rendemen.
Sebelum proses leaching kita kerjakan, ada beberapa hal yang harus
dilakukan terhadap padatan untuk mendapatkan rendemen yang tinggi.
Perlakuan awal terhadap padatan ini sangat bergantung kepada jenis
padatanya. Bahan organik dan anorganik akan bergantung pada kontak pelarut
dengan solute, sehingga perlu perlakuan awal untuk memperluas permukaan
kontak. Umumnya hal yang dilakukan adalah memperkecil ukuran padatan
16
(grinding) dengan alat yang disebut grinder. Grinding ini bisa dilakukan pada
batuan, tau tanah dan lain-lain.
2.3.2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu metode operasi yang digunakan dalam proses
pemisahan suatu komponen dari campuran cair dengan menggunakan sejumlah
bahan pelarut cair (solvent) sebagai tenaga pemisah. Apabila komponen yang
akan
dipisahkan (solute) berada dalam fase padat, maka proses tersebut
dinamakan pelindihan atau leaching. Jadi ekstraksi terjadi jika larutan yang di
dalamnya terdapat kelompok zat terlarut (solute) C dalam diluen A, kemudian
ditambahkan larutan B (solvent) yang melarutkan C dan B tidak saling larut
dengan A.
Ekstraksi padat-cair dikerjakan dengan alat sokhlet, dimana pada ekstraksi
ini terjadi kesetimbangan komponen diantara fase padat dan fasa cair (pelarut)
(Isa,1996). Apabila suatu zat terlarut dimasukkan ke dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur, maka zat terlarut akan terdistribusi diantara dua pelarut
tersebut.
Pada suhu dan tekanan tetap, perbandingan banyaknya zat yang
terdistribusi dalam dua pelarut adalah tetap (Weis,1983).
Ekstraksi padat cair atau leaching adalah peristiwa pelarutan terarah satu
atau lebih senyawaan dari campuran padatan dengan cara mengontakkan dengan
pelarut cair. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen
17
terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami
perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang
diinginkan dapat larut dalam pelarut pengekstraksi. Ekstraksi bertingkat
diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga
digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya (Lucas et al.,1949).
Proses pemisahan dengan cara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar.
1. Proses pencampuran sejumlah massa bahan ke dalam larutan yang akan
dipisahkan komponen–komponennya.
2. Proses pembentukan fase setimbang.
3. Proses pemisahan kedua fase setimbang.
Sebagai tenaga pemisah, solvent harus dipilih sedemikian hingga
kelarutannya terhadap salah satu komponen murninya adalah terbatas atau sama
sekali tidak saling melarutkan. Oleh karena itu, dalam proses ekstraksi akan
terbentuk dua fase cairan yang saling bersinggungan dan selalu mengadakan
kontak yang merupakan larutan heterogen. Campuran heterogen adalah campuran
dimana 2 fase yang bercampur nampak bidang batasnya. Fase yang banyak
mengandung diluen (zat terlarut) disebut fase rafinat, sedangkan fase yang banyak
mengandung solven dinamakan fase ekstrak.
Terbentuknya dua fase cairan,
memungkinkan semua komponen yang ada dalam campuran terbesar dalam
masing–masing fase sesuai dengan koefisien distribusinya, sehingga dicapai
kesetimbangan fisis.
Pemisahan kedua fase setimbang dengan mudah dapat dilakukan jika
densitas fase rafinat dan fase ekstrak mempunyai perbedaan yang cukup. Tetapi
18
jika densitas keduanya hampir sama proses pemisahan semakin sulit, sebab
campuran tersebut cenderung untuk membentuk emulsi.
Di bidang industri,
ekstraksi sangat luas penggunaannya terutama jika larutan yang akan dipisahkan
tediri dari komponen-komponen :
1. Mempunyai sifat penguapan relatif rendah.
2. Mempunyai titik didih yang berdekatan.
3. Sensitif terhadap panas.
4. Merupakan campuran azeotrop, yaitu campuran dimana fraksi mol dalam
cairan sama dengan fraksi mol dalam uap.
Komponen–komponen
yang
terdapat
dalam
larutan,
menentukan
jenis/macam solvent yang digunakan dalam ekstraksi. Pada umumnya, proses
ekstraksi tidak berdiri sendiri, tetapi melibatkan operasi–operasi lain sepeti proses
pemungutan kembali solven dari larutannya (terutama fase ekstrak), hingga dapat
dimanfaatkan kembali sebagai tenaga pemisah. Untuk maksud tersebut, banyak
cara yang dapat dilakukan misalnya dengan metode distilasi, pemanasan
sederhana atau dengan cara pendinginan untuk mengurangi sifat kelarutannya.
(Gozan, 2006)
2.3.3. Kriteria pelarut (solvent)
Untuk
memperoleh
hasil
sebaik–baiknya
dalam
ekstraksi,
tidak
dapat
menggunakan sembarang solvent. Namun solvent tersebut harus dipilih dengan
pertimbangan sebagai berikut (Gozan, 2006).
19
1. Mempunyai kemampuan melarutkan solute tetapi sedikit atau tidak sama sekali
melarutkan diluen.
2. Mempunyai perbedaan titik didih yang cukup besar dengan solute.
3. Tidak bereaksi dengan solute maupun diluen.
2.4. Resin Penukar Ion
Resin penukar ion adalah suatu polimer yang terdiri dari dua bagian yaitu
matriks resin yang sukar larut dan gugus fungsional. Penukar ion adalah suatu zat
padat yang mempunyai ion yang dapat saling dipertukarkan dengan ion dari suatu
larutan yang mempunyai muatan yang sama. Penukar ion mempunyai gugus yang
mudah terionisasi, sehingga dapat mengalami reaksi pertukaran apabila penukar
ion kontak dengan larutan.
Gugus fungsional adalah gugus yang mengandung ion-ion yang dapat
saling dipertukarkan. Sebagai zat penukar ion, resin mempunyai karakteristik
yang berguna dalam analisis kimia, antara lain kemampuan menggembung
(swelling), kapasitas penukaran dan selektivitas penukaran ion. Penggunaannya
dalam analisis kimia misalnya untuk menghilangkan ion-ion pengganggu,
memperbesar konsentrasi jumlah ion-ion renik, proses deionisasi air atau
demineralisasi air, memisahkan ion-ion logam dalam campuran dengan
kromatografi penukar ion.
20
Resin penukar ion dibedakan menjadi dua yaitu penukar kation dan
penukar anion. Penukar ion mengandung bagian-bagian aktif dengan ion yang
dapat ditukar. Bagian aktif semacam itu misalnya adalah (Bernasconi, 1995) :
1. Pada penukar kation (kelompok asam sulfo – SO3-H+ (dengan sebuah ion
H+ yang dapat ditukar))
2. Pada penukar anion (kelompok amonium kuartener –N- (CH3)3+OH(dengan sebuah ion OH- yang dapat ditukar).
Terdapat 4 jenis resin yang sering dipergunakan dalam pengolahan air :
1. Resin penukar kation asam kuat terbuat dari plastik atau senyawa polimer
yang direaksikan dengan beberapa jenis asam seperti asam sulfat, asam
fosfat, dan sebagainya.
2. Resin penukar kation asam kuat ini mempunyai ion hidrogen (R- H+),
dengan adanya ion H+ yang bermuatan positif maka resin ini sering
dipergunakan
untuk
mengambil
ion-ion yang bermuatan positif.
(Montgomery, 1985)
3. Resin penukar kation asam lemah terbuat dari plastik atau polimer yang
direaksikan dengan grup asam karboksil dengan demikian grup (COOH-)
sebagai penyusun resin. Resin kation penukar asam lemah diperlukan
kehadiran alkalinitis untuk melepas ion hidrogen dari resin. (Montgomery,
1985)
4. Resin penukar anion basa kuat terbuat dari plastik atau polimer yang
direaksikan dengan gugus senyawa amina atau amonium.
21
Sifat-sifat penting yang diharapkan dari penukar ion adalah daya
pengambilan (kapasitas) yang besar, selektivitas yang besar, kecepatan pertukaran
yang besar, ketahanan terhadap suhu, ketahanan terhadap penukar ion yang telah
terbebani dapat dilakukan dengan mudah, karena pertukaran ion merupakan suatu
proses yang sangat reversibel. (Bernasconi,1995).
Ada 2 variabel utama yang menentukan ion selektivitas, yaitu :
1. Harga atau nilai ion (harga ion berpengaruh besar pada kekuatan besar
pertukaran ion).
2. Ukuran ion (Montgomery,1985) :
a. Pada konsentrasi rendah (encer) dan temperatur biasa, luas pertukaran
meningkat dengan meningkatnya valensi dari pertukaran ion :
Th4+ > Al3+ > Ca2+ > Na+
PO43- > SO42- > Clb. Pada konsentrasi rendah (encer, temperatur biasa dan valensi konstan)
luas pertukaran meningkat dengan meningkatnya nomor atom pada
luas pertukaran ion
Cs+ > Rb+ > K+ > Na+ > Li +
Ba 2+ > Sr2+ > Ca2+ > Mg2+ > Be2+
c. Pada konsentrasi tinggi, perbedaan kekuatan pertukaran ion dengan
perbedaan valensi (Na+ dan Ca2+ atau NO3- dan SO42-) berkurang dan
pada kasus yang sama, pada ion dengan valensi rendah mempunyai
pertukaran ion yang tinggi.
22
Gambar berikut merupakan rumus bangun dari resin penukar ion yang
merupakan resin penukar kation (Gambar 1) dan resin penukar anion (Gambar 2).
Gambar 1. Rumus bangun resin penukar kation
Gambar 2. Rumus bangun resin penukar anion
2.4.1. Mekanisme Pertukaran Resin dengan Ion Thorium
Resin yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis resin penukar
kation amberlite IR 120 Na. Amberlite merupakan nama dalam perdagangan dari
senyawa kimia Styrena-divinylbenzena dengan kode IR 120 Na dan rumus
23
C6H5CH=CH2, mempunyai efisiensi katalis yang tinggi dalam mengkatalisis
reaksi senyawa-senyawa lain, mempunyai titik didih diatas 100 0C dan daya larut
yang kecil terhadap air sebesar 0,24 gram/liter. Senyawa ini berwarna coklat
mengkilat dan berbentuk butiran dengan ukuran 16 - 50 mesh, yang rumus
bangunnya ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Rumus bangun amberlite IR 120 Na
Tabel 2. Karakteristik amberlite IR 120 Na
Kekuatan pengadukan
10 - 15 ppm
ρ (densitas)
0,909 gram/ml pada suhu 25 0C
Indeks bias
1,5458 (20 0C, 589 nm)
Tekanan uap
6 hPa
Daya larut dalam air
0,24 gram/liter
M (Berat Molekul)
104,15 gram/mol
Titik Jenuh
25,6 mg/liter
Titik didih
145 0C
24
Suhu Pembakaran
480 0C
Daya ledak
1,1 - 8,9 mol %
(Nasution, Syawaluddin 2009)
Resin penukar kation asam kuat merupakan resin yang sering
dipergunakan dalam mengambil ion-ion yang bermuatan positif. Pada
operasionalnya resin penukar kation asam kuat ini mempunyai ion hidrogen (R-,
H+), dengan adanya ion H+ yang bermuatan positif maka resin ini sering
dipergunakan untuk mengambil ion-ion yang bermuatan positif (Montgomery,
1985).
Resin penukar kation dapat menyerap thorium, yaitu thorium oksida
(ThO2) ditambah dengan HNO3 sehingga terbentuk [Th(NO3)4] , persamaan
reaksinya dapat ditulis sebagai berikut :
ThO2 + 4HNO3
Th(NO3)4
+ 2H20
Pada pembentukan perlu ditentukan banyaknya
HNO3 supaya yang
terbentuk cukup banyak sehingga thorium yang terserap juga banyak. Jika yang
ditambahkan terlalu banyak maka larutan mengandung HNO3 bebas dan akan
diserap resin sehingga kapasitas untuk menyerap ion menjadi berkurang. Ion yang
terbentuk stabil. Proses penukaran ion meliputi penyerapan ion-ion tersebut secara
selektif dan kuantitatif oleh resin penukar kation, dengan reaksi sebagai berikut :
4R- Na+ + Th(NO3)4
R-4Th + 4Na NO3
25
Gambar 4. berikut ini merupakan tempat terikatnya ion kedalam struktur
resin amberlite IR 120 Na dimana kedudukan dari ion natrium (Na+) akan ditempati
oleh ion Th(NO3)4.
Gambar 4. Tempat terikatnya ion thorium nitrat dengan resin amberlite IR 120 Na
2.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertukaran Ion
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pertukaran ion
(Dofner, 1995) adalah :
1. pH
Ada penukar ion penguraian gugus ionogenik tidak peduli pH, ada
pula yang sangat dipengaruhi oleh pH sesuai kekuatan asam basanya.
Gugus OH fenolik atau asam karboksilat tidak terurai pada pH rendah,
maka kapasitas penukarannya baru optimum pada pH larutan alkali dan
pH efektif penukar ion untuk jenis anion basa kuat pada rentang pH 0 – 14.
2. Kecepatan aliran
Kecepatan aliran mempengaruhi proses pertukaran ion. Semakin
cepat debit aliran yang ditetapkan dalam proses pertukaran ion, semakin
sedikit banyaknya ion yang dapat dipertukarkan.
Sedangkan semakin
lambat kecepatan aliran yang ditetapkan dalam proses pertukaran ion,
semakin besar banyaknya ion yang dipertukarkan. Hal ini dikarenakan
26
semakin cepat aliran maka semakin sedikit waktu kontak antara bahan
dengan resin penukar ion.
3. Konsentrasi ion terlarut
Semakin tinggi konsentrasi ion larutan yang akan dipertukarkan,
semakin lambat kecepatan aliran sehingga makin banyak ion yang
dipertukarkan pada reaksi pertukaran ion dan semakin rendah konsentrasi
ion larutan yang akan dipertukarkan, sedikit ion yang dipertukarkan.
4. Tinggi media penukar ion
Semakin tinggi media penukar ion yang terdapat dalam kolom
pertukaran, semakin banyak ion dalam larutan yang akan dipertukarkan.
Hal ini disebabkan semakin tinggi resin yang dipergunakan maka semakin
banyak resin dalam kolom resin.
5. Suhu
Pertukaran ion dipengaruhi suhu, akan tetapi secara praktis
peningkatan suhu tidak cukup untuk menyebabkan pertambahan laju
proses. Operasi suhu tinggi baru bermanfaat bila larutan semula memang
pada suhu tersebut atau bila larutan terlalu kental pada suhu ruang.
6. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan fenomena yang berkaitan erat dengan
permukaan dimana terlibat antara molekul yang bergerak (cairan atau gas)
dengan molekul yang relatif diam yang mempunyai permukaan atau antar
muka (Hermanto, 2006). Adsorbat adalah substansi yang dipindahkan dari
27
fase cair dipermukaan. Adsorben adalah fase padat dimana akumulasi
penyerapan berlangsung. Adsorpsi ion sangat dipengaruhi oleh sifat dari
adsorben.
Ion-ion yang terpolarisasi akan diserap pada permukaan
adsorben yang terdiri dari molekul-molekul atau ion-ion polar.
karena itu adsorpsi ion tersebut juga adsorpsi polar.
Oleh
Daerah yang
mempunyai suatu muatan tertentu akan menyerap ion-ion yang
berlawanan muatan sedangkan ion-ion yang bermuatan sama tidak
langsung diserap tetapi tinggal diikat ion-ion terserap.
Adanya gaya
elektrostatik kemudian membentuk lapisan dobel elektrik dengan ion-ion
yang diserap pada permukaan adsorben. Proses adsorpsi terjadi jika
adsorban dimasukkan ke dalam larutan senyawa, maka pada permukaan
adsorban terjadi kenaikan konsentrasi senyawa secara berangsur-angsur
atau bertahap, sementara itu terjadi pengurangan konsentrasi pada larutan.
Hal ini terus berlangsung sehingga terjadi kesetimbangan antara laju
adsorpsi dan laju desorpsi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi :
1) Sifat fisik dan kimia dari adsorben : luas permukaan, ukuran pori-pori,
komposisi kimia dan sebagainya.
2) Sifat kimia dari adsorbat : ukuran molekul, polaritas molekul, komposisi
kimia dan sebagainya.
3) Sifat dari fase cair : pH, suhu dan sifat-sifat dari fase gas seperti suhu dan
tekanan.
4) Konsentrasi dari adsorbat untuk fase cair.
28
5) Waktu kontak antara absorbat dengan adsorben.
2.5. Analisis Low Background Counting (LBC)
Alat cacah berlatar sangat rendah sistem alfa/beta (Low background
Counting) adalah alat cacah yang secara khusus dirancang untuk mengukur
contoh yang memiliki aktivitas sangat rendah, yang memancarkan radiasi
alfa/beta atau keduanya.
Alat cacah tersebut terdiri atas beberapa rangkaian
elektronik, meliputi alat cacah proposional yang dialiri gas dan komponenkomponen mekanik lain yang dapat bekerja secara otomatis.
Alat cacah ini
menggunakan aliran gas P-10 yaitu campuran 90 % argon dan 10 % metan.
2.5.1. Perangkat alat Low Background Counting (LBC) terdiri dari:
1. High Voltage (HV)
Sumber tegangan tinggi yang dihubungkan dengan detektor yang
menimbulkan medan listrik.
2. Detektor GFP (Gas Flow Proportional)
Berfungsi untuk mendeteksi pulsa suatu unsur dimana partikel
alfa/beta yang dipancarkan oleh radionuklida akan ditangkap oleh
detektor.
3. Penguat awal (PreAmplifier)
Berfungsi dalam menjadi tegangan pada pulsa pendahuluan dan
untuk mengadakan perubahan muatan menjadi tegangan pada pulsa
keluaran detektor.
29
4. Penguat (Amplifier)
Berfungsi untuk mempertinggi pulsa dan memberi bentuk pulsa.
5. Diskriminator
Berfungsi untuk menyaring apakah suatu pulsa listrik keluaran
amplifier diteruskan ke counter atau tidak.
6. Counter
Berfungsi untuk mencacah (menghitung jumlah) pulsa listrik yang
memasukinya. Selang waktu pencacahan dapat dilakukan secara manual
(start/stop) atau secara otomatis.
7. Unit Pengolahan Data
Berfungsi untuk menggambarkan spektrum energi sinar alfa/beta
dengan keluaran berupa energi, luas area,dan waktu cacahan.
Prinsip kerja alat Low Background Counting (LBC) proses interaksi
partikel alfa/beta dengan detektor adalah ionisasi elektron lepas dari atomnya
ketika menyerap energi radiasi alfa/beta yang melaluinya. Apabila energi partikel
alfa/beta dapat diserap seluruhnya maka akan terbentuk elektron jumlahnya
sebanding dengan energi alfa/beta. Jumlah muatan yang terbentuk tersebut akan
dikumpulkan oleh anode dan katode detektor dan dikonversikan menjadi pulsa
listrik. Tinggi pulsa yang dihasilkan tersebut sebanding dengan jumlah elektron
30
atau sebanding dengan energi radiasi alfa /beta. Sinyal yang dilepas oleh detektor
akan ditampung oleh preamplifier yang akan melakukan penguatan awal terhadap
sinyal dan kemudian akan terjadi penguatan akhir baru diskriminator untuk
menyaring apakah suatu pulsa listrik keluaran amplifier diteruskan ke counter atau
tidak. Setelah sampai di counter untuk dicacah (menghitung jumlah) pulsa listrik
yang memasukinya. Selang waktu pencacahan dapat dilakukan secara manual
(start/stop) atau secara otomatis menggunakan serta pembentukan sinyal. Personal
Computer (PC) merupakan komputer digital kecil yang digunakan untuk
menyimpan data, menampilkan, dan mengolah hasil cacahan energi radiasi.
Skema dari alat Low Background Counting (LBC). ditampilkan pada
Gambar 5.
Amplifier
Diskriminator
Counter
PC
Komputer
Preamplifier
Detektor. GFP
Printer
HV
Gambar 5. Skema alat Low Background Counting.
Tempat sampel dengan lobang kode sensor diperlihatkan pada Gambar 6.
Lobang tersebut mempunyai bobot nilai tertentu sesuai kedudukan bitnya. Posisi
sensor foto transistor pada LBC LB1500 Tennelec diperlihatkan pada Gambar 7.
31
Gambar 6. Tempat sampel dengan lobang kode sensor
Cara kerja gerakan mekanik LBC LB5100 Tennelec sebagai berikut:
1. Tempat sampel disusun sesuai sampel yang diinginkan di sebelah kanan.
2. Gerakan panah 1 untuk membaca nomor sampel seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 7.
3. Tumpukan sampel akan turun ke bawah, karena sampel terbawah bergerak
ke kiri.
4. Gerakan panah 2 dilakukan untuk memasukkan sampel tersebut ke tempat
detektor.
5. Pencacahan sampel tersebut dilakukan.
6. Setelah selesai pencacahan sampel dikeluarkan dengan gerakan panah 3.
7. Setiap gerakan akan mendorong sampel ke arah yang dituju.
8. Langkah 2 diulangi untuk mencacah sampel berikutnya sampai seluruh
sampel terbaca oleh komputer.
32
9. Seluruh gerakan dan pencacahan dilakukan secara otomatis dalam
refurbishing secara total. Sampel yang telah dicacah akan terdorong ke kiri
dan menumpuk secara teratur di bagian kiri.
10. Jika seluruh sampel telah dicacah, maka sensor akan membaca tepat
sampel END, sehingga seluruh kegiatan telah selesai.
11. Hasil pencacahan dari beberapa sampel tersebut, selanjutnya dapat
disimpan
dalam
bentuk
file.
Data
file
kemudian
diolah.
(SUMANTO,J.2009.)
Gambar 7. Posisi sensor foto transitor pada mesin LBC LB1500
33
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April - Nopember 2010. Tempat
penelitian serta laboratorium untuk menganalisis sampel dilaksanakan di
Laboratorium Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) BATAN, kawasan
PUSPIPTEK Serpong, Tangerang.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat pencacah alfa
beta latar rendah atau Low Background Counting (LBC) digunakan untuk analisis
thorium.
3.2.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah limbah thorium
Pabrik Kaos Lampu, aquades, asam nitrat, dan resin penukar kation, kertas pH
universal, Resin penukar kation yang digunakan dalam percobaan jenis Amberlite
IR 120 Na dari Rohm and Haas France S.A.S.
34
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Penentuan Waktu Kontak
Untuk menentukan waktu kontak optimum pada variasi waktu dengan
berat tanah 200 gram/500 ml air.
Beberapa botol rolling dipersiapkan dan
masing-masing diisi dengan tanah 200 gram yang mengandung thorium,
kemudian ditambah aquades sebanyak 500 ml, ke dalam masing-masing tabung
rolling, dan dikocok (rolling) dengan variasi waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan
5 jam dengan berat tanah yang sama sebanyak 200 gram/500 ml air. kemudian
dilakukan cara yang sama diatas sampai analisis kandungan thorium dengan alat
Low Background Counting (LBC).
3.3.2. Penentuan Perbandingan Berat Tanah dan Air dalam Pelindihan.
Botol rolling dipersiapkan dan diisi dengan 40 gram/tanah yang
mengandung thorium, kemudian ditambah aquades sebanyak 500 ml, dimasukkan
ke dalam tabung rolling, kemudian dikocok (rolling) selama 4 jam. Percobaan
yang sama dilakukan untuk variasi sampel tanah 40, 80, 120, 180, 200, 240, 280
gram. Setelah pelindihan kemudian sampel disaring untuk diambil filtratnya dan
dianalisis dengan Low Background Counting (LBC). Sebelum analisis filtratnya di
pekatkan dari 500 ml menjadi 5 ml, lalu dimasukkan ke dalam planset. Planset di
sinari menggunakan lampu sampai larutan kering. Thorium kering di analisis
dengan alat Low Background Counting (LBC).
35
3.3.3. Penentuan Pengaruh pH pada Thorium
Tanah yang mengandung thorium ditimbang seberat 280 gram ke dalam
botol media. Larutan HN03 3,5 ml kemudian dimasukkan kedalam labu ukur dan
aquades sisa nya sampai 500 ml pH=1, larutan ini dan 280 gram tanah yang
mengandung thorium dimasukkan ke dalam botol media kemudian di rolling
selama 4 jam.
Larutan disaring lalu filtratnya diambil untuk dipekatkan sampai
seukuran planset kemudian larutan thorium disinari dengan lampu sampai kering,
sampel dianalisis dengan alat Low Background Counting (LBC). Percobaan yang
sama untuk sampel selanjut nya dengan variasi volume asam nitrat dengan
pengenceran dari pH 1 kemudian diambil 0,35 ml pada pH 2, begitu juga
selanjutnya asam nitrat 35 μl pada pH 3, asam nitrat 3,5 μl pada pH 4, asam nitrat
0,35 μl pada pH 5.
Cara perhitungan untuk membuat larutan tersebut adalah:
N1.V1 = N2 .V2
N2 = %.10.BJ/BM
Keterangan:
VI = Volume pengenceran
NI = Normalitas Pengenceran
V2 = Volume asam nitrat pekat
% = Kadar asam nitrat pekat (65 %)
BJ = Berat jenis asam nitrat pekat (1.39)
BM = Berat molekul asam nitrat pekat (63)
36
3.3.4.
Penentuan Waktu Kontak pada Penyerapan Larutan Thorium
dengan Resin Penukar Kation.
Larutan hasil pelindihan dari tanah
yang mengandung thorium
280
gram/500 ml air waktu kontak 4 jam dan pH 4 merupakan hasil terbaik. Thorium
dari larutan ekstrak diserap dengan resin penukar kation amberlite IR 120 Na.
Larutan ekstrak sebanyak 500 ml ditambah 1 gram resin amberlite IR 120 Na
kemudian dirolling dengan variasi waktu 20, 40, 60, 80 menit. Sebelum dan
setelah rolling larutan dianalisis dengan alat Low Background Counting (LBC).
37
Mulai
Permasalahan
Persiapan Bahan
Limbah thorium
pelarut
Rolling
Penentuan Waktu
Kontak
Penentuan Perbandingan Berat Tanah dan
Volume Air dalam Pelindihan.
Penentuan Pengaruh pH
pada Pelindihan Thorium
Studi literatur
Thorium dengan. Penambahan resin
Amberlite IR 120 Na dan Variasi waktu
20, 40,60, 80, (menit)
Data hasil percobaaan
Pengolahan data
Analisis & pembahasan
Kesimpulan
Laporan
Gambar 8. Diagram Alir Metodologi Penelitian
(Sumber : Hasil Analisis, 2011)
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh Waktu Kontak
Telah dicoba imobilisasi langsung tanah tercemar thorium dari pabrik kaos
lampu petromaks dengan polimer epoksi dan polimer poliester tak jenuh.
Imobilisasi tanah tercemar thorium lebih baik menggunakan polimer poliester tak
jenuh dari pada polimer epoksi (Jaka, 2010). Namun penggunaan polimer untuk
imobilisasi tanah tercemar akan perlu polimer yang banyak, sehingga dicari
alternatif lain yaitu leaching (pelindihan) thorium dari tanah menggunakan solven.
Solven yang digunakan adalah air dan asam nitrat. Pada umumnya leaching
thorium dapat dipengaruhi antaralain oleh: Temperatur , Besar butir, Waktu
kontak, Tehnik bacth (rolling), Jenis pelarut, Konsentrasi Thorium.
Hasil pengambilan thorium dari tanah dilakukan dengan proses leaching
(pelindihan) yang merupakan ekstraksi padat-cair menggunakan pelarut polar
yaitu air. Tujuan pelindihan di laboratorium untuk mencari komposisi terbaik
yang akan digunakan untuk proses selanjutnya. Hasil pelindihan thorium oleh air
pada berbagai waktu kontak ditampilkan pada Gambar 9 dan 10. Adanya thorium
dinyatakan dengan pengukuran radioaktivitas alfa dan beta.
39
Gambar 9. Hubungan waktu kontak tanah terkontaminasi dan air terhadap thorium
terlindih yang dinyatakan dengan aktivitas alfa dalam pelarut air untuk
perbandingan tanah 200 gram/air 500 ml.
Gambar 10. Hubungan waktu kontak tanah terkontaminasi dan air terhadap
thorium terlindih yang dinyatakan dengan aktivitas beta dalam pelarut
air untuk perbandingan tanah 200 gram/air 500 ml.
Berdasarkan Gambar 9 dan 10 tampak bahwa dengan bertambahnya waktu
kontak, maka aktivitas alfa dan beta semakin meningkat. Hal ini karena makin
lama waktu kontak tanah terkontaminasi thorium dan air, maka kelarutan thorium
dalam air bertambah. Hubungan waktu kontak tanah terkontaminasi dan air
terhadap thorium terlindih yang dinyatakan dengan aktivitas alfa dan beta dalam
40
pelarut air untuk perbandingan tanah 200 gram/air 500 ml, dinyatakan dengan
persamaan :
Untuk aktivitas alfa:
y = 2.527x + 8.061
R² = 0.899
Untuk aktivitas beta:
y = 6.168x + 49.29 + 43.29
R² = 0.981
Dimana y = thorium terlindih dinyatakan aktivitas dan x = waktu (jam).
Waktu kontak tanah terkontaminasi dan air 4 jam merupakan waktu kontak
optimum untuk proses pelindihan thorium. Pada kondisi tersebut, penambahan
waktu kontak tidak memberikan penambahan thorium terlindih yang berarti.
Waktu 4 jam digunakan untuk lama proses pelindihan selanjutnya. Pada waktu 4
jam thorium yang terlindih dinyatakan dengan aktivitas alfa 11,67 Bq dan
aktivitas beta 54,64 Bq.
4.2. Pengaruh berat tanah dan air.
Hasil pengambilan thorium dari tanah dilakukan dengan proses leaching
(pelindihan) dengan variasi berat tanah per 500 ml air selama 4 jam. Hasil
pelindihan thorium yang dinyatakan dengan aktivitas alfa dan beta ditampilkan
pada Gambar 11 dan 12.
41
Gambar 11. Perbandingan berat tanah/500 ml air dengan waktu kontak 4
jam terhadap thorium terlindih yang dinyatakan aktivitas alfa
dalam pelarut air
Gambar 12. Perbandingan berat tanah/500 ml air dengan waktu kontak
4 jam terhadap thorium terlindih yang dinyatakan aktivitas beta
dalam pelarut air
Dari Gambar 11 dan 12 di atas diperoleh perbandingan hasil pelindihan
terbaik pada tanah/air pada 280 gram tanah/500 ml air. Hubungan berat tanah dan
aktivitas terlindih dinyatakan menggunakan persamaan garis polinomial orde 3
diperoleh persamaan :
Untuk aktivitas alfa:
y = 0.267x – 17.03
42
R² = 0.900
Untuk aktivitas beta:
y = 0.855x - 41.65
R² = 0.966
Dimana y = thorium terlindih dinyatakan aktivitas dan x = berat tanah.
Pada kondisi tersebut aktivitas alfanya sebesar 59,65 Bq dan betanya 189,2 Bq.
Dalam penelitian ini berat tanah 40 gram/500 ml air merupakan berat tanah yang
paling kecil. Pada berat tanah tersebut didapatkan aktivitas alfa sebesar 0,96 Bq
sedangkan beta 6,18 Bq . Semakin bertambahnya berat tanah/500 ml air maka
thorium yang terserap oleh air juga semakin bertambah, karena bertambahnya
thorium sampai diperoleh kejenuhan larutan.
4.3. Pengaruh pH terhadap pelindihan thorium dari tanah
Hasil pengambilan thorium dari tanah dilakukan dengan proses leaching
(pelindihan) pada berbagai pH atau dengan larutan asam nitrat. Hasil ekstraksi
ditampilkan pada Gambar 13 dan Gambar 14.
Gambar 13. Pengaruh pH terhadap thorium terlindih dinyatakan aktivitas alfa
dalam larutan dengan waktu kontak 4 jam dan perbandingan tanah
280 gram/air 500ml.
43
Gambar 14. Pengaruh pH terhadap thorium terlindih yang dinyatakan
aktivitas beta dalam larutan dengan waktu kontak 4 jam dan
perbandingan tanah 280 gram/air 500 ml.
Pada pengamatan laju pelindihan thorium dari tanah dengan air pada
berbagai pH, waktu kontak 4 jam dinyatakan dengan aktivitas alfa dan beta.
Hubungan pH dan thorium terlindih yang dinyatakan dengan aktivitas, diperoleh
persamaan :
Untuk aktivitas alfa:
y = 18.09x + 40.05
R2 = 0.951
Untuk aktivitas beta:
y = 14.32x + 123.4
R² = 0.982
Dimana y = thorium terlindih dinyatakan aktivitas dan x = pH . Dari
Gambar 13 dan 14 terlihat bahwa thorium terlindih mengalami peningkatan
seiring dengan meningkatnya pH, sedangkan pada pH 4 relatif thorium terserap
optimum. Pada penambahan HNO3 diperoleh ekstrak yang bersifat asam. Hal ini
44
karena penambahan asam nitrat sedikit akan meningkat Th sebagai Th(NO3)2
sehingga thorium yang terlindih besar. Penambahan asam nitrat berikutnya akan
terjadi HNO3 bebas sehingga pH makin kecil, maka thorium yang terlindih makin
kecil pula. Pada ekstraksi tanpa penambahan asam nitrat dan resin amberlite IR
120 Na pH nya adalah 9 dan penyerapan itu ternyata aktivitas alfa = 90,65 Bq dan
beta 137,75 Bq. Rendahnya aktivitas thorium dalam ekstraksi awal tanpa
penambahan asam nitrat dan resin IR 120 Na adalah karena membentuk OH(suasana basa), membentuk Th(OH)4, endapan dengan air mengendap tidak
terlindih kedalam air.
4.4. Penentuan Waktu Kontak Penyerapan Thorium Oleh Resin Penukar
Kation.
Dalam penelitian ini akan ditentukan penyerapan thorium oleh resin
penukar kation amberlite IR 120 Na, beserta waktu kontak optimumnya. Dari
pengontakan resin penukar kation amberlite IR 120 Na dengan limbah thorium
diperoleh hubungan waktu kontak dan efisiensi penyerapan thorium yang
ditunjukkan pada Gambar 15 dan Gambar 16.
45
Gambar 15. Hasil penyerapan thorium oleh resin amberlite IR 120 Na terhadap
persen penyerapan thorium yang dinyatakan dengan aktivitas alfa
pada berbagai waktu kontak resin dan larutan thorium.
Gambar16. Hasil penyerapan thorium oleh resin amberlite IR 120 Na terhadap
persen penyerapan thorium yang dinyatakan dengan aktivitas beta
pada berbagai waktu kontak resin dan larutan thorium.
Pada pengamatan hasil larutan thorium yang diperoleh
tanah/air 280
gram/500 ml diserap dengan resin amberlite IR 120 Na dengan berbagai variasi
waktu yang dinyatakan dengan aktivitas alfa dan beta. Hasil perhitungan dibuat ke
46
dalam grafik menggunakan persamaan garis polinomial orde 3 diperoleh
persamaan :
Untuk aktivitas alfa:
y = 8E-05x3 - 0.019x2 + 1.515x + 20.11
R² = 1
Untuk aktivitas beta:
y = 0.000x3 - 0.036x2 + 2.316x + 7.9
R² = 1
Dimana thorium terserap dinyatakan % penyerapan dan x = waktu kontak
(menit). Dari Gambar 15 dan Gambar 16 terlihat bahwa waktu kontak yang
optimum adalah 60 menit, karena pada waktu kontak 60 menit, penambahan
waktu yang panjang hanya menambah efisiensi penyerapan yang relatif kecil.
Makin lama waktu kontak, maka thorium yang terserap makin banyak karena
waktu yang diperoleh untuk reaksi cukup. Ini berarti efisiensi penyerapanya
makin besar. Pada waktu kontak 60 menit diperoleh efisiensi pemisah 60,71 %
(dinyatakan dengan aktivitas alfa) dan 57,90 % (dinyatakan dengan aktivitas
beta). Waktu kontak 60 menit dapat dianggap sebagai waktu optimum yang
digunakan sebagai waktu tinggal larutan thorium dalam resin kolom penukar
kation amberlite IR 120 Na pada operasi secara kontinyu (proses alir). Resin
kation termasuk asam kuat ini mempunyai ion hidrogen (R-, H+), dengan adanya
ion H+ yang bermuatan positif. maka resin ini sering dipergunakan untuk
mengambil ion-ion yang bermuatan positif.
47
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengambilan thorium dari tanah terkontaminasi thorium dengan air dan
larutan asam, hasil optimum diperoleh pada waktu kontak 4 jam,
perbandingan tanah/air 280 gram/500 ml, pH4.
2. Penyerapan larutan thorium dalam ekstrak yang diperoleh dengan resin
penukar kation amberlite IR 120 Na, diperoleh waktu kontak optimum 60
menit dengan efisiensi pemisahan 60,71% (dinyatakan dengan aktivitas
alfa) dan 57,90 % (dinyatakan dengan aktivitas beta).
48
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: ANDI
Aisyah. 2004. Pengaruh Keasaman Dan Kandungan Limbah Pada Imobilisasi
Limbah TRU Dari Instalasi Radiometalurgi Dengan Polimer, Hasil
Penelitian Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif 200.,
Jakarta: P2PLR
Aisyah, dkk. 2006. Pengolahan Limbah Cair Dari Instalasi Radiometalurgi
secara Penyerapan dan Kondisioning. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Pengelolaan Limbah VII. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat
Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
AISYAH, G, M. 2005. “Pengolahan Limbah Transuranium Dari Instalasi
Radiometalurgi Dengan Media Polimer Super Adsorben”, Jurnal
Teknologi Pengelolaan Limbah Volume 8 Nomor 1, P2PLR, Serpong.
Alhidayat, G, M. 2007. Radioaktivitas Gross β/γ dan Dosis Radiasi γ serta
Analisis Radionuklida dalam Udara Ambien seputar Ring Road
Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Nuklir Nasional
Amini, S. 1992. Ion Exchange and Self Diffusion Phenomena in Zeolite-L and Its
Use for The Fixation of Alpha – Emitling Radioactive Nuclides, PhD
Thesis. US Mauckester. UK.
Amiruddin, A. 2005. Kimia Inti dan Radiokimia. Bandung: PPIN-BATAN
Akhadi, M. 2003. Pengantar Teknologi Nuklir. Jakarta: PT RINEKA CIPTA
Athiyah, U. 2010. Penyerapan Uranium dengan Pengkompleks Na2CO3
Menggunakan Resin Amberlite IRA-400 Cl dan Imobilisasi dengan Resin
Epoksi. 2010. Skripsi Jakarta: Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Bernasconi, G. H, Gerster, H., Hauser, H., Stauble, E. Scheiter. 1995. Teknologi
Kimia 2. Jakarta : PT. Pradnya Paramita
Djarot SW. 2006. Intruksi kerja Alat cacah Alfa Beta latar rendah. Serpong:
PTLR
49
Dofner, K dan Hartono, A. J. 1995. Iptek Penukar Ion. Yogyakarta : Andi Offset
Gozan,M. 2006. Absorpsi,leaching dan ekstraksi pada industri kimia. Jakarta:
Universitas Indonesia
Isa, I. 1996. Optimasilisasi Ekstraksi minyak kedelai dengan variasi pelarut dan
ukuran serbuk. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Rachmadetin, J. 2010. Kondisioning Lumpur Thorium Menggunakan Resin Epoksi
dan Poliester, Yogyakarta: Jasakiai
Las, T. 1989. Use of Natural Zeolites for Nukleus Waste Treatment, PhD Thesis.
University of Salford, Manchester, UK.
Lucas, Howard J, David P. 1949. Principles and Practice In Organic Chemistry.
John Wiley and Sonc, Inc, New york
Nasution, S. 2009. Pembuatan Senyawa Epoksi Dari Metil Ester Asam Lemak
Sawit Destilat. Tesis. Menggunakan Katalis Amberlite. Medan. Sekolah
Pascasarjana. Universitas Sumatra Utara
Martono, H. 2007. Karakteristik Penyimpanan Bahan Bakar Nuklir Bekas dan
Gelas-Limbah. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah Volume 10 Nomor
1. Serpong: PTLR-BATAN
Martono, H, Wati. 2010. Pengaruh Kondisi Penyimpanan dan Air
TanahTerhadap Laju Pelindihan Radionuklida dari Solidifikasi. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Pengolahan Limbah VI. Pusat Teknologi
Limbah Radioaktif-BATAN.Serpong.
Merck KgaA,Darmstadt, 2002. katalog chemical Reagent, editor by Dr woolfgang
Baden
Miyasaki S, et al. 1996. Japan’s Experiences in Fundamental Management of
Radioaktive Wastes. Jakarta: BATAN-JEPIC
Montgomery, J. M. 1985. Water Treatment Principles and Design. New York : A.
Wiley Interscinece Publication, Joh Wiley and Sons
SALIMIN, Z., SOENTONO, S., GUNANDJAR. 2006. "National Policy and
Current Status of Radioactive Waste Management in Indonesia",
50
Proceedings of the 2nd, Biannual International Workshop on High Level
Radioactive Waste Management, August 10-12, Yogyakarta, Indonesia.
SUMANTO,J.2009. Pembacaan Nomor Sample Dalam Refurbishing Alat Low
Background Counter-LBC Tennelec Type LB5100 Series II. SerpongTangerang: PTLR-BATAN
Surnardi. 2006. 116 Unsur Kimia. Bandung: CV.Yrama Widya
Suratman. Pengukuran Radioaktivitas Beta, PTAPB-BATAN, Yogyakarta, 1997
UNTARA. 2006. “Kajian Keselamatan Penyimpanan Limbah Thorium Dari
Pabrik Kaos Lampu”, Prosiding Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR.
Wati., Gustri N., Mirawati. 2006. Pemadatan Resin Penukar Ion Bekas yang
Mengandung Limbah Cair Transuranium Simulasi dengan Epoksi.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat
Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086 Pusat Penelitian
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK. Serpong-Tangerang Pusat
Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN
Weis, J. 1983. Food Oils and Their Uses. Second Edition, Avi Publishing
Company, Inc. Westpart, Connecticut
Yurfida. 2006. Penentuan 90 Sr Dalam Minyak Kelapa sawit. Serpong-Tangerang:
PTKMR BATAN.
51
Lampiran 1. Gambar Alat pencacah alfa beta latar rendah (LBC)
52
Lampiran 2. Skema peluruhan radionuklida deret Thorium-232
232
Th
(1.41 1010y)
228
α
β
α
228
β-
Ac
(6.13 h)
-
α Th
(1.91 y)
α
α224Ra
228
Ra
(5.75 y)
(3.66 d)
α
220
Rn
(55.6 s)
Keterangan :
y
d
min
s
= tahun
= hari
= menit
= detik
α
212
Po
(3.05 10-7 s)
210
Po
(0.15 s)
β212
α
β212
Pb
(10.6 h)
Bi
(60.6 min)
64 %
208
α
206
Pb
(stabil)
36 %
Ti
(3.07 min)
β-
53
Lampiran 3. Data pengukuran Radioaktivitas Alfa dan Beta
Tabel 3. Hasil Pengukuran Radioaktivitas Alfa dan Beta untuk
menyatakan thorium terlindih pada berbagai waktu kontak.
No
1
2
3
4
5
Perbandingan
tanah/air (gram/
ml)
200 g/500ml
200 g/500ml
200 g/500ml
200 g/500ml
200 g/500ml
Variasi Waktu
(jam)
Aktivitas Alfa
(Bq)
Aktivitas Beta
(Bq)
1
2
3
4
5
9,89
12,62
18,03
17,67
20,00
53,88
62,88
68,74
74,64
78,84
Tabel 4. Hasil pelidihan thorium dari tanah tercemar yang dinyatakan dengan
aktivitas alfa dan beta pada variasi tanah/500 ml air selama 4 jam.
No
Jumlah tanah/ 500ml
air)
1
2
3
4
5
6
7
40
80
120
160
200
240
280
Thorium terlindih selama 4 jam
Alfa (Bq)
0,96
2,05
15,06
18,29
25,85
59,65
70,35
Beta (Bq)
6,18
13,35
63,47
80,43
128,35
185,35
189,20
54
Tabel 5. Laju pelindihan thorium dari tanah dengan air pada berbagai pH,
waktu kontak 4 jam dinyatakan dengan aktivitas alfa dan beta
No
Jumlah tanah/
500ml air)
pH
1
2
3
4
5
6*
280g /500ml
280g /500ml
280g /500ml
280g /500ml
280g /500ml
280g /500ml
1
2
3
4
5
9
Alfa
(Bq)
54,25
75,30
99,85
119,85
122,45
90,65
Beta
(Bq)
134,00
156,00
167,70
181,55
192,85
137,75
* = Sampel awal ekstraksi
Tabel 6. Hasil larutan thorium yang diperoleh tanah/air 280 gram/500 ml diserap
dengan resin amberlite IR 120 Na dengan berbagai variasi waktu yang
dinyatakan dengan aktivitas alfa dan beta.
No Larutan
Resin
Waktu
Aktivitas Alfa
Aktivitas Beta
thorium (gram) kontak
yang diserap
yang diserap
(ml)
(menit)
(Bq)
(Bq)
1
500
1
20
43,50
41,13
2
500
1
40
55,70
54,59
3
500
1
60
60,71
57,90
4
500
1
80
62,53
60,68
55
Lampiran 4. Foto Bahan dan Alat yang digunakan dalam penelitian
Limbah Thorium
Resin penukar kation amberlite IRA 120 Na
Hot plate (penangas pada suhu tinggi)
Hot plate (penanggas pada suhu rendah)
Infra red
56
Mineralogical rollers (alat untuk ekstraksi)
Timbangan analitik
Timbangan
57
Download