bab ii tinjauan pustaka - Repository | UNHAS

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Standar Operasional Prosedur (SOP)
Paradigma governance membawa pergeseran dalam pola hubungan
antara pemerintah dengan masyarakat sebagai konsekuensi dari penerapan
prinsip-prinsip
corporate
governance.
Penerapan
prinsip
corporate
governance juga berimplikasi pada perubahan manajemen pemerintahan
menjadi lebih terstandarisasi, artinya ada sejumlah kriteria standar yang
harus
dipatuhi
instansi
pemerintah
dalam
melaksanakan
aktivitas-
aktivitasnya.
Standar kinerja ini sekaligus dapat untuk menilai kinerja instansi
pemerintah secara internal maupun eksternal. Standar internal yang bersifat
prosedural inilah yang disebut dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Perumusan SOP menjadi relevan karena sebagai tolok ukur dalam
menilai
efektivitas
dan
efisiensi
kinerja
instansi
pemerintah
dalam
melaksanakan program kerjanya. Secara konseptual prosedur diartikan
sebagai langkah - langkah sejumlah instruksi logis untuk menuju pada suatu
proses yang dikehendaki. Proses yang dikehendaki tersebut berupa
pengguna-pengguna sistem proses kerja dalam bentuk aktivitas, aliran data,
dan aliran kerja. Prosedur operasional standar adalah proses standar
13
langkah - langkah sejumlah instruksi logis yang harus dilakukan berupa
aktivitas, aliran data, dan aliran kerja.
Dilihat dari fungsinya, SOP berfungsi membentuk sistem kerja & aliran
kerja
yang
teratur,
sistematis,
dan
dapat
dipertanggungjawabkan;
menggambarkan bagaimana tujuan pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan
kebijakan dan peraturan yang berlaku; menjelaskan bagaimana proses
pelaksanaan kegiatan berlangsung; sebagai sarana tata urutan dari
pelaksanaan dan pengadministrasian pekerjaan harian sebagaimana metode
yang ditetapkan; menjamin konsistensi dan proses kerja yang sistematik; dan
menetapkan hubungan timbal balik antar Satuan Kerja.
Secara umum, Standard Prosedur Operasional merupakan gambaran
langkah-langkah kerja (sistem, mekanisme dan tata kerja internal) yang
diperlukan dalam pelaksanaan suatu tugas untuk mencapai tujuan instansi
pemerintah. SOP sebagai suatu dokumen/instrumen memuat tentang proses
dan prosedur suatu kegiatan yang bersifat efektif dan efisien berdasarkan
suatu standar yang sudah baku. Pengembangan instrumen manajemen
tersebut dimaksudkan untuk memastikan bahwa proses pelayanan di seluruh
unit kerja pemerintahan dapat terkendali dan dapat berjalan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Standard Operating Prosedure (SOP) adalah dokumen tertulis yang
memuat prosedur kerja secara rinci, tahap demi tahap dan sistematis. SOP
memuat serangkaian instruksi secara tertulis tentang kegiatan rutin atau
14
berulang-ulang yang dilakukan oleh sebuah organisasi. Untuk itu SOP juga
dilengkapi dengan referensi, lampiran, formulir, diagram dan alur kerja (flow
chart).
Standar Operasional Operasional sering juga disebut sebagai manual
SOP
yang
digunakan
sebagai
mengevaluasi
pedoman
untuk
mengarahkan
suatu
dan
pekerjaan
(http://shafiyyah.blog.uns.coid/2010/02/25/sop/ dalam Angih wanabkti P dkk.,
akses tanggal 25 agustus 2013).
Implementasi SOP yang baik, akan menunjukkan konsistensi hasil
kinerja, hasil produk dan proses pelayanan yang kesemuanya mengacu
pada kemudahan karyawan dan kepuasan pelanggan.Tujuan penerapan
SOP pada suatu organisasi atau institusi adalah :
1. Sebagai proses kerja rutin terlaksana dengan efisien, efektif,
konsisten/ uniform dan aman, dalam rangka meningkatkan mutu
pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku.
2. Untuk menjaga konsistensi tingkat penampilan kinerja atau kondisi
tertentu, sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan tertentu
bagi sesama pekerja, dan supervisor.
3. Sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan tertentu bagi
sesama pekerja, dan supervisor.
15
4. Untuk menghindari kegagalan atau kesalahan (dengan demikian
menghindari dan mengurangi konflik), keraguan, duplikasi serta
pemborosan dalam proses pelaksanaan kegiatan.
5. Merupakan parameter untuk menilai mutu pelayanan.
6. Untuk lebih menjamin penggunaan tenaga dan sumber
daya
secara efisien dan efektif.
7. Untuk menjelaskan alur tugas, wewenan dan tanggungjawab dari
pimpinan/petugas yang terkait.
8. Sebagai dokumen yang akan menjelaskan dan menilai pelaksana
proses kerja bila terjadi suatu kesalahan atau dugaan malpraktek
dan kesalahan administrasi lainnya, sehingga sifatnya melindungi
institusi dan petugas.
9. Sebagai dokumen yang digunakan untuk pelatihan.
10. Sebagai dokumen sejarah bila di buat revisi SOP yang baru.
Jika Standar Operasional Prosedur dijalankan dengan benar maka
perusahaan/ institusi akan mendapatkan banyak manfaat dari penerapan
SOP tersebut antara lain :
1. Memberikan penjelasan tentang prosedur kegiatan secara detail
dan terinci dengan jelas dan sebagai dokumentasi aktivitas proses
bisnis perusahaan.
2. Meminimalisasi variasi dan kesalahan dalam suatu prosedur
operasional kerja
16
3. Mempermudah dan menghemat waktu dan tenaga dalam program
training karyawan
4. Menyamaratakan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh semua
pihak
5. Membantu dalam melakukan evaluasi dan penilaian terhadap
setiap proses operasional dalam institusi/perusahaan.
6. Membantu mengendalikan dan mengantisipasi apabila terdapat
suatu perubahan kebijakan
7. Mempertahankan kualitas organisasi/institusi melalui konsistensi
kerja karena intitusi/perusahaan telah memiliki sistem kerja yang
sudah jelas dan terstruktur secara sistematis.
Sebagai suatu instrumen manajemen, SOP berlandaskan pada sistem
manajemen kualitas (Quality Management System), yakni sekumpulan
prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk manajemen
sistem yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk
(barang dan/atau jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu.
Rudi Tambunan (edisi 2, 2013), Standar Operasional Prosedur (SOP)
bertujuan untuk meyusun standard langkah-langkah/ alur kerja secara efektif
dan efisien dalam mengatur pembuatan semua keputusan dan tindakan di
dalam organisasi, baik untuk aspek operasional maupun administratif.
Dengan SOP, kita akan memahami dengan jelas, apa, mengapa, dan
bagaimana langkah-langkah/ alur pekerjaan tersebut. Sistem manajemen
17
kualitas berfokus pada konsistensi dari proses kerja. Hal ini mencakup
beberapa tingkat dokumentasi terhadap standar-standar kerja. Sistem ini
berlandaskan pada pencegahan kesalahan, sehingga bersifat proaktif, bukan
pada deteksi kesalahan yang bersifat reaktif. Secara konseptual, Standar
Opersional Prosedur merupakan bentuk konkrit dari penerapan prinsip
manajemen kualitas yang diaplikasikan untuk organisasi pemerintahan
(organisasi publik). Oleh karena itu, tidak semua prinsip-prinsip manajemen
kualitas dapat diterapkan dalam SOP karena sifat organisasi pemerintah
berbeda dengan organisasi privat.
Tahap penting dalam penyusunan Standar operasional prosedur
adalah melakukan analisis sistem dan prosedur kerja, analisis tugas, dan
melakukan analisis prosedur kerja.
1. Analisis sistem dan prosedur kerja
Analisis
sistem
dan
prosedur
kerja
adalah
kegiatan
mengidentifikasikan fungsi-fungsi utama dalam suatu pekerjaan, dan
langkah-langkah yang diperlukan dalam melaksanakan fungsi sistem
dan prosedur kerja. Sistem adalah kesatuan unsur atau unit yang
saling berhubungan dan saling mempengaruhi sedemikian rupa,
sehingga muncul dalam bentuk keseluruhan, bekerja, berfungsi atau
bergerak secara harmonis yang ditopang oleh sejumlah prosedur yang
diperlukan, sedang prosedur merupakan urutan kerja atau kegiatan
18
yang terencana untuk menangani pekerjaan yang berulang dengan
cara seragam dan terpadu.
2. Analisis Tugas
Analisis tugas merupakan proses manajemen yang merupakan
penelaahan yang mendalam dan teratur terhadap suatu pekerjaan,
karena itu analisa tugas diperlukan dalam setiap perencanaan dan
perbaikan organisasi. Analisa tugas diharapkan dapat memberikan
keterangan mengenai pekerjaan, sifat pekerjaan, syarat pejabat, dan
tanggung jawab pejabat. Di bidang manajemen dikenal sedikitnya 5
aspek yang berkaitan langsung dengan analisis tugas yaitu :
a. Analisa
tugas,
merupakan
penghimpunan
informasi
dengan
sistematis dan penetapan seluruh unsur yang tercakup dalam
pelaksanaan tugas khusus.
b. Deskripsi tugas, merupakan garis besar data informasi yang
dihimpun dari analisa tugas, disajikan dalam bentuk terorganisasi
yang mengidentifikasikan dan menjelaskan isi tugas atau jabatan
tertentu. Deskripsi tugas harus disusun berdasarkan fungsi atau
posisi, bukan individual; merupakan dokumen umum apabila
terdapat sejumlah personil memiliki fungsi yang sama; dan
mengidentifikasikan individual dan persyaratan kualifikasi untuk
mereka serta harus dipastikan bahwa mereka memahami dan
19
menyetujui terhadap wewenang
dan tanggung jawab yang
didefinisikan itu.
c. Spesifikasi
tugas
berisi
catatan-catatan
terperinci
mengenai
kemampuan pekerja untuk tugas spesifik
d. Penilaian tugas, berupa prosedur penggolongan dan penentuan
kualitas tugas untuk menetapkan serangkaian nilai moneter untuk
setiap tugas spesifik dalam hubungannya dengan tugas lain
e. Pengukuran kerja dan penentuan standar tugas merupakan
prosedur penetapan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
setiap tugas dan menetapkan ukuran yang dipergunakan untuk
menghitung tingkat pelaksanaan pekerjaan.
Melalui analisa tugas ini tugas-tugas dapat dibakukan, sehingga
dapat dibuat pelaksanaan tugas yang baku. Setidaknya ada dua
manfaat analisis tugas dalam penyusunan standar operasional
prosedur
yaitu
membuat
penggolongan
pekerjaan
yang
direncanakan dan dilaksanakan serta menetapkan hubungan kerja
dengan sistematis.
3. Analisis prosedur kerja
Analisis prosedur kerja adalah kegiatan untuk mengidentifikasi urutan
langkah-langkah pekerjaan yang berhubungan apa yang dilakukan,
bagaimana hal tersebut dilakukan, bilamana hal tersebut dilakukan,
dimana hal tersebut dilakukan, dan siapa yang melakukannya.
20
Prosedur diperoleh dengan merencanakan terlebih dahulu bermacammacam langkah yang dianggap perlu untuk melaksanakan pekerjaan.
Dengan
demikian
serangkaian
prosedur
langkah
kerja
pekerjaan
dapat
yang
dirumuskan
berhubungan,
sebagai
biasanya
dilaksanakan oleh lebih dari satu orang, yang membentuk suatu cara
tertentu dan dianggap baik untuk melakukan suatu keseluruhan tahap
yang penting.
Analisis terhadap prosedur kerja akan menghasilkan suatu diagram
alur (flow chart) dari aktivitas organisasi dan menentukan hal-hal kritis yang
akan mempengaruhi keberhasilan organisasi. Aktivitas-aktivitas kritis ini perlu
didokumentasikan
dalam
bentuk
prosedur-prosedur
dan
selanjutnya
memastikan bahwa fungsi-fungsi dan aktivitas itu dikendalikan oleh
prosedur-prosedur kerja yang telah terstandarisasi.
Prosedur kerja merupakan salah satu komponen penting dalam
pelaksanaan tujuan organisasi sebab prosedur memberikan beberapa
keuntungan antara lain memberikan pengawasan yang lebih baik mengenai
apa yang dilakukan dan bagaimana hal tersebut dilakukan; mengakibatkan
penghematan dalam biaya tetap dan biaya tambahan; dan membuat
koordinasi yang lebih baik di antara bagian-bagian yang berlainan.
Dalam menyusun suatu prosedur kerja, terdapat beberapa prinsip
yang harus diperhatikan yaitu :
21
1. Prosedur kerja harus sederhana sehingga mengurangi beban
pengawasan;
2. Spesialisasi harus dipergunakan sebaik-baiknya;
3. Pencegahan penulisan, gerakan dan usaha yang tidak perlu;
4. Berusaha mendapatkan arus pekerjaan yang sebaik-baiknya;
5. Mencegah kekembaran (duplikasi) pekerjaan;
6. Harus ada pengecualian yang seminimun-minimunya terhadap
peraturan;
7. Mencegah adanya pemeriksaan yang tidak perlu;
8. Prosedur harus fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kondisi yang
berubah;
9. Pembagian tugas tepat;
10. Memberikan pengawasan yang terus menerus atas pekerjaan yang
dilakukan;
11. Penggunaan urutan pelaksanaan pekerjaaan yang sebaik-baiknya;
12. Tiap pekerjaan yang diselesaikan harus memajukan pekerjaan
dengan memperhatikan tujuan;
13. Pekerjaan tata usaha harus diselenggarakan sampai yang minimum;
14. Menggunakan prinsip pengecualian dengan sebaik-baiknya
Hasil dari penyusunan prosedur kerja ini dapat ditulis dalam “buku
pedoman organisasi” atau “daftar tugas”yang memuat lima hal penting, yaitu:
1. Garis-garis besar organisasi (tugas-tugas tiap jabatan);
22
2. Sistem-sistem atau metode-metode yang berhubungan dengan
pekerjaan;
3. Formulir-formulir
yang
dipergunakan
dan
bagaimana
menggunakannya;
4. Tanggal dikeluarkannya dan di bawah kekuasaan siapa buku
pedoman tersebut diterbitkan;
5. Informasi tentang bagaimana menggunakan buku pedoman tersebut
Penyusunan Standar Operasional Prosedur terbagi dalam tiga proses
kegiatan utama yaitu Requirement discovery berupa teknik yang
digunakan oleh sistem tersebut untuk mengidentifikasi permasalahan
sistem dan pemecahannya dari pengguna sistem;
Data
modeling
berupa
teknik
untuk
mengorganisasikan
dan
mendokumentasikan sistem data; dan Process modeling berupa teknik untuk
mengorganisasikan dan mendokumentasikan struktur dan data yang ada
pada seluruh sistem proses atau logis, kebijakan prosedur yang akan
diimplementasikan dalam suatu proses sistem.
Dilihat dari ruang lingkupnya, penyusunan SOP dilakukan disetiap
satuan unit kerja dan menyajikan langkah-langkah serta prosedur yang
spesifik berkenaan dengan kekhasan tupoksi masing-masing satuan unit
kerja yang meliputi penyusunan langkah-langkah, tahapan, mekanisme
maupun alur kegiatan. SOP kemudian menjadi alat untuk meningkatkan
23
kinerja penyelenggaraan pemerintahan secara efektif dan efisien. Prinsip
dasar yang perlu diperhatikan dalam penyusunan SOP adalah :
1. Penyusunan SOP harus mengacu pada SOTK, TUPOKSI, serta alur
dokumen;
2. Prosedur kerja menjadi tanggung jawab semua anggota organisasi;
3. Fungsi dan aktivitas dikendalikan oleh prosedur, sehingga perlu
dikembangkan diagram alur dari kegiatan organisasi;
4. SOP didasarkan atas kebijakan yang berlaku;
5. SOP dikoordinasikan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kesalahan/penyimpangan;
6. SOP tidak terlalu rinci;
7. SOP dibuat sesederhana mungkin;
8. SOP tidak tumpang tindih, bertentangan atau duplikasi dengan
prosedur lain;
9. SOP ditinjau ulang secara periodik dan dikembangkan sesuai
kebutuhan.
Berdasarkan pada prinsip penyusunan Standar Operasional Prosedur
di atas, penyusunan SOP didasarkan pada tipe satuan kerja, aliran aktivitas,
dan aliran dokumen. Kinerja SOP diproksikan dalam bentuk durasi waktu,
baik dalam satuan jam, hari, atau minggu, dan bentuk hirarki struktur
organisasi yang berlaku. Proses penyusunan SOP dilakukan dengan
24
memperhatikan kedudukan, tupoksi, dan uraian tugas dari unit kerja yang
bersangkutan.
Berdasarkan aspek-aspek tersebut SOP disusun dalam bentuk
diagram alur (flow chart) dengan menggunakan simbol-simbol yang
menggambarkan urutan langkah kerja, aliran dokumen, tahapan mekanisme,
serta waktu kegiatan. Setiap satuan unit kerja memiliki SOP sesuai dengan
rincian tugas pokok dan fungsinya, karena itu setiap satuan unit kerja
memiliki lebih dari satu SOP.
Pelaksanaan SOP dapat dimonitor secara internal maupun eksternal
dan SOP dievaluasi secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam satu
tahun dengan materi evaluasi mencakup aspek efisiensi dan efektivitas SOP.
Evaluasi dilakukan oleh Satuan Kerja penyelenggara kegiatan (di lingkungan
instansi Pemerintah), atau lembaga independen yang diminta bantuannya
oleh instansi Pemerintah. Pendekatan yang digunakan untuk melakukan
monitoring dan evaluasi menggunakan pendekatan partisipatif.
Perubahan SOP (diganti atau penyesuaian) dapat dilakukan apabila
terjadi perubahan kebijakan Pemerintah atau SOP dipandang sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat. Perubahan SOP dilakukan
melalui proses penyusunan Standar Operasional Prosedur baru sesuai tata
cara yang telah dikemukakan.
25
2. Disiplin Kerja
a. Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin sangat penting baik bagi individu (tenaga kerja) yang
bersangkutan
maupun
organisasi.
Karena
disiplin
pribadi
akan
mempengaruhi kinerja pribadi seseorang. Hal ini disebabkan manusia
merupakan motor penggerak utama dalam organisasi. Untuk itu sangat logis
apabila peningkatan disiplin sumber daya manusia harus selalu diupayakan
untuk mencapai produktivitas organisasi sesuai yang diharapkan.
Heidjrachman dan Husnan, (2002) menyatakan bahwa, disiplin adalah
setiap perseorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan
terhadap perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang
diperlukan seandainya tidak ada perintah.
Disiplin adalah tindakan manajemen untuk memberikan semangat
kepada pelaksanaan standar organisasi, ini adalah pelatihan yang mengarah
pada upaya membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan sikap
dan perilaku pegawai sehingga ada kemauan pada diri pegawai untuk
menuju pada kerjasama dan prestasi yang lebih baik, itu sendiri disiplin
diartikan sebagai kesediaan seseorang yang timbul dengan kesadaran
sendiri untuk mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku dalam organisasi
(Davis, 2004).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan
disiplin Pegawai Negeri Sipil telah diatur secara jelas bahwa kewajiban yang
26
harus ditaati oleh setiap pegawai negeri sipil merupakan bentuk disiplin yang
ditanamkan kepada setiap pegawai negeri sipil. Menurut Handoko (2001)
disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar
organisasional. Ada dua tipe kegiatan pendisiplinan yaitu preventif dan
korektif. Dalam pelaksanaan disiplin, untuk memperoleh hasil seperti yang
diharapkan, maka pemimpin dalam usahanya perlu menggunakan pedoman
tertentu sebagai landasan pelaksanaan.
Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati
semua peraturan organisasi dan norma-norma social yang berlaku
(Hasibuan, 2005). Handoko (2001) menyatakan, disiplin adalah kegiatan
menajemen untuk menjalankan standart-standart organisasional. Fathoni
(2006) kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati
semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standarstandar organisasional. Secara etimologis, kata “Disiplin” berasal dari kata
Latin “disciplina” yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan
kerohanian serta pengembangan tabiat (Moekijad, 2003)
Kedisiplinan adalah kesadaran (sikap seseorang yang secara
sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung
jawabnya. Jadi dia akan memenuhi untuk mengarsipkan semua tugasnya
dengan baik, bukan atas paksaan dan kesediaan suatu sikap, tingkah laku
dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan organisasi baik
27
tertulis maupun tidak) seseorang mentaati semua peraturan organisasi dan
norma-norma sosial yang berlaku (Hasibuan, 2005).
Disiplin menurut Hodgest pada tahun 1994 dalam Yuspratiwi (2001)
menyatakan bahwa disiplin dapat diartikan sebagai sikap seseorang atau
kelompok yang berniat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan.
Dalam kaitannya dengan pekerjaan, pengertian disiplin kerja adalah suatu
sikap dan tingkah laku yang menunjukkan ketaatan pegawai terhadap
peraturan organisasi.
Sikap dan perilaku dalam disiplin kerja ditandai oleh berbagai inisiatif,
kemauan, dan kehendak untuk mentaati peraturan. Artinya, orang yang
dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi tidak semata-mata patuh dan taat
terhadap peraturan secara kaku dan mati, tetapi juga mempunyai kehendak
(niat) untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan organisasi
(Helmi, 2007).
Dari beberapa pengertian di atas, disiplin terutama ditinjau dari
perspektif organisasi, dapat dirumuskan sebagai ketaatan setiap anggota
organisasi terhadap semua aturan yang berlaku di dalam organisasi tersebut,
yang terwujud melalui sikap, perilaku dan perbuatan yang baik sehingga
tercipta keteraturan, keharmonisan, tidak ada perselisihan, serta keadaankeadaan baik lainnya.
Dari uraian disiplin yang dimaksud dari beberapa pengertian maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa disiplin kerja merupakan suatu sikap dan
28
perilaku yang berniat untuk mentaati segala peraturan organisasi yang
didasarkan atas kesadaran diri untuk menyesuaikan dengan peraturan
organisasi.
Berdasarkan pengertian dari disiplin seperti tersebut diatas, maka
dapat ditarik beberapa indikator-indikator disiplin kerja sebagai berikut :
1. Disiplin kerja tidak semata-mata patuh dan taat terhadap penggunaan
jam kerja, misalnya datang dan pulang sesuai dengan jadwal, tidak
mangkir jika bekerja, dan tidak mencuri-curi waktu.
2. Upaya dalam mentaati peraturan tidak didasarkan adanya perasaan
takut, atau terpaksa.
3. Komitmen dan loyal pada organisasi yaitu tercermin dari bagaimana
sikap dalam bekerja.
b. Tingkat Kedisiplinan Kerja
Disiplin pegawai dalam manajemen sumber daya manusia berangkat
dari pandangan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, luput dari
kekhilafan dan kesalahan. Oleh karena itu setiap organisasi perlu memiliki
berbagai ketentuan yang harus ditaati oleh para anggotanya, standar yang
harus dipenuhi.
Menurut
Hasibuan
(2005)
terdapat
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi timbulnya disiplin petugas yaitu : tujuan dan kemampuan ,
teladan pimpinan, balas jasa, keadilan, pengawasan melekat (waskat),
29
sanksi hukuman, ketegasan dan hubungan kemanusiaan. Semua faktor itu
pasti berpengaruh terhadap penerapan disiplin dalam organisasi.
Mengacu pada Dessler (2008), “discipline is a procedure that corrects
or punishes a subordinate because a rule or procedure has been violated”.
Disiplin kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat
terhadap peraturan– peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis serta sanggup menjalankan dan tidak mengelak untuk
menerima
sanksi
–
sanksinya,
apabila
anggota
organisasi
yang
bersangkutan melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.
Prilaku disiplin petugas merupakan sesuatu yang tidak muncul dengan
sendirinya, tetapi perlu dibentuk. Oleh karena itu pembentukan disiplin kerja
menurut Handoko (2001) dapat dilakukan melalui dua cara yaitu :
1. Disiplin Prefentif (Preventive discipline)
Disiplin prefentif merupakan tindakan yang diambil untuk mendorong
para pekerja mengikuti atau mematuhi norma-norma dan aturanaturan
sehingga
penyelewengan-penyelewengan
tidak
terjadi.
Tujuannya adalah untuk mendorong disiplin diri dan diantara para
pegawai. Dengan cara ini pegawai menjaga disiplin diri mereka bukan
semata-mata karena dipaksa manajemen.
2. Disiplin Korektif (Corrective discipline)
Disiplin Korektif merupakan suatu kegiatan yang diambil untuk
menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk
30
menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif
sering
berupa
suatu
bentuk
hukuman
dan
disebut
tindakan
pendisiplinan (disciplinary action).
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut diatas, untuk mengukur
tingkat disiplin antara lain adalah:
a. Kehadiran/absensi pegawai dan kepatuhan pegawai pada jam-jam
kerja
b. Kepatuhan pegawai mengikuti apel pagi dan siang
c. Kepatuhan pegawai pada perintah atau instruksi dari atasan
d. Kepatuhan pegawai pada peraturan dan tata tertib yang berlaku
e. Berpakaian seragam pada saat jam kerja dan menggunakan atribut
dan tanda-tanda pengenal instansi sesuai ketentuan yang berlaku
f.
Penggunaan
dan
pemeliharaan
bahan-bahan
atau
alat-alat
perlengkapan kantor dengan hati-hati
g. Bekerja dengan mengikuti cara-cara bekerja yang telah ditentukan
oleh peraturan yang berlaku.
Pengukuran lain menggunakan Achievement Motivation Questionnaire
(AMQ) dari Spence and Helmreich tahun 2003 yang mengukur orientasi
pekerjaan (work orientation), penguasaan (mastery), dan persaingan
(competiveness). Hal ini dikembangkan menjadi beberapa item diantaranya,
pencapaian prestasi yang lebih, bekerja dengan baik, bekerja lebih baik dari
yang kemarin, suka bekerja keras, melakukan lebih baik untuk mengatasi
31
kesulitan, berpikir menyenangkan, perebutan untuk menguasai sesuatu,
tetap melakukan tugas, tingkat keterampilan yang tinggi, tidak melakukan
tugas yang tidak pasti, sibuk setiap waktu, mencoba berkompetisi lebih
keras, menikmati kompetisi, gangguan jika orang lain bekerja lebih baik,
penting untuk lebih baik daripada orang yang lain, menang dalam pekerjaan,
bakat sukses, peningkatan prestasi (Helmi, 2008).
c. Disiplin Kerja Mewujudkan Efektivitas dan Efisiensi Kerja
Disiplin kerja merupakan kondisi organisasi atau iklim kerja yang
sangat penting untuk mengefektifkan organisasi. Tanpa disiplin kerja akan
sulit mewujudkan efektivitas dan efisiensi kerja, sehinga akan sulit pila dalam
mencapai tujuan organisasi secara maksimal.
Sehubungan dengan itu Theo Haiman pada tahun 1982 dalam
Nawawi (2003) mengatakan bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang tertib,
dengan anggota organisasi yang berperilaku sepantasnya dan memandang
peraturan –peraturan organisasi sebagai perilaku yang dapat diterima.
Disiplin dikatakan baik apabila pegawai/anggota organisasi secara umum
mengikuti aturan-aturan organisasi, dan dapat dikatakan buruk apabila tidak
mengikuti atau melanggar aturan-aturan tersebut.
Davis (2004) mengatakan bahwa disiplin adalah tindakan atau
perilaku manajemen yang menuntut pemenuhan kebutuhan akan standar
organisasi. Sedangkan Hasibuan (2005) mengatakan bahwa disiplin adalah
32
suatu keadaan tertib dimana orang yang tergabung disiplin organisasi tunduk
pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan senang hati.
Sejalan dengan itu pendapat-pendapat diatas Tohardi (2003)
mengatakan disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui
proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan,
kepatuhan, kesetiaan, dan ketertiban. Berdasarkan nilai-nilai tersebut berarti
disiplin merupakan dasar pengembangan hati nurani yang merupakan salah
satu factor penting dalam memelihara emosi seorang petugas/anggota
organisasi. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa disiplin sangat penting
pula
dalam
perkembangan
karakteristik
kepribadian
lainnya,
seperti
tanggung jawab, percaya diri, ketekunan, dan control diri. Disiplin dalam
pengembangan karakteristik kepribadian tersebut sangat penting bagi para
pegawai/anggota organisasi dalam mempertahankan dan mengembangkan
perilaku yang tepat dalam bekerja.
3. Komitmen Kerja Pegawai
a. Pengertian Komitmen Kerja
Menurut Ibrahim Hafid ( cetakan I – 2011) dalam Ranah Pemikiran
Menuju Indonesia Cemerlang bahwa komitmen adalah janji pada diri sendiri
seorang karyawan untuk bekerja lebih baik, lebih produktif dan lebih efesien
terhadap tugas yang dibebankan kepadanya dalam sebuah institusi.
Komitmen akan menentukan jalannya organisasi karena pengaruhnya
yang ektensif pada seluruh fungsi organisasi, oleh sebab itu baik pimpinan
33
maupun karyawan harus memiliki komitmen dalam mewujudkan tujuan
suartu organisasi. Komitmen terbalut dalam enam faktor yang bisa berperan
dan dimainkan oleh masing-masing unsur dalam membentuk tingkah laku
yang menguntungkan orgnisasi yaitu :
1. Dorongan, dorongan untuk tetap belajar, tidak merasa puas atas
keberhasilan yang dicapai, dorongan untuk menempatkan prinsip
diatas prasangka dan diatas kepentingan pencapaian tujuan.
2. Percaya diri, percaya diri ada bersama dorongan, melakukan
pekerjaan besar yang selalu dimulai dengan keyakinan bahwa
karyawan sanggup jadi anggota organisasi memerlukan tekad
yang mengalir dari percaya diri.
3. Pengertian,
bukan
sekedar
pengetahuan
dan
lebih
dari
kecerdasan, secara prinsip pengertian merupakan panduan antara
pengetahuan dan kecerdasan.
4. Kedewasaan, dalam hal komitmen di semua jenjang organisasi
yang dibicarakan adalah kedewasaan emosional, bukan umur dan
pengalaman.
5. Integritas, integritas sebenarnya merupakan kombinasi antara
yang memacu diri, pengertian dan kedewasaan. Karyawan paling
benar adalah bentuk sebuah komitmen yang tidak perlu diragukan
integritas demikian penting bagi keberhasilan dinamika sistem
34
kerja manusia sebagai bagian dari bentuk loyalitas dan prestasi
kerja.
6. Keinginan, mutu terakhir dari sebuah komitmen adalah keinginan
untuk beraktifitas, bekerja secara sungguh-sunggu untuk mencapai
tujuan.
Menurut
Panggabean
(2004:132)
komitmen
adalah
kuatnya
pengenalan dan keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi tertentu.
Dilain pihak komitmen sebagai kecendrungan untuk terikat dalam garis
kegiatan yang konsisten karena menganggap adanya biaya pelaksanaan
kegiatan yang lain (berhenti bekerja).
Komitmen pegawai mengandung pengertian sebagai suatu hal yang
lebih baik dari sekedar kesetiaan yang pasif melainkan menyiratkan
hubungan pegawai dengan perusahaan secara aktif. Karena pegawai yang
menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga
dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan
keberhasilan organisasinya.
Menurut
Sunarto
(2005:25),
komitmen
adalah
kecintaan
kesetiaan, terdiri dari
a. Penyatuan dengan tujuan dan nilai-nilai perusahaan
b. Keinginan untuk tetap berada dalam organisasi
c. Kesediaan untuk bekerja keras atas nama organisasi
dan
35
b. Jenis Komitmen Kerja Pegawai
Komitmen pegawai menurut Munandar (2004:75) terbagi atas tiga
komponen, yaitu :
1. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan
keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi. Pegawai dengan
afektif tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan
untuk tetap menjadi anggota organisasi.
2. Komponen normatif merupakan perasaan pegawai tentang kewajiban
yang harus
diberikan
kepada
organisasi. Komponen
normatif
berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung
dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komponen
normatif menimbulkan perasaan kewajiban kepada pegawai untuk
memberikan balasan atas apa yang pernah diterimanya dari
organisasi.
3. Komponen continuance berarti komponen yang berdasarkan persepsi
pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika meninggalkan
organisasi. Pegawai dengan dasar organisasi tersebut disebabkan
karena pegawai tersebut membutuhkan organisasi. Pegawai yang
memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah
laku yang berbeda dengan pegawai dengan dasar continuance.
Pegawai yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk
berusaha yang sesuai dengan tujuan organisasi.
36
c. Indikator Komitmen Kerja Pegawai
Kaswara dan Santoso (2008) mengemukakan tiga indikator komitmen
yang digunakan dalam pendekatan untuk menentukan komitmen pegawai
kepada organisasi, yaitu :
a. Indikator Affective Commitment
Komitmen dimana individu memiliki hasrat yang kuat untuk tetap
bekerja pada organisasi karna ada kesamaan atau kesepakatan
antara nilai-nilai personal individu dan organisasi. Komitmen afektif
didasarkan pada Goal Congruence Orientation, dimana didalamnya
terdapat suatu keterikatan secara psikologis antara individu dan
organisasinya sehingga mempengaruhi perilaku individu terhadap
tugas yang diterimanya. Individu dengan Affective Commitment yang
tinggi memiliki emosional yang erat terhadap organisasi, yang berarti
bahwa individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk
berkontribusi secara berarti terhadap organisasi dibandingkan individu
dengan affective Commitment yang lebih rendah.
b. Indikator Normative Commitment
Komitmen normatif adalah komitmen yang menunjukkan perasaan
individu yang berkewajiban untuk tetap bekerja pada Organisasinya,
dan juga menunnjukan adanya kewajiban dan tanggung jawab yang
harus dipikul. Individu dengan Normative Commitment yang tinggi
akan tetap bertahan dalam organisasi karena merasa adanya suatu
37
kewajiban atau tugas. Perasaan seperti itu akan memotivasi individu
untuk bertingkah laku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat
bagi
oraganisasi.
Perusahaan
mengharapkan
dengan
adanya
Normative Commitment, pegawai memiliki hubungan yang positif
dengan tingkah laku dalam pekerjaan, seperti Job Performance, Work
attendence, dan Organization citizenship.
c. Indikator Continuance Commitment
Kecenderungan individu untuk tetap menjaga komitmen pegawai pada
organisasi karena tidak ada hal lain yang dapat dikerjakan di luar itu.
Individu dengan Continuance Commitment yang tinggi akan bertahan
dalam organisasi, bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya
kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami
jika
meninggalkan
organisasi.
Individu
dengan
Continuance
Commitment yang tinggi akanlebih bertahan dalam organisasi
dibandingkan yang rendah.
Pada dasarnya melaksanakan komitmen sama saja maknanya
dengan menjalankan kewajiban, tanggung jawab, dan janji yang membatasi
kebebasan seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi karena sudah punya
komitmen maka dia harus mendahulukan apa yang sudah dijanjikan buat
organisasinya ketimbang untuk hanya kepentingan dirinya. Di sisi lain
komitmen berarti adanya ketaatasasan seseorang dalam bertindak sejalan
dengan janji-janjinya.
38
Semakin tinggi derajat komitmen pegawai semakin tinggi pula kinerja
yang dicapainya. Suatu ketika komitmen diwujudkan dalam bentuk kesetiaan
pengabdian pada organisasi. Namun dalam prakteknya tidak semua pegawai
melaksanakan komitmen seutuhnya. Ada komitmen yang sangat tinggi dan
ada yang sangat rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat
komitmen adalah faktor intrinsik dan ekstrinsik pegawai bersangkutan.
Faktor-faktor intrinsik karyawan dapat meliputi aspek-aspek kondisi
sosial ekonomi keluarga karyawan, usia, pendidikan, pengalaman kerja,
kestabilan kepribadian, dan gender. Sementara faktor ekstrinsik yang dapat
mendorong terjadinya derajat komitmen tertentu antara lain adalah
keteladanan pihak manajemen khususnya manajemen puncak dalam
berkomitmen di berbagai aspek organisasi.
Dukungan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia lainnya
tidak boleh diabaikan. Kalau tidak diprogramkan secara terencana, maka
pengingkaran
pada
komitmen
sama
saja
memperlihatkan
adanya
kekeroposan suatu organisasi. Penurunan kredibilitas atau kepercayaan
terhadap karyawan pada gilirannya akan mengakibatkan hancurnya
kredibilitas perusahaan itu sendiri. Dan ini akan memperkecil derajat loyalitas
pelanggan dan mitra bisnis kepada perusahaan tersebut.
4. Kinerja Pegawai
Kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas, serta
kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dikatakan
39
baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik
Kinerja pegawai adalah prestasi (hasil) kerja pegawai atau pegawai selama
periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan (standar,
target, atau kriteria) yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati
bersama (Soeprihanto, dkk. 2006:7)
Irawan dkk. (2007:11) yang dimaksud dengan kinerja (performance)
adalah hasil kerja yang bersifat konkrit, dapat diukur, dan dapat diamati.
Lebih lanjut dikatakan bahwa kinerja bersifat aktual (riil) sedang tujuan
bersifat ideal. Hal senada dikemukakan Mangkunegara (2002:67), bahwa
kinerja berasal dari kata job performance atau performance (prestasi kerja
atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Kinerja diartikan
sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan
organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral atau etika (Prawirosentono, 2009:2).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Diknas, 2000:503), kinerja
berarti (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperhatikan, dan (3)
kemampuan kerja. Salim dalam The Contemporary English-Indonesia
40
Dictionary mengatakan, istilah kinerja (performance) digunakan bila seorang
menjalankan suatu tugas atau proses dengan terampil sesuai dengan
prosedur dan ketentuan yang ada (Salim, 2006:631). Dalam kajian
manajemen kinerja berarti hasil dari sukses kerja seseorang atau
sekelompok untuk mencapai sasaran-sasaran yang relevan (Kast dan
Rozenweing, 2005:25).
Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa kinerja (performance)
dapat berupa hasil kerja, prestasi kerja, atau tingkat keberhasilan seseorang
dalam tugas dan tanggung jawabnya yang diberikan kepadanya.
Timpe (2002:33) menyebutkan bahwa kinerja dipengaruhi oleh faktorfaktor internal dan eksternal. Kinerja individu akan baik jika dari faktor
internal: memiliki kemampuan tinggi dan kerja keras, dan dari faktor
eksternal: adanya pekerjaan mudah, nasib baik, bantuan dari rekan kerja,
dan pimpinan yang baik. Jika tidak demikian halnya, maka kinerja individu
adalah buruk. Pernyataan yang senada dikemukakan Griffin (2004:394-395),
bahwa kinerja kerja ditentukan oleh tiga hal, yaitu kemampuan, keinginan,
dan lingkungan. Untuk itu agar individu mempunyai kinerja yang baik, maka
harus
mengetahui
bagaimana
cara
melakukannya
dengan
benar,
mempunyai keinginan yang tinggi, dan lingkungan kerja yang mendukung.
Porter dan Lawler dalam Gibson (2007:362) menyebutkan faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja digambarkan sebagai berikut:
41
Referensi
imbalan
Intensitas
motivasi
(upaya)
Kemampuan,
kebutuhan,
dan perangai
Persepsi
tentang
keadilan
imbalan
Imbalan
intrinsik
Kepuasan
Kinerja
Imbalan
ekstrinsik
Pengharapan
Persepsi
(kesadaran)
peran
Gambar 1. Skema Model Kinerja Porter-Lawler, dikutip dalam Gibson et.al.
(2007:362)
Gambar 1 menunjukkan posisi kinerja berhubungan dengan banyak
faktor, yakni (1) imbalan yang diharapkan individu, (2) pengharapanpengharapan, yang kemudian akan menimbulkan (3) dorongan, yang
dipengaruhi oleh kemampuan-kebutuhan-perangai dan prestasi individu
terhadap peran atau tugas yang diterima. Faktor-faktor tersebut secara
keseluruhan membentuk kinerja individu.
Kinerja yang dibentuk ini selanjutnya menimbulkan (4) imbalan
instrinsik, dan (imbalan ekstrinsik). Imbalan ini dapat negatif atau positif
tergantung dari tingkat kinerja individu. Persepsi tentang imbalan intrinsik
atau imbalan ekstrinsik akan menimbulkan (6) tingkat kepuasan individu.
42
Imbalan yang memuaskan dapat mengarah pada dorongan perilaku
yang diarahkan untuk masa yang akan datang. Dengan demikian dasar
kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor harapan mengenai imbalan, dorongan,
kemampuan-kebutuhan-sifat, persepsi terhadap tugas, imbalan intrinsik dan
ekstrinsik, persepsi terhadap tingkat imbalan, dan kepuasan kerja. Hal yang
sama (Prawirisentono, 2009:193), mengemukakan bahwa kinerja dalam
menjalankan tugasnya tidak berdiri sendiri, ia berhubungan dengan
kepuasan dan tingkat imbalan atau harapan. Kinerja yang baik dipengaruhi
oleh kemampuan (knowledge dan skill) dan motivasi (attitude dan situation)
seseorang.
Performance = Ability + Motivation
Davis (2004:141) menyatakan bahwa : “performance was a function
of employee’s ability, acceptance of the goals, level of the goals and the
interaction of the goal with their ability”. Dari definisi ini, mengungkapkan
bahwa kinerja terdiri dari empat unsur, yaitu: kemampuan, penerimaan
tujuan-tujuan, tingkatan tujuan-tujuan yang dicapai, dan interaksi antar tujuan
dengan kemampuan para anggota organisasi.
Masing-masing unsur tersebut turut berpengaruh terhadap kinerja
seseorang. Kinerja seseorang dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian
antara pekerjaan dan kemampuan (Robbins, 2006:83). Kemampuan individu
adalah suatu faktor yang merujuk ke suatu kapasitas individu untuk
mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan ini banyak
43
faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah pendidikan dan pelatihan.
Bila kemampuan ini disertai dengan bakat seseorang akan dapat merupakan
faktor yang menentukan prestasi seseorang.
Pelatihan dapat mengembangkan kemampuan, kecakapan, dan
keterampilan. Kemampuan dapat dibedakan atas kemampuan fisik dan
kemampuan intelektual. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang
digunakan untuk menjalankan kegiatan mental, sedangkan kemampuan fisik
(jasmani) untuk melakukan tugas yang menuntut stamina, kekuatan, dan
kecekatan.
Kinerja yang baik memerlukan kemampuan intelektual dan fisik yang
sesuai dengan pekerjaan seseorang. Seorang pegawai agar memiliki kinerja
yang baik, maka diperlukan kemampuan pengetahuan tentang bidang
tugasnya,
seperti
pengetahuan
yang
mendalam
tentang
materi
pekerjaannya, teknik pelaksanaan pekerjaan, cara berkomunikasi dalam
proses pelayanan, interaksi antar unitnya, dan lain sebagainya. Untuk
kemampuan
fisik,
seperti
tidak
cacat
fisik
yang
dapat
menjadi
penghalang/kendala dalam bertugas. Seseorang pegawai yang memiliki
kemampuan kurang dari yang dipersyaratkan akan besar kemungkinannya
untuk gagal. Jika sebaliknya, yaitu memiliki kemampuan lebih tinggi dari
yang dipersyaratkan, maka akan menjadi tidak efisien di dalam organisasi
dan bahkan dapat berakibat kurang puas kerja atau dapat pula menimbulkan
stress/frustrasi, dan sebagainya (Robbins, 2006:84). Jadi pegawai sangat
44
perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan posisinya dan sesuai
dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the
right job).
Tujuan organisasi harus diketahui dengan jelas oleh setiap anggota
organisasi. Hal demikian akan memberikan arah bagi mereka dalam
menyelesaikan tugas. Sejauh mana penerimaan tujuan organisasi, akan
mempengaruhi hasil kerja anggota organisasi yang bersangkutan. Jika
tujuan organisasi diketahui dengan jelas dan disertai dengan kemampuan
tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan dalam pencapaian tujuan tersebut,
maka pekerjaan itu akan memberikan hasil yang memuaskan.
Kinerja merupakan tanda keberhasilan suatu organisasi dan orangorang yang berada dalam organisasi (Hickman, 2003:225). Senada dengan
itu, Stoner, et.al. (2006:249) mengemukakan: kinerja adalah kunci yang
harus berfungsi secara efektif agar organisasi secara keseluruhan dapat
berhasil. Untuk itu kinerja yang baik, harus dilakukan evaluasi secara terus
menerus agar mencapai keberhasilan secara individu ataupun secara
organisasi.
Ada tiga kriteria dalam mengevaluasi kinerja individu, yaitu tugas
individu, perilaku individu, dan ciri individu (Robbins, 2006:649-651). Menilai
kinerja individu melalui hasil tugas yang dimaksudkan adalah menilai hasil
pekerjaan kerja individu. Misalnya terhadap produk yang dihasilkan,
efektivitas pemanfaatan waktu, dan sebagainya. Penilaian kinerja individu
45
melalui perilaku, agak sulit dilakukan, namun dapat diamati dengan cara
membandingkan perilaku rekan kerja mereka yang setara, atau dapat pula
dilihat dari cara penerimaan melalui tugas dan berkomunikasi. Sedangkan
menilai kinerja individu dengan melalui pendekatan ciri individu adalah
dengan melihat ciri-ciri individu, misalnya melalui sikap, persepsi, dan
sebagainya.
Prawirosentono (2009:236-239) menyebutkan beberapa faktor yang
perlu diketahui sehubungan dengan penilaian kerja pegawai, yaitu: (1)
pengetahuan tentang pekerjaan, (2) kemampuan membuat perencanaan, (3)
pengetahuan tentang standar mutu pekerjaan yang disyaratkan, (4) tingkat
produktivitas/hasil kerja pegawai tersebut, (5) pengetahuan teknis atas
pekerjaan, (6) kemandirian dalam bekerja, (7) kemampuan berkomunikasi,
(8)
kepemimpinan
dan
motivasi.
Kesemua
faktor
tersebut
dapat
disederhanakan menjadi tiga, yaitu: (1) pelaksanaan tugas yang meliputi
nomor 1, 2, 3, dan 5, (2) perilaku pegawai yang meliputi nomor 6, 7, 8, dan
(3) hasil tugas yang meliputi nomor 4.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa yang disebut kinerja
pegawai adalah tingkat keberhasilan pegawai dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dan mencapai tujuan yang
ditetapkan, ditunjukkan dengan kemampuan, cara berperilaku, dan hasil
tugasnya. Dari beberapa indikator yang dikemukakan oleh para ahli, pada
dasarnya memiliki pandangan yang sama, bahwa untuk mencapai tujuan
46
organisasi diperlukan tingkat kinerja yang baik dari para pegawai baik
individual maupun secara organisasi.
B. Penelitian Terdahulu
Etykawaty (2008) melakukan penelitian dengan judul, “Pengaruh
Penerapan
SOP
dan
Kedisiplinan
terhadap
Kinerja
Petugas
Pemasyarakatan” (Studi kasus di Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta)..
Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan diskriptif kuantitatif.
Model analisis yang digunakan adalah Regresi Linier Berganda. Hasil
penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang positif dan signifikan
secara sendiri-sendiri dari penerapan SOP dan disiplin terhadap kinerja
pegawai pemasyarakatan di Rumah Tahanan negara kelas I Surakarta..
Hernowo (2008) penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Penerapan
SOP dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Badan Kepegawaian Daerah
Kabupaten
Wonogiri”,
Penelitian
ini
menggunakan
tipe
penelitian
eksplanatory (penjelasan). Analisis data menggunakan metode regresi linear
berganda (multiple regression). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa
variabel independen yakni penerapan SOP dan variabel disiplin kerja
berpengaruh nyata terhadap kinerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah
Kabupaten Wonogiri. Tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) dan variabel
disiplin memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap kinerja pegawai
Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri.
47
Penelitian Martinai dan Rostiana (2003) yang berjudul “Komitmen
Organisasi Ditinjau Berdasarkan Iklim Organisasi dan Motivasi Berprestasi”
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara
iklim organisasi dengan komitmen organisasi dengan koefisien korelasi
sebesar
0,541.
Febri
Saputra
Yuda
(2009)
mengungkapkan
hasil
penelitiannya yang berjudul “Hubungan antara Iklim Organisasi dan
Komitmen Organisasi pada Pengurus Karisma ITB Periode 29.2”. Penelitian
ini dilakukan terhadap 28 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang positif antara iklim organisasi dan komitmen
organisasi pada pengurus Karisma ITB. Hubungan yang terjadi yaitu pada
taraf sedang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengurus
Karisma
ITB
menghayati
iklim
organisasi
sebagai
sesuatu
yang
menyenangkan dan memiliki komitmen organisasi yang tinggi. Namun
pengurus Karisma ITB memiliki komitmen organisasi yang tinggi bukan
semata dikarenakan oleh iklim organisasi yang menyenangkan, tetapi juga
ciri pribadi organisasi Karisma ITB sejalan dengan ciri pribadi pengurus
karisma.
C. Kerangka Konseptual
Organisasi membuat aturan-aturan, kebijakan dan hirarki hubungan
dalam mencapai tujuan yang disebut dengan struktur. Peraturan dan
kebijakan dalam organisasi tertuang dalam deskripsi pekerjaan dan Standard
Operasional Procedure (SOP). Deskripsi pekerjaan merupakan penjelasan
48
tentang apa yang harus dikerjakan oleh setiap anggota organisasi, dengan
siapa mereka berinteraksi, mereka bertanggung jawab kepada siapa, sarana
yang dipergunakan dan keahlian yang dibutuhkan (Siagian, 1995)
Untuk mencapai kinerja organisasi yang diharapkan, selain penetapan
SOP, diperlukan disiplin dan komitmen organisasi yang tinggi untuk
melaksanakannya. Tanpa disiplin, dan komitmen yang tinggi untuk
melaksanakan, maka bagaimanapun baiknya SOP yang dibuat tidak akan
pernah tercapai kinerja organisasi yang tinggi. SOP hanya akan menjadi
semacam bacaan harian dan prosedur rutinitas tertulis yang menghiasi
dinding, tidak berguna.
Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati
semua peraturan instansi, lembaga, atau perusahaan dan norma-norma
sosial yang berlaku. Jadi kedisiplinan dapat diartikan bilamana pegawai
datang dan pulang tepat waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya
dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma
sosial yang berlaku. Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi
karena tanpa dukungan disiplin pegawai yang baik, maka sulit bagi
organisasi untuk mewujudkan tujuannya. Jadi kedisiplinan adalah kunci
keberhasilan suatu organisasi mencapai tujuan (Fathoni, 2006: 172).
Menurut Ibrahim Hafid ( cetakan I – 2011) dalam Ranah Pemikiran
Menuju Indonesia Cemerlang bahwa komitmen adalah janji pada diri sendiri
seorang karyawan untuk bekerja lebih baik, lebih produktif dan lebih efesien
49
terhadap tugas yang dibebankan kepadanya dalam sebuah institusi.
Komitmen akan menentukan jalannya organisasi karena pengaruhnya yang
ektensif
pada seluruh fungsi organisasi, oleh sebab itu baik pimpinan
maupun karyawan harus memiliki komitmen dalam mewujudkan tujuan
suartu organisasi.
Kinerja pegawai tidak hanya berhubungan dengan faktor di dalam
perusahaan, tetapi juga faktor di dalam diri pegawai itu sendiri, diantaranya
komitmen. Komitmen yang tinggi akan meningkatkan prestasi kerja
karyawan. Pengertian komitmen saat ini, tidak lagi sekedar berbentuk
kesediaan pegawai bekerja di perusahaan itu dalam jangka waktu lama.
Namun lebih penting dari itu, pegawai mau memberikan yang terbaik kepada
organisasi, bahkan bersedia mengerjakan lebih dari yang ditargetkan
organisasi.
Secara skematis kerangka konseptual penelitian ini digambarkan
sebagai berikut:
PENERAPAN
SOP
(X.1)
DISIPLIN
KERJA
(X.2)
KINERJA
PEGAWAI
(Y)
KOMITMEN
KERJA
(X.3)
Gambar 2. Kerangka Konseptual
50
D. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan, kajian teoritis, dan kerangka pemikiran
yang telah dikemukakan, dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh penerapan Standard Operasional Prosedur
(SOP) terhadap kinerja pegawai pada Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin Makassar.
2. Terdapat pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja pegawai pada
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar.
3. Terdapat pengaruh komitmen kerja terhadap kinerja pegawai pada
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar.
4. Disiplin kerja berpengaruh paling dominan dalam peningkatan
kinerja
pegawai
Fakultas
Teknik
Universitas
Hasanuddin
Makassar. Karena disiplin merupakan suatu sikap dan perilaku
yang berniat untuk mentaati segala peraturan organisasi yang
didasarkan atas kesadaran diri untuk menyesuaikan dengan
peraturan organisasi. Tanpa disiplin, sebaik apapun aturan yang
diterapkan oleh instansi/perusahaan maka aturan itu hanya akan
menjadi semacam bacaan harian dan prosedur
menghiasi dinding, tidak berguna.
tertulis yang
Download