Pandangan Awal terhadap Gagasan Kodifikasi Undang-Undang Pemilu Dr. Nasrudin, S.H., M.H. Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham RI Seminar “Kodifikasi Undang-Undang Pemilu: Menyederhanakan Pengaturan Pemilu Untuk Konsolidasi” Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi, 27 Mei, 2015 ASPEK PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG Aspek Materil Aspek Formil Objek judicial review ke MK Pasal 51 A ayat (3) formil dan ayat (5) materil -Ayat (5) huruf c (materil) menyatakan bhw materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dr UU dimaksud tdk mempunyai kekuatan hukum mengikat. -Ayat (4) huruf c (formil) menyatakan UU tsb tdk mempunyai kekuatan hukum mengikat Data Pengujian UU Terkait Pemilu di MK • UU 42/2008 tentang Pilpres 28 Permohonan. Dikabulkan 5, ditolak 23. • UU 8/2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD 23 permohonan, dikabulkan 3, dan ditolak 20 • UU 8/2015 tentang Penetapan PERPU Nomor 1/2014 Ttg Pilkada 1 permohonan akan tetapi permohonan tsb ditarik kembali. TATA CARA PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG Tata cara pembentukan peraturan adalah proses pembentukan peraturan yang dimulai dari tahap: Perencanaan; Penyusunan; Pembahasan; Pengesahan; Pengundangan; dan Penyebarluasan. PERENCANAAN PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG Penyusunan Naskah Akademik Penyusunan RUU Pembahasan Antar kementerian/lembaga Pengharmonisasian konsepsi RUU Prolegnas 2014 – 2019 (Baleg DPR) Prolegnas Prioritas Tahunan (Baleg DPR) Diluar Prolegnas (Ps 23 ayat (2) UU12/2011 PPP) utk mengatasi keadaan luar biasa/konflik/-bencana alam atau adanya urgensi nasional dgn persetujuan bersama DPR dan Presiden Izin Prakarsa Presiden. NASKAH AKADEMIK Memuat hasil kajian dan penelitian atas: a. Latar belakang dan tujuan penyusunan; b. Sasaran yang ingin diwujudkan; dan c. Jangkauan yang ingin. 2. Pasal 96 partisipasi masyarakat melalui: a. Rapat dengar pendapat umum; b. Kunjungan kerja; c. Sosialisasi; dan/atau d. Seminar, lokakarya, dan/atau diskusi. 3. Pelaksana penyusun NA sebaiknya independen (kalangan akademisi atau konsultan) bukan pemrakarsa. 4. Hasil kajian yg obyektif diruangkan dalam konsepsi RUU. 5. Harus dipertahankan dalam pembahasan di internal Pemerintah dan DPR Kodifikasi UU kodifikasi bukanlah sekedar kompilasi (penyatuan berbagai UU dalam 1 naskah). Kodifikasi harus mampu mewujudkan suatu sistem terpadu yang memuat asas/pedoman pokok yang berfungsi menjadi pengendali bagi perkembangan hukum dalam kodifikasi dan di luar kodifikasi. Urgensi Kodifikasi • Merupakan salah satu ciri civil law system sebagai warisan dari sistem hukum Romawi. • Ide dasar: kesetaraan perlakuan bagi semua orang (equality before the law), karena kesetaraan akan sulit dijamin dalam sistem yang beraneka ragam & kompleks • Tujuan: sistematisasi & strandardisasi perkembangan masyarakat melalui sebuah kitab undang-undang guna menjamin kepastian hukum. Diskursus Mengenai Kodifikasi Jeremy Bentham: Sistem kodifikasi menjamin kemanfaatan & kepastian hukum. Von Savigny: Sistem kodifikasi akan sulit mengimbangi perkembangan (kebutuhan) hukum masyarakat & menghambat proses pengembangan hukum di suatu negara. Syarat & Konsep Kodifikasi • Tidak sekedar kompilasi (penyatuan naskah), • Daya berlakunya relatif lestari, • Memuat asas-asas pokok dengan sistem dan pola tertentu, • Kodifikasi akan berlaku sebagai legi generali sebagai aturan/pedoman umum yang berfungsi mengendalikan perkembangan hukum di dalam dan di luar kodifikasi. Pengalaman Indonesia Dalam Melakukan Kodifikasi & Kompilasi Hukum • Kodifikasi KUHP & KUHAP - Saat ini telah banyak pula disimpangi oleh berbagai UU di luar KUHP & KUHAP, - Upaya mewujudkan kodifikasi nasional (melalui RUU KUHP & RUU HAP) belum juga terwujud. • Kompilasi 1. Kompilasi Hukum Islam - - - lahir dari kebutuhan atas suatu sumber hukum yang seragam pada masyarakat Islam di Indonesia. sebagai sumber hukum yang memadai untuk mewujudkan kesadaran masyarakat mengenai pelaksanaan hukum Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, shadaqah, dan wakaf. Semua hakim di lingkungan peradilan agama tunduk pada KHI KHI disusun & dirumuskan dalam kitab hukum sebagai tata hukum Islam yang berbentuk positif & unifikatif 2. Kompilasi PUU di Pemerintahan Daerah bidang Beberapa pertanyaan mendasar terkait gagasan Kodifikasi UU Pemilu • Kalau ada Kodifikasi (katakanlah dinamakan: “Kitab Undang-Undang Hukum Pemilu”) sebagai legi generali, kira2 UU apa saja yang akan menjadi lex specialis? • Bukankah tindak pidana Pemilu (misalnya) merupakan lex specialis dari KUHP?mengapa dalam gagasan ini tindak pidana Pemilu masuk dalam kodifikasi UU Pemilu? Komparasi dengan RUU KUHP sebagai sebuah kodifikasi Pada awalnya KUHP (WvS) dipandang sebagai ”induk” dan sebagai wujud dari ”kodifikasi dan unifikasi”. Namun dalam perkembangannya, KUHP dirasakan: -tidak lengkap atau tidak dapat lagi menampung berbagai masalah dan dimensi perkembangan bentuk-bentuk tindak pidana baru; -kurang sesuai dengan nilai-nilai sosio-filosofik, sosio-politik, dan sosiokultural yang hidup dalam masyarakat Indonesia; -kurang sesuai dengan perkembangan pemikiran/ide dan aspirasi tuntutan kebutuhan hukum masyarakat (nasional/internasional); -tidak lagi merupakan sistem hukum pidana yang utuh, karena ada pasal-pasal yang dicabut (baik karena UU baru maupun karena Putusan MK). * s.d. tahun 2013, terdapat 13 Putusan MK terkait dengan materi muatan KUHP Materi Muatan Kodifikasi (RUU KUHP) • Tindak pidana yang bersifat umum (generic crimes/independent crimes) • Daya berlakunya relatif lestari, • Ancaman pidananya lebih dari 1 (satu) tahun pidana penjara. 14 Materi Muatan UU di luar Kodifikasi • Tindak pidana yang bersifat khusus (specific crimes), khususnya tindak pidana administrasi, • Daya berlakunya relatif temporer, • Sejauh mungkin mengutamakan sanksi administratif, • Dalam hal akan memuat ketentuan pidana, pola dan sistem pemidanaannya wajib tunduk kepada KUHP sebagai induk kodifikasi. 15 Pemilihan Kepala Daerah • Pemilu atau bukan? • Secara konstitusional, masuk rezim Pemerintahan Daerah atau rezim Pemilu? • Pasal 18 ayat (4) UUDNRI Tahun 1945: Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis • Apakah regulasi terkait penyelenggaraan Pilkada akan dimasukkan dalam kodifikasi Pemilu? • Bagaimana jika di kemudian hari pembentuk UU memutuskan bahwa Pilkada cukup dilakukan oleh DPRD? • Putusan MK No. 072• Pasal 18 ayat (7) UUDNRI 073/PUU-II/2004 Tahun 1945: • Putusan MK No. 97/PUUSusunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undangXI/2013 undang. Peluang Kodifikasi UU Terkait Pemilu • Apakah UU Pemilukada merupakan rezim Pemilu. • Makna frasa “dipilih secara demokratis” dalam Pasal 18 ayat (4) UUDNRI Tahun 1945 baik menurut original intent maupun menurut Putusan MK sebelumnya dapat dilakukan baik pemilihan secara langsung oleh rakyat maupun oleh DPRD. • Sistem pemilihan Kepala Daerah dapat diterapkan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kondisi di setiap daerah (opened legal policy Pembentuk Undang-Undang) . Catatan tambahan untuk diskusi ini: Pasal 18 ayat (4) UUDNRI Tahun 1945 juga menjadi salah satu landasan yuridis bagi UU DKI, UU DIY, dan UU Otsus Papua. Proses Mewujudkan Gagasan Kodifikasi Undang-Undang Pemilu • Akan diajukan sebagai RUU inisiatif siapa?Pemerintah?DPR?DPD? • Targetnya berapa lama? (Pembahasan RUU kodifikasi akan memakan waktu yang relatif lebih lama, contoh kasus: RUU KUHP) • Dengan akan diselenggarakannya Pemilu serentak, apa kendalanya jika UU nya terpisah? • Bagaimana praktik di negara lain? PERAN KEMENKUMHAM • Mulai dari tahap Perencanaan (Penyusunan Prolegnas), Penyusunan (PAK/L), Pembahasan (Dgn DPR), Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan, khusunya: - Melakukan Pengharmonisasian konsepsi; - mengusulkan Dalam PROLEGNAS 5 Tahunan dan PROLEGNAS PRIORITAS TAHUNAN ke BALEG DPR; - pembahasan Bersama DPR; dan - pengundangan dalam Lembaran Negara 20