sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Oseana, Volume XXXII, Nomor 1, Tahun 2007 : 15-22 ISSN 0216-1877 PASANG SURUT DAN ENERGINYA Oleh Dewi Surinati1) ABSTRACT TIDE AND ENERGY. Tide is the raising and falling process of the sea due to interaction of the earth, sun and moon. There are three types of tidals : diurnal, semidiurnal and mixed. The tides exist in coastal areas. Large tidal ranges can obtain energy, and it can generate electricity either on the ebb tide or both the ebb and flood tides. sedangkan kelompok kedua adalah kekuatan restoratif dari pasang-surut dan arus (ROSITASARI, 2002). Beberapa wilayah pesisir di Indonesia yang memiliki wilayah estuaria cukup luas, yaitu di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Irian Jaya (SUPRIADI, 2001). Estuaria merupakan wilayah pesisir yang memiliki tingkat kesuburan tinggi, karena masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, (misalnya pasang surut) dan karena dipengaruhi oleh adanya kegiatan yang ada di darat, (misalnya pemukiman, industri, pertanian dalam bentuk sedimentasi dan debit aliran sungai). Seluruh kegiatan tersebut sangat membutuhkan energi. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang mempunyai lautan yang cukup luas. Posisinya cukup strategis, yaitu terletak di kawasan khatulistiwa yang berada di antara dua samudera, Samudera Hindia dan Pasifik, dan dua benua, Asia dan Australia. Laut Indonesia yang semula (versi Wawasan Nusantara) seluas ± 3.166.000 km2 menjadi ± 6juta km2 menurut versi ZEE sedangkan luas seluruh laut yang ada di bumi ± 361 juta km2 (WIBISONO, 2005). Perairan pesisir meliputi pantai dan estuaria (muara sungai) paling banyak dimanfaatkan masyarakat. Pantai merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan lautan. Secara garis besar terdapat 2 kelompok energi yang bekerja di pantai. Kelompok pertama adalah kekuatan erosif dari badai, angin dan gelombang, Krisis energi telah melanda dunia hingga akhir tahun 1990an, hal ini karena kebutuhan akan bahan energi primer dunia adalah 85 % disuplai oleh bahan bakar fosil, yakni minyak bumi 40 %, batu bara 25 % dan gas bumi 20 % (PRAMUDJI, 2002). 15 Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Indonesiapun saat ini telah menjadi net importir minyak mentah dunia, tetapi sumber-sumber bahan bakar fosil lebih sukar didapat, sehingga dapat diperkirakan produksinya dari tahun ke tahun pasti menurun tajam, akibatnya harganya semakin mahal. Sementara itu teknologi alternatif untuk sumber energi lain belum sepenuhnya dikembangkan dan diterapkan di Indonesia. Kesenjangan antara kebutuhan dan persediaan energi merupakan masalah penting yang perlu segera dicari pemecahannya. Oleh karena itu, keadaan ini harus diantisipasi dengan melakukan diversifikasi energi guna mengurangi ketergantungan sumber energi pada BBM dengan memanfaatkan sumber energi alternatif, antara lain gas bumi, batu bara serta sumber energi nir-konvensional dari lautan. Sumber energi nir-konvensional dari lautan misalnya Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC). OTEC memanfaatkan perbedaan suhu permukaan dan suhu air kedalaman pada laut dalam yang dapat menghasilkan tenaga listrik. Selain itu yaitu gelombang arus atau perbedaan salinitas perairan dan pasang-surut yang energinya menghasilkan tenaga listrik juga. jarak di antara massa tersebut. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa, tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Sejalan dengan hukum di atas, dapat dipahami bahwa meskipun massa bulan lebih kecil dari massa matahari tetapi jarak bulan ke bumi jauh lebih kecil, sehingga gaya tarik bulan terhadap bumi pengaruhnya lebih besar dibanding matahari terhadap bumi. Kejadian yang sebenarnya dari gerakan pasang air laut sangat berbelit-belit, sebab gerakan tersebut tergantung pula pada rotasi bumi, angin, arus laut dan keadaankeadaan lain yang bersifat setempat. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (WARDIYATMOKO & BINTARTO,1994). Pasang-surut purnama (spring tides) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada dalam suatu garis lurus (matahari dan bulan dalam keadaan oposisi). Pada saat itu, akan dihasilkan pasang tinggi yang sangat tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah, karena kombinasi gaya tarik dari matahari dan bulan bekerja saling menguatkan. Pasang-surut purnama ini terjadi dua kali setiap bulan, yakni pada saat bulan baru dan bulan purnama (full moon). Sedangkan pasang-surut perbani (neap tides) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus, yakni saat bulan membentuk sudut 90° dengan bumi. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang rendah dan pasang rendah yang tinggi. Pasang-surut perbani ini terjadi dua kali, yaitu pada saat bulan 1/4 dan 3/4 (WARDIYATMOKO & BINTARTO, 1994). Pasang-sumt laut dapat didefinisikan pula sebagai gelombang yang dibangkitkan oleh adanya interaksi antara bumi, matahari dan bulan. Puncak gelombang disebut pasang tinggi (High Water/RW) dan lembah gelombang PASANG-SURUT Pasang-surut (pasut) merupakan salah satu gejala alam yang tampak nyata di laut, yakni suatu gerakan vertikal (naik turunnya air laut secara teratur dan berulang-ulang) dari seluruh partikel massa air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut. Gerakan tersebut disebabkan oleh pengaruh gravitasi (gaya tarik menarik) antara bumi dan bulan, bumi dan matahari, atau bumi dengan bulan dan matahari. Pasang-surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal, yakni dorongan ke arah luar pusat rotasi. Hukum gravitasi Newton menyatakan, bahwa semua massa benda tarik menarik satu sama lain dan gaya ini tergantung pada besar massanya, serta 16 Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id disebut surut/pasang rendah (Low Water/LW). Perbedaan vertikal antara pasang tinggi dan pasang rendah disebut rentang pasang-surut atau tunggang pasut (tidal range) yang bisa mencapai beberapa meter hingga puluhan meter. Periode pasang-surut adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke puncak atau lembah gelombang berikutnya. Harga periode pasangsurut bervariasi antara 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit (SETIAWAN, 2006). Menurut WIBISONO (2005), sebenarnya hanya ada tiga tipe dasar pasangsurut yang didasarkan pada periode dan keteraturannya, yaitu sebagai berikut: 1. Pasang-surut tipe harian tunggal (diurnal type): yakni bila dalam waktu 24 jam terdapat 1 kali pasang dan 1 kali surut. 2. Pasang-surut tipe tengah harian/ harian ganda (semi diurnal type): yakni bila dalam waktu 24 jam terdapat 2 kali pasang dan 2 kali surut. 3. Pasang-surut tipe campuran (mixed tides): yakni bila dalam waktu 24 jam terdapat bentuk campuran yang condong ke tipe harian tunggal atau condong ke tipe harian ganda. pasang-surut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera. Pasang-surut (pasut) di berbagai lokasi mempunyai ciri yang berbeda karena dipengaruhi oleh topografi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk dan sebagainya. Di beberapa tempat, terdapat beda antara pasang tertinggi dan surut terendah (rentang pasut), bahkan di Teluk Fundy (Kanada) bisa mencapai 20 meter. Proses terjadinya pasut memang merupakan proses yang sangat kompleks, namun masih bisa diperhitungkan dan diramalkan. Pasut dapat diramalkan karena sifatnya periodik, dan untuk meramalkan pasut, diperlukan data amplitudo dan beda fasa dari masing-masing komponen pembangkit pasut. Ramalan pasut untuk suatu lokasi tertentu kini dapat dibuat dengan ketepatan yang cukup cermat (NONTJI, 2005). Pasut tidak hanya mempengaruhi lapisan di bagian teratas saja, melainkan seluruh massa air yang bisa menimbulkan energi yang besar. Di perairan pantai, terutama di teluk atau selat sempit, gerakan naik turunnya muka air akan menimbulkan terjadinya arus pasut. Jika muka air bergerak naik, maka arus mengalir masuk, sedangkan pada saat muka air bergerak turun, arus mengalir ke luar. NONTJI (2005) mengatakan bahwa pengetahuan mengenai pasut sangat diperlukan dalam pembangunan pelabuhan, bangunan di pantai dan lepas pantai, serta dalam hal lain seperti pengelolaan dan budidaya di wilayah pesisir, pelayaran, peringatan dini terhadap bencana banjir air pasang, pola umum gerakan massa air dan sebagainya. Namun yang paling penting dari pasut adalah energinya dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan tenaga listrik. Tipe pasang-surut ini penting diketahui untuk studi lingkungan, mengingat bila di suatu lokasi dengan tipe pasang-surut harian tunggal atau campuran condong harian tunggal terjadi pencemaran, maka dalam waktu kurang dari 24 jam, pencemar diharapkan akan tersapu bersih dari lokasi. Namun pencemar akan pindah ke lokasi lain, bila tidak segera dilakukan clean up. Berbeda dengan lokasi dengan tipe harian ganda, atau tipe campuran condong harian ganda, maka pencemar tidak akan segera tergelontor keluar. Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang-surut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang ENERGI DARI LAUT Energi laut merupakan alternatif energi terbaharui termasuk sumberdaya non-hayati yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Selain menjadi sumber pangan, 17 Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id laut juga mengandung beraneka sumberdaya energi yang keberadaannya semakin signifikan, manakala energi yang bersumber dari bahan bakar fosil semakin menipis. Laut sebagai Last Frontier di bumi memang menjadi tujuan akhir menjawab tantangan kekurangan energi. Diperkirakan potensi laut mampu memenuhi empat kali kebutuhan listrik dunia, sehingga tidak mengherankan apabila berbagai negara maju telah berlomba memanfaatkan energi ini (DAUD, 2006). Laut memiliki dua tipe energi yaitu energi termal dari panas matahari dan energi mekanik dari pasang-surut dan gelombang. Lebih dari 70% bagian permukaan bumi adalah lautan, hal ini menjadikan lautan sebagai pengumpul sinar matahari terbesar di bumi. Matahari menghangatkan permukaan air lebih banyak daripada di bagian laut yang lebih dalam, dan perbedaan temperatur ini menyimpan energi panas/termal. Energi termal ini dapat digunakan untuk banyak hal, termasuk sebagai pembangkit tenaga listrik. Ada tiga tipe sistem konversi yang biasa digunakan dalam pemanfaatan energi termal yaitu siklus tertutup, siklus terbuka dan hibrid (SETIAWAN, 2006). Siklus tertutup memanfaatkan hangatnya permukaan air laut untuk menguapkan fluida kerja yang memiliki titik didih yang rendah seperti amoniak. Uap mengembang dan menggerakkan turbin yang selanjutnya akan mengaktifkan generator untuk menghasilkan energi listrik. Sementara itu sistem siklus terbuka bekerja dengan cara mendidihkan air laut pada tekanan rendah yang menghasilkan uap yang berfungsi untuk menggerakkan turbin atau generator. Sedangkan sistem hibrid adalah kombinasi dari sistem siklus tertutup dan terbuka (SETIAWAN, 2006). Adapun energi mekanik laut berbeda dengan energi termal. Meskipun sinar matahari mempengaruhi seluruh aktivitas di laut, namun gaya tarik gravitasi bulan merupakan gaya pembangkit utama pasang surut laut, sedangkan angin adalah gaya pembangkit utama gelombang laut. Bendungan biasanya digunakan untuk mengkonversi energi pasang surut menjadi energi listrik dengan cara memaksa air agar melewati turbin dan membangkitkan generator. Sedangkan untuk mengkonversi energi gelombang terdapat 3 (tiga) sistem dasar yaitu sistem kanal yang menyalurkan gelombang ke dalam reservoar atau kolam, sistem pelampung yang menggerakkan pompa hidrolik dan sistem osilasi kolom air yang memanfaatkan gelombang untuk menekan udara di dalam sebuah wadah. Tenaga mekanik yang dihasilkan dari sistem-sistem tersebut ada yang akan mengaktifkan generator secara langsung atau mentransfernya ke dalam fluida kerja, air atau udara, yang selanjutnya akan menggerakan turbin atau generator. Daya total dari gelombang pecah di garis pantai dunia diperkirakan mencapai 2 hingga 3 juta megawatt. Pada tempat-tempat tertentu yang kondisinya sangat bagus, kerapatan energi gelombang dapat mencapai harga rata-rata 65 MW per mil garis pantai (SETIAWAN, 2006). ENERGI PASANG SURUT Energi pasang surut merupakan bentuk energi dengan memanfaatkan beda ketinggian pada waktu air laut pasang dan air laut surut. Pasang surut akan bervariasi dengan waktu dan tingginya tergantung pada posisi relatif matahari, bulan dan bumi. Topografi dan kedalaman laut pada keadaan tertentu dapat bertindak sebagai resonator atau konsentrator pasang surut dan dapat menyebabkan tinggi pasang mencapai 15 m. Tidak kurang dari 100 lokasi di dunia yang dinilai sebagai tempat yang cocok bagi pembangunan pembangkit energi pasang surut (SOEPARDJO, 2005). Saat ini ada 3 jenis teknologi pembangkit listrik tenaga arus pasut yaitu, Tidal Power, Tidal Fence dan Tidal Turbine (DAUD, 2006). Seluruh wilayah pantai secara 18 Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id teratur mengalami periode pasang surut dalam sehari dan untuk Tidal Power perbedaan pasang-surut minimal 5 meter. Teknologi yang diterapkan sebenarnya adalah teknik tradisional hydroelectric, dengan adanya dam (bendungan) yang melewati suatu teluk atau daerah estuari. Kemudian dilengkapi pintupintu air dan turbin dipasang sepanjang dam yang memisahkan kolam dan laut. Teluk yang ujungnya sempit sangat cocok diterapkan. Ketika air pasang menghasilkan tingkat air yang berbeda di dalam dan di luar dam, pintupintu air akan terbuka, air yang mengalir melewati turbin akan menjalankan generator untuk menghasilkan listrik. Pemanfaatan energi ini memerlukan daerah yang cukup luas untuk menampung air laut (reservoir area) dan bangunan dam bisa dijadikan jembatan transportasi. Tidal Power dibedakan menjadi dua yaitu kolam tunggal dan kolam ganda. Pada sistem pertama, energi dimanfaatkan hanya pada saat periode air surut atau air naik. Sedangkan sistem kolam ganda memanfaatkan aliran dalam dua arah. Perbedaan tinggi antara permukaan air di kolam dan permukaan air laut pada instalasi ini semakin tinggi semakin baik. Di Jepang, sistem ini telah dikembangkan dengan pembukaan instalasi baru di Laut Ariake, Kyushu. Di Muara Sungai Severn, Inggris juga telah mulai direncanakan instalasi berskala besar untuk 12 GW listrik. Teknologi Tidal Fence, skala besar digunakan juga sebagai jembatan penghubung antar pulau di antara selat. Menggunakan instalasi yang hampir sama dengan Tidal Power, namun terpisah dengan turbin arus antara 5 sampai 8 knot (5,6 sampai 9 mil/jam) dapat dimanfaatkan energi lebih besar dari pembangkit listrik tenaga angin karena densitas air 832 kali lebih besar dari udara (5 knot arus = velositas angin 270 km/jam). Skala besar pembangkit tenaga arus ini sepanjang 4 km telah mulai dikerjakan tak jauh dari Sulawesi Utara yakni di Kepulauan Dalupiri dan Samar, Filipina, sekaligus membuat jembatan penghubung pada empat pulaunya. Proyek ini disponsori oleh Blue Energy Power SystemCanada yang telah mengkomersialkan diri dengan berbagai modul turbin dalam berbagai skala. Diestimasi energi yang nantinya dihasilkan di Filipina ini maksimum adalah sebesar 2.200 MW dengan minimum rata-rata sebesar 1.100 MW setiap hari. Hal ini didasarkan dengan kecepatan arus rata-rata sebesar 8 knots pada kedalaman sekitar 40 meter. Modul turbin Davis yang dipakai dapat mengkonversi listrik pada lokasi tertentu seperti di sungai sebesar 5 KW sampai 500 KW sedangkan instalasi di laut bisa menghasilkan 200 MW sampai 8000 MW. Teknologi ketiga adalah Tidal Turbine seperti turbin angin. Teknologi ini berfungsi sangat baik pada arus pantai yang bergerak sekitar 3,6 dan 4,9 knots (4 dan 5,5 m/jam). Pada kecepatan ini, turbin arus berdiameter 15 meter dapat menghasilkan energi sama dengan turbin angin yang berdiameter 60 meter. Lokasi ideal turbin arus pasut ini tentunya dekat dengan pantai pada kedalaman antara 20-30 meter. Energi listrik yang dihasilkan menurut perusahaan Marine Current Turbine - Inggris adalah lebih besar dari 10 MW per 1 km2, dan 42 lokasi yang berpotensi di Inggris telah teridentifikasi perusahaan ini. Lokasi ideal lainnya yang dapat dikembangkan terdapat di Filipina, Cina dan tentunya Indonesia. Penelitian pemanfaatan energi arus pasut sejak tahun 1920 telah dilakukan di beberapa negara seperti, Prancis, Amerika Serikat, Rusia dan Kanada. Setelah lebih dari 40 tahun, yaitu pada tahun 1966, di Prancis telah dibangun stasiun France's La Ranee yang merupakan satu-satunya industri Pembangkit Listrik Tenaga Arus Pasang-Surut dengan skala besar di dunia (Gambar 1 a dan b). Pembangkit energi listrik yang digerakkan oleh tenaga pasang surut dengan tidal range 8-13,5 meter 19 Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id sebesar 8 MW. Kemudian pada tahun 1984, dibangun stasiun Annapolis Royal, proyek energi pasang surut dengan kapasitas 2.176 MW terletak di Teluk Fundy (Bay of Fundy), yaitu di Muara Sungai Annapolis Provinsi Nova Scotia, Kanada (Gambar 2), dengan tunggang pasut 8,7 m pada saat pasang purnama dan 4,4 m saat pasang perbani menghasilkan 30-40 juta KWH per tahun (DUXBURY et al. 2002). Di kota Hammerfest, Norwegia, listrik telah sukses dibangkitkan dengan memanfaatkan arus pasang di pantai dan mencukupi sebagian kebutuhan listrik kota dengan modul turbin Blades. ini memproduksi 240 MW listrik lewat instalasi Tidal Power melewati daerah Muara Sungai Ranee, dekat Saint Malo (DAUD, 2006). Instalasi ini mensuplai 90 persen kebutuhan listrik wilayah itu. Pada waktu itu tenaga pasut telah dapat menghasilkan 500 juta KWH per tahun, sehingga dapat mencukupi kebutuhan sebuah kota dengan jumlah penduduk 100 ribu orang menurut standard Eropa (ONGKOSONGO, 1989). Di Murmansk, Rusia, memanfaatkan 0,4 MW listrik dari jenis yang sama. Tidak jauh dari Indonesia, ada Australia yang memanfaatkannya di Kimberly dan Cina 20 Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Mekanisme suatu pusat energi pasangsurut tergantung dari faktor meteorologi atau geofisika, antara lain, arah dan kecepatan angin, lamanya angin bertiup dan luas daerah yang dipengaruhi pasang-surut. Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan dengan seksama. Pada pemanfaatan energi ini diperlukan daerah yang cukup luas untuk dapat menampung air laut (reservoir area). Pada sisi lain energi ini tidak menimbulkan bahan-bahan yang beracun (unhealthy waste), "exhaust gas", "ask", "atmospheric radiation"(SOEPARDJO, 2005). Potensi energi pasang-surut seluruh samudera di dunia tercatat sebesar 3.106 MW. Di Indonesia pada umumnya yang pasang-surutnya sekitar 5 m, antara lain di sebagian Pulau Sumatera, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Barat, Irian dan pantai selatan Pulau Jawa (SOEPARDJO, 2005). Tunggang pasut maksimum di Indonesia yang sudah terekam sampai saat ini adalah mencapai sekitar 6 m, yakni terdapat di daerah Muara Sungai Digul, Irian Jaya. Selain letaknya yang saat ini kurang prospektif, juga kemungkinan pemanfaatannya masih sangat belum realistis. Namun demikian, manakala transmigrasi sudah mulai berkembang di daerah itu, sumberdaya energi pasut ini merupakan cadangan energi yang berpotensi, sehingga patut dipertimbangkan untuk dimanfaatkan di daerah itu (ONGKOSONGO, 1989). Wilayah Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki selat-selat sempit yang membatasi pulau-pulaunya. Selain itu, cukup banyak juga teluk dan semenanjung yang setiap harinya mengalami pasang dan surut yang memiliki potensi untuk digali energinya. Hal ini memungkinkan untuk memanfaatkan tenaga pasang-surut, sebagai sumberdaya energi yang 21 Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id diperlukan oleh manusia. Pada saat laut pasang dan saat laut surut aliran airnya dapat menggerakkan turbin untuk membangkitkan listrik. Dari penelitian yang telah dilakukan, diketahui ada beberapa daerah di Indonesia yang mempunyai potensi energi pasang surut (SOEPARDJO, 2005), yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. ONGKOSONGO, O. S. R. 1989. Penerapan Pengetahuan dan Data Pasang-Surut Dalam Pasang-Surut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta : 241-254. PRAMUDJI 2002. Pengelolaan Kawasan Pesisir dalam Upaya Pengembangan Wisata Bahari. Oseana XXVII (1) : 27-35. Bagan Siapi-api; pasang surut mencapai 7 m, Teluk Palu; daerah ini dilihat dari struktur geologisnya merupakan suatu patahan (Palu Graben) yang memungkinkan adanya gejala pasang surut, Teluk Bima di Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Kalimantan Barat, Irian Jaya, Pantai selatan Pulau Jawa. ROSITASARI, R. 2002. Beberapa Aspek Dasar yang Perlu Diagendakan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir di Indonesia. Oseana XXVII (3): 19-27. SETIAWAN, A. 2006. Energi dari Laut dan Pasang-surut Laut http:// oseanojgrafi.blogspot.com (diakses pada tanggal 13 September 2006). SOEPARDJO, A. H. 2005. Potensi dan Teknologi Energi Samudera Dalam DAFTAR PUSTAKA Eksplorasi Sumber daya Budaya Maritim. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)-Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Universitas Indonesia, Jakarta: 125132. DAUD, J.R.P. 2006. Sumber Energi Raksasa Terbaharui. Dalam Artikel Sulut on line tanggal 22 Oktober 2005. http:// www.sulutlink.com/berita2005/ sulut51022artikel.htm (diakses tanggal 30 November 2006) SUPRIADI, I. H. 2001. Dinamika Estuaria Tropik. Oseana XXVI (4): 1-11. DUXBURY, B. A; A. C. DUXBURY and K.A. SVERDRUP 2002. Fundamentals of Oceanography. Fourth Edition. McGraw-Hill: 204-205. WARDIYATMOKO, K. dan H.R. BINTARTO 1994. Geografi untuk SMU Kelas 1. Erlangga. Jakarta: 95-125. NONTJI, A. 2005. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta : 92-98. WIBISONO, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo. Jakarta: 224 hal. 22 Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007