BAB 7 RANGKAIAN GANDENG MAGNETIK 7.1 Pendahuluan Bilamana dua buah rangkaian atau lebih yang terhubung secara langsung atau tidak satu sama lainnya, akan tetapi mempunyai pangaruh antara satu sama lainnya secara magnetik, diakibatkan adanya medan magnet disalah satu rangkaian tersebut, maka rangkaian tersebut dikatakan rangkaian gandeng magnetik ( magnetically couple). Pada beberapa peralatan listrik yang dibuat berdasarkan prinsip di atas, misalnya seperti transformator yang dipergunakan pada sistem tenaga listrik yang fungsinya untuk mentransfer energi listrik dari suatu loop ke loop yang lainnya pada frekuensi tetap. Transformator ini ada yang disebut sebagai transformator penaik tegangan (step up) atau sebagai penurun tegangan (step down), dan selain itu transformator juga pada peralatan elektronika. 7.2 Induktansi Timbal Balik (Mutual Indutance) Apabila dua buah induktor / kumparan / koil (N1 dan N2) yang berdekatan satu sama lainnya, dan bilamana salah satu kumparan dialiri oleh arus (misalnya N1) tersebut akan timbul fluksi magnetik, dimana fluksi ini ada yang merambat ke kumparan N2, yang mana fluksi yang merambat ke kumparan N2 akan menimbulkan tegangan pada kumparan N2 (sering disebut sebagai tegangan induksi), maka fenomena di atas dikenal dengan induksi timbal balik (mutual indutance). Sebagai ilustrasi perhatikan gambar rangkaian di bawah ini : Gambar 7.1 Fluksi magnetik yang dibangkitkan pada kumparan dengan N belitan. 165 Gambar di atas memperlihatkan sebuah kumparan dengan banyak belitan N. Bilamana arus i mengalir melalui kumparan tersebut, maka disekeliling kumparan akan timbul fluksi magnetik φ, dan berdasarkan hukum Faraday, pada kumparan akan terjadi tegangan induksi sebesar v yang sebanding dengan perkalian jumlah belitan N dengan perubahan fluksi φ perwaktu, atau dapat dinyatakan dengan : vN d dt (7.1) akan tetapi karena fluksi φ yang dihasilkan oleh arus I, maka dapat dikatakan perubahan fluksi φ juga diakibatkan oleh perubahan arus, atau dituliskan dengan : vN d di . di dt (7.2) Sebagaimana diketahui bilamana sebuah induktor dialiri arus, maka akan terjadi tegangan pada induktor tersebut sebesar : vL L di dt (7.3) karena v = vL, maka dari persamaan (7.2) dan (7.3) diperoleh : LN d dt (7.4) dimana L adalah persamaan (7.4) dikenal dengan induktansi diri (self-indutance). Selanjutnya apabila dua buah kumparan dengan induktansi L1 dan L2 dimana jumlah belitan masing-masing kumparan adalah N1 dan N2 saling didekatkan satu sama lainnya yang digambarkan sebagai berikut : Gambar 7.2 Induktansi timbal balik dari kumparan N2 terhadap kumparan N1 Untuk penyederhanaan, maka diasumsikan kumparan N2 tidak dialiri arus. Oleh karena kumparan N1 dialiri oleh arus, maka pada kumparan N1 ini timbul fluksi φ1, 166 dimana fluksi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu φ11 dan φ12. Fluksi φ11 ini adalah fluksi yang hanya melingkupi N1, sedangkan fluksi φ12 adalah fluksi yang berasal dari kumparan N1 yang melingkupi kumparan N2. Sehingga dengan demikian besar fluksi yang timbul pada kumparan N1 akibat adanya arus yang mengalir pada kumparan ini dapat dituliskan dengan : 1 11 12 (7.5) maka walaupun kedua kumparan ini secara fisik terpisah, akan tetapi mereka dikatakan terhubung secara magnetik. Karena adanya φ1, maka pada kumparan N1 terjadi tegangan induksi sebesar : v1 d1 dt (7.6) Selanjutnya karena adanya φ12, maka pada kumparan N2 akan timbul juga tegangan induksi sebesar : v2 d12 dt (7.7) Adapun fluksi-fluksi yang ada pada kumparan N1, disebabkan oleh karena adanya arus i1 yang mengalir pada kumparan N1, yang mana fluksi ini akan menimbulkan tegangan induksi v1 pada kumparan N1 seperti yang diperlihatkan oleh Persamaan (7.6). Oleh karena itu Persamaan (7.6) ini dapat dibuat dalam bentuk : v1 N1 d1 di1 di . L1 . 1 dt dt dt (7.8) d1 dt (7.9) dimana : L1 N1 disebut sebagai induktansi diri (self-indutance) dari kumparan N1. Demikian pula halnya degan Persamaan (7.7) dapat dubuat dalam bentuk : v2 N 2 d12 di1 . di1 dt (7.10) bila dimisalkan : M12 N 2 d12 di1 (7.11) maka Persamaan (7.10) menjadi : 167 v 2 M12 di1 dt (7.12) dimana M21 ini disebut sebgai induktansi timbal balik dari kumparan N2 akibatnya φ12 dari kumparan N1, dimana subskrit 21 mengindikasikan hubungan tegangan induksi pada kumparan N2 dengan arus pada kumparan N1. Selanjutnya apabila arus i2 yang mengalir pada kumparan N2, seperti gambar berikut ini: Gambar 7.3 Induktansi timbal balik M12 pada kumparan N1 yang diakibatkan kumparan N2 Apabila kumparan N2 dialiri arus i2, maka pada kumparan N2 ini timbul fluksi φ2, dimana fluksi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu φ22 dan φ21. Fluksi φ22 adalah fluksi yang hanya melingkupi N2 sedangkan fluksi φ21 adalah fluksi yang bersasal dari kumparan N2 yang melingkupi kumparan N1. Sehingga dengan demikian besar fluksi φ2 yang timbul pada kumparan N2 akibat adanya arus i2 yang mengalir pada kumparan ini dapat dituliskan dengan : 2 22 21 (7.13) Karena adanya 2 , maka pada kumparan N2 terjadi tegangan induksi sebesar : v2 d 2 dt (7.14) selanjutnya karena adanya 21 pada kumparan N1, maka pada kumparan N1 akan timbul juga tegangan induksi sebesar : 168 v1 N1 d 21 dt (7.15) Adapun fluksi-fluksi yang ada pada kumparan N2, disebabkan oleh karena adanya arus i2 yang mengalir pada kumparan N2, yang mana fluksi ini akan menimbulkan tegangan induksi v2 pada kumparan N2 seperti yang diperlihatkan oleh Persamaan (7.14), oleh karena itu Persamaan (7.14) ini dapat dibuat dalam bentuk : v2 N2 d 2 di 2 di . L2 2 dt dt dt (7.16) d 2 dt (7.17) dimana : L2 N2 disebut sebagai induktansi diri (self-indutance) dari kumparan N2. Karena pada kumparan N1, hanya ada 21 , dimana fluksi ini timbul karena adanya arus i2 yang mengalir pada kumparan N2, oleh sebab itu Persamaan (15) dapat dituliskan : v1 N1 d 21 d di di N1 21 . 2 M12 2 dt dt dt dt (7.18) dimana : M12 N1 d 21 dt (7.19) M12 disebut sebagai induktansi timbal balik (mutual-indutance) dari kumparan N1 akibat adanya fluksi 21 dari kumparan N2. Dari penganalisaan M21 dan M12, maka dapat disimpulkan bahwa induktansi timbal balik terjadi karena adanya tegangan induksi pada suatu rangkaian, akibat adanya perubahan arus perwaktu pada rangkaian lainnya. Hal ini merupakan sifat induktor, dimana pada suatu induktor akan terjadi tegangan induksi akibat adanya arus yang merupakan fungsi waktu yang mengalir pada induktor lain yang dekat dengannya, sehingga dapat dikatakan : Induktansi timbal balik M yang satuannya dalam henry [H] adalah ukuran kemampuan suatu induktor untuk menginduksikan tegangan pada induktor lain yang berdekatan dengannya. 169 Walaupun induktansi timbal balik M selalu merupakan besaran positif, akan tetapi tegangan timbal balik M di dt bisa berharga positif atau negatif. Adapun salah satu cara untuk menentukan tanda aljabar dari M di dt , bila arah belitan terlihat dengan jelas adalah dengan hukum tangan kanan dari Lenz yang mengatakan : Apabila konduktor diletakkan pada telapak tangan, dan ibu jari-jari tangan menggenggam kumparan searah dengan arah belitan kumparan maka jari telunjuk menunjukkan arah arus, sedangkan ibu jari menunjukkan arah fluksi. (a) (b) Gambar 7.4 Aturan tangan kanan (a) untuk tanda M positif (b) untuk tanda M negatif 170 7.3 Aturan Dot Selain aturan dari tangan kanan Lenz untuk menentukan tanda aljabar dari M di dt , masih ada yang disebut aturan Dot (titik), yang mengatakan : 1. Bilamana kedua arus dalam rangkaian gandeng magnetik sama-sama menuju tanda dot atau sama-sama meninggalkan tanda dot, maka tanda aljabar dari M di dt adalah positif. (a) (b) Gambar 7.5 Aturan dot untuk arus sama-sama menuju atau meninggalkan tanda dot (a) Sama-sama menuju tanda dot (b) Sama-sama meninggalkan tanda dot 2. Apabila salah satu arus menuju tanda dot, sedangkan yang lain meninggalkan tanda dot, maka tanda aljabar dari M di dt adalah negatif. Gambar 7.6 Arus menuju tanda dot dan yang lain meninggalkan tanda dot Catatan : 171 Adapun yang dimaksud dengan arus menuju tanda dot adalah bilamana tanda panah arus lebih dahulu mengenai tanda dot baru kemudian tanda kumparan. Sedangkan yang dimaksud arus meninggalkan tanda dot adalah apabila tanda panah arus lebih dahulu mengenai tanda kumparan baru kemudian mengenai tanda dot. Gambar 7.7 Menentukan arus menuju atau meninggalkan tanda dot 7.4 Energi Pada Rangkaian Gandeng Magnetik Sebagaimana diketahui bahwa energi yang tersimpan pada suatu induktor adalah : w 1 2 Li 2 (7.20) maka untuk menentukan energi yang tersimpan pada suatu rangkaian gandeng magnetik, perhatikan gambar berikut ini : Gambar 7.8 Rangkaian untuk memperlihatkan energi yang tersimpan dalam rangkaian gandeng Adapun pada reangkaian gandeng di atas, diasumsikan bahwa arus-arus i1 dan i2 awalnya adalah nol, sehingga energi yang tersimpan (energy stored) dalam setiap kumparan adala nol. 172 Kemudian arus i1 dinaikkan/ diperbesar dari nol sampai I1 sedangkan i2 tetap nol, maka daya pada kumparan L1 adalah : p1 (t ) v1.i1 i1L1 di1 dt (7.21) maka energi yang tersimpan dalam rangkaian adalah : I1 w1 p1.dt L1 i1di1 0 1 L1I12 2 (7.22) selanjutnya harga i1 = I1 dipertahankan tetap, maka kemudian arus i2 dinaikkan dari nol sampao I2, maka tegangan induksi timbal balik pada kumparan L1 adalah M12 di 2 dt , sedangkan tegangan induksi bersama pada kumparan L2 adalah nol (karena i1 tidak berubah dengan perubahan waktu), maka daya pada kumparan L2 ini adalah sebesar : p 2 ( t ) i1M12 di 2 di di i 2 .v 2 I1M12 2 i 2 .L 2 2 dt dt dt (7.23) sedangkan energi pada kumparan L2 ini adalah : I2 I2 w 2 p 2 dt M12 I1 di 2 L 2 i 2 di 2 M12 I1 I 2 0 0 1 L2I 22 2 (7.24) Maka total energi yang tersimpan pada kedua kumparan, bilamana arus i1 dan i2 memiliki harga yang konstan adalah : w w1 w 2 1 1 L1I12 L 2 I 2 2 M 12 I1I 2 2 2 (7.25) Seandainya peninjauan dibalik, yaitu arus i2 terlebih dahulu dinaikkan dari nol sampai I2 dan kemudian barulah i1 dinaikkan dari nol sampai I1, maka total energi yang tersimpan pada kedua kumparan adalah : w 1 1 L1I12 L 2 I 2 2 M 21I1I 2 2 2 (7.26) terlihat bahwa energi total yang tersimpan pada kedua kumparan pada Persamaan (7.25) dan (7.26) adalah sama, dan bilamana kedua persamaan ini disamakan, akan diperoleh : 173 M12 M 21 M (7.27) sehingga dapat dituliskan : w 1 1 L1I12 L 2 I 2 2 M.i1 2 2 (7.28) Pada Persamaan (7.28) tanda aljabar M diambil positif sesuai dengan Gambar 7.8, dimana kedua arus i1 dan i2 sama-sama menuju tanda dot, akan tetapi seandainya Gambar 7.8, seperti berikut : Gambar 7.9 Rangkaian untuk memperlihatkan energi yang tersimpan dalam rangkaian gandeng maka Persamaan (7.28) menjadi : w 1 1 L1I12 L 2 I 2 2 M.I1I 2 2 2 (7.29) maka secara umum dapat dituliskan : w 1 1 L1i12 L 2 i 2 2 M.i1i 2 2 2 (*) (7.30) dimana (*) ditentukan oleh aturan dot. Adapun energi yang tersimpan pada rangkaian gandeng (kumparan) tidak pernah berharga negatif. Hal ini kaena induktor adalah merupakan kmponen pasif. Ini berarti bahwa besaran pada sisi kanan Persamaan (7.29) ini tidak akan pernah negatif (lebih besar atau sama dengan nol) : 1 1 L1i12 L 2 i 2 2 M.i1i 2 0 2 2 (7.31) Bilamana Persamaan (7.31) ini ditarik akarnya, dan kemudian kedua sisinya ditambahkan dan dibagikan dengan i1i 2 L1L 2 , maka akan diperoleh : 174 L1L 2 M 0 atau : M L1L 2 (7.32) maka dari Persamaan (7.32) ini terlihat bahwa harga induktansi timbal balik M tidak akan pernah lebih besar dari induktansi diri L1 dan L2, dan adapun batas limit / harga yang paling besar dari M dinyatakan dengan : k M L1L 2 (7.33) atau : M k L1L 2 (7.34) dimana k disebut sebagai koefisien gandeng k (coefficient of coupling k) dari kumparan yang harganya adalah 0 k 1 atau ekivalen dengan 0 k L1L 2 . Koefisien gandeng ini adalah perbandingan antara fluksi yang merambat ke suatu kumparan dengan fluksi total dari kumparan itu sendiri, sehingga dapat dituliskan dengan: 12 k 12 1 22 21 (7.35) 21 k 21 2 22 21 (7.36) atau : dengan demikian dapat dikatakan bahwa : Koefisien gandeng adalah ukuran dari kemampuan gandeng magnetik antara dua kumparan. 0 k 1 Contoh : Suatu rangkaian gandeng magnetik seperti di bawah ini : 175 Carilah bentuk persamaan tegangan pada rangkaian gandeng di atas dalam wawasan waktu dan wawasan frekuensi. Jawab : Rangkaian sperti di atas adalah rangkaian dalam wawasan waktu, maka manurut hukum tegangan Kirchhoff, persamaan tegangan pada : Loop 1 : v1 R 1i1 L1 di1 di M 2 dt dt Loop 2 : v 2 R 2i 2 L 2 di 2 di M 1 dt dt Dalam wawasan frekuensi, rangkaiannya adalah : Rangkaian seperti di atas adalah rangkaian dalam wawasan frekuensi, maka menurut hukum tegangan Khirchoff, persamaan tegangan pada : Loop 1 : V1 = R1I1 + jωL1I1 + JωMI2 = ( R1 + JωL1 ) I1 + JωMI2 Loop 2 : V2 = JωMI1 + R2I2 + jωL2I2 = JωMI1 + ( R2 + JωL2 ) I2 Contoh : Hitunglah berapa besar arus phasor I1 dan I2 pada rangkaian di bawah ini : 176 Jawab : Persamaan tegangan pada loop 1 : V jX L1I1 jX C I1 jX M I 2 atau V ( jX L1 jX C )I1 jX M I 2 atau : 120 ( j5 j4).I1 j3.I 2 j1 .I1 J 3 .I 2 atau : 120 190.I1 390.I 2 atau : I2 190.I1 120 390 390 atau : I 2 0,3330.I1 4 90 (a) Persamaan tegangan pada loop 2 : 0 jX M I1 R.I 2 jX L 2 I 2 atau 0 jX M I1 (R jX L 2 ).I 2 atau : 0 j3.I1 (12 j6).I 2 atau 0 3 90.I1 13,4126,56.I 2 atau : I2 3 90.I1 0.223 116,56.I1 13,4126,56 (b) Persamaan (a) = (b), maka diperoleh : I 2 0,3330.I1 4 90 0.223 116,56.I1 atau : 0,3330.I1 0.223 116,56.I1 4 90 atau : 0,333.I1 (0,099 j0,199).I1 4 90 atau : (0,234.I1 j0,199).I1 4 90 atau : 0,307 40,37.I1 4 90 atau : I1 4 90 13,029 49,63 A 0,307 40,37 177 kemudian harga I1 yang diperoleh, disubstitusikan ke Persamaan (a) : I 2 0,3330.(13,029 49,63) 4 90 atau : I 2 4,338 49,63 j4 atau : I 2 2,809 j3,305 j4 atau : I 2 2,809 j0,695 atau : I 2 2,8913,89 A Contoh : Perhatikan rangkaian di bawah ini : Carilah harga k dan energi yang tersimpan dalam rangkaian gandeng ini selama 1 detik. Jawab : Besar konstanta gandeng k adalah : k M L1 .L 2 2,5 5x 4 0,56 Untuk mencari energi yang tersimpan dalam rangkaian gandeng ini, maka semua besaran yang ada dalam rangkaian harus besaran wawasan frekuensi. Disini ω = 4 rad/det Wawasan Waktu Wawasan Frekuensi 60 cos (4t + 30o) 60 30 o L1 = 5 H j ωL1 = j 20 Ω L2 = 4 H j ωL2 = j16 Ω C = 0,0625 F 1/j ωC = -j4 Ω 178 R = 10 Ω R = 10 Ω j ωM = j10 Ω M = 2,5 H Maka rangkaian dalam wawasan frekuensi adalah : Persamaan Loop 1 : V (R jL1 ).I1 jM.I 2 atau : (10 j20).I1 j10.I 2 6030 (*) Persamaan Loop 2 : jM.I1 ( jL 2 jC).I 2 0 atau : j10.I1 ( j16 j4).I 2 0 atau : j10.I1 j12.I 2 0 atau : I1 j12.I 2 j10 atau : I1 1,2.I 2 (**) Kemudian Persamaan (**) disubstitusikan ke (*) : (10 j20).(1,2.I 2 ) j10.I 2 6030 atau : (12 j14).I 2 j10.I 2 6030 atau : (12 j4).I 2 6030 atau : I2 6030 6030 3,255160,6 A (12 j4) 18,432 130,6 Harga I2 yang diperoleh disubstitusikan ke Persamaan (**) : I1 1,2.(3,255160,6) 3,904160,6 179 atau : I1 (3,682 j1,296) 3,682 j1,296 3,903 19,39 A Dalam wawasan waktu (time domain), maka : i1 3,903 cos (4t 19,39) A dan i 2 3,255 cos (4t 160,6) A Untuk : t = 1 detik → maka : 4t = 4 rad.= 4 x 57,3o = 229,2o sehingga : i1 3,903 cos (229,2 19,39) 3,903 cos (209,81) 3,386 A i 2 3,255 cos (229,2 160,6) 3,225 cos (389,8) 2,824 A sehingga total energi yang tersimpan pada rangkaian gandeng ini : w 1 1 L1i12 L 2 i 2 2 Mi1i 2 2 2 atau : w 1 1 (5)(3,386) 2 (4)(2,824) 2 (2,5)(3,386)(2,824) 2 2 atau : w 28,662 15,949 23,905 20,706 J 7.5 Transformasi Linier Transformator adalah suatu peralatan listrik yang menggunakan fenomena dari induktansi timbal balik, dimana pada umumnya transformator memiliki empat terminal yang terdiri dari dua atau lebih kumparan, sebagai ilustrasi perhatikan rangkaian di bawah ini : Gambar 7.10 Transformator linier 180 Kumparan N1 yang langsung dihubungkan ke sumber tegangan disebut sebagai kumparan primer, sedangkan kumparan N2 yang dihubungkan ke beban ZL disebut sebagai kumparan sekunder, sedangkan R1 dan R2 menyatakan rugi-rugi disipasi daya pada kumparan-kumparan. Suatu transformator dikatakan linier, apabila kumparan-kumparan dililitkan pada material magnet yang linier (material yang memiliki permebilitas magnet yang konstan, misalnya udara, bakelit, kayu, plastik dan lainnya). Transformator linier ini juga sering disebut dengan transformator dengan inti udara (air-core transformers), yang banyak dipergunakan pada pesawat televisi dan radio. Perlu dicari impedansi input [Zin] yang dilihat dari sisi sumber, karena impedansi input ini mempengaruhi sifat dari rangkaian primer. Selanjutnya perhatikan Gambar 7.10, maka menurut hukum tegangan Khirchhoff dapat dituliskan : V (R jL1 ).I1 jM.I 2 (7.37) 0 jL1.I1 (R 2 jL 2 Z L ).I 2 (7.38) Dari Persamaan (7.38) didapat : I2 jL1.I1 (R 2 jL 2 Z L ) (7.39) Persamaan (7.39) ini disubstitusikan ke Persamaan (7.37), maka diperoleh : V (R jL1 ).I1 jM. jL1.I1 (R 2 jL 2 Z L ) atau : V (R jL1 ).I1 2 M 2 I1 (R 2 jL 2 Z L ) atau : 2 M 2 .I1 V (R jL1 ) ( R j L Z ) 2 2 L maka diperoleh : Zin V 2 M 2 (R jL1 ) I1 (R 2 jL 2 Z L ) (1) (2 ) (7.40) Terlihat dari Persamaan (7.40) terbagi menjadi dua bagian, dimana bagian (1) merupakan impedansi primer, sedangkan bagian (2) menyatakan adanya kopling antara 181 belitan primer dan sekunder dan ini menyatakan seolah-olah impedansi ini direpleksikan ke sisi primer, sehingga impedansi ini sering disebut dengan impedansi refleksi (relected impedance) ZR : ZR 2 M 2 (R 2 jL 2 Z L ) (7.41) Terlihat dari Persamaan (7.40) dan (7.41) bahwa penempatan tanda dot tidak berpengaruh pada suatu transformator, karena hasilnya akan sama dengan menempatkan M ataupun –M. 7.6 Rangkaian Ekivalen Transformator Linier Ada saatnya diperlukan rangkaian ekivalen yang menggantikan gandeng secara magnetik dengan rangkaian yang terhubung langsung (non magnetik), yang dapat dibuat rangkaian ekivalennya dalam hubungan T atau П seperti di bawah ini : Gambar 7.11 Transformator linier (a) Rangkaian ekivalen ; (b) Hubungan “T” ; (c) Hubungan “П” Dari Gambar 7.11a, adalah rangkaian tergandeng secara magnetik, dan dapat dituliskan persamaan tegangan pada setiap loop, yaitu : 182 V1 jL1I1 jMI 2 (7.42) V2 jMI1 jL 2 I 2 (7.43) Persamaan (7.42) dan (7.43) ini dapat disusun dalam bentuk matrik sebagai berikut V1 jL1 V jM 2 jM I1 jL 2 I 2 (7.44) dari Persamaan (7.42) dapat diturunkan : V jMI 2 I1 1 jL1 (7.45) dari Persamaan (7.43) dapat pula diturunkan : I1 V2 jL 2 I 2 jM (7.46) kemudian samakan Persamaan (7.45) dengan Persamaan (7.46), sehingga : V1 jMI 2 V2 jL 2 I 2 jL1 jM atau : (V1 jMI 2 )( jM) (V2 jL 2 I 2 )( jL1 ) atau : jMV1 2 M 2 I 2 jL1V2 2 L1L 2 I 2 atau : 2 M 2 I 2 2 L1L 2 I 2 jL1V2 jMV1 atau : I2 jL1V2 jMV1 2 2 2 M L1L 2 jL1V2 2 2 2 M L1L 2 jMV1 2 M 2 2 L1L 2 atau : jL1 jM V V I2 2 2 M 2 2 L L 2 M 2 2 L L 1 1 2 1 2 atau : jL1 I2 L1L 2 M 2 jM V2 V1 (L1L 2 M 2 ) atau : jL1 jM I2 V1 2 (L1L 2 M ) L1L 2 M 2 V2 atau : 183 L1 M I2 V1 2 j(L1L 2 M ) j L1L 2 M 2 V2 (7.47) Persamaan (7.46) dapat disusun dengan bentuk : I1 V2 jL 2 I 2 j M j M kemudian Persamaan (7.47) disubstitusikan ke persamaan I1 di atas, sehingga diperoleh : I1 jL V2 2 jM jM MV1 L1V2 2 j(L1L 2 M ) j L1L 2 M 2 atau : I1 jL V2 2 jM jM L1V2 MV1 j(L1L 2 M 2 ) atau : I1 jL V2 2 jM jM L1V2 MV1 j L1L 2 M 2 j(L1L 2 M 2 ) I1 V2 jL 2 L1V2 jL 2 MV1 jM 2 M L1L 2 M 2 2 M(L1L 2 M 2 ) atau : atau : I1 V2 jL 2 MV1 jL 2 L1V2 2 2 2 jM M(L1L 2 M ) M L1L 2 M 2 atau : I1 V2 jL MV1 L 2 L1V2 2 jM M(L1L 2 M 2 ) atau : I1 V2 M ( L1L 2 M 2 ) M( L 2 MV1 L 2 L1V2 ) j 2 M 2 ( L1L 2 M 2 ) atau : I1 V2 ML1L 2 V2 M 3 L 2 M 2 V1 L1L 2 MV2 j 2 M 2 ( L1L 2 M 2 ) atau : I1 L 2 M 2 V1 V2 M 3 j 2 M 2 ( L1L 2 M 2 ) M 2 ( L 2 V1 MV2 ) j 2 M 2 ( L1L 2 M 2 ) atau : 184 I1 L2 2 j( L1L 2 M ) V1 M j( L1L 2 M 2 ) V2 (7.48) Sehingga Persamaan (7.47) dan (7.48) disusun dalam bentuk matrik adalah : L2 I1 j(L1L 2 M 2 ) I M 2 2 j(L1L 2 M ) M j(L1L 2 M 2 ) V1 L1 V2 j(L1L 2 M 2 ) (7.49) Adapun persamaan tegangan pada Gambar 7.11b, dapat dituliskan sebagai : Persamaan tegangan pada loop 1 adalah : V1 j(L a L b )I1 jMI 2 (7.50) Persamaan tegangan pada loop 2 adalah : V2 jMI1 j(L b L c )I 2 (7.51) bila disusun dalam bentuk matrik : V1 j(L a L b ) V jL c 2 jL c I1 j(L b L c ) I 2 (7.52) Maka dikatakan rangkaian Gambar7 11.a memiliki rangkaian ekivalen hubungan T, bilamana persamaan (7.46) identik dengan persamaan (7.52), hal ini hanya bisa terpenuhi apabila harga-harga : L a L1 M Lc M Lb L2 M (7.53) Selanjutnya untuk rangkaian ekivalen hubungan Π (delta) berlaku hubungan sebagai berikut : (lihat Gambar 7.11c). Dengan menggunakan metode tegangan simpul maka diperoleh : 1 1 I1 jL A jL C I 1 2 jL C 1 j L C V1 1 1 V2 jL B jL C (7.54) 185 Maka dengan menyamakan matrik admitansi dari Persamaan (7.49) dan (7.54), maka diperoleh : L L M2 LA 1 2 L2 M L L M2 LB 1 2 L1 M L1L 2 M 2 LC M (7.55) Contoh : Dari rangkaian dibawah ini carilah besar impedansi input dan arus I1 Jawab : Adapun besar impedansi input : Zin Z1 jXL1 2 M 2 52 (60 j100) j20 Z2 ZL (30 j40) (80 j60) atau : Zin (60 j80) 25 25 (60 j80) (110 j100) 148,6642,27 atau : Zin (60 j80) 0,168 42,27 (60 j80) (0,009 j0,167) atau : Zin (59,991 j79,833) 99,86 53,07 186 maka besar arus input : I1 V1 5060 0,5113,07 A Z in 99,86 53,07 Contoh : Buatlah rangkaian ekivalen hubungan T dari transformator linear dibawah ini : Jawab : Dalam hubungan T berlaku : L a L1 M 10 2 8 H Lc M 2 H Lb L2 M 4 2 2 H maka rangkaian ekivalennya : Contoh : Carilah rangkaian ekivalen hubungan Π dari rangkaian transformator linear dibawah ini : 187 Jawab : Dalam hal ini : L L M 2 10.4 2 2 LA 1 2 18 H L2 M 42 L L M 2 10.4 2 2 LB 1 2 4,5 H L1 M 10 2 L L M 2 10.4 2 2 LC 1 2 18 H M 2 Rangkaian ekivalennya adalah : 7.7 Tranformator Ideal Tranformator ideal adalah suatu peralatan yang memiliki harga koefisien gandeng k = 1 yang terdiri dari dua atau lebih kumparan dengan jumlah belitan yang banyak yang dililitkan pada inti dari bahan yang memiliki permeabilitas yang tinggi, yang mana hal ini menyebabkan semua fluksi akan melingkupi seluruh kumparan. Untuk memperlihatkan suatu transformator ideal (yang terdiri dari dua kumparan) dimana besar induktansi-nya mendekati tak terhingga dan koefisien gandeng k = 1, maka perhatian rangkaian pada Gambar 7.12. dibawah ini : 188 Gambar 7.12 Transformator ideal Adapun persamaan tegangan dari rangkaian diatas adalah : V1 jL1I1 jMI 2 (7.56) V2 jMI1 jL 2 I 2 (7.57) Dari persamaan (7.56) diperoleh : I1 (V1 jMI 2 ) jL1 dan apabila harga I1 ini disubtitusikan kedalam Persamaan (7.57) akan diperoleh : (V1 jMI 2 ) (V1M jM 2 I 2 ) V2 jM jL 2 I 2 jL 2 I 2 jL1 L1 atau : V M jM 2 I 2 V2 jL 2 I 2 1 L1 L1 L1.L 2 , sehingga ; akan tetapi untuk K = 1, menurut Persamaan (7.34) harga M = V L .L jL1L 2 I 2 V2 jL 2 I 2 1 1 2 L1 L1 atau : V L .L V2 1 1 2 L1 bila dimisalkan M = V1 L12 L 2 L1 L1 V1L1 L1 L2 L1 V1 L2 L1 L1 / L 2 , yang disebut sebagai perbandingan belitan, sehingga persamaan diatas berbentuk : V2 = nV1 189 Maka bilamana L1: L2; M ∞ maka harga dan akan tetap, sehingga rangkaian gandeng disebut sebagai suatu tranformator ideal. Adapun sifat-sifat dari suatu transformator ideal diantaranya adalah : 1. Kumparannya memiliki harga reaktansi yang sangat besar (L1; L2;M ∞) 2. Koefensi gandeng k = 1 3. Kumparan primer dan sekundur tanpa rugi-rugi (R1 = 0 = R2) dimana tranformator ideal dapat digambarkan seperti Gambar 7.13 di bawah ini : N1 N2 Gambar 7.13 Transformator ideal dan tranformator ideal ini sering disimbolkan seperti Gambar 7.14 berikut ini. Gambar 7.14 Simbol transformator ideal Bilamana pada sisi primer dari suatu tranformator ideal diberikan sumber tegangan sinusoidal V seperti pada Gambar 7.15 dibawah ini. 190 Gambar 7.15 Transformator ideal dengan sumber tegangan ac pada sisi primer Maka pada kedua belitan akan muncul fluksi dan menurut Hukum Faraday tegangan yang terjadi pada belitan primer adalah : v1 N1 d dt (7.58) Dan pada belitan sekunder : v2 N2 d dt (7.59) kemudian bagikan Persamaan (7.59) dengan Persamaan (7.58) maka diperoleh : v2 N2 n v1 N1 (7.60) dimana n disebut sebagai perbandingan belitan atau perbandingan tranformasi, dimana lebih sering digunakan tegangan phasor V1 dan V2 dari pada tegangan sesaat v1 dan v2 sehingga Persamaan (60) menjadi : V2 N 2 n V1 N1 (7.61) Sesuai dengan prinsip konversi energi, maka energi yang diberikan pada sisi primer harus sama dengan energi yang diabsorbsi siis sekunder sehingga tidak ada rugirugi yang terjadi dan hal ini adalah salah satu sifat dari tranformato ideal, sehingga dengan demikian dapat dituliskan : v1i1 v 2i 2 (7.62) dalam bentuk phasor bila Persamaan (7.62) di konjugasikan dengan Persamaan (7.61) diperoleh : I1 V2 n I 2 V1 (7.63) 191 Terlihat bahwa arus-arus pada sisi primer dan sekunder bila dihubungkan dengan perbandingan belian n dapat dilakukan dengan cara mengambil inverse perbandingan tegangan. Adapun Persamaan (7.61) dapat dinyatakan dengan : V1 N1 1 V2 N 2 n (7.64) demikian pula Persamaan (7.63) dapat dinyatakan dengan : V1 I 2 1 V2 I1 n (7.65) bilamana Persamaan (7.64) diperbandingkan dengan Persamaan (7.65) maka dapat dinyatakan : I 2 N1 1 I1 N 2 n (7.66) dilihat dari Persamaan (7.66) maka : 1. Bilamana n = 1 : Maka tranformator dikatakan sebagai transformator isolasi (isolation tranformer) 2. Bilamana n > 1 : Tranformator dikatakan sebagai tranformator penaik tegangan (step-up transformator), disini tegangan pada sisi primer dinaikan pada sisi sekunder (V2>V1) 3. Bilamana n < 1 : Tranformator dikatakan sebagai transformator penurun tegangan (step-down tranformer), disini tegangan pada sisi primer diturunkan pada sisi sekunder (V2<V1) Bila dilihat dari Persamaan (7.61) dan (7.66) maka selalu dapat diekspresikan V1 dalam V2 dan II dalam I2 atau sebaliknya sehingga : V1 V2 n (7.67) atau : V2 nV1 (7.68) I1 nI 2 (7.69) demikian pula halnya dengan : atau : 192 I I2 1 n (7.70) Satu hal yang penting adalah bagaiamana untuk mengetahui poloritas dari tegangan ataupun arah arus dalam suatu transformator seperti pada Gambar 7.15. Kalau polaritas V1 ataupun V2 dan arah I1 ataupun I2 dirubah, maka n pada Persamaan (7.61) sampai dengan Persamaan (7.66) tanda aljabarnya diganti menjadi –n. Sebagai lengkapnya dapat diperlihatkan seperti Gambar 7.16 dibawah ini : Gambar 7.16 Untuk menentukan polaritas tegangan dan arah arus pada transformator ideal Sehingga dapat disimpulkan : 1. Bilamana tegangan kumparan V1 dan V2 kedua-duanya positif atau negatif pada terminal dot, maka pergunakan tanda-tanda +n pada Persamaan (7.61), kalau tidak gunakan tanda –n. 2. Bilamana arus-arus I1 dan I2 kedua-duanya menuju atau meninggalkan terminal dot, maka pergunakan tanda -n pada Persamaan (7.66), kalau tidak gunakan tanda +n. Selanjutnya adapun daya kompleks pada sisi primer dinyatakan dengan : 193 S1 V1I* V2 (nI 2 )* V2 I 2 * S 2 n terlihat bahwa daya kompleks diberikan dari sisi ke sisi sekunder tanpa rugi-rugi, hal ini terjadi karena yang sedang ditinjau adalah tranformator ideal yang bersifat rugi-rugi. Adapun impedansi input dapat ditentukan dengan memperhatikan rangkaian pada Gambar 7.17 dibawah ini : Gambar 7.17 Rangkaian untuk menyatakan impedansi input Zin dari Persamaan (7.67); (7.68); (7.69) dan (7.70) diperoleh : V 1 V2 Zin 1 . I1 n 2 I 2 (7.71) kemudian dari Gambar 7.17 juga terlihat bahwa : ZL = V2/I2, dengan demikian Persamaan (7.71) menjadi : Zin ZL n2 (7.72) Biasanya salah satu spesifikasi dari suatu transformator dinyatakan dengan V1/V2, misalnya suatu tranformator dengan spesifikasi 2400/120 volt [rms], maka ini berarti pada sisi primer adalah 2400 volt [rms] dan tegangan pada sisi sekunder 120 vol [rms] sehingga tranformator ini merupakan tranformator penurun tegangan (step-down tranformer). Contoh : Sebuah tranfomator ideal dengan data-data : 2400/120 vol; 9,6 kVA dimana jumlah belitan pada sisi sekunder 50 lilitan. Hitunglah : a. Perbandingan belitan n b. Banyak belitan pada sisi primer 194 c. Arus primer dan sekunder (I1 dan I2) Jawab : Tranformator ini adalah tranformator penurun tegangan (step-down transformer) dimana tegangan pada sisi primer V1 = 2400 volt dan tegangan pada sisi sekunder V2 = 120 volt. Maka : a. Perbandingan belitan adalah : n V2 120 0,05 V1 2400 b. Banyak belitan pada sisi primer : n N2 N1 atau : N1 N2 50 1000 n 0,05 liltan c. Daya semu tranformator adalah : S V1I1 V2 I 2 9,6 kVA maka : I1 S 9600 4 Amp. V1 2400 dan : I2 S 9600 80 Amp. V2 120 Contoh : Suatu tranformator ideal seperti rangkaian dibawah ini. Hitunglah : 195 a. Besar arus I1 yang disuplai oleh sumber. b. Besar tegangan output V0 c. Daya kompleks yang disuplai oleh sumber Jawab : a. Tahanan R2 dapat direfleksikan ke sisi primer ZR R2 n 2 20 22 5 sehingga : Zin (R 1 jX C ) Z R (4 j6) 5 (9 j6) atau : Zin 10,82 33,69 maka : I1 V 1200 11,0933,69 Amp. Z in 10,82 33,69 b. Karena arus I1 dan I2 meninggalkan tanda dot, maka I2 1 1 I1 (11,0933,69) 5,54533,69 Amp . n 2 c. Adapun daya kompleks yang disuplai oleh sumber : S V.I1* (1200)(11,09 33,69) 1330,8 33,69 VA 7.8 Autotranformator Ideal Autotranformator adalah sebuah tranformator dimana bagian primer dan sekunder-nya dalam satu belitan dengan sebuah terminal diantara sisi primer dan sekunder (selalu disebut dengan tap). Beberapa rumus dalam transformator ideal juga dipergunakan dalam autotranformator, misalnya untuk autotranformator penurun tegangan seperti pada Gambar 7.18 dibawah ini. 196 Gambar 7.18 Autotransformator penurun tegangan Dari persamaan (7.61) maka untuk autotranformator penurun tegangan ini berlaku : V1 N1 N 2 N 1 1 V2 N2 N2 (7.73) karena pada autotranformator ideal ini juga tidak ada rugi-rugi, maka daya kompleks pada sisi belitan primer sama dengan sisi belitan sekunder, sehingga : S1 V1I1* S 2 V2 I 2 * (7.74) sehingga dari Persamaan (7.74) ini dapat pula dinyatakan bahwa : V1I1 V2 I 2 atau : V2 I1 V1 I 2 (7.75) maka hubungan antara arus dapat dinyatakan dengan : I1 N2 I 2 N1 N 2 (7.76) Untuk autotranformator ideal penaik tegangan seperti Gambar 7.19, dibawah ini : 197 Gambar 7.19 Autotransformator penaik tegangan Untuk autotranformator penaik tegangan ini berlaku : V1 V2 N1 N1 N 2 atau : V1 N1 V2 N1 N 2 (7.77) Sedangkan untuk daya komplek pada autotranformator penaik tegangan ini berlaku Persamaan (7.74). Adapun perbedaan yang utama antara transformator ideal dengan autotranformator ideal ini adalah pada autotranformator sisi primer dan sekunder selain terhubung secara magnetik juga terhubung konduktif. Contoh : Dari rangkaian autotranformator dibawah ini : Hitunglah besar : a. I1, I2 dan Io b. Daya kompleks yang disuplai ke beban ZL Jawab : a. Autotranformator adalah penaik tegangan sehingga berlaku : V1 N1 80 80 V2 N1 N 2 80 120 200 atau : 198 V2 200 200 V1 (12030) 300 30 volt 80 80 dari rangkaian terlihat bahwa : I2 V2 30030 30030 30 6,87 Amp. ZL (8 j6) 1036,87 kemudian dari rumus : I1 N1 N 2 80 120 200 I2 N1 80 80 atau : I1 200 200 I2 (30 6,87) 75 6,87 Amp . 80 80 Menurut hukum arus Kirchoff pada titik tap persamaannya adalah ; I 2 I1 I o atau : I o I 2 I1 (30 6,87) (75 6,87) ( 29,78 j3,58) (74,46 j8,97) sehingga : I o 44,68 j5,39 45173,12 Amp. b. Adapun daya kompleks yang disuplai ke beban adalah : S 2 V2 I 2 * I 2 Z L 30 2 (1036,87) 900036,87 936,87 kVA 7.9 Soal Latihan 1. Dua buah kumparan yang tergandeng secara magnetik dengan koefisien gandeng k = 0,85 dimana kumparan N1 memiliki 250 belitan yang dialiri arus i1 = 2 A dengan fluksi total φ1 = 0,3 mWb. Bila arus i1 tereduksi secara linier ke harga nol dalam waktu 2 milli detik maka tegangan yang terinduksi pada kumparan N2 sebesar 63,75 V. Hitunglah L1 ; L2 ; M dan N2. 2. Dua buah kumparan yang tergandeng secara magnetik dengan N1 = 100 lilitan dan N2 = 800 lilitan mempunyai koefisien gandeng k = 0,85. Dengan lilitan N1 terbuka 199 maka arus yang mengalir pada lilitan N2 sebesar 5 A dan fluksi φ2 = 0,35 mWb. Hitunglah berapa besar L1 ; L2 dan M. 3. Pada rangkaian di bawah ini, hitunglah perbandingan V2/V1 yang mengakibatkan arus I1 = 0. 4. Pada rangkaian di bawah ini, hitunglah berapa besar harga koefisien gandeng k bilamana disipasi daya pada R sebesar 32 watt. V 200 V 5. Hitunglah impedansi input dari rangkaian berikut. XL1 = 4 Ω R=3Ω XM = 3 Ω V I1 XL2 = 5 Ω I2 Xc = 8 Ω 6. Dari rangkaian transformator ideal di bawah ini hitunglah besar Vo dan daya kompleks yang diberikan oleh sumber. V 100 0 V (rms ) 7. Hitunglah daya yang diberikan sumber pada R2 pada rangkaian di bawah ini. 200 V 1000 V( rms) 8. Pada rangkaian di bawah ini L3 tidak tergandeng secara magnetik dengan L1 dan L2. Maka hitunglah I1 ; I2 dan Is untuk ω = 1000 rad/detik. 9. Pada rangkaian autotransformator di bawah ini hitunglah VL ; IL dan Icb. 201 V 150 0 V Z L 1060 202