BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran

advertisement
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas
MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3 .minggu dan tahap analisis selama 1
minggu di Lab PG Tolangohula Gorontalo. Penelitian ini menggunakan metode
ex-post facto dan dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk menggambarkan
kualitas fisik dan kimia dari bokashi pelepah pisang (Musa sp). Proses pembuatan
bokashi ini berlangsung secara semi anaerob karena pada saat proses pembuatan
memerlukan adanya sedikit oksigen (udara). Bokashi yang dibuat terdiri dari 3
kali ulangan.
Pengukuran suhu dan pH dari bokashi dilakukan setiap hari sekali, begitu
juga dengan pembalikan tumpukan bokashi. Bokashi yang telah matang dapat
diamati dari perubahan warna, bau (aroma) dan tekstur. Untuk pengamatan
kualitas fisik bokashi dilakukan pengamatan langsung oleh panelis ahli (Dosen)
dan observer (mahasiswa), sedangkan untuk kualitas kimia (unsur hara NPK dan
Nisbah C/N) dilakukan uji di Lab PG Tolangohula Gorontalo.
Berdasarkan hasil pengamatan selama 21 hari suhu awal (0 hari) dari
tumpukan bokashi untuk semua ulangan rata-rata 270 C. Hasil pengukuran suhu
selama proses pembuatan bokashi dapat dilihat pada gambar 1.
23
24
45
40
35
30
Suhu
25
Rata-Rata
20
15
10
5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Hari
Gambar 1. Rata –Rata Perubahan Suhu
Dari gambar 1 menunjukan bahwa dalam 3 minggu proses pembuatan
bokashi terjadi perubahan suhu secara bertahap. Suhu tertinggi yang dapat dicapai
adalah 400C yaitu pada hari ke-2 dan ke-3 setelah itu suhu menurun terus dan
mulai stabil pada hari ke-19. Dalam proses dekomposisi bahan organik, suhu
merupakan indikator yang digunakan untuk mengetahui proses dekomposisi
berjalan dengan baik.
Selain suhu kondisi pH juga dikontrol setiap hari. pH bokashi selama
proses pembuatan bokashi sampai pada saat bokashi matang pH mengalami
perubahan. Untuk hasil pengukuran pH selama proses pembuatan bokashi dapat
dilihat pada gambar 2.
25
9
8
7
6
pH
5
Rata-rata
4
3
2
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Hari
0C
Gambar 2. Rata –Rata Perubahan pH
Dari hasil pengukuran pH diatas terlihat adanya perubahan pH dari awal
sampai akhir pengomposan. Pada awal proses pH bokashi berada pada kondisi
basa (8), kemudian menurun dan meningkat dan menuju ke arah nilai pH netral
yang dicapai pada ke-18 sampai 21. Pada fase pematangan bokashi bahan organik
telah selesai diuraikan dan terjadi reduksi aktifitas mikroorganisme sehingga pH
dan suhu bokashi stabil.
Selain terjadi perubahan suhu dan pH terjadi pula penyusutan berat pada
bokashi. Adapun hasil pengukuran berat bokashi sebelum dikomposkan beratnya
rata-rata 2 kg setelah dikomposkan beratnya menjadi 1,3 kg. Jadi terjadi
penyusutan berat bokashi sebesar 35 % dari berat awal bokashi.
26
4.1.1. Hasil Penelitian
4.1.1.1 Kualitas Fisik
a. Warna
Selama proses pengomposan, perubahan warna dari bokashi menjadi
parameter penting dalam menentukan kualitas fisik dari bokashi. Untuk perubahan
warna bokashi dapat diamati secara langsung selama proses pembuatan bokashi
berlangsung. Untuk perubahan warna bokashi dapat dilhat pada tabel 3.
Tabel 3. Warna Bokashi
Lamanya Proses
Warna
Pengomposan
1-7
Coklat muda (Warna bahan dasar)
8-13
Coklat tua
14-21
Coklat kehitaman (Menyerupai warna tanah)
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa perubahan warna pada
bokashi tejadi pada minggu ke-2 yang ditandai dengan perubahan warna bahan
dari warna aslinya (coklat muda) kearah coklat tua dan akhirnya menjadi coklat
kehitaman setelah proses pengomposan selama 3 minggu.
b. Tekstur
Tekstur bokashi juga merupakan parameter yang sangat penting untuk
menentukan tingkat kematangan bokashi. Untuk perubahan tekstur bokashi selama
proses pembuatan bokashi dapat dilihat pada tabel 4.
27
Tabel 4. Tekstur Bokashi
Lamanya Prroses
Tekstur
Pengomposan
1-7
Keras
8-13
Agak lunak
14-21
Lunak
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada minggu ke-2 telah terjadi
perubahan tekstur dari bokashi yang awalnya tekstur keras kemudian menjadi
lunak dan sudah menyerupai tekstur tanah sebab ketika diremas bokashi
mengalami perubahan bentuk sangat jelas dan sudah tidak dikenali lagi bahan
dasar (pelepah pisang).
c. Bau (Aroma)
Selain warna dan tekstur, bau (Aroma) juga merupakan parameter yanng
sangat penting untuk menentukan kualitas fisik dari bokashi. Bokashi yang berbau
tidak sedap menandakan bahwa kualitas bokashi tersebut tidak baik, sedangkan
bokashi yang berbau tanah manandakan bahwa bokashi tersebut kualitasnya baik
dan benar-benar matang. Perubahan bau bokashi dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Bau (Aroma) Bokashi
Lamanya Proses
Bau (Aroma)
Pengomposan
1-7
Bau bahan dasar
8-13
Bau bahan dasar mulai menghilang
14-21
Berbau seperti tanah
28
Dari tabel 5 terlihat bahwa pada awal proses pembuatan bokashi masih
berbau bahan dasar. Setelah itu terjadi tahap pematangan yang ditandai oleh
hilangnya bau bahan dasar yang akhirnya baunya menyerupai bau tanah.
4.1.1.2.Kualitas Kimia
Kandungan unsur hara dari bokashi sangat penting untuk menentukan
kualitas dari bokashi. Kandungan unsur hara sebelum dan setelah pembuatan
bokashi sangat berbeda. Adapun hasil analisis kandungan unsur hara pelepah
pisang (Musa sp) dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Analisis Unsur Hara Pelepah Pisang dan Bokashi Pelepah Pisang
No
Jenis Unsur
Kadar Unsur Hara
Hara
Pelepah pisang
Bokashi Pelepah Pisang
1
C (%)
21,85
20,27
2
N (%)
0,28
0,94
3
K2O (%)
3,30
1,81
4
P2O5(%)
0,98
1,45
5
C/N
78
21
Sumber : Report of analysis PT.PG. Tolangohula Gorontalo
Dari tabel 6 menunjukan adanya peningkatan unsur hara bokashi yang
dikomposkan selama 3 minggu terutama unsur hara N dan P, sedangkan untuk
unsur hara K mengalami penurunan begitu juga untuk Rasio C /N mengalami
penurunan. Rasio C/N merupakan perbandingan kadar karbon (C) dan kadar
nitrogen (N) dalam suatu bahan. Ratio C/N yang dihasilkan masih lebih tinggi
dari ratio C/N tanah (10-12).
29
4.2. Pembahasan
Bokashi merupakan pupuk organik hasil fermentasi bahan organik oleh
sejumlah mikroorganisme dalam lingkungan yang hangat, basah, dan berudara
yang hasil akhirnya berupa humus. Menurut SNI 19-7030-2004 kriteria pupuk
bokashi yang baik yaitu berwarna coklat kehitaman, berstruktur remah, berbau
seperti tanah. Berdasarkan hasil penelitian selama 3 minggu, maka bokashi yang
dihasilkan memilki kualitas yang baik. Dilihat dari kualitas fisiknya bokashi ini
telah memenuhi kriteria persyaratan kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004
(Lampiran 4). Pada penelitian ini dihasilkan bokashi yang warnanya coklat
kehitaman, berbau seperti tanah dan meenyerupai tekstur yang agak lunak seperti
tekstur tanah dan mempunyai suhu 25 dan pH yang netral (7). Sesuai dengan
pendapat Anang (2010) bahwa tanda fisik bokashi yang sudah matang adalah
berwarna gelap (coklat kehitaman), teksturnya remah dan tidak terlihat lagi bentuk
asalnya, sedangkan menurut pendapat Widyarini (2008) bahwa kompos yang telah
matang ditandai oleh warna yang gelap, tidak berbau busuk, struktur remah dan
tidak dihinggapi lalat.
Berdasarkan pengamatan selama proses pengomposan pelepah tanaman
pisang (Musa Sp) menunjukan bahwa kematangan kompos mulai terlihat pada
minggu ke-2 yang ditandai dengan perubahan warna menjadi coklat tua kemudian
menjadi coklat kehitaman (Lampiran 2). Pada awal proses terdapat bau bahan
dasar (Pelepah pisang), kemudian bau bahan dasar mulai menghilang dan terjadi
perubahan bau yang menyerupai bau tanah begitu juga untuk tekstur pada awal
proses
pengomposan
teksturnya masih
keras
kemudian
diakhir proses
30
pengomposan teksturnya menjadi lunak seperti tekstur tanah dan sudah tidak
dikenali lagi bahan dasarnya (Lampiran 5). Perubahan fisik pada bokashi terjadi
seiring dengan perubahan parameter lain selama proses pengomposan. Perubahan
warna, tekstur dan bau pada bokashi disebabkan oleh materi yang dikandungnya
sudah menyerupai materi tanah dan berwarna coklat kehitaman yang terbentuk
akibat penguraian bahan organik yang terjadi secara alami oleh mikroorganisme
yang hidup didalam bahan bokashi. Menurut SNI 19-7030-2004 kompos yang
baik dan siap digunakan harus memenuhi standar warna kehitaman dan berbau
tanah.
Selain parameter tersebut suhu dan pH juga menjadi parameter untuk
menentukan tingkat kemtangan dari bokashi. Pada awal proses pengomposan suhu
bahan bokashi sama dengan suhu lingkungan (270 C). Setelah itu terjadi
peningkatan suhu yang menunjukan adanya aktifitas mikroorganisme dalam
memanfaatkan substrat. Tahap terakhir pada proses pengomposan mengalami fase
pendinginan atan pematangan yang ditandai dengan penurunan suhu. Penurunan
suhu pada bokashi sejalan dengan penurunan pH. Penurunan pH mengindikasikan
adanya peran bakteri pembentuk asam dan fungi yang menghasilkan panas akibat
dekomposisi bahan organik kompleks menjadi asam organik sederhana. Pada fase
pematangan kompos, bahan organik telah selesai diuraikan dan terjadi reduksi
aktifitas mikroorganisme sehingga pH stabil.
Selain terjadi perubahan fisik, suhu dan pH diakhir proses pengomposan
terjadi pula penyusutan berat pada bokashi. Penyusutan berat juga merupakan
parameter untuk menentukan tingkat kematangan dari bokashi. Menurut Isroi
31
(2008) bahwa selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan berat bokashi
seiring dengan kematangan bokashi. Penyusutan berat dapat mencapai 30- 40 %
dari berat awal bahan. Penyusutan berat pada bokashi disebabkan oleh adanya
pembebasan unsur hara dari senyawa organik menjadi senyawa anorganik yang
berguna bagi tanaman. Sedangkan menurut Nurulita (2003) penyusutan dapat
terjadi karena adanya proses dekomposisi. Proses dekomposisi merupakan akibat
dari aktifitas mikroba dengan proses secara aerobik dan anaerobik melalui
beberapa tahap. Pada tahap pertama terjadi proses secara aerob, pada tahap
kedua terjadi proses secara anaerobik, karena O2 telah habis. Pada tahap
ketiga, mikroorganisme pembentuk gas methana akan memakan CO2, hidrogen,
dan asam organik untuk membentuk gas methana dan produk lain. Pada tahap
ini mikroorganisme bekerja lambat tapi efisien menggunakan semua material
yang ada.
Berdasarkan hasil analisis unsur hara di PG.Tolangohula Gorontalo
diperoleh kandungan kadar hara N dan P bahan yang dikomposkan mengalami
peningkatan dibandingkan sebelum pengomposan, tetapi untuk kadar hara K dan
rasio C/N mengalami penurunan. Peningkatan kandungan nitrogen (N) merupakan
akibat terjadinya penguraian protein menjadi asam amino selama pengomposan
dengan bantuan kegiatan mikroorganisme heterotropik seperti bakteri, fungi dan
actinomycetes. Asam amino kemudian mengalami amonifikasi menghasilkan
amonium yang selanjutnya direduksi menjadi nitrat. Peningkatan kadar N
menunjukan adanya aktifitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan dalam
bokashi. Unsur nitrogen (N) merupakan unsur yang sangat berperan bagi
32
pertumbuhan tanaman. Perilaku nitrogen didalam tanah sulit diperkirakan karena
transformasinya sangat kompleks. Suplai unsur N melalui pemupukan lebih
diutamakan untuk tanaman karena N merupakan unsur yang paling banyak hilang
dari lahan setelah panen. Sementara peningkatan kandungan fosfor (P) setelah
pengomposan disebabkan terjadinya mineralisasi fosfor (Pattnaik, 2010 dalam
Anjangsari 2010). Ketika bahan organik dirombak oleh mikroorganisme, maka
sebagian dari fosfor akan diubah menjadi bentuk P terlarut yang selanjutnaya akan
dibebaskan oleh mikroorganisme (Suthar, 2008 dalam Anjangsari 2010). Unsur
fosfor (P) merupakan zat yang penting, tetapi selalu berada dalam keadaan kurang
didalam tanah, unsur P sangat penting sebagai sumber energi.
Hasil pengukuran kadar unsur hara K mengalami penurunan. Hal tersebut
disebabkan karena adanya aktifitas mikroorganisme yang memanfaatkan kalium
untuk kegiatan metabolismenya sehingga keberadaan kalium dalam pupuk
bokashi berkurang. Sementara kalium berfungsi dalam pembentukan protein dan
karbohidrat, selain itu unsur ini juga berperan penting dalam pembentukan
antibodi tanaman untuk melawan penyakit. Menurut pendapat Hidayati (2010)
kalium tidak terdapat dalam protein, kalium bukan elemen langsung dalam
pembentukan bahan organik, kalium hanya berperan dalam membantu
pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium digunakan oleh mikroorganisme
dalam bahan sebagai katalisator.
Sedangkan penurunan rasio C/N bokashi selama proses pengomposan
disebabkan oleh karena terjadinya proses dekomposisi bahan organik oleh jasad
mikro, sebab bahan organik merupakan sumber energi dan unsur hara bagi jasad
33
hidup dalam proses asimilasi dan pembentukan selnya. Lebih lanjut dinyatakan,
dalam proses dekomposisi, bahan organik akan dirombak menjadi senyawasenyawa yang lebih sederhana sampai akhirnya senyawa tersebut tidak dapat
didekomposisikan lagi. Hasil akhir pelapukan meyebabkan kandungan C-organik
dan rasio C/N menurun sedangkan N meningkat.
Berdasarkan hasil analisis kadar hara NPK dan ratio C/N di P.G.
Tolangohula Gorontalo ( Tabel 6) kandungan hara NPK telah memenuhi
persyaratan SNI 19-7030-2004 (Lampiran 4 ). Meskipun kadar hara K mengalami
penurunan diakhir proses tetapi kadar K masih termasuk dalam rentang yang
disyaratkan oleh SNI 19-7030-2004. Sementara untuk perbandingan ratio C/N
yang dihasilkan pada penelitian ini telah memenuhi standar pupuk organik
menurut permen No.2/pert/HK/2/2006 (Lampiran 3).
Download