BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Standar Operasional Prosedur (SOP) Paradigma governance membawa pergeseran dalam pola hubungan antara pemerintah dengan masyarakat sebagai konsekuensi dari penerapan prinsip-prinsip corporate governance. Penerapan prinsip corporate governance juga berimplikasi pada perubahan manajemen pemerintahan menjadi lebih terstandarisasi, artinya ada sejumlah kriteria standar yang harus dipatuhi instansi pemerintah dalam melaksanakan aktivitas- aktivitasnya. Standar kinerja ini sekaligus dapat untuk menilai kinerja instansi pemerintah secara internal maupun eksternal. Standar internal yang bersifat prosedural inilah yang disebut dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Perumusan SOP menjadi relevan karena sebagai tolok ukur dalam menilai efektivitas dan efisiensi kinerja instansi pemerintah dalam melaksanakan program kerjanya. Secara konseptual prosedur diartikan sebagai langkah - langkah sejumlah instruksi logis untuk menuju pada suatu proses yang dikehendaki. Proses yang dikehendaki tersebut berupa pengguna-pengguna sistem proses kerja dalam bentuk aktivitas, aliran data, dan aliran kerja. Prosedur operasional standar adalah proses standar 13 langkah - langkah sejumlah instruksi logis yang harus dilakukan berupa aktivitas, aliran data, dan aliran kerja. Dilihat dari fungsinya, SOP berfungsi membentuk sistem kerja & aliran kerja yang teratur, sistematis, dan dapat dipertanggungjawabkan; menggambarkan bagaimana tujuan pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku; menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan kegiatan berlangsung; sebagai sarana tata urutan dari pelaksanaan dan pengadministrasian pekerjaan harian sebagaimana metode yang ditetapkan; menjamin konsistensi dan proses kerja yang sistematik; dan menetapkan hubungan timbal balik antar Satuan Kerja. Secara umum, Standard Prosedur Operasional merupakan gambaran langkah-langkah kerja (sistem, mekanisme dan tata kerja internal) yang diperlukan dalam pelaksanaan suatu tugas untuk mencapai tujuan instansi pemerintah. SOP sebagai suatu dokumen/instrumen memuat tentang proses dan prosedur suatu kegiatan yang bersifat efektif dan efisien berdasarkan suatu standar yang sudah baku. Pengembangan instrumen manajemen tersebut dimaksudkan untuk memastikan bahwa proses pelayanan di seluruh unit kerja pemerintahan dapat terkendali dan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Standard Operating Prosedure (SOP) adalah dokumen tertulis yang memuat prosedur kerja secara rinci, tahap demi tahap dan sistematis. SOP memuat serangkaian instruksi secara tertulis tentang kegiatan rutin atau 14 berulang-ulang yang dilakukan oleh sebuah organisasi. Untuk itu SOP juga dilengkapi dengan referensi, lampiran, formulir, diagram dan alur kerja (flow chart). Standar Operasional Operasional sering juga disebut sebagai manual SOP yang digunakan sebagai mengevaluasi pedoman untuk mengarahkan suatu dan pekerjaan (http://shafiyyah.blog.uns.coid/2010/02/25/sop/ dalam Angih wanabkti P dkk., akses tanggal 25 agustus 2013). Implementasi SOP yang baik, akan menunjukkan konsistensi hasil kinerja, hasil produk dan proses pelayanan yang kesemuanya mengacu pada kemudahan karyawan dan kepuasan pelanggan.Tujuan penerapan SOP pada suatu organisasi atau institusi adalah : 1. Sebagai proses kerja rutin terlaksana dengan efisien, efektif, konsisten/ uniform dan aman, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku. 2. Untuk menjaga konsistensi tingkat penampilan kinerja atau kondisi tertentu, sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan tertentu bagi sesama pekerja, dan supervisor. 3. Sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan tertentu bagi sesama pekerja, dan supervisor. 15 4. Untuk menghindari kegagalan atau kesalahan (dengan demikian menghindari dan mengurangi konflik), keraguan, duplikasi serta pemborosan dalam proses pelaksanaan kegiatan. 5. Merupakan parameter untuk menilai mutu pelayanan. 6. Untuk lebih menjamin penggunaan tenaga dan sumber daya secara efisien dan efektif. 7. Untuk menjelaskan alur tugas, wewenan dan tanggungjawab dari pimpinan/petugas yang terkait. 8. Sebagai dokumen yang akan menjelaskan dan menilai pelaksana proses kerja bila terjadi suatu kesalahan atau dugaan malpraktek dan kesalahan administrasi lainnya, sehingga sifatnya melindungi institusi dan petugas. 9. Sebagai dokumen yang digunakan untuk pelatihan. 10. Sebagai dokumen sejarah bila di buat revisi SOP yang baru. Jika Standar Operasional Prosedur dijalankan dengan benar maka perusahaan/ institusi akan mendapatkan banyak manfaat dari penerapan SOP tersebut antara lain : 1. Memberikan penjelasan tentang prosedur kegiatan secara detail dan terinci dengan jelas dan sebagai dokumentasi aktivitas proses bisnis perusahaan. 2. Meminimalisasi variasi dan kesalahan dalam suatu prosedur operasional kerja 16 3. Mempermudah dan menghemat waktu dan tenaga dalam program training karyawan 4. Menyamaratakan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh semua pihak 5. Membantu dalam melakukan evaluasi dan penilaian terhadap setiap proses operasional dalam institusi/perusahaan. 6. Membantu mengendalikan dan mengantisipasi apabila terdapat suatu perubahan kebijakan 7. Mempertahankan kualitas organisasi/institusi melalui konsistensi kerja karena intitusi/perusahaan telah memiliki sistem kerja yang sudah jelas dan terstruktur secara sistematis. Sebagai suatu instrumen manajemen, SOP berlandaskan pada sistem manajemen kualitas (Quality Management System), yakni sekumpulan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk manajemen sistem yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk (barang dan/atau jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu. Rudi Tambunan (edisi 2, 2013), Standar Operasional Prosedur (SOP) bertujuan untuk meyusun standard langkah-langkah/ alur kerja secara efektif dan efisien dalam mengatur pembuatan semua keputusan dan tindakan di dalam organisasi, baik untuk aspek operasional maupun administratif. Dengan SOP, kita akan memahami dengan jelas, apa, mengapa, dan bagaimana langkah-langkah/ alur pekerjaan tersebut. Sistem manajemen 17 kualitas berfokus pada konsistensi dari proses kerja. Hal ini mencakup beberapa tingkat dokumentasi terhadap standar-standar kerja. Sistem ini berlandaskan pada pencegahan kesalahan, sehingga bersifat proaktif, bukan pada deteksi kesalahan yang bersifat reaktif. Secara konseptual, Standar Opersional Prosedur merupakan bentuk konkrit dari penerapan prinsip manajemen kualitas yang diaplikasikan untuk organisasi pemerintahan (organisasi publik). Oleh karena itu, tidak semua prinsip-prinsip manajemen kualitas dapat diterapkan dalam SOP karena sifat organisasi pemerintah berbeda dengan organisasi privat. Tahap penting dalam penyusunan Standar operasional prosedur adalah melakukan analisis sistem dan prosedur kerja, analisis tugas, dan melakukan analisis prosedur kerja. 1. Analisis sistem dan prosedur kerja Analisis sistem dan prosedur kerja adalah kegiatan mengidentifikasikan fungsi-fungsi utama dalam suatu pekerjaan, dan langkah-langkah yang diperlukan dalam melaksanakan fungsi sistem dan prosedur kerja. Sistem adalah kesatuan unsur atau unit yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi sedemikian rupa, sehingga muncul dalam bentuk keseluruhan, bekerja, berfungsi atau bergerak secara harmonis yang ditopang oleh sejumlah prosedur yang diperlukan, sedang prosedur merupakan urutan kerja atau kegiatan 18 yang terencana untuk menangani pekerjaan yang berulang dengan cara seragam dan terpadu. 2. Analisis Tugas Analisis tugas merupakan proses manajemen yang merupakan penelaahan yang mendalam dan teratur terhadap suatu pekerjaan, karena itu analisa tugas diperlukan dalam setiap perencanaan dan perbaikan organisasi. Analisa tugas diharapkan dapat memberikan keterangan mengenai pekerjaan, sifat pekerjaan, syarat pejabat, dan tanggung jawab pejabat. Di bidang manajemen dikenal sedikitnya 5 aspek yang berkaitan langsung dengan analisis tugas yaitu : a. Analisa tugas, merupakan penghimpunan informasi dengan sistematis dan penetapan seluruh unsur yang tercakup dalam pelaksanaan tugas khusus. b. Deskripsi tugas, merupakan garis besar data informasi yang dihimpun dari analisa tugas, disajikan dalam bentuk terorganisasi yang mengidentifikasikan dan menjelaskan isi tugas atau jabatan tertentu. Deskripsi tugas harus disusun berdasarkan fungsi atau posisi, bukan individual; merupakan dokumen umum apabila terdapat sejumlah personil memiliki fungsi yang sama; dan mengidentifikasikan individual dan persyaratan kualifikasi untuk mereka serta harus dipastikan bahwa mereka memahami dan 19 menyetujui terhadap wewenang dan tanggung jawab yang didefinisikan itu. c. Spesifikasi tugas berisi catatan-catatan terperinci mengenai kemampuan pekerja untuk tugas spesifik d. Penilaian tugas, berupa prosedur penggolongan dan penentuan kualitas tugas untuk menetapkan serangkaian nilai moneter untuk setiap tugas spesifik dalam hubungannya dengan tugas lain e. Pengukuran kerja dan penentuan standar tugas merupakan prosedur penetapan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap tugas dan menetapkan ukuran yang dipergunakan untuk menghitung tingkat pelaksanaan pekerjaan. Melalui analisa tugas ini tugas-tugas dapat dibakukan, sehingga dapat dibuat pelaksanaan tugas yang baku. Setidaknya ada dua manfaat analisis tugas dalam penyusunan standar operasional prosedur yaitu membuat penggolongan pekerjaan yang direncanakan dan dilaksanakan serta menetapkan hubungan kerja dengan sistematis. 3. Analisis prosedur kerja Analisis prosedur kerja adalah kegiatan untuk mengidentifikasi urutan langkah-langkah pekerjaan yang berhubungan apa yang dilakukan, bagaimana hal tersebut dilakukan, bilamana hal tersebut dilakukan, dimana hal tersebut dilakukan, dan siapa yang melakukannya. 20 Prosedur diperoleh dengan merencanakan terlebih dahulu bermacammacam langkah yang dianggap perlu untuk melaksanakan pekerjaan. Dengan demikian serangkaian prosedur langkah kerja pekerjaan dapat yang dirumuskan berhubungan, sebagai biasanya dilaksanakan oleh lebih dari satu orang, yang membentuk suatu cara tertentu dan dianggap baik untuk melakukan suatu keseluruhan tahap yang penting. Analisis terhadap prosedur kerja akan menghasilkan suatu diagram alur (flow chart) dari aktivitas organisasi dan menentukan hal-hal kritis yang akan mempengaruhi keberhasilan organisasi. Aktivitas-aktivitas kritis ini perlu didokumentasikan dalam bentuk prosedur-prosedur dan selanjutnya memastikan bahwa fungsi-fungsi dan aktivitas itu dikendalikan oleh prosedur-prosedur kerja yang telah terstandarisasi. Prosedur kerja merupakan salah satu komponen penting dalam pelaksanaan tujuan organisasi sebab prosedur memberikan beberapa keuntungan antara lain memberikan pengawasan yang lebih baik mengenai apa yang dilakukan dan bagaimana hal tersebut dilakukan; mengakibatkan penghematan dalam biaya tetap dan biaya tambahan; dan membuat koordinasi yang lebih baik di antara bagian-bagian yang berlainan. Dalam menyusun suatu prosedur kerja, terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan yaitu : 21 1. Prosedur kerja harus sederhana sehingga mengurangi beban pengawasan; 2. Spesialisasi harus dipergunakan sebaik-baiknya; 3. Pencegahan penulisan, gerakan dan usaha yang tidak perlu; 4. Berusaha mendapatkan arus pekerjaan yang sebaik-baiknya; 5. Mencegah kekembaran (duplikasi) pekerjaan; 6. Harus ada pengecualian yang seminimun-minimunya terhadap peraturan; 7. Mencegah adanya pemeriksaan yang tidak perlu; 8. Prosedur harus fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kondisi yang berubah; 9. Pembagian tugas tepat; 10. Memberikan pengawasan yang terus menerus atas pekerjaan yang dilakukan; 11. Penggunaan urutan pelaksanaan pekerjaaan yang sebaik-baiknya; 12. Tiap pekerjaan yang diselesaikan harus memajukan pekerjaan dengan memperhatikan tujuan; 13. Pekerjaan tata usaha harus diselenggarakan sampai yang minimum; 14. Menggunakan prinsip pengecualian dengan sebaik-baiknya Hasil dari penyusunan prosedur kerja ini dapat ditulis dalam “buku pedoman organisasi” atau “daftar tugas”yang memuat lima hal penting, yaitu: 1. Garis-garis besar organisasi (tugas-tugas tiap jabatan); 22 2. Sistem-sistem atau metode-metode yang berhubungan dengan pekerjaan; 3. Formulir-formulir yang dipergunakan dan bagaimana menggunakannya; 4. Tanggal dikeluarkannya dan di bawah kekuasaan siapa buku pedoman tersebut diterbitkan; 5. Informasi tentang bagaimana menggunakan buku pedoman tersebut Penyusunan Standar Operasional Prosedur terbagi dalam tiga proses kegiatan utama yaitu Requirement discovery berupa teknik yang digunakan oleh sistem tersebut untuk mengidentifikasi permasalahan sistem dan pemecahannya dari pengguna sistem; Data modeling berupa teknik untuk mengorganisasikan dan mendokumentasikan sistem data; dan Process modeling berupa teknik untuk mengorganisasikan dan mendokumentasikan struktur dan data yang ada pada seluruh sistem proses atau logis, kebijakan prosedur yang akan diimplementasikan dalam suatu proses sistem. Dilihat dari ruang lingkupnya, penyusunan SOP dilakukan disetiap satuan unit kerja dan menyajikan langkah-langkah serta prosedur yang spesifik berkenaan dengan kekhasan tupoksi masing-masing satuan unit kerja yang meliputi penyusunan langkah-langkah, tahapan, mekanisme maupun alur kegiatan. SOP kemudian menjadi alat untuk meningkatkan 23 kinerja penyelenggaraan pemerintahan secara efektif dan efisien. Prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam penyusunan SOP adalah : 1. Penyusunan SOP harus mengacu pada SOTK, TUPOKSI, serta alur dokumen; 2. Prosedur kerja menjadi tanggung jawab semua anggota organisasi; 3. Fungsi dan aktivitas dikendalikan oleh prosedur, sehingga perlu dikembangkan diagram alur dari kegiatan organisasi; 4. SOP didasarkan atas kebijakan yang berlaku; 5. SOP dikoordinasikan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan/penyimpangan; 6. SOP tidak terlalu rinci; 7. SOP dibuat sesederhana mungkin; 8. SOP tidak tumpang tindih, bertentangan atau duplikasi dengan prosedur lain; 9. SOP ditinjau ulang secara periodik dan dikembangkan sesuai kebutuhan. Berdasarkan pada prinsip penyusunan Standar Operasional Prosedur di atas, penyusunan SOP didasarkan pada tipe satuan kerja, aliran aktivitas, dan aliran dokumen. Kinerja SOP diproksikan dalam bentuk durasi waktu, baik dalam satuan jam, hari, atau minggu, dan bentuk hirarki struktur organisasi yang berlaku. Proses penyusunan SOP dilakukan dengan 24 memperhatikan kedudukan, tupoksi, dan uraian tugas dari unit kerja yang bersangkutan. Berdasarkan aspek-aspek tersebut SOP disusun dalam bentuk diagram alur (flow chart) dengan menggunakan simbol-simbol yang menggambarkan urutan langkah kerja, aliran dokumen, tahapan mekanisme, serta waktu kegiatan. Setiap satuan unit kerja memiliki SOP sesuai dengan rincian tugas pokok dan fungsinya, karena itu setiap satuan unit kerja memiliki lebih dari satu SOP. Pelaksanaan SOP dapat dimonitor secara internal maupun eksternal dan SOP dievaluasi secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun dengan materi evaluasi mencakup aspek efisiensi dan efektivitas SOP. Evaluasi dilakukan oleh Satuan Kerja penyelenggara kegiatan (di lingkungan instansi Pemerintah), atau lembaga independen yang diminta bantuannya oleh instansi Pemerintah. Pendekatan yang digunakan untuk melakukan monitoring dan evaluasi menggunakan pendekatan partisipatif. Perubahan SOP (diganti atau penyesuaian) dapat dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan Pemerintah atau SOP dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat. Perubahan SOP dilakukan melalui proses penyusunan Standar Operasional Prosedur baru sesuai tata cara yang telah dikemukakan. 25 2. Disiplin Kerja a. Pengertian Disiplin Kerja Disiplin sangat penting baik bagi individu (tenaga kerja) yang bersangkutan maupun organisasi. Karena disiplin pribadi akan mempengaruhi kinerja pribadi seseorang. Hal ini disebabkan manusia merupakan motor penggerak utama dalam organisasi. Untuk itu sangat logis apabila peningkatan disiplin sumber daya manusia harus selalu diupayakan untuk mencapai produktivitas organisasi sesuai yang diharapkan. Heidjrachman dan Husnan, (2002) menyatakan bahwa, disiplin adalah setiap perseorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang diperlukan seandainya tidak ada perintah. Disiplin adalah tindakan manajemen untuk memberikan semangat kepada pelaksanaan standar organisasi, ini adalah pelatihan yang mengarah pada upaya membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan sikap dan perilaku pegawai sehingga ada kemauan pada diri pegawai untuk menuju pada kerjasama dan prestasi yang lebih baik, itu sendiri disiplin diartikan sebagai kesediaan seseorang yang timbul dengan kesadaran sendiri untuk mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku dalam organisasi (Davis, 2004). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil telah diatur secara jelas bahwa kewajiban yang 26 harus ditaati oleh setiap pegawai negeri sipil merupakan bentuk disiplin yang ditanamkan kepada setiap pegawai negeri sipil. Menurut Handoko (2001) disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional. Ada dua tipe kegiatan pendisiplinan yaitu preventif dan korektif. Dalam pelaksanaan disiplin, untuk memperoleh hasil seperti yang diharapkan, maka pemimpin dalam usahanya perlu menggunakan pedoman tertentu sebagai landasan pelaksanaan. Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan organisasi dan norma-norma social yang berlaku (Hasibuan, 2005). Handoko (2001) menyatakan, disiplin adalah kegiatan menajemen untuk menjalankan standart-standart organisasional. Fathoni (2006) kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standarstandar organisasional. Secara etimologis, kata “Disiplin” berasal dari kata Latin “disciplina” yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat (Moekijad, 2003) Kedisiplinan adalah kesadaran (sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi dia akan memenuhi untuk mengarsipkan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan dan kesediaan suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan organisasi baik 27 tertulis maupun tidak) seseorang mentaati semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku (Hasibuan, 2005). Disiplin menurut Hodgest pada tahun 1994 dalam Yuspratiwi (2001) menyatakan bahwa disiplin dapat diartikan sebagai sikap seseorang atau kelompok yang berniat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, pengertian disiplin kerja adalah suatu sikap dan tingkah laku yang menunjukkan ketaatan pegawai terhadap peraturan organisasi. Sikap dan perilaku dalam disiplin kerja ditandai oleh berbagai inisiatif, kemauan, dan kehendak untuk mentaati peraturan. Artinya, orang yang dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi tidak semata-mata patuh dan taat terhadap peraturan secara kaku dan mati, tetapi juga mempunyai kehendak (niat) untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan organisasi (Helmi, 2007). Dari beberapa pengertian di atas, disiplin terutama ditinjau dari perspektif organisasi, dapat dirumuskan sebagai ketaatan setiap anggota organisasi terhadap semua aturan yang berlaku di dalam organisasi tersebut, yang terwujud melalui sikap, perilaku dan perbuatan yang baik sehingga tercipta keteraturan, keharmonisan, tidak ada perselisihan, serta keadaankeadaan baik lainnya. Dari uraian disiplin yang dimaksud dari beberapa pengertian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa disiplin kerja merupakan suatu sikap dan 28 perilaku yang berniat untuk mentaati segala peraturan organisasi yang didasarkan atas kesadaran diri untuk menyesuaikan dengan peraturan organisasi. Berdasarkan pengertian dari disiplin seperti tersebut diatas, maka dapat ditarik beberapa indikator-indikator disiplin kerja sebagai berikut : 1. Disiplin kerja tidak semata-mata patuh dan taat terhadap penggunaan jam kerja, misalnya datang dan pulang sesuai dengan jadwal, tidak mangkir jika bekerja, dan tidak mencuri-curi waktu. 2. Upaya dalam mentaati peraturan tidak didasarkan adanya perasaan takut, atau terpaksa. 3. Komitmen dan loyal pada organisasi yaitu tercermin dari bagaimana sikap dalam bekerja. b. Tingkat Kedisiplinan Kerja Disiplin pegawai dalam manajemen sumber daya manusia berangkat dari pandangan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, luput dari kekhilafan dan kesalahan. Oleh karena itu setiap organisasi perlu memiliki berbagai ketentuan yang harus ditaati oleh para anggotanya, standar yang harus dipenuhi. Menurut Hasibuan (2005) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya disiplin petugas yaitu : tujuan dan kemampuan , teladan pimpinan, balas jasa, keadilan, pengawasan melekat (waskat), 29 sanksi hukuman, ketegasan dan hubungan kemanusiaan. Semua faktor itu pasti berpengaruh terhadap penerapan disiplin dalam organisasi. Mengacu pada Dessler (2008), “discipline is a procedure that corrects or punishes a subordinate because a rule or procedure has been violated”. Disiplin kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan– peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggup menjalankan dan tidak mengelak untuk menerima sanksi – sanksinya, apabila anggota organisasi yang bersangkutan melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Prilaku disiplin petugas merupakan sesuatu yang tidak muncul dengan sendirinya, tetapi perlu dibentuk. Oleh karena itu pembentukan disiplin kerja menurut Handoko (2001) dapat dilakukan melalui dua cara yaitu : 1. Disiplin Prefentif (Preventive discipline) Disiplin prefentif merupakan tindakan yang diambil untuk mendorong para pekerja mengikuti atau mematuhi norma-norma dan aturanaturan sehingga penyelewengan-penyelewengan tidak terjadi. Tujuannya adalah untuk mendorong disiplin diri dan diantara para pegawai. Dengan cara ini pegawai menjaga disiplin diri mereka bukan semata-mata karena dipaksa manajemen. 2. Disiplin Korektif (Corrective discipline) Disiplin Korektif merupakan suatu kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk 30 menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan (disciplinary action). Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut diatas, untuk mengukur tingkat disiplin antara lain adalah: a. Kehadiran/absensi pegawai dan kepatuhan pegawai pada jam-jam kerja b. Kepatuhan pegawai mengikuti apel pagi dan siang c. Kepatuhan pegawai pada perintah atau instruksi dari atasan d. Kepatuhan pegawai pada peraturan dan tata tertib yang berlaku e. Berpakaian seragam pada saat jam kerja dan menggunakan atribut dan tanda-tanda pengenal instansi sesuai ketentuan yang berlaku f. Penggunaan dan pemeliharaan bahan-bahan atau alat-alat perlengkapan kantor dengan hati-hati g. Bekerja dengan mengikuti cara-cara bekerja yang telah ditentukan oleh peraturan yang berlaku. Pengukuran lain menggunakan Achievement Motivation Questionnaire (AMQ) dari Spence and Helmreich tahun 2003 yang mengukur orientasi pekerjaan (work orientation), penguasaan (mastery), dan persaingan (competiveness). Hal ini dikembangkan menjadi beberapa item diantaranya, pencapaian prestasi yang lebih, bekerja dengan baik, bekerja lebih baik dari yang kemarin, suka bekerja keras, melakukan lebih baik untuk mengatasi 31 kesulitan, berpikir menyenangkan, perebutan untuk menguasai sesuatu, tetap melakukan tugas, tingkat keterampilan yang tinggi, tidak melakukan tugas yang tidak pasti, sibuk setiap waktu, mencoba berkompetisi lebih keras, menikmati kompetisi, gangguan jika orang lain bekerja lebih baik, penting untuk lebih baik daripada orang yang lain, menang dalam pekerjaan, bakat sukses, peningkatan prestasi (Helmi, 2008). c. Disiplin Kerja Mewujudkan Efektivitas dan Efisiensi Kerja Disiplin kerja merupakan kondisi organisasi atau iklim kerja yang sangat penting untuk mengefektifkan organisasi. Tanpa disiplin kerja akan sulit mewujudkan efektivitas dan efisiensi kerja, sehinga akan sulit pila dalam mencapai tujuan organisasi secara maksimal. Sehubungan dengan itu Theo Haiman pada tahun 1982 dalam Nawawi (2003) mengatakan bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang tertib, dengan anggota organisasi yang berperilaku sepantasnya dan memandang peraturan –peraturan organisasi sebagai perilaku yang dapat diterima. Disiplin dikatakan baik apabila pegawai/anggota organisasi secara umum mengikuti aturan-aturan organisasi, dan dapat dikatakan buruk apabila tidak mengikuti atau melanggar aturan-aturan tersebut. Davis (2004) mengatakan bahwa disiplin adalah tindakan atau perilaku manajemen yang menuntut pemenuhan kebutuhan akan standar organisasi. Sedangkan Hasibuan (2005) mengatakan bahwa disiplin adalah 32 suatu keadaan tertib dimana orang yang tergabung disiplin organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan senang hati. Sejalan dengan itu pendapat-pendapat diatas Tohardi (2003) mengatakan disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, dan ketertiban. Berdasarkan nilai-nilai tersebut berarti disiplin merupakan dasar pengembangan hati nurani yang merupakan salah satu factor penting dalam memelihara emosi seorang petugas/anggota organisasi. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa disiplin sangat penting pula dalam perkembangan karakteristik kepribadian lainnya, seperti tanggung jawab, percaya diri, ketekunan, dan control diri. Disiplin dalam pengembangan karakteristik kepribadian tersebut sangat penting bagi para pegawai/anggota organisasi dalam mempertahankan dan mengembangkan perilaku yang tepat dalam bekerja. 3. Komitmen Kerja Pegawai a. Pengertian Komitmen Kerja Menurut Ibrahim Hafid ( cetakan I – 2011) dalam Ranah Pemikiran Menuju Indonesia Cemerlang bahwa komitmen adalah janji pada diri sendiri seorang karyawan untuk bekerja lebih baik, lebih produktif dan lebih efesien terhadap tugas yang dibebankan kepadanya dalam sebuah institusi. Komitmen akan menentukan jalannya organisasi karena pengaruhnya yang ektensif pada seluruh fungsi organisasi, oleh sebab itu baik pimpinan 33 maupun karyawan harus memiliki komitmen dalam mewujudkan tujuan suartu organisasi. Komitmen terbalut dalam enam faktor yang bisa berperan dan dimainkan oleh masing-masing unsur dalam membentuk tingkah laku yang menguntungkan orgnisasi yaitu : 1. Dorongan, dorongan untuk tetap belajar, tidak merasa puas atas keberhasilan yang dicapai, dorongan untuk menempatkan prinsip diatas prasangka dan diatas kepentingan pencapaian tujuan. 2. Percaya diri, percaya diri ada bersama dorongan, melakukan pekerjaan besar yang selalu dimulai dengan keyakinan bahwa karyawan sanggup jadi anggota organisasi memerlukan tekad yang mengalir dari percaya diri. 3. Pengertian, bukan sekedar pengetahuan dan lebih dari kecerdasan, secara prinsip pengertian merupakan panduan antara pengetahuan dan kecerdasan. 4. Kedewasaan, dalam hal komitmen di semua jenjang organisasi yang dibicarakan adalah kedewasaan emosional, bukan umur dan pengalaman. 5. Integritas, integritas sebenarnya merupakan kombinasi antara yang memacu diri, pengertian dan kedewasaan. Karyawan paling benar adalah bentuk sebuah komitmen yang tidak perlu diragukan integritas demikian penting bagi keberhasilan dinamika sistem 34 kerja manusia sebagai bagian dari bentuk loyalitas dan prestasi kerja. 6. Keinginan, mutu terakhir dari sebuah komitmen adalah keinginan untuk beraktifitas, bekerja secara sungguh-sunggu untuk mencapai tujuan. Menurut Panggabean (2004:132) komitmen adalah kuatnya pengenalan dan keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi tertentu. Dilain pihak komitmen sebagai kecendrungan untuk terikat dalam garis kegiatan yang konsisten karena menganggap adanya biaya pelaksanaan kegiatan yang lain (berhenti bekerja). Komitmen pegawai mengandung pengertian sebagai suatu hal yang lebih baik dari sekedar kesetiaan yang pasif melainkan menyiratkan hubungan pegawai dengan perusahaan secara aktif. Karena pegawai yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasinya. Menurut Sunarto (2005:25), komitmen adalah kecintaan kesetiaan, terdiri dari a. Penyatuan dengan tujuan dan nilai-nilai perusahaan b. Keinginan untuk tetap berada dalam organisasi c. Kesediaan untuk bekerja keras atas nama organisasi dan 35 b. Jenis Komitmen Kerja Pegawai Komitmen pegawai menurut Munandar (2004:75) terbagi atas tiga komponen, yaitu : 1. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi. Pegawai dengan afektif tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. 2. Komponen normatif merupakan perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus diberikan kepada organisasi. Komponen normatif berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban kepada pegawai untuk memberikan balasan atas apa yang pernah diterimanya dari organisasi. 3. Komponen continuance berarti komponen yang berdasarkan persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika meninggalkan organisasi. Pegawai dengan dasar organisasi tersebut disebabkan karena pegawai tersebut membutuhkan organisasi. Pegawai yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku yang berbeda dengan pegawai dengan dasar continuance. Pegawai yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk berusaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. 36 c. Indikator Komitmen Kerja Pegawai Kaswara dan Santoso (2008) mengemukakan tiga indikator komitmen yang digunakan dalam pendekatan untuk menentukan komitmen pegawai kepada organisasi, yaitu : a. Indikator Affective Commitment Komitmen dimana individu memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bekerja pada organisasi karna ada kesamaan atau kesepakatan antara nilai-nilai personal individu dan organisasi. Komitmen afektif didasarkan pada Goal Congruence Orientation, dimana didalamnya terdapat suatu keterikatan secara psikologis antara individu dan organisasinya sehingga mempengaruhi perilaku individu terhadap tugas yang diterimanya. Individu dengan Affective Commitment yang tinggi memiliki emosional yang erat terhadap organisasi, yang berarti bahwa individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi dibandingkan individu dengan affective Commitment yang lebih rendah. b. Indikator Normative Commitment Komitmen normatif adalah komitmen yang menunjukkan perasaan individu yang berkewajiban untuk tetap bekerja pada Organisasinya, dan juga menunnjukan adanya kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipikul. Individu dengan Normative Commitment yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi karena merasa adanya suatu 37 kewajiban atau tugas. Perasaan seperti itu akan memotivasi individu untuk bertingkah laku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi oraganisasi. Perusahaan mengharapkan dengan adanya Normative Commitment, pegawai memiliki hubungan yang positif dengan tingkah laku dalam pekerjaan, seperti Job Performance, Work attendence, dan Organization citizenship. c. Indikator Continuance Commitment Kecenderungan individu untuk tetap menjaga komitmen pegawai pada organisasi karena tidak ada hal lain yang dapat dikerjakan di luar itu. Individu dengan Continuance Commitment yang tinggi akan bertahan dalam organisasi, bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi. Individu dengan Continuance Commitment yang tinggi akanlebih bertahan dalam organisasi dibandingkan yang rendah. Pada dasarnya melaksanakan komitmen sama saja maknanya dengan menjalankan kewajiban, tanggung jawab, dan janji yang membatasi kebebasan seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi karena sudah punya komitmen maka dia harus mendahulukan apa yang sudah dijanjikan buat organisasinya ketimbang untuk hanya kepentingan dirinya. Di sisi lain komitmen berarti adanya ketaatasasan seseorang dalam bertindak sejalan dengan janji-janjinya. 38 Semakin tinggi derajat komitmen pegawai semakin tinggi pula kinerja yang dicapainya. Suatu ketika komitmen diwujudkan dalam bentuk kesetiaan pengabdian pada organisasi. Namun dalam prakteknya tidak semua pegawai melaksanakan komitmen seutuhnya. Ada komitmen yang sangat tinggi dan ada yang sangat rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat komitmen adalah faktor intrinsik dan ekstrinsik pegawai bersangkutan. Faktor-faktor intrinsik karyawan dapat meliputi aspek-aspek kondisi sosial ekonomi keluarga karyawan, usia, pendidikan, pengalaman kerja, kestabilan kepribadian, dan gender. Sementara faktor ekstrinsik yang dapat mendorong terjadinya derajat komitmen tertentu antara lain adalah keteladanan pihak manajemen khususnya manajemen puncak dalam berkomitmen di berbagai aspek organisasi. Dukungan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia lainnya tidak boleh diabaikan. Kalau tidak diprogramkan secara terencana, maka pengingkaran pada komitmen sama saja memperlihatkan adanya kekeroposan suatu organisasi. Penurunan kredibilitas atau kepercayaan terhadap karyawan pada gilirannya akan mengakibatkan hancurnya kredibilitas perusahaan itu sendiri. Dan ini akan memperkecil derajat loyalitas pelanggan dan mitra bisnis kepada perusahaan tersebut. 4. Kinerja Pegawai Kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas, serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dikatakan 39 baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik Kinerja pegawai adalah prestasi (hasil) kerja pegawai atau pegawai selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan (standar, target, atau kriteria) yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama (Soeprihanto, dkk. 2006:7) Irawan dkk. (2007:11) yang dimaksud dengan kinerja (performance) adalah hasil kerja yang bersifat konkrit, dapat diukur, dan dapat diamati. Lebih lanjut dikatakan bahwa kinerja bersifat aktual (riil) sedang tujuan bersifat ideal. Hal senada dikemukakan Mangkunegara (2002:67), bahwa kinerja berasal dari kata job performance atau performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Kinerja diartikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral atau etika (Prawirosentono, 2009:2). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Diknas, 2000:503), kinerja berarti (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperhatikan, dan (3) kemampuan kerja. Salim dalam The Contemporary English-Indonesia 40 Dictionary mengatakan, istilah kinerja (performance) digunakan bila seorang menjalankan suatu tugas atau proses dengan terampil sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada (Salim, 2006:631). Dalam kajian manajemen kinerja berarti hasil dari sukses kerja seseorang atau sekelompok untuk mencapai sasaran-sasaran yang relevan (Kast dan Rozenweing, 2005:25). Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa kinerja (performance) dapat berupa hasil kerja, prestasi kerja, atau tingkat keberhasilan seseorang dalam tugas dan tanggung jawabnya yang diberikan kepadanya. Timpe (2002:33) menyebutkan bahwa kinerja dipengaruhi oleh faktorfaktor internal dan eksternal. Kinerja individu akan baik jika dari faktor internal: memiliki kemampuan tinggi dan kerja keras, dan dari faktor eksternal: adanya pekerjaan mudah, nasib baik, bantuan dari rekan kerja, dan pimpinan yang baik. Jika tidak demikian halnya, maka kinerja individu adalah buruk. Pernyataan yang senada dikemukakan Griffin (2004:394-395), bahwa kinerja kerja ditentukan oleh tiga hal, yaitu kemampuan, keinginan, dan lingkungan. Untuk itu agar individu mempunyai kinerja yang baik, maka harus mengetahui bagaimana cara melakukannya dengan benar, mempunyai keinginan yang tinggi, dan lingkungan kerja yang mendukung. Porter dan Lawler dalam Gibson (2007:362) menyebutkan faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja digambarkan sebagai berikut: 41 Referensi imbalan Intensitas motivasi (upaya) Kemampuan, kebutuhan, dan perangai Persepsi tentang keadilan imbalan Imbalan intrinsik Kepuasan Kinerja Imbalan ekstrinsik Pengharapan Persepsi (kesadaran) peran Gambar 1. Skema Model Kinerja Porter-Lawler, dikutip dalam Gibson et.al. (2007:362) Gambar 1 menunjukkan posisi kinerja berhubungan dengan banyak faktor, yakni (1) imbalan yang diharapkan individu, (2) pengharapanpengharapan, yang kemudian akan menimbulkan (3) dorongan, yang dipengaruhi oleh kemampuan-kebutuhan-perangai dan prestasi individu terhadap peran atau tugas yang diterima. Faktor-faktor tersebut secara keseluruhan membentuk kinerja individu. Kinerja yang dibentuk ini selanjutnya menimbulkan (4) imbalan instrinsik, dan (imbalan ekstrinsik). Imbalan ini dapat negatif atau positif tergantung dari tingkat kinerja individu. Persepsi tentang imbalan intrinsik atau imbalan ekstrinsik akan menimbulkan (6) tingkat kepuasan individu. 42 Imbalan yang memuaskan dapat mengarah pada dorongan perilaku yang diarahkan untuk masa yang akan datang. Dengan demikian dasar kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor harapan mengenai imbalan, dorongan, kemampuan-kebutuhan-sifat, persepsi terhadap tugas, imbalan intrinsik dan ekstrinsik, persepsi terhadap tingkat imbalan, dan kepuasan kerja. Hal yang sama (Prawirisentono, 2009:193), mengemukakan bahwa kinerja dalam menjalankan tugasnya tidak berdiri sendiri, ia berhubungan dengan kepuasan dan tingkat imbalan atau harapan. Kinerja yang baik dipengaruhi oleh kemampuan (knowledge dan skill) dan motivasi (attitude dan situation) seseorang. Performance = Ability + Motivation Davis (2004:141) menyatakan bahwa : “performance was a function of employee’s ability, acceptance of the goals, level of the goals and the interaction of the goal with their ability”. Dari definisi ini, mengungkapkan bahwa kinerja terdiri dari empat unsur, yaitu: kemampuan, penerimaan tujuan-tujuan, tingkatan tujuan-tujuan yang dicapai, dan interaksi antar tujuan dengan kemampuan para anggota organisasi. Masing-masing unsur tersebut turut berpengaruh terhadap kinerja seseorang. Kinerja seseorang dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan (Robbins, 2006:83). Kemampuan individu adalah suatu faktor yang merujuk ke suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan ini banyak 43 faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah pendidikan dan pelatihan. Bila kemampuan ini disertai dengan bakat seseorang akan dapat merupakan faktor yang menentukan prestasi seseorang. Pelatihan dapat mengembangkan kemampuan, kecakapan, dan keterampilan. Kemampuan dapat dibedakan atas kemampuan fisik dan kemampuan intelektual. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang digunakan untuk menjalankan kegiatan mental, sedangkan kemampuan fisik (jasmani) untuk melakukan tugas yang menuntut stamina, kekuatan, dan kecekatan. Kinerja yang baik memerlukan kemampuan intelektual dan fisik yang sesuai dengan pekerjaan seseorang. Seorang pegawai agar memiliki kinerja yang baik, maka diperlukan kemampuan pengetahuan tentang bidang tugasnya, seperti pengetahuan yang mendalam tentang materi pekerjaannya, teknik pelaksanaan pekerjaan, cara berkomunikasi dalam proses pelayanan, interaksi antar unitnya, dan lain sebagainya. Untuk kemampuan fisik, seperti tidak cacat fisik yang dapat menjadi penghalang/kendala dalam bertugas. Seseorang pegawai yang memiliki kemampuan kurang dari yang dipersyaratkan akan besar kemungkinannya untuk gagal. Jika sebaliknya, yaitu memiliki kemampuan lebih tinggi dari yang dipersyaratkan, maka akan menjadi tidak efisien di dalam organisasi dan bahkan dapat berakibat kurang puas kerja atau dapat pula menimbulkan stress/frustrasi, dan sebagainya (Robbins, 2006:84). Jadi pegawai sangat 44 perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan posisinya dan sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job). Tujuan organisasi harus diketahui dengan jelas oleh setiap anggota organisasi. Hal demikian akan memberikan arah bagi mereka dalam menyelesaikan tugas. Sejauh mana penerimaan tujuan organisasi, akan mempengaruhi hasil kerja anggota organisasi yang bersangkutan. Jika tujuan organisasi diketahui dengan jelas dan disertai dengan kemampuan tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan dalam pencapaian tujuan tersebut, maka pekerjaan itu akan memberikan hasil yang memuaskan. Kinerja merupakan tanda keberhasilan suatu organisasi dan orangorang yang berada dalam organisasi (Hickman, 2003:225). Senada dengan itu, Stoner, et.al. (2006:249) mengemukakan: kinerja adalah kunci yang harus berfungsi secara efektif agar organisasi secara keseluruhan dapat berhasil. Untuk itu kinerja yang baik, harus dilakukan evaluasi secara terus menerus agar mencapai keberhasilan secara individu ataupun secara organisasi. Ada tiga kriteria dalam mengevaluasi kinerja individu, yaitu tugas individu, perilaku individu, dan ciri individu (Robbins, 2006:649-651). Menilai kinerja individu melalui hasil tugas yang dimaksudkan adalah menilai hasil pekerjaan kerja individu. Misalnya terhadap produk yang dihasilkan, efektivitas pemanfaatan waktu, dan sebagainya. Penilaian kinerja individu 45 melalui perilaku, agak sulit dilakukan, namun dapat diamati dengan cara membandingkan perilaku rekan kerja mereka yang setara, atau dapat pula dilihat dari cara penerimaan melalui tugas dan berkomunikasi. Sedangkan menilai kinerja individu dengan melalui pendekatan ciri individu adalah dengan melihat ciri-ciri individu, misalnya melalui sikap, persepsi, dan sebagainya. Prawirosentono (2009:236-239) menyebutkan beberapa faktor yang perlu diketahui sehubungan dengan penilaian kerja pegawai, yaitu: (1) pengetahuan tentang pekerjaan, (2) kemampuan membuat perencanaan, (3) pengetahuan tentang standar mutu pekerjaan yang disyaratkan, (4) tingkat produktivitas/hasil kerja pegawai tersebut, (5) pengetahuan teknis atas pekerjaan, (6) kemandirian dalam bekerja, (7) kemampuan berkomunikasi, (8) kepemimpinan dan motivasi. Kesemua faktor tersebut dapat disederhanakan menjadi tiga, yaitu: (1) pelaksanaan tugas yang meliputi nomor 1, 2, 3, dan 5, (2) perilaku pegawai yang meliputi nomor 6, 7, 8, dan (3) hasil tugas yang meliputi nomor 4. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa yang disebut kinerja pegawai adalah tingkat keberhasilan pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dan mencapai tujuan yang ditetapkan, ditunjukkan dengan kemampuan, cara berperilaku, dan hasil tugasnya. Dari beberapa indikator yang dikemukakan oleh para ahli, pada dasarnya memiliki pandangan yang sama, bahwa untuk mencapai tujuan 46 organisasi diperlukan tingkat kinerja yang baik dari para pegawai baik individual maupun secara organisasi. B. Penelitian Terdahulu Etykawaty (2008) melakukan penelitian dengan judul, “Pengaruh Penerapan SOP dan Kedisiplinan terhadap Kinerja Petugas Pemasyarakatan” (Studi kasus di Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta).. Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan diskriptif kuantitatif. Model analisis yang digunakan adalah Regresi Linier Berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang positif dan signifikan secara sendiri-sendiri dari penerapan SOP dan disiplin terhadap kinerja pegawai pemasyarakatan di Rumah Tahanan negara kelas I Surakarta.. Hernowo (2008) penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Penerapan SOP dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri”, Penelitian ini menggunakan tipe penelitian eksplanatory (penjelasan). Analisis data menggunakan metode regresi linear berganda (multiple regression). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa variabel independen yakni penerapan SOP dan variabel disiplin kerja berpengaruh nyata terhadap kinerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri. Tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) dan variabel disiplin memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap kinerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri. 47 Penelitian Martinai dan Rostiana (2003) yang berjudul “Komitmen Organisasi Ditinjau Berdasarkan Iklim Organisasi dan Motivasi Berprestasi” menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara iklim organisasi dengan komitmen organisasi dengan koefisien korelasi sebesar 0,541. Febri Saputra Yuda (2009) mengungkapkan hasil penelitiannya yang berjudul “Hubungan antara Iklim Organisasi dan Komitmen Organisasi pada Pengurus Karisma ITB Periode 29.2”. Penelitian ini dilakukan terhadap 28 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara iklim organisasi dan komitmen organisasi pada pengurus Karisma ITB. Hubungan yang terjadi yaitu pada taraf sedang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengurus Karisma ITB menghayati iklim organisasi sebagai sesuatu yang menyenangkan dan memiliki komitmen organisasi yang tinggi. Namun pengurus Karisma ITB memiliki komitmen organisasi yang tinggi bukan semata dikarenakan oleh iklim organisasi yang menyenangkan, tetapi juga ciri pribadi organisasi Karisma ITB sejalan dengan ciri pribadi pengurus karisma. C. Kerangka Konseptual Organisasi membuat aturan-aturan, kebijakan dan hirarki hubungan dalam mencapai tujuan yang disebut dengan struktur. Peraturan dan kebijakan dalam organisasi tertuang dalam deskripsi pekerjaan dan Standard Operasional Procedure (SOP). Deskripsi pekerjaan merupakan penjelasan 48 tentang apa yang harus dikerjakan oleh setiap anggota organisasi, dengan siapa mereka berinteraksi, mereka bertanggung jawab kepada siapa, sarana yang dipergunakan dan keahlian yang dibutuhkan (Siagian, 1995) Untuk mencapai kinerja organisasi yang diharapkan, selain penetapan SOP, diperlukan disiplin dan komitmen organisasi yang tinggi untuk melaksanakannya. Tanpa disiplin, dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan, maka bagaimanapun baiknya SOP yang dibuat tidak akan pernah tercapai kinerja organisasi yang tinggi. SOP hanya akan menjadi semacam bacaan harian dan prosedur rutinitas tertulis yang menghiasi dinding, tidak berguna. Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan instansi, lembaga, atau perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Jadi kedisiplinan dapat diartikan bilamana pegawai datang dan pulang tepat waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi karena tanpa dukungan disiplin pegawai yang baik, maka sulit bagi organisasi untuk mewujudkan tujuannya. Jadi kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu organisasi mencapai tujuan (Fathoni, 2006: 172). Menurut Ibrahim Hafid ( cetakan I – 2011) dalam Ranah Pemikiran Menuju Indonesia Cemerlang bahwa komitmen adalah janji pada diri sendiri seorang karyawan untuk bekerja lebih baik, lebih produktif dan lebih efesien 49 terhadap tugas yang dibebankan kepadanya dalam sebuah institusi. Komitmen akan menentukan jalannya organisasi karena pengaruhnya yang ektensif pada seluruh fungsi organisasi, oleh sebab itu baik pimpinan maupun karyawan harus memiliki komitmen dalam mewujudkan tujuan suartu organisasi. Kinerja pegawai tidak hanya berhubungan dengan faktor di dalam perusahaan, tetapi juga faktor di dalam diri pegawai itu sendiri, diantaranya komitmen. Komitmen yang tinggi akan meningkatkan prestasi kerja karyawan. Pengertian komitmen saat ini, tidak lagi sekedar berbentuk kesediaan pegawai bekerja di perusahaan itu dalam jangka waktu lama. Namun lebih penting dari itu, pegawai mau memberikan yang terbaik kepada organisasi, bahkan bersedia mengerjakan lebih dari yang ditargetkan organisasi. Secara skematis kerangka konseptual penelitian ini digambarkan sebagai berikut: PENERAPAN SOP (X.1) DISIPLIN KERJA (X.2) KINERJA PEGAWAI (Y) KOMITMEN KERJA (X.3) Gambar 2. Kerangka Konseptual 50 D. Hipotesis Berdasarkan permasalahan, kajian teoritis, dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh penerapan Standard Operasional Prosedur (SOP) terhadap kinerja pegawai pada Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar. 2. Terdapat pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja pegawai pada Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar. 3. Terdapat pengaruh komitmen kerja terhadap kinerja pegawai pada Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar. 4. Disiplin kerja berpengaruh paling dominan dalam peningkatan kinerja pegawai Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar. Karena disiplin merupakan suatu sikap dan perilaku yang berniat untuk mentaati segala peraturan organisasi yang didasarkan atas kesadaran diri untuk menyesuaikan dengan peraturan organisasi. Tanpa disiplin, sebaik apapun aturan yang diterapkan oleh instansi/perusahaan maka aturan itu hanya akan menjadi semacam bacaan harian dan prosedur menghiasi dinding, tidak berguna. tertulis yang