Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015) Yogyakarta, 28 Maret 2015 ISSN: 2089-9815 PERANCANGAN PREDIKTOR KETINGGIAN GELOMBANG DI PERAIRAN SUMATERA-JAWA BERBASIS ARTIFICIAL NEURAL NETWORK Illa Rizianiza1, Aulia Siti Aisjah2 Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Keputih, Sukolilo, Surabaya 60111, Jawa Timur 2 Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Keputih, Sukolilo, Surabaya 60111, Jawa Timur Email: [email protected], [email protected] 1 ABSTRAKS Perairan Sumatera–Jawa merupakan salah satu jalur padat pelayaran baik pelayaran domestik maupun internasional, sehingga menyebabkan angka kecelakaan cukup tinggi. Kecelakaan transportasi laut sebesar 43.6% disebabkan karena faktor alam sedangkan 56.4% disebabkan karena faktor teknis dan manusia. Pada penelitian ini dilakukan prediksi ketinggian gelombang di Perairan Sumatera–Jawa pada tiga titik, diantaranya titik 1: 5°55'29.03"LS 110°51'42.88"BT; titik 2: 3°13'51.03"LS 107°4'19.55"BT dan titik 3: 0°37'32.06"LS 106°15'53.11"BT. Perancangan prediktor ketinggian gelombang h+1 dilakukan dengan menggunakan Artificial Neural Network algoritma backpropagation. Prediktor ini terdiri dari tiga masukan yaitu ketinggian gelombang pada saat h (m), kecepatan angin (m/s) dan arah angin (derajat). Hasil prediksi diperoleh nilai RMSE terbaik pada titik 1 sebesar 0.070; titik 2 sebesar 0.089 dan titik 3 sebesar 0.066 dengan arsitektur jaringan pada lapisan masukan, tersembunyi dan keluaran pada setiap titik masing-masing adalah titik 1(3, 13, 1); titik 2(3, 4, 1); titik 3 (3, 6, 1). Kata Kunci: ketinggian gelombang, kecepatan angin, arah angin, backpropagation ABSTRACT Sumatera–Java Sea is one of the busiest ship traffic, both of domestic and international shipping. Rate of ship accident is high. 43.6% is caused by natural disaster, 56.4% is caused by technical and human error. This research predicts wave height in Sumatera–Java Sea. There are three points of observation, point 1 is 5°55'29.03"LS 110°51'42.88"BT; point 2 is 3° 13'51.03"LS 107°4'19.55"BT, and point 3 is 0°37'32.06"LS 106°15'53.11"BT. This research uses Artificial Neural Network methode with backpropagation algorithm. The predictor consists of three inputs. They are wave height, wind speed, and wind direction. RMSE of this prediction are point 1 0.070; point 2 0.089; and point 3 0.066. This network architecture are consist of input layer, hidden layer, output layer at each point are point 1 (3, 13, 1); point 2(3, 4, 1); point 3 (3, 6, 1). Keywords: wave height, wind speed, wind direction, backpropagation 1. PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki industri pelayaran dan menjadi salah satu infrastruktur negara yang menggerakkan dan meningkatkan perekonomian. Perairan Sumatera–Jawa merupakan salah satu jalur padat pelayaran baik pelayaran domestik maupun pelayaran internasional, sehingga potensi terjadinya kecelakaan cukup tinggi. Menurut Direktorat KPLP Ditjen Hubla dalam kurun waktu 5 tahun mulai tahun 2007 sampai 2011 sebanyak 43,6% kecelakaan laut disebabkan karena faktor alam; 28,9% disebabkan karena faktor teknis dan 27,5% disebabkan karena faktor manusia. Sehingga informasi tentang kondisi cuaca laut terkini sangatlah diperlukan, terutama informasi mengenai ketinggian gelombang yang sering menjadi penyebab terjadinya kecelakaan. Kajian tentang prediksi cuaca laut selalu dilakukan terus-menerus untuk mendapatkan model prediktor yang sesuai dengan kondisi di perairan Indonesia. Hal inilah yang mendorong kajian tentang prediksi cuaca laut perlu dikembangkan untuk mendapatkan hasil prediksi yang akurat. Sampai saat ini telah banyak dilakukan penelitian mengenai peramalan cuaca laut dengan menggunakan metode kepakaran Artificial Neural Network (Huiming&Shengrong, 1992; Kamranzad et al, 2011; Kim, 2012). Metode Artificial Neural Network membutuhkan waktu komputasional yang tidak terlalu lama dan merupakan metode komputasi yang cocok untuk pemodelan gelombang (Deo&Naidu, 1999; Agrawal&Deo, 2002; Makarynskyy, 2004; Eternad-Shahidi&Mahjoobi, 2009). Disamping itu prediksi cuaca laut dengan menggunakan 315 Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015) Yogyakarta, 28 Maret 2015 Artificial Neural Network lebih akurat jika dibandingkan dengan Auto Regressive Model (Deo&Naidu, 1999; Jain&Deo, 2006). Penelitian ini merancang prediktor ketinggian gelombang laut h+1 di Perairan Sumatera-Jawa yang merupakan jalur padat pelayaran dengan menggunakan metode kepakaran Artificial Neural Network. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan model prediktor yang mampu memprediksi ketinggian gelombang secara akurat dimana informasi ketinggian gelombang sangat diperlukan dalam pelayaran guna mengurangi angka kecelakaan transportasi laut. 1.2 Tinjauan Pustaka 1.2.1 Gelombang Laut Gelombang laut dibedakan berdasarkan pembangkitnya menjadi beberapa macam diantaranya adalah gelombang yang dibangkitkan oleh angin yang mengenai permukaan air laut; gelombang pasang surut yang dibangkitkan oleh gaya tarik benda langit terutama matahari terhadap bulan dan bumi; dan gelombang tsunami yang dibangkitkan oleh letusan gunung berapi atau gempa di laut. Tetapi dalam teknik pantai, gelombang yang diakibatkan oleh angin adalah yang paling penting dan sering terjadi. Gelombang merupakan variabel laut yang kompleks dan memiki karakteristik yang berbeda-beda sehingga memerlukan analisis secara statistik (Triatmodjo, 1999; Castr, 2014). Gelombang yang paling berpengaruh dalam dunia pelayaran adalah gelombang H1/3 (Ainsworth, 2011). H1/3 merupakan rata-rata 33.3% gelombang tertinggi dari pencatatan gelombang. H1/3 ini disebut juga ketinggian gelombang signifikan, dimana H1/3 ini adalah variabel yang sangat berpengaruh terhadap kelayakan pelayaran. 1.2.2 Angin Angin merupakan udara bergerak yang disebabkan karena adanya rotasi bumi dan perbedaan tekanan udara disekitarnya. Perbedaan tekanan udara ini disebabkan oleh ketidakseimbangan pemanasan cahaya matahari terhadap tempat-tempat di bumi. Arah pergerakan angin ini bergerak dari tempat yang bertekanan tinggi menuju tempat yang bertekanan rendah. Disamping memiliki kecepatan, angin juga memiliki arah yang dinyatakan dalam satuan derajat. Sedangkan fetch merupakan daerah dimana kecepatan dan arah angin berada dalam keadaan konstan. Fetch ini berpengaruh terhadap periode dan tinggi gelombang yang dibangkitkan. Fetch yang besar akan membangkitkan gelombang dengan periode ISSN: 2089-9815 yang panjang. Arah angin masih bisa dianggap konstan apabila perubahannya tidak lebih dari 150 dan kecepatan angin masih dianggap konstan jika perubahannya tidak lebih dari 2,5 m/s (Triatmodjo, 1999). Laut Jawa merupakan laut yang memiliki kedalaman kurang dari 200 m, dan termasuk dalam Daerah Ekman untuk distribusi anginnya, dimana di daerah tersebut kecepatan dan arah angin berubah sesuai elevasi karena adanya gesekan dengan permukaan laut dan perbedaan temperatur antara air dan udara. 1.2.3 Artificial Neural Network Backpropagation merupakan suatu algoritma pada Artificial Neural Network yang dapat digunakan untuk melakukan prediksi angin diantaranya untuk short-term wind power karena mampu mengurangi mean relative error sekitar 8% (Mao&Cao n.d.). Didalam arsitektur backpropagation, setiap unit yang berada dilapisan masukan terhubung dengan setiap unit yang ada dilapisan tersembunyi. Begitu juga untuk lapisan tersembunyi. Setiap unit yang ada dilapisan tersembunyi terhubung dengan setiap unit yang ada dilapisan keluaran. Ouput pada jaringan awal dibandingkan dengan keluaran yang diharapkan dan parameter jaringan disesuaikan dengan error sehingga dapat meminimalkan error. Performansi backpropagation meningkat seiring dengan ukuran data yang tersedia (Nagahamulla et al, 2012). Gambar 1 Arsitektur backpropagation (Kusumadewi, 2004) Gambar 1 menjelaskan tentang arsitektur Artificial Neural Network yang terdiri dari 3 neuron pada lapisan masukan yaitu x1, x2, dan x3; 2 neuron pada lapisan tersembunyi yaitu z1 dan z2; dan 1 neuron pada lapisan keluaran yaitu y. Bobot yang menghubungkan x1, x2, dan x3 dengan neuron pertama pada lapisan tersembunyi 316 Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015) Yogyakarta, 28 Maret 2015 adalah v11, v21, dan v31 yang dinotasikan dengan vij, yaitu bobot yang menghubungkan neuron input ke-i ke neuron ke-j pada lapisan tersembunyi. Variabel b11 dan b12 adalah bobot bias yang menuju ke neuron pertama dan neuron kedua pada lapisan tersembunyi. Bobot yang menghubungkan z1 dan z2 dengan neuron pada lapisan keluaran adalah w1 dan w2. Variabel b2 adalah bobot bias yang menghubungkan lapisan tersembunyi dengan lapisan keluaran(Kusumadewi, 2004). Algoritma backpropagation dibagi menjadi bagian algoritma yaitu algoritma pelatihan dan aplikasi. Pada algoritma pelatihan digunakan 3 tahap yaitu tahap umpan maju pola pelatihan masukan, tahap propagasi balik error dan tahap pengaturan bobot. Sedangkan pada algoritma aplikasi hanya digunakan tahap umpan maju. Artificial Neural Network memiliki beberapa keuntungan diantaranya mampu digunakan untuk meramalkan sistem yang nonlinier; dapat mempermudah melakukan pemetaan keluaran sistem tanpa melalui proses yang rumit; mampu mempresentasikan informasi selama proses pelatihan dan memiliki kemampuan untuk mempelajari suatu proses berdasarkan data pelatihan. (Nagahamulla et al, 2012) 1.3 Metodologi Penelitian 1.3.1 Identifikasi Masalah Tahap ini diawali dengan proses identifikasi masalah yang meliputi studi literatur dan studi lapangan tentang kondisi cuaca laut di Perairan Sumatera-Jawa. 1.3.2 Penentuan Pengamatan Koordinat ISSN: 2089-9815 pengamatan ini didasarkan pada spektrum tinggi gelombang yang data nya diperoleh dari BMKG Maritim Perak II Surabaya. Secara global wilayah Perairan Sumatera-Jawa sampai Selat Malaka ini memiliki perbedaan spektrum tinggi gelombang yang tidak terlalu signifikan yaitu diantara 0 sampai 5 m. Sehingga dalam penentuan titik-titik pengambilan data pada penelitian ini dibatasi pada wilayah tersebut. Gambar 2 menjelaskan tentang pembagian titiktitik di Perairan Sumatera-Jawa sebanyak 20 titik. Titik-titik tersebut berada dalam koordinat derajat, menit, detik dan selanjutnya dikonversikan ke dalam koordinat desimal untuk memudahkan dalam melakukan proses meshing. Penentuan titik pengamatan dilakukan dengan Finite Element 2D menggunakan bantuan software ANSYS versi 12.1 yang membagi daerah perairan yang sudah dibatasi oleh 20 titik tersebut menjadi beberapa elemen atau yang dikenal dengan proses meshing. Proses meshing yaitu proses pemodelan objek dengan membaginya dalam elemen-elemen kecil yang terhubung oleh titik-titik (nodes) yang digunakan oleh elemen-elemen tersebut dan sebagai batas dari objek. Faktor kedalaman laut diabaikan dalam proses meshing, karena hanya ditinjau dari geometri 2D saja. Metode meshing ini menggunakan triangles best split, tidak terdapat constrain boundary. Titik Gambar 3 Hasil meshing Perairan SumateraJawa Gambar 2 Perairan Sumatera-Jawa Perairan Sumatera-Jawa ditentukan sebanyak 20 titik, dimana titik-titik tersebut menjadi batas perairan yang akan diteliti. Penentuan wilayah Gambar 3 menjelaskan tentang hasil dari proses meshing yaitu terdapat jumlah elemen sebanyak 245; jumlah node sebanyak 289 dan selanjutnya akan diambil 3 titik pengamatan, dimana dari ketiga titik tersebut akan diambil data cuaca laut. Tabel 1 menjelaskan tentang titik koordinat pengambilan data. Penentuan ketiga titik tersebut berdasarkan pada spektrum tinggi gelombang yang menunjukkan perwakilan dari spektrum 317 Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015) Yogyakarta, 28 Maret 2015 tinggi gelombang pada Perairan Sumatera-Jawa. Ketiga titik memiliki karakter wilayah lautan yang berbeda-beda. Tabel 1 Titik koordinat pengambilan data Titik Koordinat 5°55'29.03"LS 1 110°51'42.88"BT 3°13'51.03"LS 2 107°4'19.55"BT 0°37'32.06"LS 3 106°15'53.11"BT Titik 1 merupakan titik yang dekat dengan daratan dengan jarak dari daratan Pulau Jawa sebesar 52,5 km. Titik 1 memiliki kedalaman laut sebesar 42 m. Titik 2 merupakan titik yang terletak diantara dua pulau yaitu Kepulauan Bangka Belitung dan Pulau Belitung tepatnya 66 km dari Pulau Belitung dan 76.4 km dari Kepulauan Bangka Belitung. Titik 2 memiliki kedalaman laut sebesar 25 m. Titik 3 merupakan titik yang berada dilaut lepas dimana memiliki jarak yang jauh dari pulau yaitu 196.7 km dari Pulau Sumatera dan 340.4 km dari Pulau Kalimantan. Titik 3 memiliki kedalaman laut sebesar 47 m. 1.3.3 Pengambilan Data Penelitian ini digunakan data ketinggian gelombang pada saat hari h (m), kecepatan angin (m/s), dan arah angin (derajat) selama 2 tahun mulai dari tahun 2013 sampai 2014 yang diperoleh dari BMKG Maritim Perak II. 1.3.4 Perancangan Prediktor Ketinggian Gelombang Perancangan prediktor ini dimulai dengan tahap normalisasi data untuk memudahkan dalam melakukan training pada identifikasi Artificial Neural Network. Berikut merupakan Persamaan (1) normalisasi data cuaca : y y i y min y max y min (1) dengan : y = data setelah dinormalisasi yi = data sebelum dinormalisasi ymin = data minimum ymax = data maksimum ISSN: 2089-9815 parameter trainning meliputi penentuan jenis fungsi aktivasi, bobot, neuron pada lapisan tersembunyi dan jumlah iterasi. Setelah diperoleh prediktor yang memiliki RMSE terbaik, maka data hasil prediksi diubah lagi yang bernilai antara 0 dan 1 kemudian didenormalisasi agar menjadi data dengan nilai sebenarnya dengan menggunakan Persamaan (2) : (2) yi y( ymax ymin ) ymin dengan : y = data setelah dinormalisasi yi = data sebelum dinormalisasi ymin = data minim ymax = data maksimum Gambar 4 Struktur jaringan Artificial Neural Network ketinggian gelombang 1.3.5 Analisis model Artificial Neural Network Perancangan prediktor ketinggian gelombang menggunakan Artificial Neural Network algoritma backpropagation dengan masukan ketinggian gelombang pada saat hari h (m), kecepatan angin (m/s), arah angin (derajat) (Jain et al, 2011). Keakuratan dari model prediksi adalah mengenai seberapa dekat data hasil prediksi mendekati data real time. Analisis prediktor dilakukan pada parameter Root Mean Square Error (RMSE) (Nagahamulla et al, 2012). RMSE digunakan untuk menentukan ratarata kesalahan pada model yang telah dirancang. Jika nilai RMSE yang dihasilkan kecil, maka model yang telah dirancang semakin valid dan sebaliknya jika nilai RMSE besar maka perlu dilakukan tinjau ulang pada model prediktor dengan mengubah parameternya. Persamaan (3) merupakan persamaan untuk menentukan nilai RMSE : n RMSE i 1 ( y i y i0 ) 2 n dengan : Perancangan prediktor dengan menggunakan Artificial Neural Network seperti struktur jaringan pada Gambar 4. Dalam perancangan Artificial Neural Network ditentukan pula yi0 = data hasil observasi yi = data hasil simulasi n = jumlah data 318 (3) Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015) Yogyakarta, 28 Maret 2015 2. PEMBAHASAN 2.1 Analisis Data di Lokasi Titik Pengambilan Data Penelitian ini digunakan data cuaca laut selama 2 tahun mulai dari tahun 2013 sampai 2014. Data tersebut digunakan sebagai masukan pada Artificial Neural Network yaitu ketinggian gelombang pada h (m), kecepatan angin (m/s) dan arah angin (derajat). Sebelum dilakukan perancangan prediktor ketinggian gelombang terlebih dahulu dilakukan uji kecukupan data pada ketiga variabel cuaca laut. Uji dilakukan untuk mengetahui apakah data yang digunakan telah mencukupi untuk diproses pelatihan pada Artificial Neural Network ataukah belum mencukupi. Data dikatakan telah mencukupi apabila nilai dari hasil uji kecukupan data lebih besar dari jumlah data hasil pengamatan. Hasil uji kecukupan data pada ketiga variabel cuaca laut telah memenuhi kecukupan data sehingga data telah siap untuk diproses ke tahap selanjutnya untuk dilakukan proses uji korelasi antar ketiga variabel cuaca laut tersebut. Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui kuat hubungan antar variabel. ISSN: 2089-9815 2.2 Analisis Karakteristik Perairan Sumatera-Jawa Berdasarkan Data Perairan Sumatera-Jawa yang merupakan daerah Paparan Sunda yang terletak dibagian barat Indonesia. Perairan Sumatera-Jawa termasuk dalam kategori perairan dangkal yang memiliki kedalaman dasar laut rata-rata sebesar 130 m. Karakteristik laut secara umum didasarkan pada kedalaman dasar laut yang dapat diamati dari nilai garis kontur pada peta batimetri. Berdasarkan data yang diperoleh dari BMKG Maritim Perak II Surabaya, ketiga titik pengamatan di Perairan Sumatera-Jawa memiliki nilai ketinggian gelombang yang berbeda-beda seperti tampak pada Gambar 5. Tabel 2 Uji korelasi variabel cuaca laut (R2) Ketinggian Gelombang h+1 (m) Ketinggian Gelombang h (m) Kecepatan angin (m/s) Arah angin (0) 0.899 0.939 0.697 Tabel 2 merupakan uji korelasi antar variabel cuaca laut. R2 disebut juga koefisien determinasi dimana koefisien ini merepresentasikan tingkat kebaikan dari kesesuaian (goodness of fit) persamaan regresi. Nilai ini merupakan persentase variasi total dalam variabel terikat yang dijelaskan oleh variabel bebas. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1. Variabel yang memiliki nilai mendekati 1 maka termasuk memiliki korelasi yang baik dan jika mendekati 0 maka memiliki korelasi yang kecil. Dari uji korelasi tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan antara ketinggian gelombang dengan kecepatan angin sangatlah kuat karena mendekati nilai 1. Sedangkan variabel ketinggian gelombang h dan arah angin memiliki nilai korelasi yang lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan angin. Pada penelitian ini nilai R2 digunakan sebagai acuan dalam menentukan variabel masukan pada perancangan prediktor Artificial Neural Network. Gambar 5 Grafik ketinggian gelombang di titik pengamatan Gambar 6 Grafik kecepatan angin di titik pengamatan Gambar 5 menjelaskan tentang besarnya ketinggian gelombang di ketiga titik pengamatan pada tahun 2012 sampai 2013. Titik 1 memiliki ketinggian gelombang maksimum terbesar dibandingkan dengan titik 2 dan 3 yaitu sebesar 5.168 m. Sedangkan di titik 2 ketinggian gelombang maksimum nya sebesar 3.863 m dan titik 3 sebesar 4.356 m. Gambar 6 menjelaskan tentang kecepatan angin di titik 1, 2 dan 3 yang memiliki tren kecepatan angin yang hampir sama dengan nilai kecepatan angin yang berbeda. 319 Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015) Yogyakarta, 28 Maret 2015 Gambar 7 Grafik arah angin di titik pengamatan Gambar 7 menjelaskan tentang arah angin diketiga titik dimana titik 3 memiliki perubahan arah angin yang signifikan dibandingkan dengan titik 1 dan titik 2 yang perbedaan arah angin setiap hari tidak berubah-ubah secara signifikan. Berdasarkan Gambar 5, Gambar 6 dan Gambar 7 dapat disimpulkan bahwa semakin besar kecepatan angin di suatu titik, maka ketinggian gelombang yang dibangkitkan juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena angin yang berhembus diatas permukaan air laut akan memindahkan energinya ke air laut. Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan air laut, sehingga permukaan air laut yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak gelombang kecil diatas permukaan air laut. Apabila kecepatan angin bertambah, riak akan semakin besar dan apabila berhembus terus akan terbentuk gelombang. Dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh daratan yang mengelilingi laut. Didaerah pembentukan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin. Jadi apabila kecepatan angin tinggi dan memiliki arah angin yang sama dalam artian sudut angin tidak berubah-ubah maka gelombang yang dibangkitkan juga akan tinggi. Arah angin masih bisa dianggap konstan apabila perubahannya tidak lebih dari 150 dan kecepatan angin masih dianggap konstan jika perubahannya tidak lebih dari 2,5 m/s (Triatmodjo, 1999). Di Perairan Sumatera-Jawa khususnya Laut Jawa termasuk dalam Daerah Ekman untuk distribusi anginnya, dimana didaerah tersebut kecepatan dan arah angin berubah sesuai elevasi karena adanya gesekan dengan permukaan laut dan perbedaan temperatur antara air dan udara. Tabel 3 menjelaskan bahwa pada titik 3 memiliki rata-rata ketinggian gelombang yang tinggi dibandingkan dengan titik 1 dan titik 2. ISSN: 2089-9815 Hal ini dikarenakan titik 3 terletak di laut lepas yang berhubungan langsung dengan Laut Cina sehingga untuk ketinggian gelombang di titik 3 ini lebih tinggi dibandingkan dengan titik 2 yang berada diantara pulau dan titik 1 yang berada dekat dengan garis pantai. Pada titik 1 dan titik 2 besarnya ketinggian gelombang ini dipengaruhi juga oleh faktor cuaca darat diantaranya faktor angin dari daratan. Pada titik 2 yang lokasinya terletak diantara 2 pulau memiliki ketinggian gelombang yang kecil, hal ini disebabkan karena pulau menghalangi dan menyebabkan perubahan aliran angin, arus laut, dan ketinggian gelombang. Tabel 3 Deskripsi statistik gelombang di titik pengamatan ketinggian No Deskripi Statistik Titik 1 Titik 2 Titik 3 1 Mean 1.414 1.383 1.611 2 Median 1.320 1.282 1.490 3 1.500 0.900 2.341 0.873 0.717 0.836 5 Mode Standard Deviation Kurtosis 1.021 -0.257 0.201 6 Skewness 0.929 0.623 0.697 7 Range 5.084 3.666 4.192 8 9 Minimum Maximum 0.083 5.168 0.197 3.863 0.164 4.356 4 Tabel 4 Deskripsi statistik kecepatan angin di titik pengamatan No Deskripi Statistik Titik 1 Titik 2 Titik 3 1 Mean 5.192 4.851 4.413 2 Median 5.148 4.829 4.289 3 Mode 1.667 3.444 4.850 4 Standard Deviation 2.620 2.162 2.075 5 Kurtosis -0.413 -0.757 -0.586 6 Skewness 0.280 0.191 0.321 7 Range 14.068 10.621 9.711 8 Minimum 0.400 0.675 0.678 9 Maksimum 14.468 11.296 10.389 Perbedaaan nilai ketinggian gelombang di Perairan Indonesia ini berkaitan erat dengan pola angin musiman yang terjadi di Indonesia. Ketika terjadi Muson Asia dan Australia, rata-rata ketinggian gelombang lebih tinggi dibanding pada masa peralihan dan puncak rata-rata gelombang tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Juli. Rata-rata ketinggian gelombang di wilayah perairan terbuka lebih tinggi 320 Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015) Yogyakarta, 28 Maret 2015 dibandingkan dengan perairan antar pulau. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan panjang fetch yang terbentuk di wilayah perairan tersebut. Tabel 4 menjelaskan tentang kecepatan angin di titik 1 lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan angin di titik 2 sehingga menyebabkan ketinggian gelombang di titik 1 juga lebih tinggi dari ketinggian gelombang di titik 2. Hal ini dikarenakan ada daratan pulau disekitar titik 1 dan 2 sehingga menyebabkan kecepatan angin menjadi berkurang karena terhalang oleh pulau. Hal ini berpengaruh terhadap ketinggian gelombang yang dibangkitkan oleh angin. Tabel 5 Deskripsi statistik arah angin di titik pengamatan No Deskripsi Statistik Mean Median Titik 1 Titik 2 Titik 3 174.332 118 187.092 140 184.779 147 107 118 151 89.278 86.302 111.482 5 Mode Standart Deviation Kurtosis -1.435 -1.185 -1.134 6 Skewness 0.398 0.548 0.246 7 Range 359 356 360 8 Minimum 0 0 0 9 Maximum 359 356 360 1 2 3 4 Tabel 5 menjelaskan tentang arah angin di ketiga titik rata-rata arah angin berada pada arah Tenggara sampai ke Selatan. Arah angin di titik 3 berada pada arah utara karena titik 3 berbatasan langsung dengan laut lepas tanpa kehalang daratan. ISSN: 2089-9815 1, nilai RMSE terbaik didapatkan pada iterasi ke 1000 dengan jumlah lapisan tersembunyi sebanyak 13. Pada titik 2, nilai RMSE terbaik diperoleh pada iterasi ke 2000 dengan jumlah lapisan tersembunyi sebanyak 4 dan pada titik 3 diperoleh nilai RMSE terbaik pada iterasi ke 1000 dengan jumlah lapisan tersembunyi sebanyak 6. Penentuan jumlah iterasi ini didasarkan pada nilai RMSE, apabila sudah diperoleh nilai RMSE yang terbaik, maka secara otomatis jumlah iterasi akan berhenti. Penentuan jumlah lapisan tersembunyi ini juga mempengaruhi nilai RMSE. Semakin banyak jumlah lapisan tersembunyi bukan berarti semakin baik nilai RMSE nya. Untuk itu perlu dilakukan beberapa kali pelatihan dalam memperoleh nilai RMSE terbaik. Berdasarkan Tabel 7 nilai RMSE yang paling baik terdapat pada prediktor di titik 3 yaitu sebesar 0.066. Tabel 6 Arsitektur Artificial Neural Network Parameter Jumlah Iterasi Jumlah lapisan masukan Jumlah lapisan keluaran Jumlah lapisan tersembunyi Jumlah bias Titik 1 1000 Titik 2 2000 Titik 3 1000 3 3 3 1 1 1 13 4 6 1 1 1 Tabel 7 Perbandingan RMSE setiap titik Titik Titik 1 Titik 2 Titik 3 2.3 Analisis Perancangan Prediktor Ketinggian Gelombang Perancangan prediktor ketinggian gelombang dilakukan dengan menggunakan Artificial Neural Network dengan algoritma backpropagation dan fungsi aktivasi tangen hiperbolik pada setiap lapisan tersembunyi dan linier untuk lapisan keluaran. Penggunaan fungsi aktivasi ini dikarenakan untuk memperoleh error yang kecil pada prediksi ketinggian gelombang. Penentuan bobot terbaik untuk prediksi ketinggian gelombang dilakukan disetiap titik 1, 2, dan 3, dimana pembobotan untuk setiap titik memiliki nilai yang berbeda-beda begitu pula dengan jumlah lapisan tersembunyi pada setiap Artificial Neural Network di setiap titik juga berbeda-beda seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 merupakan arsitektur terbaik predictor ketinggian gelombang yang menghasilkan nilai RMSE yang kecil. Pada titik RMSE Trainning 0.065 0.082 0.062 RMSE Validasi 0.070 0.089 0.066 Gambar 8 Validasi ketinggian gelombang di titik 1 321 Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015) Yogyakarta, 28 Maret 2015 Gambar 9 Validasi ketinggian gelombang di titik 2 ISSN: 2089-9815 di titik 1 paling besar dibandingkan dengan kecepatan angin di titik 2 dan titik 3. Selain itu faktor letak titik 1 yang berada tidak jauh dari daratan yaitu sekitar 52.5 km dari Pulau Jawa menyebabkan angin yang bertiup dari daratan ke laut mempengaruhi pembangkitkan gelombang, disamping itu juga fetch dsekitar pantai juga relatif besar sehingga menyebabkan ketinggian gelombang di titik 1 ini paling besar. Kondisi di titik 1 ini hampir sama dengan kondisi di titik 2. Hanya saja titik 2 berada diantara dua pulau yang jaraknya 66 km dari Pulau Belitung dan 76.4 km dari Kepulauan Bangka Belitung. Sedangkan titik 3 berada di laut lepas dimana terletak jauh dri daratan pulau tepatnya. 196.7 km dari Pulau Sumatera dan 340.4 km dari Pulau Kalimantan. Kondisi ini menyebabkan angin yang bertiup tidak terhalang oleh daratan sehingga mean ketinggian gelombang yang dibangkitkan oleh angin lebih besar jika dibandingkan dengan titik 1 dan titik 2. Tetapi untuk nilai maksimal ketinggian gelombang pada titik 3 ini lebih rendah dibandingkan dengan titik 1 dan titik 2. Hal ini dikarenakan frekuensi dari kecepatan angin yang bertiup di titik 3 lebih kecil dari pada di titik 1 dan 2. 3. Gambar 10 Validasi ketinggian gelombang di titik 3 Gambar 8, Gambar 9, Gambar 10 menjelaskan bahwa data validasi mengikuti tren data dari BMKG Maritim. Ini menunjukkan bahwa arsitektur jaringan Artificial Neural Network yang sudah dirancang mampu melakukan prediksi dengan baik dilihat dari nilai RMSE nya. Pada ketinggian gelombang di titik 1 data validasi ketinggian gelombang maksimum sebesar 3.743 m dan data BMKG Maritim ketinggian gelombang bernilai 4.253 m. Pada titik 2 data validasi ketinggian gelombang maksimal sebesar 3.786 m dan untuk data BMKG Maritim ketinggian gelombang maksimal sebesar 3.403 m. Pada titik 3 data validasi ketinggian gelombang maksimal sebesar 2.589 m dan untuk data BMKG Maritim ketinggian gelombang sebesar 2.668 m. Adanya perbedaan ini dipengaruhi oleh pembobotan pada saat melakukan trainning dan validasi. Berdasarkan data validasi pada Gambar 8, Gambar 9, Gambar 10 dapat disimpulkan bahwa ketinggian gelombang terbesar berada pada titik 1 yang letaknya berada 52.5 km dari daratan Pulau Jawa. Hal ini dikarenakan kecepatan angin KESIMPULAN Berdasarkan analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Ketinggian gelombang di Perairan SumateraJawa memiliki korelasi sebesar 0.939 dengan kecepatan angin dan korelasi sebesar 0.697 dengan arah angin 2. Hasil prediksi diperoleh nilai RMSE terbaik pada titik 1 sebesar 0.070; titik 2 sebesar 0.089 dan titik 3 sebesar 0.066 dengan arsitektur jaringan pada lapisan masukan, tersembunyi dan keluaran pada setiap titik masing-masing adalah titik 1(3, 13, 1); titik 2 (3, 4, 1); titik 3 (3, 6, 1). PUSTAKA Agrawal, J.D., Deo, M.C., 2002. Online wave prediction. Marine Structures 15, 57–74 Ainsworth, T. 2011. Significant Wave Height. A closer look at wave forecasts. Castro, A et al. 2014. Performance of Artificial Neural Networks in nearshore wave power prediction. Applied Soft Computing 23, pp.194-201. Deo, M.C., Naidu, C.S., 1999. Real Time Wave Forecasting Using Neural Networks. Ocean Engineering 26, 191–203. Etemad-Shahidi, A., Mahjoobi, J., 2009. Comparison between M5– Model Tree and Neural Networks for prediction of significant 322 Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015) Yogyakarta, 28 Maret 2015 wave height In Lake Superior. Ocean Engineering 36, pp.1175–1181. Huiming, T. & Shengrong, X., 1992. Detection of direction and wavelength of ocean wave by power spectrum of ocean wave. pp.164–166. Jain, P., Deo, M.C., 2006. Neural networks in ocean engineering. International Journal of Ships and Offshore Structures 1. Pp. 25–35. Jain, P. et al., 2011. Real time wave forecasting using wind time history and numerical model. Ocean Modelling, 36(1-2), pp.26–39. Kamranzad, B., Etemad-shahidi, A. & Kazeminezhad, M.H., 2011. Wave height forecasting In Dayyer the Persian Gulf. Ocean Engineering. 38(1). pp.248–255. Kim, S.Y., 2012. A study of a real-time storm surge forecast system using a Neural Network At The Sanin Coast . Japan. Kusumadewi, S., 2004. Membangun Jaringan Syaraf Tiruan, Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta. Mahjoobi, J., Etemad-Shahidi, A., Kazeminezhad, M.H., 2008. Hindcasting of wave parameters using different soft computing methods. Applied Ocean Research 30, 28–36. Makarynskyy, O., 2004. Improving Wave Predictions With Artificial Neural Networks. Ocean Engineering 31, 709–724. Mao, M. & Cao, Y. Improved fast short-term wind power prediction model based on superposition of predicted error. Nagahamulla, H.R.K., Ratnayake, U.R. & Ratnaweera, A., 2012. An Ensemble of Artificial Neural Networks in rainfall forecasting. International Conference on Advances in ICT for Emerging Regions (ICTer2012). pp.176–181. Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Yogyakarta 323 ISSN: 2089-9815