Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang DIKTAT TEORI KOMUNIKASI Mirza Shahreza, S.I.Kom, M.I.K 2016 1 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Bab I. Pengantar Titik awal semua teori adalah asumsi-asumsi filosofis yang mendasarinya. Asumsi-asumsi yang dipakai seorang ahli teori menentukan bagaimana sebuah teori akan digunakan. Oleh karena itu dengan mengetahui asumsiasumsi dibalik sebuah teori merupakan langkah pertama untuk memahami teori tersebut. Asumsi-asumsi filosofis dibagi menjadi 3 (tiga) jenis utama: (1) asumsi mengenai epistemologi atau pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan; (2) asumsi mengenai ontologi, yakni pertanyaan-pertanyaan tentang keberadaannya, dan (3) asumsi mengenai aksiologi pertanyaanpertanyaan tentang nilai. 1. Epistemologi : atau teori pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis. Metode-metode untuk memperoleh pengetahuan: a. Empirisme Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalmerupakan jenis catatan yang kosong (tabulnya a rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalamanpengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana tersebut. Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampupengetahuan kita betapapun rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi ngan,yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang faktual. b. Rasionalisme Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa 2 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja. c. Fenomenalisme Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman. Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinyan sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaanya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala (phenomenon). d. Intuisionisme Menurut Bergson, intuisi adalah suau sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif. Salah satu di antara unsut-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif. e. Dialektis Yaitu tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode penuturan serta analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melekukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua kutub 3 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah: 1. Apakah pengetahuan itu ? 2. Bagaimana manusia dapat mengetahui sesuatu ? 3. Darimana pengetahuan itu dapat diperoleh ? 4. Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat diniai ? 5. Apa perbedaan antara pengetahuan a priori(pengetahuan pra-pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan dengan pengalaman) ? 6. Apa perbedaan di antara: kepercayaan, pengetahuan, pendapat, fakta, kenyataan, kesalahan, bayangan, gagasan, kebenaran, kebolehjadian, kepastian ? 2. Ontologi : merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal pikiran yunani telah menunjukan munculnya perenungan di bidang ontologi. Dalam persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang dihadapi pada adanya berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang perupa rohani (kejiwaan). Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat adalah realitas; realitas adalah ke-real-an, artinya kenyataan yang sebenarnya. Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab ” apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda-benda Untuk lebih jelasnya penulisan mengemukakan pengertian dan aliran pemikiran dalam ontologi ini. Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang: Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak? Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum. Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. 4 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni: realisme, naturalisme, empirisme. Istilah istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah: yang-ada (being) kenyataan/realitas (reality) eksistensi (existence) esensi (essence) substansi (substance) perubahan (change) tunggal (one) jamak (many) Ontologi ini pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh tentang dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi, sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu teknik dan sebagainya). Dalam persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikatdari segala yang ada ini? Pertama kali orang dihadapi pada adanya berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang perupa rohani (kejiwaan). Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat adalah realitas; realitas adalah kereal-an, artinya kenyataan yang sebenarnya. Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab ” apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda-benda Untuk lebih jelasnya penulisan mengemukakan pengertian dan aliran pemikiran dalam ontologi ini. Dari beberapa pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Menurut bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani Yaitu, On/ontos = ada, dan logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. 2. Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkrit maupun rohani/abstrak. 5 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang 3. Aksiologi: merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori/ilmu), yang berarti teori tentang nilai. Pertanyaan di wilayah ini menyangkut, antara lain: Untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan professional? (filsafat etika). Dari pembahasan di atas dapat di tarik kesimpulan : Epistemologi berusaha menjawab bagaimna proses yang memungkinkan di timbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus di perhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara/tehnik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?. Ontologis; cabang ini menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki dari objek tersebut ? bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuakan pengetahuan?. Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral? 4. Paradigma Pengetahuan Pandangan hidup mengenai dunia (worldview) kuatnya suatu budaya, bangsa, masyarakat yang sering tidak kentara dan tidak disadari. Orang Jerman menyebutnya Weltanshaung atau Weltsich. World view merupakan struktur cara pandang yang dipengaruhi oleh kebudayaan yang telah menerima peran yang bervariasi, kemudian menggerakkan atau membangun semacam spirit bagi individu untuk menjelaskan suatu peristiwa. Perkembangan ilmu komunikasi mengambil bentuk dan arahan yang berbeda dibelahan dunia yang berbeda, sebagai contoh teori komunikasi memiliki sejarah yang berbeda di Eropa, Asia, dan Afrika daripada di Amerika 6 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Serikat. Di Amerika Serikat para peneliti memulai dengan meneliti komunikasi secara kuantitatif dan mencoba untuk menerapkan komunikasi sebagai ilmu pengetahuan sosial. Sebaliknya penelitian komunikasi Eropa lebih dipengaruhi dari sudut pandang Marxis dan bergantung pada metode kritikal atau kultural. Dari perbedaan ini muncullah tradisi cara pandang Barat dan Timur tentang komunikasi seperti cara pandang mereka terhadap “bahasa” (simbol-simbol). Di Timur simbol-simbol verbal terutama ucapan tidak terlalu diutamakan, bahkan dipandang dengan skeptis. Pola pikir barat yang menghargai rasio dan logika juga tidak dipercaya dalam tradisi timur. Cara pandang atau paradigma global ini dibagi dalam : 1. Pandangan Afrosentris, yakni cara pandang bahwa semua realitas itu berada dalam keadaan terpadu dan hidup secara keseluruhan dan dalam keagungan. Tidak ada pemisahan dari segi material dan spiritual. Demikianpun antara profan (kotor) dan sakral (suci), dan antara bentuk/format dan substansi (isi). Kecenderungan Afrosentris personalitas. 2. Pandangan Asiosentris, cara pandang bahwa materi itu hanyalah sebagai ilusi. Yang bersumber dari alam spiritual itulah yang nyata (real). Spirit itu harus menguasai materi. Kecenderungan Asiosentris spiritualistis. 3. Pandangan Eurosentris, adalah memandang materi itu nyata atau real. Yang spiritual itu ilusi semata, sehingga lahir sebuah pepatah “everything that is not with sense-experience become nonsence”. Kecenderungan Eurosentris materialistis. Paradigma pengetahuan secara sederhana dapat diartikan sebagai kerangka pikir untuk melihat suatu permasalahan. Pengertian paradigma berkembang dari definisi paradigma pengetahuan yang dikembangkan oleh Thomas Kuhn dalam rangka menjelaskan cara kerja dan mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu alam. Paradigma pengetahuan merupakan perspektif intelektual yang dalam kondisi normal memberikan pedoman kerja terhadap ilmuwan yang membentuk ‘masyarakat ilmiah’ dalam disiplin tertentu. Robert Winslow menambahkan pengertian paradigma ilmiah sebagai gambaran intelektual yang daripadanya dapat ditentukan suatu subjek kajian. Perspektif intelektual inilah yang kemudian akan membentuk ilmu pengetahuan normal (normal science) yang mendasari pembentukan kerangka teoritis terhadap kajian-kajian ilmiah. George Ritzer memberikan pengertian paradigma sebagai gambaran fundamental mengenai subjek ilmu pengetahuan. Paradigma memberikan batasan mengenai apa yang harus dikaji, pertanyaan yang harus diajukan, 7 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang bagaimana harus dijawab dan aturan-aturan yang harus diikuti dalam memahami jawaban yang diperoleh. Paradigma pengetahuan ialah unit konsensus yang amat luas dalam ilmu pengetahuan dan dipakai untuk melakukan pemilahan masyarakat ilmu pengetahuan yang satu dengan masyarakat pengetahuan yang lain. Paradigma membantu para ilmuwan dan teoritisi intelektual untuk memandu, mengintegrasikan dan menafsirkan karya mereka agar terhindar dari penciptaan informasi yang acak dan tidak beraturan. Menurut Kuhn, tidak ada sejarah kehidupan yang dapat diinterpretasikan tanpa sekurang-kurangnya beberapa bentuk teori dan keyakinan metodologik implisit yang berkaitan satu sama lain yang memungkinkan untuk melakukan seleksi, evaluasi dan bersikap kritis. Dalam ilmu pengetahuan dikenal 3 (tiga) paradigma yakni : a. Paradigma positivistik Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Dengan demikian, positivisme menolak keberadaan segala kekuatan atau subjek di belakang fakta, menolak segala penggunaan metoda di luar yang digunakan untuk menelaah fakta. Dalam perkembangannya, ada beberapa positivistik, yaitu : positivisme sosial, positivisme evolusioner, positivisme kritis, dan positivisme logik. Objektifitas adalah cara pandang non-subjektif. Maksudnya adalah cara memandang sesuatu hal berdasarkan atas fakta, bukti-bukti hasil riset, tanpa terpengaruhi oleh pendapat pribadi maupun pendapat orang lain. Pendapat Subjektif dan Objektif ini bedanya sangat tipis. Tanpa adanya bukti otentik yang mampu dirasakan oleh indra (diraba, didengar, dilihat, atau dicium) pendapat objektif akan tetap menjadi subjektif. Objektivitas dan Subjektivitas berkaitan dengan apa-apa yang ada di dalam dan diluar pikiran manusia. Dalam pemahaman ini, objektivitas berarti hal-hal yang bisa diukur yang ada di luar pikiran atau persepsi manusia. Post Positivisme lawan dari positivisme: cara berpikir yang subjektif Asumsi terhadap realitas: there are multiple realities (realitas jamak). Kebenaran subjektif dan tergantung pada konteks value, kultur, tradisi, kebiasaan, dan keyakinan. Natural dan lebih manusiawi. Sedangkan subjektivitas adalah fakta yang ada di dalam pikiran manusia sebagai persepsi, keyakinan dan perasaan. Pandangan objektif akan cenderung bebas nilai sedangkan subjektif sebaliknya. Keduanya memiliki kelebihan-kekurangannya. Dalam tradisi ilmu pengetahuan objektivitas akan menghasilkan pengetahuan kuantitatif sedangkan subjektivitas akan menghasilkan pengetahuan kualitatif. Misalnya kita mengukur meja dengan tinggi 2 meter, ini adalah fakta objektif. Persepsi seseorang tentang meja yang sedang kita ukur akan sangat beragam, misalnya 8 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang menganggap meja jelek, sedang, atau bagus. Nilai yang dihasilkan oleh penelitian secara objektif menghasilkan kebenaran tunggal, untuk kemudian akan runtuh jika ada hasil lain yang menunjukkan perbedaan. Sementara penelitian secara subjektif cenderung majemuk, amat bergantung pada konteks. Post Positivisme melahirkan dua paradigma lain yakni paradigma konstruktif paradigma kritikal. b. Paradigma Ko nstr uktiv isme Dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme, realitassosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Weber, menilai perilaku manusia sescara fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realita sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna ataupun pemahaman perilaku dikalangan mereka sendiri. Kajian pokok dalam paradigm konstruktivisme menurut Weber, menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorangan yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Weber juga melihat bahwa tiap individu akan memberikan pengaruh dalam masyarakatnya tetapi dengan beberapa catatan, dimana tindakan sosial yang dilakukan oleh individu tersebut harus berhubungan dengan rasionalitas dan tindakan sosial harus dipelajari melalui penafsiran serta pemahaman atau interpretative understanding. Kajian paradigm konstruktivisme ini menempati posisi peneliti setara dan sedapat mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami dan mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman bagi subjek yang akan diteliti. Paradigm ini menurunkan pendekatan kualitatif. c. Paradig ma kritikal Tidak dapat dilepask an dar i pemi kir an filo so f Jer man Karl M arx , y ang kemudian memunculk an o rang -or ang yang meng embangk an teori M ax ian g una memecahk an perso alan y ang dihadapi saat ini . Secara umum Mazhab Frankfrut dalam kelahirannya bertujuan untuk mengkritisi pemikiran ilmu sosial. Sasaran kritik dari para pemikir Mazhab Frankfrut yaitu ada lima macam secara umum, yaitu: 1. kritik terhadap dominasi ekonomi; 2. kritik terhadap sosiologi yang pada intinya mengatakan bahwa sosiologi bukanlah sekedar ilmu tetapi harus bisa mentransformasikan struktur sosial dan membantu masyarakat untuk bisa k eluar dar i t ek anan str uk t ur ; 9 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang 3. kr it ik ter hadap paradig ma po sit ivis y ang m e m a n d a n g manusia sebagai objek(alam)dan t i d a k s a n g g u p menghadapi perubahan; 4. kritik terhadap masyarakat modern yang telah dikuasai oleh revolusi budaya,dan kritik budaya (birokrasi) yang menyebabkan masyarakat dibatasi oleh mekanisme administrasi. Pemikiran Mazhab Frankfrut muncul karena kekecewaan terhadap pengaruh paradigma positivis, dimana melahirkan perspektif objektif yang pengaruhnya masuk ke dalam seluruh d i s i p l i n i l m u p e n g e t a h u a n . Kenyataan paradigma positivistik ini yang menimbulkan krisis dalam jangka waktu yang lama, oleh karena itu Mazhab Frankfut menawarkan pemikiran alternatif yang baru yaitu Teori Kritis. Paradigma ini juga menurunkan pendekatan kualitatif. 5. Memahami Ilmu Komunikasi Sebagai Lintas Ilmu Pengetahuan Perlu disadari bahwa ilmu komunikasi adalah sebagai lintas ilmu pengetahuan yakni ilmu filsafat, ilmu matematika, dan ilmu komunikasi (AG.Eka Wenats Wuryanta: 2009) disebut kan bahwa ilmu komunikasi sangat bersinggungan dengan ilmu-ilmu tersebut, disamping ilmu-ilmu yang mendasarinya seperti sosiologi, psikologi, antropologi dan linguistik. Lintas ilmu tersebut digambarkan sebagai berikut : Pertama, filsafat sebagai disiplin ilmu yang mempunyai sistematika dan logika telah dikembangkan oleh peradaban Yunani sejak abad VI sebelum Masehi (Bertens, 1989: 13-26). Kata falsafah atau filsafat merupakan kata serapan dari bahasa Arab ف ل سة, yang juga diambil dari philosophy (Inggris), philosophia (Latin), philosophie (Jerman, Perancis). Kata-kata tersebut diambil dari bahasa Yunani philo dan sophia. Kata ini merupakan gabungan dua kata philein berarti mencintai atau philos berarti persahabatan, cinta dan sophos berarti bijaksana atau sophia berarti kebijaksanaan. Filsafat adalah usaha untuk memahami dan mengerti dunia dalam hal makna dan nilai-nilainya. Ia juga termasuk ilmu pengetahuan yang paling luas cakupannya dan bertujuan untuk memahami (understanding) dengan kebijaksanaan (wisdom). Dengan kata lain, filsafat adalah kajian atau ilmu yang mempelajari, merefleksikan secara kritis, rasional dan radikal realitas untuk mendapatkan kebenaran realitas yang bersifat asali dan mendasar. Perspektif dasar dari ilmu filsafat adalah pemahaman dan refleksi terhadap seluruh realitas sedemikian rupa sehingga realitas dapat dilihat secara kritis dan mendasar untuk mendapatkan penjelasan tentang asal usul, tujuan, manfaat dan alasan keberadaan realitas tersebut (Kattsof, 2004: 3-16). Konsep pokok dalam filsafat adalah pemahaman, refleksi kritis dan mendasar. 10 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Kedua, matematika adalah disiplin ilmu tertua yang telah dikembangkan oleh manusia (Borchert, 2006: 20-21). Matematika adalah ilmu yang mempelajari bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan atau mendapatkan ketepatan (akurasi) pemahaman masalah atau realitas. Matematika bisa dilihat sebagai proses dan menyediakan perangkat untuk mengukur presisi gejala. Perspektif utama matematika adalah bahwa pengukuran yang tepat seakurat mungkin atas seluruh gejala atau untuk keperluan yang beragam. Dalam perspektif ini, tujuan matematika adalah untuk mendapatkan definisi yang persis dan akurat. Konsep pokok dalam matematika adalah pengukuran, akurasi-presisi, randomness. Ketiga, komunikasi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mulai tumbuh setelah Perang Dunia I sampai Perang Dunia II. Penelitian ilmu komunikasi semakin meningkat pada Perang Dunia II melalui antara lain Office of War Information Amerika Serikat (Dahlan, 2003). Beberapa definisi komunikasi oleh para pakar seperti : - Weaver : keseluruhan prosedur yang mana prosedur tersebut membuat pesan tertentu mempengaruhi yang lain (Weaver, 1949:3). - Carl Hovland : menyatakan bahwa komunikasi adalah proses di mana seorang individu (komunikator) mentransmisikan stimuli untuk memodifikasi atau mengubah perilaku individu lainnya (Hovland, 1953). - Gebner (dalam Miller, 2005: 4) menyatakan bahwa komunikasi adalah interaksi sosial melalui simbol dan sistem pesan. Dan banyak lagi definisi-definisi komunikasi. Konsep komunikasi tidak mempunyai definisi tunggal. Komunikasi lebih merupakan proses penyampaian pesan melalui simbol-tanda yang dilakukan secara transaksional antara penyampai pesan dengan para penerima pesan dengan tujuan tertentu (disesuaikan dengan kepentingan komunikator atau komunikasi, vis a vis). Karena definisi yang begitu banyak maka tidak mengherankan apabila dalam konseptualisasi komunikasi terdapat point of convergence dan point of divergence (Miller, 2005: 5-11).1 1 Mempelajari Teori Komunikasi pada dasarnya adalah tahap lanjutan dari mata kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi, dengan demikian untuk dapat memahami dengan baik materi ini mahasiswa harus telah lulus pada mata kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi. Tulisan ini terutama mengacu dari buku Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss ” Theories of Human Commnunication, 9 th ed. (2007), untuk bahan ajaran bagi mahasiswa yang sedang menempuh kuliah di jurusan ilmu komunikasi. 11 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Sebagaimana diketahui ilmu komunikasi adalah salah satu ilmu pengetahuan sosial yang bersifat multidisipliner, karena pendekatanpendekatan yang digunakan berasal dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan sosial lainnya seperti linguistik, sosiologi, psikologi, antropologi, serta berkaitan erat dengan ilmu politik dan ilmu ekonomi. Hal ini akan terlihat secara jelas dalam pembahasan mengenai berbagai teori, model perspektif dan pendekatan ilmu komunikasi. Sifat kemultidisiplinan ini dapat dihindari karena objek pengamatan dalam ilmu komunikasi sangat luas dan kompleks, menyangkut berbagai aspek sosial budaya, ekonomi, dan politik dari kehidupan manusia. Komunikasi adalah salah satu dari kegiatan sehari-hari yang benar-benar behubungan dengan kehidupan manusia sehingga kita kadang-kadang mengabaikan penyebaran, kepentingan dan kerumitannya. Setiap aspek kehidupan kita dipengaruhi oleh komunikasi kita dengan orang lain secara langsung ataupun melalui media massa dan nir-massa. 6. Pengertian dan Fungsi Teori Pengertian Kata teori dalam ilmu sosial mengandung beberapa pengertian : 1. Teori adalah reaksi dari realitas. 2. Teori terdiri dari sekumpulan prinsip-prinsip dan definisi-definisi yang secara konseptual mengorganisasikan aspek-aspek dunia empiris secara sistematis. 3. Teori terdiri dari asumsi-asumsi, proposisi-proposisi, dan aksiomaaksioma dasar yang berkaitan. 4. Teori terdiri dari teorema-teorema yakni generalisasi-generalisasi yang diterima/ terbukti secara empiris. Penjelasan dalam teori tidak hanya menyangkut penyebutan nama dan pendefinisian variabel-variabel, tetapi juga mengidentifikasikan keberaturan hubungan di antara variabel. Menurut Littlejohn (1987) penjelasan dalam teori berdasarkan pada “prinsip keperluan” (the principle of necessity) yakni suatu penjelasan yang menerangkan variabel-variabel yang kemungkinan diperlukan untuk menghasilkan sesuatu. Ada 3 macam prinsip keperluan : 1. Keperluan kausal (causal necessity) Keperluan kausal berdasarkan hubungan sebab akibat misalnya “ karena ada Y dan Z maka terjadi X”. 2. Keperluan praktis (practical necessity). Keperluan praktis menunjuk pada kondisi hubungan“tindakan -konsekuensi”, misalnya “ Y dan Z memang bertujuan untuk atau praktis akan menghasilkan X”. 3. Keperluan logis (logical necessity). 12 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Keperluan logis berdasarkan pada azas konsistensi logis, artinya Y dan Z secara konsisten dan logis akan selalu menghasilkan X”. Menurut Abraham Kaplan (1964 ) sifat dan tujuan teori, bukan semata untuk menemukan fakta yang tersembunyi, tetapi juga suatu cara untuk melihat fakta, mengorganisasikan serta mempresentasikan fakta tersebut. Suatu teori harus sesuai dengan ciptaan Tuhan, dalam arti dunia yang sesuai dengan ciri apa yang sudah “given”. Dengan demikian teori yang baik adalah yang konseptualisasi dan penjelasannya didukung oleh fakta serta dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Apabila konsep dan penjelasannya tidak sesuai dengan realitas maka keberlakuannya diragukan dan teori demikian tergolong teori semu. Dilihat dari aspek aksiologi (axiology) tujuan ilmu (ilmu pengetahuan) adalah untuk mencari kebenaran dan membantu manusia mengatasi kesulitan hidupnya dalam rangka mencapai kesejahteraan. Suatu perguruan tinggi di mana berbagai ahli berkumpul mempunyai tujuan untuk mengembangkan ilmu di mana natinya terdapat gudang ilmu, sebenarnya yang terjadi adalah pengembangan berbagai teori (Ahmad Tafsir, 2006). Pengertian teori menurut Marx dan Goodson (1976, dalam Lexy J. Moleong, 1989) ialah aturan menjelaskan proposisi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah dan terdiri atas representasi simbolik dari: 1. Hubungan-hubungan yang dapat diamati diantara kejadian-kejadian (yang diukur), 2. Mekanisme atau struktur yang diduga mendasari hubungan-hubungan demikian. 3. Hubungan-hubungan yang disimpulkan serta mekanisme dasar yang dimaksudkan untuk data dan yang diamati tanpa adanya manifestasi hubungan empiris apa pun secara langsung. Fungsi teori Fungsi teori ada empat, yaitu : (1) Mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian, (2) Menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis dan dengan hipotesis membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, (3) Membuat ramalan atas dasar penemuan, (4) Menyajikan penjelasan dan dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan ‘mengapa’. 13 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Figur 1: Peran Teori Dalam Penelitian Pertanyaan Teori Pengamatan Dikutip dari Stephen W Littlejohn ed. 9, 2007 Bab II. Tradisi Komunikasi Pakar komunikasi Robert T. Craig menyatakan bahwa komunikasi tidak akan pernah menyatu dengan sebuah teori tunggal atau kelompok teori. Teori-teori akan selalu mencerminkan perbedaan gagasan praktis mengenai komunikasi dalam kehidupan yang umum sehingga kita akan dihadapkan pada keragaman pilihan. Craig menjelaskan tujuh dasar tradisi yang memberikan cara-cara yang berbeda dalam membicarakan komunikasi yakni : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tradisi Retorika Tradisi Semiotika Tradisi Fenomenologis Tradisi Sibernetika Tradisi Sosio-psikologi Tradisi Sosiokultural Tradisi Kritikal 1. Tradisi Retorika Tradisi Retorika (komunikasi sebagai ilmu bicara yang sarat dengan seni bicara) Ada enam keistimewaan yang mencirikan tradisi ini: a. Keyakinan bahwa berbicara membedakan manusia dari binatang. b. Ada kepercayaan bahwa pidato publik yang disampaikan dalam forum demokrasi adalah cara yang lebih efektif untuk memecahkan masalah politik. c. Retorika merupakan sebuah strategi di mana seorang pembicara mencoba mempengaruhi seorang audiens dari sekian banyak audiens melalui pidato yang jelas-jelas bersifat persuasif. Public speaking pada dasarnya merupakan komunikasi satu arah. d. Pelatihan kecakapan pidato adalah dasar pendidikan kepemimpinan. Seorang pemimpin harus mampu menciptakan argumen-argumen yang kuat lalu dengan lantang menyuarakannya. 14 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang e. Menekankan pada kekuatan dan keindahan bahasa untuk menggerakkan orang banyak secara emosional dan menggerakkan mereka untuk beraksi/bertindak. Pengertian retorika lebih merujuk kepada seni bicara dari pada ilmu berbicara. f. Sampai tahun 1800-an, perempuan tidak memiliki kesempatan untuk menyuarakan haknya. Jadi retorika merupakan sebuah keistimewaan bagi pergerakan wanita di Amerika yang memperjuangkan haknya untuk bisa berbicara di depan publik. Perspektif teoretis komunikasi dalam tradisi ini menyatakan seni praktikal dari wacana yang berkembang. Problem tradisi ini terletak pada eksigensi sosial mengandaikan pertimbangan dan penilaian kolektif. Keistimewaan yang mencirikan tradisi ini adalah bahwa keyakinan bahwa berbicara membedakan manusia dari binatang. Ada kepercayaan bahwa pidato publik yang disampaikan dalam forum demokrasi adalah cara yang lebih efektif untuk memecahkan masalah politik. Retorika merupakan sebuah strategi di mana seorang pembicara mencoba mempengaruhi seorang audiens dari sekian banyak audiens melalui pidato yang jelas-jelas bersifat persuasif. 2. Tradisi Semiotika Tradisi semiotik (komunikasi sebagai proses membagi makna melalui tanda) Semiotika adalah ilmu tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja. Sebuah tanda adalah sesuatu yang menunjukkan sesuatu yang lain. Contohnya asap menandai adanya api. Pawito (2007:23) menyatakan dalam tradisi ini lebih memusatkan pada perhatian lambang-lambang dan simbol-simbol, dan memandang komunikasi sebagai suatu jembatan antara dunia pribadi individu-individu dengan ruang di mana lambang-lambang digunakan oleh individu-individu untuk membawa makna-makna tertentu kepada khalayak. Sehingga dalam tradisi ini memungkinkan bahwa individu-individu akan memaknai tanda-tanda secara beragam. Perspektif utama teoritis tradisi ini terletak adanya mediasi intersubjektif melalui tanda-tanda yang dibuat. Permasalahan teoritisnya terletak pada kemungkinan adanya misunderstanding atau gap di antara cara pandang subjektif para pelaku komunikasi. 3. Tradisi Fenomologis Tradisi Fenomenologi (Komunikasi sebagai pengalaman diri dan orang lain melalui dialog). Meski fenomenologi adalah sebuah filosofi yang mengagumkan, pada dasarnya menunjukkan analisis terhadap kehidupan sehari-hari. Titik berat tradisi fenomenologi adalah pada bagaimana individu mempersepsi serta memberikan interpretasi pada pengalaman subyektifnya. Bagi seorang fenomenologis, cerita kehidupan seseorang lebih 15 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang penting dari pada axioma-axioma komunikasi. Seorang psikologis Carl Rogers percaya bahwa kesehatan kliennya adalah etika komunikasinya yang menciptakan lingkungan yang nyaman baginya untuk berbincang. Dia menggambarkan tiga kondisi yang penting dan kondusif bagi pemulihan perubahan suatu hubungan dan kepribadian, yakni: a. Kecocokan/kesesuaian, adalah kecocokan antara perasaan dalam hati individu dengan tampilan luar. Orang yang tidak memiliki kecocokan akan mencoba mempengaruhi, bermain peranan, sembunyi di balik suatu tedeng aling-aling. b. Hal positif yang tidak bersyarat, adalah sebuah sikap penerimaan yang bukan merupakan kesatuan dalam penampilan. c. Pemahaman empatik. Perspektif teoritis tradisi ini adalah dialog atau kebersamaan dengan yang lain. Problematika teoritisnya terletak pada ketidakhadiran dan masalah otentisitas relasi antar manusia. 4. Tradisi Sibernetika Tradisi sibernetika (cybernetic) yakni komunikasi sebagai pemrosesan informasi. Ide komunikasi sebagai pemrosesan informasi pertama kali dikemukakan oleh ahli matematika, Claude Shannon. Karyanya, Mathematical Theory Communication diterima secara luas sebagai salah satu benih yang keluar dari studi komunikasi. Teori ini memandang komunikasi sebagai transmisi pesan. Karyanya berkembang selama Perang Dunia kedua di Bell Telephone Laboratories di AS. Eksperimennya dilakukan pada saluran kabel telepon dan gelombang radio bekerja dalam menyampaikan pesan. Meski eksperimennya sangat berkaitan dengan masalah eksakta, tapi Warren Weaver mengklaim bahwa teori tersebut bisa diterapkan secara luas terhadap semua pertanyaan tentang komunikasi insani (human communication). Jadi dalam tradisi ini konsep-konsep penting yang dikaji antara lain pengirim, penerima, informasi, umpan balik, redudancy, dan sistem. Walaupun dalam tradisi ini seringkali mendapat kritik terutama berkenaan dengan pandangan asumtif yang cenderung menyamakan antara manusia dengan mesin dan menganggap bahwa suatu realitas atau gejala timbul karena hubungan sebab akibat yang linier. Perspektif dasar tradisi ini adalah proses informasi. Hanya memang ada beberapa masalah teoritis yang muncul dalam tradisi ini, yaitu noise, overload information, kerusakan dalam sistem komunikasi. Ide komunikasi sebagai pemrosesan informasi pertama kali dikemukakan oleh ahli matematika, Claude Shannon. Karyanya, The Mathematical Theory Communication yang diterima secara luas sebagai salah satu benih studi komunikasi. Teori ini memandang komunikasi sebagai transmisi pesan. Karyanya berkembang selama Perang Dunia kedua di Bell Telephone Laboratories di AS. 16 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Eksperimennya dilakukan pada saluran kabel telepon dan gelombang radio bekerja dalam menyampaikan pesan. 5. Tradisi Sosiopsikologis Tradisi Sosio-psikologi (komunikasi merupakan pengaruh antarpribadi) Tradisi ini mewakili perspektif objektif/ scientific. Penganut tradisi ini percaya bahwa kebenaran komunikasi bisa ditemukan melalui pengamatan yang teliti dan sistematis. Tradisi ini mencari hubungan sebab-akibat yang dapat memprediksi kapan sebuah perilaku komunikasi akan berhasil dan kapan akan gagal. Adapun indikator keberhasilan dan kegagalan komunikasi terletak pada ada tidaknya perubahan yang terjadi pada pelaku komunikasi. Semua itu dapat diketahui melalui serangkaian eksperimen. Salah satu tokoh tradisi ini adalah Carl I. Hovland, seorang ahli psikologi yang sekaligus peletak dasar-dasar penelitian eksperimen yang berkaitan dengan efek-efek komunikasi. Penelitiannya berupaya: a. Menjadi peletak dasar proposisi empirik yang berkaitan dengan hubungan antara stimulus komunikasi, kecenderungan audiens dan perubahan opini. b. Memberikan kerangka awal untuk membangun teori berikutnya. Menurut ilmuwan Yale University ini dalam formula “who says what to whom with what effect”, ada tiga variabel yang memiliki sifat persuasif, yakni: Who—sumber pesan. What—isi pesan Whom—karakteristik audiens. Efek utama yang diukur adalah perubahan pendapat yang dinyatakan melalui skala sikap yang diberikan sebelum dan pesan disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Konsep pokok dalam tradisi ini adalah ekspresi, interaksi dan pengaruh. Sementara itu, permasalahan yang timbul di dalam tradisi ini adalah situasi yang menuntut manipulasi hubungan sebab akibat dari perilaku untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penganut tradisi ini percaya bahwa kebenaran komunikasi bisa ditemukan melalui pengamatan yang teliti dan sistematis. Tradisi ini mencari hubungan sebab-akibat yang dapat memprediksi kapan sebuah perilaku komunikasi akan berhasil dan kapan akan gagal. Adapun indikator keberhasilan dan kegagalan komunikasi terletak pada ada tidaknya perubahan yang terjadi pada pelaku komunikasi. Semua itu dapat diketahui melalui serangkaian eksperimen. Jadi perhatian penting dalam tradisi ini antara lain perihal pernyataan, pendapat(opini), sikap, persepsi, kognisi, interaksi dan efek (pengaruh). 6. Tradisi Sosiokultural Tradisi Sosiokultural adalah komunikasi sebagai penciptaan dan pembuatan realitas sosial. Premis tradisi ini adalah ketika orang berbicara, mereka 17 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang sesungguhnya sedang memproduksi dan memproduksi kembali budaya. Sebagian besar dari kita beranggapan bahwa kata-kata mencerminkan apa yang sebenarnya terjadi. Pandangan kita tentang realitas dibentuk oleh bahasa yang telah kita gunakan sejak lahir. Ahli bahasa Universitas Chicago, Edwar Sapir dan Benyamin Lee Whorf adalah pelopor tradisi sosiokultural. Hipotesis yang diusungnya adalah struktur bahasa suatu budaya menentukan apa yang orang pikirkan dan lakukan. Dapat dibayangkan bagaimana seseorang menyesuaikan dirinya dengan realitas tanpa menggunakan bahasa, dan bahwa bahasa hanya semata-mata digunakan untuk mengatasi persoalan komunikasi atau refleksi tertentu. Hipotesis ini menunjukkan bahwa proses berpikir kita dan cara kita memandang dunia dibentuk oleh struktur gramatika dari bahasa yang kita gunakan. Secara fungsional, bahasa adalah alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan (socially shared), karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Bahasa diungkapkan dengan kata-kata dan kata-kata tersebut sering diberi arti arbiter (semaunya). Contoh: terhadap buah pisang, orang sunda menyebutnya “cau” dan orang jawa menyebutnya “gedang”. Secara formal, bahasa adalah semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan bahasa. Setiap bahasa dapat dikatakan mempunyai tata bahasa/ (grammar) nya tersendiri. Contoh: sebuah kalimat dalam bahasa Indonesia yang berbunyi “dimana saya dapat menukar uang ini?”, maka akan ditulis dalam bahasa Inggris “where can I change some money?” 7. Tradisi Kritikal Tiga asumsi dasar tradisi kritis: (1) Menggunakan prinsip-prinsip dasar ilmu sosial interpretif. (2) Ilmuwan kritis menganggap perlu untuk memahami pengalaman orang dalam konteks. (3) Mengkaji kondisi-kondisi sosial dalam usahanya mengungkap struktur-struktur yang seringkali tersembunyi. Istilah teori kritis berasal dari kelompok ilmuwan Jerman yang dikenal dengan sebutan Frankfurt School. Para teoritisinya mengadopsi pemikiran Marxis. Kelompok ini telah mengembangkan suatu kritik sosial umum, di mana komunikasi menjadi titik sentral dalam prinsip-prinsipnya. Sistem komunikasi massa merupakan focus yang sangat penting di dalamnya. Tokoh-tokoh pelopornya adalah Max Horkheimer, Theodore Adorno serta Herbert Marcuse. Pemikirannya disebut dengan teori kritis. Ketika bangkitnya Nazi di Jerman, mereka berimigrasi ke Amerika. Di sana mereka menaruh perhatian besar pada komunikasi massa dan media sebagai struktur penindas dalam masyarakat kapitalistik, khususnya struktur di Amerika. 18 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Teori kritis menganggap tugasnya adalah mengungkap kekuatan-kekuatan penindas dalam masyarakat melalui analisis dialektika. Teori kritis juga memberikan perhatian yang sangat besar pada alat-alat komunikasi dalam masyarakat. Komunikasi merupakan suatu hasil dari tekanan antara kreativitas individu dalam memberi kerangka pesan dan kendala-kendala sosial terhadap kreativitas tersebut. Salah satu kendala utama pada ekspresi individu adalah bahasa itu sendiri. Kelas-kelas dominan dalam masyarakat menciptakan suatu bahasa penindasan dan pengekangan, yang membuat kelas pekerja menjadi sangat sulit untuk memahami situasi mereka dan untuk keluar dari situasi tersebut. Kewajiban dari teori kritis adalah menciptakan bentuk-bentuk bahasa baru yang memungkinkan diruntuhkannya paradigma dominan. Hal itulah yang diungkapkan oleh Jurgen Habermas, tokoh terkemuka kelompok Franfurt School di era berikutnya. Beberapa tradisi di atas dinyatakan untuk melihat sejauh mana tradisi tersebut memuat beberapa karakteristik utama dalam proses komunikasi. Tradisitradisi komunikasi inilah yang mendasari kita untuk mengkaji ilmu komunikasi serta memahami teori-teori yang dibangun berdasarkan tradisitradisi tersebut. Permasalahannya adalah bahwa komunikasi tidak hanya difragmentasikan dalam beberapa disiplin ilmu dan perspektif tapi juga dikarakterisasikan dengan level yang tinggi dari studi multidisipliner yakni isu masalah bagaimana konteks-konteks perkembangan teknologi komunikasi, di mana fokus penelitian dalam ilmu komunikasi berkembang pesat (Miller, 2005: 14-16). 19 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Bab III. Komponen Konseptual dan Jenis-jenis Teori Komunikasi Sebagaimana telah disinggung dalam modul sebelumnya bahwa ilmu komunikasi merupakan ilmu pengetahuan sosial yang bersifat multidisipliner, maka defenisi-defenisi mengenai komunikasi menjadi sangat beragam. Setiap defenisi, jenis teori komunikasi memiliki penekanan arti, cakupan dan konteks yang berbeda satu sama lainnya. 1. Definisi Komunikasi Terdapat 126 definisi komunikasi yang dapat dikumpulkan oleh Frank E.X. Dance. semuanya setelah dirangkum dapat dikategorikan manjadi 15 komponen konseptual. Yaitu: 1. Simbol/verbal/ujaran, komunikasi adalah pertukaran pikiran atau gagasan secara verbal. (Hoben, 1954). 2. Pengertian/pemahaman, proses di mana kita memahami dan dipahami orang lain. Komunikasi merupakan proses yang dinamis dan secara konstan berubah sesuai dengan situasi yang berlaku. (Anderson, 1959). 3. Interaksi/hubungan/proses sosial. Interaksi adalah perwujudan komunikasi. Tanpa komunikasi tidak akan terjadi interaksi. (Mead, 1963). 4. Pengurangan rasa ketidakpastian. Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego. (Burnland, 1964) 5. Proses, komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dll. melalui penggunaan simbol-simbol seperti katakata, gambar, angka dll. 6. Pengalihan/penyampaian/pertukaran. Penggunaan kata komunikasi menunjuk pada pengalihan dari suatu benda atau orang ke benda atau orang lainnya menjadi bermakna. Misal kata pohon• mewakili objek pohon. 7. Menghubungkan/menggabungkan. Komunikasi adalah proses yang menghubungkan satu bagian kehidupan dengan bagian lainnya. 8. Kebersamaan. Komunikasi adalah proses yang membuat sesuatu yang semula dimiliki seseorang menjadi milik dua orang atau lebih. 9. Saluran/jalur/alat. Komunikasi adalah alat pengirim pesan. Misalnya telegraph, telepon, radio, kurir, dll. 10. Replikasi memori. Komunikasi adalah proses mengarahkan perhatian dengan menggugah ingatan. 11. Tanggapan Diskriminatif, komunikasi adalah tanggapan pilihan atau terarah pada suatu stimulus. 12. Stimuli, setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai penyampaian informasi yang berisikan stimuli diskriminatif, dari suatu sumber terhadap penerima. 20 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang 13. Tujuan/kesengajaan, komunikasi pada dasarnya penyampaian pesan yang disengaja dari sumber terhadap penerima dengan tujuan mempengaruhi tingkah laku pihak penerima. 14. Waktu/situasi, komunikasi merupakan suatu transisi dari suatu struktur keseluruhan situasi atau waktu sesuai pola yang diinginkan. 15. Kekuasaan/kekuatan, komunikasi adalah suatu mekanisme yang memimbulkan kekuatan atau kekuasaan. Kelima belas komponen konseptual tersebut di atas merupakan kerangka acuan yang dapat dijadikan dasar dalam menganalisis fenomena peristiwa komunikasi. Komponen-komponen tersebut baik secara tersendiri, secara gabungan atau secara keseluruhan dapat dijadikan sebagai fokus perhatian dalam penelitian. 2. Jenis-Jenis Teori Komunikasi Menurut Littlejohn (1989) berdasarkan metode penjelasan serta cakupan objek pengamatannya, secara umum teori-teori komunikasi dapat dibagi dua kelompok: a. Teori-teori Umum (general theories). Teori ini merupakan teori yang mengarah pada bagaimana menjelaskan fenomena komunikasi (metode penjelasannya). b. Teori-teori fungsional dan struktural. Ciri dan pokok pikiran dari teori ini adalah: Individu dipengaruhi oleh struktur sosial atau sistem sosial dan individu bagian dari struktur. Sehingga cara pandangnya dipengaruhi struktur yang berada di luar dirinya. Pendekatan ini menekankan tentang sistem sebagai struktur yang berfungsi. Karakteristik dari pendekatan ini adalah: Mementingkan sinkroni (stabilitas dalam kurun waktu tertentu) daripada diacrony (perubahan dalam kurun waktu tertentu). Misalnya dalam mengamati suatu fenomena menggunakan dalil-dalil yang jelas dari suatu kaidah. Perubahan terjadi melalui tahapan metodologis yang telah baku. Cenderung memusatkan perhatiannya pada akibat-akibat yang tidak diinginkan (unintended consequences) daripada hasil yang sesuai tujuan. Pendekatan ini tidak mempercayai konsep subjektivitas dan kesadaran. Fokus mereka pada faktor-faktor yang berada di luar kontrol kesadaran manusia. Memandang realitas sebagai sesuatu yang objektif dan independent. Oleh karena itu, pengetahuan dapat ditemukan melalui metode empiris yang cermat. Memisahkan bahasa dan lambang dari pemikiran dan objek yang disimbolkan dalam komunikasi. Bahasa hanyalah alat untuk merepresentasikan apa yang telah ada. 21 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Menganut prinsip the correspondence theory of truth. Menurut teori ini bahasa harus sesuai dengan realitas. Simbol-simbol harus merepresentasikan suatu secara akurat. c. Teori-teori behavioral dan kognitif. Teori ini berkembang dari ilmu psikologi yang memusatkan pengamatannya pada diri manusia secara individual. Beberapa pokok pikiran: Salah satu konsep pemikirannya adalah model stimulus-respon (S-R) yang menggambarkan proses informasi antara stimulus dan respon. Mengutamakan analisa variabel. Analisis ini pada dasarnya merupakan upaya mengidentifikasi variabel-variabel kognitif yang dianggap penting serta mencari hubungan antar variabel. Menurut pandangan ini komunikasi dipandang sebagai manifestasi dari proses berfikir, tingkah laku dan sikap seseorang. Oleh karenanya variabel-variabel penentu memegang peranan penting terhadap kognisi seseorang (termasuk bahasa) biasanya berada di luar kontrol individu. Contoh lain teori atau model yang termasuk dalam kelompok teori ini adalah Model Psikologi Comstock tentang efek televisi terhadap individu. Tujuan model ini adalah untuk memperhitungkan dan membantu memperkirakan terjadinya efek terhadap tingkah laku orang perorang dalam suatu kasus tertentu, dengan jalan menggabungkan penemuan-penemuan atau teori-teori tentang kondisi umum dimana efek selama ini dapat ditemukan. Model ini dinamakan model psikologi karena melibatkan masalah-masalah keadaan mental dan tingkah laku orang perorangan. Model ini berpendapat, televisi hendaknya dianggap sederajat dengan setiap pengalaman, tindakan atau observasi personal yang dapat menimbulkan konsekuensi terhadap pemahaman (learning) maupun tindakan (acting). Jadi model ini mencakup kasus dimana televisi tidak hanya mengajarkan tingkah laku yang dipelajari dari sumber-sumber lain. d. Teori-teori Konvensional dan Interaksional. Teori ini beranggapan bahwa agar komunikasi dapat berlangsung, individu-individu yang berinteraksi menggunakan aturan-aturan dalam menggunakan lambanglambang. Bukan hanya aturan mengenai lambang itu sendiri tetapi juga harus sepakat dalam giliran berbicara, bagaimana bersikap sopan santun atau sebaliknya, bagaimana harus menyapa dan sebagainya. Teori ini berkembang dari aliran interactionisme simbolik yang menunjukan arti penting dari interaksi dan makna. Pokok pikiran teori ini adalah: kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang membangun, memelihara, serta mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu, termasuk dalam hal ini bahasa dan simbol. Komunikasi dianggap sebagai alat perekat masyarakat (the glue of society). 22 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Struktur sosial dilihat sebagai produk dari interaksi. Interaksi dapat terjadi melalui bahasa, sehingga bahasa menjadi pembentuk struktur sosial. Pengetahuan dapat ditemukan melalui metode interpretasi. Struktur sosial merupakan produk interaksi, karena bahasa dan simbol direproduksi, dipelihara serta diubah dalam penggunaannnya. Sehingga focus pengamatannya adalah pada bagaimana bahasa membentuk struktur sosial, serta bagaimana bahasa direproduksi, dipelihara, serta diubah penggunaannya. Makna dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu dari konteks ke konteks. Sifat objektif bahasa menjadi relatif dan temporer. Makna pada dasarnya merupakan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh melalui interaksi. Oleh karena itu makna dapat berubah dari waktu ke waktu, konteks ke konteks, serta dari kelompok sosial ke kelompok lainnya. Dengan demikian sifat objektivitas dari makna adalah relatif dan temporer. e. Teori-Teori Kritis dan Interpretatif. Jenis teori ini berkembang dari tradisi sosiologi interpretatif, yang dikembangkan oleh Alfred Schulzt, Paul Ricour et al. , sementara teori kritis berkembang dari pemikiran Max Weber, Marxisme dan Frankfurt School. Interpretatif berarti pemahaman (verstechen) berusaha menjelaskan makna dari suatu tindakan. Karena suatu tindakan dapat memiliki banyak arti, maka makna tidak dapat dengan mudah diungkap begitu saja. Interpretasi secara harfiah merupakan proses aktif dan inventif. Teori interpretatif umumnya menyadari bahwa makna dapat berarti lebih dari apa yang dijelaskan oleh pelaku. Jadi interpretasi adalah suatu tindakan kreatif dalam mengungkap kemungkinan-kemungkinan makna. Implikasi sosial kritis pada dasarnya memiliki implikasi ekonomi dan politik, tetapi banyak diantaranya yang berkaitan dengan komunikasi dan tatanan komunikasi dalam masyarakat. Meskipun demikian teoritisi kritis biasanya enggan memisahkan komunikasi dan elemen lainnya dari keseluruhan sistem. Jadi, suatu teori kritis mengenai komunikasi perlu melibatkan kritik mengenai masyarakat secara keseluruhan. Pendekatan kelompok ini terutama sekali popular di Negara-negara Eropa. Karakteristik umum yang mencirikan teori ini adalah: Penekanan terhadap peran subjektifitas yang didasarkan pada pengalaman individual. Makna merupakan konsep kunci dalam teori-teori ini. Pengalaman dipandang sebagai meaning centered. Bahasa dipandang sebagai kekuatan yang mengemudikan pengalaman manusia. 23 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Di samping karakteristik di atas yang menunjukan kesamaan, terdapat juga perbedaan mendasar antara teori-teori interpretatif dan teori-teori kritis dalam pendekatannya. Pendekatan teori interpretatif cenderung menghindarkan sifat-sifat preskriptif dan keputusan-keputusan absolut tentang fenomena yang diamati. Pengamatan menurut teori interpretatif, hanyalah sesuatu yang bersifat tentatif dan relatif. Sementara teori-teori kritis lazimnya cenderung menggunakan keputusan-keputusan absolut, preskriptif dan juga politis sifatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa teori interpretatif ditujukan untuk memahami pengalaman hidup manusia, atau untuk menginterpretasikan makna-makna teks. Sedangkan teori kritis berkaitan dengan cara-cara di mana kondisi manusia mengalami kendala dan berusaha menciptakan berbagai metode untuk memperbaiki kehidupan manusia. f. Teori-teori Kontekstual Dalam komunikasi, sebagaimana telah disebutkan di atas, kita mengenal banyak kondisi di mana komunikator menggunakan media yang berbeda dalam menghadapi berbagai jumlah komunikan, dan disertai tujuan komunikasi yang berbeda pula. Jika komunikator menginginkan selfdisclosure dengan seseorang, maka dia perlu menerapkan metode-metode dalam teori komunikasi interpersonal. Sebaliknya, jika komunikator berkeinginan untuk menjalankan sebuah sistem kelompok, dengan tujuan yang akan dicapai bersama, maka dia akan memegang teguh prinsipprinsip komunikasi kelompok. Teori-teori itu disebut Teori Kontekstual, yang antara lain: berdasarkan konteks dan tingkatan analisisnya, teori komunikasi dapat dibagi menjadi lima : 1. Teori Komunikasi Intrapersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Fokusnya adalah pada bagaimana jalannya proses pengolahan informasi yang dialami seseorang melalui sistem syaraf dan inderanya. Umumnya membahas mengenai proses pemahaman, ingatan, dan interpretasi terhadap simbol-simbol yang ditangkap melalui pancainderanya. 2. Teori Komunikasi Interpersonal, yaitu komunikasi antar perorangan dan bersifat pribadi baik yang terjadi secara langsung (non-media) atau tidak langsung (media). Fokus teori ini adalah pada bentuk-bentuk dan sifat hubungan, percakapan, interaksi dan karakteristik komunikator. 3. Teori Komunikasi kelompok. Fokus pada interaksi diantara orangorang dalam kelompok kecil. Komunikasi kelompok juga melibatkan komunikasi antar pribadi, namun pembahasannya berkaitan dengan dinamika kelompok, efisiensi dan efektifitas penyampaian informasi 24 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang dalam kelompok, pola dan bentuk interaksi serta pembuatan keputusan. 4. Teori Komunikasi Organisasi. Mengarah pada pola dan bentuk komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan organisasi. Komunikasi organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi formal dan informal. Pembahasan teori ini menyangkut struktur dan fungsi organisasi, hubungan antar manusia, komunikasi dan proses pengorganisasiannya serta budaya organisasi. 5. Teori Komunikasi massa: adalah komunikasi melalui media massa yang ditujukan pada sejumlah khalayak yang besar. Proses komunikasi melibatkan keempat teori sebelumnya. Teori ini secara umum memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang menyangkut struktur media, hubungan media dan masyarakat, hubungan antara media dan khalayak, aspek-aspek budaya dari komunikasi massa, serta dampak komunikasi massa terhadap individu. 6. Teori Komunikasi Antar Budaya, adalah komunikasi yang terjadi diantara orang-orang atau kelompok-kelompok orang yang berbeda latar belakang budaya. Ada tiga faktor yang mendorong perkembangan studi komunikasi antar budaya yakni : (1) kesadaran internasional; (2) kesadaran domestik; (3) kesadaran pribadi. 25 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Bab IV Methateori Komunikasi Hal-hal diluar teori komunikasi tetapi sangat berpengaruh dalam tumbuhnya studi dan teori komunikasi adalah axioma. Axioma adalah pernyataan yang diyakini secara luas dan bukan merupakan hubungan-hubungan variabel, sehingga tidak perlu diuji kebenarannya. Bradac dan Bowers (1980) telah berjasa dalam merumuskan methateori/ axioma ini. Ada 7 (tujuh) pasangan axioma yang masing-masing pasangan saling berlawanan satu sama lain. Hal ini justru menghidupkan penelitian dan teori-teori ilmu komunikasi dewasa ini. Pasangan-pasangan Axioma : Pasangan 1: Komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan informasi. Axioma ini mempertanyakan apakah informasi yang diterima sama dengan informasi yang dikirim. (Shanon & Wever 1949, Bugoon, 1975). Komunikasi merupakan pembangkit makna. Sikap membangkitkan makna pada penerima informasi menyangkut perubahan kualitas, membuat sesuatu lebih berarti atau bahkan sama sekali tidak berarti. Pandangan ini telah mendasari banyak teori-teori yang telah ada selama ini. Pasangan 2: Komunikasi merupakan perilaku individu Setiap komunikator secara tegas memperoses stimulus sosial ( Addis,1975) memberikan komunikasi sebagai mata rantai rangsang verbal individu serta respon parallel. Komunikasi merupakan hubungan berbagai perilaku individu. Komunikasi melebihi persoalan tingkah laku verbal dan non verbal individu , komunikasi merupakan pola sikap bersama. (McDougall, 1920; Yung 1963). Pasangan 3 : Komunikasi manusia adalah unik. Implikasi dari axioma ini adalah manusia hidup dan menciptakan simbol-simbol serta menggunakannya. Kasus dasar dari axioma ini 26 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang ditampilkan dalam retorika dan teori komunikasi (Ernst Cassib, 1946). Axioma ini digunakan dalam studi simbol perilaku dan komunikasi. Komunikasi manusia merupakan bentuk komunikasi hewan. Beberapa atribut komunikasi manusia bisa ditiru oleh hewan, walaupun sedikit lebih rendah skala psikologinya ( Lily, 1967 ; Rumbaugh, 1977) Pasangan 4: Komunikasi merupakan suatu proses. Berlo (1960) menyatakan secara populer bahwa komunikasi baik secara teori maupun penelitiannya merupakan suatu proses, berarti komunikasi melibatkan beberapa variabel perilaku dalam sistem, seperti dalam model proses kausal dan komunikasi merupakan pertukaran simbol. Komunikasi adalah statis. Para pencetus axioma ini mungkin meminjam model linguistik, dimana objek studi komunikasi adalah bahasa sebagai media/alat komunikasi, yang dilihat sebagai suatu yang statis/ diam, bila tidak diatur ada perubahannya yaitu tata bahasa (langue) dan bahasa percakapan (parole). Pasangan 5 : Komunikasi adalah terkontekstual. Axioma ini menyatakan unsur kontektual mempengaruhi makna pesan secara kritis, suatu komunikasi baik verbal maupun non verbal bisa banyak maknanya ( Watzlawich, 1967). Komunikasi adalah tidak menghasilkan respon simbol biologis sejauh mana bisa dimengerti orang lain. Manusia secara umum tidak mempertimbangkan pola yang pasti dalam pengiriman informasi dan tidak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya. Pasangan 6: Manusia harus berkomunikasi. Watzlawich, 1967 dkk, menyatakan semua tingkah laku manusia yang bisa diterima orang lain membangkitkan makna dan itulah komunikasi. Axioma ini beroientasi pada pandangan si penerima pesan (Barnlund 1962). Manusia tidak bisa berkomunikasi. 27 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Orang boleh saja tidak mengirim pesan, tetapi dia tidak bisa mencegah orang lain memaknakan hal tersebut sebagai pesan/komunikasi. Perilaku yang tidak komunikatif dapat diartikan sebagai informasi. Pasangan 7: Komunikasi ada dimana-mana dan merupakan suatu kekuatan didalam masyarakat. Hall (1959) menyatakan bahwa komunikasi adalah masyarakat atau kebudayaan atau organisasi, sehingga komunikasi mengikat individu dan masyarakat. Komunikasi merupakan satu diantara sekian banyak kekuatan dan bisa juga merupakan satu kelemahan didalam masyarakat. Penjelasan axioma ini mungkin hanya terjadi pada determinisme ekonomi (Burke, 1950; Empson, 1930). 28 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Bab V Teori Komunikasi Intrapersonal Dalam komunikasi intrapersonal, akan dijelaskan bagaimana orang menerima informasi, mengolahnya, menyimpannya dan menghasilkannya kembali. Proses pengolahan informasi, yang di sini kita sebut komunikasi intrapersonal meliputi sensasi, persepsi, memori, dan berpikir. 1. Sensasi Sensasi berasal dari kata “sense” yang artinya alat pengindraan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. Menurut Dennis Coon, “Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal. Simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera.” Definisi sensasi, adalah fungsi alat indera dalam menerima informasi dari lingkungan sangat penting. Kita mengenal lima alat indera atau pancaindera. Kita mengelompokannya pada tiga macam indera penerima, sesuai dengan sumber informasi. Sumber informasi boleh berasal dari dunia luar (eksternal) atau dari dalam diri (internal). Informasi dari luar diindera oleh eksteroseptor (misalnya, telinga atau mata). Informasi dari dalam diindera oleh ineroseptor (misalnya, sistem peredaran darah). Gerakan tubuh kita sendiri diindera oleh propriseptor (misalnya organ vestibular). 2. Persepsi Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Sensasi adalah bagian dari persepsi. Persepsi, seperti juga sensasi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Faktor lainnya yang mempengaruhi persepsi, yakni perhatian. Perhatian (attention) adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah (Kenneth E. Andersen) : Faktor Eksternal Penarik Perhatian Hal ini ditentukan oleh faktor-faktor situasional personal. Faktor situasional terkadang disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter) dan sifat-sifat yang menonjol, seperti : 29 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Gerakan secara visual tertarik pada objek-objek yang bergerak. Intensitas stimuli, kita akan memerharikan stimuli yang menonjol dari stimuli yang lain Kebauran (novelty), hal-hal yang baru dan luar biasa, yang berbeda, akan menarik perhatian. Perulangan, hal-hal yang disajikan berkali-kali bila disertai sedikit variasi akan menarik perhatian. Faktor Internal Penaruh Perhatian Apa yang menjadi perhatian kita lolos dari perhatian orang lain, atau sebaliknya. Ada kecenderungan kita melihat apa yang ingin kita lihat, dan mendengar apa yang ingin kita dengar. Perbedaan ini timbul dari faktor-faktor yang ada dalam diri kita. Contoh-contoh faktor yang memengaruhi perhatian kita adalah : Faktor-faktor biologis Faktor-faktor sosiopsikologis. Motif sosiogenis, sikap, kebiasaan, dan kemauan, memengaruhi apa yang kita perhatikan. Kenneth E. Andersen, menyimpulkan dalil-dalil tentang perhatian selektif yang harus diperhatikan oleh ahli-ahli komunikasi. 1. Perhatian itu merupakan proses aktif dan dinamis, bukan pasif dan refleksif. 2. Kita cenderung memerhatikan hal-hal tertentu yang penting, menonjol, atau melibatkan kita. 3. Kita menaruh perhatian kepada hal-hal tertentu sesuai dengan kepercayaan, sikap, nilai, kebiasaan, dan kepentingan kita. 4. Kebiasaan sangat penting dalam menentukan apa yang menarik perhatian, tetapi juga apa yang secara potensial akan menarik perhatian kita. 5. Dalam situasi tertentu kita secara sengaja menstrukturkan perilaku kita untuk menghindari terpaan stimuli tertentu yang ingin kita abaikan 6. Walaupun perhatian kepada stimuli berarti stimuli tersebut lebih kuat dan lebih hidup dalam kesadaran kita, tidaklah berarti bahwa persepi kita akan betul-betul cermat. 7. Perhatian tergantung kepada kesiapan mental kita, 8. Tenaga-tenaga motivasional sangat penting dalam menentukan perhatian dan persepsi. 9. Intesitas perhatian tidak konstan 10. Dalam hal stimuli yang menerima perhatian, perhatian juga tidak konstan. 30 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang 11. Usaha untuk mencurahkan perhatian sering tidak menguntungkan karena usaha itu sering menuntut perhatian 12. Kita mampu menaruh perhatian pada berbagai stimuli secara serentak. 13. Perubahan atau variasi sangat penting dalam menarik dan mempertahankan perhatian Faktor-faktor Fungsional yang Menentukan Persepsi Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal lain yang termasuk apa yang ingin kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respons pada stimuli itu. Kerangka Rujukan (Frame of Reference) Sebagai kerangka rujukan mula-mula konsep ini berasal dari penelitian psikofisik yang berkaitan dengan persepsi objek. Dalam eksperimen psikofisik, Wever dan Zener menunjukan bahwa penilaian terhadap objek dalam hal beratnya bergantung pada rangkaian objek yang dinilainya. Dalam kegiatan komunikasi kerangka rujukan memengaruhi bagaimana memberi makna pada pesan yang diterimanya. Teori Gestalt : Faktor-faktor Struktural yang Menentukan Persepsi Faktor-faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan ekfekefek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Para psikolog Gestalat, seperti Kohler, Wartheimer, dan Koffka, merumuskan prinsip-prinsip persepsi yang bersifat struktural. Prinsip-prinsip ini kemudian terkenal dengan nama teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, mempersepsi sesuatu, kita mempersepsikannya sebagai suatu keseluruhan. Dengan kata lain, kita tidak melihat bagian-bagiannya. Jika kita ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat meneliti fakta-fakta yang terpisah; kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi, menjadi empat bagian : 1. Dalil persepsi yang pertama : Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Berarti objek-objek yang mendapatkan tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. 2. Dalil persepsi yang kedua : Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi. 31 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang 3. Dalil persepsi yang ketiga : Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan diperngaruhi oleh keanggotaan kelompoknya dengan efek berupa asimilasi atau kontras. 4. Dalil persepsi yang keempat : Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Dalil ini umumnya betul-betul bersifat struktural dalam mengelompokkan objek-objek fisik, seperti titik, garis, atau balok. Pada persepsi sosial, pengelompokan tidak murni struktural; sebab apa yang dianggap sama atau berdekatan oleh seorang individu, tidaklah dianggap sama atau berdekatan dengan individu yang lainnya. Dalam komunikasi, dalil kesamaan dan kedekatan ini sering dipakai oleh komunikator untuk meningkatkan kredibilitasnya, atau mengakrabkan diri dengan orang-orang yang punya prestise tinggi. Jadi, kedekatan dalam ruang dan waktu menyebabkan stimuli ditangapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Kecenderungan untuk mengelompokan stimuli berdasarkan kesamaan dan kedekatan adalah hal yang universal. 3. Memori Dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam memengaruhi baik persepsi maupun berpikir. Memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya (Schlessinger dan Groves). Memori melewati tiga proses: 1. Perekaman (encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor indra dan sirkit saraf internal. 2. Penyimpanan (strorage) adalah menentukan berapa lama informasi itu berada berserta kita, dalam bentuk apa, dan di mana. 3. Pemanggilan (retrieval), dalam bahasa sehari-hari, mengingat lagi, adalah menggunakan informasi yang disimpan. Jenis-jenis Memori Pemanggilan diketahui dengan empat cara : 1. Pengingatan (Recall), Proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi secara verbatim (kata demi kata), tanpa petunjuk yang jelas. 32 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang 2. Pengenalan (Recognition), Agak sukar untuk mengingat kembali sejumlah fakta; lebih mudah mengenalnya. 3. Belajar lagi (Relearning), Menguasai kembali pelajaran yang sudah kita peroleh termasuk pekerjaan memori. 4. Re-intergrasi (Reintergration), Merekontruksi seluruh masa lalu dari satu petunjuk memori kecil. Mekanisme Memori Ada tiga teori yang menjelaskan memori : 1. Teori Aus (Disuse Theory), memori hilang karena waktu. William James, juga Benton J. Underwood membuktikan dengan eksperimen, bahwa “the more memorizing one does, the poorer one’s ability to memorize” – makin sering mengingat, makin jelek kemampuan mengingat. 2. Teori Interferensi (Interference Theory), Memori merupakan meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan pada meja lilin atau kanvas itu. Ada 5 hal yang menjadi hambatan terhapusnya rekaman : Interferensi, inhibisi retroaktif (hambatan kebelakang), inhibisi proaktif (hambatan kedepan), hambatan motivasional, dan amnesia. 3. Teori Pengolahan Informasi (Information Processing Theory), menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage (gudang inderawi), kemudian masuk short-term memory (STM, memori jangka pendek) lalu dilupakan atau dikoding untuk dimasukan pada Long-Term Memory (LTM, memori jangka panjang). 4. Berpikir Apakah berpikir itu? Dalam berpikir kita melibatkan semua proses yang kita sebut sensasi, persepsi, dan memori. Berpikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak. Berpikir menunjukan berbagai kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang, sebagai pengganti objek dan peristiwa. Berpikir kita lakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan (decision making), memecahkan persoalan (problem solving). Dan menghasilkan yang baru (creativity). Bagaimana orang berpikir? 33 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Ada dua macam berpikir: 1. berpikir autistik, dengan melamun, berfantasi, menghayal, dan wishful thinking. Dengan berpikir autistik orang melarikan diri dari kenyataan dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis. 2. berpikir realistik, disebut juga nalar (reasoning), ialah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Floyd L. Ruch, menyebutkan tiga macam berpikir realistik : 1. Berpikir deduktif : mengambil kesimpulan dari dua pernyataan, dalam logika disebutnya silogisme. 2. Berpikir Induktif : Dimulai dari hal-hal yang khusus kemudian mengambil kesimpulan umum; kita melakukan generalisasi. 3. Berpikir evaluatif : berpikir kritis, menilai baik-buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan, kita tidak menambah atau mengurangi gagasan, namun menilainya menurut kriteria tertentu. Menetapkan Keputusan (Decision Making) Salah satu fungsi berpikir adalah menetapkan keputusan. Keputusan yang kita ambil beraneka ragam. Tanda-tanda umumnya: 1. Keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual 2. keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif 3. keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaanya boleh ditangguhkan atau dilupakan. Faktor-faktor personal amat menentukan apa yang diputuskan, antara lain : 1. Kognisi, kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki 2. Motif, amat memengaruhi pengambilan keputusan 3. Sikap, juga menjadi faktor penentu lainnya. Memecahkan persoalan (Problem Solving) Proses memecahkan persoalan berlangsung melalui lima tahap : 1. Terjadi peristiwa ketika perilaku yang biasa dihambat karena sebabsebab tertentu. 2. Anda mencoba menggali memori anda untuk mengetahui cara apa saja yang efektif pada masa lalu. 3. Pada tahap ini, anda mencoba seluruh kemungkinan pemecahan yang pernah anda ingat atau yang dapat anda pikirkan. 34 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang 4. Anda mulai menggunakan lambang-lambang vergal atau grafis untuk mengatasi masalah 5. Tiba-tiba terlintas dalam pikiran anda suatu pemecahan. Pemecahan masalah ini biasa disebut Aha-Erlebnis (Pengalaman Aha), atau lebih lazim disebut insight solution. Faktor-faktor yang Memengaruhi Proses Pemecahan Masalah Pemecahan masalah dipengaruhi faktor-faktrot situasional dan personal. Faktor-faktor situasional terjadi, misalnya, pada stimulus yang menimbulkan masalah. Pengaruh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis terhadap proses pemecahan masalah. Contohnya : 1. Motivasi. Motivasi yang rendah lebih mengalihkan perhatian. Motivasi yang tinggi membatasi fleksibilitas. 2. Kepercayaan dan sikap yang salah. Asumsi yang salah dapat menyesatkan kita. 3. Kebiasaan. Kecenderungan untuk memertahankan pola berpikir tertentu, atau misalnya melihat masalah dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan dan tanpa kritis pada pendapat otoritas, menghambat pemecahan masalah yang efisien. 4. Emosi. Dalam menghadapi berbagai situasi, kita tanpa sadar sering terlibat secara emosional. Emosi mewarnai cara berpikir kita. Kita tidak pernah berpikir betul-betul secara objektif. Berpikir Kreatif (Creative Thinking) Berpikir kreatif menurut James C. Coleman dan Coustance L. Hammen, adalah “thinking which produces new methods, new concepts, new understanding, new invebtions, new work of art.” . Berpikir kreatif harus memenui tiga syarat: 1. Kreativitas melibatkan respons atau gagasan yang baru, atau yang secara statistik sangat jarang terjadi. Tetapi kebauran saja tidak cukup. 2. Kreativitas ialah dapat memecahkan persoalan secara realistis. 3. Kreativitas merupakan usaha untuk memertahankan insight yang orisinal, menilai dan mengembangkannya sebaik mungkin. Ketika orang berpikir kreatif, cara berpikir yang digunakan adalah berpikir analogis. Guilford membedakan antara berpikir kreatif dan tak kreatif dengan konsep konvergen dan divergen. Kata Guilford, orang kreatif ditandai dengan cara berpikir divergen. Yakni, mencoba menghasilkan sejumlah kemungkinan jawaban. Berpikir konvergen erat kaitannya dengan kecerdasan, sedangkan divergen kreativitas. Berpikir divergen dapat diukur dengan fluency, flexibility, dan originality. 35 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Proses Berpikir Kreatif Para psikolog menyebutkan lima tahap berpikir kreatif : 1. Orientasi : Masalah dirumuskan, dan aspek-aspek masalah diidentifikasi 2. Preparasi : Pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan dengan masalah. 3. Inkubasi : Pikiran beristirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan dengan jalan buntu. Pada tahap ini, proses pemecahan masalah berlangsung terus dalam jiwa bawah sadar kita. 4. Iluminasi : Masa Inkubasi berakhir ketika pemikir memperoleh semacam ilham, serangkaian insight yang memecahkan masalah. Ini menimbulkan Aha Erlebnis. 5. Verifikasi : Tahap terakhir untuk menguji dan secara kritis menilai pemecahan masalah yang diajukan pada tahap keempat. Faktor-faktor yang Memengaruhi Berpikir Kreatif Berpikir kreatif tumbuh subur bila ditunjang oleh faktor personal dan situasional. Menurut Coleman dan Hammen, faktor yang secara umum menandai orang-orang kreatif adalah : 1. Kemampuan Kognitif : Termasuk di sini kecerdasan di atas rata-rata, kemampuan melahirkan gagasan-gagasan baru, gagasan-gagasan yang berlainan, dan fleksibilitas kognitif 2. Sikap yang terbuka : orang kreatif mempersiapkan dirinya menerima stimuli internal maupun eksternal. 3. Sikap yang bebas, otonom, dan percaya pada diri sendiri : orang kreatif ingin menampilkan dirinya semampu dan semaunya, ia tidak terikat oleh konvensi-konvensi. Hal ini menyebabkan orang kreatif sering dianggap “nyentrik” atau gila. Selain faktor lingkungan psikososial, beberapa penelitian menunjukan adanya faktor situasional lainnya. Maltzman menyatakan adanya faktor peneguh kreatif, dan Silvano Arieti menekankan faktor isolasi dalam menumbuhkan kreativitas an dari lingkungan. Dutton menyebutkan tersedianya hal-hal istimewa bagi manusia. 36 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Bab VI Komunikasi Antar Pribadi (KAP) A. Definisi dan Pendekatan KAP KAP adalah komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang (Wiryanto, 2004). Komunikasi Antar Personal (KAP) adalah interaksi orang ke orang, dua arah, verbal dan non verbal. Saling berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau antar individu di dalam kelompok kecil (Febrina, 2008). Tiga pendekatan utama tentang pemikiran KAP berdasarkan: 1. Komponen-komponen utama Bittner (1985:10) menerangkan KAP berlangsung, bila pengirim menyampaikan informasi berupa kata-kata kepada penerima dengan menggunakan medium suara manusia (human voice). Menurut Barnlund (dikutip dalam Alo Liliweri : 1991), ciri-ciri mengenali KAP sebagai berikut : (a) bersifat spontan; (b) tidak berstruktur; (c) kebetulan; (d) tidak mengejar tujuan yang direncanakan; (e) identitas kenggotaan tidak jelas; (f) terjadi sambil lalu. 2. Hubungan diadik (dyadic) Hubungan diadik mengartikan KAP sebagi komunikasi yang berlangsung antara dua orang yang mempunyai hubungan mantap dan jelas. Untuk memahami perilaku seseorang, harus mengikutsertakan paling tidak dua orang peserta dalam situasi bersama (Laing, Phillipson, dan Lee (1991:117). Trenholm dan Jensen (1995:26) mendefinisikan KAP sebagai komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka (komunikasi diadik). Sifat komunikasi ini adalah : (a) spontan dan informal; 37 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang (b) saling menerima feedback secara maksimal; (c) partisipan berperan fleksibel. Trenholm dan Jensen (1995:227-228) mengatakan tipikal pola interaksi dalam keluarga menunjukkan jaringan komunikasi. 3. Pengembangan KAP dapat dilihat dari dua sisi sebagai perkembangan dari komunikasi impersonal dan komunikasi pribadi atau intim. Oleh karena itu, derajat KAP berpengaruh terhadap keluasan dan kedalaman informasi sehingga merubah sikap. Pendapat Berald Miller dan M. Steinberg (1998: 274), pandangan developmental tentang semakin banyak komunikator mengetahui satu sama lain, maka semakin banyak karakter antarpribadi yang terbawa dalam komunikasi tersebut. Edna Rogers (2002) mengemukakan pendekatan hubungan dalam menganalisis proses KAP mengasumsikan bahwa KAP membentuk struktur sosial yang diciptakan melalui proses komunikasi. Ciri-ciri KAP menurut Rogers adalah : (a) arus pesan dua arah; (b) konteks komunikasi dua arah; (c) tingkat umpan balik tinggi; (d) kemampuan mengatasi selektivitas tinggi; (e) kecepatan jangkauan terhadap khalayak relatif lambat; (f) efek yang terjadi perubahan sikap. B. Efektifitas KAP KAP merupakan komunikasi paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang. Menurut Kumar (2000: 121-122), lima ciri efektifitas KAP sebagai berikut : (1) keterbukaan (openess) ; (2) empati (empathy) ; (3) dukungan (supportiveness) ; 38 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang (4) rasa positif (positiveness) ; (5) kesetaraan (equality). Konsep Empati Menjadi Teori Komunikasi. Feedback yang diperoleh dalam KAP berupa feedback positif, negatif dan netral. Prinsip mendasar dalam komunikasi manusia berupa penerusan gagasan. David Berlo (1997:172) mengembangkan konsep empati menjadi teori komunikasi. Empati tingkat ketergantungan komunikasi adalah : (1) peserta komunikasi memilih pasangan sesuai dirinya; (2) tanggapan yang diharapkan berupa umpan balik; (3) individu mempunyai kemampuan untuk menanggapi, mengantisipasi bagaimana merespon informasi, serta mengembangkan harapanharapan tingkah laku partisipan komunikasi; (4) terjadi pergantian peran untuk mencapai kesamaan pengalaman dalam perilaku empati. David Berlo membagi teori empati menjadi dua : (1) Teori Penyimpulan (inference theory), orang dapat mengamati atau mengidentifikasi perilakunya sendiri; (2) Teori Pengambilan Peran (role taking theory), seseorang harus lebih dulu mengenal dan mengerti perilaku orang lain. Tahapan proses empati : 1. Kelayakan (decentering) ; bagaimana individu memusatkan perhatian kepada orang lain dan mempertimbangkan apa yang dipikirkan & dikatakan orang lain tersebut. 2. Pengambilan peran (role taking); mengidentifikasikan orang lain ke dalam dirinya, menyentuh kesadaran diri melalui orang lain. Tingkatan dalam pengambilan peran : 39 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang (a) tingkatan budaya (cultural level), mendasarkan keseluruhan karakteristik dari norma dan nilai masyarakat. b) tingkatan sosiologis (sociological level), mendasarkan pada asumsi sebagian kelompok budaya. (c) tingkatan psikologis (psycological level), mendasarkan pada apa yang dialami oleh individu. 3. Empati komunikasi (empathic communication), meliputi penyampaian perasaan, kejadian, persepsi atau proses yang menyatakan tidak langsung perubahan sikap/ perilaku penerima. Blumer mengembangkan pemikiran Mead melalui pokok pikiran interaksionisme simbolik yaitu “Manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai objek tersebut bagi dirinya. Kesimpulan : Komunikasi antar pribadi memberikan bimbingan kepada peserta komunikasi untuk saling berbagi asumsi, perspektif dan pengertian mengenai informasi yang dibicarakan untuk memudahkan proses empati. C. Pemahaman Pengertian KAP Secara umum komunikasi antar pribadi (KAP) dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Komunikasi terjadi secara tatap muka (face to face) antara dua individu. Dalam pengertian tersebut mengandung 3 aspek: 1. Pengertian proses, yaitu mengacu pada perubahan dan tindakan yang berlangsung terus menerus. 2. KAP merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik. 3. Mengandung makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut, adalah kesamaan pemahaman diantara orangorang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi. 40 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Dari ketiga aspek tersebut maka KAP menurut Judy C. Pearson memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. KAP dimulai dengan diri pribadi (self). Berbagai persepsi komunikasi yang menyangkut pemaknaan berpusat pada diri kita, artinya dipengaruhi oleh pengalaman dan pengamatan kita. 2. KAP bersifat transaksional. Anggapan ini mengacu pada pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak dan bersifat sejajar, menyampaikan dan menerima pesan. 3. KAP mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi. Artinya isi pesan dipengaruhi oleh hubungan antar pihak yang berkomunikasi. 4. Komunikasi antarpribadi mensyaratkan kedekatan fisik antar pihak yang berkomunikasi. 5. KAP melibatkan pihak-pihak yang saling bergantung satu sama lainnya dalam proses komunikasi. 6. KAP tidak dapat diubah maupun diulang. Jika kita salah mengucapkan sesuatu pada pasangan maka tidak dapat diubah. Bisa memaafkan tapi tidak bisa melupakan atau menghapus yang sudah dikatakan. KAP berlangsung antar dua individu, karenanya pemahaman komunikasi dan hubungan antar pribadi menempatkan pemahaman mengenai komunikasi dalam proses psikologis. Setiap individu dalam tindakan komunikasi memiliki pemahaman dan makna pribadi terhadap setiap hubungan dimana dia terlibat di dalamnya. Hal terpenting dari aspek psikologis dalam komunikasi adalah asumsi bahwa diri pribadi individu terletak dalam diri individu dan tidak mungkin diamati secara langsung. Artinya dalam KAP pengamatan terhadap seseorang dilakukan melalui perilakunya dengan mendasarkan pada persespsi si pengamat. Dengan demikian aspek psikologis mencakup pengamatan pada dua dimensi, yaitu internal dan eksternal. Namun kita mengetahui bahwa dimensi eksternal tidaklah selalu sama dengan dimensi internalnya. Fungsi psikologis dari komunikasi adalah untuk menginterpretasikan tanda-tanda melalui tindakan atau perilaku yang dapat diamati. Proses interpretasi ini setiap individu berbeda. Karena setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda, yang terbentuk karena pengalaman yang berbeda pula. D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Individu Dalam KAP Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa komunikasi antarpribadi dimulai dari diri individu. Tampilan komunikasi yang muncul dalam setiap kita berkomunikasi mencerminkan kepribadian dari setiap individu yang berkomunikasi. Pemahaman terhadap proses pembentukan keperibadian setiap pihak yang terlibat dalam komunikasi menjadi penting dan mempengaruhi keberhasilan komunikasi. Dalam modul ini realita komunikasi antarpribadi dianalogikan seperti fenomena gunung es (the communication iceberg). 41 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Analogi ini menjelaskan bahwa ada berbagai hal yang mempengaruhi atau yang memberi kontribusi pada bagaimana bentuk setiap tampilan komunikasi. Gunung es yang tampak, dianalogikan sebagai bentuk komunikasi yang teramati atau terlihat (visible/observable aspect) yaitu: 1. Interactant, yaitu orang yang terlibat dalam interaksi komunikasi seperti pembicara, penulis pendengar, pembaca dengan berbagai situasi yang berbeda. 2. Symbol. Terdiri dari symbols (huruf, angka, kata-kata, tindakan) dan symbolic language (bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dll) 3. Media, saluran yang digunakan dalam setiap situasi komunikasi. Sedangkan bagian bawah gunung es yang menjadi penyangga gunung es itu tidak tampak atau tidak teramati. Inilah yang disebut sebagai invisible/unobservable aspect. Justru bagian inilah yang penting. Walaupun tak tampak karena tertutup air, dia menyangga tampilan gunung es yang muncul menyembul kepermukaan air. Tanpa itu gunung es tidak akan ada. Demikian halnya dengan komunikasi, di mana tampilan komunikasi yang teramati/tampak dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak terlihat, tapi terasa pengaruhnya, yaitu: 1. Meaning (makna). Ketika simbol ada, maka makna itu ada dan bagaimana cara menanggapinya. Intonasi suara, mimik muka, kata-kata, gambar dsb. Merupakan simbol yang mewakili suatu makna. Misalnya intonasi yang tinggi dimaknai dengan kemarahan, kata pohon mewakili tumbuhan dsb. 2. Learning (belajar) Interpretasi makna terhadap simbol muncul berdasarkan pola-pola komunikasi yang diasosiasikan pengalaman, interpretasi muncul dari belajar yang diperoleh dari pengalaman. Interpretasi muncul disegala tindakan mengikuti aturan yang diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman merupakan rangkaian proses memahami pesan berdasarkan yang kita pelajari. Jadi makna yang kita berikan merupakan hasil belajar. Pola-pola atau perilaku komunikasi kita tidak tergantung pada turunan/genetik, tapi makna dan informasi merupakan hasil belajar terhadap simbol-simbol yang ada di lingkungannya. Membaca, menulis, menghitung adalah proses belajar dari lingkungan formal. Jadi, kemampuan kita berkomunikasi merupakan hasil learning (belajar) dari lingkungan. 3.Subjectivity. Pengalaman setiap individu tidak akan pernah benar-benar sama, sehingga individu dalam meng-encode (menyusun atau merancang) dan men-decode (menerima dan mengartikan) pesan tidak ada yang benar-benar sama. 42 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Interpretasi dari dua orang yang berbeda akan berbeda terhadap objek yang sama. 4. Negotiation. Komunikasi merupakan pertukaran symbol. Pihak-pihak yang berkomunikasi masing-masing mempunyai tujuan untuk mempengaruhi orang lain. Dalam upaya itu terjadi negosiasi dalam pemilihan simbol dan makna sehingga tercapai saling pengertian. Pertukaran simbol sama dengan proses pertukaran makna. Masing-masing pihak harus menyesuaikan makna satu sama lain. 5. Culture. Setiap individu adalah hasil belajar dari dan dengan orang lain. Individu adalah partisipan dari kelompok, organisasi dan anggota masyarakat. Melalui partisipasi berbagi simbol dengan orang lain, kelompok, organisasi dan masyarakat. Simbol dan makna adalah bagian dari lingkungan budaya yang kita terima dan kita adaptasi. Melalui komunikasi budaya diciptakan, dipertahankan dan dirubah. Budaya menciptakan cara pandang (point of view). 6. Interacting levels and context. Komunikasi antar manusia berlangsung dalam bermacam konteks dan tingkatan. Lingkup komunikasi setiap individu sangat beragam mulai dari komunikasi antar pribadi, kelompok, organisasi, dan massa. 7. Self reference. Perilaku dan simbol-simbol yang digunakan individu mencerminkan pengalaman yang dimilikinya, artinya sesuatu yang kita katakan dan lakukan dan cara kita menginterpretasikan kata dan tindakan orang adalah refleksi makna, pengalaman, kebutuhan dan harapan-harapan kita. 8. Self reflexivity. Kesadaran diri (self-cosciousnes)merupakan keadaan dimana seseorang memandang dirinya sendiri (cermin diri) sebagai bagian dari lingkungan. Inti dari proses komunikasi adalah bagaimana pihak-pihak memandang dirinya sebagai bagian dari lingkungannya dan itu berpengaruh pada komunikasi. 9. Inevitability. Kita tidak mungkin tidak berkomunikasi. Walaupun kita tidak melakukan apapun tetapi diam kita akan tercermin dari nonverbal yang terlihat, dan itu mengungkap suatu makna komunikasi. Berbagai aspek yang dibahas di atas menegaskan bahwa suatu proses komunikasi secara fisik terlihat sederhana, padahal jika kita mellihat pola komunikasi yang terjadi itu menjelaskan kepada kita sesuatu yang sangat 43 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang kompleks. Jadi dapat disimpulkan di sini bahwa komunikasi antarpribadi bukanlah sesuatu yang sederhana. Dalam sudut pandang psikologis KAP merupakan kegiatan yang melibatkan dua orang atau lebih yang memiliki tingkat kesamaan diri. Saat dua orang berkomunikasi maka keduanya harus memiliki kesamaan tertentu, katakanlah laki-laki dan perempuan. Mereka secara individual dan serempak memperluas diri pribadi masing-masing ke dalam tindakan komunikasi melalui pemikiran, perasaan, keyakinan, atau dengan kata lain melalui proses psikologis mereka. Proses ini berlangsung terus menerus sepanjang keduanya masih terlibat dalam tindak komunikasi. Saling berbagi pengalaman tidaklah berarti memiliki kesamaan pemahaman atau kesamaan diri yang tunggal tetapi bisa merupakan persinggungan dan sejumlah perbedaan. Fisher mengemukakan bahwa ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, proses intrapribadi kita memiliki paling sedikit tiga tataran yang berbeda. Tiap tataran tersebut akan berkaitan dengan sejumlah yang hadir dalam situasi antar pribadi, yaitu pandangan kita mengenai diri sendiri, pandangan kita mengenai diri orang lain, dan pandangan kita mengenai pandangan orang lain tentang kita. Pentingnya proses psikologis hendaknya dipahami secara cermat, artinya proses intrapribadi dari partisipan komunikasi bukanlah hal yang sama dengan hubungan antarpribadi. Apa yang terjadi dalam diri individu bukanlah komunikasi antarpribadi melainkan proses psikologis. Meskipun demikian proses psikologis dari tiap individu pasti mempengaruhi komunikasi antar pribadi yang pada gilirannya juga mempengaruhi hubungan antarpribadi. E. Teori-teori KAP 1. Teori self disclosure Disclosure dan understanding merupakan tema penting dalam teori komunikasi pada tahun ’60 dan ‘70-an. Sebagian besar sebagai konsekuensi aliran humanistik dalam psikologi, sebuah ideologi “honest communication” muncul, dan beberapa dari pemikiran kita tentang apa yang membuat komunikasi interpersonal itu baik dipengaruhi oleh gerakan ini. Didorong oleh karya Carl Rogers, disebut Third Force begitu dalam psikologi menyatakan bahwa tujuan komunikasi adalah meneliti pemahaman diri dan orang lain dan bahwa pengertian hanya dapat terjadi dengan komunikasi yang benar. Menurut psikologi humanistik, pemahaman interpersonal terjadi melalui selfdisclosure, feedback, dan sensitivitas untuk mengenal / mengetahui orang lain. Misunderstanding dan ketidakpuasan dalam hubungan diawali oleh ketidakjujuran, kurangnya kesamaan antara tindakan seseorang dengan 44 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang perasaannya, miskin feedback, serta self disclosure yang ditahan. Banyak riset pengenalan diri muncul dari gerakan humanistik ini. Seorang teoritisi yang menggali proses self-disclosure ini adalah Sidney Jourard. Uraiannya bagi kemanusiaan sifatnya terbuka dan transparan. Transparansi berarti membiarkan dunia untuk mengenal dirinya secara bebas dan pengenalan diri seseorang pada orang lain. Hubungan interpersonal yang ideal menyuruh orang agar membiarkan orang lain mengalami mereka sepenuhnya dan membuka untuk mengalami orang lain sepenuhnya. Jourard mengembangkan gagasan ini setelah mengamati bahwa sakit mental cenderung tertutup bagi dunia. Dia menemukan bahwa mereka menjadi sehat ketika mereka bersedia mengenalkan dirinya pada ahli terapi. Kemudian, Jourard menyamakan kesakitan (sickness ) dengan ketertutupan dan kesehatan dengan transparansi. Jourard melihat pertumbuhan –pergerakan orang menuju cara berperilaku yang baru- sebagai hasil langsung dari keterbukaan pada dunia. Orang yang sakit sifatnya tetap dan stagnan; pertumbuhan orang akan sampai pada posisi hidup baru. Selanjutnya, perubahan merupakan esensi dari pertumbuhan personal. Personal growth melekat pada komunikasi interpersonal sebab dunia merupakan sosial yang sangat luas. Untuk menerima perubahan seseorang itu sendiri meminta kita untuk menetapkan bahwa kita juga diterima oleh orang lain. Pertumbuhan akan sulit jika orang-orang di sekitar kita tidak membuka untuk penerimaan kita sendiri. Sekarang kita mengerti self-disclosure sebagai proses yang lebih kompleks daripada yang dilakukan pada tahun ’60 dan ‘70an. Sebagai contoh pemikiran terbaru atas subyek ini, Sandra Petronio meletakkan secara bersamaan serangkaian ide mengenai kompleksitas selfdisclosure dalam relationship. Teori ini berdasar pada risetnya sendiri dan survei pada sejumlah banyak kajian lain dengan topik pengembangan hubungan dan disclosure. Dia menerapkan teori ini pada pasangan yang menikah khususnya, selain juga dapat diterapkan pada bermacam-macam; hubungan. Menurut Petronio, individu terlibat dalam hubungan secara konstan menjadi bagian dalam proses pengaturan yang membatasi antara publik dan privat, antara perasaan dan pikiran yang mereka mau berbagi dengan sang patner dengan perasaan dan pikiran yang tidak mau mereka bagi. Permainan diantara kebutuhan untuk berbagi dan kebutuhan untuk melindungi diri ini sifatnya konstan dan mendorong pasangan untuk membicarakan dan mengkoordinasi batasan mereka. Kapan kita diketahui dan kapan tidak?, dan ketika pasangan memberitahukan informasi personal, bagaimana kita merespon?. Ketika orang memberi tahu sesuatu, dia sedang membuat permintaan pada orang lain untuk meresponnya dengan sesuai. Demand / permintaan dan respond perlu dikoordinasi. Ketika kita memberi tahu sesuatu pada patner kita, 45 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang dia dapat merespon dalam cara yang membantu kualitas hubungan dan kebahagiaan atau dalam cara yang tidak begitu. Selanjutnya, pengaturan batasan memerlukan pertimbangan dan pikiran. Orang membuat keputusan mengenai bagaimana dan kapan untuk memberi tahu, dan mereka memutuskan mengenai bagaimana merespon permintaan orang lain. Bermacam-macam strategi langsung dan tidak langsung dapat diusahakan, dan problem yang berulang bagi pasangan yaitu mengkoordinasi jenis-jenis disclosure dan respon yang mereka gunakan. Contoh, ketika kita membuat disclosure yang langsung dan jelas, kita biasanya menginginkan respon yang juga langsung dan jelas, dan ketika kita membuat disclosure yang samar dan implisit, kita mungkin ingin diberi lebih banyak waktu untuk mendalami situasi, mungkin secara coba-coba, dengan patner kita. Sejauh ini, semua teori yang dibahas menunjukkan bagaimana pentingnya informasi dalam penguatan hubungan. Kita kadang-kadang memantau informasi yang disediakan oleh orang lain dan memberi informasi mengenai diri kita sendiri 2. Teori Penetrasi Sosial Salah satu proses yang paling luas dikaji atas perkembangan gubungan adalah penetrasi sosial. Secara garis besar, ini merupakan ide bahwa hubungan menjadi labih akrab seiring waktu ketika patner memberitahukan semakin banyak informasi mengenai mereka sendiri. Selanjutnya, social penetration merupakan proses peningkatan disclosure dan keakraban dalam hubungan. Gerald Miller dan rekannya secara literal mengartikan komunikasi interpersonal dalam term penetrasi. Semakin bertambah yang saling diketahui oleh masing-masing komunikator, semakin bertambah karakter interpersonal yang berperan dalam komunikasi mereka. Semakin sedikit yang mereka ketahui tiap personnya, semakin impersonal komunikasi itu. Komunikasi interpersonal karenanya merupakan beragam proses penetrasi sosial. Teori penetrasi sosial yang paling terkenal yaitu milik Altman dan Taylor. Irwin Altman dan Dalmas Taylor mengenalkan istilah penetrasi sosial. Manurut teori mereka, karena hubungan itu berkembang, komunikasi bergerak dari level yang relatif sedikit dalam, tidak akrab, menuju level yang lebih dalam, lebih personal. Personalitas komunikator dapat diperlihatkan melalui lingkungan dengan lapisan tiga dimensi; memiliki jarak (breadth) dan kedalaman (depth). Breadth merupakan susunan yang berurutan atau keragaman topik yang merasuk kedalam kehidupan individu. Depth adalah jumlah informasi yang tersedia pada tiap topik. Pada jarak terjauh akan merupakan level komunikasi yang dapat dilihat, seperti 46 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang berpakaian dan bicara. Didalamnya merupakan detil privat yang meningkat mengenai kehidupan, perasaan, serta pikiran partisipan. Karena hubungan itu berkembang, patner berbagi lebih banyak atas diri, menyediakan breadth sebaik depth, melalui pertukaran informasi, perasaan dan aktivitas. Komunikasi kemudian dibantu oleh pemakaian level-level. Pada saat level tertentu tercapai, dibawah kondisi yang memungkinkan sepasang patner berbagi dalam meningkatkan breadth pada level tersebut. Contohnya, setelah kencan beberapa saat pasangan yang menikah bisa mulai mendiskusikan tindakan berpasangan selanjutnya, dan makin bertambah informasi mengenai langkah berpasangan selanjutnya akan diperlihatkan / diberitahu sebelum bergerak bahkan menuju level disclosure yang lebih dalam semisal sejarah seksual. Teori Altman dan Taylor didasarkan dalam sebagian besar dari satu ide yang paling populer dalam ilmu sosial –bahwa hubungan akan berhasil ketika secara relatif memperoleh ganjaran (rewarding) dan akan berhenti ketika secara relatif mengeluarkan biaya (cost). Proses ini dikenal sebagai pertukaran sosial. Menurut Altman dan Taylor, pasangan relasional bukan hanya mengandung reward dan cost atas hubungan pada saat tertentu, tetapi juga menggunakan informasi yang mereka cari untuk meramalkan reward dan cost di waktu mendatang. Jika patner menilai bahwa reward secara relatif lebih besar dari cost, mereka akan beresiko lebih banyak disclosure yang mempunyai potensi gerakan partisipan menuju level keakraban yang lebih dalam. Semakin besar reward yang diketahui relatif terhadap cost, semakin cepat penetrasi. Altman dan Taylor menemukan bahwa penetrasi tercepat cenderung terjadi dalam langkah awal perkembangan ketika reward cenderung melampaui cost. Terdapat empat langkah perkembangan hubungan: 1. Orientation mengandung komunikasi impersonal, dimana seseorang memberitahu hanya informasi yang sangat umum mengenai dirinya sendiri. 2. Jika tahap ini menghasilkan reward pada partisipan, mereka akan bergerak menuju tahap berikutnya, the exploratory affective exchange , dimana perluasaan / ekspansi awal informasi dan gerakan menuju level lebih dalam dari disclosure itu terjadi. 3. Affective exchange memusatkan pada perasaan evaluatif dan kritis pada level yang lebih dalam. Tahap ini tidak akan dimasuki kecuali jika patner menyadari reward substansial yang relatif terhadap cost dalam tahap lebih awal. Akhirnya, 4. Stable exchange adalah keakraban yang sangat tinggi dan mengijinkan patner untuk meramalkan setiap tindakan pihak lain dan menanggapinya dengan sangat baik. Altman dan Taylor menunjukkan bahwa perkembangan 47 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang hubungan bukan hanya melibatkan peningkatan penetrasi sosial. Juga terlalu sering melibatkan keakraban yang menurun, ketidakteraturan, dan tanpa solusi. Altman dan Taylor menyarankan bahwa reward terkurangi dan cost meningkat pada level komunikasi yang lebih akrab, proses penetrasi sosial akan terbentuk dan hubungan akan mulai mengambil bagian. Modifikasi terhadap penetrasi sosial. Teori penetrasi sosial orisinal penting dalam memusatkan perhatian kita pada pengembangan hubungan sebagai proses komunikasi. Terdapat banyak kebenaran terhadap ide bahwa hubungan menjadi lebih dekat jika informasi dibagi, dan bahwa perkembangan secara parsial merupakan proses peningkatan keakraban. Pada saat yang sama, teori original tersebut dianggap terlalu sederhana. Kebanyakan siswa perkembangan hubungan sekarang ini percaya bahwa penetrasi sosial sifatnya berputar, sebagai proses dialektis. Disebut berputar (cyclical) sebab berlangsung dalam bentuk siklus timbal-balik, serta disebut bersifat dialektis karena melibatkan pengaturan pertentangan / ketegangan antara lawan-lawannya. Sebuah dialectic adalah ketegangan antara dua atau lebih elemen yang berlawanan dalam sistem yang pada akhirnya kadangkadang meminta resolusi. Analisa dialektis melihat cara sistem berkembang atau berubah, bagaimana ia bergerak, dalam merespon ketegangan. Dan ia melihat strategi tindakan yang dipakai sistem untuk menyelesaikan kontradiksi. Altman dan rekannya sekarang menyatakan bahwa dialektik ini biasanya diatur dalam sebuah istilah panjang hubungan oleh semacam siklus yang dapat diramalkan. Dengan kata lain, karena hubungan itu berkembang, keterbukaan dan ketertutupan yang berputar pada pasangan nikah mempunyai pengaturan tertentu atau ritme yang dapat diramalkan. Pada saat yang sama, dalam beberapa hubungan yang dikembangkan, perputaran yang terjadi lebih besar dibadingkan hubungan yang kurang dikembangkan. Hal ini sebab, konsisten dengan perkiraan dasar teori penetrasi sosial, hubungan yang dikembangkan rata-rata lebih diterima. Untuk mengetes ide ini, analisa Arthur Van Lear menunjukkan bahwa dalam percakapan pasangan nikah siklus keterbukaan terjadi dan beberapa sinkronisasi juga terjadi. Sebagai perbandingan, juga diamati kelompok pelajar yang ternyata juga mencerminkan hal yang sama. Kedua kajian tersebut menunjukkan bahwa siklus tersebut terjadi, bahwa sifatnya kompleks, bahwa patner mengenal siklus mereka, dan bahwa penggabungan dan sinkronisasi seringkali terjadi. Penting untuk dicatat, ternyata bahwa jumlah sinkroni tidak sama pada tiap pasangan, yang berarti bahwa terdapat perbedaan antar pasangan dalam kemampuan mereka untuk mengkoordinasi siklus selfdisclosure. 48 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang 3. Teori Pertukaran Sosial Tokoh-tokoh yang mengembangkan teori pertukaran sosial antara lain adalah psikolog John Thibaut dan Harlod Kelley (1959), sosiolog George Homans (1961), Richard Emerson (1962), dan Peter Blau (1964). Teori ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Thibaut dan Kelley, pemuka utama dari teori ini menyimpulkan teori ini sebagai berikut: “Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”. Berdasarkan teori ini, kita masuk ke dalam hubungan pertukaran dengan orang lain karena dari padanya kita memperoleh imbalan. Dengan kata lain hubungan pertukaran dengan orang lain akan menghasilkan suatu imbalan bagi kita. Teori pertukaran sosial pun melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). Karena lingkungan kita umumnya terdiri atas orang-orang lain, maka kita dan orangorang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala hal yang diperloleh melalui adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan, persahabatan – hanya akan langgeng manakala kalau semua pihak yang terlibat merasa teruntungkan. Jadi perilaku seseorang dimunculkan karena berdasarkan perhitungannya, akan menguntungkan bagi dirinya, demikian pula sebaliknya jika merugikan maka perilaku tersebut tidak ditampilkan. Empat Konsep pokok: Ganjaran, biaya, laba, dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori ini. Ganjaran ialah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran berupa uang, penerimaan sosial atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Nilai suatu ganjaran berbeda-beda antara seseorang dengan yang lain, dan berlainan antara waktu yang satu dengan waktu yang lain. Buat orang kaya mungkin penerimaan sosial lebih berharga daripada uang. Buat si miskin, hubungan interpersonal yang dapat mengatasi kesulitan ekonominya lebih memberikan ganjaran daripada hubungan yang menambah pengetahuan. 49 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Biaya adalah akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menghabiskan sumber kekayaan individu atau dapat menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan. Seperti ganjaran, biaya pun berubah-ubah sesuai dengan waktu dan orang yang terlibat di dalamnya. Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Bila seorang individu merasa, dalam suatu hubungan interpersonal, bahwa ia tidak memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba. Misalnya, Anda mempunyai kawan yang pelit dan bodoh. Anda banyak membantunya, tetapi hanya sekedar supaya persahabatan dengan dia tidak putus. Bantuan Anda (biaya) ternyata lebih besar daripada nilai persahabatan (ganjaran) yang Anda terima. Anda rugi. Menurut teori pertukaran sosial, hubungan anda dengan sahabat pelit itu mudah sekali retak dan digantikan dengan hubungan baru dengan orang lain. Tingkat perbandingan menunjukkan ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai riteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Ukuran baku ini dapat berupa pengalaman individu pada masa lalu atau alternatif hubungan lain yang terbuka baginya. Bila pada masa lalu, seorang individu mengalami hubungan interpersonal yang memuaskan, tingkat perbandingannya turun. Bila seorang gadis pernah berhubungan dengan kawan pria dalam hubungan yang bahagia, ia akan mengukur hubungan interpersonalnya dengan kawan pria lain berdasarkan pengalamannya dengan kawan pria terdahulu. Makin bahagia ia pada hubungan interpersonal sebelumnya, makin tinggi tingkat perbandingannya, berarti makin sukar ia memperoleh hubungan interpersonal yang memuaskan. Homans dalam bukunya “Elementary Forms of Social Behavior”, 1974 mengeluarkan beberapa proposisi dan salah satunya berbunyi: ”Semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang, makin sering satu bentuk tindakan tertentu memperoleh imbalan, makin cenderung orang tersebut menampilkan tindakan tertentu tadi “. Proposisi ini secara eksplisit menjelaskan bahwa satu tindakan tertentu akan berulang dilakukan jika ada imbalannya. Proposisi lain yang juga memperkuat proposisi tersebut berbunyi: “Makin tinggi nilai hasil suatu perbuatan bagi seseorang, makin besar pula kemungkinan perbuatan tersebut diulanginya kembali”. Bagi Homans, prinsip dasar pertukaran sosial adalah “distributive justice” – aturan yang mengatakan bahwa sebuah imbalan harus sebanding dengan investasi. Proposisi yang terkenal sehubungan dengan prinsip tersebut berbunyi ” seseorang dalam hubungan pertukaran dengan orang lain akan mengharapkan imbalan yang diterima oleh setiap pihak sebanding dengan pengorbanan yang telah dikeluarkannya – makin tingghi pengorbanan, makin tinggi imbalannya – dan keuntungan yang diterima oleh setiap pihak harus sebanding 50 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang dengan investasinya – makin tinggi investasi, makin tinggi keuntungan”. Inti dari teori pembelajaran sosial dan pertukaran sosial adalah perilaku sosial seseorang hanya bisa dijelaskan oleh sesuatu yang bisa diamati, bukan oleh proses mentalistik (black-box). Semua teori yang dipengaruhi oleh perspektif ini menekankan hubungan langsung antara perilaku yang teramati dengan lingkungan. 1. Pendekatan Obyektif Teori Pertukaran sosial ada di pendekatan objektif. Pendekatan ini disebut “obyektif” berdasarkan pandangan bahwa objek-objek, perilaku-perilaku dan peristiwa-peristiwa eksis di suatu dunia yang dapat diamati oleh pancaindra (penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan pembau), dapat diukur dan diramalkan. Teori Pertukaran sosial beranggapan orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Pada pendekatan obyektif cenderung menganggap manusia yang mereka amati sebagai pasif dan perubahannya disebabkan kekuatan-kekuatan sosial di luar diri mereka. Pendekatan ini juga berpendapat, hingga derajat tertentu perilaku manusia dapat diramalkan, meskipun ramalan tersebut tidak setepat ramalan perilaku alam. Dengan kata lain, hukum-hukum yang berlaku pada perilaku manusia bersifat mungkin (probabilistik). Misalnya, kalau mahasiswa lebih rajin belajar, mereka (mungkin) akan mendapatkan nilai lebih baik; kalau kita ramah kepada orang lain, orang lain (mungkin) akan ramah kepada kita; bila suami isteri sering bertengkar, mereka (mungkin) akan bercerai. 4. Teori Pengurangan Ketidakpastian Ketika pertama kali bertemu, ketidakpastian terjadi, karena kurangnya kedekatan. Mengurangi ketidakpastian pada Low Context Culture dengan verbal communication, sebaliknya pada High Context Culture dengan non-verbal communication. Fase pengurangan ketidakpastian: 1. Memulai interaksi, 2. Berkomunikasi, 3. Penentuan sikap (melanjutkan hubungan atau tidak. Strategi pengurangan ketidakpastian: Pasif, dengan pengamatan; 51 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Aktif, dengan cari tahu info dari sumber lain; Interaktif dengan cari tahu langsung dari objek/lawan komunikasi. Asumsi teori pengurangan ketidakpastian. Seperti yang sudah disebutkan di bagian sebelumnya, Uncertainty Reduction Theory tidak ada pengecualian. Teori ini meliputi 7 asumsi: Orang – orang tidak berpengalaman dalam mengatur interpersonal. Ketidak pastian adalah keengganan, dari pengamatan menghasilkan stress. Ketika bertemu orang asing, pertama mengenai pengurangan ketidakpastian atau menambah kemampuan memprediksikan. Komunikasi interpersonal adalah proses perkembangan yang terus terjadi. Komunikasi interpersonal, pertama bermakna pengurangan ketidakpastian. Tabiat dan banyaknya informasi yang orang-orang bagi berubah sepanjang waktu. Memprediksikan tingkah laku dalam bentuk aturan-aturan. 52 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Bab VII TEORI KOMUNIKASI KELOMPOK DAN ORGANISASI I. KOMUNIKASI KELOMPOK Kita hidup dalam kelompok seperti keluarga, di kantor, kegiatan sosial, kegiatan agama, sekolah, dan klub-klub tertentu. Dimana terjadi interaksi dan saling mempengaruhi. Disebut juga komunikasi timbal balik. Alasan seseorang masuk dalam kelompok : 1. Daya tarik anggota kelompok; 2. Daya tarik kegiatan dan tujuan kelompok; 3. Daya tarik menjadi anggota kelompok, misalnya karena alasan pribadi, sosial, simbolik, atau ekonomi. 1. Klasifikasi Kelompok Sekumpulan orang disebut kelompok jika : 1. Ada kesadaran dari anggota-anggotanya akan ikatan yang sama yang mempersatukan atau ada rasa saling memiliki ( sense of belonging). Perasaan ini tidak dimiliki oleh orang diluar kelompok. 2. Memiliki tujuan dan aturan (formal dan non formal) dan interaksi di antara anggotanya. a. Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder Primer : • Keterikatan emosional, akrab lebih pribadi, lebih menyentuh hati. Misalnya hubungan dalam keluarga, atau teman-teman sepermainan sejak SD, SMP. SMA dulu, atau karena senasib. • Self disclosure • Personal/pribadi • Ekspresif dan informal Sekunder: • Hubungan antar anggota tidak akrab,,tidak menyentuh hati, organisasi massa, serikat buruh, teman kuliah dst. • Komunikasi bersifat dangkal. • Impersonal • Komunikasi bersifat instrumen dan formal. 53 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang b. Ingroup dan Outgroup In group : Out group: 1. Kelompok dalam adalah satuan sosial di mana individu menjadi bagian dari kelompok tsb. 1. Kelompok luar adalah satuan sosial di mana individu tidak menjadi bagian dari kelompok tsb. 2. Disebut kelompok “kita” 2. Disebut kelompok “mereka”. 3. Perasaan in group diungkapkan dengan kesetiaan, solidaritas, kesenangan, dan kerjasama 3. Melihat pada batasan lokasi/geografis, suku bangsa, pandangan ideologi, pekerjaan/profesi,bahasa, status sosial, kekerabatan c. Kelompok Keanggotaan dan Kelompok rujukan Kelompok. Keanggotaan: Membership Group. Terikat secara nilai dasarnya. Kelompok Rujukan : - Memberi identifikasi psikologis kepada kita, dengan menilai diri sendiri dan membentuk sikap. 54 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang d. Kelompok Deskriptif dan kelompok Preskriptif 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Deskriptif Preskriptif Causal group, untuk membina Hubungan. Chatarsis group, untuk melepaskan tekanan bathin dan frustrasi dari anggotanya. Learning group, untuk menambah informasi. Pollicy group, untuk membuat kebijakan. Action group: tindakan untuk menyelesaikan tugas. Meeting group, dibentuk untuk pertumbuhan interpersonal dan kesehatan mental. Awarness group, dibentuk untuk menimbulkan kesadaran identitas sosial politik baru. Prosedur parlementer :Format diskusi yang secara ketat mengatur peserta diskusi yang besar , berbicara waktu dan tema teratur sesuai tata tertib. Contoh sidang DPR. 1. Diskusi meja bundar : Susunan tempat duduk bundar menyebabkan arus komunikasi bebas di antara anggota kelompok dan lebih demokratis. 2. Simposium : Serangkaian pidato pendek dari berbagai aspek mengenai suatu topik. Pro dan kontra terhadap masalah yang kontroversial. 3.Diskusi panel : Peserta berinteraksi dengan verbal mengenai masalah yang kontroversial dengan beberapa \ pembicara dan ada moderator. 4.Forum : keseluruhan bentuk kelompok preskriptif disebut forum. 5.Kolokium : Pertemuan peserta dengan ahli, diskusi tanya jawab diatur ketat oleh moderator dan pertanyaan yang terkait dengan ahli. 2. Pengaruh Kelompok Pada Perilaku Komunikasi Kelompok Berpengaruh Dalam 3 Hal : - Konformitas - Fasilitas Sosial - Polarisasi a. • Konformitas : adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju kelompok sebagai akibat tekanan kelompok, yang nyata atau yang dibayangkan (Kiesler&Kiesler,1969). Faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas: Faktor Situasional: 55 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang 1. Kejelasan situasi. Situasi yang makin tidak jelas makin mungkin untuk melakukan konformitas. 2. Konteks situasi. Situasi tertentu mendukung konformitas, dan situasi yang lain menyimpang dari kelompoknya. 3. Cara menyampaikan penilaian. Bila disampaikan dengan terbuka akan mendorong konformitas. 4. Karakteristik sumber pengaruh. 5. Ukuran kelompok (makin besar, makin besar komformitas). 6. Tingkat kesepakatan kelompok. • Faktor Personal: 1. Usia. Semakin dewasa segan orang untuk melakukan konformitas. 2. Jenis kelamin. Wanita dibandingkan pria. lebih mudah melakukan konformitas 3. Stabilitas emosional . Makin kurang stabil makin besar kemungkinan konformitas. 4. Otoritarianisme . Kepribadian otoriter berkorelasi positif konformitas. dengan 5. Kecerdasan . Makin cerdas makin kurang kemauan untuk konformitas. 6. Motivasi. Motivasi tertentu mendorong konformitas, motif yang lain seperti percaya diri mendorong kemandirian, sulit untuk konformitas. b. Fasilitas Sosial: Adalah kondisi prestasi individu yang meningkat karena disaksikan kelompok, jadi kelompok dapat memfasilitasi pekerjaan yang berupa keterampilan. Tetapi tidak bagi pekerjaan yang berkenaan dengan nalar dan penilaian. c. Polarisasi : Kecenderungan kearah posisi yang ekstrim, disebabkan pada proporsi argumentasi yang menyokong sikap atau tindakan tertentu. Polarisasi ada dua : ekstrimisme peserta menjadi jauh dari dunia nyata, sehingga memperbesar peluang untuk berbuat kesalahan. Disebut groupthink anggota kelompok 56 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang berusaha mempertahankan konsensus kelompok sehingga kemampuan kritis tidak efektif lagi. Polarisasi memihak pada suatu pendapat tertentu dan cenderung akan menyalahkan orang lain. Maka terjadilah polarisasi antar kelompok-kelompok. 3. Tahap Perkembangan Kelompok Penelitian menunjukkan bahwa perkembangan kelompok melalui tahap : 1. Orientasi 2. Konflik 3. Kemunculan (emergence) 4. Penguatan ( reinforcement) Tahap (1) ditandai dengan perkenalan anggota kelompok saling menyatakan pendapat, pandangan, membentuk jaringan dan pembagian tugas. Pembicaraan pada yang ringan-ringan. Tahap (2) konflik karena perbedaanperbedaan pendapat dan terjadi polarisasi pendapat. Tahap (3) banyak faktor yang mempengaruhi pada polarisasi, dan ada yang dapat/muncul untuk mencari solusi (emergence), dan tahap ke (4) kerjasama antar individu meningkat akan mendorong dan memperkuat kelompok. 4. Budaya Kelompok Melihat teori-teori tentang budaya, kita ketahui bahwa budaya itu merupakan pedoman hidup yang dapat menciptakan ciri khusus di dalam kebudayaan tersebut. Sedangkan individu itu menyangkut diri seseorang yang ada ego, pikiran dan emosi. Jadi budaya individu disini maksudnya suatu kebiasaan yang terdapat dalam diri individu itu sendiri. Ini dapat muncul karena mendapat pengaruh baik lingkungannya, keluarga dan pendidikannya. Budaya individu ini lebih menekankan kepada individunya baik itu tingkah laku maupun pola pikirnya yang membudidaya dalam dirinya. Budaya kelompok merupakan budaya yang ada dalam kelompok tersebut. Dalam artian kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam kelompok itu yang menjadikan itu sebagai cirri khasnya dari kelompok lain. Dalam ruang lingkup 57 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang yang besar, budaya kelompok ini merupaka kebudayaan yang dihasilkan dan membudidaya kepada individu-individu yang merupakan anggota kelompok itu sendiri. Budaya kelompok ini memiliki unsure budaya yang universal yang dapat membedakan dengan budaya kelompok lain. Budaya kelompok dapat kita lihat dalam bentuk seni, mitos, dongeng sikap yang ada dalam budaya tersebut. Ketika suatu jaringan terbentuk maka simbol dan aturan muncul dan dibakukan melalui komunikasi. Muncullah apa yang disebut budaya kelompok, yang di aplikasikan pada pakaian, bahasa rahasia, dan cara salam ketika bertemu dst. Budaya kelompok ini berfungsi untuk : 1. Membentuk identitas kelompok 2. Memberikan rasa kebersamaan (kohesif) kelompok. yang akan membangun kesatuan 5. Teori- teori Komunikasi Kelompok 1. Teori Kepribadian Kelompok (Group syntality Theory) Merupakan studi mengenai interaksi kelompok pada basis dimensi kelompok dan dinamika kepribadian. Dimensi kelompok merujuk pada ciri-ciri populasi-populasi atau kareteristik individu (umur,intellingence). Dinamika kepribadian lebih cenderung pada tingkat /derajat suatu kelompok. 2. Teori Percakapan Kelompok (Group Achievement Theory). Teori ini berkaitan dengan produktivitas kelompok atau upaya untuk mencapainya melalui pemeriksaan masukan dari anggota (member Input), variabel perantara, dan keluaran dari kelompok. Produktivitas dari suatu kelompok dapat dijelaskan melalui konsekuensi perilaku, interaksi dan harapan-harapan. 3. Teori Pemikiran Kelompok (Groupthink Theory) Pencetus Teori ini adalah : Irving L. Janis Groupthink oleh Janis adalah untuk menunjukkan suatu model berpikir sekelompok orang adalah bersifat terpadu (Kohesif) Groupthink biasa terjadi apabila sebuah kelompok mengambil keputusan yang salah karena adanya tekanan kelompok yang 58 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang mengakibatkan turunan efisiensi mental, berkurangnya pengujian realitas. Teori ini mensupport konflik. 4. Teori Perbandingan Sosial Tindakan Komunikasi dalam kelompok berlangsung karena adanya kebutuhan-kebutuhan dari individu untuk membandingkan sikap, pendapat dan kemampuannya dengan individu lain. Pandangan teori ini tekanan berkomunikasi dengan anggota kelompok lainnya akan mengalami peningkatan jika muncul ketidaksetujuan yang berkaitan dengan suatu kejadian/peristiwa. 5. Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory) Teori ini didasarkan pada pemikiran bahwa seseorang mencapai satu pengertian mengenai sifat kompleks dari kelompok dengan mengkaji hubungan diantara dua orang (dyadic relationship) Teori ini diartikan bahwa interaksi manusia melibatkan pertukaran barang dan jasa, biaya (cost) dan imbalan (reward). 5. Sociometric Theory (Teori Sosiometrik) Sociometric Theory ini merupakan sebuah konsepsi yang mengacu pada suatu pendekatan metodologis dan teoretis terhadap kelompok. Asumsi yang dimunculkan adalah bahwa individu-individu dalam kelompok yang merasa tertarik satu sama lain, akan lebih banyak melakukan tindak komunikasi, sebaliknya individu-individu yang saling menolak, hanya sedikit atau kurang melaksanakan tindak komunikasi. II. KOMUNIKASI ORGANISASI Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual. 59 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang 1. Organisasi dan komunikasi Istilah organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara harafiah berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung. Di antara para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga yang menamakannya sarana. Everet M.Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas. Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach, mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang. Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktorfaktor apa yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah untuk selanjutnya menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan. Sendjaja (1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut: Fungsi informatif. Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya. Fungsi regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu: a. Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. 60 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Juga memberi perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. b. Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan. Fungsi persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya. Fungsi integratif. Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu: a. Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (buletin, newsletter) dan laporan kemajuan organisasi. b. Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi. Griffin (2003) dalam A First Look at Communication Theory, membahas komunikasi organisasi mengikuti teori management klasik, yang menempatkan suatu bayaran pada daya produksi, presisi, dan efisiensi. Adapun prinsip-prinsip dari teori management klasikal adalah sebagai berikut: kesatuan komando- suatu karyawan hanya menerima pesan dari satu atasan rantai skalar- garis otoritas dari atasan ke bawahan, yang bergerak dari atas sampai ke bawah untuk organisasi; rantai ini, yang diakibatkan oleh prinsip kesatuan komando, harus digunakan sebagai suatu saluran untuk pengambilan keputusan dan komunikasi. divisi pekerjaan- manegement perlu arahan untuk mencapai suatu derajat tingkat spesialisasi yang dirancang untuk mencapai sasaran organisasi dengan suatu cara efisien. tanggung jawab dan otoritas- perhatian harus dibayarkan kepada hak untuk memberi order dan ke ketaatan seksama; suatu ketepatan keseimbangan antara tanggung jawab dan otoritas harus dicapai. disiplin- ketaatan, aplikasi, energi, perilaku, dan tanda rasa hormat yang keluar seturut kebiasaan dan aturan disetujui. mengebawahkan kepentingan individu dari kepentingan umummelalui contoh peneguhan, persetujuan adil, dan pengawasan terusmenerus. 61 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Selanjutnya, Griffin menyadur tiga pendekatan untuk membahas komunikasi organisasi. Ketiga pendekatan itu adalah sebagai berikut: a. Pendekatan sistem. Karl Weick (pelopor pendekatan sistem informasi) menganggap struktur hirarkhi, garis rantai komando komunikasi, prosedur operasi standar merupakan musuh dari inovasi. Ia melihat organisasi sebagai kehidupan organis yang harus terus menerus beradaptasi kepada suatu perubahan lingkungan dalam orde untuk mempertahankan hidup. Pengorganisasian merupakan proses memahami informasi yang samar-samar melalui pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan informasi. Weick meyakini organisasi akan bertahan dan tumbuh subur hanya ketika anggota-anggotanya mengikutsertakan banyak kebebasan (free-flowing) dan komunikasi interaktif. Untuk itu, ketika dihadapkan pada situasi yang mengacaukan, manajer harus bertumpu pada komunikasi dari pada aturan-aturan. Teori Weick tentang pengorganisasian mempunyai arti penting dalam bidang komunikasi karena ia menggunakan komunikasi sebagai basis pengorganisasian manusia dan memberikan dasar logika untuk memahami bagaimana orang berorganisasi. Menurutnya, kegiatan-kegiatan pengorganisasian memenuhi fungsi pengurangan ketidakpastian dari informasi yang diterima dari lingkungan atau wilayah sekeliling. Ia menggunakan istilah ketidakjelasan untuk mengatakan ketidakpastian, atau keruwetan, kerancuan, dan kurangnya predictability. Semua informasi dari lingkungan sedikit banyak sifatnya tidak jelas, dan aktivitas-aktivitas pengorganisasian dirancang untuk mengurangi ketidakpastian atau ketidakjelasan. Weick memandang pengorganisasian sebagai proses evolusioner yang bersandar pada sebuah rangkaian tiga proses: 1. penentuan (enachment) 2. seleksi (selection) 3. penyimpanan (retention) Penentuan adalah pendefinisian situasi, atau mengumpulkan informasi yang tidak jelas dari luar. Ini merupakan perhatian pada rangsangan dan pengakuan bahwa ada ketidakjelasan. Seleksi, proses ini memungkinkan kelompok untuk menerima aspek-aspek tertentu dan menolak aspek-aspek lainnya dari informasi. Ini mempersempit bidang, dengan menghilangkan alternatif-alternatif yang tidak ingin dihadapi 62 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang oleh organisasi. Proses ini akan menghilangkan lebih banyak ketidakjelasan dari informasi awal. Penyimpanan yaitu proses menyimpan aspek-aspek tertentu yang akan digunakan pada masa mendatang. Informasi yang dipertahankan diintegrasikan ke dalam kumpulan informasi yang sudah ada yang menjadi dasar bagi beroperasinya organisasinya. Setelah dilakukan penyimpanan, para anggota organisasi menghadapi sebuah masalah pemilihan. Yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan kebijakan organisasi. Misal, ”haruskah kami mengambil tindakan berbeda dari apa yang telah kami lakukan sebelumnya?” Sedemikian jauh, rangkuman ini mungkin membuat anda mempercayai bahwa organisasi bergerak dari proses pengorganisasian ke proses lain dengan cara yang sudah tertentu: penentuan; seleksi; penyimpanan; dan pemilihan. Bukan begitu halnya. Sub-subkelompok individual dalam organisasi terus menerus melakukan kegiatan di dalam proses-proses ini untuk menemukan aspek-aspek lainnya dari lingkungan. Meskipun segmen-segmen tertentu dari organisasi mungkin mengkhususkan pada satu atau lebih dari proses-proses organisasi, hampir semua orang terlibat dalam setiap bagian setiap saat. Pendek kata di dalam organisasi terdapat siklus perilaku. Siklus perilaku adalah kumpulan-kumpulan perilaku yang saling bersambungan yang memungkinkan kelompok untuk mencapai pemahaman tentang pengertian-pengertian apa yang harus dimasukkan dan apa yang ditolak. Di dalam siklus perilaku, tindakan-tindakan anggota dikendalikan oleh aturan-aturan berkumpul yang memandu pilihan-pilihan rutinitas yang digunakan untuk menyelesaikan proses yang tengah dilaksanakan (penentuan, seleksi, atau penyimpanan). Demikianlah pembahasan tentang konsep-konsep dasar dari teori Weick, yaitu: lingkungan; ketidakjelasan; penentuan; seleksi; penyimpanan; masalah pemilihan; siklus perilaku; dan aturan-aturan berkumpul, yang semuanya memberi kontribusi pada pengurangan ketidakjelasan. 4. Pendekatan budaya. Asumsi interaksi simbolik mengatakan bahwa manusia bertindak tentang sesuatu berdasarkan pada pemaknaan yang mereka miliki tentang sesuatu itu. Mendapat dorongan besar dari antropolog Clifford Geertz, ahli teori dan ethnografi, peneliti budaya yang melihat makna bersama yang unik adalah 63 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang ditentukan organisasi. Organisasi dipandang sebagai budaya. Suatu organisasi merupakan sebuah cara hidup (way of live) bagi para anggotanya, membentuk sebuah realita bersama yang membedakannya dari budaya-budaya lainnya. Pacanowsky dan para teoris interpretatif lainnya menganggap bahwa budaya bukan sesuatu yang dipunyai oleh sebuah organisasi, tetapi budaya adalah sesuatu suatu organisasi. budaya organisasi dihasilkan melalui interaksi dari anggota-anggotanya. Tindakan-tindakan yang berorientasi tugas tidak hanya mencapai sasaran-sasaran jangka pendek tetapi juga menciptakan atau memperkuat cara-cara yang lain selain perilaku tugas ”resmi” dari para karyawan, karena aktivitas-aktivitas sehari-hari yang paling membumi juga memberi kontribusi bagi budaya tersebut. Pendekatan ini mengkaji cara individu-individu menggunakan cerita-cerita, ritual, simbol-simbol, dan tipetipe aktivitas lainnya untuk memproduksi dan mereproduksi seperangkat pemahaman. 5. Pendekatan Kritik. Stan Deetz, salah seorang penganut pendekatan ini, menganggap bahwa kepentingan-kepentingan perusahaan sudah mendominasi hampir semua aspek lainnya dalam masyarakat, dan kehidupan kita banyak ditentukan oleh keputusan-keputusan yang dibuat atas kepentingan pengaturan organisasiorganisasi perusahaan, atau manajerialisme. Bahasa adalah medium utama dimana realitas sosial diproduksi dan direproduksi. Manajer dapat menciptakan kesehatan organisasi dan nilai-nilai demokrasi dengan mengkoordinasikan partisipasi stakeholder dalam keputusan-keputusan korporat. Teori-teori Komunikasi Organisasi 1.Teori Struktural dan Fungsional. Kata fungsional disini hakekatnya ini bukanlah sebuah teori, melainkan suatu perspektif yang dapat digunakan sebagai pijakan teori. Beberapa teori komunikasi menggunakan perspektif fungsional ini. Bagian ini memasukkan kelompok utama pendekatan-pendekatan yang tergabung secara samar dalam ilmu sosial. Meski makna istilah strukturalisme dan fungsionalisme kurang begitu tepat, tetapi keduanya percaya bahwa struktur sosial adalah hal yang nyata dan berfungsi dalam cara yang dapat diamati secara objektif. Sebagai 64 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang contoh, pengamat komunikasi mungkin berasumsi bahwa hubungan personal merupakan sesuatu yang nyata dengan bagian-bagian yang disusun secara khusus, seperti juga rumah yang merupakan suatu yang nyata dengan material yang disusun sesuai rencana. Disini hubungan dilihat sebagai struktur sosial. Pengamat akan berasumsi lebih jauh bahwa hubungan yang ada bersifat tidak statis tetapi memiliki atribut seperti ikatan, ketergantungan, kekuatan, kepercayaan dan sebagainya. Meskipun strukturalisme dan fungsionalisme seringkali digabung, tetapi keduanya tetap berbeda dalam penekanannya. Strukturalisme yang berakar pada linguistik, menekankan pada organisasi bahasa dan sistem sosial. Fungsionalisme yang berakar pada biologi, menekankan pada cara-cara sistem yang terorganisasi bekerja untuk menunjang dirinya. Sistem terdiri atas variabel-variabel yang berhubungan timbal balik dengan variabel lain dalam sebuah fungsi network. Perubahan pada satu variabel akan mengakibatkan perubahan pada yang lain. Peletakan dua pendekatan ini secara bersama-sama menghasilkan suatu gambaran sistem sebagai struktur elemen dengan hubungan yang fungsional. Sebagai contoh, beberapa peneliti komunikasi organisasi menggunakan pendekatan struktural-fungsional dalam kerja mereka. Mereka melihat organisasi sebagai suatu sistem dimana bagian-bagian yang terkait membentuk departemen, tingkatan, perilaku umum, suasana, aktivitas kerja dan produk. 2.Teori Sistem Pendekatan teoritik yang paling umum dari komunikasi yaitu teori sistem. Teori sistem dan dua bidang yang berhubungan, sibernetika dan teori informasi, menyajikan perspektif yang luas mengenai cara memandang dunia. Teori sistem berkaitan dengan saling keterhubungan antara bagian-bagian dari suatu organisasi. Apakah Sistem itu ? Suatu sistem merupakan serangkaian hal yang saling berhubungan satu sama lain dan membentuk suatu keseluruhan. Suatu sistem terdiri dari 4 (empat) unsur: 1. 2. 3. 4. Obyek. Obyek adalah bagian, elemen, atau variabel dari sebuah sistem. Bagian tersebut dapat berupa fisik atau abstrak atau keduanya, bergantung pada hakekat sistem. Sifat, kualitas, atau ciri dari sistem dan obyeknya. Mempunyai hubungan internal diantara obyek-obyeknya. Ini merupakan karakteristik penting yang membatasi kualitas sistem dan merupakan tema utama yang akan diuraikan secara rinci. Mempunyai lingkungan. Sistem tidak muncul dalam ruang kosong tetapi dipengaruhi oleh lingkungannya. Keluarga merupakan contoh sebuah sistem, anggota keluarga adalah objek sistem. Karakteristik sebagai individu merupakan atribut, dan interaksinya 65 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang membentuk keterhubungan antar anggota. Setiap keluarga berada dalam lingkungan sosial dan budaya, dan ada pengaruh timbal balik antara keluarga dan lingkungannya. Anggota keluarga bukanlah perorangan yang terpisah, keterhubungan mereka harus dipertimbangkan untuk memahami keluarga secara penuh sebagai suatu kesatuan. Salah satu pembedaan yang paling umum yaitu antara sistem terbuka dan sistem tertutup. Sistem tertutup tidak melakukan saling pertukaran dengan lingkungannya. Sistem tersebut bergerak menuju kekacauan internal, disintegrasi, dan kematian. Model sistem tertutup paling sering diterapkan untuk sistem fisika seperti binatang, yang tidak mempunyai kualitas kelangsungan hidup. Sistem terbuka menerima zat dan energi dari lingkungannya dan meneruskannya kembali pada lingkungannya. Sistem terbuka diorientasikan kearah kehidupan dan pertumbuhan. Sistem biologis, psikologis dan sosial mengikuti model terbuka, dan sistem yang dibicarakan pada bab ini sepenuhnya adalah jenis terbuka. Salah satu aplikasi teori sistem dalam bidang ilmu komunikasi yaitu yang digunakan oleh teori kebutuhan hubungan interpersonal. 3.Teori Kebutuhan Hubungan Interpersonal. Teori sistem dan komunikasi dalam hubungan salah satu bagian dalam lapangan komunikasi yang dikenal sebagai relational communication sangat dipengaruhi oleh teori sistem. Inti dari kerja ini adalah asumsi bahwa fungsi komunikasi interpersonal untuk membuat, membina, dan mengubah hubungan dan bahwa hubungan pada gilirannya akan mempengaruhi sifat komunikasi interpersonal. Poin ini berdasar pada gagasan bahwa komunikasi sebagai interaksi yang menciptakan struktur hubungan. Dalam keluarga misalnya, anggota individu secara sendirian tidak membentuk sebuah sistem, tetapi ketika berinteraksi antara satu dengan anggota lainnya, pola yang dihasilkan memberi bentuk pada keluarga. Gagasan sistem yang penting ini secara luas diadopsi dalam lapangan komunikasi. Proses dan bentuk merupakan dua sisi mata uang; saling menentukan satu sama lain. Seorang Antropolog Gregory Bateson adalah pendiri garis teori ini yang selanjutnya dikenal dengan komunikasi relasional. Kerjanya mengarah pada pengembangan dua proposisi mendasar pada mana kebanyakan teori relasional masih bersandar: Pertama yaitu sifat mendua dari pesan: setiap pertukaran interpersonal membawa dua pesan, pesan “report” dan pesan “command”. Report message mengandung substansi atau isi komunikasi, sedangkan command message membuat pernyataan mengenai hubungan. Dua elemen ini selanjutnya dikenal sebagai “isi pesan” dan “pesan hubungan”, atau “komunikasi” dan “metakomunikasi”. Pesan report menetapkan mengenai apa yang dikatakan, dan pesan command menunjukkan hubungan diantara komunikator. Isi pesan 66 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang sederhana seperti “I love you” dapat dibawakan dalam berbagai cara, dimana masing-masing mengatakan sesuatu secara berbeda mengenai hubungan. Rasa ini dapat dikatakan dalam cara yang bersifat dominasi, submissive, pleading (memohon), meragukan, atau mempercayakan. Isi pesannya sama, tetapi pesan hubungan dapat berbeda pada tiap kasus. Proposisi kedua Bateson yaitu bahwa hubungan dapat dikarakterisasi dengan komplementer atau simetris. Dalam hubungan yang komplementer, sebuah bentuk perilaku diikuti oleh lawannya. Contoh, perilaku dominan seorang partisipan memperoleh perilaku submissive dari partisipan lain. Dalam symmetry, tindakan seseorang diikuti oleh jenis yang sama. Dominasi ketemu dengan sifat dominan, atau submissif ketemu dengan submissif. Disini kita mulai melihat bagaimana proses interaksi menciptakan struktur dalam sistem. Bagaimana orang merespon satu sama lain menentukan jenis hubungan yang mereka miliki. Sistem yang mengandung serangkaian pesan submissif akan sangat berbeda dengan yang mengandung rangkaian pesan yang besifat dominasi. Dan struktur pesan yang mencampur keduanya adalah berbeda pula. Meski Bateson seorang pakar antropologi, gagasannya dengan cepat dibawa kedalam psikiatri dan diterapkan pada hubungan patologis. Beberapa peneliti komunikasi memanfaatkan kerja Bateson dan kelompoknya. Aubrey Fisher, salah satu yang dikenal baik dari kelompok ini, sebagai pemimpin teoritisi sistem. Dalam buku Perspectives on Human Communication dia menerapkan konsep sistem kedalam komunikasi. Analisa Fisher dimulai dengan perilaku seperti komentar verbal dan tindakan nonverbal sebagai unit terkecil analisa dalam sistem komunikasi. Perilaku yang dapat diamati ini dapat dilihat atau didengar dan merupakan satu-satunya ekspresi pemikiran bagi keterhubungan individu dalam sistem komunikasi. Dari sudut pandang sistem, perilaku itu sendiri adalah apa yang dihitung, dan struktur hubungan terdiri atas pola perilaku yang tersusun ini. Dengan kata lain, hubungan kita dengan orang lain ditentukan oleh bagaimana kedua kita bertindak dan apa yang kita katakan. Pola komunikasi dibentuk oleh sekuen tindakan. Ketika kita berkomunikasi kita bertindak dan bereaksi dalam sekuen, jadi interaksi adalah arus pesan. Fisher percaya bahwa arus bicara dengan dirinya sendiri mengatakan sedikit mengenai komunikasi, sehingga harus dipecah kedalam unit-unit yang mengandung tindakan dan respon. Fisher mengembangkan metode untuk mengetahui semua pola percakapan, yang terdiri atas pesanpesan penyandian, sehingga pola respon dapat ditetapkan. Unit yang paling dasar dari komunikasi dipakai Fisher adalah interact, atau rangkaian dua pesan yang bersambungan diantara dua orang. Contohnya yaitu pertanyaan dari orang pertama diikuti oleh jawaban dari orang kedua. Pertanyaan yang diikuti oleh jawaban akan berbeda dari permintaan yang diikuti persetujuan. Permintan yang diikuti oleh penawaran adalah berbeda dari suggestion atau saran yang diikuti oleh keberatan. Interaksi 67 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang dikombinasikan kedalam unit yan lebih besar disebut double interact (dua tindakan), dan selanjutnya dikombinasi lagi kedalam triple interact (tiga tindakan). Struktur dari keseluruhan interaksi merupakan rangkaian interaksi yang makin lama makin membesar. Kebanyakan kerja Fisher melibatkan pembuatan keputusan dalam kelompok kecil. Dalam risetnya dia menyandi apa yang orang katakan dalam diskusi kelompok dan menganalisa interaksi ini dalam cara yang seluruh pola, atau struktur dari diskusi dapat digambarkan. Fisher menunjukkan bagaimana interaksi berkombinasi dengan bentuk fase pemuatan keputusan kelompok. Diantara periset yang terkenal dalam komunikasi relasional adalah Edna Rogers dan Frank Millar. Kerja Millar dan Rogers merupakan aplikasi langsung dari gagasa Bateson dan konsisten dengan teori Fisher. Secara khusus, mereka bertanggung jawab bagi pengembangan metode riset mengenai pengkode-an dan pengelompokan pola relasional. Seperti Fisher, Millar dan Rogers mengamati percakapan dan kode tindakan komunikasi dalam suatu cara yang membiarkan mereka menemukan pola yang diciptakan melalui interaksi. Dari risetnya mereka mengembangkan teori yang menunjukkan bagaimana hubungan mengandung struktur kontrol, kepercayaan, dan keakraban.. 4.Teori Disonansi Kognitif Teori Leon Festinger mengenai dissonansi kognitif merupakan salah satu teori yang paling penting dalam sejarah psikologi sosial. Selama bertahun-tahun teori ini menghasilkan sejumlah riset dan mengisi aliran kritik, interpretasi, dan extrapolasi. Festinger mengajarkan bahwa dua elemen kognitif termasuk sikap, persepsi, pengetahuan, dan perilaku. Tahap pertama yaitu posisi nol, atau irrelevant, kedua yaitu konsisten, atau consonant dan ketiga yaitu inkonsisten, atau dissonant. Dissonansi terjadi ketika satu elemen tidak diharapkan mengikuti yang lain. Jika kita pikir merokok itu berbahaya bagi kesehatan, mereka tidak berharap kita merokok. Apa yang konsonan dan dissonan bagi seseorang tidak bisa berlaku bagi orang lain. Jadi kita harus selalu menanyakan apa yang konsisten dan yang tidak konsisten dalam sistem psikologis orang itu sendiri. Dua premis yang menolak aturan teori dissonansi. Pertama yaitu bahwa dissonansi menghasilkan ketegangan atau penekanan yang menekan individu agar berubah sehingga dissonansi terkurangi. Kedua, ketika dissonansi hadir, indivi du tidak hanya berusaha menguranginya, melainkan juga akan menghindari situasi dimana dissonansi tambahan bisa dihasilkan. Semakin besar dissonansi, semakin besar kebutuhan untuk menguranginya. Contoh, semakin perokok tidak konsisten dengan pengetahuannya mengenai 68 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang efek negatif merokok, semakin besar dorongan untuk berhenti merokok. Dissonansi itu sendiri merupakan hasil dari dua variabel lain, kepentingan elemen kognitif dan sejumlah elemen yang terlibat dalam hubungan yang dissonan. Dengan kata lain, jika kita mempunyai beberapa hal yang tidak konsisten dan jika itu penting untuk kita, kita akan mengalami dissonansi yang lebih besar. Jika kesehatan tidak penting, pengetahuan bahwa merokok itu buruk bagi kesehatan kemungkinan tidak mempengaruhi perilaku perokok secara aktual. Bagaimana kita terkait dengan mengemukakan sejumlah metode: dissonansi kognitif ini ? Festinger Pertama, kita bisa mengubah satu atau lebih elemen kognitif, perilaku atau sikap mungkin. Sebagai contoh, sebagai seorang perokok , kita bisa berhenti merokok atau kita bisa berhenti mempercayai bahwa itu merusak kesehatan. Kedua, elemen baru mungkin ditambahkan pada satu bagian ketegangan atau yg lain. Misalnya, kita bisa beralih mengunyah cerutu. Ketiga, kita bisa sampai untuk melihat elemen sebagai hal yang kurang penting daripada yang mereka gunakan. Contoh, kita mungkin memutuskan bahwa kesehatan tidaklah sepenting kondisi pikiran. Keempat, kita bisa mencari konsonan informasi seperti pembuktian terhadap keuntungan merokok dengan membaca studi perusahaan cerutu. Kelima, kita bisa mengurangi dissonansi dengan membuang atau misinterpretasi informasi yang terlibat. Ini dapat terjadi jika kita memutuskan bahwa meski merokok beresiko pada kesehatan, tidaklah berbahaya sebagai weight yang akan kita capai jika kita berhenti merokok. Tidak masalah metode mana yang akan kita pilih, itu semua akan mengurangi dissonansi dan membuat kita merasa lebih baik dalam sikap, kepercayaan, dan tindakan. Kebanyakan teori dan riset mengenai dissonansi kognitif disekitar situasi yang bervariasi dimana dissonansi sebenarnya dihasilkan. Ini memasukkan situasi seperti pembuatan keputusan, persetujuan yang terpaksa, inisiatif, dukungan sosial, dan usaha yang sungguh-sungguh. Jumlah dissonansi sebuah pengalaman sebagai hasil keputusan bergantung pada empat variabel, pertama dan yang terpenting yaitu keputusan. Keputusan tertentu, yaitu seperti ketinggalan sarapan, mungkin tidak dan menghasilkan sedikit dissonansi, tetapi membeli mobil dapat menghasilkan banyak dissonansi. Kedua adalah sifat menarik alternatif yang dipilih. Hal lain yang mirip, bahwa semakin kurang atraktif alternatif pilihan, semakin besar dissonansi. Kita kemungkinan akan menderita lebih banyak dissonansi dari membeli mobil butut daripada mobil yang masih mulus. Ketiga, semakin besar sifat atraktif yang diketahui dari alternatif yang dipilih, semakin terasa dissonansi. Jika kita berharap kita dapat menabung untuk pergi ke Eropa disamping membeli 69 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang mobil, kita akan menderita dissonansi. Akhirnya, semakin tinggi tingkat similaritas atau tumpang tindih diantara alternatif, semakin kurang dissonansi. Jika kita berdebat diantara dua mobil yang sama, membuat keputusan dengan bertujuan pada salah satu tidak akan menghasilkan banyak dissonansi, tetapi jika kita memutuskan antara membeli mobil dan pergi ke Eropa, kita akan memiliki banyak dissonansi. Situasi lain dimana dissonansi cenderung berhasil yaitu paksaan kesepakatan, atau dipengaruhi untuk melakukan atau mengatakan sesuatu yang berlawanan dengan kepercayaan atau nilai kita. Situasi ini biasanya terjadi ketika reward terlibat untuk sepakat atau hukuman jika tidak sepakat. Teori dissonansi meramalkan bahwa semakin sedikit tekanan untuk patuh, semakin besar dissonansi. Jika kita diminta untuk melakukan sesuatu yang kita tidak suka melakukan tetapi kita dibayar banyak, kita tidak akan merasa banyak dissonansi seperti jika kita dibayar lebih sedikit. Semakin sedikit justifikasi eksternal (seperti ganjaran dan hukuman), semakin banyak kita harus fokus pada inkonsistensi internal dalam diri kita. Inilah mengapa menurut teoritisi dissonansi, tekanan sosial yang ‘lunak’ dapat begitu kuat: dapat menyebabkan banyak dissonansi. Ini juga menjelaskan mengapa kita harus mengambil kerja yang bergaji tinggi meski kita tidak suka. Bayaran tinggi dapat dipakai sebagai justifikasi untuk melakukannya. Teori dissonansi juga membuat beberapa prediksi lain. Teori itu meramalkan, misalnya, bahwa semakin sulit inisiatif seseorang terhadap kelompok, semakin besar komitmen orang itu untuk berkembang. Semakin banyak dukungan sosial yang seseorang terima dari teman terhadap ide atau tindakan, semakin besar tekanan untuk percaya pada ide atau tindakan itu. Semakin besar jumlah usaha yang diterapkan dalam tugas, semakin orang akan merasionalisasi nilai tugas tersebut. Sikap, Kepercayaan, dan Nilai. Salah satu teori yang paling komprehensif mengenai sikap dan perubahannya yaitu milik Milton Rokeach. Dia mengembangkan penjelasan yang meluas mengenai perilaku manusia berdasarkan kepercayaan, sikap dan nilai. Rokeach percaya bahwa setiap orang mempunyai sistem yang tersusun dengan baik atas kepercayaan(belief), sikap (attirude) dan nilai (value), yang menuntun perilaku. Belief adalah ratusan atau ribuan pernyataan yang kita buat mengenai diri dan dunia. Kepercayaan dapat bersifat umum ataupun khusus, dan itu disusun dalam sistem dalam hal sentralitas atau pentingnya terhadap ego. Pada pusat sistem kepercayaan yang dibangun dengan baik itu, kepercayaan yang secara relatif tidak dapat berubah yang membentuk inti sistem kepercayaan. Pada pinggiran sistem terbentang sejumlah kepercayaan yang tidak signifikan yang dapat mudah berubah. Percaya bahwa orang tua kita bahagia dalam perkawinan kemungkinan cukup penting, karena dampaknya yaitu banyak hal lain yang kita anggap benar. Percaya bahwa kita perlu potong rambut, di sisi lain, adalah sampingan. Semakin penting kepercayaan, semakin resisten untuk berubah dan semakin perubahan itu berdampak terhadap keseluruhan 70 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang sistem. Dengan kata lain, jika salah satu pusat kepercayaan kita berubah, mengharap perubahan yang agak mendalam mengenai bagaimana kita memikirkan tentang banyak hal. Inilah mengapa anak begitu terguncang ketika orang tua yang mereka asumsikan memiliki perkawinan yang bahagia itu bercerai. Attitude adalah kelompok kepercayaan yang disusun disekitar obyek fokal dan menyarankan pada orang untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap obyek tersebut. Kita mempunyai ratusan bahkan ribuan kepercayaan dan mungkin ribuan sikap, yang masing-masing mengandung sejumlah kepercayaan mengenai sikap obyek. Rokeach percaya sikap merupakan dua jenis penting yang harus selalu dipandang bersamaan. Terdapat sikap terhadap obyek dan sikap terhadap situasi. Perilaku orang dalam situasi tertentu merupakan fungsi dari kedua kombinasi ini. Jika kita tidak berperilaku dalam situasi yang berlaku secara konsisten dengan sikap kita terhadap hal tertentu, itu kemungkinan karena sikap kita terhadap situasi mencegahnya. Contoh untuk jenis inkonsistensi ini yaitu makan makanan yang kita tidak suka saat kita dijamu makan sebagai tamu. Poin disini bahwa perilaku merupakan fungsi dari berbagai rangkaian sikap, dan sistem terdiri atas banyak kepercayaan yang berkumpul dalam sentralitasnya. Rokeach percaya bahwa konsep tersebut dalam menjelaskan perilaku, nilai orang merupakan yang paling penting. Value adalah tipe kepercayaan khusus yang penting dalam sistem dan bertindak sebagai penuntun kehidupan. Nilai ada dua macam, nilai instrumental seperti kerja keras dan kesetiaan, merupakan garis penuntun bagi kehidupan yang menjadi dasar perilaku sehari-hari. Nilai terminal adalah ujung tujuan kehidupan terhadap mana kita bekerja. Contoh antara lain kesehatan dan kebahagiaan. Komponen lain dalam sistem kepercayaan-sikapnilai yang mengasumsikan keseluruhan yang sangat penting yang konsep diri, kepercayaan orang mengenai diri. Ini merupakan jawaban atas pertanyaan siapa saya ?, konsep diri secara khusus penting dalam sistem sebagai ujung tujuan keseluruhan sistem seseorang. Jadi, jika kepercayaan, sikap, dan nilai menyatakan komponen sistem, konsep diri adalah yang menuntun tujuannya. Teori Rokeach pada dasarnya teoritisi konsistensi. Dia memasukkan sejumlah hipotesis signifikan mengenai sikap, kepercayaan, dan nilai, tetapi dia menyimpulkan bahwa orang dituntun oleh kebutuhan untuk konsisten dan bahwa inkonsistensi menciptakan tekanan untuk berubah. Rokeach memperluas penjelasannya mengenai konsistensi paling jauh dibandingkan teori lain dalam aliran ini. Dengan meletakkan sistem keseluruhan menjadi pertimbangan, dia melihat konsistensi sebagai hal yang sangat kompleks. 71 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Bab VIII TEORI KOMUNIKASI MASSA 1. Pengertian Komunikasi Massa Komunikasi Massa adalah salah satu jenis komunikasi, selain Komunikasi Intrapersonal, Komunikasi Interpersonal, Komunikasi Kelompok, dan Komunikasi Organisasi. Perkembangannya dimulai dari: Abad Penggunaan Isyarat & Lambang seperti gerak tangan atau volume suara; Abad Berbicara & Penggunaan Bahasa seperti huruf mewakili bunyi ujaran; Abad Penggunaan Media Tulisan; Abad Penggunaan Media Cetakan seperti penemuan mesin cetak di Mainz, Jerman, oleh John Guttenberg tahun 1455 yang dianggap sebagai awal lahirnya komunikasi massa. Dari sinilah kemudian berkembang media massa koran, majalah, buku, radio, televisi, film, dan internet. 2. Definisi Komunikasi Massa Komunikasi dapat dipahami sebagai proses penyampaian pesan, ide, atau informasi kepada orang lain dengan menggunaka sarana tertentu guna mempengaruhi atau mengubah perilaku penerima pesan. Komunikasi Massa adalah (ringkasan dari) komunikasi melalui media massa (communicating with media), atau komunikasi kepada banyak orang (massa) dengan menggunakan sarana media. Media massa sendiri ringkasan dari media atau sarana komunikasi massa. Massa sendiri artinya “orang banyak” atau “sekumpulan orang” –kelompok, kerumunan, publik. Bittner : Mass communication is messages communicated throught a massa medium to a large number of people. William R. Rivers dkk. membedakan antara communication dan communications. Communication adalah proses berkomunikasi. Communications adalah perangkat teknis yang digunakan dalam proses komunikasi, misalnya genderang, asap, butir batu, telegram, telepon, materi cetak, siaran, dan film. Edward Sapir: Communication adalah proses primer, terdiri dari bahasa, gestur/nonverbal, peniruan perilaku, dan pola perilaku sosial. Communications adalah teknik-teknik sekunder, instrumen dan sistem yang 72 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang mendukung proses komunikasi, e.g. kode morse, telegram, terompet, kertas, pulpen, alat cetak, film, pemancar siara radio/TV. William R. Rivers dkk.: Komunikasi Massa dapat diartikan dalam dua cara: 1. Komunikasi oleh media. 2. Komunikasi untuk massa. Namun, Komunikasi Massa tidak berarti komunikasi untuk setiap orang. Pasalnya, media cenderung memilih khalayak; demikian pula, khalayak pun memilih-milih media. 3. Karakteristik Komunikasi Massa William R. Rivers dkk. menyatakan komunikasi massa adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Satu arah. Selalu ada proses seleksi –media memilih khalayak. Menjangkau khalayak luas. Membidik sasaran tertentu, segmentasi. Dilakukan oleh institusi sosial (lembaga media/pers); media dan masyarakat saling memberi pengaruh/interaksi. McQuail menyebut ciri utama komunikasi massa dari segi: 1. Sumber : bukan satu orang, tapi organisasi formal, “sender”-nya seringkali merupakan komunikator profesional. 2. Pesan : beragam, dapat diperkirakan, dan diproses, distandarisasi, dan selalu diperbanyak; merupakan produk dan komoditi yang bernilai tukar. 3. Hubungan pengirim-penerima bersifat satu arah, impersonal, bahkan mungkin selali sering bersifat non-moral dan kalkulatif. 4. Penerima merupakan bagian dari khalayak luas. 5. Mencakup kontak secara serentak antara satu pengirim dengan banyak penerima. Denis McQuail tentang Media: 73 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang 1. Industri pencipta lapangan kerja, barang, dan jasa serta menghidupkan industri lain. 2. Sumber kekuatan –alat kontrol, manajemen, dan inovasi masyarakat. 3. Lokasi (forum) untuk menampilkan peristiwa masyarakat. 4. Wahana pengembangan kebudayaan –tatacara, mode, gaya hidup, dan norma. 5. Sumber dominan pencipta citra individu, kelompok, dan masyarakat. Karakteristik Komunikasi Massa menurut para pakar komunikasi : 1. Komunikator Melembaga (Institutionalized Communicator) atau Komunikator Kolektif (Collective Communicator) karena media massa adalah lembaga sosial, bukan orang per orang. 2. Pesan bersifat umum, universal, dan ditujukan kepada orang banyak. 3. Menimbulkan keserempakan (simultaneous) dan keserentakan (instantaneos) penerimaan oleh massa. 4. Komunikan bersifat anonim dan heterogen, tidak saling kenal dan terdiri dari pribadi-pribadi dengan berbagai karakter, beragam latar belakang sosial, budaya, agama, usia, dan pendidikan. 5. Berlangsung satu arah (one way traffic communication). 6. Umpan Balik Tertunda (Delayed Feedback) atau Tidak Langsung (Indirect Feedback); respon audience atau pembaca tidak langsung diketahui seperti pada komunikasi antarpribadi. 4. Karakteristik Media Massa: 1. Publisitas, yakni disebarluaskan kepada publik, khalayak, atau orang banyak. 2. Universalitas, pesannya bersifat umum, tentang segala aspek kehidupan dan semua peristiwa di berbagai tempat, juga menyangkut kepentingan umum karena sasaran dan pendengarnya orang banyak (masyarakat umum). 3. Periodisitas, tetap atau berkala, misalnya harian atau mingguan, atau siaran sekian jam per hari. 74 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang 4. Kontinuitas, berkesinambungan atau terus-menerus sesuai dengan priodemengudara atau jadwal terbit. 5. Aktualitas, berisi hal-hal baru, seperti informasi atau laporan peristiwa terbaru, tips baru, dan sebagainya. Aktualitas juga berarti kecepatan penyampaian informasi kepada publik. Komunikasi Massa (Mass Communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (Surat Kabar, Majalah) atau elektronik (radio, televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat. 5. Teori Komunikasi Massa a. Teori Pengaruh Tradisi (The Effect Tradition) Teori pengaruh komunikasi massa dalam perkembangannya telah mengalami perubahan yang kelihatan berliku-liku dalam abad ini. Dari awalnya, para peneliti percaya pada teori pengaruh komunikasi “peluru ajaib” (bullet theory) Individu-individu dipercaya sebagai dipengaruhi langsung dan secara besar oleh pesan media, karena media dianggap berkuasa dalam membentuk opini publik. Menurut model ini, jika Anda melihat iklan Close Up maka setelah menonton iklan Close Up maka Anda seharusnya mencoba Close Up saat menggosok gigi. Kemudian pada tahun 50-an, ketika aliran hipotesis dua langkah (two step flow) menjadi populer, media pengaruh dianggap sebagai sesuatu yang memiliki pengaruh yang minimal. Misalnya iklan Close Up dipercaya tidak akan secara langsung mempengaruhi banyak orang-orang untuk mencobanya. Kemudian dalam 1960-an, berkembang wacana baru yang mendukung minimalnya pengaruh media massa, yaitu bahwa pengaruh media massa juga ditengahi oleh variabel lain. Suatu kekuatan dari iklan Close Up secara komersil atau tidak untuk mampu mempengaruhi khalayak agar mengkonsumsinya, tergantung pada variabel lain. Sehingga pada saat itu pengaruh media dianggap terbatas (limited-effects model). 75 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Sekarang setelah riset di tahun 1970-an dan 1980-an, banyak ilmuwan komunikasi sudah kembali ke powerful-effects model, di mana media dianggap memiliki pengaruh yang kuat, terutama media televisi.Ahli komunikasi massa yang sangat mendukung keberadaan teori mengenai pengaruh kuat yang ditimbulkan oleh media massa adalah Noelle-Neumann melalui pandangannya mengenai gelombang kebisuan. b. Teori Uses Gratifications and Depedency. Salah satu dari teori komunikasi massa yang populer dan serimg diguankan sebagai kerangka teori dalam mengkaji realitas komunikasi massa adalah uses and gratifications. Pendekatan uses and gratifications menekankan riset komunikasi massa pada konsumen pesan atau komunikasi dan tidak begitu memperhatikan mengenai pesannya. Kajian yang dilakukan dalam ranah uses and gratifications mencoba untuk menjawab pertanyan : “Mengapa orang menggunakan media dan apa yang mereka gunakan untuk media?” (McQuail, 2002 : 388). Di sini sikap dasarnya diringkas sebagai berikut : Studi pengaruh yang klasik pada mulanya mempunyai anggapan bahwa konsumen media, bukannya pesan media, sebagai titik awal kajian dalam komunikasi massa. Dalam kajian ini yang diteliti adalah perilaku komunikasi khalayak dalam relasinya dengan pengalaman langsungnya dengan media massa. Khalayak diasumsikan sebagai bagian dari khalayak yang aktif dalam memanfaatkan muatan media, bukannya secara pasif saat mengkonsumsi media massa(Rubin dalam Littlejohn, 1996 : 345). Di sini khalayak diasumsikan sebagai aktif dan diarahkan oleh tujuan. Anggota khalayak dianggap memiliki tanggung jawab sendiri dalam mengadakan pemilihan terhadap media massa untuk mengetahui kebutuhannya, memenuhi kebutuhannya dan bagaimana cara memenuhinya. Media massa dianggap sebagai hanya sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan individu dan individu boleh memenuhi kebutuhan mereka melalui media massa atau dengan suatu cara lain. Riset yang dilakukan dengan pendekatan ini pertama kali dilakukan pada tahun 1940-an oleh Paul Lazarfeld yang meneliti alasan masyarakat terhadap acara radio berupa opera sabun dan kuis serta alasan mereka membaca berita di surat kabar (McQuail, 2002 : 387). Kebanyakan perempuan yang mendengarkan opera sabun di radio beralasan bahwa dengan mendengarkan opera sabun mereka dapat memperoleh gambaran ibu rumah tangga dan istri yang ideal atau dengan mendengarkan opera sabun mereka merasa dapat melepas segala emosi yang mereka miliki. Sedangkan para pembaca surat kabar beralasan bahwa dengan membeca surat kabar mereka selain mendapat informasi yang berguna, mereka juga mendapatkan rasa aman, saling berbagai informasi dan rutinitas keseharian (McQuail, 2002 : 387). 76 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Riset yang lebih mutakhir dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawan-kawan dan mereka menemukan empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum dalam skema media – persons interactions sebagai berikut : Diversion, yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi Personal relationships, yaitu persahabatan; kegunaan sosial Personal identity, yaitu referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai Surveillance (bentuk-bentuk pencarian informasi) (McQuail, 2002 : 388). Seperti yang telah kita diskusikan di atas, uses and gratifications merupakan suatu gagasan menarik, tetapi pendekatan ini tidak mampu melakukan eksplorasi terhadap berbagai hal secara lebih mendalam. Untuk itu mari sekarang kita mendiskusikan beberapa perluasan dari pendekatan yang dilakukan dengan teori uses and gratifications. c. Teori Pengharapan Nilai (The Expectacy-Value Theory) Phillip Palmgreen berusaha mengatasi kurangnya unsur kelekatan yang ada di dalam teori uses and gratification dengan menciptakan suatu teori yang disebutnya sebagai expectance-value theory (teori pengharapan nilai). Dalam kerangka pemikiran teori ini, kepuasan yang Anda cari dari media ditentukan oleh sikap Anda terhadap media –kepercayaan Anda tentang apa yang suatu medium dapat berikan kepada Anda dan evaluasi Anda tentang bahan tersebut. Sebagai contoh, jika Anda percaya bahwa situated comedy (sitcoms), seperti Bajaj Bajuri menyediakan hiburan dan Anda senang dihibur, Anda akan mencari kepuasan terhadap kebutuhan hiburan Anda dengan menyaksikan sitcoms. Jika, pada sisi lain, Anda percaya bahwa sitcoms menyediakan suatu pandangan hidup yang tak realistis dan Anda tidak menyukai hal seperti ini Anda akan menghindari untuk melihatnya. d.Teori Ketergantungan (Dependency Theory) Teori ketergantungan terhadap media mula-mula diutarakan oleh Sandra BallRokeach dan Melvin Defleur. Seperti teori uses and gratifications, pendekatan ini juga menolak asumsi kausal dari awal hipotesis penguatan. Untuk mengatasi kelemahan ini, pengarang ini mengambil suatu pendekatan sistem yang lebih jauh. Di dalam model mereka mengusulkan suatu relasi yang bersifat integral antara pendengar, media. dan sistem sosial yang lebih besar. Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori uses and gratifications, teori ini memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama terhadap semua media. Lalu apa yang sebenarnya melandasi ketergantungan khalayak terhadap media massa ? 77 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Ada dua jawaban mengenai hal ini. Pertama, khalayak akan menjadi lebih tergantung terhadap media yang telah memenuhi berbagai kebutuhan khalayak bersangkutan dibanding pada media yang menyediakan hanya beberapa kebutuhan saja. Jika misalnya, Anda mengikuti perkembangan persaingan antara Manchester United, Arsenal dan Chelsea secara serius, Anda mungkin akan menjadi tergantung pada tayangan langsung Liga Inggris di TV 7. Sedangkan orang lain yang lebih tertarik Liga Spanyol dan tidak tertarik akan Liga Inggris mungkin akan tidak mengetahui bahwa situs TV 7 berkaitan Liga Inggris telah di up date, atau tidak melihat pemberitaan Liga Inggris di Harian Kompas. Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Model ini menunjukkan sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media, sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi sosial. Untuk mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap khalayak, ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen, survey dan riset etnografi. e. Teori Agenda Setting Media massa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi agenda publik. Teori Agenda Setting didasari oleh asumsi demikian. Teori ini sendiri dicetuskan oleh Profesor Jurnalisme Maxwell McCombs dan Donald Shaw. Menurut McCombs dan Shaw, “we judge as important what the media judge as important.” Kita cenderung menilai sesuatu itu penting sebagaimana media massa menganggap hal tersebut penting. Jika media massa menganggap suatu isu itu penting maka kita juga akan menganggapnya penting. Sebaliknya, jika isu tersebut tidak dianggap penting oleh media massa, maka isu tersebut juga menjadi tidak penting bagi diri kita, bahkan menjadi tidak terlihat sama sekali. Denis McQuail (2000: 426) mengutip definisi Agenda Setting sebagai “process by which the relative attention given to items or issues in news coverage infulences the rank order of public awareness of issues and attribution of significance. As an extension, effects on public policy may occur.” Walter Lipmann pernah mengutarakan pernyataan bahwa media berperan sebagai mediator antara “the world outside and the pictures in our heads”. McCombs dan Shaw juga sependapat dengan Lipmann. Menurut mereka, ada korelasi yang kuat dan signifikan antara apa-apa yang diagendakan oleh media massa dan apa-apa yang menjadi agenda publik. 78 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Awalnya teori ini bermula dari penelitian mereka tentang pemilihan presiden di Amerika Serikat tahun 1968. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa ada hubungan sebab-akibat antara isi media dengan persepsi pemilih. McCombs dan Shaw pertama-tama melihat agenda media. Agenda media dapat terlihat dari aspek apa saja yang coba ditonjolkan oleh pemberitaan media terebut. Mereka melihat posisi pemberitaan dan panjangnya berita sebagai faktor yang ditonjolkan oleh redaksi. Untuk surat kabar, headline pada halaman depan, tiga kolom di berita halaman dalam, serta editorial, dilihat sebagai bukti yang cukup kuat bahwa hal tersebut menjadi fokus utama surat kabar tersebut. Dalam majalah, fokus utama terlihat dari bahasan utama majalah tersebut. Sementara dalam berita televisi dapat dilihat dari tayangan spot berita pertama hingga berita ketiga, dan biasanya disertai dengan sesi tanya jawab atau dialog setelah sesi pemberitaan. Sedangkan dalam mengukur agenda publik, McCombs dan Shaw melihat dari isu apa yang didapatkan dari kampanye tersebut. Temuannya adalah, ternyata ada kesamaan antara isu yang dibicarakan atau dianggap penting oleh publik atau pemilih tadi, dengan isu yang ditonjolkan oleh pemberitaan media massa. McCombs dan Shaw percaya bahwa fungsi agenda-setting media massa bertanggung jawab terhadap hampir semua apa-apa yang dianggap penting oleh publik. Karena apa-apa yang dianggap prioritas oleh media menjadi prioritas juga bagi publik atau masyarakat. Akan tetapi, kritik juga dapat dilontarkan kepada teori ini, bahwa korelasi belum tentu juga kausalitas. Mungkin saja pemberitaan media massa hanyalah sebagai cerminan terhadap apa-apa yang memang sudah dianggap penting oleh masyarakat. Meskipun demikian, kritikan ini dapat dipatahkan dengan asumsi bahwa pekerja media biasanya memang lebih dahulu mengetahui suatu isu dibandingkan dengan masyarakat umum. News doesn’t select itself. Berita tidak bisa memilih dirinya sendiri untuk menjadi berita. Artinya ada pihak-pihak tertentu yang menentukan mana yang menjadi berita dan mana yang bukan berita. Siapakah mereka? Mereka ini yang disebut sebagai “gatekeepers.” Di dalamnya termasuk pemimpin redaksi, redaktur, editor, hingga jurnalis itu sendiri. Dalam dunia komunikasi politik, para calon presiden biasanya memiliki tim media yang disebut dengan istilah ‘spin doctor.’ Mereka berperan dalam 79 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang menciptakan isu dan mempublikasikannya melalui media massa. Mereka ini juga termasuk ke dalam ‘gatekeeper’ tadi. Setelah tahun 1990an, banyak penelitian yang menggunakan teori agendasetting makin menegaskan kekuatan media massa dalam mempengaruhi benak khalayaknya. Media massa mampu membuat beberapa isu menjadi lebih penting dari yang lainnya. Media mampu mempengaruhi tentang apa saja yang perlu kita pikirkan. Lebih dari itu, kini media massa juga dipercaya mampu mempengaruhi bagaimana cara kita berpikir. Para ilmuwan menyebutnya sebagai framing. McCombs dan Shaw kembali menegaskan kembali tentang teori agenda setting, bahwa “the media may not only tell us what to think about, they also may tell us how and what to think about it, and perhaps even what to do about it” (McCombs, 1997). f. Teori Efek Komunikasi Massa dari Melvin De Fleur • Teori Perbedaan Individu ( Individual Differences Theory) Asumsi teori ini adalah : Pesan-pesan yang disampaikan media massa ditangkap individu sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan personal individu. Efek komunikasi pada individu akan beragam walaupun individu menerima pesan yang sama. Terdapat faktor psikologis dalam menerima pesan yang disampaikan media massa. Masing-masing individu mempunyai perhatian, minat, keinginan yang berbeda yang dipengaruhi faktor-faktor psikologis yang ada pada diri individu tersebut sehingga mempengaruhi dalam menerima pesan yang disampaikan media massa. • Teori Penggolongan Sosial (Social Category Theory) Asumsi teori ini adalah : Individu yang masuk dalam kategori sosial tertentu atau sama akan cenderung memiliki prilaku atau sikap yang kurang lebih sama terhadap rangsangan-rangsangan tertentu. Pesan-pesan yang disampaikan media massa cenderung ditanggapi sama oleh individu yang termasuk dalam kelompok sosial tertentu. Penggolongan sosial ini berdasarkan : Usia : anak-anak, dewasa, orangtua 80 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Jenis kelamin : laki-laki, perempuan Suku bangsa : Sunda, Jawa, Batak, Minang, Aceh, Papua, Bali, dll Profesi : dokter, pengusaha, pedagang, sopir, tukang becak, dll. Pendidikan : sarjana, tamatan SLTA, SLTP, SD, buta hurup. Kegemaran atau Hobby : Olahraga, kesenian, dll. Status sosial : Kaya, biasa, dan miskin. Agama : Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, dll. Dengan adanya penggolongan sosial ini muncullah media massa yang sifatnya special atau khusus yang diperuntukan bagi kalangan tertentu, dengan mengambil segmentasi/pangsa pasar tertentu misalnya : Majalah Femina, Kartini, Wanita , dll yang diperuntukan wanita kalangan tertentu. Majalah Bobo misalnya diperuntukan untuk anak-anak Majalah Bola, Soccer, Go, F1, dll diperuntukan mereka yang senang olahraga. Majalah Adil, Amanat, Bangkit misalnya diperuntukan mereka yang senang politik. Monitor, Cek and Ricek, misalnya diperuntukan mereka yang senang dengan berita seputar gosip para artis. Begitu juga di media elektronik disajikan acara-acara tertentu yang memang diperuntukan bagi kalangan tertentu dengan memprogramkannya sesuai dengan waktu dan segmen khalayaknya. • Teori Hubungan Sosial (Social Relationship Theory) Asumsi teori ini adalah : Pada dasarnya pesan-pesan komunikasi massa lebih banyak diterima individu melalui hubungan personal dibanding langsung dari media massa. Informasi melalui media massa tersebar melalui hubunganhubungan sosial di dalam masyarakat. Teori ini berhubungan dengan teori Two Step Flow Communication. • Teori Norma Budaya ( Norm and Cultural Theory) 81 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Asumsi teori ini adalah : Media massa melalui informasi yang disampaikannya dengan cara-cara tertentu dapat menimbulkan kesan yang oleh khalayak disesuaikan dengan norma-norma dan nilai-nilai budayanya. Media massa mempengaruhi budaya-budaya masyarakatnya dengan cara : Pesan-pesan yang disampaikan media massa memperkuat budaya yang ada. Ketika suatu budaya telah kehilangan tempat apresiasinya, kemudian media massa memberi lahan atau tempat maka budaya yang pada awalnya sudah mulai luntur menjadi hidup kembali. Contoh : Acara pertunjukan Wayang Golek atau Wayang Kulit yang ditayangkan Televisi terbukti telah memberi tempat pada budaya tersebut untuk diapresiasi oleh masyarakat. Media massa telah menciptakan pola baru tetapi tidak bertentangan bahkan menyempurnakan budaya lama. Contoh : Acara Ludruk Glamor misalnya memberi nuansa baru terhadap budaya ludruk dengan tidak menghilangkan esensi budaya asalnya. Media massa mengubah budaya lama dengan budaya baru yang berbeda dengan budaya lama. Contoh : Terdapat acara-acara tertentu yang bukan tak mungkin lambat laun akan menumbuhkan budaya baru. Menurut Paul Lazarfeld dan Robert K Merton terdapat empat sumber utama kekhawatiran masyarakat terhadap media massa, yakitu : Sifat Media Massa yang mampu hadir dimana-mana (Ubiquity) serta kekuatannnya yang potensial untuk memanipulasi dengan tujuan-tujuan tertentu. Dominasi kepentingan ekonomi dari pemilik modal untuk menguasai media massa dengan demikian media massa dapat dipergunakan untuk menjamin ketundukan masyarakat terhadap status quo sehingga memperkecil kritik sosial dan memperlemah kemampuan khalayak untuk berpikir kritis. Media massa dengan jangkauan yang besar dan luas dapat membawa khalayaknya pada cita rasa estetis dan standar budaya populer yang rendah. Media massa dapat menghilangkan sukses sosial yang merupakan jerih payah para pembaharu selama beberapa puluh tahun yang lalu. 82 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang TEORI KULTIVASI Teori Kultivasi (Cultivation Theory) Teori Kultivasi memusatkan perhatiannya pada pengaruh media komunikasi, khususnya televisi, terhadap khalayak. Televisi merupakan sarana utama masyarakat untuk belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya serta adapt kebiasaannya. Teori kultivasi berasumsi bahwa pecandu berat televisi membentuk suatu citra realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan. Misalnya, pecandu berat televisi menganggap kemungkinan seseorang untuk menjadi korban kejahatan adalah 1 berbanding 10. Dalam kenyataannya, angkanya adalah 1 berbanding 50. Pecandu berat mengira bahwa 20% dari total penduduk dunia berdiam di Amerika Serikat. Kenyataannya hanya 6%. Pecandu berat percaya bahwa persentase karyawan dalam posisi manajerial atau professional adalah 25%, kenyataannya hanya 5%. Williams mengomentari hal yang sama, “Orang yang merupakan pecandu berat televisi seringkali mempunyai sikap stereotip tentang peran jenis kelamin, dokter, bandit atau tokoh-tokoh lain yang biasa muncul dalam serial televisi. Dalam dunia mereka, pembantu rumah tangga mungkin digambarkan sebagai wanita yang hidup palimg menderita. Perwira polisi menjalani harihari yang menyenangkan. Pejabat-pejabat pemerintahan adalah orang yang munafik. Tentu saja, tidak semua pecandu berat televisi terkultivasi secara sama. Beberapa lebih mudah dipengaruhi televisi daripada yang lain (Hirsch, 1980). Sebagai contoh, pengaruh ini bergantung bukan saja pada seberapa banyak seseorang menenton televisi melainkan juga pada tingkat pendidikan, penghasilan, dan jenis kelamin pemirsa. Misalnya, pemirsa ringan berpenghasilan rendah melihat kejahatan sebagai masalah yang serius sedangkan pemirsa ringan berpenghasilan tinggi tidak demikian. Wanita pecandu berat melihat kejahatan sebagai masalah yang lebih serius ketimbang pria pecandu berat. Artinya, ada faktor-faktor lain di luar intensitas menonton televisi yang mempengaruhi persepsi kita untuk menerima gambaran dunia yang sebenarnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa televisi adalah media yang paling mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kehidupan. Teori Kultivasi (Cultivation Theory) merupakan salah satu teori yang mencoba menjelaskan keterkaitan antara media komunikasi (dalam hal ini televisi) 83 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang dengan tindak kekerasan. Teori ini dikemukakan oleh George Gerbner, mantan Dekan dari Fakultas (Sekolah Tinggi) Komunikasi Annenberg Universitas Pennsylvania,yang juga pendiri Cultural Environment Movement, berdasarkan penelitiannya terhadap perilaku penonton televisi dikaitkan dengan materi berbagai program yang televisi yang ada di Amerika Serikat. Teori Kultivasi pada dasarnya menyatakan bahwa para pecandu (penonton berat/heavy viewers) televisi membangun keyakinan yang berlebihan bahwa “dunia itu sangat menakutkan” . Hal tersebut disebabkan keyakinan mereka bahwa “apa yang mereka lihat di televisi” yang cenderung banyak menyajikan acara kekerasan adalah “apa yang mereka yakini terjadi juga dalam kehidupan sehari-hari”. Dalam hal ini, seperti Marshall McLuhan, Gerbner menyatakan bahwa televisi merupakan suatu kekuatan yang secara dominan dapat mempengaruhi masyarakat modern. Kekuatan tersebut berasal dari kemampuan televisi melalui berbagai simbol untuk memberikan berbagai gambaran yang terlihat nyata dan penting seperti sebuah kehidupan sehari-hari.Televisi mampu mempengaruhi penontonnya, sehingga apa yang ditampilkan di layar kaca dipandang sebagai sebuah kehidupan yang nyata, kehidupan sehari-hari. Realitas yang tampil di media dipandang sebagai sebuah realitas objektif. Saat ini, televisi merupakan salah satu bagian yang penting dalam sebuah rumah tangga, di mana setiap anggota keluarga mempunyai akses yang tidak terbatas terhadap televisi. Dalam hal ini, televisi mampu mempengaruhi lingkungan melalui penggunaan berbagai simbol, mampu menyampaikan lebih banyak kisah sepanjang waktu. Gebrner menyatakan bahwa masyarakat memperhatikan televisi sebagaimana mereka memperhatikan tempat ibadah (gereja). Lalu apa yang dilihat di televisi? Menurut Gerbner adalah kekerasan, karena ia merupakan cara yang paling sederhana dan paling murah untuk menunjukkan bagiamana seseorang berjuang untuk mempertahankan hidupnya. Televisi memberikan pelajaran berharga bagi para penontonnya tentang berbagai ‘kenyataan hidup’, yang cenderung dipenuhi berbagai tindakan kekerasan. Lebih jauh dalam Teori Kultivasi dijelaskan bahwa bahwa pada dasarnya ada 2 (dua) tipe penonton televisi yang mempunyai karakteristik saling 84 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang bertentangan/bertolak belakang, yaitu (1) para pecandu/penonton fanatik (heavy viewers) adalah mereka yang menonton televisi lebih dari 4(empat) jam setiap harinya. Kelompok penontonini sering juga disebut sebagai kahalayak ‘the television type”, serta 2 (dua) adalah penonton biasa (light viewers), yaitu mereka yang menonton televisi 2 jam atau kurang dalam setiap harinya. Dalam penelitian yang dilakukannya, Gerbner juga menyatakan bahwa cultivation differential dari media effect untuk dijadikan rujukan untuk membandingkan sikap penonton televisi. Dalam hal ini, ia membagi ada 4 sikap yang akan muncul berkaitan dengan keberadaan heavy viewers, yaitu: 1. Mereka yang memilih melibatkan diri dengan kekerasan. Yaitu mereka yang pada akhirnya terlibat dan menjadi bagian dari berbagai peristiwa kekerasan. 2. Mereka yang ketakutan berjalan sendiri di malam hari. Yaitu mereka yang percaya bahwa kehidupan nyata juga penuh dengan kekerasan, sehingga memunculkan ketakutan terhadap berbagai situasi yang memungkinkan terjadinya tindak kekerasan. Beberapa kajian menunjukkan bahwa untuk tipe ini lebih banyak perempuan daripada laki-laki. 3. Mereka yang terlibat dalam pelaksanaan hokum. Yaitu mereka yang percaya bahwa masih cukup banyak orang yang tidak mau terlibat dalam tindakan kekerasan. 4. Mereka yang sudah kehilangan kepercayaan. Yaitu mereka yang sudah apatis tidak percaya lagi dengan kemampuan hukum dan aparat yang ada dalam mengatasi berbagai tindakan kekerasan. TEORI PENEGUHAN IMITASI Teori Peneguhan Imitasi (Reinforcement Imitation Theory) Miller dan Dollard (1941) memerinci kerangka teori tentang instrumental conditioning dan mengemukakan ada tiga kelas utama perilaku yang sering diberi label ‘imitasi’, yaitu: : 1) Same behaviour, yakni dua individu memberi respons masing-masing secara independent, tapi dalam cara yang sama, terhadap stimuli lingkungan yang sama. Sebagai hasilnya sekalipun tindakan mereka itu sepenuhnya 85 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang terpisah satu sama lain tetapi bisa tampak seakan-akan yang satu meniru yang lainnya. Contoh : orang yang sama-sama naik bus, duduk di tempat yang sama, membayar ongkos yang sama, dan mungkin juga turun di tempat yang sama. 2) Copying, yakni seorang individu berusaha mencocokan prilakunya sedekat mungkin dengan perilaku orang lain. Jadi ia haruslah mampu untuk memberi respons terhadap syarat atau tanda-tanda kesamaan atau perbedaan antara perilakunya sendiri dengan penampilan orang yang menjadi model. Contoh : seorang musisi yang berusaha menyamakan diri dengan pengajarnya. 3) Matched-dependent behavior. Seorang individu (pengamat atau pengikut) belajar untuk menyamai tindakan orang lain (model atau si pemimpin) karena ia mendapat imbalan dari perilaku tiruannya itu. Jadi dalam matcheddependent behavior, si pengikut mempunyai kecenderumgan kuat untuk meniru tindakan si model melalui proses instrumental conditioning. Bandura (1969) mengidentifikasikan efek-efek yang ditimbulkan oleh eksposure terhadap perilaku dan hasil perbuatan (outcomes) orang lain, adalah : 1) Inhibitory and Disinhibitory Effects (Efek malu dan tidak memalukan) Efek inhibitory merupakan efek yang dikerjakan orang lain yang menyebabkan perilaku tertentu menjadi malu atau menahan diri untuk melakukan atau mengulangi perbuatan yang sama. Sedangkan efek disinhibitory merupakan efek yang menyebabkan orang lain tidak malu untuk melakukan perbuatan yang dilihatnya. 2) Response facilitating effects. Bahwa kesempatan untuk melihat (eksposure) kepada tindakan orang lain dapat berfungsi memudahkan (facilitate) penampilan bermacam perilaku yang menurut biasanya tidak dilarang. 3) Observational Leraning. Bila seseorang yang melihat (observer) dikenai (exposured) perilaku dari suatu model sosial, maka dapat terjadi efek ini. Dalam arti yang lebih spesifik, observer tadi dapat memperoleh bentuk perilaku baru semata-mata dengan melihat atau mengamati tindakan model tanpa secara terbuka menunjukan respons di hadapan model yang ditirunya. Observational learning ditentukan oleh empat proses pengamatan (observasional) yang khas tapi saling berkaitan, yaitu : 86 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang 1. Attention 2. Retention 3. Motoric Reproduction 4. Faktor Insentif atau motivasional Tingkat perhatian seorang observer dipengaruhi oleh faktor-faktor : A. Karakteristik model yang bersangkutan, seperti : - Daya Tarik (attractiveness) - Kompetensi (competence) - Status - Kekuasaan Sosial (Social Power) B. Karakteristik si observer sendiri, seperti - Self Esteem - Status sosioekonomi TEORI PERBEDAAN INDIVIDUAL Teori Perbedaan Individual (Individual Differences Theory). Nama teori yang diketengahkan oleh Melvin D. Defleur ini lengkapnya adalah “Individual Differences Theory of Mass Communication Effect”. Jadi teori ini menelaah perbedaan-perbedaan diantara individu-individu sebagai sasaran media massa ketika mereka diterpa sehingga menimbulkan efek tertentu. Anggapan dasar dari teori ini ialah bahwa manusia amat bervariasi dalam organisasi psikologisnya secara pribadi. Variasi ini sebagian dimulai dari dukungan perbedaan secara biologis. Tetapi ini dikarenakan pengetahuan secara individual yang berbeda. Manusia yang dibesarkan dalam lingkungan yang secara tajam berbeda, menghadapi titik-titik pandangan yang berbeda secara tajam pula. Dari lingkungan yang dipelajarinya itu, mereka menghendaki seperangkat sikap, nilai, dan kepercayaan yang merupakan tatanan psikologisnya masing-masing pribadi yang membedakannya dari yang lain. Teori perbedaan individual ini mengandung rangsangan-rangsangan khusus yang menimbulkan interaksi yang berbeda dengan watak-watak perorangan anggota khalayak. Oleh karena terdapat perbedaan individual pada setiap pribadi anggota khalayak itu,maka secara alamiah dapat diduga akan muncul efek yang bervariasi sesuai dengan perbedaan individual itu. Tetapi dengan berpegang tetap pada pengaruh variabel-variabel kepribadian (yakni 87 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang menganggap khalayak memiliki ciri-ciri kepribadian yang sama) teori tersebut tetap akan memprediksi keseragaman tanggapan terehadap pesan tertentu. (jika variabel antara bersifat seragam). TEORI OTORITER Teori Otoriter (Authcritarian Theory) Teori otoriter yang acapkali disebut pula sistem otoriter berkaitan erat dengan system pengawasan terhadap media massa yang daya pengaruhnya dinilai amat kuat, sehingga pers dijuluki the fourth estate (kekuasaan keempat) dan radio siaran dijuluki the fifth estate (kekuasaan kelima) setelah lembaga legislative,eksekutif, dan yudikatif, masing-masing diakui sebagai kekuasaan pertama, kedua, dan ketiga. Aplikasi teori ini dimulai pada abad 16 di Inggris, Perancis, dan Spanyol, yang pada zaman berikutnya meluas ke Rusia, Jerman, Jepang, dan Negara-negara lain di Asia dan Amerika Latin. Menurut Fred S. Siebert, teori otoriter menyatakan bahwa hubungan antara media massa dengan masyarakat ditentukan oleh asumsi-asumsi filsafati yang mendasar tentang manusia dan Negara. Dalam hal ini tercakup : (1) sifat manusia, (2) sifat masyarakat, (3) hubungan antara manusia dengan Negara, dan (4) masalah filsafati yang mendasar, sifat pengetahuan dan sifat kebenaran. Teori otoriter mengenai fungsi dan tujuan masyarakat menerima dalil-dalil yang menyatakan bahwa pertama-tama seseorang hanya dapat mencapai kemampuan secara penuh jika ia menjadi anggota masyarakat. Sebagai individu lingkup kegiatannya benar-benar terbatas, tetapi sebagai anggota masyarakat kemampuannya untuk mencapai suatu tujuan dapat ditingkatkan tanpa batas. Atas dasar asumsi inilah, kelompok seseorang dapat mencapai tujuannya. Teori tersebut telah mengembangkan proposisi bahwa negara sebagai organisasi kelompok dalam tingkat paling tinggi telah menggantikan individu dalam hubungannya dengan derajat nilai, karena tanpa negara seseorang tak berdaya untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia beradab. Kebergantungan seseorang pada negara untuk mencapai peradaban telah menjadi unsur utama bagi sistem otoriter. 88 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang TEORI MODEL SOSIAL Teori Model Sosial (Social Modeling Theory). Dalam berbagai situasi, perilaku manusia sangat dipengaruhi hanya karena suatu kesempatan mengamati tindakan orang lain. Kita dapat meniru atau justru mengambil tindakan yang berbeda sama sekali dari apa yang kita lihat. Eksposure terhadap orang lain dapat mempengaruhi keadaan emosional (emotional state) seseorang. Itulah yang dimaksud proses modelling. Dari berbagai pengamatan terlihat bahwa laporan berita TV mempengaruhi konsep masyarakat mengenai reality atau kenyataan hidup dan lalu perilaku mereka dilengkapi (supplemented) dengan perasaan bahwa pertunjukan dramatik juga mempunyai efek yang sama. Tayangan TV sekarang sangat sulit dibedakan antara yang fakta dan fiksi karena mereka menampilkannya dalam format acara yang hampir sama. Tayangan yang sesungguhnya hanya bersifat fiksi telah menjadi sesuatu yang nyata oleh masyarakat banyak. Itulah kekuatan sebuah media massa yang amat mempengaruhi perilaku masyarakat banyak sebagai khalayak. TEORI PEMBELAJARAN SOSIAL Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory). Banyak hal dalam kehidupan yang diperoleh dari berinteraksi sosial di tengah masyarakat. Seseorang yang awam tentang komputer menjadi ahli dalam merakit komputer karena semasa kuliah ia berada satu kost dengan ahli-ahli komputer. Umumnya, orang membiarkan diri atau sengaja berbuat sesuatu bila hal itu dirasakan dapat menghasilkan suatu imbalan (reward) bagi dirinya. Pengertian imbalan disini tidak semata-mata berarti materi. Imbalan yang bukan berbentuk selain materi pun, seperti rasa puas, rasa senang, dan lain-lain, membuat orang berminat untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dan termasuk proses belajar untuk melakukan pekerjaan tersebut. Dengan demikian orang sebenarnya menjalani apa yang disebut belajar melalui proses sosial (social learning). Michael (1971) menjelaskan bahwa teori perilaku 89 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang memberi peran yang penting bagi penegasan (reinforcement) dan imbalan (reward) dalam belajar. Pentingnya peran tersebut dapat dipahami karena dua alasan, yaitu: Reinforcement dan perangsang (insentif) telah ditunjukan berulang sebagai pengaruh yang kuat dalam belajar dan dalam pilihan perilaku pada banyak situasi. Contoh : Para ekonom sudah lama mengakui bahwa keuntungan merupakan faktor penentu penting bagi keputusankeputusan bisnis dan financial. Pada umumnya penelitian tentang belajar lebih banyak mengkaji hewan daripada mengkaji manusia. Dan hewan dianggap memiliki dorongan yang bersifat langsung atas direct reinforcement dan dipandang sebagai suatu mekanisme balajar yang utama. Social Learning melalui observasi. Perkembangan teoritis yang lain menekankan social learning melalui pengamatan (observasi). Observational Learning menunjuk kepada proses belajar tanpa imbalan atau tekanan langsung. Orang belajar dengan mengamati orang lain dan kejadian dan tidak semata-mata dari konsekuensi langsung dari apa yang mereka perbuat sendiri. Apa yang kita ketahui dan bagaimana kita berperilaku tergantung pada apa yang kita lihat dan kita dengar, dan bukan Cuma pada apa yabg kita dapatkan. Melalui observasi, orang belajar mengenai lingkungan dan perilaku orang lain. Si pengamat dapat mempelajari respons yang sepenuhnya baru, hanya dengan mengamati perilaku baru yang diperlihatkan oleh pihak lain. Perolehan pola respons yang sepenuhnya baru itu melalui proses-proses observasional secara khusus dibuktikan dalam belajar bahasa. Kompleksitas Social Learning. Teori-teori perilaku sosial yang paling kontemporer mengakui bahwa orang dapat membangkitkan pola-pola perilaku dalam cara-cara yang kompleks. Mereka tidak begitu saja dan secara otomatis memberikan respons seperti apa yang telah dikondisikan dalam kaitan dengan stimuli yang diberikan. Juga disepakati bahwa bagaimana seseorang individu menafsirkan dan mempersepsikan rangsangan dari dalam dirinya dan dari luar mempengaruhi bagaimana ia akhirnya bereaksi kepada rangsangan-rangsangan tersebut. Tidak seorang pun individu yang melakukan seluruh hal yang telah dipelajarinya dan yang dapat dilakukannya. Jelas terdapat perbedaan antara apa yang telah dipelajari atau diketahui seseorang dengan apa yang sesungguhnyadilakukan pada situasi tertentu. Misalnya, kebanyakan orang dewasa tahu cara berkelahi, tapi tidak semua memiliki keterampilan yang sama dalam berkelahi. Terdapat perbedaan yang besar antara apa yang sanggup dilakukan seseorang dalam situasi tertentu dan apa yang 90 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang sesungguhnya dilakukannya. Karena itu ada gunanya untuk membedakan antara learning atau perolehan perilaku dan pelaksanaanya. Learning atau perolehan respons-respons yang baru diatur oleh proses-proses panca indera dan pengetahuan. Perolehan itu dapat dimudahkan dengan adanya insentif dan pengokohan tetapi tidak bergantung secara keseluruhan. Jadi apa yang dapat dilakukan oleh seseorang tergantung pada apa yang diketahuinya dan pada keterampilan, informasi, peraturan dan pola-pola respons yang dipelajarinya atau diperolehnya. Perilaku yang dipelajari ini mungkin diperoleh melalui proses-proses observasi dan kognitif dan bukan cuma melalui pengkondisian dan reinforcement langsung. Seseorang mungkin tidak melakukan perilaku tertentu karena ia tidak pernah mempelajari sebelumnya. Pada pihak lain, pola respons mungkin tersedia baginya, tapi tidak dikarenakan oleh kondisi-kondisi stimulus dan tekanan tertentu. Efek mengamati hasil perilaku orang lain. Ketika seseorang mengamati bahwa orang lain (model) mendapatkan konsekuensi yang positif untuk suatu pola respons, ia cenderung untuk berbuat lebih siap dengan cara-cara yang sama. Misalnya bila seorang anak melihat anak lain menerima dorongan dan pujian untuk suatu keagresifan dalam suatu permainan, maka kecenderungannya sendiri untuk bertindak agresif pada situasi yang sama akan meningkat. Sebaliknya ketika model sosial dihukum untuk perilaku mereka, yang melihatnya cenderung menjadi lebih malu untuk mempertunjukan perilaku yang sama. TEORI PERCAKAPAN KELOMPOK Teori Percakapan Kelompok (Group Achievement Theory). Teori percakapan kelompok sangat berkaitan erat dengan produktivitas kelompok atau upayaupaya untuk mencapainya melalui pemeriksaan masukan dari anggota (member inputs), variabel-variabel yang perantara (mediating variables), dan keluaran dari kelompok (group output). Masukan atau input yang berasal dari anggota kelompok dapat diidentifikasikan sebagai perilaku, interaksi dan harapan-harapan (expectations) yang bersifat individual. Sedangkan variabelvariabel perantara merujuk pada struktur formal dan struktur peran dari kelompok sperti status, norma, dan tujuan-tujuan kelompok. Yang dimaksud 91 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang dengan keluaran atau output kelompok adalah pencapaian atau prestasi dari tugas atau tujuan kelompok. Produktivitas dari suatu kelompok dapat dijelaskan melalui konsekuensi perilaku, interaksi dan harapan-harapan melalui struktur kelompok. Perilaku, interaksi, dan harapan-harapan (input variables) mengarah pada struktur formal struktur formal dan striktur peran (mediating variables) yang sebaliknya variabel ini mengarah pada produktivitas, semangat, dan keterpaduan (group echievement). TEORI PERTUKARAN SOSIAL Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory) Teori pertukaran sosial ini didasarkan pada pemikiran bahwa seseorang dapat mencapai suatu pengertian mengenai sifat kompleks dari kelompok dengan mengkaji hubungan di antara dua orang (dyadic relationship). Suatu kelompok dipertimbangkan untuk menjadi sebuah kumpulan dari hubungan antara dua partisipan tersebut. Perumusan tersebut mengasumsikan bahwa interaksi manusia melibatkan pertukaran barang dan jasa, dan bahwa biaya (cost) dan imbalan (reward) dipahami dalam situasi yang akan disajikan untuk mendapatkan respons dari individu-individu selama berinteraksi sosial. Jika imbalan dirasakan tidak cukup atau lebih banyak dari biaya, maka interaksi kelompok kan diakhiri, atau individu-individu yang terlibat akan mengubah perilaku mereka untuk melindungi imbalan apapun yang mereka cari. Pendekatan pertukaran sosial ini penting karena berusaha menjelaskan fenomena kelompok dalam lingkup konsep-konsep ekonomi dan perilaku mengenai biaya dan imbalan. TEORI KEPRIBADIAN KELOMPOK Teori Kepribadian Kelompok (Group Syntality Theory) Teori kepribadian kelompok merupakan studi mengenai interaksi kelompok pada basis dimensi kelompok dan dinamika kepribadian. Dimensi kelompok merujuk pada ciriciri populasi atau karakteristik individu seperti umur, kecendikiawanan (intelligence); sementara ciri-ciri kepribadian atau efek yang memungkinkan kelompok bertindak sebagai satu keseluruhan, merujuk pada peran-peran spesifik, klik, dan posisi status. Dinamika kepribadian diukur oleh apa yang disebut dengan synergy, yaitu tingkat atau derajat energi dari setiap individu yang dibawa dalam kelompok untuk digunakan 92 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang dalam melaksanakan tujuan-tujuan kelompok . Banyak dari synergy atau energi kelompok yang harus dicurahkan ke arah pemeliharaan keselarasan dan keterpaduan kelompok. Konsep kunci dari teori ini adalah synergy. Synergy kelompok adalah jumlah input energi dari anggota kelompok. Selain synergy kelompok, kita mengenal pula ‘effective synergy’, yaitu energi kelompok yang tersisa setelah dikurangi energi intrinsik atau synergy pemeliharaan kelompok. Energi intrinsik dapat menjadi produktif, sejauh energi tersebut dapat membawa ke arah keterpaduan kelompok, namun nergi intrinsik tidak dapat memberikan kontribusi langsung untuk penyelesaian tugas. Synergy suatu kelompok dihasilkan dari sikap anggotanya terhadap kelompok. Sampai batas mana para anggota memiliki sikap yang berbeda terhadap kelompok dan kegiatannya, maka yang muncul kemudian adalah konflik, sehingga akan meningkatkan proporsi energi yang dibutuhkan untuk memelihara atau mempertahankan kelangsungan kelompok. Jadi, jika individu-individu semakin memiliki kesamaan sikap, maka akan semakin berkurang pula kebutuhan akan energi intrinsik, sehingga effective synergy menjadi semakin besar. TEORI SISTEM SOSIAL KATZ DAN KHAN Teori Sistem Sosial Katz dan Kahn Teori-teori klasik dan perilaku sering merujuk kepada komunikasi terutama dalam kaitannya dengan bentuk-bentuk kegiatan komunikasi alih-alih sebagai suatu proses penghubung (a linking process). Komunikasi sebagai suatu proses penghubung akan mempunyai arti khusus bila kita menerima pendapat Katz dan Kahn bahwa struktur sosial berbeda dengan struktur mekanis dan struktur biologis. Entitas-entitas fisik dan biologis seperti mobil dan binatang mempunyai struktur anatomi yang dapat diidentifikasi ketika entitas-entitas itu bahkan tidak sedang berfungsi. Ketika suatu organisme biologis berhenti berfungsi, tubuh fisiknya masih dapat diperiksa lewat pembedahan (postmortem analysis). Bila suatu sistem sosial berhenti berfungsi, ia tidak lagi mempunyai struktur yang dapat diidentifikasi. Sebabnya adalah karena sistem sosial merupakan struktur peristiwa alih-alih merupakan bagian-bagian fisik, dan tidak mempunyai struktur yang terpisah dan kegiatannya. Jaringan komunikasi suatu organisasi, misalnya, mempunyai sedikit persamaan dengan sistem peredaran darah atau 93 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang sistem saraf dan organisme biologis, meskipun kita cenderung sering membandingkan keduanya. Karena analogi tersebut tampaknya menarik, kita sering terhambat untuk memahami perbedaan yang hakiki antara sistem sosial dan siste,m biologis. Katz dan Kahn menerangkan bahwa kebanyakan interaksi kita dengan orang merupakan tindakan komunikatif (verbal dan nonverbal, berbicara dan diam). “Komunikasi, pertukaran informasi dan transmisi makna, adalah inti suatu sistem sosial atau suatu organisasi”. Mereka menyatakan bahwa adalah mungkin untuk menggolongkan bentukbentuk interaksi sosial seperti “penggunaan pengaruh, kerja sama, penularan sosial atau peniruan, dan kepemimpinan” ke dalam konsep komunikasi. Seperti yang akan anda lihat, kami mengambil suatu perspektif yang konsisten dengan pandangan ini dan menganggap komunikasi sebagai proses penghubung yang utama dalam organisasi dengan sejumlah proses muncul sebagai akibat dan “berkomunikasi” yang terjadi dalam organisasi. Kami menyebut bentuk-bentuk khusus komunikasi sebagai keterampilan dan kegiatan komunikasi organisasi. Teori sistem menyadari bahwa suatu keadaan yang terorganisasikan perlu mengenal berbagai hambatan untuk mengurangi komunikasi acak ke saluransaluran yang sesuai untuk pencapaian tujuan organisasi. Pengembangan organisasi, misalnya, mungkin perlu menciptakan saluran-saluran komunikasi baru. Katz dan Kahn berpendapat bahwa “watak suatu sistem sosial, mengisyaratkan selektivitas saluran dan tindakan komunikatif, suatu mandat untuk menghindari sebagian saluran dan tindakan komunikatif dan menggunakan yang lainnya”. Secara ringkas, Scott (1961) mengatakan bahwa “organisasi terdiri dari bagianbagian yang berkomunikasi antara yang satu dengan yang lainnya, menerima pesan-pesan dari dunia luar, dan menyimpan informasi. Fungsi komunikasi bagian-bagian ini sekaligus merupakan konfigurasi yang menggambarkan sistem secara keseluruhan” Mungkin dapat dikatakan bahwa, dari sudut pandang sistem, komunikasi adalah organisasi. Hawes (1974), bahkan, menyatakan hal ini: “Suatu kolektivitas sosial adalah perilaku komunikatif yang terpolakan; perilaku komunikatif tidak terjadi dalam suatu jaringan hubungan, tetapi merupakan jaringan itu in sendiri”. Kita dapat menganggap adanya organisasi dan kemudian menerangkan serta berharap memahami 94 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang fungsinya, bagaimana orang-orang saling berhubungan, dan beberapa isu penting yang mempengaruhi cara manusia dan organisasi berkembang. TEORI HUBUNGAN MANUSIAWI Teori Hubungan Manusiawi Teori ini dikemukakan oleh Elton Mayo. Teori ini termasuk penemuan besar pada awal tahun 1950-an. Hasil terpenting terjadi selama eksperimen penerangan lampu. Semula, para peneliti menganggap bahwa semakin baik penerangan, semakin tinggi hasil pekerja. Maka, mereka memutuskan untuk mengadakan suatu ruangan eksperimen dengan berbagai kondisi penerangan dan suatu ruangan kontrol dengan kondisi cahaya yang konstan. Dua kelompok pekerja dipilih untuk melakukan pekerjaan mereka di dua tempat yang berbeda. Melalui suatu periode waktu penerangan di ruangan eksperimen ditambah hingga intensitas yang menyilaukan dan kemudian dikurangi hingga tingkat di mana cahaya tidak ada. Hasilnya adalah sebagai berikut: Ketika banyaknya penerangan bertambah, bertambah juga efisiensi pekerja di ruangan eksperimen; tetapi, efisiensi pekerja di ruangan kontrol juga bertambah. Ketika cahaya berkurang di ruangan tes, efisiensi kelompok tes dan juga kelompok kontrol bertambah dengan perlahan tetapi mantap. Ketika penerangan setaraf dengan penerangan tiga lilin di ruangan tes, para operator memprotes, mengatakan bahwa mereka hampir tidak dapat melihat apa yang sedang mereka lakukan; pada saat itu angka produksi berkurang. Hingga saat itu para pekeija dapat mempertahankan efisiensi meskipun terdapat hambatan. Hasil eksperimen penerangan cahaya membangkitkan minat para peneliti, juga minat terhadap manajemen. Maka, dari tahun 1927 hingga 1929, sebuah tim peneliti terkemuka mengukur pengaruh dan berbagai kondisi kerja terhadap produktivitas pegawai. Hasilnya juga sesuai dengan eksperimen penerangan, terlepas dari kondisi-kondisi kerja, produksi bertambah. Para peneliti berkesimpulan bahwa hasil yang luar biasa bahkan menakjubkan itu terjadi karena enam orang dalam ruang eksperimen itu menjadi sebuah tim, yang hubungan anggota-anggotanya dalam kelompok berperan lebih penting dalam meningkatkan moral dan produktivitas mereka terlepas dan apakah kondisi-kondisi kerja tersebut baik atau buruk. Para 95 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang peneliti juga berkesimpulan bahwa para operator tidak mengetahui mengapa mereka dapat bekerja lebih produktif di ruangan tes, namun ada feeling memang bahwa “hasil yang lebih baik berkaitan dengan kondisi-kondisi kerja yang lebih menyenangkan, lebih bebas dan lebih membahagiakan”. Dua kesimpulan yang berkembang dan studi Hawthorne tersebut sering disebut Efek Hawthorne (The Hawthorne Effect): (1) Perhatian terhadap orang-orang boleh jadi mengubah sikap dan perilaku mereka. (2) Moral dan produktivitas dapat meningkat apabila para pegawai mempunyai kesempatan untuk berinteraksi satu sama lainnya. Mayo, kemudian (1945) menulis suatu ulasan mengenai minat para spesialis komunikasi terhadap analisis organisasi: Suatu kritik terhadap pergerakan hubungan manusiawi menyatakan bahwa pergerakan ini terlalu asyik dengan orang-orang dan hubungan- hubungan mereka dan mengabaikan keseluruhan sumber daya organisasi dan anggota-anggotanya. Suatu keinginan memberikan respons terhadap kebutuhan-kebutuhan pribadi dan organisasi teiah menjadi suatu konsekuensi yang signifikan dari dasar-dasar yang telah diletakkan teoritisi terdahulu mengenai perilaku. Dewasa mi terdapat perbedaan yang penting antara pengembangan hubungan manusiawi yang baik dan pengembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi. Komunikasi organisasi mencoba memberikan latar belakang guna mengembangkan kualitas sumber daya manusia dalam suatu organisasi, tidak hanya mengembangkan kualitas hubungan manusiawi. PERSPEKTIF KOMUNIKASI - B. AUBREY FISHER Perspektif Komunikasi Perkembangan komunikasi berjalan beriringan dengan perkembangan teknologi. Berlo (1975) menyebut zaman sekarang ini adalah zaman revolusi komunikasi yang sejati, yang ditimbulkan, sebagian terbesar oleh adanya perkembangan kemajuan teknologis yang amat pesat di bidang media komunikasi. Salah satu fakta yang sangat mencolok tentang dasawarsa dewasa ini adalah ledakan informasi yang luar biasa. Ledakan informasi itu telah menuntut adanya penemuan beberapa sarana untuk mengatasi masalah informasi tersebut. Teknologi telah dikembangkan pada tingkat massa dengan perkembangan sistem komputer yang canggih itu (misalnya ERIC) untuk menyimpan dan 96 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang mencari kembali informasi secara sistematis. Dalam pengertian yang sebenarnya, ERIC hanyalah suatu mekaninsme untuk mengatasi masalah secara komputer itu. Teknologi juga menambah “kemudahan dibawanya” informasi sehingga setiap tahun berikutnya makin banyak orang menerima informasi secara lebih cepat. Hasil yang tidak dapat dielakkan dari revolusi komunikasi pada masa kini adalah bahwa pemahaman hakikat komunikasi manusia menjadi lebih sulit lagi, namun menjadi lebih menentukan dalam masyarakat kontemporer. 1. Perspektif Mekanistis Para ahli teori sosial dan filsuf ilmu umumnya sependapat bahwa ilmu sosial/ perilaku amat banyak meminjam dari ilmu fisika, pada saat disiplin baru itu menjalani perkembangan selama tahun-tahun pembentukannya. Perspektif mekanistis komunikasi manusia menekankan pada unsur fisik komunikasi, penyampaian dan penerimaan arus pesan seperti ban berjalan di antara sumber atau para penerimanya. Semua fungsi penting dari komunikasi terjadi pada saluran, lokus , perspektif mekanistis. Ilmu fisika yang dominant pada beberapa abad ini merupakan perspektif mekanistis, umumnya dikenal sebagai “fisika klasik”. Model perspektif mekanistis komunikasi manusia. Saluran merupakan tempat untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan secara kontinu atau terus-menerus, tanpa adanya saluran maka komponen- komponen komunikasi lainnya akan terkatung- katung secara koseptual dalam ruangan. Karena secara jelas perspektif mekanistis menempatkan komunikasi bulat- bulat pada saluran. Karena terlalu memfokuskan kepada saluran, maka timbul hambatan dan kegagalan dalam komunikasi. Hambatan tersebut lebih banyak dilihat sebagai hambatan psikologis yang terdapat dalam kemampuan kognitif dan afektif Individual dalam menyandi dan mengalih sandi pesan. Encoding merupakan proses pentransformasian pesan dari satu bentuk ke bentuk yang lain pada saat penyampaian. Sedangkan pengalihan sandi atau decoding merupakan proses pentransformasian pesan dari satu bentuk ke bentuk yang lain pada saat penerimaan atau di titik tujuan. Jika komunikatornya lebih dari dua, maka memerlukan penjaga gerbang atau disebut gate keeping. Penjaga gerbang berfungsi menerima informasi dari suatu sumber dan merelai informasi tersebut kepada seorang penerima. 2. Perspektif Psikologis Banyak penelitian komunikasi dalam tradisi empiris ilmu sosial kontemporer telah meminjam secara besar-besaran dari psikologi, tetapi fenomena ini dapat dimengerti. Sejak berabad-abad komunikasi meminjam dari disiplin lain seperti filsafat, sosiologi, bahasa dan lain sebagainya. Banyak yang menganggap bahwa tradisi meminjam ini adalah hal yang wajar karena komunikasi merupakan disiplin yang elektik (electic). 97 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Karakteristik Penjelasan Psikologis Seperti halnya komunikasi, psikologi merupakan disiplin yang beraneka ragam dengan spesialisasi-spesialisasi yang dihubungkan secara longgar, misalnya psikologi kepribadian, psikologi sosial, psikologi industri, dan lain sebagainya. Sebenarnya, pandangan psikologis komunikasi tidak mencakup semua hal dari satu teori saja dalam psikologi. Ingat bahwa peminjaman komunikasi dari psikologi secara relatife bersifat dangkal dan sporadis. Akibatnya, disini tidaklah dimaksudkan untuk mengemukakan cirriciri esensial penjelasan psikologis. Akan tetapi, tujuannya adalah untuk menandai ciri-ciri penjelasan psikologis yang tampaknya mengarahkan ahli komunikasi yang mempergunakannya. Penerimaan Stimuli oleh Alat-alat Indera Sebagai manusia, kemanpuan kita sangat terbatas untuk berhubungan dengan lingkungan kita serta dengan sesama kita. Secara fisiologis, setidak-tidaknya, kita hanya memiliki lima alat indera. Fenomena lingkungan itu yang terkandung dalam banyak penjelasan psikologis, termasuk dalam penjelasan teoritis di luar kecenderungan behavioristis, adalah konsep “stimulus” sebagai satuan masukan alat indera. Jadi, setiap berkas sinar yang masuk pada retina mata kita, setiap getaran udara yang menggetarkan bagian dalam telinga kita, atau zat apapun yang merangsang indera kita dinamakan stimulus. Akibatnya, stimuli memberikan data yang dipergunakan dalam penjelasan tentang perilaku manusia Mediasi Internal Stimuli Setelah menerima stimuli-stimuli, indera kita akan mengolahnya kembali di dalam tubuh dan pikiran kita. Hampir seluruhnya, mediasi organisme dalam penjelasan S-R merupakan konsep black box, yakni struktur khusus dan fungsi proses antara yang internal dipandang kurang penting dibandingkan dengan proses pengubahan input menjadi output. Menurut teori ini, penjelasan memerlukan pengamatan masukan dan pengeluaran namun tidak menuntut pengamatan langsung pada kegiatan dalam diri organisme yang bersangkutan, sekalipun mungkin dapat dilakukan. Penjelasan S-R akan mengemukakan bahwa organisme akan menghasilkan perilaku tertentu, jika ada kondisi stimulus tertentu. Maksudnya, keadaan internal organisme berfungsi menghasilkan respons tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula. Akan tetapi, penting untuk diingat bahwa keadaan internal tersebut hanya dapat dikenali dalam artian peran yang dijalankannya dalam menghasilkan perilaku. Peramalan Respons Tujuan penjelasan S-R berpusat pada peramalan, dan peramalan berpusat pada respons. Sebenarnya respons dianggap sebagai perilaku yang dapat 98 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang secara langsung diamati, dan penjelasan psikologis berusaha menghubungkan, yakni menjelaskan, perilaku dalam artian stimuli dan keadaan internal. Memang jelas bahwa respons tidak dapat diramalkan semata-mata dalam arti sifat fisik stimulus. Respons lebih dapat diuntungkan dengan keadaan internal yang diaktifkan oleh psikologis. Secara singkat, dapat ditarik kesimpulan bahwa setelah organisme menerima stimuli-stimuli dari luar dan kemuadian memporosesnya di dalam dirinya, maka organisme akan dapat meramalkan respons apa yang akan terjadi selanjutnya, baik itu akan dilakukan maupun tidak akan dilakukan. Peneguhan (Reinforcement) Respons Peneguhan respons mempengaruhi keadaan internal organisme dalam keadaan kebalikannya. Maksudnya, organisme itu dipengaruhi tidak hanya oleh peristiwa di masa lampau saja tetapi iapun dipengaruhi oleh masa yang akan datang. Akibat adanya arah ganda waktu ini adalah untuk memberikan penegasan yang lebih besar pada keadaan internal organisme tersebut. Dalam arti, organisme tidak hanya tergantung pada lingkungannya saja, tetapi ia dapat mengendalikan lingkungan dan pengaruhnya, sampai batas tertentu, melalui penggunaan fungsi antara dari keadaan internalnya. Perspektif psikologis tentang komunikasi manusia memfokuskan perhatiannya pada individu (si komunikator/ penafsir) baik secara teoritis maupun empiris. Secara lebih spesifik lagi, yang menjadi fokus utama dari komunikasi adalah mekanisme internal peneriamaan dan pengelolahan informasi. Fokus ini telah menimbulkan orientasi komunikasi manusia yang berpusat pada si penerima. Walaupun bidang sebenarnya psikologi yang dipinjam perspektif ini masih tidak jelas, unsur- unsur perantara dari behaviorisme S-O-R dan psikologi kognitif, khususnya teori keseimbangan, cenderung untuk mendominasi usaha penelitian para ilmuwan komunikasi yang mempergunakan perspektif psikologi. Model perspektif psikologi komuniksi manusia. Pertama- tama, perspektif ini menganggap bahwa manusia berada dalam suatu medan stimulus, yang secara bebas disebut sebagai suatu lingkungan informasi. Dalam model psikologis manusia ditandai sebagai makhluk yang memiliki fungsi ganda menghasilkan dan menerima stimulijadi manusia adalah seorang komunikator/ penfsir stimuli informasional. Psikologis komunikasi memiliki model yang berbeda dari model psikologis yang menjelaskan semua perilaku dalam kerangka asumsi bahwa semua manusia dalam medan stimulus menghasilkan sejumlah besar stimulus yang ditangkap oleh orang lain. Karena itu, sampai batas- batas tertentu, tiap komunikator telah terorientasi secara psikologis kepada yang lain. Filter konseptual merupkan suatu “kata petunjuk”, yang ditujuan untuk mencakup semua konstruk yang beragam yang telah dipakai untuk melukiskan secara teoritis kegiatan internal dalam diri manusia. Filter 99 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang konseptual juga berfungsi untuk membantu proses penyandian, apabila proses penyandian kurang ditangkap dengan baik. Salah satu hambatan perspektif psikologi, yaitu kecenderungan mendehumanisasikan manusia dan pada akhirnya membuat mereka tidak berdaya terhadap lingkungan mereka sendiri. Penggambaran tentang perspektif psikologis tidaklah merupakan perspektif yang menyatu secara manunggal dalam pengkajian komunikasi. Sebaliknya, dalam kerangka perspektif ini terdapat pendekatan metodologis, konsep yang dipakai, serta definisi operasional yang digunakan, yang amat beranekaragam. Sampai pada tingkat tertentu, ketidaksamaan ini mencerminkan sebagian besar kekalutan yang terdapat di dalam disiplin psikologi. Sudah tentu, penekanan pada filter konseptual yang berupa black box (seperti: sikap, persepsi, keyakinan, dan keinginan) telah mempercepat timbulnya arah yang berlainan. 3. Perspektif Interaksional Meskipun asal mula perspektif interaksional komunikasi manusia dapat ditelusuri sampai kefilsafat ekstensialisme dan bahkan ke Socrates, sumbernya yang khusus dan komprehensif dari perspektif ini secara langsung ataupun tidak langsung adalah interaksional komunikasi manusia. Secara lebih khusus lagi, arah perkembangan dalam masyarakat ilmiah komunikasi manusia yang memperlakukan komunikasi sebagai dialog adalah adanya indikasi yang terang sekali dari pendekatan interaksional pada studi komunikasi manusia. Popularitas interaksional berasal dari reaksi humanistis terhadap mekanisme dan psikologisme. Akan tetapi, yang lebih penting lagi adalah pemberian penekanan yang manusiawi pada diri sebagai unsur pokok perspektif interaksional. Tetapi dari pada memandang diri hanya sebagai internalisasi pengalaman individual, interasionisme lebih menerangkan perkembangan diri melalui proses “penunjukan diri” di mana individu dapat “bergerak keluar” dari diri dan melibatkan dirinya dalam intropeksi dari sudut pandang orang lain. Dengan cara yang sama individu dapat melibatkan dirinya dalam pengambilan peran dan mendefinisikan diri maupun orang lain dari sudut pandang orang lain. Fenomena pengambilan peran inilah yang memungkinkan adanya pengembangan diri semata- mata sebagai proses sosial- dalam proses intropeksi maupun ekstropeksi. Oleh karena hanya melalui interaksi sosial hubungan dapat dikembangkan. Dan pengambilan peran tidak hanya merupakan unsur sentral dari perspektif interaksional, akan tetapi juga menjadi unsur yang unik. Perspektif interaksional menekankan tindakan yang bersifat simbolis dalam suatu perkembangan yang bersifat proses dari komunikasi manusia. Penekanannya pada tindakan memungkinkan pengambilan peran untuk mengembangkan tindakan bersama atau mempersatukan tindakan individu dengan tindakan individu- individu yang lain untuk membentuk kolektivitas. Tindakan bersama dari kolektivitas itu mencerminkan tidak hanya 100 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang pengelompokan sosial akan tetapi juga adanya perasaan kebersamaan ataupun keadaan timbal balik dari individu- individu yang bersangkutan, yang dilukiskan dalam model sebagai “kesearahan” orietasi individu- individu terhadap diri orang lain, dan objek. Model perspektif interaksional komunikasi manusia. Komunikator interaksional merupakan penggabungan yang kompleks dari individualisme sosial, yakni seorang individu yang mengembangkan potensi kemanusiawiannya melalui interaksi sosial. Implikasi yang paling penting dari perspektif interaksional bagi studi komunikasi manusia adalah adanya penyempurnaan pemberian penekanan pada metodologi penelitian. Implikasinya yang pertama mencakup pemahaman yang disempurnakan tentang peran yang akan dijalankan oleh peneliti. Dari pada hanya digambarkan sebagai seorang pengamat yang sifatnya berat sebelah, dan tidak tertarik atas fenomena empiris, penelitian interaksional menjalankan peranannya sebagai seorang pengamat- partisipan dalam pelaksanan penelitiannya. Dari sudut pandang mereka, peneliti mengoperasionalkan konsep dan menjalankan observasi empirisnya. Akan tetapi, validasi konsep penelitiannya bergeser dari criteria eksternal ke sudut pandangan para subjek penelitian itu sendiri. Perspektif interaksional dengan jelas merupakan sumber yang menarik perhatian orang dalam pengertian bahwa ia berada dalam tahap perkembangan yang kontinu. Dalam artian sebagai “revolusi yang belum tuntas”, setiap penemuan penelitian secara relative bersifat baru dan mengarah ke banyak arah yang baru. 4. Perspektif Pragmatis Pragmatis merupakan studi tentang bagaimana lambing- lambing itu berhubungan dengan orang lain. Aspek pragmatis komunikasi berpusat pada perilaku komunikator sebagai komponen fundamental komunikasi manusia. Pragmatika berpandangan bahwa komunikasi dan perilaku sesungguhnya sama. Prinsip-prinsip pragmatika secara langsung lebih banyak berasal dari teori system umum, campuran, multi disipliner dari asumsi, konsep, dan prinsip- prinsip, yang berusaha menyediakan kerangka umum bagi studiberbagai jenis fenomena- fisika, biologi, dan sosial. Teori system merupakan seperangkat prisip yang terorganisasikan secara longgar dan bersifat amat abstrak, yang berfungsi untuk mengarahkan jalan pikiran kita, namun yang tergantung pada berbagai penafsiran. Pada prinsipnya perspektif pragmatis merupakan alternatif bagi perspektif mekanistis dan psikologis, dengan memfokuskan pada urutan perilaku yang sedang berlangsung dalam ruang lingkup filosofis dan metodologis teori system umum dan teori informasi. Penekanannya pada urutan interaksi yang sedang berjalan, yang membatasi dan mendefinisikan 101 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang system sosial, merupakan pemindahan dari penekanan perspektif interaksional pada pengambilan peran yang diinternalkan. Meskipun demikian, pemberian penekanan pada perilaku interaktif, sekalipun penjelasan kejadiannya itu berbeda, merupakan penekanan yang sama bagi perspektif pragmatis dan interaksional. Yang fundamental bagi setiap studi komunikasi manusia yang serius dalam perspektif pragmatis adalah daftar kategori yang menyatakan fungsi yang dilakukan oleh komunikasi manusia dan yang menyatakan fungsi yang dilakukan oleh komunikasi manusia dan yang memungkinkan tindakan komunikatif untuk diulang kembali pada saat yang bersamaan. Selanjutnya untuk memahami komunikasi manusia adalah mengorganisasikan urutan yang sedang berlangsung ke dalam kelompokkelompok karakteristik sehingga peristiwa itu “cocok” satu sama lainnya dalam suatu pola yang dapat ditafsirkan. Urutan itu diberi cara penggunaannya berkat ketrbatasanyang diberikan pada pilihan interaktif; yakni, makin redudan urutan itu, makin banyak struktur yang diperlihatkan oleh pola interaksi. Implikasi perspektif lebih luas dan lebih jauh liputannya dalam perbedaannya dari kebijakan konvensional yang mengitari komunikasi manusia. Implikasi- implikasi tersebut yakni: · Ekternalisasi, karena komunikasi memusatkan perhatiannya pada perilaku, maka ungkapan klise yang dihubungkan dengan komunikasi mulai menerima makna baru. · Probabilitas stokatis, umumnya analisa data penelitian dalam ilmu- ilmu sosial mempergunakan statistika inferensial, dan desain- desain eksperiental. Sifat perspektif pragmatis menimbulkan masalah bagi para ahli yang hanya terlatih dalam methode penelitian yang tradisional. Prinsip ekuifinalitas, yang menandai system terbuka, tidak menyisihkan sama sekali metode eksperimental, tetapi ia hanya mengurangi arti pentingnya saja. · Analisis kualitatif, perspektif pragmatis mengandung arti bahwa inferensi kausal menjadi kurang penting dalam memahami proses komunikasi manusia, jika tidak mau dikatakan tidak sesuai. Yang lebih penting dan relevan adalah masalah- masalah kualitatif yang mengenai karakterisasi system komunikasi. Bagian ini akan berusaha menggambarkan secara garis- besar beberapa masalah kualitatif yang paling penting bagi studi komunikasi sekarang. · Kompleksitas konsep waktu, di dalam kerangka perspektif pragmatis, waktu menjadi makin lebih kompleks dan makin lebih merupakan bagian yang integral dari komunikasi manusia. · Komunikasi interpersonal massa, dalam bidang yang beranekaragam seperti komunikasi manusia, penerapan perspektif pragmatis bertindak sebagai kerangka untuk mempersatukan berbagai pendekatan komunikasi yang berlainan. Untuk mengkonseptualisasikan komunikasi dari perspektif pragmatis sama saja dengan memperbaharui secara drastic pola pikiran yang semula tentang komunikasi. Akan tetapi untuk mengkonseptualisasikan komunikasi 102 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang sebagai suatu tindakan “partisipasi” atau “memasuki” suatu system komunikasi ataupun hubungan memerlukan “goncangan” pada cara berpikir kita yang tradisional. Walaupun demikian, kemampuan untuk mengenal cara kita berpikir dan menggunakan berbagai perspektif merupakan suatu tanda seorang yang terpelajar, dan kemampuan untuk mengkonseptualisasikan, termasuk kemampuan untuk merekonseptualisasikan adalah isyarat adanya pemahaman yang meningkat. 5. Kombinasi Perspektif Ahli-ahli komunikasi seringkali mengkombinasikan unsur-unsur berbagai perspektif dan menggunakan kombinasi ini dalam meninjau proses komunikasi. Kombinasi yang sering terjadi adalah perspektif psikologis dengan mekanistis. Pada umumnya perspektif mekanistis- psikologis merupakan pendekatan komunikasi yang jelas paling popular. Setiap perspektif secara relatif terpisah secara relatif antar yang satu dengan yang lain. Menurut Aubrey Fisher, agar penelitian produktif hendaknya menyadari pemakaian kombinasi perspektif dan secara sadar mencegah adanya kombinasi yang tidak konsisten atau tidak searah. Prasyarat bagi setiap pengembangan teoritis komunikasi adalah adanya kesadaran kritis tentang perspektif teoritis yang ada dan yang sedang diterapkan. Perspektif bukan hanya perspekti mekanistis, psikologis, interaksionis, dan pragmatis saja, melainkan masih ada yang lain diantaranya: perspektif ekologi atau kontekstual tentang komunikasi manusia konsisten dengan definisi komunikasi sebagai proses adaptasi orgaisme kepada lingkungan. Perspektif ekologi lebih bersifat asumtif dari pada aktual. Perspektif dramatisme, lebih berpengaruh dan populer dari pada pandangan ekologis adalah dampak dramatisme atas komunikasi. Daramatisme lebih bersifat analogis dari pada teoritis. Model dramatis menempatkan individu dan perilaku sosial dalam analogi dramatis yang menandai aktor sosial pada “panggung” kehidupan yang sebenarnya. Sebagai model atau analogi organisasi komunikasi, dramatisme sangat bersifat heuristic, kaya dengan ide- ide yang potensial. Perspektif memang memberikan pengaruh besar pada akumulasi pengetahuan yang potensial yang menyangkut proses komunikatif. Pengaruh utama dari perspektif ialah menentukan/ mengarahkan pemahaman seseorang tentang konsep komunikasi. Salah satu cara untuk menerangkan pengaruhnya adalah mengatakan bahwa perspektif yang berbeda memberikan interpretasi yang berlainan juga. Sebagian orang mungkin akan menafsirkan perspektif itu sebagai suatu metodelogi penelitian, jelas bukan. Begitu pula suatu metodelogi tertentu tidaklah unik atau bahkan paling tetap bagi suatu perspektif apapun. Dalam kenyataannya, setiap metodelogi penelitian apapun dapat cocok dalam salah satu dari keempat perspektif itu, hanya tergantung pada sifat pernyataan 103 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang penelitian tertentu yang ditanyakan- bukan pada perspektif filosofisnya itu sendiri. TEORI PENITI PENYAMBUNG Teori Peniti Penyambung Rensis Likert dari Universitas Michigan berjasa mengembangkan suatu model terkenal dengan sebutan model peniti penyambung (the linking pin model). Yang menggambarkan struktur organisasi. Konsep peniti penyambung berkaitan dengan kelompok-kelompok yang tumpang tindih. Setiap penyelia merupakan anggota dari dua kelompok: sebagai pemimpin unit yang lebih rendah dan anggota unit yang lebih tinggi. Penyelia berfungsi sebagai peniti penyambung, mengikat kelompok kerja yang satu dengan yang lainnya pada tingkat berikutnya. Struktur peniti penyambung menggalakkan orientasi ke atas daripada orientasi kebawah; komunikasi, pengaruh pengawasan, dan pencapaian tujuan diarahkan keatas dalam organisasi. Seperti dapat dilihat pada gambar, proses kelompok mempunyai peranan penting untuk membuat organisasi berstruktur peniti penyambung berfungsi dengan efisien. Semua kelompok harus sama-sama efektif, juga, karena organisasi tidak dapat lebih kuat daripada kelompoknya yang terlemah. Luthans (1973) berpendapat bahwa konsep peniti penyambung cenderung menekankan dan memudahkan apa yang seharusnya terjadi dalam struktur klasik yang birokratik. Tetapi pola hierarkis atasan-bawahan, sering mendorong komunikasi ke bawah, namun menghambat komunikasi ke atas dan ke samping. Lambatnya tindakan kelompok, yang merupakan ciri organisasi berstrukur peniti penyambung, harus diimbangi dengan manfaat partisipasi yang positif (kontribusi kepada perencanaan, komunikasi yang lebih terbuka, dan komitmen anggota)yang tumbuh dari struktur peniti penyambung. TEORI KESEIMBANGAN (HEIDER) Teori Keseimbangan dari Heider. Ruang lingkup teori keseimbangan (balance theory) dari Heider adalah mengenai hubungan-hubungan antarpribadi. Teori ini berusaha menerangkan 104 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang bagaimana individu-individu sebagai bagian dari struktur sosial (misalnya sebagai suatu kelompok) cenderung untuk menjalin hubungan satu sama lain. Teori Heider memusatkan perhatiannya pada hubungan intra-pribadi (intrapersonal) yang berfungsi sebagai “daya tarik”, yaitu semua keadaan kognitif yang berhubungan dengan perasaan suka dan tidak suka terhadap individu-individu dan objek-objek lain. Teori Heider merupakan penjelasan yang sangat menarik tentang gejala-gejala kelompok dan menyediakan bagi para sarjana komunikasi beberapa cara yang bermanfaat untuk melihat kelompok yang mempunyai hubungan dengan kejadian-kejadian intra-pribadi yang berkaitan dengan dimensi-dimensi struktural dari perasaan suka. Teori ini mungkin juga bermanfaat untuk menerangkan beberapa kehadiran komunikasi terbuka di dalam kelompok, walau tidak secara langsung berhubungan dengan tingkah laku pesan. SISTEM INTERNAL DAN EKSTERNAL (HOMANS) Homans: Sistem Internal dan Eksternal. Menurut Homans, ada tiga unsur dalam struktur kelompok kecil, yaitu: kegiatan, interaksi, dan perasaan. Kegiatan, terdiri dari tindakan anggota kelompok yang berhubungan dengan tugas kelompok. Dalam melakukan tindakan tersebut, mereka terlibat dalam suatu interaksi, yaitu mereka memperlihatkan saling ketergantungan dan saling menanggapi dalalm bertingkah laku. Perasaan di sini sama dengan konsep Heider tentang suka dan tidak suka (like and dislike) yang terdiri dari perasaan-perasaan negatif dan positif yang dirasakan anggota kelompok terhadap anggota lain. Meskipun Homans menempatkan interaksi sebagai unsur penting dalam sistemnya, dia tidak menjelaskan unsur tersebut secara sistematis. Sebaliknya, karya Bales yang menitikberatkan perhatiannya pada analisis proses-proses interaksi hampir seluruhnya terdiri dari analisis tentang interaksi kelompok. TEORI IDENTIFIKASI Teori Identifikasi (Identification Theory). Seseorang terkadang ingin menyerupai orang lain yang diidolakannya. Ia lalu bermaksud berusaha menyamai idolanya itu, dalam tingkah laku ataupun 105 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang dalam penampilannya, sehingga ia tampak identik dengan sang idola. Dalam hubungan ini, teori identifikasi menjadi suatu penjelasan teoritis yang disukai untuk menjelaskan misalnya, bagaimana seseorang berperilaku dan berpenampilan mirip dengan Michael Jackson. Ia kemudian mengembangkan atribut-atribut yang luas dan pola perilaku yang secara umum mirip dengan idolanya dan model-model sosial lain yang bermakna dalam hidup mereka. Konsep identifikasi memiliki tiga pengertian yang khas, yakni : • Menurut analisis Bronfenbrenner (1960), identifikasi menunjuk kepada perilaku ketika seseorang bertindak atau merasa seperti orang lain (yang disebut “model”). Kemiripan perilaku diantara dua orang bukan berarti bahwa ia telah identik dengan orang lain. Seorang anak misalnya yang identik dengan ayahnya, ketika ayahnya sedang merasa senang, dan si anak merasa senang pada waktu yang bersamaan. Keduanya independen satu sama lain dan berdasarkan alasan yang sepenuhnya amat berbeda. Si ayah senang karena pangkatnya naik, sedangkan si anak senang karena ia mendapat pacar baru. Hal itu memperlihatkan bahwa kemiripan seseorang dengan orang lain bukan membuat ia menjadi orang lain. • Identifikasi juga berarti suatu motif dalam bentuk suatu keinginan umum untuk berbuat atau menjadi seperti orang lain. Seseorang harus memiliki motif untuk menyamai atau menyerupai model. Besar sekali kemungkinan bahwa kebanyakan anak memiliki motif yang kuat untuk menyamai atau menyerupai orang tuanya. Identifikasi mengacu kepada proses atau mekanisme melalui mana anak-anak menyamai suatu model dan menjadikan diri seperti model itu. Dengan teori ini dapat dipahami bahwa bagaimana seorang anak membiasakan standar-standar orang tua dan sosial untuk diidentifikasi perilakunya sesuai dengan jenis kelamin dan tindakan moral yang tepat, dan bagaimana mereka menjadikan atribut dan karakter orangtuanya menjadi bagian dari diri mereka, khususnya yang sama jenis kelaminnya. Anak lakilaki mengidentifikasikan diri dengan ayahnya sementara anak perempuan dengan ibunya. Walaupun identifikasi melibatkan peniruan terhadap suatu model (misalnya seorang pemuda berpenampilan mirip Damon Albarn), namun istilah identifikasi dan peniruan (imitasi) tidaklah sinonim. Suatu proses peniruan semata-mata menyangkut tidak lebih sekedar emulasi dari perilaku 106 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang tertentu dari suatu model. Sedangkan identifikasi merupakan proses yang jauh lebih kompleks, hingga tingkat yang bermacam-macam, membuat seseorang seolah-olah dia adalah orang lain, yaitu tokoh yang dijadikannya model itu. Bagi anak-anak dan remaja, dua motivasi penting yang mendorong mereka untuk mengidentifikasikan diri adalah : 1. Keinginan untuk memiliki kekuasaan (a desire for power) dan penguasaan terhadap lingkungan (mastery over the environtment) dan, 2. Kebutuhan akan asuhan dan perhatian (affection) Konsep identifikasi ini membantu kita untuk memahami tentang mengapa anggota masyarakat berusaha menerupai tokoh-tokoh ideal yang mereka temukan melalui sajian media massa. Begitu banyak orang yang menjadikan bintang film, artis sinetron, musisi, atau pribadi menarik lainnya sebagai idola mereka, sehingga mereka berusaha menyamai gerak-gerik, penampilan dan tingkah laku idolanya tersebut. Khalayak yang seperti ini akan berpakaian, memilih mode, berdandan dan berbicara seperto tokoh yang diidentifikasikannya. TEORI KEWENANGAN Teori Kewenangan. Teori komunikasi kewenangan dikemukakan oleh Chester Barnard. Pikiran-pikiran baru mengenai organisasi muncul sejak Barnard mempublikasikan The Functions of the Executive-nya. Ia menyatakan bahwa organisasi adalah sistem orang, bukan struktur yang direkayasa secara mekanis. Suatu struktur yang mekanis yang jelas dan baik tidaklah cukup. Kelompok-kelompok alamiah dalam struktur birokratik dipengaruhi oleh apa yang terjadi, komunikasi ke atas adalah penting, kewenangan berasal dari bawah alih-alih dari atas, dan pemimpin berfungsi sebagai kekuatan yang padu. Definisi Barnard mengenai organisasi formal menitikberatkan konsep sistem dan konsep orang. Tekanannya pada aspek-aspek kooperatif organisasi mencerminkan pentingnya unsur manusia. Barnard menyatakan bahwa eksistensi suatu organisasi bergantung pada kemampuan manusia untuk berkomunikasi dan kemauan untuk bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang sama pula. Maka ia menyimpulkan bahwa “Fungsi pertama 107 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang seorang eksekutif adalah mengembangkan dan memelihara suatu sistem komunikasi. ”Barnard juga menyatakan bahwa kewenangan merupakan suatu fungsi kemauan untuk bekerja sama. Ia menyebutkan empat syarat yang harus dipenuhi sebelum seseorang menerima suatu pesan yang bersifat otoritatif: 1. Orang tersebut memahami pesan yang dimaksud. 2. Orang tersebut percaya bahwa pesan tersebut tidak bertentangan dengan tujuan organisasi 3. Orang tersebut percaya, pada saat ia memutuskan untuk bekerja sama, bahwa pesan yang dimaksud sesuai dengan minatnya 4. Orang tersebut memiliki kemampuan fisik dan mental untuk melaksanakan pesan. Seperangkat premis ini menjadi terkenal sebagai Teori Penerimaan Kewenangan, yakni kewenangan yang berasal dari tingkat atas organisasi sebenarnya merupakan kewenangan nominal. Namun, Barnard menunjukan bahwa banyak pesan yang tidak dapat dianalisis, dinilai dan diteima, atau ditolak dengan sengaja. Tetapi kebanyakan arahan, perintah dan pesan persuasive termasuk ke dalam zona acuh-tak-acuh (zone of indifference) seseorang. Untuk menggambarkan gagasan tentang suatu zone of indifference, bayangkanlah suatu garis horizontal yang mempunyai skala 0% sebagai titik pusatnya dan 100% di kedua ujungnya. Semakin lebar zona tersebut, semakin jauh ia memanjang menuju ujung-ujungnya. Kemauan yang 100% untuk bekerja sama memperlihatkan zona yang memanjang dengan kedua arahnya menuju skala 100%. Suatu penolakan pesan yang mutlak (arahan, perintah, permohonan) menunjukkan suatu zona yang nilai-nilainya adalah nol. Banyak pesan dari suatu organisasi dirancang untuk memperlebar zona acuhtak-acuh pegawainya. Lebar zona setiap bawahan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Seorang bawahan boleh jadi mau menerima suatu pesan dengan kehangatan dan penerimanaan, bawahan lainnya tidak mau menerima tetapi juga tidak berarti menolaknya, sedangkan seorang bawahan ketiga sama sekali menolak pesan tersebut. Barnard menyamakan kewenangan dengan komuniksi yang efektif. Penolakan suatu komunikasi sama dengan penolakan 108 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang kewenangan kominikator. Dengan menerima suatu pesan atau perintah dari orang lain, seseorang memberikan kewenangan kepada perumus pesan dan karenanya menerima kedudukannya sebagai bawahan. Terlepas dari kaitan erat antara kewenangan dan komunikasi, Barnard menganggap teknik-teknik komunikasi (lisan dan tulisan) penting untuk mencapai tujuan organisasi tetapi juga menganggap teknik-teknik tersebut sebagai sumber masalah organisasi. Barnard menjadikan komunikasi sebagai bagian penting dari teori organisasi dan manajemen. Ia percaya bahwa komunikasi merupakan kekuatan organisasi. TEORI INTEGRATIF Teori Integratif . Teori yang dikemukakan oleh Richard Farace, Peter Monge, dan Harnish Russel ini menunjukkan suatu pandangan umum yang sangat menarik mengenai konsep-konsep sistem dan organisasi. Karya mereka merupakan integrasi dari berbagai gagasan terbaik ke dalam suatu bentuk yang secara internal telah memberikan suatu sintesis mengenai pandangan sistem sebagai tambahan, karya mereka juga menyatukan sejumlah besar pemikiran yang didasarkan atas penelitian. Dan terakhir mereka menempatkan komunikasi sebagai pusat dari struktur organisasi. Mereka mendefinisikan suatu organisasi sebagai suatu sistem yang setidaknya terdiri dari dua orang (atau lebih), ada saling ketergantungan, input, proses dan output: kelompok ini berkomunikasi dan bekerja sama untuk menghasilkan suatu hasil akhir dengan menggunakan energi, informasi, dan bahan-bahan lain dan lingkungan. Salah satu sumber daya penting dalam organisasi adalah informasi. Dengan menggunakan mendefinisikan teori informasi informasi ke sebagai daIam dasar, Farace pengertian dan untuk rekannya mengurangi ketidakpastian. Ketika orang mampu untuk memperkirakan pola-pola yang akan terjadi dalam aliran tugas dan hubungan-hubungannya, maka ketidakpastian dapat dikurangi dan informasi berhasil diperoleh. Komunikasi sendiri, sebagian merupakan pengurangan ketidakpastian melalui informasi, karena komunikasi mencakup penggunaan ‘bentuk-bentuk simbolis’ umum yang saling dimengerti oleh para partisipannya. 109 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Dalam teorinya mereka mengemukakan dua bentuk komunikasi yang berkaitan dengan dua bentuk inforrnasi. Pertama adalah ‘informasi absolut’ yang terdiri dari keseluruhan kepingan pengetahuan yang ada dalam sistem. Sebaliknya, informasi yang didistribusikan adalah informasi vang telah disebarkan di organisasi. Kenyataan bahwa informasi ada dalam suatu organisasi, tidak menjamin bahwa informasi tersebut cukup dikomunikasikan di dalam organisasi. Suatu jaringan terdiri dari anggota-anggota yang bersama-sama dihubungkan dalam berbagai cara untuk berbagi informasi. Utnuk memahami suatu jaringan, kita harus memperhatikan pula beberapa faktor tambahan. Para anggota organisasi memiliki peran-peran yang berbeda dalam jaringan. Salah satu peran tersebut adalah isolasi/terpencil. Orang yang termasuk dalam kategori isolasi tidak memiliki rantai hubungan dengan anggota jaringan lainnya. Dan mereka yang saling berhubungan satu sama lain, beberapa. Diantaranya berkerumun menjadi kelompok-kelompok. Dalam pengertian jaringan, kelompok ditandai oleh empat kriteria yaitu: 1. lebih dari separuh aktivitas komunikasi yang dilakukan kelompok berada di dalam kelompok 2. setiap individu harus dikaitkan dengan individu lain dalam kelompok 3. kelompok tidak akan hancur oleh keluarnya satu orang atau rusaknya satu rantai hubungan 4. kelompok harus memiliki minimal ada tiga anggota. Keempat kriteria ini akan membuat kelompok relatif stabil. Jadi suatu jaringan adalah suatu rangkaian kelompok-kelompok dan anggota-anggota yang saling berkaitan. Dua peran lain yang juga penting dalam struktur jaringan adalah peran penghubung dan jembatan. Jembatan adalah anggota kelompok yang juga berhubungan dengan kelompok lainnya. Sementara penghubung bukan anggota dari kelompok mana pun, meskipun dia menghubungkan dua kelompok atau lebih. Kebanyakan bukti menunjukkan bahwa peran penghubung memegang peranan penting bagi berfungsinya organisasi secara efektif. Penghubung ini dapat melancarkan juga dapat menghambat aliran informasi. Rogers dan Argawala-Rogers (1976) menyatakan bahwa, “peranan 110 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang penghubung harus diciptakan secara formal dalam suatu organisasi apabila penghubung ini tidak terdapat secara informal. TEORI FUSI BAKKE DAN ARGYRIS Teori Fusi Bakke dan Argyris. Sadar akan banyaknya masalah dalam rangka memuaskan minat manusia yang berlainan dan dalam rangka memenuhi tuntutan penting struktur birokrasi. Bakke (1950) menyarankan suatu proses fusi. Ia berpendapat bahwa organisasi, hingga suatu tahap tertentu, mempengaruhi individu, sementara pada saat yang sama individu pun mempengaruhi organisasi. Hasilnya adalah suatu organisasi yang dipersonalisasikan oleh setiap individu pegawai dan individu-individu yang disosialisasikan oleh organisasi. Karena itu setiap pegawai menunjukkan ciri-ciri organisasi, dan setip iabatan tampak unik seperti individu yang mendudukinya. Setelah fusi, setiap pegawai tampak lebih menyerupai organisasi, dan setiap jabatan dalam organisasi dimodifikasi sesuai dengan minat khusus individu. Argyris (1957), seorang rekan Bakke di Universitas Yale, memperluas dan menyempurnakan karya Bakke. Ia berpendapat bahwa ada suatu ketidaksesuaian yang mendasar antara kebutuhan pegawai yang matang dengan persyaratan formal organisasi. Organisasi mempunyai tujuan yang berlawanan dengan tujuan pegawai perseorangan. Para pegawai mengalami frustrasi sebagai akibat dan ketidaksesuaian tersebut; sebagian pegawai mungkin meninggalkan tempat kerja mereka, menjadi apatis dan acuh tak acuh. Melalui konflik ini para pegawai lainnya menyadari untuk tidak mengharapkan kepuasan dari pekerjaan mereka. Banyak orang mengetahui berdasarkan pengalaman pribadi bahwa penyesuaian diri terhadap tuntutantuntutan suatu organisasi formal tidak mudah dan tidak dapat diharapkan terjadi secara otomatis. TEORI SOSIOMETRIS (MORENO) Teori Sosiometris dari Moreno Sosiometris dapat diartikan sebagai pendekatan metodologis terhadap kelompok-kelompok yang diciptakan mula-mula oleh Moreno dan kemudian dikembangkan oleh Jennings dan oleh yang lainnya. Pada dasarnya teori ini berhubungan dengan “daya tarik” (attraction) dan “penolakan”(repulsions) 111 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang yang dirasakan oleh individu-individu terhadap satu sama lain serta implikasi perasaan-perasaan ini bagi pembentukan dan struktur kelompok. Meskipun sosiometris tidak langsung berkepentingan dengan komunikasi, struktur sosiometris dari suatu kelompok tidak dapat disangkal berhubungan dengan beberapa hal yang terjadi dalam komunikasi kelompok. Cukup masuk akal untuk menganggap bahwa individu yang merasa tertarik satu sama lain dan yang saling menempatkan diri pada peringkat yang tinggi akan lebih suka berkomunikasi sedemikian rupa sehingga membedakan mereka dari berkomunikasi anggota-anggota kelompok yang saling membenci. 112 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Bab IX Teori Komunikasi Antar Budaya Definisi yang pertama dikemukakan didalam buku “Intercultural Communication: A Reader” dimana dinyatakan bahwa komunikasi antar budaya (intercultural communication) terjadi apabila sebuah pesan (message) yang harus dimengerti dihasilkan oleh anggota dari budaya tertentu untuk konsumsi anggota dari budaya yang lain (Samovar & Porter, 1994, p. 19). Definisi lain diberikan oleh Liliweri bahwa proses komunikasi antar budaya merupakan interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda (2003, p. 13). Apapun definisi yang ada mengenai komunikasi antar budaya (intercultural communication) menyatakan bahwa komunikasi antar budaya terjadi apabila terdapat 2 (dua) budaya yang berbeda dan kedua budaya tersebut sedang melaksanakan proses komunikasi. I. Hambatan Komunikasi Antar Budaya Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai communication barrier adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif (Chaney & Martin, 2004, p. 11). Contoh dari hambatan komunikasi antabudaya adalah kasus anggukan kepala, dimana di Amerika Serikat anggukan kepala mempunyai arti bahwa orang tersebut mengerti sedangkan di Jepang anggukan kepala tidak berarti seseorang setuju melainkan hanya berarti bahwa orang tersebut mendengarkan. Dengan memahami mengenai komunikasi antar budaya maka hambatan komunikasi (communication barrier) semacam ini dapat kita lalui. Jenis-Jenis Hambatan Komunikasi Antar Budaya Hambatan komunikasi (communication barrier) dalam komunikasi antar budaya (intercultural communication) mempunyai bentuk seperti sebuah gunung es yang terbenam di dalam air. Dimana hambatan komunikasi yang ada terbagi dua menjadi yang diatas air (above waterline) dan dibawah air (below waterline). Faktor-faktor hambatan komunikasi antar budaya yang berada dibawah air (below waterline) adalah faktor-faktor yang membentuk perilaku atau sikap seseorang, hambatan semacam ini cukup sulit untuk dilihat atau diperhatikan. 113 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Jenis-jenis hambatan semacam ini adalah persepsi (perceptions), norma (norms), stereotip (stereotypes), filosofi bisnis (business philosophy), aturan (rules),jaringan (networks), nilai (values), dan grup cabang (subcultures group). Sedangkan terdapat 9 (sembilan) jenis hambatan komunikasi antar budaya yang berada diatas air (above waterline). Hambatan komunikasi semacam ini lebih mudah untuk dilihat karena hambatan-hambatan ini banyak yang berbentuk fisik. Hambatan-hambatan tersebut adalah (Chaney & Martin, 2004, p. 11 – 12): 1. Fisik (Physical) Hambatan komunikasi semacam ini berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik. 2. Budaya (Cultural) Hambatan ini berasal dari etnik yang berbeda, agama, dan juga perbedaan sosial yang ada antara budaya yang satu dengan yang lainnya. 3. Persepsi (Perceptual) Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai suatu hal. Sehingga untuk mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai pemikiran yang berbeda-beda. 4.Motivasi (Motivational) Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah pendengar tersebut sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi. 5. Pengalaman (Experiantial) Experiental adalah jenis hambatan yang terjadi karena setiap individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama sehingga setiap individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang berbeda-beda dalam melihat sesuatu. 6.Emosi (Emotional) Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari pendengar. Apabila emosi pendengar sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui. 7. Bahasa (Linguistic) 114 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Hambatan komunikasi yang berikut ini terjadi apabila pengirim pesan (sender)dan penerima pesan (receiver) menggunakan bahasa yang berbeda atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh penerima pesan. 8. Nonverbal Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang tidak berbentuk katakata tetapi dapat menjadi hambatan komunikasi. Contohnya adalah wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan (receiver) ketika pengirim pesan (sender) melakukan komunikasi. Wajah marah yang dibuat tersebut dapat menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja pengirim pesan akan merasa tidak maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan kepada penerima pesan. 9. Kompetisi (Competition) Hambatan semacam ini muncul apabila penerima pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil mendengarkan. Contohnya adalah menerima telepon selular sambil menyetir, karena melakukan 2 (dua) kegiatan sekaligus maka penerima pesan tidak akan mendengarkan pesan yang disampaikan melalui telepon selularnya secara maksimal. Philipsen (dalam Griffin, 2003) mendeskripsikan budaya sebagai suatu konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan secara mensejarah. Pada dasarnya, budaya adalah suatu kode. Terdapat empat dimensi krusial yang dapat untuk memperbandingkan budaya-budaya, yaitu: a. b. c. d. Jarak kekuasaan (power distance) Maskulinitas. Penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance). Individualisme. II. Teori –teori Komunikasi Antar Budaya Berkenaan dengan pembahasan komunikasi antar budaya, Griffin (2003) menyadur teori AnXiety/Uncertainty Management; Face-Negotiation; dan Speech Codes. 1. Teori Pengelolaan Kecemasan/Ketidakpastian (Anxiety/Uncertainty Management Theory) 115 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Teori yang di publikasikan William Gudykunst ini memfokuskan pada perbedaan budaya pada kelompok dan orang asing. Ia berniat bahwa teorinya dapat digunakan pada segala situasi dimana terdapat perbedaan diantara keraguan dan ketakutan. Ia menggunakan istilah komunikasi efektif kepada proses-proses meminimalisir ketidakmengertian. Penulis lain menggunakan istilah accuracy, fidelity, understanding untuk hal yang sama. Gudykunst menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antar kelompok. Terdapat dua penyebab dari mis-interpretasi yang berhubungan erat, kemudian melihat itu sebagai perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat kognitif dan kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi. Konsep-konsep dasar Anxiety/Uncertainty Management Theory: a. Konsep diri dan diri. Meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan. b. Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing. Meningkatnya kebutuhan diri untuk masuk di dalam kelompok ketika kita berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kecemasan. c. Reaksi terhadap orang asing. Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk memproses informasi yang kompleks tentang orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan kita untuk memprediksi secara tepat perilaku mereka. Sebuah peningkatan untuk mentoleransi ketika kita berinteraksi dengan orang asing menghasilkan sebuah peningkatan mengelola kecemasan kita dan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan memprediksi secara akurat perilaku orang asing. Sebuah peningkatan berempati dengan orang asing akan menghasilkan suatu peningkatan kemampuan memprediksi perilaku orang asing secara akurat. d. Kategori sosial dari orang asing. 116 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi antara diri kita dan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan kita dan kemampuan memprediksi perilaku mereka secara akurat. Pembatas kondisi: pemahaman perbedaanperbedaan kelompok kritis hanya ketika orang orang asing mengidentifikasikan secara kuat dengan kelompok. Sebuah peningkatan kesadaran terhadap pelanggaran orang asing dari harapan positif kita dan atau harapan negatif akan menghasilkan peningkatan kecemasan kita dan akan menghasilkan penurunan di dalam rasa percaya diri dalam memperkrakan perilaku mereka. e. Proses situasional. Sebuah peningkatan di dalam situasi informal di mana kita sedang berkomunikasi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah penurunan kecemasan kita dan sebuah peningkatan rasa percaya diri kita terhadap perilaku mereka. f. Koneksi dengan orang asing. Sebuah peningkatan di dalam rasa ketertarikan kita pada orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan peningkatan rasa percaya diri dalam memperkirakan perilaku mereka. Sebuah peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi dengan orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan menghasilkan peningkatan rasa percaya diri kita untuk memprediksi perilaku orang lain. 2. Face-Negotiation Theory. Teori yang dipublikasikan Stella Ting-Toomey ini membantu menjelaskan perbedaan –perbedaan budaya dalam merespon konflik. Ting-Toomey berasumsi bahwa orang-orang dalam setiap budaya akan selalu negotiating face. Istilah itu adalah metaphor citra diri publik kita, cara kita menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan diri kita. Face work merujuk pada pesan verbal dan non verbal yang membantu menjaga dan menyimpan rasa malu (face loss), dan menegakkan muka terhormat. Identitas kita dapat selalu dipertanyakan, dan kecemasan dan ketidakpastian yang digerakkan oleh konflik yang membuat kita tidak berdaya/harus terima. Postulat teori ini adalah face work orang-orang dari 117 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis. Ketika face work adalah berbeda, gaya penangan konflik juga beragam. Terdapat tiga perbedaan penting diantara budaya individulis dan budaya kolektivis. Perbedaan-perbedaan itu adalah dalam cara mendefinisikan: diri; tujuan-tujuan; dan kewajiban. Konsep Budaya individualis Budaya kolektivis Diri Sebagai dirinya sendiri Sebagai bagian kelompok Tujuan Tujuan diperuntukan Tujuan diperuntukan kepada kepada pencapaian pencapaian kebutuhan kebutuhan diri. kelompok Kewajiban Melayani diri sendiri Melayani lain. kelompok/orang Teori ini menawarkan model pengelolaan konflik sebagai berikut: a. Avoiding (penghindaran) – saya akan menghindari diskusi perbedaanperbedaan saya dengan anggota kelompok. b. Obliging (keharusan) – saya akan menyerahkan pada ke kebijakan anggota kelompok. c. Compromising – saya akan menggunakan memberi dan menerima sedemikian sehingga suatu kompromi bisa dibuat. d. Dominating – saya akan memastikan penanganan isu sesuai kehendakku. e. Integrating – saya akan menukar informasi akurat dengan anggota kelompok untuk memecahkan masalah bersama-sama. 3. Speech Codes Theory. Teori yang dipublikaskan Gerry Philipsen ini berusaha menjawab tentang keberadaan speech code dalam suatu budaya, bagaimana substansi dan kekuatannya dalam sebuah budaya. Ia menyampaikan proposisi-proposisi sebagai berikut: 118 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang 1. Dimanapun ada sebuah budaya, disitu diketemukan speech code yang khas. 2. Sebuah speech code mencakup retorikal, psikologi, dan sosiologi budaya. 3. Pembicaraan yang signifikan bergantung speech code yang digunakan pembicara dan pendengar untuk memkreasi dan menginterpretasi komunikasi mereka. 4. Istilah, aturan, dan premis terkait ke dalam pembicaraan itu sendiri. 5. Kegunaan suatu speech code bersama adalah menciptakan kondisi memadai untuk memprediksi, menjelaskan, dan mengontrol formula wacana tentang intelijenitas, prudens (bijaksana, hatihati) dan moralitas dari perilaku komunikasi. 4. Teori Etnosentrisme Masyarakat majemuk yang memiliki latarkebudayaan yang berbeda akan selalu menghadapi masalah etnosentrisme. Perbedaan itu merupakan akibat dari perbedaan folkways yang dimiliki. Keberbedaan ini dapat memicu adanya perpecahan yang mengarah ke disintegrasi antarbudaya. Hal inilah yang kemudian dirasa perlu untuk mempelajari lebih dalam tentang makna-makna yang sama dalam memahami setiap pesan dalam komunikasi antarbudaya. Konteks Historis Istilah antarbudaya pertama kali diperkenalkan oleh Edward T.Hall pada tahun 1959 dalam bukunya The Silent Language. Perbedaan antarbudaya dalam berkomunikasi baru dijelaskan oleh David K. Berlo (1960) melalui bukunya The Process of Communication (an introduction to theory and practice). Barlo (1960) menggambarkan proses komunikasi dalam model yang diciptakannya. Menurutnya, komunikasi akan tercapai jika kita memperhatikan faktor-faktor SMCR (Sources, Message, Channel, and Receiver). Antara sources dengan receiver yang diperhatikan adalah kemampuan berkomunikasi, sikap, pengetahuan sistem sosial, dan kebudaayaan. Namun, dalam hal ini, komunikasi antarbudaya yang dijelaskan melalui teori etnosentrisme ini berbasis pada konteks komunikasi kelompok (etnik). Rumusan objek formal komunikasi antarbudaya baru dipikirkan pada 19701980-an. Pada saat yang sama, para ahli ilmu sosial sedang sibuk membahas komunikasi internasional yang disponsori oleh Speech Communication Associaton, sebuah komisi yang merupakan bagian Asosiasi Komunikasi Internasional dan Antarbudaya yang berpusat di Amerika Serikat. “Annual” tentang komunikasi antarbudaya yang disponsori oleh badan itu terbit pertama kali pada 1974 oleh Fred Casmir dalam The International and 119 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Intercultural Communication Annual. Kemudian Dan Landis menguatkan konsep komunikasi antarbudaya dalam Internaional Journal of Intercultural Relations pada 1977. Pada tahun 1979 Molefi Asante, Cecil Blake dan Eileen Newmark menerbitkan sebuah buku yang membicarakan komunikasi antarbudaya, yakni The Handbook of Intercultural Communication. Sejak itu banyak ahli mulai melakukan studi tentang komunikasi antarbudaya, misalnya penelitian Asante dan kawan-kawan pada 1980-an. Akhir tahun 1983, terbitlah International dan Intercultural Communication Annual yang dalam setiap volumenya mulai menempatkan rubrik khusus untuk menampung tulisan tentang komunikasi antarbudaya. Tema pertama tentang “Teori Komunikasi Antarbudaya” diluncurkan tahun 1983 oleh Gundykunst, disusul tahun 1988 oleh Kim dan Gundykunst, sedangkan tema metode penelitian ditulis oleh Gundykunst dan Kim tahun 1984.Edisi lain tentang komunikasi, kebudayaan, proses kerjasama antarbudaya ditulis pula oleh Gundykunst, Stewart, dan Tim Toomey tahun 1985, komunikasi antaretnik oleh Kim tahun 1986, adaptasi lintas budaya oleh Kim dan Gundykust tahun 1988, dan terakhir komunikasi / bahasa dan kebudayaan oleh Ting Toomey dan Korzenny tahun 1988. Pada tahun 1990-an, studi-studi komunikasi antarbudaya diperluas meliputi pula studi komunikasi antarbangsa, misalnya Penelitian Komunikasi Kemanusiaan, Monograf Komunikasi, Jurnal Komunikasi, Jurnal Komunikasi Internasional dan Relasi Antarbudaya, Jurnal Studi tentang Orang Kulit Hitam, dan Jurnal Bahasa dan Psikologi Sosial. McLuhan merupakan orang pertama yang memberikan tekanan ulasan pada hubungan komunikasi antarbangsa karena melihat adanya gejala ketergantungan antarbangsa. Dari gagasannya, muncullah konsep “Tatanan Komunikasi dan Informasi Dunia baru” yang mempengaruhi perkembangan sejumlah penelitian tentang perbedaan budaya antaretnik, rasial, dan golongan di semua bangsa. Faktor-faktor tersebut memantik pesatnya perkembangan teori dan penelitian yang berkaitan dengan komunikasi antarbudaya. Metateori Komunikasi Antarbudaya Ada banyak cara memetakan suatu kajian komunikasi antarbudaya. Kajian tersebut dijelaskan dalam pelbagai teori yang tidak hanya berasal dari teori yang pernah dikaji sebelumnya, tetapi juga dari disiplin ilmu sosial lainnya. Teori-teori yang dipinjam dari ilmu-ilmu sosial lainya itu tentunya yang mirip dan bisa menjelaskan proses sosial yang dialami manusia. Tinjauan ini akan dimulaidengan perspektif psikologis dan sosiologi untuk menerangkan masyarakat majemuk. Herbert Spencer dianggap sebagai orang pemula yang memperkenalkan perspektif evolusi dalam menerangkan perkembangan suatu masyarakat. 120 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Konsep Penting dalam Komunikasi Antarbudaya Kebudayaan o Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan simbol, pemaknaan, dan penggambaran (image), struktur aturan, kebiasaan, nilai, pemrosesan informasi, dan pengalihan pola-pola konvensi antara para anggota suatu sistem sosial dan kelompok sosial. Etnosentrisme o Konsep etnosentrisme seringkali dipakai secara bersama-sama dengan rasisme. Konsep ini mewakili sebuah pengertian bahwa setiap kelompok etnik atau ras mempunyai semangat bahwa kelompoknyalah yang lebih superior dari kelompok lain. Prasangka o Prasangka adalah sikap antipati yang didasarkan pada kesalahan generalisasi ataua generalisasi yang tidak luwes yang diekspresikan lewat perasaan. Prasangka merupakan sikap negatif atas suatu kelompok tertentu dengan tanpa alasan dan pengetahuan atas seseuatu sebelumnya. Prasangka ini juga terkadang digunakan untk mengevaluasi sesuatu tanpa adanya argument atau informasi yang masuk. Efeknya adalah menjadikan orang lain sebagai sasaran, misalnya mengkambinghitamkan sasaran melalui streotip, diskriminasi, dan penciptaan jarak sosial (Bennet da Janet, 1996). Streotip o Streotip berasal dari kecenderungan untuk mengorganisasikan sejumlah fenomena yang sama atau sejenis yang dimiliki oleh sekelompok orang ke dalam kategori tertentu yang bermakna. Streotip berkaitan dengan konstruksi imej yang telah ada dan terbentuk secara turn-temurun menurut sugesti. Ia tidak hanya mengacu pada imej negatif tetapi juga positif. Misalnya masyarakat Batak yang memiliki streotip yang kasa da tegas sdangkan masyarakat Jawa dikenal sebgaia masyarakat yang luwes, lemah, dan penurut. Teori Pendukung 1. 2. 3. 4. 5. Teori Pertukaran Teori Pengurangan Tingkat Ketidakpastian Teori Analisis Kaidah Peran Teori Analisis Interaksi Antarbudaya Teori Analisis Kebudayaan Implisit 4. Teori Etnosentrisme 121 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang William Graham Sumner menilai bahwa masyarakat tetap memiliki sifat heterogen ( pengikut aliran evolusi). Menurut Sumner (1906), manusia pada dasarnya seorang yang individualis yang cenderung mengikuti naluri biologis mementingkan diri sendiri sehingga menghasilkan hubungan di antara manusia yang bersifat antagonistic (pertentangan yang menceraiberaikan). Agar pertentangan dapat dicegah maka perlu adanya folkways yang bersumber pada pola-pola tertentu. Pola-pola itu merupakan kebiasaan (habits), lama-kelamaan, menjadi adat istiadat (customs), kemudian menjadi norma-norma susila (mores), akhirnya menjadi hukum (laws). Kerjasama antarindividu dalam masyarakat pada umumnya bersifat antagonictic cooperation (kerjasama antarpihak yang berprinsip pertentangan). Akibatnya, manusia mementingkan kelompok dan dirinya atau orang lain. Lahirlah rasa ingroups atau we groups yang berlawanan dengan rasa outgroups atau they groups yang bermuara pada sikap etnosentris. Sumner dalam Veeger (1990) sendiri yang memberikan istilah etnosentris. Dengan sikap itu, maka setiap kelompok merasa folkwaysnya yang paling unggul dan benar. Seperti yang dikutip oleh LeVine, dkk (1972), teori etnosentrisme Sumner mempunyai tiga segi, yaitu: (1) sejumlah masyarakat memiliki sejumlah ciri kehidupan sosial yang dapat dihipotesiskan sebagai sindrom, (2) sindrom-sindrom etnosentrisme secara fungsional berhubungan dengan susunan dan keberadaan kelompok serta persaingan antarkelompok, dan (3) adanya generalisasi bahwa semua kelompok menunjukkan sindrom tersebut. Ia menyebutkan sindrom itu seperti: kelompok intra yang aman (ingroups) sementara kelompok lain (outgroups) diremehkan atau malah tidak aman. Zatrow (1989) menyebutkan bahwa setiap kelompok etnik memiliki keterikatan etnik yang tinggi melalui sikap etnosentrisme. Etnosentrisme merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang absolut dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain. Sehingga etnosentrisme memunculkan sikap prasangka dan streotip negatif terhadap etnik atau kelompok lain. Komunikasi antarbudaya dapat dijelaskan dengan teori etnosentrisme seperti diungkapkan oleh Samovar dan Porter (1976). Katanya, ada banyak variable yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antarbuadaya, salah satunya adalah sikap. Sikap mempengaruhi komunikasi antarbuadaya, misalnya terlihat dalam etnosentrisme , pandangan hidup , nilai-nilai yang absolute, prasangka, dan streotip. Aplikasi Teori Etnosentrisme pada Fenomena Sosial di Indonesia 1. Konflik dan Kepentingan Sosial 122 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia memiliki potensi untuk terjadinya perpecahan. Hal ini terjadi karena adanya sikap etnosenris dan memandang kelompok lain dengan ukuran yang sama-sekali tidak ada konsesus atasnya. Terdapat lebih dari 200 suku dan 300 bahasa. Sehingga Indonesia adalah negara yang sangat kaya ada-istiadat. Namun, kekayaan itu akan menjadi lumpuh ketika perbedaan di antaranya tidak diperkuat oleh sikap nasionalisme. Hal bisa dilhat dari banyaknya konflik antaretnis di tahun 1990-an. Seperti tragedi Sampit, antar suku Madura dan Dayak. Dimana terdapat kecemburuan ekonomi anatar Madura sebagai pendatang dan Dayak sebagai penduduk asli. Tragedi Pos, Ambon, dan Perang adat di Papua. Sebagai contoh di Papua. Seperti yang diberitakan Kompas Juli 2002, ada 312 suku yang menghuni Papua. Suku-suku ini merupakan penjabaran dari suku-suku asli yaitu Dani, Mee, Paniai, Amungme, Kamoro, biak, Ansus, Waropen, Bauzi, Asmat, Sentani, Nafri, Meyakh, Amaru, dan Iha. Setiap suku memiliki bahasa daerah (bahasa ibu) yang berbeda. Sehingga saat ini tedapat 312 bahasa di sana. Tempat-tempat pemukiman suku-suku di Papua terbagi secara tradisional dengan corak kehidupan sosial ekonomi dan budaya sendiri. Suku-suku yang mendiami pantai, gunung, dan hutan memiliki karakteristik kebudayaan dan kebiasaan berbeda.. Hal ini pula berimbas pada nilai, norma, ukuran, agama, dan cara hidup yang beranekaragam pula. Keanekaragaman ini sering memicu konflik antarsuku. Misalnya yang terjadi pada tahun 2001, dimana terdapat perang adat antara suku Asmat dan Dani. Masing-masing-masing-masing suku merasa sukunyalah yang paling benar dan harus dihormati. Perang adat berlangsung bertahun-tahun. Karena sebelum adanya salah satu pihak yang kalah atau semkain kuat danmelebihi pihak yang lain, maka perang pun tidak akan pernah berakhir. Fenomena yang sama juga banyak terjadi di kota-kota besar misalnya Yogyakarta. Sebagai kota multiultur, banyak sekali pendatang dari penjuru nusantara dengan latarbelakang kebudayaan yang berbeda Masig-masing-masing membawa kepentingan dan nilai dari daerah masing-masing. Kekhawatiran yang keudan muncul adalah adalnya sentiment primordial dan etnosentris. Misalnya mahasiswayang berasal dari Medan (suku Batak) akan selalu berkras pada pendirian dan sikap yang menyebut dirinya sebagai orang yang tegas, berpendirian, dan kasar (kasar dalam artian tegas). Sedangkan Melayu dikatakan pemalu, relijius, dan merasa lebih bisa diterima di mana pun berada. Sedangkan Jawa, akibat pengaruh orde baru, menganggap dirinya paling maju dari daerah lain. Sehingga ketika berhubungan dengan orang luar Jawa, 123 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang maka stigma yang terbentuk adalah stigma negatif seperti malas, kasar, dan pemberontak. *** Bab X SEMIOTIKA 1. Pengertian Semiotika berasal dari kata Yunani: semeion, yang berarti tanda. Dalam pandangan Piliang, penjelajahan semiotika sebagai metode kajian ke dalam berbagai cabang keilmuan ini dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk 124 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang memandang berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Dengan kata lain, bahasa dijadikan model dalam berbagai wacana sosial. Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh praktek sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya dapat juga dipandang sebagai tanda. Hal ini dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri (Piliang, 1998:262). Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan adalah linguistik, sedangkan Peirce filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi (semiology). Semiologi menurut Saussure seperti dikutip seperti dikutip Hidayat, didasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, harus ada di belakangnya sistem perbedaan dan konvensi yang memungkinkan makna itu. Di mana ada tanda di sana ada sistem (Hidayat, 1998:26). Sedangkan Peirce menyebut ilmu yang dibangunnya semiotika (semiotics). Bagi Peirce yang ahli filsafat dan logika, penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya, manusia hanya dapat bernalar lewat tanda. Dalam pikirannya, logika sama dengan semiotika dan semiotika dapat ditetapkan pada segala macam tanda (Berger, 2000:11-22). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah semiotika lebih populer daripada semiologi. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsi tanda, dan produksi makna. Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. Dalam pandangan Zoest, segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat disebut tanda. Karena itu, tanda tidaklah terbatas pada benda. Adanya peristiwa, tidak adanya peristiwa, struktur yang ditemukan adalah sesuatu, suatu kebiasaan, semua ini dapat disebut benda. Sebuah bendera kecil, sebuah isyarat tangan, sebuah kata, suatu keheningan, suatu kebiasaan makan, sebuah gejala mode, suatu gerak syaraf, peristiwa memerahnya wajah, suatu kesukaan tertentu, letak bintang tertentu, suatu sikap, setangkai bunga, rambut uban, sikap diam membisu, gagap. Bicara cepat, berjalan sempoyongan, menatap, api, putih, bentuk bersudut tajam, kecepatan, kesabaran, kegilaan, kekhawatiran, kelengahan semuanya itu dianggap sebagai tanda (Zoest, 1993:18). Menurut Saussure, seperti dikutip Pradopi (1991:54) tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan seperti halnya selembar kertas. Di mana ada tanda di sana ada sistem. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indra kita yang disebut dengan signifier, bidang penanda atau bentuk dan aspek lainnya yang 125 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang disebut signified, bidang petanda atau konsep atau makna. Aspek kedua terkandung di dalam aspek pertama. Jadi petanda merupakan konsep atau apa yang dipresentasikan oleh aspek pertama. Lebih lanjut dikatakannya bahwa penanda terletak pada tingkatan ungkapan (level of expression) dan mempunyai wujud atau merupakan bagian fisik seperti bunyi, huruf, kata, gambar, warna, obyek, dan sebagainya. Pertanda terletak pada level of content (tingkatan isi atau gagasan) dari apa yang diungkapkan melalui tingkatan ungkapan. Hubungan antara kedua unsur melahirkan makna. Tanda akan selalu mengacu pada (mewakili) sesuatu hal (benda) yang lain yang disebut referent. Lampu merah mengacu pada jalan berhenti. Wajah cerah mengacu pada kebahagiaan. Air mata mengacu pada kesedihan. Apalagi hubungan antara tanda dan yang diacu terjadi, maka dalam benak orang yang melihat atau mendengar akan timbul pengertian (Eco, 1979:59). Menurut Piere, tanda (representamen) ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu (Eco, 1979:15). Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang lain, oleh Pierce disebut obyek (denotatum). Ke sesuatu yang lain, oleh Pierce disebut obyek (denotatum). Mengacu berarti mewakili atau menggantikan. Tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melalui interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda. Artinya, tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground, yaitu pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat. Hubungan ketiga unsur yang dikemukakan Pierce terkenal dengan nama segi tiga semiotik. Selanjutnya dikatakan, tanda dalam hubungan dengan acuannya dibedakan menjadi tanda yang dikenal dengan ikon, indeks, dan simbol. 126 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Ikon adalah tanda yang antara tanda dengan acuannya ada hubungan kemiripan dan biasa disebut metafora. Contoh ikon adalah potret. Indeks adalah bila ada hubungan kedekatan eksistensi, tanda demikian disebut indeks. Tanda seperti ini disebut metonimi. Contoh indeks adalah tanda panah petunjuk arah bahwa di sekitar tempat itu ada bangunan tertentu. Langit berawan tanda hari akan hujan. Simbol adalah tanda yang diakui keberadaannya berdasarkan hukum konvensi. Contoh simbol adalah bahasa tulisan. Ikon, indeks, simbol merupakan perangkat hubungan antara dasar (bentuk), objek (referent) dan konsep (interpretant atau reference). Bentuk biasanya menimbulkan persepsi dan setelah dihubungkan dengan obyek akan menimbulkan interpretan. Proses ini merupakan proses kognitif dan terjadi dalam memahami pesan iklan. Rangkaian pemahaman akan berkembang terus seiring dengan rangkaian semiosis yang tidak kunjung berakhir. Selanjutnya terjadi tingkatan rangkaian semiosis. Interpretan ada rangkaian semiosis lapisan pertama, akan menjadi dasar untuk mengacu pada objek baru dan dari sini terjadi rangkaian semiosis lapisan kedua. Jadi, apa yang berstatus sebagai tanda pada lapisan pertama berfungsi sebagai penanda pada lapisan kedua, dan demikian seterusnya. Terkait dengan itu, Barthens seperti dikutip Iriantara dan Ibrahim (2005:118:119) mengemukakan teorinya tentang makna konotatif. Ia berpendapat bahwa konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda dalam tatanan pertandaan kedua. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunaannya dan nilai-nilai kulturalnya. Ini terjadi tatkala makna bergerak menuju subjektif atau setidaknya intersubjektif. Sementara itu, Charles Sanders Pierce, menandaskan bahwa kita hanya dapat berpikir dengan medium tanda. Manusia hanya dapat berkomunikasi lewat sarana tanda. Tanda dalam kehidupan manusia bisa tanda gerak atau isyarat. Lambaian tangan yang bisa diaritkan memanggil atau anggukan kepala dapat diterjemahkan setuju. Tanda bunyi seperti tiupan peluit, terompet, genderang, suara manusia, dering telepon, tanda tulisan, di antaranya huruf dan angka juga tanda gambar berbentuk rambu lalu lintas, dan masih banyak ragamnya (Noth, 1995:44) 2. Tanda Merujuk teorinya Pierce (Noth, 1995:45), maka tanda-tanda dalam gambar dapat dilihat dari jenis tanda yang digolongkan dalam semiotik. Di antaranya: ikon, indeks, dan simbol. 127 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang b. Ikon adalah tanda yang mirip dengan obyek yang diwakilinya. Dapat pula dikatakan, tanda yang memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan. Misalnya, foto Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Raja Keraton Ngayogyakarta Hanadiningrat adalah ikon dari Pak Sultan. Peta Yogyakarta adalah ikon dari wilayah Yogyakarta yang digambarkan dalam peta tersebut. Cap jempol Pak Sultan adalah ikon dari ibu jari Pak Sultan. c. Indeks merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang diwakilinya. Atau disebut juga tanda sebagai bukti. Contohnya: asap dari api, asap menunjukkan adanya api. Jejak telapak kaki di tanah merupakan tanda indeks orang yang melewati tempat itu. Tanda tangan (signature) adalah indeks dari keberadaan seseorang yang menorehkan tanda tangan itu. d. Simbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan, atau perjanjian yang disepakati bersama. Simbol baru dapat dipahami jika seseorang sudah mengerti arti yang telah disepakati sebelumnya. Contohnya: Garuda Pancasila bagi bangsa Indonesia adalah burung yang memiliki perlambang yang kaya makna. Namun bagi orang yang memiliki latar budaya berbeda misalnya seperti orang Eskimo, Garuda Pancasila hanya dipandang sebagai burung elang biasa. e. Kode Kode menurut Piliang (1998:17), adalah cara pengombinasian tanda yang disepakati secara sosial, untuk memungkinkan satu pesan disampaikan dari seseorang ke orang lainnya. Sedangkan kode dalam terminologi sosiologuistik, ialah variasi tutur yang memiliki bentuk khas, serta makna yang khas pula (Poedjosoedarmo, 1986:27). Di dalam praktik bahasa, sebuah pesan yang dikirim kepada penerima pesan diatur melalui seperangkat konvensi atau kode. Umberto Eco menyebut kode sebagai aturan yang dijadikan tanda sebagai tampilan yang konkret dalam sistem komunikasi. (Eco, 1979:9). Fungsi teks-teks yang menunjukkan pada sesuatu (mengacu pada sesuatu) dilaksanakan berkat sejumlah kaidah, janji, dan kaidah-kaidah alami yang merupakan dasar dan alasan mengapa tanda-tanda itu menunjukkan pada isinya. Tanda-tanda ini menurut Jacobson merupakan sebuah sistem yang dinamakan kode (Hartoko, 1992:92). Kode pertama yang berlaku pada teks-teks ialah kode bahasa yang digunakan untuk mengutarakan teks yang bersangkutan. Kode bahasa itu dicantumkan dalam kamus dan tata bahasa. Selain itu, teks-teks tersusun menurut kodekode lain yang disebut kode sekunder, karena bahasanya ialah sebuah sistem lambang primer, yaitu bahasa. Sedangkan struktur cerita, prinsip-prinsip drama, bentuk-bentuk argumentasi, sistem metrik, itu semua merupakan kode-kode sekunder yang digunakan dalam teks-teks untuk mengalihkan arti. 128 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Roland Barthes dalam bukunya S/Z mengelompokkkan kode-kode tersebut menjadi lima kisi-kisi kode, yakni kode hermeunetik, kode semantik, kode simbolik, kode barasi, dan kode kultural atau kode kebudayaan (Barthes, 1974:106). Uraian kode-kode tersebut dijelaskan Pradopo (1991:80-81) sebagai berikut: Kode Hermeneutik, yaitu artikulasi berbagai cara pertanyaan, teka-teki, respons, enigma, penangguhan jawaban, akhirnya menuju pada jawaban. Atau dengan kata lain, kode Hermeneutik berhubungan dengan teka-teki yang timbul dalam sebuah wacana. Siapakah mereka? Apa yang terjadi? Halangan apakah yang muncul? Bagaimana tujuannya? Jawaban yang satu menunda jawaban yang lain, ditujukan pada teks-teks yang memiliki makna tersembunyi yang sulit dimengerti, sehingga membutuhkan penafsiran khusus untuk menangkap makna tersebut. Kode semantik, yaitu kode yang mengandung konotasi pada level penanda. Misalnya konotasi feminitas, maskulinitas. Atau dengan kata lain kode semantik adalah tanda-tanda yang ditata sehingga memberikan suatu konotasi maskulin, feminim, kebangsaan, kesukuan, loyalitas. Kode simbolik, yaitu kode yang berkaitan dengan psikoanalisis, antitesis, kemenduaan, pertentangan dua unsur, skizofrenia. Kode narasi atau proairetik yaitu kode yang mengandung cerita, urutan, narasi atau antinarasio. Kode kebudayaan atau kultural, yaitu suara-suara yang bersifat kolektif, anonim, bawah sadar, mitos, kebijaksanaan, pengetahuan, sejarah, moral, psikologi, sastra, seni, legenda. 3. Makna Kita semua sering kali menggunakan makna tetapi sering kali pula kita tidak memikirkan makna itu. Ketika kita masuk ke dalam sebuah ruangan yang penuh dengan perabotan, di sana muncul sebuah makna. Seseorang sedang duduk di sebuah kursi dengan mata tertutup dan kita mengartikan bahwa ia sedang tidur atau dalam kondisi lelah. Seseorang tertawa dengan kehadiran kita dan kita mencari makna; apakah ia menertawai kita atau mengajak kita tertawa? Seorang kawan menyeberang jalan dan melambaikan tangannya ke arah kita, hal itu berarti ia menyapa kita. Makna dalam satu bentuk atau bentuk lainnya, menyampaikan pengalaman sebagian besar umat manusia di semua masyarakat. Semua makna budaya diciptakan dengan menggunakan simbol-simbol. Simbol mengacu pendapat Spradley (1997:121) adalah objek atau peristiwa apapun yang menunjuk pada sesuatu. Semua simbol melibatkan tiga unsur: pertama, simbol itu sendiri, kedua, satu rujukan atau lebih. Ketiga, hubungan 129 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang antar simbol dengan rujukan. Semuanya itu merupakan dasar bagi keseluruhan makna simbolik. Sementara itu, simbol sendiri meliputi apapun yang dapat kita rasakan atau alami. Menggigil bisa diartikan dan dapat pula menjadi simbol ketakutan, kegembiraan atau yang lainnya. Mencengkam gigi, mengerdipkan mata, menganggukkan kepala, menundukkan tubuh, atau melakukan gerakan lain yang memungkinkan, semuanya dapat merupakan simbol. a. Makna Denotatif Salah satu cara yang digunakan para pakar untuk membahas lingkup makna yang lebih besar adalah dengan membedakan makna denotatif dengan makna konotatif. Spradley (1997:122) menjabarkan makna denotatif meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata (makna referensial). Piliang (1998:14) mengartikan makna denotatif adalah hubungan eksplisit antara tanda dengan referensi atau realitas dalam pertandaan tahap denotatif. Misalnya ada gambar manusia, binatang, pohon, rumah. Warnanya juga dicatat seperti merah, kuning, biru, putih, dan sebagainya. Pada tahapan ini hanya informasi data yang disampaikan. b. Makna Konotatif Spradley (1997:123) menyebut makna konotatif meliputi semua signifikansi sugestif dari simbol yang lebih daripada arti referensialnya. Menurut Piliang (1998:17), makna konotatif meliputi aspek makna yang berkaitan dengan perasaan dan emosi serta nilai-nilai kebudayaan dan ideologi. Contohnya gambar wajah orang tersenyum dapat diartikan sebagai suatu keramahan dan kebahagiaan. Tetapi sebaliknya, bisa saja tersenyum diartikan sebagai ekspresi penghinaan terhadap seseorang. Untuk memahami makna konotatif, maka unsur-unsur yang lain harus dipahami. 4. Teori Semiotika a. Teori Strukturalis Menurut Williamson, dalam teori semiotika iklan menganut prinsip peminjaman tanda sekaligus peminjaman kode sosial misalnya, iklan yang menghadirkan bintang film terkenal, figur bintang film tersebut dipinjam mitosnya, ideologinya, imagenya, dan sifat-sifat glamour dari bintang film tersebut. Williamson membagi a currency of sign menjadi beberapa bagian. Di antaranya product as signified (produk sebagai petanda, konsep atau makna), product as 130 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang signifier (produk sebagai penanda bentuk), product as generator, and product as currency (Wiliamson, 1984:24-38). Hal tersebut di atas adalah teori semiotika strukturalis. Kaum strukturalis mencoba mengungkapkan prinsip bahwa perbuatan manusia mensyaratkan sistem yang diterima dari berbagai hubungan, yang diterapkan oleh Barthes kepada semua praktek sosial. Ia menafsirkan hal-hal itu sebagai sistem tanda yang beroperasi atas model bahasa. Dalam semiotika struktural berpegang pada prinsip Form Follows Function, dengan mengikuti model semiotik penanda atau fungsi (Piliang, 1998:298). Semiotika struktural mengacu pada Saussure dan Barthes dengan signifier (penanda, bentuk) dan signified (petanda, makna). Hubungna antara penanda dan petanda relatif stabil dan abadi. b. Teori/Konsep Intertekstualitas Sedangkan pasca strukturalis menurut Piliang, mengacu ada konsep intertekstualitas Julia Kristeva dan konsep dekontruksi dari Jacques Deeida. Julia Kristeva misalnya, ia tergabung dalam Tel Quel Perancis menggunakan istilah intertekstualitas untuk menjelaskan fenomena dialog antarteks, kesalingtergantungan antara suatu teks (karya) dengan teks (karya) sebelumnya. Kristeva melihat kelemahan dalam konsep referensi dari formalisme dan modernisme yang cenderung melecehkan kutipan atau kuotasi. Bagi Kristeva, sebuah teks atau karya seni tidak lebih semacam permainan dan mosaik kutipan-kutipan dari berbagi teks atau karya masa lalu. Ia mengistilahkan semacam ruang ‘pasca sejarah’ yang di dalamnya beberapa kutipan dari berbagai ruang, waktu dan kebudayaan yang berbeda-beda saling melakukan dialog. Sebagaimana yang dikemukakan Kristeva, sebuah teks (karya) hanya dapat eksis apabila di dalamnya beberapa ungkapan yang berasal dari teks-teks lain, silang-menyilang dan saling menetralisir satu dengan lainnya. Sebagai proses linguistik dan diskursif, Kristeva menjelaskan intertekstualitas sebagai pelintasan dari satu sistem tanda ke sistem tanda lainnya. Ia menggunakan istilah ‘transposisi’ untuk menjelaskan perlintasan di dalam ruang pasca sejarah ini, yang di dalamnya satu atau beberapa sistem tanda yang ada sebelumnya. Interogasi tekstual ini dapat menghasilkan ungkapanungkapan baru yang sangat kaya dalam bentuk maupun makna. Interogasi ini dapat berupa peminjaman atau penggunaan (pastiche), distorsi, plesetan, atau permainan makna untuk tujuan kritis, sinisme, atau sekedar lelucon (parodi), pengelabuan identitas dan penopengan (camp), serta reproduksi ikonis atau kitch. 131 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Sebuah teks postmodernisme bukanlah ekspresi tunggal dan individual sang seniman; kegelisahannya, ketakutannya, ketertekanannya, keterasingannya, kegairahannya atau kegembiraannya, melainkan sebuah permainan dengan kutipan-kutipan bahasa. Kecenderungan posmodernisme adalah menerima segala macam pertentangan dan kontradiksi di dalam posmodernisme, tidak bermakna tunggal, akan tetapi adalah aneka ragam bahasa masa lalu dan sudah ada, dengan asal muasal yang tidak pasti, yang di dalamnya aneka macam tulisan, tak satu pun di ataranya yang orisinal, bercampur dan berinteraksi. Teks adalah sebuah jaringan kutipan-kutipan yang diambil dari berbagai pusat kebudayaan yang tak terhitung jumlahnya (Piliang, 1998:284). Ciri-ciri parca-strukturalis: pertama, tanda tidak stabil, sebuah penanda tidak mengacu pada sebuah makna yang pasti. Dalam hal tertentu terjadi ambiguitas, yakni sesuatu yang dianggap sah. Kedua, membongkar hierarki makna. Pada oposisi biner, hierarki makna itu dibongkar. Ketiga, menciptakan heterogenitas makna, terbentuk pluralitas makna, pluralitas tanda yaitu persamaan hak dalam penandaan. Dalam postmodernisme menggunakan prinsip Form Follows Fun dengan model semiotik penanda dan makna ironis (Piliang, 1998:298). Terkait dengan itu, maka pembahasan karya desain komunikasi visual dengan kajian semiotik komunikasi visual dalam tulisan ini akan menggunakan teori Pierce untuk melihat tanda iklan (ikon, indeks, simbol) teorinya Barthes untuk melihat kode (kode hermeneutik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi, kode kebudayaan), teorinya Saussure untuk melihat makna konotatif dan makna denotatif. Kemudian Willimson dengan teori semiotika iklan terkait dengan peminjaman tanda dan kode sosial juga dimanfaatkan untuk memahami karya desain komunikasi visual yang menjadi objek tulisan ini. Di samping tentunya semiotika strukturalis dan semiotika pascastrukturalis. Hal ini menjadi penting karena untuk kasus tertentu, semiotika strukturalis tidak bisa menganalisis teks karya desain komunikasi visual, ketika karya desain komunikasi visual tersebut keluar dari kode yang berlaku. Dengan demikian, semiotika strukturalis yang stabil tidak bisa menjelaskan teks yang bersifat labil, untuk itu diperlukan pasca strukturalis. c. Teori-teori Semiotika Charles Sanders Pierce 132 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Pierce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Pierce tanda terdiri dari: Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi. Contoh: Saat seorang gadis mengenakan rok mini, maka gadis itu sedang mengomunikasi mengenai dirinya kepada orang lain yang bisa jadi memaknainya sebagai simbol keseksian. Begitu pula ketika Nadia Saphira muncul di film Coklat Strowberi dengan akting dan penampilan fisiknya yang memikat, para penonton bisa saja memaknainya sebagai icon wanita muda cantik dan menggairahkan. 133 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang d. Teori Semiotika Ferdinand De Saussure Menurut Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified. Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan Pierce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified). Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.” (Sobur, 2006). e. Teori Semiotika Roland Barthes Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. 134 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung Saussure. Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos. Misalnya: Pohon beringin yang rindang dan lebat menimbulkan konotasi “keramat” karena dianggap sebagai hunian para makhluk halus. Konotasi “keramat” ini kemudian berkembang menjadi asumsi umum yang melekat pada simbol pohon beringin, sehingga pohon beringin yang keramat bukan lagi menjadi sebuah konotasi tapi berubah menjadi denotasi pada pemaknaan tingkat kedua. Pada tahap ini, “pohon beringin yang keramat” akhirnya dianggap sebagai sebuah Mitos. e. Teori Semiotika Baudrillard Baudrillard memperkenalkan teori simulasi. Di mana peristiwa yang tampil tidak mempunyai asal-usul yang jelas, tidak merujuk pada realitas yang sudah ada, tidak mempunyai sumber otoritas yang diketahui. Konsekuensinya, kata Baudrillard, kita hidup dalam apa yang disebutnya hiperrealitas (hyper- 135 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang reality). Segala sesuatu merupakan tiruan, tepatnya tiruan dari tiruan, dan yang palsu tampaknya lebih nyata dari kenyataannya (Sobur, 2006). Sebuah iklan menampilkan seorang pria lemah yang kemudian menenggak sebutir pil multivitamin, seketika pria tersebut memiliki energi yang luar biasa, mampu mengerek sebuah truk, tentu hanya ‘mengada-ada’. Karena, mana mungkin hanya karena sebutir pil seseorang dapat berubah kuat luar biasa. Padahal iklan tersebut hanya ingin menyampaikan pesan produk sebagai multivitamin yang memberi asupan energi tambahan untuk beraktivitas sehari-hari agar tidak mudah capek. Namun, cerita iklan dibuat ‘luar biasa’ agar konsumen percaya. Inilah tipuan realitas atau hiperealitas yang merupakan hasil konstruksi pembuat iklan. Barangkali kita masih teringat dengan pengalaman masa kecil (entah sekarang masih ada atau sudah lenyap) di pasar-pasar tradisional melihat atraksi seorang penjual obat yang memamerkan hiburan sulap kemudian mendemokan khasiat obat di hadapan penonton? Padahal sesungguhnya atraksi tersebut telah ‘direkayasa’ agar terlihat benar-benar manjur di hadapan penonton dan penonton tertarik untuk beramai-ramai membeli obatnya. g. Teori Semiotika Jacques Derrida Derrida terkenal dengan model semiotika dekonstruksi-nya. Dekonstruksi, menurut Derrida, adalah sebagai alternatif untuk menolak segala keterbatasan penafsiran ataupun bentuk kesimpulan yang baku. Konsep dekonstruksi – yang dimulai dengan konsep demistifikasi, pembongkaran produk pikiran rasional yang percaya kepada kemurnian realitas—pada dasarnya dimaksudkan menghilangkan struktur pemahaman tanda-tanda (siginifier) melalui penyusunan konsep (signified). Dalam teori Grammatology, Derrida menemukan konsepsi tak pernah membangun arti tanda-tanda secara murni, karena semua tanda senantiasa sudah mengandung artikulasi lain (Subangun, 1994 dalam Sobur, 2006: 100). Dekonstruksi, pertama sekali, adalah usaha membalik secara terus-menerus hirarki oposisi biner dengan mempertaruhkan bahasa sebagai medannya. Dengan demikian, yang semula pusat, fondasi, prinsip, diplesetkan sehingga berada di pinggir, tidak lagi fondasi, dan tidak lagi prinsip. Strategi pembalikan ini dijalankan dalam kesementaraan dan ketidakstabilan yang permanen sehingga bisa dilanjutkan tanpa batas. Sebuah gereja tua dengan arsitektur gothic di depan Istiqlal bisa merefleksikan banyak hal. Ke-gothic-annya bisa merefleksikan ideologi abad pertengahan yang dikenal sebagai abad kegelapan. Seseorang bisa menafsirkan bahwa ajaran yang dihantarkan dalam gereja tersebut cenderung ‘sesat’ atau menggiring jemaatnya pada hal-hal yang justru bertentangan dari moral-moral keagamaan yang seharusnya, misalnya mengadakan persembahanpersembahan berbau mistis di altar gereja, dan sebagainya. Namun, Ke-gothic-an itu juga dapat ditafsirkan sebagai ‘klasik’ yang menandakan kemurnian dan kemuliaan ajarannya. Sesuatu yang klasik 136 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang biasanya dianggap bernilai tinggi, ‘berpengalaman’, teruji zaman, sehingga lebih dipercaya daripada sesuatu yang sifatnya temporer. Di lain pihak, bentuk gereja yang menjulang langsing ke langit bisa ditafsirkan sebagai ‘fokus ke atas’ yang memiliki nilai spiritual yang amat tinggi. Gereja tersebut menawarkan kekhidmatan yang indah yang ‘mempertemukan’ jemaat dan Tuhan-nya secara khusuk, semata-mata demi Tuhan. Sebuah persembahan jiwa yang utuh dan istimewa. Dekonstruksi membuka luas pemaknaan sebuah tanda, sehingga maknamakna dan ideologi baru mengalir tanpa henti dari tanda tersebut. Munculnya ideologi baru bersifat menyingkirkan (“menghancurkan” atau mendestruksi) makna sebelumnya, terus-menerus tanpa henti hingga menghasilkan puingpuing makna dan ideologi yang tak terbatas. Berbeda dari Baudrillard yang melihat tanda sebagai hasil konstruksi simulatif suatu realitas, Derrida lebih melihat tanda sebagai gunungan realitas yang menyembunyikan sejumlah ideologi yang membentuk atau dibentuk oleh makna tertentu. Makna-makna dan ideologi itu dibongkar melalui teknik dekonstruksi. Namun, baik Baurillard maupun Derrida sepakat bahwa di balik tanda tersembunyi ideologi yang membentuk makna tanda tersebut. h. Teori Semiotika Umberto Eco Stephen W. Littlejohn (1996) menyebut Umberto Eco sebagai ahli semiotikan yang menghasilkan salah satu teori mengenai tanda yang paling komprehensif dan kontemporer. Menurut Littlejohn, teori Eco penting karena ia mengintegrasikan teori-teori semiotika sebelumnya dan membawa semiotika secara lebih mendalam (Sobur, 2006). Eco menganggap tugas ahli semiotika bagaikan menjelajahi hutan, dan ingin memusatkan perhatian pada modifikasi sistem tanda. Eco kemudian mengubah konsep tanda menjadi konsep fungsi tanda. Eco menyimbulkan bahwa “satu tanda bukanlah entitas semiotik yang dapat ditawar, melainkan suatu tempat pertemuan bagi unsur-unsur independen (yang berasal dari dua sistem berbeda dari dua tingkat yang berbeda yakni ungkapan dan isi, dan bertemu atas dasar hubungan pengkodean”. Eco menggunakan “kode-s” untuk menunjukkan kode yang dipakai sesuai struktur bahasa. Tanpa kode, tanda-tanda suara atau grafis tidak memiliki arti apapun, dan dalam pengertian yang paling radikal tidak berfungsi secara linguistik. Kode-s bisa bersifat “denotatif” (bila suatu pernyataan bisa dipahami secara harfiah), atau “konotatif” (bila tampak kode lain dalam pernyataan yang sama). Penggunaan istilah ini hampir serupa dengan karya Saussure, namun Eco ingin memperkenalkan pemahaman tentang suatu kode-s yang lebih bersifat dinamis daripada yang ditemukan dalam teori Saussure, di samping itu sangat terkait dengan teori linguistik masa kini. 137 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang *** Bab XI feminisme DALAM BINGKAI Teori-TEORI Gelombang feminisme di Amerika Serikat mulai lebih keras bergaung pada era perubahan dengan terbitnya buku The Feminine Mystique yang ditulis oleh Betty Friedan di tahun 1963. Hal ini kemudian mendasari pentingnya pembahasan isu gender disebabkan karena : Pengambilan kebijakan lebih banyak dilakukan oleh orang-orang militer, dan ilmuan yang muncul rata-rata maskulin. Universalitas kebenaran ilmu pengetahuan itu hanya benar bagi kaum pria. Asumsi gender yang salah dari ilmu pengetahuan. Pria bersifat publik dan wanita bersifat private. (Pandangan yang bersifat stereotype). Teori Feminisme dalam hubungan internasional dimulai dari adanya pemikiran bahwa Hubungan Internasional lebih banyak berbicara tentang ‘high politics’ (keamanan nasional, national interest) dan dalam konteks teknis (misalnya: keamanan berbicara mengenai senjata dll. Hubungan Internasional juga hanya berbicara tentang perang (game theory, persenjataan). Selain itu, Ilmu Hubungan Internasional sangat male dominated. Akibatnya, konsep, concern, kepentingan yang ada hanya merefleksikan kepentingan pria. Feminisme mencoba menggugat bahwa sexual violance berdampingan dengan perang. Pergerakan Feminisme mulai terlihat pergerakan paling awal yang ditemui sejak abad ke-15 dan terlihat ketika Christine de Pizan menulis ketidakadilan yang dialami perempuan. Pada tahun 1800-an, terdapat pergerakan yang cukup signifikan dimana Susan dan Elizabeth telah memperjuangkan hak-hak politik, diantaranya hak untuk memilih. Pada tahun 1759-1797, feminis mulai menggunakan kata-kata “hak”. Saat itu, Mary Wollstonecraft, feminis pertama yang mengatakan adanya 138 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang pembodohan terhadap perempuan yang disebabkan tradisi masyarakat yang menjadikan perempuan sebagai makhluk yang tersubordinasi. Tahun 1970-1980an: Wacana feminisme bermunculan di Amerika Latin, Asia, dan di negara-negara Dunia ketiga pada umumnya. Tahun 1960-1970an, feminis mulai membawa perubahan sosial yang luar biasa di dunia Barat dimana lahirnya undang-undang yang menguntungkan perempuan dan konsep patriarki yang mulai mengemuka. Pada abad ke-20 (1949): Lahir karya Simone de Beauvoir “Le Deuxieme Sexe”, dan akhirnya ditemukan istilah kesetaraan. I. Aliran-Aliran Feminisme 1. Feminisme Liberal Apa yang disebut sebagai Feminisme Liberal ialah terdapat pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia -demikian menurut mereka- punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakngan pada perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki. Feminis Liberal memiliki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasal dari teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum pria, yang terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”, tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentingan dan pengaruh kaum pria tadi. Singkatnya, negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan yang memang memiliki kendali atas negara tersebut. Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “di dalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan. Sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Pun dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya memiliki 139 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah negara”. Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai "Feminisme Kekuatan" yang merupakan solusi. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki. Feminisme liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan tertindas. Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkan wanita pada posisi sub-ordinat. Budaya masyarakat Amerika yang materialistis, mengukur segala sesuatu dari materi, dan individualis sangat mendukung keberhasilan feminisme. Wanita-wanita tergiring keluar rumah, berkarier dengan bebas dan tidak tergantung lagi pada pria. Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender. Oleh karena itu, pada abad 18 sering muncul tuntutan agar prempuan mendapat pendidikan yang sama, di abad 19 banyak upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi bagi perempuan, dan di abad 20 organisasi-organisasi perempuan mulai dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun personal. Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum yang berprerspektif keadilan melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi dari pengalaman feminis liberal. 2. Feminisme Radikal Trend ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana aliran ini menawarkan ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada. Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang "radikal". Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “di dalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Pun dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan 140 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah negara”. Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. "The personal is political" menjadi gagasan baru yang mampu menjangkau permasalahan prempuan sampai ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau pandangan buruk (black propaganda) banyak ditujukan kepada feminis radikal. Padahal, karena pengalamannya membongkar persoalan-persoalan privat inilah Indonesia saat ini memiliki Undang Undang RI no. 23 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). 2. Feminisme Post Modern Ide Posmo menurut anggapan mereka ialah ide yang anti absolut dan anti otoritas, gagalnya modernitas dan pemilahan secara berbeda-beda tiap fenomena sosial karena penentangannya pada penguniversalan pengetahuan ilmiah dan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender tidak bermakna identitas atau struktur sosial. 3. Feminisme Anarkis Feminisme Anarkisme lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan menganggap negara dan sistem patriaki-dominasi lelaki adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin harus dihancurkan. 4. Feminisme Marxis Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels dikembangkan menjadi landasan aliran ini—status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaaan pribadi (private property). Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange). Laki-laki mengontrol produksi untuk exchange dan sebagai konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari property. Sistem produksi yang berorientasi pada keuntungan mengakibatkan terbentuknya kelas dalam masyarakat—borjuis dan proletar. Jika kapitalisme tumbang maka struktur masyarakat dapat diperbaiki dan penindasan terhadap perempuan dihapus. 141 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Kaum Feminis Marxis, menganggap bahwa negara bersifat kapitalis yakni menganggap bahwa negara bukan hanya sekadar institusi tetapi juga perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Kaum Marxis berpendapat bahwa negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan, namun disisi lain, negara bersifat kapitalisme yang menggunakan sistem perbudakan kaum wanita sebagai pekerja. 5. Feminisme Sosialis Sebuah faham yang berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan. Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme". Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas istri dihapuskan seperti ide Marx yang menginginkan suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan gender. Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini hendak mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan. Ia sepaham dengan feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan itu. Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung. Seperti dicontohkan oleh Nancy Fraser di Amerika Serikat keluarga inti dikepalai oleh laki-laki dan ekonomi resmi dikepalai oleh negara karena peran warga negara dan pekerja adalah peran maskulin, sedangkan peran sebagai konsumen dan pengasuh anak adalah peran feminin. Agenda perjuangan untuk memeranginya adalah menghapuskan kapitalisme dan sistem patriarki. Dalam konteks Indonesia, analisis ini bermanfaat untuk melihat problemproblem kemiskinan yang menjadi beban perempuan. 6. Feminisme Postkolonial Dasar pandangan ini berakar di penolakan universalitas pengalaman perempuan. Pengalaman perempuan yang hidup di negara dunia ketiga (koloni/bekas koloni) berbeda dengan prempuan berlatar belakang dunia pertama. Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat karena selain mengalami pendindasan berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme poskolonial yang pada intinya menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun mentalitas masyarakat. Beverley Lindsay dalam bukunya 142 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang Comparative Perspectives on Third World Women: The Impact of Race, Sex, and Class menyatakan, “hubungan ketergantungan yang didasarkan atas ras, jenis kelamin, dan kelas sedang dikekalkan oleh institusi-institusi ekonomi, sosial, dan pendidikan.” 7. Feminisme Nordic Kaum Feminis Nordic dalam menganalisis sebuah negara sangat berbeda dengan pandangan Feminis Marxis maupun Radikal. Nordic yang lebih menganalisis Feminisme bernegara atau politik dari praktik-praktik yang bersifat mikro. Kaum ini menganggap bahwa kaum perempuan “harus berteman dengan negara” karena kekuatan atau hak politik dan sosial perempuan terjadi melalui negara yang didukung oleh kebijakan sosial negara. II. Tokoh-Tokoh Dalam Feminisme 1. Foucault Meskipun ia adalah tokoh yang terkenal dalam feminism, namun Foucault tidak pernah membahas tentang perempuan. Hal yang diadopsi oleh feminism dari Fault adalah bahwa ia menjadikan ilmu pengetahuan “dominasi” yang menjadi miliki kelompok-kelompok tertentu dan kemudian “dipaksakan” untuk diterima oleh kelompok-kelompok lain, menjadi ilmu pengetahuan yang ditaklukan. Dan hal tersebut mendukung bagi perkembangan feminism. 2. Naffine (1997:69) Kita dipaksa “meng-iya-kan” sesuatu atas adanya kuasa atau power Kuasa bergerak dalam relasi-relasi dan efek kuasa didasarkan bukan oleh orang yang dipaksa meng “iya”kan keinginan orang lain, tapi dirasakan melalui ditentukannya pikiran dan tingkah laku. Dan hal ini mengarah bahwa individu merupakan efek dari kuasa. 3. Derrida (Derridean) Mempertajam fokus pada bekerjanya bahasa (semiotika) dimana bahasa membatasi cara berpikir kita dan juga menyediakan cara-cara perubahan. Menekankan bahwa kita selalu berada dalam teks (tidak hanya tulisan di kertas, tapi juga termasuk dialog sehari-hari) yang mengatur pikiran-pikiran kita dan merupakan kendaraan untuk megekspresikan pikiran-pikiran kita tersebut. Selain itu juga penekanan terhdap dilakukanya “dekonstruksi” terhadap kata yang merupakan intervensi ke dalam bekerjanya bahasa dimana setelah melakukan dekonstruksi tersebut kita tidak dapat lagi melihat istilah yang sama dengan cara yang sama. Teori-teori feminisme dikaitkan dengan penelitian komunikasi, seperti bagaimana ekploitasi perempuan dalam media massa, profil feminisme 143 Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang radikal dalam media massa, buku dan film-film, dalam upaya mengangkat martabat perempuan, dari ketertekanan, permasalahan gender dan masalahmasalah komunikasi. *** 144