SINTESIS NANOPARTIKEL TiO2 DENGAN METODE

advertisement
SINTESIS NANOPARTIKEL TiO2 DENGAN METODE SONOKIMIA
UNTUK APLIKASI SEL SURYA TERSENSITASI DYE (DYE SENSITIZED
SOLAR CELL – DSSC) MENGGUNAKAN EKSTRAK KULIT BUAH
MANGGIS DAN PLUM SEBAGAI PHOTOSENSITIZER
GERALD ENSANG TIMUDA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sintesis Nanopartikel TiO2
dengan Metode Sonokimia untuk Aplikasi Sel Surya Tersensitasi Dye (Dye
Sensitized Solar Cell – DSSC) Menggunakan Ekstrak Kulit Buah Manggis dan
Plum sebagai Photosensitizer adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2009
Gerald Ensang Timuda
NRP G751070051
ABSTRACT
GERALD ENSANG TIMUDA. Synthesis of Nanoparticle TiO2 by Sonochemical
Method and Its Application as Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) using Extraction
of Mangosteen and Plum Skin as Photosenzitiser. Under Direction of
AKHIRUDDIN MADDU and IRMANSYAH
Nanocrystalline TiO2 particle is a crucial material in Dye Sensitized Solar
Cell. To synthesize it, the sonochemical method was used, and resulted in 5
different powders that was characterized using XRD and SEM to confirm the
crystalline phase and morphology, respectively. From the XRD pattern it was
confirmed that the presence of anatase and rutile phase is influenced by the
different condition of ultrasonic treatment. The longer time and higher power used
in ultrasonic treatment cause the percentage of rutile phase decreased. From the
SEM picture, it was confirmed that the powder has porous morphology required
in application as solar cell. All the 5 powders was then used to built Dye
Sensitized Solar Cell using extract of mangosteen and plum skin as the
photosensitizer. The resulting cells was then characterized their electrical
properties by obtaining their I-V curves.
Keywords: TiO2 Nanoparticle, Sonochemical Methods, DSSC, Natural Dye,
Photosensitizer
RINGKASAN
GERALD ENSANG TIMUDA. Sintesis Nanopartikel TiO2 dengan Metode
Sonokimia untuk Aplikasi Sel Surya Tersensitasi Dye (Dye Sensitized Solar Cell –
DSSC) Menggunakan Ekstrak Kulit Buah Manggis dan Plum sebagai
Photosensitizer. Dibimbing oleh AKHIRUDDIN MADDU dan IRMANSYAH
Telah dibuat sel surya tersensitasi dye alami dengan respon arus –
tegangan yang cukup baik. Bahan semikonduktor yang dipakai pada penelitian ini
adalah TiO2. Bahan TiO2 dibuat dengan menggunakan metode sonokimia dari
prekursor TiCl4, asetil aseton dan air sebagai prekursornya.
Perlakuan ultrasonik pada larutan prekursor memberikan pengaruh
terhadap sifat kristal TiO2 yang terbentuk, sebagaimana teramati pada
karakterisasi difraksi sinar-X (XRD). Waktu perlakuan ultrasonik yang lebih lama
mengakibatkan ukuran kristal TiO2 menjadi semakin kecil. Hal ini berlaku ketika
gelombang ultrasonik yang diberikan berdaya kecil (21 W). Ketika digunakan
daya yang lebih besar (130 W), perilaku serupa muncul. Semakin lama waktu
perlakuan mengakibatkan semakin kecil ukuran kristal yang terbentuk.Tetapi
untuk daya yang lebih besar ini terdapat waktu optimum untuk memperkecil
ukuran kristal. Ketika diberi perlakuan ultrasonik dengan waktu yang lebih besar
daripada waktu optimum ini, ukuran kristal menjadi diperbesar.
Waktu perlakuan juga memberikan pengaruh kepada fase kristal yang
terbentuk. Ketika prekursor dipapar dengan gelombang ultrasonik daya rendah,
semakin lama waktu pemaparan mengakibatkan persentase fase rutile semakin
berkurang dan persentase fase anatase semakin meningkat. Ketika prekursor
dipapar dengan gelombang ultrasonik dengan daya tinggi, tidak teramati fase
rutile, kristal yang terbentuk 100% berfase anatase. Pengamatan morfologi
struktur kristal dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy
(SEM). Hasil pengamatan tersebut memperlihatkan hanya beberapa bubuk yang
memiliki morfologi mesoporus nanopartikel. Hal ini berarti terdapat waktu dan
daya yang efektif yang mengakibatkan TiO2 yang terbentuk memiliki morfologi
mesoporous nanopartikel seperti yang diharapkan.
Dye yang digunakan berasal dari ekstrak kulit buah manggis dan plum.
Ekstrak ini memiliki respon absorbansi pada rentang yang cukup lebar pada
spektrum cahaya tampak. Puncak dari kurva absorbansi menunjukkan kandungan
yang dimiliki ekstrak kulit buah plum adalah antosianin, sedangkan ekstrak kulit
buah manggis adalah antosianin dan karoten. Hal ini mengindikasikan kedua
ekstrak tersebut bisa digunakan sebagai sensitizer pada sistem sel surya
tersensitasi dye karena kandungan yang dimiliki tersebut.
Respon arus-tegangan yang dihasilkan oleh sel-sel yang dibuat dengan
menggunakan bubuk dan ekstrak tersebut di atas, cukup baik. Tegangan open
circuit maupun arus short-circuit langsung terdeteksi ketika sel diiluminasi oleh
cahaya lampu putih. Nilai rapat arus short-circuit tertinggi sebesar 0,87 mA/cm2
yang dihasilkan sel surya yang dibuat dari bahan TiO2 hasil sintesis menggunakan
gelombang ultrasonik berdaya rendah selama 8 jam dan ekstrak kulit buah plum
sebagai sensitizer-nya. Tegangan open-circuit terbesar adalah 0,462 V yang
dimiliki sel surya yang dibuat dari bahan TiO2 hasil sintesis menggunakan
gelombang ultrasonik berdaya tinggi selama 4 jam dengan ekstrak kulit buah
manggis sebagai semsitizer-nya. Sedangkan nilai fill factor tertinggi adalah
sebesar 0,46 yang dimiliki sel surya yang dibuat dari bahan TiO2 hasil sintesis
menggunakan gelombang ultrasonik berdaya tinggi selama 1 jam dengan ekstrak
kulit buah manggis sebagai sensitizer-nya.
Kata kunci :
Nanopartikel TiO2, Metode Sonokimia, DSSC, Dye Alami,
Photosensitizer
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SINTESIS NANOPARTIKEL TiO2 DENGAN METODE SONOKIMIA
UNTUK APLIKASI SEL SURYA TERSENSITASI DYE (DYE SENSITIZED
SOLAR CELL – DSSC) MENGGUNAKAN EKSTRAK KULIT BUAH
MANGGIS DAN PLUM SEBAGAI PHOTOSENSITIZER
GERALD ENSANG TIMUDA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biofisika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Tesis
Nama
NRP
: Sintesis Nanopartikel TiO2 dengan Metode Sonokimia untuk
Aplikasi Sel Surya Tersensitasi Dye (Dye Sensitized Solar Cell
– DSSC) Menggunakan Ekstrak Kulit Buah Manggis dan Plum
sebagai Photosensitizer
: Gerald Ensang Timuda
: G 751070051
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Irmansyah, M.Si.
Anggota
Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si., M.Si.
Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi Biofisika
Sarjana
Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si., M.Si.
Dekan Sekolah Pasca
Prof. Dr. Ir.Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)
(tanggal penandatanganan tesis oleh
Dekan Sekolah Pascasarjana)
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Irzaman, M.Si.
Tulisan ini aku persembahkan untuk
ibu
abah
adik-adikku
istriku
dan
anakku
PRAKATA
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Segala puji syukur kami panjatkan kepada
Allah swt. atas rahmat dan keberkahan-Nya sehingga karya ilmiah ini bisa
terselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Juni 2008 ini adalah sintesis nanopartikel dan aplikasinya sebagai sel surya,
dengan judul Sintesis Nanopartikel TiO2 dengan Metode Sonokimia untuk
Aplikasi Sel Surya Tersensitasi Dye (Dye Sensitized Solar Cell – DSSC)
Menggunakan Ekstrak Kulit Buah Manggis dan Plum sebagai Photosensitizer.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si.,
M.Si. dan Bapak Dr. Ir. Irmansyah, M.Si. selaku pembimbing. Juga kepada
seluruh staf dan pengajar Departemen Fisika FMIPA IPB atas segala dukungan
dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalankan studi. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada teman-teman di Biofisika, atas dorongan semangat dan
diskusi-diskusi yang selalu menarik. Terima kasih penulis sampaikan kepada
Dikti atas Beasiswa Unggulan yang diberikan. Ungkapan terima kasih secara
khusus disampaikan kepada Nisfulaily dan Naufal Raid Fitzgerald, istri dan
anakku, yang selalu menjadi sumber inspirasi dan semangat. Ungkapan terima
kasih tidak terkira penulis sampaikan kepada ibu dan abah, orang tua sekaligus
teladan kegigihan dan semangat pantang menyerah. Juga kepada Caesar Ensang
Timuda dan Nuz Ganesha, adik-adikku, serta seluruh keluarga atas segala kasih
sayang, doa dan dukungan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009
Gerald Ensang Timuda
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 8 Februari 1983 dari ayah Edi
Sangsoyo dan ibu Sunartin. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Pare Kediri dan pada tahun
yang sama diterima sebagai mahasiswa baru di Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di jurusan Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis menyelesaikan studi Strata Satu
(S1) pada tahun 2006, dan kemudian bekerja sebagai dosen dan pengajar, antara
lain di Jurusan Ilmu Komputer Universitas Pakuan Bogor, Program Diploma
Institut Pertanian Bogor, serta di beberapa bimbingan belajar di kota Bogor. Pada
tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Biofisika, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor yang dibiayai oleh Program Beasiswa
Unggulan dari Departemen Pendidikan Nasional.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.............................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR........................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xvii
1 PENDAHULUAN......................................................................................
1
1.1 Latar Belakang..................................................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian...............................................................................
2
2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................
3
2.1 Semikonduktor...................................................................................
3
2.2 Persambungan (Junction) Semikonduktor Tipe-p dan Tipe-n...........
6
2.3 Sel Surya............................................................................................
8
2.3.1 Sel Surya Persambungan Semikonduktor p-n (Solid State pn Junction).............................................................................
9
2.3.2 Sel Surya Fotoelektrokimia...................................................
11
2.3.3 Sel Surya Tersensitasi Dye (Dye-Sensitized Solar Cell,
DSSC)....................................................................................
15
2.2 Titanium Dioksida (TiO2) .................................................................
17
2.3 Metode Sonokimia.............................................................................
19
2.4 Dye sebagai Sensitizer........................................................................
21
2.4.1 Dye Sintetis............................................................................
21
2.4.2 Dye Alami..............................................................................
21
3 METODE PENELITIAN............................................................................
24
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian............................................................
24
3.2 Bahan dan Alat...................................................................................
24
3.3 Metode Penelitian..............................................................................
24
3.3.1 Tahapan Penelitian.................................................................
24
3.3.2 Sintesis Nanopartikel TiO2....................................................
25
3.3.3 Ekstraksi Kulit Buah Manggis dan Plum...............................
26
3.3.4 Pelapisan TiO2 pada Gelas Konduktif (TCO) .......................
26
3.3.5 Pencelupan (Staining) TiO2 pada Larutan Dye-Sensitizer.....
26
3.3.6 Perakitan (Assembly) Sel Surya Tersensitasi Dye.................
27
4 HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................
28
4.1 Sintesis Nanopartikel TIO2................................................................
28
4.2 Analisis X-Ray Diffraction (XRD).....................................................
29
4.2.1 Analisis XRD Bubuk TiO2 Degusa P25……………………
30
4.2.2 Analisis XRD Bubuk TiO2 yang Disintesis Menggunakan
Ultrasonic Bath……………………………………………..
31
4.2.3 Analisis XRD Bubuk TiO2 yang Disintesis Menggunakan
Ultrasonic Processor………………………………………
35
4.3 Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM)……………...
39
4.4 Uji Absorbansi Ekstrak Kulit Buah Manggis dan Plum....................
41
4.5 Perakitan (Assembly) Sel Surya Tersensitasi Dye..............................
42
4.6 Karakterisasi Arus-Tegangan (I-V) Sel Surya...................................
43
4.6.1 Karakteristik Arus-Tegangan Sel dari Bubuk TiO2 Degusa
P25.........................................................................................
44
4.6.2 Karakteristik Arus-Tegangan Sel dari Bubuk TiO2 Hasil
Sintesis Menggunakan Ultrasonic Bath................................
45
4.6.3 Karakteristik Arus-Tegangan Sel dari Bubuk TiO2 Hasil
Sintesis Menggunakan Ultrasonic Processor........................
48
4.7 Parameter Performasi Sel Surya........................................................
50
5 SIMPULAN DAN SARAN........................................................................
52
5.1. Simpulan............................................................................................
52
5.2. Saran..................................................................................................
53
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
54
LAMPIRAN.....................................................................................................
58
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kode sampel bubuk TiO2............................................................................ 28
2 Kandungan fase rutile pada bubuk TiO2 yang disintesis menggunakan
Ultrasonic Bath dan pada Degusa P25.......................................................
33
3 Ukuran kristal (Apparent Crystal Size, ACS) dari bubuk TiO2 yang
disintesis menggunakan Ultrasonic Bath dan dari Degusa P25.................
34
4 Parameter kisi bubuk TiO2 yang disintesis menggunakan Ultrasonic
Bath.............................................................................................................
35
5 Ukuran kristal (Apparent Crystal Size, ACS) dari sampel yang disintesis
menggunakan Ultrasonic Processor dan dari Degusa P25.........................
37
6 Parameter kisi dari sampel hasil sintesis menggunakan Ultrasonic
Processor....................................................................................................
38
7 Kode sampel sel surya................................................................................
43
8 Parameter performasi sel surya...................................................................
51
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Penggambaran sederhana pita energi untuk (a)isolator, (b)logam alkali,
(c)logam bivalen, dan (d)semikonduktor intrinsik (Hummel 2001)........
4
Gambar skematik semikonduktor Silikon yang diberi ketidakmurnian
berupa atom Arsenik yang memiliki 5 elektron valensi dan
menghasilkan tipe-n (kiri), dan atom Gallium dengan 3 elektron
valensi menghasilkan tipe-p (kanan) (Giancolli 2005) ...........................
5
Diagram level energi pada (a) semikonduktor intrinsik, (b)
semikonduktor tipe-n dan (c) semikonduktor tipe-p. (Soga 2006)..........
5
Level energi pada persambungan semikonduktor tipe-p dan tipe-n.
Keterangan: (●) elektron, (○) hole (Soga 2006)......................................
6
5
Level energi pada persambungan p-n ketika dibias maju (Soga 2006)..
7
6
Level energi pada persambungan p-n ketika dibias mundur (Soga
2006).......................................................................................................
8
Semikonduktor yang diiluminasi cahaya dengan energi foton yang
lebih besar daripada bandgap semikonduktor (Soga 2006) ...................
9
Diagram energi pada persambungan p-n ketika diiluminasi cahaya
dengan energi foton (hv) yang lebih besar daripada bandgap, (a) ketika
dihubung-singkat (short circuited) dan (b) ketika hubungan dibuka
(open-circuited) (Soga 2006)...................................................................
10
Karakteristik Arus-Tegangan pada persambungan p-n ketika gelap dan
diiluminasi cahaya (Soga 2006)...............................................................
11
Perbandingan level energi dari beberapa semikonduktor dengan
menggunakan skala vakum dan SHE sebagai referensinya, untuk
medium aquaous dengan pH ~ 1 (Rajeshwar 2001)................................
13
Diagram skematik level energi pada persambungan antara
semikonduktor dan elektrolit (a) sebelum dan (b) sesudah terjadi
persambungan (Rajeshwar 2001).............................................................
13
Arus netto pada persambungan ketika (a) tidak dibias, (b) dibias maju
dan (c) dibias mundur (Rajeshwar 2001).................................................
14
Pembentukan pemisahan muatan, aliran arus muatan minoritas (dalam
hal ini hole) serta rekombinasi pada persambungan semikonduktor
tipe-n – elektrolit ketika diiluminasi cahaya (Rajeshwar 2001)............
15
Diagram skematik aliran elektron yang dihasilkan DSSC ketika
diiluminasi cahaya (Diambil dan dimodifikasi dari Smestad et al.
2003; Longo 2003; Li et al. 2009)...........................................................
17
Struktur kristal TiO2 untuk fase (a) anatase dan (b) rutile.
(http://en.wikipedia.org/).........................................................................
18
2
3
4
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Ilustrasi temperatur, tekanan dan gaya geser yang timbul ketika
gelembung mengecil (collapse) (Mason & Lorimer, 2002)..................
20
Struktur molekul dari salah satu senyawa sintetis turunan Ruthenium,
Cis-(Bisisothiocyanato)(bis-2,2’-bipyridine-4,4’-dicarboxylic
acid)ruthenium(II) (Smestad et al. 2003)...............................................
21
Struktur molekul cyanin (salah satu jenis antosianin) yang terjerap ke
nanopartikel TiO2 (Smestad 1998)..........................................................
22
Struktur molekul klorofil (kiri) dan β,β-karoten (kanan) (Hao et al.
2006)........................................................................................................
23
20
Diagram alir penelitian............................................................................
25
21
Diagram skematik sel surya tersensitasi dye............................................
27
22
Kurva XRD Bubuk TiO2 komersil Degusa P25......................................
31
23
Kurva XRD Bubuk TiO2 yang Disintesis dengan Paparan Gelombang
Ultrasonik Berdaya Rendah (Ultrasonic Bath) dan Degusa P25 sebagai
Pembanding..............................................................................................
32
Kurva XRD Bubuk TiO2 yang Disintesis dengan Paparan Gelombang
Ultrasonik Berdaya Tinggi (Ultrasonic Processor) dan Degusa P25
sebagai Pembanding................................................................................
36
Foto SEM dari sampel dengan perlakuan ultrasonik dengan daya
rendah selama (a) 4 jam (sampel PUB4), (b) 8 jam (sampel PUB8) dan
(c) 12 jam (sampel PUB12) ....................................................................
40
Foto SEM dari sampel dengan perlakuan ultrasonik dengan daya tinggi
selama (a) 0,5 jam (sampel PUP0,5), (b) 1 jam (sampel PUP1), (c) 2
jam (sampel PUP2) dan (d) 4 jam (sampel PUP4) .................................
41
Kurva absorbansi ekstrak kulit buah manggis (garis tipis) dan plum
(garis tebal)..............................................................................................
42
Diagram skematik rangkaian uji arus-tegangan (kiri) dan tipikal bentuk
kurva arus-tegangan yang diharapkan (kanan) (Smestad, 1998).............
43
Hasil karakterisasi I-V untuk sel yang dibuat menggunakan bubuk
TiO2 komersil, Degusa P25......................................................................
44
Hasil karakterisasi I-V dari sel yang menggunakan bubuk hasil
perlakuan ultrasonik berdaya rendah selama (a) 4 jam (sel CUB4), (b)
8 jam (sel CUB8) dan (c) 12 jam (sel CUB12)…………………………
45
Pengaruh (a) waktu perlakuan ultrasonik dan (b) ukuran kristal TiO2
terhadap nilai tegangan open-circuit sel surya yang disintesis dengan
perlakuan ultrasonik berdaya rendah untuk ekstrak kulit buah (m)
manggis dan (p) plum sebagai sensitizer.................................................
46
Hasil karakterisasi I-V dari sel yang menggunakan bubuk hasil
perlakuan ultrasonik berdaya tinggi selama (a) 0,5 jam (sel CUP 0,5),
(b)1 jam (sel CUP1), (c) 2 jam (sel CUP2) dan (d) 4 jam (sel CUP4)…
48
17
18
19
24
25
26
27
28
29
30
31
32
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Data JCPDS Kristal TiO2 Fase Anantase................................................
59
2
Data JCPDS Kristal TiO2 Fase Rutile.....................................................
60
3
Deteksi puncak sampel Degusa P25 dan indeks hkl yang
bersesuaian..............................................................................................
61
4
Deteksi puncak sampel PUB4 dan indeks hkl yang bersesuaian.............
61
5
Deteksi puncak sampel PUB8 dan indeks hkl yang bersesuaian.............
62
6
Deteksi puncak sampel PUB12 dan indeks hkl yang bersesuaian...........
62
7
Deteksi puncak sampel PUP 0,5 dan indeks hkl yang bersesuaian.........
63
8
Deteksi puncak sampel PUP1 dan indeks hkl yang bersesuaian.............
63
9
Deteksi puncak sampel PUP2 dan indeks hkl yang bersesuaian.............
63
10
Deteksi puncak sampel PUP4 dan indeks hkl yang bersesuaian.............
64
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan manusia terhadap energi sangat besar, sementara cadangan
energi utama manusia yang berbasis fosil semakin menipis. Oleh karena itu, usaha
mencari energi alternatif telah mendapat perhatian besar dari masyarakat dunia.
Energi alternatif yang ditemukan diharapkan selain bisa menyelesaikan
permasalahan energi secara ekonomi dan politik, mampu pula menjawab masalah
lingkungan dan kesehatan seperti polusi udara dan emisi karbon dioksida (Pandey
dan Samaddar 2006; Longo & de Paoli 2003). Salah satu energi alternatif yang
cukup potensial memenuhi hal-hal tersebut adalah sel surya atau piranti
photovoltaic, yang secara langsung mengubah energi matahari menjadi energi
listrik.
Selama ini, sel surya didominasi oleh piranti berbasis solid-state p-n
junction dengan bahan baku utama umumnya silikon (Gratzel 2003). Silikon
adalah bahan semikonduktor. Dalam penggunaan sebagai sel surya, silikon sering
digunakan dalam bentuk kristal tunggal dengan kemurnian yang tinggi. Sehingga,
biaya produksi yang diperlukan sangat mahal dan hanya dapat diproduksi dalam
jumlah yang terbatas (Chen et al. 2007). Hal ini menjadikan penggunaan sel surya
berbasis silikon menjadi terbatas dan tidak ekonomis.
Alternatif lain dalam membuat sel surya muncul dari sistem sel surya baru,
sel surya tersensitasi dye (Dye Sensitized Solar Cell, DSSC). Berbeda dengan sel
surya konvensional yang membebankan tugas ‘menyerap’ energi cahaya dan
‘menangkap’ elektron bebas yang dihasilkan kepada bahan semikonduktor yang
digunakan, DSSC membagi tugas ini. Tugas ‘penyerapan’ energi cahaya khusus
dilakukan oleh dye (zat yang sensitif menyerap cahaya tampak), sehingga dye
mengalami “sensitisasi” (peningkatan level energi molekular) dan menghasilkan
elektron bebas. Semikonduktor berperan dalam ‘menangkap’ elektron bebas yang
dihasilkan. Semikonduktor yang digunakan umumnya adalah TiO2 dalam bentuk
mesoporous nanopartikel. TiO2 tersebut berpori sehingga dye mampu menembus
pori, dan ukuran partikel dalam orde nanometer agar luas permukaan tiap massa
2
partikel lebih besar. Kedua hal tersebut membuat dye yang bisa menempel pada
permukaan partikel TiO2 semakin banyak. Sistem baru ini bisa diproduksi dengan
biaya yang relatif lebih murah dan ternyata menghasilkan efisiensi yang cukup
besar dan bisa menyaingi sel surya konvensional (Gratzel 2003).
Performa DSSC umumnya tergantung dari jenis dye yang digunakan.
Biasanya, digunakan senyawa koordinasi logam transisi yang dibuat secara
sintetis sebagai dye, karena senyawa ini memiliki daerah absorbsi yang lebar pada
semua rentang spektrum cahaya tampak dan transfer muatan antara logam-keligan yang sangat efisien (Wongcharee et al. 2006). Kelemahan dari
digunakannya senyawa ini adalah proses pembuatannya yang rumit dan mahal
serta tidak memenuhi aspek lingkungan karena mengandung logam berat (Garcia
et al. 2003).
Penelitian-penelitian tentang kemungkinan digunakannya bahan alami
sebagai dye untuk menggantikan peran senyawa sintesis telah dilakukan. Dan,
penelitian-penelitian tersebut mengindikasikan hasil efisiensi sel surya yang
cukup menjanjikan walaupun belum bisa mencapai efisiensi sebesar penggunaan
dye sintetis (Wongcharee et al. 2006; Garcia et al. 2003; Hao et al. 2006;
Fernando & Sandeera 2008; Polo et al. 2006; Dumbrava et al. 2008). Usaha untuk
menggunakan bahan alami pada sel surya tersensitasi dye merupakan hal yang
ingin dicapai pula oleh penulis dalam penelitian yang penulis lakukan.
Diharapkan dengan optimasi yang penulis lakukan, dapat diperoleh efisiensi sel
surya yang menyamai bahkan melebihi capaian yang ada saat ini.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Membuat nanopartikel TiO2 dengan metode sonokimia
2. Membuat sel surya tersensitasi dye dengan bahan TiO2 yang dibuat dari
metode sonokimia, dan ekstraksi kulit buah manggis dan plum sebagai
photosensitizer.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Semikonduktor
Sifat suatu bahan jika dilihat dari segi kemampuannya dalam
menghantarkan arus listrik bisa dikategorikan menjadi tiga macam yaitu
konduktor, isolator dan semikonduktor. Konduktor adalah bahan yang dengan
mudah mampu menghantarkan arus listrik. Isolator adalah bahan yang sukar atau
bahkan tidak bisa menghantarkan arus listrik. Sedangkan, semikonduktor adalah
bahan yang memiliki sifat di antara kedua bahan tersebut di atas (Hummel 2001;
Soga 2006; Timuda 2006). Pada kondisi tertentu, semikonduktor tidak mampu
menghantarkan arus listrik, sedangkan pada kondisi tertentu lainnya ia mampu
menghantarkan arus listrik.
Model pita energi menggambarkan ketiga jenis sifat bahan tersebut
melalui pita-pita energi, yaitu daerah energi diperbolehkannya keberadaan
elektron. Untuk bahan konduktor, elektron mengisi hanya sebagian saja dari pita
energi yang lebih rendah (disebut pita valensi) sehingga dimungkinkan terjadinya
konduksi (aliran elekton) pada pita tersebut. Hal ini terdapat pada logam alkali.
Atau, bisa pula pita valensi terisi penuh tapi pita energi di atasnya (yang disebut
pita konduksi) kosong dan berimpitan dengan pita valensi sehingga dimungkinkan
terjadinya konduksi pada pita konduksi. Hal ini yang terjadi pada logam bivalen.
Bahan isolator memiliki pita valensi yang terisi seluruhnya oleh elektron sehingga
tidak dimungkinkan terjadinya konduksi. Antara pita valensi dan pita konduksi
terdapat jarak pemisah (disebut band gap) yang cukup besar sehingga elektron
pada pita valensi tidak bisa berpindah ke pita konduksi. Pada bahan
semikonduktor intrinsik (murni), pita valensi terisi penuh oleh elektron sehingga
tidak dimungkinkan terjadinya konduksi pada pita ini. Namun, pita konduksi
berada cukup dekat dengan pita valensi. Sehingga, dimungkinkan terjadinya
‘lompatan elektron’ dari pita valensi ke pita konduksi ketika diberi energi yang
cukup (misalkan energi panas, foton, dll), dan timbullah konduksi elektron pada
pita konduksi (Hummel 2001). Model pita energi tersebut diperlihatkan pada
Gambar 1.
4
Pita
Konduksi
5,5 eV
Pita
Konduksi
EF
Pita
Valensi
Gambar 1
3p
EF
0,7 eV
3s
a
b
c
d
Intan
Logam Alkali
Logam Bivalen
Germanium
Penggambaran sederhana pita energi untuk (a)isolator, (b)logam
alkali, (c)logam bivalen, dan (d)semikonduktor intrinsik (Hummel
2001)
Pada semikonduktor intrinsik, jumlah elektron yang berperan dalam
konduksi arus listrik relatif kecil (sekitar 109 elektron tiap sentimeter kubik).
Dibutuhkan jumlah elektron yang lebih banyak lagi agar bisa diaplikasikan
menjadi piranti semikonduktor. Untuk itu, dilakukan doping pada material
semikonduktor dengan menambahkan ketidakmurnian. Ketidakmurnian ini
biasanya berupa unsur dari golongan III atau V pada tabel periodik. Unsur
tersebut secara substitusi mengganti posisi beberapa atom semikonduktor
(Gambar 2). Jika unsur dari golongan V digunakan sebagai dopan, maka akan
terjadi kelebihan elektron pada semikonduktor dan semikonduktor seperti ini
disebut semikonduktor tipe-n. Kelebihan elektron berarti timbul awan muatan
negatif di sekeliling atom dopan yang disebut donor elektron. Pembawa muatan
mayoritas pada semikonduktor tipe ini adalah elektron. Ketika unsur dari
golongan III yang digunakan, maka akan terjadi kekurangan elektron pada
semikonduktor yang disebut semikonduktor tipe-p. Kekurangan elektron berarti
terdapat awan muatan positif (hole) di sekeliling atom dopan yang disebut
akseptor elektron. Pembawa muatan mayoritas pada semikonduktor tipe ini adalah
hole.
Keberadaan ketidakmurnian mengakibatkan konduksi lebih mudah terjadi.
Pada model pita energi diperkenalkan level donor dan level akseptor di daerah
terlarang. Level donor terdapat pada semikonduktor tipe-n dan berada sedikit di
5
atom
Gallium
atom Silikon
atom
Silikon
atom
Arsenik
hole
tambahan
elektron
Gambar 2
Gambar skematik semikonduktor Silikon yang diberi
ketidakmurnian berupa atom Arsenik yang memiliki 5 elektron
valensi dan menghasilkan tipe-n (kiri), dan atom Gallium dengan
3 elektron valensi menghasilkan tipe-p (kanan) (Giancolli 2005)
bawah pita konduksi. Jarak antara level donor dengan pita konduksi jauh lebih
kecil
daripada
bandgap
semikonduktor.
Level
akseptor
terdapat
pada
semikonduktor tipe-p yang terletak sedikit di atas pita valensi. Jarak antara pita
valensi dengan level akseptor juga jauh lebih kecil daripada bandgap
semikonduktor. Akibatnya, konduksi lebih mudah terjadi melalui level donor
maupun akseptor ini (Gambar 3).
Gambar 3
Diagram level energi pada (a) semikonduktor intrinsik, (b)
semikonduktor tipe-n dan (c) semikonduktor tipe-p (Soga 2006)
6
2.2. Persambungan (Junction) Semikonduktor Tipe-n dan Tipe-p
Semikonduktor tipe-p dan tipe-n bisa disambungkan (p-n juntion) untuk
menghasilkan sifat yang baru. Ketika persambungan p-n terjadi, gradien
konsentrasi pembawa muatan yang cukup besar mengakibatkan terjadinya difusi
pembawa-pembawa muatan tersebut. Yaitu, hole berdifusi dari semikonduktor
tipe-p ke semikonduktor tipe-n, dan elektron berdifusi dari semikonduktor tipe-n
ke semikonduktor tipe-p. Karena muatan-muatan yang berbeda saling berdifusi,
timbul medan listrik sehingga muncul arus balik (drift current) yang melawan
arah arus difusi. Ketika arus balik ini diimbangi oleh arus muatan, tercapai
kesimbangan yang ditandai oleh level Fermi kedua jenis semikonduktor ini
bernilai sama, dan terbentuknya daerah deplesi (Gambar 4). Beda potensial
elektrostatik antara semikonduktor tipe-p dan tipe-n pada keseimbangan termal
dinamakan potensial built-in, Vb yang diberikan oleh persamaan (Soga 2006):
Vb =
kT N A N D
ln
q
ni2
(1)
dengan NA adalah konsentrasi akseptor pada semikonduktor tipe-p dan ND adalah
konsentrasi donor pada semikonduktor tipe-n, k adalah tetapan Boltzmann, T
Daerah deplesi
Difusi
Difusi
tipe-p
tipe-n
Gambar 4 Level energi pada persambungan semikonduktor tipe-p dan tipe-n.
Keterangan: (●) elektron, (○) hole (Soga 2006)
7
adalah suhu mutlak, ni2 adalah hasil kali antara konsentrasi elektron di pita
konduksi dan konsentrasi hole di pita valensi.
Ketika persambungan p-n ini diberi beda potensial eksternal, VF, dengan
potensial yang lebih tinggi dihubungkan ke sisi p dari persambungan dan
potensial yang lebih rendah ke sisi n dari persambungan, tegangan eksternal ini
mengurangi potensial elektrostatik sepanjang daerah deplesi (Gambar 5).
Pemberian tegangan eksternal seperti disebutkan di atas dinamakan dengan ‘bias
maju’ (forward biased). Ketika persambungan p-n ini dibias maju, maka arus drift
menjadi berkurang dan arus difusi elektron dari sisi-n ke sisi-p meningkat,
demikian pula halnya dengan arus difusi hole dari sisi-p ke sisi-n. Rapat arus
difusi total adalah penjumlahan rapat arus difusi hole (Jp) pada sisi-n dan rapat
arus difusi elektron (Jn) pada sisi-p dan dinyatakan oleh:
(
)
J = J p + J n = J o e qVF / kT − 1
(2)
dengan Jo adalah rapat arus difusi saturasi.
Jika persambungan p-n diberi potensial eksternal dengan potensial lebih
tinggi dihubungkan ke sisi-n dan potensial yang lebih rendah dihubungkan ke sisip, tegangan eksternal yang diberikan mengakibatkan meningkatnya potensial
elektrostatik sepanjang daerah deplesi, seperti diperlihatkan pada Gambar 6.
Keadaan seperti ini disebut ‘bias mundur’. Akibat bias mundur, arus difusi
menjadi berkurang. Jika potensial eksternal ini adalah VR, karakteristik arustegangan ketika dibias mundur diberikan oleh:
Gambar 5 Level energi pada persambungan p-n ketika dibias maju (Soga 2006)
8
Gambar 6 Level energi pada persambungan p-n ketika dibias mundur (Soga
2006)
(
)
J = J o e − qVR / kT − 1 .
(3)
Persambungan p-n dengan karakteristik yang ideal sulit difabrikasi. Oleh
karena itu perlu dipertimbangkan faktor generasi dan rekombinasi yang muncul
pada persambungan ini. Generasi elektron dan hole muncul pada tingkat energi
terlarang pada saat dibias mundur. Sedangkan, rekombinasi muncul ketika dibias
maju. Karakteristik arus-tegangan ketika dibias maju dari persambungan p-n
dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut diberikan oleh:
(
)
J = J o e qVF / nkT − 1
(4)
dengan n adalah faktor idealitas. Pada kasus ideal ketika arus difusi mendominasi,
n = 1 dan ketika arus rekombinasi mendominasi, n = 2. Nilai n oleh karenanya
bernilai antara 1 dan 2.
2.3 Sel Surya
Sel surya adalah piranti yang secara langsung merubah energi foton
matahari menjadi energi listrik. Sel surya telah diakui sebagai salah satu alternatif
yang cukup potensial dalam memenuhi kebutuhan energi. Keberadaan sel surya
tidak terlepas dari bahan semikonduktor, karena memanfaatkan efek photovoltaic
(timbulnya beda tegangan karena keberadaan cahaya) yang dimiliki bahan
semikonduktor tersebut.
9
2.3.1 Sel Surya Persambungan Semikonduktor p-n (Solid State p-n Junction)
Ketika bahan semikonduktor diiluminasi oleh cahaya (misalkan dari
matahari) dengan energi yang lebih besar daripada bandgap semikonduktor, maka
akan terjadi eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi (Hummel 2001;
Timuda 2006). Dengan kata lain, terbentuk pasangan hole – elektron karena
elektron meninggalkan lubang di pita valensi (Gambar 7).
Demikian pula ketika persambungan p-n diiluminasi oleh cahaya dengan
energi foton yang lebih besar daripada bandgap semikonduktor, akan terbentuk
pasangan hole-elektron, dalam hal ini pada daerah deplesi (Soga 2006). Ketika
persambungan dihubung-singkat (short-circuit) maka pemisahan muatan yang
terjadi menyebabkan timbulnya arus pada kawat penghubung (disebut arus
hubung-singkat, ISC pada Gambar 8 (a)). Ketika kawat penghubung dibuka (open
circuit), maka hole akan bergerak dari daerah deplesi menuju sisi p, demikian pula
elektron bergerak menuju sisi n menghasilkan perbedaan potensial antara kedua
sisi (disebut tegangan open-circuit, VOC pada Gambar 8(b)). Perbedaan
karakteristik arus-tegangan ketika persambungan p-n diiluminasi cahaya dan
ketika kondisi gelap diperlihatkan pada Gambar 9. Karakteristik arus-tegangan
persambungan p-n setelah diiluminasi cahaya didapatkan dari Persamaan (4)
dikurangi rapat arus short-circuit sebagai berikut:
Gambar 7 Semikonduktor yang diiluminasi cahaya dengan energi foton yang
lebih besar daripada bandgap semikonduktor (Soga 2006)
10
Gambar 8 Diagram energi pada persambungan p-n ketika diiluminasi cahaya
dengan energi foton (hv) yang lebih besar daripada bandgap, (a) ketika
dihubung-singkat (short circuited) dan (b) ketika hubungan dibuka
(open-circuited) (Soga 2006)
J = J 0 (e qV / nkT − 1) − J SC
(5)
Jika diasumsikan luas permukaan sel surya adalah satu satuan luas, maka
karakteristik arus-tegangan bisa dinyatakan oleh persamaan berikut :
I = I 0 (e qV / nkT − 1) − I SC .
(6)
Ketika dihubung-buka (open-circuit), arus yang mengalir I = 0, sehingga
tegangan open-circuit bisa dinyatakan sebagai
VOC =

nkT  I SC
ln
+ 1 .
q
 I0

(7)
Sel surya ketika dioperasikan bisa memiliki daya maksimum. Ketika daya
maksimum ini tercapai, nilai arus dan tegangan yang bersesuaian secara berturut
dinyatakan sebagai arus maksimum, Im dan tegangan maksimum, Vm. Letak Im
maupun Vm diperlihatkan pada Gambar 9. Dari nilai Im maupun Vm ini,
didefinisikan fill factor sebagai perbandingan antara perkalian Im dan Vm dengan
perkalian Voc dan Isc sebagai berikut :
FF =
Vm I m
.
VOC I SC
(8)
Efisiensi sel surya adalah salah satu parameter performasi sel surya yang
memberikan gambaran seberapa besar energi listrik yang bisa dihasilkan
11
I
Gelap
Vm
VOC
V
Pmaks
Im
Teriluminasi
ISC
Gambar 9 Karakteristik Arus-Tegangan pada persambungan p-n ketika gelap
dan diiluminasi cahaya (Soga 2006)
dibandingkan dengan energi foton yang diterimanya. Efisiensi sel surya (η)
dinyatakan oleh persamaan:
η=
Vm I m VOC I SC FF
=
Pin
Pin
(9)
Pemanfaatan persambungan semikonduktor seperti ini menghasilkan
perubahan energi dari energi foton cahaya menjadi energi listrik secara langsung.
Sehingga, persambungan ini disebut juga sel photovoltaic atau lebih sering
dikenal sebagai sel surya (solar cell). Karena kedua tipe semikonduktor yang
digunakan umumnya zat padat, maka sel surya yang dibuat dari persambungan pn sering pula disebut sebagai solid-state solar cell. Dan karena telah banyak
diaplikasikan, sel surya jenis ini disebut juga sel surya konvensional untuk
membedakannya dengan jenis sel surya baru yang memiliki prinsip kerja yang
berbeda.
2.3.2 Sel Surya Fotoelektrokimia
Pada sel surya fotoelektrokimia, efek photovoltaic yang terjadi didasarkan
pada persambungan antara bahan semikonduktor dengan cairan elektrolit yang
12
mengandung pasangan senyawa redoks. Ketika semikonduktor dicelupkan ke
dalam elektrolit, terjadi keseimbangan antara level energi Fermi semikonduktor
dengan level energi potensial elektrokimia dari elektron-elektron yang terdapat di
dalam larutan elektrolit. Potensial elektrokimia tersebut dapat dinyatakan dengan
persamaan Nernst sebagai berikut (Rajeshwar 2001):
0
E redoks = E redoks
+
RT  coks 
ln 

nF  c red 
(10)
dengan coks dan cred secara berturut-turut adalah konsentrasi senyawa oksidasi dan
reduksi pada pasangan redoks. Potensial elektrokimia ini bisa disamakan dengan
level energi Fermi di dalam larutan elektrolit. Potensial ini biasanya dinyatakan
dengan menggunakan potensial elektroda hidrogen standar (Standard Hydrogen
Electrode, SHE) sebagai referensi. Sedangkan, nilai level energi Fermi pada
semikonduktor dinyatakan dengan menggunakan vakum sebagai referensi. Untuk
menghubungkan kedua referensi tersebut, digunakan persamaan sebagai berikut:
E F ,redoks = −4,5eV − e0 E redoks
(11)
dengan EF,redoks adalah nilai potensial elektrokimia larutan elektrolit dengan
menggunakan vakum sebagai referensi. Perbandingan level energi beberapa
semikonduktor ketika dinyatakan dengan menggunakan vakum dan SHE sebagai
referensinya diperlihatkan pada Gambar 10.
Ketika semikonduktor dicelupkan ke dalam larutan elektrolit, akan timbul
aliran muatan dari satu fase ke fase lain. Sehingga, timbul pembelokan (bending)
level energi valensi maupun konduksi dari semikonduktor di tepi persambungan
semikonduktor-elektrolit (Gambar 11). Pada keadaan seimbang, pembelokan ini
berhenti dan nilai level energi Fermi semikonduktor bernilai sama dengan
potensial elektrokimia larutan elektrolit (EF = EF,redoks).
Arus netto yang mengalir pada persambungan (iC) dinyatakan oleh
persamaan:
iC = −e0 Ak et c oks (n s − n so )
(12)
dengan ket adalah konstanta laju transfer elektron, coks adalah konsentrasi level
keadaan ‘kosong’ (akseptor) pada elektrolit, ns dan nso adalah konsentrasi
permukaan elektron dan konsentrasi permukaan elektron pada keadaan
keseimbangan. Selama tidak ada bias eksternal, nilai ns = nso sehingga arus netto
13
Gambar 10 Perbandingan level energi dari beberapa semikonduktor dengan
menggunakan skala vakum dan SHE sebagai referensinya, untuk
medium aquaous dengan pH ~ 1 (Rajeshwar 2001).
Gambar 11 Diagram skematik level energi pada persambungan antara
semikonduktor dan elektrolit (a) sebelum dan (b) sesudah terjadi
persambungan (Rajeshwar 2001)
14
yang mengalir pada persambungan adalah nol. Ketika persambungan diberi
tegangan bias sebesar V, maka ns ≠ nso dan timbul arus netto yang besarnya tidak
sama dengan nol (Gambar 12), dan persamaan di atas bisa dinyatakan sebagai:
  eV 
iC = −i0 exp − 0  − 1
  kT  
(13)
dengan
i0 = e0 Ak et coks n so .
(14)
Ketika persambungan diiluminasi oleh cahaya dengan energi foton yang lebih
besar daripada bandgap semikonduktor, maka timbul pemisahan muatan dan
aliran arus muatan minoritas, iph (Gambar 13). Arus total adalah penjumlahan arus
netto dengan arus muatan minoritas ini:
  eV 
i = i ph − i0 exp − 0  − 1 .
  kT  
(15)
Ketika persambungan dalam keadaan open-circuit, maka arus yang mengalir sama
dengan nol (i = 0), sehingga didapatkan tegangan open-circuit dari penurunan
persamaan di atas sebagai berikut:
VOC ≅
kT i ph
ln
e0
i0
(16)
Gambar 12 Arus netto pada persambungan ketika (a) tidak dibias, (b) dibias
maju dan (c) dibias mundur (Rajeshwar 2001)
15
Gambar 13 Pembentukan pemisahan muatan, aliran arus muatan minoritas
(dalam hal ini hole) serta rekombinasi pada persambungan
semikonduktor tipe-n – elektrolit ketika diiluminasi cahaya
(Rajeshwar 2001)
2.3.3 Sel Surya Tersensitasi Dye (Dye-Sensitized Solar Cell, DSSC)
Sel surya tersensitasi dye adalah sistem sel surya baru yang merupakan
modifikasi dari sel surya fotoelektrokimia. Sistem baru ini menitikberatkan
penggunaan dye (bahan celup/pewarna) sebagai sensitizer (zat peka cahaya) untuk
menyerap cahaya tampak dan menginjeksikan elektron ke bahan semikonduktor
(biasanya TiO2) (Smestad 1998). Jika pada sel surya fotoelektrokimia energi
cahaya yang diserap harus lebih besar daripada bandgap semikonduktor, maka
dengan penggunaan dye pada DSSC ini dimungkinkan untuk menghasilkan aliran
elektron dengan menyerap energi foton cahaya yang lebih kecil daripada bandgap
semikonduktor. Peristiwa ini dinamakan sensitisasi (Pandey 2006).
Konversi energi dari elektroda TiO2 yang tertempeli dye dan dicelupkan ke
dalam elektrolit pertama kali dilaporkan oleh Vlachopoulos pada tahun 1988.
Pada sel surya ini, terjadi pemisahan muatan dengan efisiensi yang cukup tinggi.
Namun, efisiensi sel surya secara keseluruhan masih rendah (Longo 2003; Soga
2006). Hal ini dikarenakan tingkat penyerapan cahaya yang rendah karena dye
terjerap (adsorbed) pada permukaan TiO2 yang relatif datar. Permasalahan ini
diselesaikan oleh O’Regan dan Grätzel pada tahun 1991 dengan menggunakan
16
TiO2 yang bersifat nanopori (mesoporous nanoparticle). Dengan demikian, luas
permukaan partikel TiO2 secara keseluruhan menjadi lebih luas. Sehingga, dye
yang bisa menempel menjadi lebih banyak. Akibatnya, efisiensi sel surya secara
keseluruhan menjadi lebih tinggi. Hingga saat ini telah dicapai efisiensi di atas
11% dan kemungkinan mendapatkan nilai lebih tinggi masih terbuka (Soga 2006).
DSSC terdiri dari TiO2 nanopartikel yang dilapiskan di atas gelas
konduktif yang transparan yang berfungsi sebagai elektroda kerja (working
electrode). Cahaya matahari masuk ke dalam sel melalui sisi gelas transparan ini.
Cahaya juga akan diteruskan oleh lapisan TiO2 karena bahan ini transparan
terhadap cahaya tampak. Lapisan semikonduktor ini kemudian dilapisi dengan dye
yang akan mengabsorbsi cahaya tampak yang masuk. Akibat absobsi ini, molekul
dye tereksitasi (Dye*) sehingga memungkinkan terjadinya injeksi elektron ke
semikonduktor TiO2. Reaksi yang terjadi ketika cahaya diabsorbsi dye adalah
sebagai berikut (Smestad 1998) :
Dye + cahaya Dye*
(17)
Dye* + TiO2 e–(TiO2) + Dye teroksidasi
(18)
Di antara lapisan dye dan elektroda counter terdapat kopel redoks I-/I3sebagai elektrolit. Elektroda counter yang digunakan biasanya berupa gelas
konduktif yang dilapisi oleh lapisan karbon atau platina yang berfungsi sebagai
katalis reaksi redoks I-/I3-. Ketika sel dihubungkan dengan beban eksternal
(misalkan alat ukur), elektron yang diinjeksikan ke TiO2 (e–(TiO2)) akan
diteruskan ke beban eksternal menuju elektroda counter (e–(counterelectrode)).
Elektron yang tiba di elektroda counter tersebut akan mereduksi senyawa
elektrolit (I3- menjadi I-):
½ I3– + e–(counterelectrode) 3/2 I–.
(19)
Senyawa ini akan teroksidasi kembali (I- menjadi I3-) dan melepaskan elektron
ketika mendapatkan hole dari Dye teroksidasi:
Dye teroksidasi + 3/2 I– Dye + ½ I3–.
(20)
17
Ruthenium
kompleks
Elektrolit
(mediator
redoks)
Gambar 14 Diagram skematik aliran elektron yang dihasilkan DSSC ketika
diiluminasi cahaya (Diambil dan dimodifikasi dari Smestad et al.
2003; Longo 2003; Li et al. 2009)
Elektron ini kemudian diinjeksikan kembali ke TiO2 oleh dye ketika eksitasi
kembali terjadi (Longo 2003). Diagram skematik aliran elektron pada DSSC
diperlihatkan pada Gambar 14.
2.2 Titanium Dioksida (TiO2)
Titanium dioksida adalah bahan semikonduktor tipe-n. Bahan ini telah
banyak digunakan pada berbagai aplikasi; antara lain sel surya (Pandey 2006;
Gratzel 2003; Longo 2003), fotokatalis (Kolmakov & Moskovits 2004; Maddu et
18
al. 2006; Jitputti et al. 2008), sensor biologis dan kimia (Kolmakov & Moskovits
2004), produk kesehatan hingga pigmentasi cat (Gratzel 2003; Kong et al. 2007).
TiO2 menjadi pilihan dalam banyak aplikasi fotokimia dan fitoelektrokimia
karena beberapa alasan, antara lain biaya pembuatannya relatif rendah, tersedia
luas, tidak beracun dan merupakan material biocompatible (Gratzel 2003).
TiO2 dalam bentuk kristal muncul dengan tiga fase yaitu anatase, rutile
dan brokite. Struktur kristal untuk anatase dan rutile adalah tetragonal (Khanna et
al. 2007; Arami et al. 2007), dengan parameter kisi a = 3,785 Ǻ dan c = 9,513 Ǻ
untuk anatase serta a = 4,593 Ǻ dan c = 2,959 Ǻ untuk rutile (JCPDS No. 21-1272
dan 21-1276, lihat Lampiran 1 dan 2). Gambar struktur kristal dalam fase anatase
dan rutile diperlihatkan pada Gambar 15. Untuk aplikasi sebagai sel surya, TiO2
yang digunakan umumnya berada dalam fase anatase (Pandey 2006; Gratzel 2003;
Longo 2003; Dumbrava 2008), walaupun ada beberapa penelitian yang
menggunakan fase campuran antara anatase dan rutile. Bubuk TiO2 yang secara
komersial tersedia dan sering digunakan untuk aplikasi sel surya adalah Degusa
P25 yang memiliki fase campuran anatase dan rutile (Jitputti 2008; Tomita 2008).
TiO2 dalam bentuk anatase bisa diamati dari pola puncak yang terbentuk pada
karakterisasi difraksi sinar-X (XRD) yang bersesuaian pada 2θ= 25,30, 37,90,
48,40 (Han et al. 2004), 540, 630, 700, 750, dan 830 dengan orientasi bidang
berturut-turut adalah (101), (004), (200), (211), (204) dan (220) (Khanna et al.
2007). Sedangkan untuk rutile pada 2θ= 27,20, 36,10, dan 39,30 (Han et al. 2004)
yang bersesuaian dengan orientasi bidang (110), (101), dan (200) (Arami et al.
2007).
(a)
(b)
Gambar 15 Struktur kristal TiO2 untuk fase (a) anatase dan (b) rutile.
(http://en.wikipedia.org/)
19
Morfologi lapisan TiO2 juga menjadi perhatian beberapa peneliti.
Morfologi ternyata memberikan pengaruh terhadap nilai efisiensi yang dihasilkan.
Bentuk awal TiO2 yang digunakan adalah nanopartikel yang mengandung pori
(mesoporous). Saat ini telah dikembangkan TiO2 dengan berbagai morfologi
antara lain nanotube (Jitputti et al. 2008; Abdullah 2009), nanowire, nanofiber,
dll. Morfologi yang paling baik adalah bentuk nanowire atau nanotube dengan
arah yang tegak lurus bidang permukaan substrat, sehingga semakin memudahkan
injeksi elektron dari dye ke TiO2 (Gratzel 2003).
Nanopartikel titanium dioksida bisa disintesis dengan menggunakan
beberapa metode, antara lain hidrotermal (Tomita et al. 2008; Bavikin et al. 2004;
Kolen’ko et al. 2004), sol-gel (Ashkarran et al. 2008; Khanna et al. 2007), atau
sonokimia (Arami, 2007; Yu et al. 2005; Zhou et al. 2006).
2.3 Metode Sonokimia
Sonokimia berarti memberikan perlakuan ultrasonik pada suatu bahan
dengan kondisi tertentu sehingga bahan tersebut mengalami reaksi kimia akibat
perlakuan tersebut (Mason dan Lorimer, 2002).
Gelombang ultrasonik adalah gelombang bunyi dengan frekuensi di atas
ambang batas pendengaran manusia. Gelombang bunyi adalah gelombang
longitudinal yang memiliki arah rambat searah dengan arah getarnya. Gelombang
bunyi dicirikan dengan timbulnya daerah rapatan dan renggangan pada medium
perantaranya. Gelombang bunyi yang bisa ditangkap oleh indra pendengaran
manusia adalah gelombang bunyi yang memiliki frekuensi pada rentang 20Hz
hingga 20 kHz, yang disebut gelombang audiosonik. Gelombang bunyi yang
memiliki frekuensi di bawah 20 Hz dikategorikan sebagai gelombang infrasonik,
sedangkan yang di atas 20 kHz dikategorikan sebagai gelombang ultrasonik.
Pemberian gelombang ultrasonik pada suatu larutan menyebabkan
molekul-molekul yang terkandung di dalam larutan berosilasi terhadap posisi rataratanya. Larutan akan mengalami rapatan dan renggangan. Ketika energi yang
diberikan oleh gelombang ultrasonik ini cukup besar, renggangan gelombang bisa
memecah ikatan antar molekul larutan, dan molekul larutan yang terpecah
ikatannya ini akan memerangkap gas-gas yang terlarut di dalam larutan ketika
20
timbul rapatan kembali. Akibatnya timbul bola-bola berongga atau gelembunggelembung berisi gas yang terperangkap, yang dikenal dengan efek kavitasi.
Gelembung-gelembung ini bisa memiliki diameter yang membesar hingga ukuran
maksimumnya, kemudian berkontraksi, mengecil sehingga berkurang volumenya,
bahkan beberapa hingga menghilang seluruhnya. Pada beberapa kasus, ukuran
gelembung bisa membesar dan mengecil (berosilasi) mengikuti renggangan dan
rapatan gelombang ultrasonik yang diberikan. Ketika gelembung mengecil
(collapse), terjadi tekanan yang sangat besar di dalam gelembung. Demikian pula
suhu di dalam gelembung, menjadi sangat besar. Daerah persambungan
(interface) antara gelembung dan larutan memiliki temperatur dan tekanan yang
menengah. Sementara itu daerah di sekitar gelembung akan menerima gaya geser
(shear force) yang sangat tinggi akibat pengecilan ukuran gelembung. Reaksi
kimia bisa berlangsung di dalam gelembung akibat tekanan dan temperatur yang
sangat tinggi di dalam gelembung ini. Untuk itu, senyawa kimia yang diharapkan
bereaksi harus memasuki gelembung, dan karenanya harus bersifat volatile
(mudah menguap). Selain itu, akibat pengecilan tiba-tiba dari gelembung, cairan
di sekeliling gelembung mengalami gaya geser yang cukup besar. Gaya ini juga
bisa membantu terjadinya reaksi kimia (Gambar 16).
gaya geser (shear force) yang tinggi di
sekeliling gelembung yang mengecil
temperatur dan tekanan menengah
(intermediate) pada persambungan
gelembung dan cairan
temperatur dan tekanan yang sangat tinggi
di tengah gelembung yang mengecil
Gambar 16 Ilustrasi temperatur, tekanan dan gaya geser yang timbul ketika
gelembung mengecil (collapse) (Mason & Lorimer, 2002)
21
2.4 Dye sebagai Sensitizer
Secara harfiah dye berarti bahan celup. Ketika arus dihasilkan oleh cahaya
(photocurrent) dengan energi foton lebih kecil dibandingkan bandgap
semikonduktor, proses tersebut dikenal sebagai ‘sensitisasi’ (Pandey 2006).
Sehingga, dye yang menyerap cahaya tampak bisa dikategorikan sebagai
sensitizer karena alasan tersebut, karena energi yang diserap dari gelombang
cahaya tampak lebih kecil daripada bandgap semikonduktor TiO2 yang digunakan
pada DSSC.
2.4.1 Dye Sintetis
Senyawa sintetis yang merupakan turunan dari Rhutenium kompleks
adalah sensitizer yang pertama kali diteliti untuk aplikasi sel surya dan
memberikan hasil yang cukup menjanjikan (Pandey 2006). Senyawa ini memiliki
gugus karboksil yang berfungsi untuk menempelkan diri (attachment) pada
permukaan semikonduktor oksida (Gratzel 2003). Senyawa-senyawa turunan dari
rhutenium kompleks telah menunjukkan hasil efisiensi sel surya yang cukup baik
ketika diaplikasikan pada sistem sel surya tersensitasi dye, hingga di atas 11%.
Struktur salah satu dye sintetis ini diperlihatkan pada Gambar 17.
2.4.2 Dye Alami
Senyawa-senyawa turunan Rhutenium yang dipergunakan sebagai dye
memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya adalah biaya pembuatannya yang
mahal, proses sintesisnya yang rumit, serta dari sudut pandang lingkungan
Gambar 17 Struktur molekul dari salah satu senyawa sintetis turunan
Ruthenium,
Cis-(Bisisothiocyanato)(bis-2,2’-bipyridine-4,4’dicarboxylic acid)ruthenium(II) (Smestad et al. 2003)
22
‘kurang ramah’ karena mengandung logam berat (Garcia et al. 2003). Oleh
karena itu, muncul alternatif penggunaan dye dari bahan alami. Bahan alami yang
digunakan umumnya bahan yang mengandung senyawa antosianin, klorofil, dan
karoten (Hao et al. 2006). Sampai sejauh ini, telah diperoleh nilai efisiensi yang
cukup baik ketika bahan alami digunakan sebagai dye. Walaupun, belum bisa
diperoleh hasil yang menyamai nilai efisiensi ketika digunakan bahan sintetik
sebagai dye. Sampai sejauh ini telah dilaporkan nilai efisiensi yang didapatkan
adalah sekitar 1%.
Senyawa yang terkandung di dalam bahan-bahan alami tersebut yang
berfungsi sebagai sensitizer adalah antosianin, klorofil dan karoten. Senyawa
antosianin memiliki gugus karbonil dan hidroksil pada struktur molekulnya,
sehingga membuatnya mampu berikatan kimia dengan permukaan TiO2 (Gambar
18). Antosianin adalah komposisi kunci dari beberapa dye alami dan sering
ditemukan pada buah, bunga dan daun dari tumbuhan. Antosianin potensial
dipergunakan sebagai sensitizer karena memiliki spektrum cahaya dalam rentang
yang cukup lebar, dari merah hingga biru. Sementara, pada klorofil terdapat gugus
alkil pada struktur molekulnya yang tidak bisa berikatan kimia dengan lapisan
TiO2 (Gambar 19a). Demikian pula, rantai alkena yang panjang yang dimiliki
klorofil dan karoten juga mencegah terjadinya ikatan yang efektif ke permukaan
TiO2 (Gambar 19b). Oleh karena itu, klorofil dan karoten sedikit dapat diserap
oleh lapisan TiO2. (Hao et al. 2006).
Gambar 18 Struktur molekul cyanin (salah satu jenis antosianin) yang terjerap
ke nanopartikel TiO2 (Smestad 1998)
23
(a)
(b)
Gambar 19 Struktur molekul klorofil (a) dan β,β-karoten (b) (Hao et al. 2006)
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Biofisika Departemen Fisika IPB,
Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan (Blitbanghut) Bogor, Pusat Penelitian
Geologi Laut (PPLGH) Bandung, serta Badan Tenaga Atom Nasional (Batan)
Serpong. Penelitian berlangsung dari bulan Juni 2008 hingga Juni 2009.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan utama untuk sintesis nanopartikel TiO2 dalam penelitian ini adalah
TiCl4, asetil aseton dan air destilasi sebagai prekursornya. Bahan yang lain adalah
potensiometer 470 kOhm, resistor, kabel, jepit buaya. Alat percobaan yang
digunakan antara lain: gelas piala, pipet ukur, gelas ukur, kertas saring, corong,
cawan petri, gelas arloji, plat kaca, hot plate stirer, inkubator, furnace (tanur),
ultrasonic bath (Cole-Palmer Ultrasonik Cleaner 21 W 55kHz) dan ultrasonic
processor (Cole-Palmer Ultrasonic Processor 130 W 20 kHz). Alat karakterisasi
yang digunakan antara lain: X-Ray Difftractometer (Shimadzu XRD-7000),
Scanning Electron Microscope (SEM, Bruker 133 eV), Spektrofotometer Vis-NIR
(Ocean Optic 2000) serta dua buah multimeter digital.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Tahapan Penelitian
Penelitian diawali dengan pembuatan bubuk-nano TiO2 menggunakan
metode sonokimia dan ekstraksi kulit buah manggis dan plum yang akan
digunakan sebagai dye. Bubuk yang dihasilkan diuji karakter kristal dan
morfologinya dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dan Scanning
Electron Microscope (SEM). Ekstraksi kulit buah manggis dan plum diuji sifat
absorbansinya untuk mengetahui karakter penyerapan pada cahaya tampak.
Setelah itu, langkah selanjutnya adalah melakukan perakitan (assembly) sel surya
dengan bahan yang telah dibuat pada tahapan sebelumnya. Hasil yang didapatkan
diuji sifat listriknya (karakterisasi I-V). Tahapan ini secara umum bisa dilihat pada
diagram alir penelitian pada Gambar 20.
25
mulai
Studi Pustaka dan Persiapan Bahan
Pembuatan bubuk-nano TiO2
Ekstraksi bahan alami sebagai dye
Karakterisasi XRD, SEM
Karakterisasi optik dye alami
Sesuai?
ya
tidak
tidak
Assembly DSSC alami
Sesuai ?
ya
Karakterisasi I-V dan efisiensi
selesai
Gambar 20 Diagram alir penelitian
3.3.2 Sintesis Nanopartikel TiO2
Sebanyak 2 ml TiCl4 diteteskan ke dalam 2 ml asetil aseton. Air aquades
kemudian ditambahkan sebanyak 40 ml lalu larutan diputar dengan kelajuan 300
rpm menggunakan magnetic stirrer selama + 5 menit. Larutan dibagi 2, dan
masing-masing larutan digunakan untuk perlakuan yang berbeda, yang kemudian
disebut ”prekursor”. Perlakuan diulang hingga didapatkan 7 larutan serupa
masing-masing sebanyak 20 ml. Prekursor pertama, kedua dan ketiga dipapar
dengan gelombang ultrasonik di dalam Ultrasonic Bath dengan frekuensi 55 kHz
dan daya 21 W, masing-masing selama 4 jam, 8 jam dan 12 jam. Prekursor
keempat hingga ketujuh dipapar oleh gelombang ultrasonik di dalam Ultrasonic
Processor dengan frekuensi 20 kHz dengan daya 130 W, selama masing-masing
26
½ jam, 1 jam, 2 jam dan 4 jam. Setelah itu, semua prekursor dikeringkan di atas
hot plate pada suhu 800C selama kurang lebih 12 jam hingga terbentuk gumpalan
bubuk berwarna putih kekuningan. Bubuk ini kemudian digerus menggunakan
mortar hingga halus kemudian dipanaskan di dalam tanur pada suhu 5000C selama
2 jam. Hasil akhir adalah terbentuknya bubuk berwarna putih.
3.3.3 Ekstraksi Kulit Buah Manggis dan Plum
Buah plum dan manggis dikupas kulitnya. Untuk buah manggis, hanya
bagian terluar yang keras saja yang digunakan. Sebanyak 2 gram kulit dari
masing-masing buah dimasukkan ke dalam 10 ml ethanol 95% dan dibiarkan
selama 12 jam. Setelah itu, cairan ini disaring untuk memisahkan cairan dengan
sisa kulit yang tidak terekstrak. Cairan ini bisa langsung digunakan untuk
pengukuran absorbansi. Untuk digunakan sebagai dye sensitizer, cairan
dimasukkan ke dalam lemari pendingin selama + 3 hari hingga menyisakan bubuk
berwarna gelap. Cairan ini kemudian dicampur lagi dengan ethanol 95% sebanyak
5 ml.
3.3.4 Pelapisan TiO2 pada Gelas Konduktif (TCO)
Sebanyak 0,2 g dari masing-masing bubuk ditetesi dengan campuran 1 ml
air dan 3 tetes asetil aseton sambil digerus perlahan hingga terbentuk koloid TiO2.
Gelas konduktif dilapisi selotip di keempat sisi tepinya dan menyisakan daerah
terbuka di tengah seluas 1 x 1 cm2. Sebanyak sekitar tiga tetes koloid diteteskan di
tepi daerah terbuka dan diratakan menggunakan batang gelas yang rata dan bersih
hingga menutupi daerah terbuka secara merata. Setelah dibiarkan mengering
selama sekitar 1 menit, perlakuan bisa diulang untuk mendapatkan lapisan yang
lebih tebal. Setelah lapisan kering, perlahan-lahan selotip diangkat dan gelas
konduktif ini dimasukkan ke dalam tanur untuk dipanaskan pada suhu 4500C
selama 30 menit.
3.3.5 Pencelupan (Staining) TiO2 pada Larutan Dye-Sensitizer
Gelas konduktif yang sudah dilapisi TiO2 dikeluarkan dari tanur pada suhu
sekitar 1500C dan dicelupkan ke dalam larutan ekstrak kulit buah manggis atau
27
plum. Setelah itu dibiarkan selama 12 jam di dalam ruang gelap agar larutan
ekstrak terserap sempurna. Setelah itu gelas dikeluarkan, dicuci dengan air lalu
dibilas dengan ethanol dan dikeringkan di atas hot plate selama kurang lebih 10
menit pada suhu 800C
3.3.6 Perakitan (Assembly) Sel Surya Tersensitasi Dye
Setelah gelas terlapis TiO2 dan dye pada tahap sebelumnya kering, gelas
ini kemudian ditempelkan di atas gelas konduktif lain yang telah dilapisi dengan
karbon, sedemikian rupa sehingga lapisan karbon menghadap ke lapisan TiO2
tersensitasi dye. Lapisan karbon diberikan dengan menggosokkan ujung pensil 2B
(Faber Castel) ke sisi konduktif dari gelas hingga merata. Sisi-sisi kiri dan kanan
sel dijepit dengan penjepit kertas agar tidak bergerak. Cairan elektrolit (dalam hal
ini adalah Iodolite yang mengandung KI/I2 di dalam aethylen glycol) diteteskan di
sela-sela sel dan dibiarkan menyebar ke seluruh bagian lapisan. Sisa elektrolit
dibersihkan dengan tisu yang dibasahi dengan etanol. Selanjutnya sel siap diuji.
Diagram skematik sel surya diperlihatkan pada Gambar 21.
Gambar 21 Diagram skematik sel surya tersensitasi dye
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sintesis Nanopartikel TiO2
Dihasilkan tujuh sampel TiO2 berupa bubuk berwarna putih yang dibuat
dengan metode sonokimia. Ketujuh bubuk tersebut, dengan bubuk komersil
sebagai pembanding diberi kode sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 1.
Sampel-sampel tersebut disintesis dengan menggunakan dua alat yang berbeda
sebagai sumber gelombang ultrasonik. Perlakuan ultrasonik diberikan pada
prekursor yang dibuat sebagaimana dijelaskan sebelumnya pada metode
penelitian. Tiga prekursor diberi perlakuan ultrasonik oleh ultrasonic bath yang
memiliki daya rendah dan dipapar selama masing-masing 4 jam, 8 jam dan 12
jam. Hasil dari perlakuan ultrasonik pada ketiga prekursor tersebut secara kasat
mata terlihat dari adanya perubahan warna dari prekursor yang sebelumnya
kekuningan menjadi putih keruh, dan mulai terbentuknya endapan. Setelah itu,
prekursor setelah diperlakukan tersebut dikeringkan di atas hot plate, dan
dipanaskan di dalam furnace untuk menghilangkan kandungan air dan senyawasenyawa organik yang masih tersisa. Hasil akhir berupa bubuk berwarna putih
yang diberi kode PUB4, PUB8 dan PUB12 berturut-turut untuk perlakuan
ultrasonik selama 4 jam, 8 jam dan 12 jam. Perlakuan serupa diberikan pula
kepada empat prekursor yang lain. Kali ini, digunakan ultrasonic processor
sebagai sumber gelombang ultrasonik yang menghasilkan daya besar. Perlakuan
ultrasonik diberikan kepada masing-masing prekursor selama ½ jam, 1 jam, 2 jam
dan 4 jam. Hasil akhir berupa bubuk putih yang diberi kode bersesuaian dengan
waktu perlakuan secara berturut-turut PUP 0,5, PUP 1, PUP 2 dan PUP 4.
Tabel 1. Kode sampel bubuk TiO2
Alat
Waktu perlakuan
Ultrasonic Bath (21 W)
4 jam
Ultrasonic Bath (21 W)
8 jam
Ultrasonic Bath (21 W)
12 jam
Ultrasonic Processor (130 W)
½ jam
Ultrasonic Processor (130 W)
1 jam
Ultrasonic Processor (130 W)
2 jam
Ultrasonic Processor (130 W)
4 jam
Bubuk TiO2 komersil (Degusa P25)
Kode
PUB 4
PUB 8
PUB 12
PUP 0,5
PUP 1
PUP 2
PUP 4
P25
29
4.2 Analisis X-Ray Diffraction (XRD)
Keenam bubuk dikarakterisasi struktur kristalnya menggunakan XRD.
Hasil karakterisasi diperlihatkan pada Gambar 22 – 24. Dari gambar-gambar
tersebut bisa dikonfirmasi bahwa bubuk yang dibuat merupakan bubuk TiO2
dengan mengamati letak puncak-puncak yang muncul dan membandingkannya
dengan data referensi. Fase kristal yang dihasilkan merupakan campuran anataserutile yang mirip dengan bubuk TiO2 komersil Degusa P25 (Gambar 22).
Komposisi anatase-rutile di dalam sampel bisa dihitung secara kuantitatif dengan
menggunakan luas daerah terintegrasi dari puncak yang terdeteksi sebagai fase
rutile dan anatase. Perhitungan komposisi ini dinyatakan dengan bobot rutile yang
terkandung (WR) sebagai berikut (Yu et al. 2003):
WR =
AR
0,886 AA + AR
(21)
dengan AR adalah jumlah luas daerah terintegrasi dari semua puncak rutile,
sedangkan AA adalah jumlah luas daerah terintegrasi dari semua puncak anatase.
Selain mengamati komposisi anatase-rutile dari sampel TiO2, diamati pula
ukuran partikel (Apparent Crystal Size, ACS) dari sampel, yang bisa dihitung
dengan menggunakan Metode Scheerer (Han et al. 2004; Abdullah, 2009):
ACS =
kλ
β cos θ
(22)
dengan k adalah konstanta sebesar 0,89; λ adalah panjang gelombang sumber
sinar-X (dalam hal ini Cu kα sebesar 1,542 Å), dan β adalah setengah lebar
puncak difraksi (dalam satuan radian). Nilai β yang digunakan dalam hal ini
adalah nilai puncak maksimum yang dimiliki puncak anatase pada orientasi
bidang (101).
Fase anatase maupun rutile dari partikel TiO2 memiliki struktur tetragonal
(Khanna et al. 2007; Arami et al. 2007). Penentuan nilai parameter kisi dari
masing-masing sampel bisa dilakukan dengan menggunakan metode analitik
(Cullity, 1956). Untuk kristal tetragonal, berlaku persamaan:
sin 2 θ = A(h 2 + k 2 ) + Cl 2
(23)
dengan θ adalah sudut difraksi, h, k dan l adalah indeks Miller,
A = λ2 / 4a 2
(24)
30
dan
C = λ2 / 4c 2
(25)
dengan a dan c adalah parameter kisi yang dicari. Untuk menentukan nilai
parameter kisi tersebut, langkah pertama adalah menentukan nilai A dengan
menggunakan nilai sudut yang bersesuaian ketika l = 0 (garis hk0). Sehingga,
Persamaan (23) di atas menjadi:
sin 2 θ = A( h 2 + k 2 )
(26)
Nilai (h 2 + k 2 ) yang mungkin adalah 1,2,4,5,8, dst. Sehingga, garis hk0 harus
memiliki nilai sin 2 θ yang merupakan perbandingan bilangan bulat tersebut di
atas. Nilai A oleh karena itu, akan sebesar 1, 12 , 14 , 15 , 18 , dan seterusnya, dikali
dengan nilai sin 2 θ dari garis-garis yang bersesuaian. Nilai C didapatkan dari pola
garis yang lain (nilai hkl ketika l ≠ 0) dan memodifikasi Persamaan (23) sehingga
menjadi:
Cl 2 = sin 2 θ − A( h 2 + k 2 )
(27)
Nilai Cl2 ini ditentukan untuk nilai h dan k yang berbeda-beda untuk mencari
sekumpulan nilai Cl2 yang konsisten, yang harus memiliki rasio 1, 4, 9, 16, dst.
Setelah nilai ini diketahui, nilai C dapat ditentukan.
4.2.1 Analisis XRD Bubuk TiO2 Degusa P25
Profil intensitas XRD untuk bubuk TiO2 Degusa P25 ditampilkan pada
Gambar 22. Degusa P25 merupakan bubuk TiO2 yang memiliki kandungan fase
campuran anatase dan rutile. Fase rutile pada bubuk Degusa P25 diamati pada
puncak di sudut 2θ sekitar 270, 360, 410, 440 dan 560 (Pavasupree et al. 2008) yang
bersesuaian dengan orientasi bidang pada (110), (101), (111), (210), dan (220)
(Arami et al. 2007; Pavasupree et al. 2008) sesuai data JCPDS No. 21-1276
(Lampiran 2). Sedangkan, fase anatase bisa dilihat dari nilai sudut 2θ selain nilainilai tersebut di atas, di antaranya di sekitar 250, 370, 480, 550, 700 dan 750 yang
bersesuaian dengan orientasi kristal (101), (004), (200), (211), (220) dan (215)
(Khanna et al. 2007; Pavasupree et al. 2008) sesuai dengan data JCPDS No. 211272 (Lampiran 1)
31
A (101)
350
300
A (215)
A (116)
A (220)
A (204)
50
A (105)
A (211)
R (220)
R (110)
100
R (111)
R (210)
150
A (220)
200
R (101)
A (004)
I (a.u.)
250
0
10
20
30
40
50
2-theta (derajat)
60
70
80
Gambar 22 Kurva XRD Bubuk TiO2 komersil Degusa P25
Dari Gambar 22 bisa diamati bahwa puncak yang dominan dimiliki oleh
fase anatase. Dengan demikian bisa diambil kesimpulan bahwa kandungan fase
anatase di dalam sampel lebih tinggi dibandingkan kandungan fase rutile.
Persentase rutile dari Degusa P25 didapatkan dari Persamaan (21) sebesar 7,75 %,
yang berarti persentase anatase adalah sebesar 92,25 %.
Ukuran kristal (Apparent Crystal Size, ACS) bisa diamati secara kasar dari
bentuk profil puncak pada kurva XRD. Jika bentuk puncak semakin lebar,
menandakan ukuran kristal semakin kecil. Profil yang teramati dari Degusa P25
relatif lebar, yang menandakan ukuran kristal dari partikel TiO2 pada bubuk ini
relatif kecil. Perhitungan nilai ukuran kristal didapatkan dari Persamaan (22) dan
didapatkan nilai sebesar 27,04 nm.
4.2.2 Analisis XRD Bubuk TiO2 yang Disintesis Menggunakan Ultrasonik
Bath
Kurva XRD untuk bubuk-bubuk TiO2 yang disintesis menggunakan
Ultrasonic Bath sebagai sumber gelombang ultrasoniknya diperlihatkan pada
Gambar 23. Pada gambar tersebut diperlihatkan pula kurva XRD untuk Degusa
P25 sebagai pembanding. Dari gambar tersebut, bisa diamati bahwa bubuk yang
disintesis memiliki pola XRD yang mirip dengan yang dimiliki oleh bubuk
Degusa P25. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa fase kristal yang dimiliki
oleh sampel-sampel hasil sintesis adalah campuran anatase dan rutile, serupa
A (215)
A (116)
A (220)
A (204)
A (105)
A (211)
A (220)
R (210)
R (101)
A (004)
R (111)
PUB 12
I (a.u.)
R (110)
A (101)
32
PUB 8
R (220)
PUB 4
P25
10
20
30
40
50
60
70
80
2-theta (deg)
Gambar 23 Kurva XRD Bubuk TiO2 yang Disintesis dengan Paparan
Gelombang Ultrasonik Berdaya Rendah (Ultrasonic Bath) dan
Degusa P25 sebagai Pembanding
dengan bubuk Degusa P25. Pada sampel dengan perlakuan pemaparan gelombang
ultrasonik selama 4 jam (PUB 4), fase rutile teramati pada sudut 2θ di sekitar 270,
360, 410, 440 serta 560 yang bersesuaian dengan orientasi kristal pada (110), (101),
(111), (210), dan (220). Jika diamati dari tinggi puncak yang dihasilkan, pola
XRD dari sampel hasil sintesis lebih tinggi dibandingkan Degusa P25 untuk
kesemua puncak rutile. Hal ini mengidikasikan bahwa kandungan fase rutile di
dalam sampel ini lebih tinggi dibandingkan Degusa P25. Dari perhitungan
menggunakan Persamaan (21) didapatkan nilai kandungan fase rutile sebesar
23,27% yang berarti lebih tinggi dibandingkan Degusa P25 (7,75%).
Pada sampel dengan perlakuan pemaparan gelombang ultrasonik selama 8
jam (PUB 8), puncak rutile pada orientasi (110), (101), (111) dan (210) terlihat
lebih kecil dibandingkan puncak yang sama pada sampel PUB 4. Puncak rutile
pada orientasi (220) justru sudah tidak terdeteksi lagi keberadaannya. Hal ini
mengindikasikan bahwa kandungan fase rutile pada sampel ini lebih kecil
dibandingkan sampel PUB 4. Berdasarkan perhitungan kandungan fase rutile
menurut Persamaan (21), indikasi tersebut terbukti karena kandungan fase rutile
pada sampel PUB 8 ini sebesar 20,31%.
Pada sampel dengan perlakuan pemaparan selama 12 jam (PUB 12),
perilaku serupa muncul pula. Puncak rutile yang teramati memiliki ketinggian
yang lebih kecil daripada sampel dengan perlakuan waktu lebih kecil. Puncak
33
yang terdeteksi hanya puncak dengan orientasi (110). Sedangkan, puncak-puncak
rutile
yang lain sudah tidak
terdeteksi lagi
keberadaannya.
Hal ini
mengindikasikan bahwa kandungan fase rutile pada sampel ini seharusnya lebih
kecil dibandingkan pada sampel PUB 8. Hal ini dikonfirmasi dengan
menggunakan Persamaan (21), dan didapatkan perhitungan kandungan fase rutile
sebesar 5,09%, yang berarti lebih kecil daripada sampel PUB 8 maupun PUB 4.
Dari hasil ini bisa disimpulkan bahwa semakin lama perlakuan pemaparan
gelombang ultrasonik menggunakan Ultrasonic Bath menghasilkan sampel TiO2
dengan kandungan rutile yang semakin kecil.
Tabel 2 Kandungan fase rutile pada bubuk TiO2 yang disintesis menggunakan
Ultrasonic Bath dan pada Degusa P25
Sampel
PUB 4
PUB 8
PUB 12
P25
Kandungan rutile (%)
23,27
20,31
5,09
7,75
Ukuran kristal sampel bisa dihitung berdasarkan Metode Scheerer pada
Persamaan (22). Jika dilihat dari pola XRD lebar dari puncak-puncak yang
terbentuk relatif lebar, mirip dengan bentuk puncak yang dimiliki bubuk Degusa
P25. Hal ini mengindikasikan bahwa ukuran kristal dari sampel-sampel yang
disintesis menggunakan Ultrasonic Bath memiliki orde yang sama dengan bubuk
Degusa P25. Dengan mengukur ukuran kristal sampel-sampel ini menggunakan
Persamaan (22), didapatkan hasil dalam orde puluhan nanometer, sama dengan
yang dimiliki bubuk Degusa P25. Hasil selengkapnya ditampilkan pada Tabel 3.
Dari perhitungan tersebut, ternyata sampel yang mendapat perlakuan paparan
ultrasonik selama 4 jam (PUB 4) memiliki ukuran kristal yang lebih kecil
daripada Degusa P25. Sampel PUB 4 memiliki ukuran kristal 21,70 nm
sedangkan Degusa P25 berukuran 27,04 nm. Pada perlakuan pemaparan
ultrasonik dengan waktu yang lebih lama, ukuran kristal ternyata menjadi lebih
kecil. Untuk perlakuan selama 8 jam (PUB 8), ukuran kristal sebesar 20,97 nm
yang berarti lebih kecil daripada sampel PUB 4. Sedangkan pada perlakuan
selama 12 jam (PUB 12), ukuran kristal sebesar 18,65 nm yang berarti lebih kecil
daripada PUB 8 maupun PUB 4. Dari hasil-hasil ini bisa disimpulkan bahwa
ukuran kristal TiO2 yang disintesis menggunakan Ultrasonic Bath akan semakin
34
kecil ketika waktu perlakuan pemaparan ultrasonik lebih lama (berbanding
terbalik).
Tabel 3 Ukuran kristal (Apparent Crystal Size, ACS) dari bubuk TiO2 yang
disintesis menggunakan Ultrasonic Bath dan dari Degusa P25
Sampel
PUB 4
PUB 8
PUB 12
P25
ACS (nm)
21,70
20,97
18,65
27,04
Parameter kisi dari sampel-sampel TiO2 yang disintesis menggunakan
Ultrasonic Bath dilakukan dengan menggunakan metode analitik sebagaimana
telah dijelaskan di atas. Hasil perhitungan parameter kisi untuk sampel-sampel ini
diperlihatkan pada Tabel 4. Parameter kisi dari TiO2 dalam fase anatase
berdasarkan data JCPDS No. 21-1272 adalah a = 3,785 Ǻ dan c = 9,513 Ǻ. Nilai
parameter kisi dari sampel berdasarkan perhitungan menggunakan metode analitik
memberikan hasil yang mendekati nilai tersebut. Untuk parameter a, nilai yang
dimiliki sampel PUB4 sebesar 3,790 Ǻ, sampel PUB8 sebesar 3,762 Ǻ dan
sampel PUB12 sebesar 3,767 Ǻ. Nilai yang dimiliki sampel PUB8 lebih kecil
daripada PUB4, tetapi nilai yang dimiliki PUB12 sedikit lebih besar daripada
PUB8 walaupun masih lebih kecil daripada PUB4. Hal ini mengindikasikan
adanya pengaruh perlakuan waktu terhadap parameter kisi. Parameter kisi
semakin kecil ketika waktu perlakuan pemaparan ultrasonik semakin lama.
Kecenderungan ini berlaku pula untuk parameter c. Nilai yang dimiliki oleh
sampel PUB4 sebesar 9,321 Ǻ, sampel PUB8 sebesar 8,978 Ǻ dan sampel PUB12
sebesar 8,716 Ǻ. Ketiga nilai parameter c yang didapatkan menjadi semakin kecil
dengan waktu perlakuan pemaparan gelombang ultrasonik yang semakin lama.
Sedangkan untuk fase rutile, berdasarkan acuan data JCPDS No. 21-1272, TiO2
memiliki parameter kisi a = 4,593Ǻ dan c = 2,959 Ǻ. Data yang didapatkan
menurut perhitungan menggunakan metode analitik pada sampel-sampel hasil
sintesis menunjukkan nilai yang mendekati nilai acuan tersebut. Kecenderungan
penurunan nilai parameter kisi ketika waktu perlakuan pemaparan ultrasonik
bertambah juga terlihat pada fase rutile. Untuk parameter a, nilai yang dimiliki
sampel PUB4 sebesar 4,589 Ǻ, sampel PUB8 sebesar 4,5393 Ǻ dan untuk sampel
PUB12 sebesar 4,5389 Ǻ. Nilai-nilai ini semakin menurun dengan semakin
lamanya waktu perlakuan pemaparan gelombang ultrasonik. Sedangkan untuk
35
parameter c, nilai yang dimiliki sampel PUB4 sebesar 2,954 Ǻ dan sampel PUB8
sebesar 2,939 Ǻ. Kedua nilai c yang didapatkan ini menunjukkan kecenderungan
yang sama pula, semakin kecil ketika waktu perlakuan pemaparan ultrasonik
semakin lama. Sedangkan untuk sampel PUB12, nilai parameter c tidak bisa
diperoleh karena untuk sampel ini hanya terdeteksi satu puncak fase rutile saja
yaitu pada orientasi (110) atau sama dengan garis hk0. Nilai yang didapatkan pada
garis hk0 bisa digunakan untuk mencari nilai parameter a, sedangkan untuk
parameter c harus dicari pada garis hkl dimana l ≠ 0. Karena nilai ini tidak
dimiliki oleh sampel PUB12 maka parameter c tidak bisa ditentukan.
Tabel 4. Parameter kisi bubuk TiO2 yang disintesis menggunakan Ultrasonic Bath
Sampel
Parameter kisi fase anatase
Parameter kisi fase rutile
a (Ǻ)
c (Ǻ)
a (Ǻ)
c (Ǻ)
PUB 4
3,790
9,321
4,5890
2,954
PUB 8
3,762
8,978
4,5393
2,939
PUB 12
3,767
8,716
4,5389
Jika nilai parameter kisi ini dihubungkan dengan nilai ukuran kristal
(ACS), maka terlihat adanya kemiripan. Nilai ukuran kristal menjadi semakin
kecil dengan semakin lamanya waktu perlakuan pemaparan gelombang ultrasonik.
Demikian pula halnya dengan nilai parameter kisi, menjadi semakin kecil dengan
semakin
lamanya
waktu
perlakuan
pemaparan.
Hal
ini
sepertinya
mengindikasikan adanya pengaruh parameter kisi dengan ukuran kristal.
Perbedaan waktu perlakuan pemaparan gelombang ultrasonik secara langsung
mempengaruhi parameter kisi terlebih dahulu sehingga akibatnya ukuran kristal
menjadi berubah.
4.2.3 Analisis XRD Bubuk TiO2 yang Disintesis Menggunakan Ultrasonic
Processor
Hasil karakterisasi XRD dari bubuk TiO2 yang disintesis menggunakan
Ultrasonic Processor diperlihatkan pada Gambar 24. Diperlihatkan pula pada
gambar tersebut pola XRD dari bubuk TiO2 Degusa P25 sebagai pembanding.
Pola yang dihasilkan oleh bubuk yang disintesis terlihat sedikit berbeda jika
dibandingkan dengan pola yang dimiliki Degusa P25. Hampir semua puncak yang
A (215)
A (116)
A (220)
A (204)
A (105)
A (211)
A (220)
I (a.u.)
A (004)
A (101)
36
PUP4
PUP2
PUP1
PUP 0,5
R (110) R
10
20
30
R
40
R
R
50
P25
60
70
80
2-theta (deg)
Gambar 24
Kurva XRD Bubuk TiO2 yang Disintesis dengan Paparan
Gelombang Ultrasonik Berdaya Tinggi (Ultrasonic Processor)
dan Degusa P25 sebagai Pembanding
berhubungan dengan fase rutile pada Degusa P25 tidak teramati lagi. Hanya
sampel bubuk yang mendapat perlakuan pemaparan gelombang ultrasonik selama
½ jam (PUP0,5) saja yang memiliki puncak yang teramati sebagai fase rutile,
yaitu pada sudut 2θ sekitar 270 yang bersesuaian dengan orientasi bidang (110)
(tanda lingkaran pada Gambar 24). Pada sampel ini, teramati puncak-puncak yang
bersesuaian dengan fase anatase pada sudut 2θ di sekitar 250, 370, 480, 540, 550,
620, 680, 700 dan 750. Puncak-puncak tersebut bersesuaian dengan orientasi kristal
pada (101), (004), (220), (105), (211), (204), (116), (220) dan (215). Karena
hanya ada satu puncak rutile, dan puncak tersebut memiliki intensitas yang sangat
kecil, maka bisa dipastikan bahwa kandungan rutile pada sampel ini sangat kecil.
Perhitungan kandungan fase rutile yang dilakukan dengan menggunakan
Persamaan (21) memperlihatkan hasil kandungan rutile sebesar 1,25% atau berarti
kandungan fase anatase pada sampel sebesar 98,75%. Sementara itu, untuk
sampel-sampel yang lain, tidak terdeteksi adanya puncak rutile sebagaimana yang
teramati pada Degusa P25. Oleh karena itu, semua sampel selain sampel PUP0,5
dalam hal ini memiliki kandungan 100% anatase. Sampel-sampel tersebut
memiliki puncak-puncak yang bersesuaian dengan fase anatase pada posisi relatif
sama dengan posisi puncak anatase pada sampel PUP0,5.
37
Ukuran kristal dari sampel-sampel yang disintesis menggunakan
Ultrasonic Processor sebagai sumber gelombang ultrasoniknya dilakukan dengan
menggunakan metode Scheerer sebagaimana ditampilkan pada Persamaan (22).
Ukuran kristal yang dimiliki oleh semua sampel lebih kecil daripada Degusa P25
(Tabel 5). Dari bentuk profil kurva XRD yang dihasilkan, tampak semua sampel
memiliki lebar puncak yang relatif sama yang menandakan ukuran kristal partikel
berada pada orde yang sama. Sampel PUP4 terlihat memiliki lebar puncak yang
sedikit lebih sempit dibandingkan sampel PUP2. Hal ini merupakan indikasi awal
bahwa sampel PUP4 memiliki ukuran kristal yang lebih besar daripada sampel
PUP2. Melalui perhitungan kuantitatif, didapatkan data ukuran kristal untuk
sampel dengan perlakuan paparan ultrasonik selama 0,5 jam (PUP0,5), 1 jam
(PUP1), 2 jam (PUP2) dan 4 jam (PUP4) berturut-turut sebesar 20,96 nm, 18,65
nm, 16,78 nm dan 20,96 nm. Dari data ini bisa diamati bahwa untuk waktu
perlakuan selama 0,5 jam, 1 jam dan 2 jam akan menghasilkan partikel dengan
ukuran yang semakin kecil ketika waktu perlakuan diperbesar. Tetapi ketika
waktu perlakuan diperbesar lagi menjadi lebih dari 2 jam, pengaruhnya terhadap
ukuran kristal menjadi berkebalikan dengan pengaruh semula, menjadi lebih besar
dengan waktu yang lebih lama. Hal ini mengindikasikan terdapatnya waktu efektif
atau optimum dari perlakuan pemaparan gelombang ultrasonik agar diperoleh
ukuran kristal yang semakin mengecil. Setelah waktu optimum ini dicapai, maka
penambahan waktu yang diberikan mengakibatkan pengaruhnya terhadap ukuran
kristal berkebalikan, menjadi semakin besar.
Tabel 5 Ukuran kristal (Apparent Crystal Size, ACS) dari sampel yang disintesis
menggunakan Ultrasonic Processor dan dari Degusa P25
Sampel
PUP 0,5
PUP 1
PUP 2
PUP 4
P25
ACS (nm)
20,96
18,65
16,78
20,96
27,04
Perhitungan parameter kisi dari sampel hasil sintesis menggunakan
Ultrasonic Processor ini hanya dilakukan terhadap puncak anatase. Dari
perhitungan menggunakan metode analitik sebagaimana dijelaskan di atas,
didapatkan nilai parameter kisi yang ditampilkan pada Tabel 6. Nilai parameter
kisi yang dimiliki oleh sampel PUP 0,5 adalah sebesar a = 3,780 Ǻ dan c = 9,280
38
Ǻ. Nilai ini mendekati nilai acuan pada data JCPDS No. 21-1272 yaitu sebesar a =
3,785 Ǻ dan c = 9,513 Ǻ. Nilai parameter kisi yang dimiliki sampel PUP1 adalah
a = 3,773 Ǻ dan c = 8,597 Ǻ. Nilai ini lebih kecil daripada parameter kisi yang
dimiliki sampel PUP0,5. Nilai parameter kisi dari sampel PUP2 adalah sebesar a
= 3,761 Ǻ dan c = 8,886 Ǻ. Parameter a dari sampel PUP2 ini lebih kecil daripada
nilai parameter a pada sampel PUP1. Tetapi nilai parameter c dari sampel PUP2
lebih besar daripada nilai parameter c yang dimiliki sampel PUP1. Sedangkan,
nilai parameter kisi dari sampel PUP4 adalah a = 3,792 Ǻ dan c = 9,434 Ǻ yang
berarti lebih besar daripada parameter kisi yang dimiliki sampel PUP2, PUP1
maupun PUP0,5. Data-data ini mengindikasikan terdapatnya hubungan antara
waktu perlakuan pemaparan gelombang ultrasonik dengan ukuran parameter kisi
partikel. Pada mulanya pemberian perlakuan waktu pemaparan yang semakin
lama mengakibatkan nilai parameter kisi dari partikel yang terbentuk menjadi
semakin kecil. Tetapi ketika waktu perlakuan tersebut mencapai 2 jam, efeknya
mulai berubah. Parameter a pada sampel ini tetap menjadi lebih kecil sementara
pada parameter c nilainya berubah menjadi lebih besar. Setelah lebih dari 2 jam,
maka pengaruhnya terhadap ukuran kristal menjadi sebanding yaitu semakin lama
perlakuan waktu yang diberikan mengakibatkan semakin besar ukuran parameter
kisi yang dihasilkan. Hal ini diperkuat oleh nilai parameter kisi dari sampel PUP4
yang mendapat perlakuan waktu pemaparan selama 4 jam.
Tabel 6 Parameter kisi dari sampel hasil sintesis menggunakan Ultrasonic
Processor
Parameter kisi
Sampel
a (Ǻ)
c (Ǻ)
PUP 0,5* 3,780 9,280
PUP 1
3,773 8,596
PUP 2
3,761 8,886
PUP 4
3,792 9,434
*) untuk fase anatase saja. Parameter kisi fase rutile dari sampel ini tidak diamati
Jika dihubungkan antara nilai parameter kisi ini dengan data ukuran kristal
sampel tersebut, maka bisa dilihat adanya kemiripan. Parameter kisi sebagaimana
dipaparkan di atas mengalami penurunan pada awal penambahan waktu perlakuan
pemaparan gelombang ultrasonik. Tetapi pada perlakuan waktu tertentu (dalam
39
hal ini 2 jam) kecenderungan penurunan ukuran parameter kisi mengalami
perubahan. Dengan perlakuan waktu yang lebih besar dari nilai ini mengakibatkan
ukuran parameter kisi kristal menjadi kembali membesar. Hal ini serupa dengan
ukuran kristal dari sampel yang bersangkutan. Pada awalnya, penambahan waktu
perlakuan pemaparan gelombang ultrasonik mengakibatkan ukuran kristal
menjadi semakin kecil. Namun saat waktu perlakuan diberikan lebih besar dari 2
jam (sampel PUP4 dengan waktu perlakuan 4 jam), maka efeknya membuat
ukuran kristal yang terbentu menjadi lebih besar. Dari kedua set data tersebut bisa
diamati bahwa terdapat hubungan antara ukuran kristal dengan parameter kisi.
Ketika waktu perlakuan diubah, maka parameter kisi kristal yang terbentuk
menjadi berubah. Hal ini kemudian mengakibatkan ukuran kristal juga menjadi
berubah.
4.3 Karakterisasi Scanning Electron Microscopy (SEM)
Karakterisasi SEM diperlukan untuk melihat morfologi bubuk TiO2 yang
dihasilkan. Morfologi yang diharapkan adalah nanopartikel yang berpori
(mesoporous nanoparticle). Hasil SEM untuk sampel yang mendapat perlakuan
ultrasonik berdaya rendah oleh Ultrasonic Bath diperlihatkan pada Gambar 25.
Sedangkan untuk sampel yang mendapat perlakuan ultrasonik dengan daya tinggi
oleh Ultrasonic Processor diperlihatkan pada Gambar 26. Jika diamati dari hasil
SEM pada semua sampel, morfologi tersebut tidak muncul pada keseluruhan
sampel. Untuk sampel dengan perlakuan ultrasonik berdaya rendah dihasilkan
morfologi yang mendekati bentuk nanopartikel berpori pada perlakuan selama 4
jam (sampel PU1) dan 8 jam (sampel PU1-T2X), dengan perlakuan 8 jam lebih
baik morfologinya dibandingkan 4 jam. Sedangkan untuk sampel dengan
perlakuan ultrasonik berdaya tinggi, morfologi yang mendekati didapat pada
perlakuan selama 0,5 jam (sampel PUP 0,5) dan 1 jam (sampel PUP1), dengan
morfologi perlakuan 1 jam lebih baik daripada 0,5 jam. Hal ini mengindikasikan
terdapatnya waktu perlakuan efektif untuk membentuk morfologi partikel yang
diharapkan. Untuk perlakuan ultrasonik berdaya rendah, waktu efektif adalah 8
jam. Sedangkan untuk perlakuan dengan gelombang ultrasonik daya tinggi, waktu
efektif adalah selama 1 jam.
40
(a)
(b)
(c)
Gambar 25 Foto SEM dari sampel dengan perlakuan ultrasonik dengan daya
rendah selama (a) 4 jam (sampel PUB4), (b) 8 jam (sampel PUB8)
dan (c) 12 jam (sampel PUB12)
41
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 26 Foto SEM dari sampel dengan perlakuan ultrasonik dengan daya
tinggi selama (a) 0,5 jam (sampel PUP0,5), (b) 1 jam (sampel
PUP1), (c) 2 jam (sampel PUP2) dan (d) 4 jam (sampel PUP4)
4.4 Uji Absorbansi Ekstrak Kulit Buah Manggis dan Plum
Cairan ekstraksi diuji sifat absorbansinya menggunakan spektrofotometer
”Ocean Optic 2000”. Hasil pengujian sifat absorbansi untuk manggis maupun
plum diperlihatkan pada Gambar 27. Dari kurva absorbansi tersebut dapat dilihat
bahwa spektrum absorbansi ekstrak kulit kedua buah memiliki profil yang cukup
lebar, sekitar 370 s.d. 750 nm, yang melingkupi hampir semua spektrum cahaya
tampak. Dengan spektrum yang lebar ini, diharapkan dye yang digunakan bisa
efektif menyerap sebagian besar cahaya tampak dari matahari, sehingga performa
sel surya menjadi baik. Puncak absorbansi pada ekstrak kulit buah plum berada
pada kisaran 570 nm, yang berarti terkandung senyawa antosianin di dalamnya
(Hao et al. 2006). Sedangkan pada ekstrak kulit buah manggis, puncak yang
dimiliki berkisar pada 420 nm dan 560 nm, yang secara berturut-turut bersesuaian
dengan puncak yang dimiliki senyawa karoten dan antosianin (Hao et al. 2006).
Antosianin adalah zat utama pada buah-buahan yang sering digunakan sebagai
42
3.5
absorbansi (OD)
3
plum
2.5
manggis
2
1.5
1
0.5
0
370
470
570
670
770
panjang gelombang (nm)
Gambar 27 Kurva absorbansi ekstrak kulit buah manggis (garis tipis) dan
plum (garis tebal)
dye pada aplikasi sel surya tersensitasi dye. Oleh karena itu, ekstrak kulit buah
manggis dan plum cukup potensial digunakan sebagai dye jika dilihat dari
karakteristik absorbansinya.
4.5 Perakitan (Assembly) Sel Surya Tersensitasi Dye
Bubuk TiO2 yang telah disintesis maupun Degusa P25 setelah
dikarakterisasi digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sel surya. Bubuk TiO2
tersebut terlebih dahulu harus dilapiskan di atas gelas konduktif. Setelah itu,
lapisan TiO2 ini harus direndam di dalam larutan ekstraksi kulit buah manggis dan
plum selama waktu tertentu (dalam penelitian ini selama kurang lebih 12 jam)
yang memungkinkan molekul-molekul antosianin yang terkandung di dalam
ekstraksi tersebut terjerap dengan baik oleh lapisan TiO2. Setelah itu, lapisan TiO2
tersensitasi dye ini dirakit menjadi sel surya dengan elektroda counter yang
dilapisi karbon dan KI/I2 sebagai elektrolit, sebagaimana telah dijelaskan pada
metode penelitian. Dihasilkan 8 buah sampel sel surya yang dibuat dari 7 sampel
bubuk TiO2 hasil sintesis dan 1 sampel bubuk TiO2 komersil Degusa P25.
43
Tabel 7. Kode sampel sel surya
Bubuk TiO2 yang digunakan
P25 Degusa
PUB4
PUB8
PUB12
PUP0,5
PUP1
PUP2
PUP4
Kode sel untuk dye dari ekstrak kulit buah
manggis
plum
C25 m
C25 p
CUB4 m
CUB4 p
CUB8 m
CUB8 p
CUB12 m
CUB12 p
CUP0,5 m
CUP0,5 p
CUP1 m
CUP1 p
CUP2 m
CUP2 p
CUP4 m
CUP4 p
4.6 Karakterisasi Arus-Tegangan (I-V) Sel Surya
Kedelapan sampel sel surya yang telah dibuat diukur karakterisasi arustegangan dengan merangkai sel surya pada rangkaian uji seperti diperlihatkan
pada Gambar 28. Pengukuran nilai arus dan tegangan dilakukan dengan
menggunakan amperemeter digital dalam orde mikroAmpere dan miliAmpere
serta voltmeter digital dalam orde milivolt dan Volt. Sumber cahaya yang
digunakan adalah lampu putih dengan daya 100W (Moritex).
Hasil karakterisasi diperlihatkan pada Gambar 29 – 31. Dari gambargambar tersebut bisa diamati bahwa semua bubuk TiO2 yang telah dibuat mampu
menghasilkan respon arus-tegangan yang baik ketika diiluminasi cahaya. Profil
kurva yang dihasilkan mendekati profil ideal dari karakter arus tegangan. Hal ini
mengindikasikan bahwa baik bubuk TiO2 maupun ekstrak kulit buah manggis dan
plum bisa digunakan pada aplikasi sel surya.
Gambar
Gambar 28
28 Diagram
Diagram skematik
skematik rangkaian
rangkaian uji
uji arus-tegangan
arus-tegangan (kiri)
(kiri) dan
dan tipikal
tipikal
bentuk kurva
kurva arus-tegangan
arus-tegangan yang
yang diharapkan
diharapkan (kanan)
(kanan) (Smestad,
(Smestad,
bentuk
1998)
44
4.6.1 Karakteristik Arus-Tegangan Sel dari Bubuk TiO2 Degusa P25
Karakteristik arus-tegangan sel yang dihasilkan dari bubuk TiO2 komersil,
Degusa P25, ditampilkan pada Gambar 29. Nilai tegangan open-circuit untuk sel
dengan manggis sebagai dye (C25m) adalah sebesar 350 mV. Nilai ini lebih besar
jeka dibandingkan dengan hasil yang didapatkan oleh sel yang menggunakan
plum sebagai dye (C25p), yaitu sebesar 122 mV. Hal ini mengindikasikan sel
C25m mampu mengakumulasikan muatan di ujung-ujung elektrodanya lebih
banyak daripada C25p ketika diiluminasi cahaya. Hal ini kemungkinan
disebabkan sel C25m lebih banyak menjerap molekul dye dibandingkan sel C25p,
sehingga transport muatan internalnya pun lebih banyak. Nilai rapat arus shortcircuit yang dihasilkan sel C25m sebesar 0,363 mA/cm2. Nilai ini lebih kecil
dibandingkan sel C25p sebesar 0,820 mA/cm2. Hal ini kemungkinan disebabkan
terjadinya kebocoran elektrolit pada sel C25m sehingga reaksi redoks yang terjadi
pada sisi elektroda counter tidak berlangsung sempurna. Akibatnya kecepatan
pertukaran elektron akibat reaksi redoks relatif lebih kecil, tidak mampu
mengimbangi kecepatan generasi elektron yang diinjeksikan ke sisi elektroda
Rapat Arus (mA/cm^2)
kerja akibat fotosensitisasi.
0.9
0.8
0.7
C25 m
C25 p
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0
100
200
300
400
Tegangan (m V)
Gambar 29 Hasil karakterisasi I-V untuk sel yang dibuat menggunakan bubuk
TiO2 komersil, Degusa P25
45
4.6.2 Karakteristik Arus-Tegangan Sel dari Bubuk TiO2 Hasil Sintesis
Menggunakan Ultrasonic Bath
Karakteristik arus-tegangan untuk sel yang dibuat dari bubuk TiO2 yang
disintesis menggunakan ultrasonic bath berdaya rendah diperlihatkan pada
Gambar 30. Dua sel pertama adalah sel-sel yang dibuat dari bubuk dengan
perlakuan ultrasonik selama 4 jam (Gambar 30a). Sel-sel tersebut memiliki nilai
tegangan open-circuit sebesar 242 mV untuk ekstrak kulit buah manggis sebagai
sensitizer (sel CUB4m), dan sebesar 204 mV untuk ekstrak kulit buah plum
sebagai sensitizer (sel CUB4p). Kedua nilai yang didapatkan hampir sama, dan
keduanya termasuk kecil. Nilai tegangan open-circuit yang dihasilkan oleh DSSC
dengan ekstraksi bahan-bahan alami sebagai sensitizer-nya seharusnya berkisar
antara 400 mV hingga 500 mV (Smestad, 1998). Pada DSSC, nilai tegangan yang
terukur adalah perbedaan potensial antara level Fermi semikonduktor TiO2
1
CUB4 m
Rapat Arus (mA/cm^2)
Rapat Arus (mA/cm^2)
0.25
CUB4 p
0.2
0.15
0.1
0.05
CUB8 m
CUB8 p
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
0
50
100
150
200
0
250
100
200
300
400
Tegangan (m V)
Tegangan (m V)
(b)
(a)
Rapat Arus (mA/cm^2)
0.5
CUB12 m
0.4
CUB12 p
0.3
0.2
0.1
0
0
100
200
300
400
Tegangan (m V)
(c)
Gambar 30 Hasil karakterisasi I-V dari sel yang menggunakan bubuk hasil
perlakuan ultrasonik berdaya rendah selama (a) 4 jam (sel CUB4),
(b) 8 jam (sel CUB8) dan (c) 12 jam (sel CUB12)
46
dengan potensial elektrokimia larutan elektrolit. Nilai tegangan open-circuit pada
kedua sel tersebut yang masih kecil kemungkinan disebabkan jumlah molekul dye
yang terjerap ke partikel TiO2 relatif masih sedikit. Akibatnya, akumulasi elektron
yang bisa dikumpulkan oleh semikonduktor TiO2 menjadi relatif sedikit sehingga
beda potensial antara kedua ujung elektroda yang terukur menjadi kecil.
Nilai tegangan open-circuit dari kedua sel yang lain memperlihatkan
kecenderungan peningkatan. Sel yang dibuat dari bubuk TiO2 yang disintesis
dengan perlakuan selama 8 jam memiliki nilai tegangan open circuit sebesar 396
mV dan 289 mV masing-masing untuk ekstrak kulit buah manggis (CUB8m) dan
plum (CUB8p) sebagai sensitizer-nya. Demikian pula untuk perlakuan selama 12
jam, nilai tegangan open-circuit yang dihasilkan sebesar 450 mV baik untuk
ekstrak kulit buah manggis maupun plum sebagai sensitizer-nya. Kecenderungan
peningkatan nilai tegangan open-circuit dari sel-sel tersebut diperlihatkan oleh
Gambar 31. Kecenderungan kenaikan tegangan open-circuit ini mengindikasikan
akumulasi muatan yang terkumpul pada ujung-ujung elektroda semakin
meningkat seiring meningkatnya waktu perlakuan gelombang ultrasonik pada
tahap pembuatan bubuk TiO2.
Dari data ukuran kristal (Apparent Crystal Size, ACS) bisa dilihat bahwa
semakin lama perlakuan gelombang ultrasonik mengakibatkan semakin kecil
ukuran kristal. Jadi bisa disimpulkan bahwa semakin besar nilai tegangan open-
m
500
400
Voc (mV)
400
Voc (mV)
500
p
300
200
100
300
200
m
100
p
0
0
0
4
8
12
16
Waktu Perlakuan Ultrasonik (jam )
(a)
18
19
20
21
22
Ukuran Kristal (nm )
(b)
Gambar 31 Pengaruh (a) waktu perlakuan ultrasonik dan (b) ukuran kristal TiO2
terhadap nilai tegangan open-circuit sel surya yang disintesis dengan
perlakuan ultrasonik berdaya rendah untuk ekstrak kulit buah (m)
manggis dan (p) plum sebagai sensitizer
47
circuit yang dihasilkan diakibatkan semakin kecilnya ukuran kristal partikel TiO2
yang digunakan. Hal ini karena dengan semakin kecil ukuran kristal, luas
permukaan partikel tiap satuan massa menjadi semakin besar. Sehingga, semakin
banyak molekul dye yang bisa terjerap.
Nilai rapat arus short-circuit dari sel yang dibuat dengan perlakuan
ultrasonik selama 4 jam adalah sebesar 0,215 mA/cm2, baik untuk ekstrak kulit
buah manggis (CUB4m) maupun plum (CUB4p) sebagai sensitizer-nya. Nilai ini
meningkat pada sel yang dibuat dengan perlakuan waktu sonikasi selama 8 jam,
yaitu sebesar 0,570 mA/cm2 dan 0,870 mA/cm2 masing-masing untuk ekstrak kulit
buah manggis (CUB8m) dan plum (CUB8p) sebagai sensitizer-nya. Peningkatan
ini sebanding dengan peningkatan tegangan open-circuit yang dialami sel, akibat
menurunnya ukuran kristal TiO2 yang digunakan. Dengan semakin besar nilai
tegangan open-circuit berarti semakin banyak akumulasi elektron pada ujung
elektroda kerja sehingga semakin banyak elektron yang bisa dialirkan, dan arus
menjadi semakin besar.
Nilai rapat arus short-circuit pada sel dari TiO2 hasil perlakuan ultrasonik
selama 12 jam menunjukkan nilai rapat arus yang lebih kecil daripada sel yang
dibuat dari bubuk dengan perlakuan selama 8 jam (Gambar 30). Untuk ekstrak
kulit buah manggis sebagai sensitizer-nya (CUB12m), nilai rapat arus adalah
sebesar 0,450 mA/cm2. Sedangkan untuk ekstrak kulit buah plum sebagai
sensitizer-nya (CUB12p), nilai rapat arus sebesar 0,170 mA/cm2 yang bahkan
lebih kecil daripada nilai rapat arus sel CUB4p. Nilai rapat arus pada kedua sel
terakhir tersebut menunjukkan terdapatnya kebocoran elektrolit pada sel atau
karbon yang berfungsi sebagai katalis reaksi redoks tidak berfungsi maksimal.
Sehingga, reaksi redoks pada elektrolit tidak berjalan sempurna. Akibatnya
pertukaran elektron dari reaksi redoks tidak bisa mengimbangi generasi elektron
dari sensitisasi dye sehingga secara keseluruhan nilai rapat arus yang mengalir
menjadi kecil.
48
4.6.3 Karakteristik Arus-Tegangan Sel dari Bubuk TiO2 Hasil Sintesis
Menggunakan Ultrasonic Processor
Karakter arus-tegangan dari sel yang dibuat dengan menggunakan bubuk
TiO2 yang disintesis dengan meggunakan ultrasonic processor sebagai sumber
gelombang ultrasonik berdaya tinggi diperlihatkan pada Gambar 32. Pemaparan
gelombang ultrasonik dengan alat ini dilakukan selama 0,5 jam, 1 jam, 2 jam dan
4 jam. Sel yang dibuat dengan bubuk hasil perlakuan ultrasonik selama 0,5 jam
memiliki nilai tegangan open-circuit yang cukup kecil, sebesar 9 mV baik untuk
ekstrak kulit buah manggis (CUP0,5m) dan plum (CUP0,5p). Nilai tegangan
open-circuit meningkat ketika digunakan bubuk yang diberi perlakuan ultrasonik
dengan waktu yang lebih lama. Untuk perlakuan ultrasonik selama 1 jam, nilai
CUP0,5 m
30
Rapat Arus (mA/cm^2)
Rapat Arus (uA/cm^2)
35
CUP0,5 p
25
20
15
10
5
0
0.25
CUP1 m
0.2
CUP1 p
0.15
0.1
0.05
0
0
2
4
6
8
10
0
Tegangan (m V)
200
Tegangan (m V)
(a)
(b)
CPUP2 m
CPUP2 p
0.06
0.04
0.02
0
0
200
Tegangan (m V)
(c)
400
Rapat Arus (mA/cm^2)
Rapat Arus (mA/cm^2)
0.08
400
0.2
CPUP4 m
0.16
CPUP4 p
0.12
0.08
0.04
0
0
200
400
600
Tegangan (m V)
(d)
Gambar 32 Hasil karakterisasi I-V dari sel yang menggunakan bubuk hasil
perlakuan ultrasonik berdaya tinggi selama (a) 0,5 jam (sel CUP
0,5), (b)1 jam (sel CUP1), (c) 2 jam (sel CUP2) dan (d) 4 jam (sel
CUP4)
49
tegangan open-circuit sebesar 452 mV dan 388 mV untuk ekstrak kulit buah
manggis (CUP1m) dan plum (CUP1p) sebagai sensitizer-nya. Ketika bubuk
dengan perlakuan ultrasonik selama 2 jam yang digunakan, diperoleh nilai
tegangan open-circuit yang meningkat untuk ekstrak kulit buah plum sebagai
sensitizer (CUP2p) yaitu sebesar 455 mV. Sedangkan, dengan menggunakan
ekstrak kulit buah manggis (CUP2m), nilai tegangan open-circuit sama dengan sel
CUP1m yaitu sebesar 452 mV. Kecenderungan kenaikan nilai tegangan opencircuit sebagaimana dijelaskan sebelumnya mengindikasikan bahwa molekul dye
yang terjerap ke partikel TiO2 semakin banyak untuk partikel TiO2 yang disintesis
dengan perlakuan ultrasonik yang semakin lama. Sehingga, akumulasi elektron
yang bisa dikumpulkan semikonduktor TiO2 semakin banyak sehingga
beda
potensial antara kedua ujung elektroda menjadi semakin besar. Indikasi ini
diperkuat dengan data ukuran kristal yang semakin mengecil dengan perlakuan
waktu pemaparan gelombang ultrasonik yang semakin lama. Sehingga dengan
demikian luas permukaan partikel TiO2 tiap satuan massa menjadi lebih besar
yang memungkinkan terjerapnya molekul dye yang lebih banyak.
Nilai arus short-circuit yang didapatkan oleh semua sel relatif kecil. Untuk
ekstrak kulit buah manggis sebagai sensitizer-nya, nilai arus short-circuit yang
didapatkan oleh sel CUP 0,5m, CUP1m, CUP2m dan CUP4m berturut-turut
sebesar 0,030 mA/cm2, 0,189 mA/cm2, 0,065 mA/cm2 dan 0,155 mA/cm2.
Demikian pula ketika ekstrak kulit buah plum digunakan sebagai sensitizer,
didapatkan nilai rapat arus short-circuit yang relatif kecil, yaitu secara berturutturut untuk sel CUP0,5p, CUP1p, CUP2p dan CUP4p sebesar 0,028 mA/cm2,
0,193 mA/cm2, 0,071 mA/cm2 dan 0,141 mA/cm2. Hasil-hasil yang didapatkan
mengindikasikan terjadinya pertukaran elektron yang kurang sempurna pada
bagian larutan elektrolit yang digunakan. Penyebabnya bisa karena kebocoran
larutan elektrolit, atau bisa pula karbon yang berperan sebagai katalis reaksi
redoks tidak berfungsi maksimal. Sehingga secara keseluruhan nilai rapat arus
untuk semua sel menjadi kecil.
50
4.7 Parameter Performasi Sel Surya
Dari data kurva arus-tegangan di atas, beberapa parameter digunakan
untuk mengukur tingkat performasi sel surya. Parameter pertama adalah arus
short-circuit (Isc), yaitu arus yang mengalir ketika rangkaian uji dihubung-singkat.
Nilai arus ini adalah nilai arus tertinggi yang bisa dimiliki oleh sel surya. Nilai
arus sering pula ditampilkan sebagai rapat arus (J) yaitu kuat arus yang mengalir
tiap satuan luas, dalam hal ini adalah luas permukaan sel surya yang diiluminasi
cahaya. Parameter kedua adalah tegangan open-circuit (Voc), yaitu tegangan yang
dihasilkan ujung-ujung elektroda sel ketika tidak dihubungkan dengan rangkaian
uji (tidak terbebani). Nilai tegangan ini adalah nilai tegangan terbesar yang bisa
dimiliki sel surya. Kedua parameter ini telah dibahas di atas untuk masing-masing
sel. Parameter yang lain adalah daya maksimum (Pmax) yaitu nilai daya terbesar
yang dihasilkan oleh sel surya. Secara ideal nilai daya maksimum adalah
perkalian antara Voc dan Isc, namun hal ini tidak pernah tercapai secara
eksperimen. Nilai daya maksimum dicari dari perkalian antara arus dan tegangan
dari masing-masing data. Parameter berikutnya adalah Fill Factor (FF). Parameter
ini memperlihatkan seberapa jauh kurva arus-tegangan mendekati bentuk ideal.
Fill Factor diberikan oleh persamaan (8). Nilai FF selalu bernilai lebih kecil dari
satu (dan positif). Nilai FF terbesar (ideal) adalah 1 yang terjadi ketika Pmax
sama dengan Voc dikali Isc. Jika parameter-parameter tersebut nilainya semakin
besar maka menandakan performa sel surya semakin baik. Performa sel surya
yang dibuat ditampilkan pada Tabel 8. Jika dilihat dari nilai Fill Factor, maka
performa yang baik dihasilkan oleh CUP2m (0,45), CUP2p (0,43) dan CUP1m
(0,45). Sel-sel tersebut mendekati profil sel surya ideal.
51
Tabel 8. Parameter performasi sel surya
Manggis sebagai sensitizer
Sampel
Jsc
Voc
2
Pmax
FF
Plum sebagai sensitizer
Jsc
Voc
Pmax
(mA/cm )
(V)
(uW)
2
FF
(mA/cm )
(V)
(uW)
CUB4
0,215
0,242
15,620
0,30
0,215
0,204
13,572
0,31
CUB8
0,570
0,396
52,812
0,23
0,870
0,289
73,872
0,29
CUB12
0,450
0,450
56,430
0,28
0,170
0,450
28,380
0,37
CUP 0,5
0,030
0,009
0,078
0,29
0,028
0,009
0,070
0,28
CUP1
0,189
0,452
39,192
0,46
0,193
0,388
23,994
0,32
CUP2
0,065
0,452
13,244
0,45
0,071
0,455
13,860
0,43
CUP4
0,155
0,462
21,808
0,30
0,141
0,420
17,864
0,30
C25
0,363
0,350
34,340
0,27
0,820
0,122
29,760
0,30
52
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Metode sonokimia bisa diterapkan untuk melakukan sintesis nanopartikel
TiO2, dengan ukuran partikel yang dihasilkan tergantung dari lamanya
waktu pemaparan gelombang ultrasonik. Semakin lama waktu pemaparan
umumnya menghasilkan ukuran kristal yang semakin kecil. Terdapat
waktu optimum dimana jika diberikan pemaparan lebih lama dari waktu
ini maka ukuran kristal menjadi lebih besar. Fase kristal TiO2 adalah fase
campuran anatase-rutile untuk sampel yang diberi perlakuan gelombang
ultrasonik dengan daya rendah (21 W), dengan persentase rutile yang
semakin berkurang seiring meningkatnya waktu pemaparan ultrasonik
yang diberikan. Fase kristal TiO2 untuk sampel yang diberi perlakuan
gelombang ultrasonik dengan daya tinggi (130 W) adalah 100% anatase
atau campuran anatase-rutile dengan persentase rutile yang sangat kecil.
2. Ekstrak kulit buah manggis dan plum serta semua bubuk TiO2 yang
disintesis bisa diaplikasikan sebagai photosensitizer pada sistem sel surya
tersensitasi dye.
3. Semua sampel sel surya yang dibuat memberikan respon perubahan arus
serta tegangan yang baik ketika diiluminasi cahaya. Profil arus – tegangan
yang dihasilkan mendekati profil ideal sel surya. Nilai rapat arus shortcircuit tertinggi sebesar 0,87 mA/cm2 yang dihasilkan sel surya yang
dibuat dari bahan TiO2 hasil sintesis menggunakan gelombang ultrasonik
berdaya rendah selama 8 jam dan ekstrak kulit buah plum sebagai
sensitizer-nya. Tegangan open-circuit terbesar adalah 0,462 V yang
dimiliki sel surya yang dibuat dari bahan TiO2 hasil sintesis menggunakan
gelombang ultrasonik berdaya tinggi selama 4 jam dengan ekstrak kulit
buah manggis sebagai semsitizer-nya. Sedangkan nilai fill factor tertinggi
adalah sebesar 0,46 yang dimiliki sel surya yang dibuat dari bahan TiO2
hasil sintesis menggunakan gelombang ultrasonik berdaya tinggi selama 1
jam dengan ekstrak kulit buah manggis sebagai sensitizer-nya.
53
5.2 Saran
1. Perlu diteliti lebih lanjut pengaruh komposisi pelarut terhadap keenceran
koloid yang dihasilkan pada tahap pelapisan TiO2 di atas gelas konduktif.
2. Perlu diukur ketebalan lapisan yang dihasilkan, dan diteliti pengaruh
perbedaan ketebalan terhadap performasi sel sehingga bisa didapatkan
kondisi deposisi yang optimum.
3. Perlu
diteliti
penggunaan
pembatas
(spacer)
untuk
mencegah
kemungkinan kebocoran elektrolit.
4. Perlu diteliti penggunaan elektrolit padat untuk menggantikan elektrolit
cair yang digunakan, agar kemungkinan kebocoran elektrolit bisa
dieliminir.
5. Perlu dilakukan penelitian tentang elektroda counter yang lebih baik
daripada karbon yang dipergunakan pada penelitian ini.
54
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah M. 2009. Pengantar Nanosains. Penerbit ITB: Bandung
Arami H, Mazloumi M, Khalifehzadeh R, Sadrnezhaad SK. 2007. Sonochemical
preparation of TiO2 nanoparticles. Material Letters; 61: 4559 – 4561.
Ashkarran AA, Mohammadizadeh MR. 2008. Superhydrophilicity of TiO2 thin
films using TiCl4 as a precursor. Materials Research Bulletin; 43: 522–530.
Bavykin DV, Parmon VN, Lapkina AA dan Walshc FC. 2004. The effect of
hydrothermal conditions on the mesoporous structure of TiO2 nanotubes. J
Mater Chem; 14: 3370 – 3377.
Chen YS, Lee JN, Tsai SY, Ting CC. 2007. Manufacture of dye-Sensitized Nano
Solar Cells and their I-V Curve Measurements. Di dalam: Proceedings of
ICAM2007, Tainan-Taiwan. 26-28 Nov 2007
Cullity BD. 1956. Elements of X-Ray Diffraction. Addison-Wesley Publishing
Company Inc.: USA
Dumbravă A, et al. 2008. Dye-sensitized solar cells based on nanocrystalline TiO2
and natural pigments. Journal of Optoelectronics and Advanced Materials;
10(11): 2996 – 3002.
Fernando JMRC, Sanadeera GKR. 2008. Natural anthocyanins as photosensitizers
for dye-sensitized solar devices. Current Science; 95(5)
Garcia CG, Polo AS, Iha NYM. 2003. Photoelectrochemical solar cell using
extract of Eugenia jambolana lam as a natural sensitizer. Anais da Academia
Brasileira de Ciências;75(2): 163-165.
Giancolli DC. 2005. Physics Principles with Application Sixth Edition. Pearson
Education Inc.: New Jersey, USA.
Gaetzel M, McEvoy AJ. 2004. Principles and applications of dye sensitized
nanocrystalline solar cells (DSC). Asian J. Energy Environ.; 5(3): 197-210
Grätzel M. 2003. Review dye-sensitized solar cells. Journal of Photochemistry
and Photobiology C: Photochemistry Reviews; 4: 145–153.
Han H, Zan L, Zhong J, Zhang L, Zhao X. 2004. The preparation of high-surfacearea nanocrystalline TiO2 films using easy-reggregration particles in solution.
Material Science and Engineering B; 110:227-232.
55
Hao S, Wu J, Huang Y, Lin J. 2006. Natural dyes as photosensitizers for dyesensitized solar cell. Solar Energy; 80: 209-214.
Hummel, RE. 2001. Electronic Properties of Materials Third Edition. Springer
Science+Business Media, Inc.: USA.
Jitputti J, Pavasupree S, Suzuki Y, Yoshikawa S. 2008. Synthesis of TiO2
Nanotubes and Its Photocatalytic Activity for H2 Evolution. Japanese Journal
of Applied Physics; 47(1): 751–756.
Joshi P, et al. 2009. Dye-sensitized solar cells based on low cost nanoscale
carbon/TiO2 composite counter electrode. Energy Environ Sci; 2: 426–429.
Khanna PK, Singh N, Charan S. 2007. Synthesis of nano-particles of anatase-TiO2
and preparation of its optically transparent film in PVA. Materials Letters; 61:
4725–4730.
Kolen’ko YV, et al. 2004. Hydrothermal synthesis of nanocrystalline and
mesoporous titania from aqueous complex titanyl oxalate acid solutions.
Chemical Physics Letters; 388: 411-415
Kolmakov A, Moskovits M. 2004. Chemical sensing and catalysis by onedimensionalmetal-oxide nanostructures. Annu Rev Mater Res; 34: 151–80.
Kong FT, Dai SY, Wang KJ. 2007. Review of Recent Progress in Dye-Sensitized
Solar Cells. Hindawi Publishing Corporation Advances in OptoElectronics;
2007(Article ID 75384): 13 halaman
Li D, Qin D, Deng M, Luo Y, Meng Q. 2009. Optimization the solid-state
electrolytes for dye-sensitized solar cells. Energy Environ Sci; 2: 283–291
Longo C, Paoli MA De. 2003. Dye-sensitized solar cells: a successful
combination of materials. J Braz Chem Soc; 14(6): 889-901.
Maddu A, Sudana AA, Mubarik NR, Dahlan K. 2006. Disinfeksi Escherichia coli
dengan fotoelektrokatalisis pada lapisan TiO2. Jurnal Biofisika; 2: 65-73
Mason TJ, Lorimer JP. 2002. Applied Sonochemistry: Uses of Power Ultrasound
in Chemistry and Processing. Wiley-VCH Verlag GmbH: Weinheim.
Nozik AJ, Memming R. 1996. Physical chemistry of semiconductor-liquid
interface. J Phys Chem; 100: 13061 - 13078
56
Pandey A, Samaddar AB. 2006. Dye sensitized photo volataic devices: an answer
to the daunting challenge of future energy crisis. Advances in Energy
Research: 497-502.
Polo SA, Iha NYM. 2006. Blue sensitizers for solar cell: natural dyes from
Calafate and Jaboticaba. Solar Energy Materials & Solar Cells; 90: 1936 –
1944.
Rajeshwar K. 2001. Fundamentals of Semiconductor Electrochemistry and
Photoelecrochemistry.
Di
dalam:
Licht
S,
editor.
Encyclopedia
of
Electrochemistry. Volume 6 Bab 1. Wiley-VCH: Weinheim. hlm 3 – 53.
Smestad GP. 1998. Education and solar conversion: demonstrating electron
transfer. Solar Energy Materials and Solar Cells; 55: 157-178
Smestad GP, et al. 2003. A technique to compare polythiophene solid-state dye
sensitized TiO2 solar cells to liquid junction devices. Solar Energy Materials
& Solar Cells; 76: 85–105
Soga T. 2006. Nanostructured Materials for Solar Energy Conversion. Elsevier
BV: Amsterdam.
Timuda GE. 2006. Karakterisasi Optik Lapisan Semikonduktor Cu2O yang Dibuat
dengan Metode Deposisi Kimia [skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Tomita K, et al. 2008. Hydrothermal synthesis of TiO2 nano-particles using novel
water-soluble titanium complexes. J Mater Sci; 43: 2217–2221.
Wongcharee K, Meeyoo V, Chavadej S. 2006. Dye-sensitized solar cell using
natural dyes extracted from rosella and blue pea flowers. J Solmat
Yu J, Zhou M, Cheng B, Yu H, Zhao X. 2005. Ultrasonic preparation of
mesoporous titanium dioxide nanocrystalline photocatalysts and evaluation of
photocatalytic activity. Journal of Molecular Catalysis A: Chemical; 227: 75–
80.
Yu J, et al. 2003. Effects of acidic and basic hydrolysis catalysts on the
photocatalytic activity and microstructures of bimodal mesoporous titania.
Journal of Catalysis; 217: 69–78
57
Zhou M, Yu J, Cheng B. 2006. Effects of Fe-doping on the photocatalytic activity
of mesoporous TiO2 powders prepared by an ultrasonic method. Journal of
Hazardous Materials B;137: 1838–1847
58
LAMPIRAN
59
Lampiran 1. Data JCPDS Kristal TiO2 Fase Anantase
60
Lampiran 2 Data JCPDS Kristal TiO2 Fase Rutile
61
Lampiran 3 Deteksi puncak sampel Degusa P25 dan indeks hkl yang bersesuaian
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Pos,
[°2Th.]
25,3985
27,5287
36,1582
37,9235
41,3598
48,1364
54,1440
55,1437
56,6832
62,7913
68,9397
70,3194
75,1782
dspacing
[Å]
3,50402
3,23752
2,48220
2,37061
2,18125
1,88881
1,69256
1,66422
1,62262
1,47866
1,36102
1,33766
1,26280
Rel.
Int.
[%]
100
12
7
24
3
38
24
22
3
19
9
10
10
FWHM
[°2Th.]
0,5955
0,5067
0,3100
0,5567
0,3800
0,5000
0,8134
0,4800
0,2400
0,5400
0,5600
0,4000
0,6400
Intensity
[cts]
178
22
12
42
6
67
42
39
5
33
16
17
18
Integrated
Intensity
[cts]
5637
556
229
1199
160
1723
1700
1060
84
999
458
420
621
Anatase
(A) /
Rutile (R)
A
R
R
A
R
A
A
A
R
A
A
A
A
hkl
101
110
101
004
111
220
105
211
220
204
116
220
215
Lampiran 4 Deteksi puncak sampel PUB4 dan indeks hkl yang bersesuaian
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pos.
[°2Th.]
25,3411
27,4538
36,1183
37,8520
48,0914
54,2940
55,0237
62,7114
68,8897
75,0882
dspacing
[Å]
3,51182
3,24618
2,48485
2,37493
1,89047
1,68824
1,66756
1,48035
1,36189
1,26409
Rel.
Int.
[%]
100
44
23
29
36
43
25
23
16
12
FWHM
[°2Th.]
0,74170
0,60330
0,59000
0,56000
0,67000
1,10000
0,76000
0,58000
0,70000
0,66000
Intensity
[cts]
91
40
21
26
33
39
23
21
10
11
Integrated
Intensity
[cts]
3747
1450
761
957
1304
1728
765
840
461
433
Anatase
(A) /
Rutile (R)
A
R
R
A
A
A
A
A
A
A
hkl
101
110
101
004
220
105
211
204
116
215
62
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pos.
[°2Th.]
25,6459
27,7602
36,3769
38,1952
41,613
48,3333
54,4498
63,1299
69,1177
75,0623
FWHM
[°2Th.]
0,768
0,576
0,48
0,576
0,384
0,384
1,152
0,96
0,768
1,92
Area
[cts*°2Th]
82,43
29,92
9
12,5
4,27
13,74
40,33
17,46
10,15
14,69
Backgr.
[cts]
Lampiran 5 Deteksi puncak sampel PUB8 dan indeks hkl yang bersesuaian
9
8
5
5
4
3
3
2
2
1
dspacing
[Å]
3,47076
3,21104
2,46777
2,35437
2,16855
1,88157
1,68377
1,47154
1,35795
1,26446
Heigh
t [cts]
80,5
38,95
14,06
16,28
8,34
26,83
26,26
13,64
9,91
5,74
Rel.
Int. [%]
100
48,39
17,47
20,22
10,36
33,33
32,62
16,94
12,32
7,13
Anat
(A) /
Rut
(R)
A
R
R
A
R
A
A
A
A
A
hkl
101
110
101
004
111
220
105
204
116
215
Lampiran 6 Deteksi puncak sampel PUB12 dan indeks hkl yang bersesuaian
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Pos.
[°2Th.]
25,7312
27,7629
38,0823
48,2565
54,3326
55,1846
62,9151
69,0649
70,4767
73,5509
75,3502
FWHM
[°2Th.]
0,864
0,768
0,48
0,576
0,576
0,96
0,768
0,768
0,96
0,24
0,768
Area
[cts*°2Th.]
121,95
12,45
18,39
25,19
21,18
27,79
16,89
9,11
8,75
0,58
11,94
Backgr.
[cts]
6
5
2
1
1
1
1
1
1
1
1
dspacing
[Å]
3,45946
3,21073
2,36109
1,88438
1,68712
1,66308
1,47604
1,35886
1,33506
1,28666
1,26034
Height
[cts]
105,86
12,16
28,74
32,8
27,58
21,71
16,49
8,9
6,84
1,82
11,66
Rel.
Int.
[%]
100
11,49
27,15
30,98
26,06
20,51
15,58
8,4
6,46
1,72
11,02
Anat
(A) /
Rut(R)
A
R
A
A
A
A
A
A
A
A
A
Hkl
101
110
004
220
105
211
204
116
220
107
215
63
Lampiran 7 Deteksi puncak sampel PUP 0,5 dan indeks hkl yang bersesuaian
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pos.
[°2Th.]
25,4138
27,4899
37,8914
48,0868
53,9301
55,1379
62,8011
68,7688
70,3998
75,039
FWHM
[°2Th.]
0,768
0,576
0,576
0,672
0,576
0,576
0,96
0,48
0,768
0,576
Area
[cts*°2Th.]
226,6
5,01
40,72
51,35
30,65
27,94
30,74
10,95
13,26
14,52
Backgr.
[cts]
7
5
3
2
2
2
2
1
1
1
dspacing
[Å]
3,50194
3,242
2,37254
1,89064
1,69876
1,66438
1,47845
1,36398
1,33632
1,26479
Height
[cts]
221,29
6,53
53,03
57,32
39,91
36,38
24,02
17,11
12,95
18,91
Rel.
Int.
[%]
100
2,95
23,96
25,9
18,03
16,44
10,85
7,73
5,85
8,54
Anat
(A) /
Rut(R)
A
R
A
A
A
A
A
A
A
A
hkl
101
110
004
200
105
211
204
116
220
215
Lampiran 8 Deteksi puncak sampel PUP1 dan indeks hkl yang bersesuaian
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Pos.
[°2Th.]
25,7549
38,1169
48,1763
54,1548
55,5059
62,9317
69,1306
70,6463
75,1419
FWHM
[°2Th.]
0,864
0,576
0,48
0,576
0,48
1,344
0,96
1,152
0,768
Area
[cts*°2Th.]
144,07
23,45
24,15
22,79
12,2
34,8
9,32
9,86
9,8
Backgr.
[cts]
9
4,66
3
2
2
2
2
2
2
dspacing
[Å]
3,45633
2,35903
1,88733
1,69225
1,65421
1,4757
1,35773
1,33227
1,26332
Height
[cts]
125,06
30,53
37,74
29,67
19,07
19,42
7,28
6,42
9,57
Rel.
Int.
[%]
100
24,42
30,18
23,73
15,24
15,53
5,82
5,13
7,65
Anat
(A) /
Rut(R)
A
A
A
A
A
A
A
A
A
hkl
101
004
200
105
211
204
116
220
215
Lampiran 9 Deteksi puncak sampel PUP2 dan indeks hkl yang bersesuaian
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pos.
[°2Th.]
25,693
38,0153
48,3494
54,057
55,3132
61,7258
62,8977
68,7575
70,4763
75,2688
FWHM
[°2Th.]
0,96
0,48
0,96
0,576
0,768
0,288
1,152
0,96
0,768
0,48
Area
[cts*°2Th.]
173,88
19,42
48,44
18,81
27,71
1,48
29,91
8,48
7,53
10,66
Backgr.
[cts]
7
4
2
2
2
2
2
1
1
1
dspacing
[Å]
3,46452
2,3651
1,88098
1,69508
1,65952
1,5016
1,47641
1,36418
1,33506
1,2615
Height
[cts]
135,85
30,34
37,84
24,5
27,06
3,86
19,48
6,62
7,35
16,66
Rel.
Int.
[%]
100
22,33
27,86
18,03
19,92
2,84
14,34
4,88
5,41
12,27
Anat
(A) /
Rut(R)
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
hkl
101
004
200
105
211
213
204
116
220
215
64
Lampiran 10 Deteksi puncak sampel PUP4 dan indeks hkl yang bersesuaian
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Pos.
[°2Th.]
25,2805
37,768
47,9171
53,7752
54,9929
62,68
68,6668
70,2952
74,9826
FWHM
[°2Th.]
0,768
0,576
0,576
0,48
0,576
0,768
0,576
0,576
0,96
Area
[cts*°2Th.]
197,1
28,49
37,39
23,24
21,03
23,27
8,18
7,49
17,47
Backgr.
[cts]
7
3
2
2
2
1
1
2
1
dspacing
[Å]
3,5201
2,38001
1,89694
1,70329
1,66842
1,48102
1,36576
1,33806
1,26561
Height
[cts]
192,48
37,1
48,69
36,31
27,38
22,73
10,65
9,75
13,65
Rel.
Int.
[%]
100
19,27
25,29
18,86
14,23
11,81
5,53
5,07
7,09
Anat
(A) /
Rut
(R)
A
A
A
A
A
A
A
A
A
hkl
101
004
220
105
211
204
116
220
215
Download