BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan beberapa penelitian yang relevan sebagai bahan rujukan. Adapun penelitian yang relevan dimaksud adalah: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Mutiara pada tahun 2014 yang berjudul penerapan pendekatan scientific dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN No. 68/I Kecamatan Mersam Kabupaten Batanghari. Penelitian yang dilakukan Mutiara adalah tentang penerapan pendekatan scientific terhadap hasil belajar, sementara penelitian ini tentang bagaimana implementasi pendekatan scientific dalam kurikulum 2013. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Witri Utami pada tahun 2014 yang berjudul implementasi pendekatan scientific terhadap proses pembelajaran tema selalu berhemat energi siswa kelas IV SDN No. 111/1 Komplek Air Panas. Sementara dalam penelitian ini implementasi pendekatan scientific menggunakan tema 4 (berbagai pekerjaan) dengan sub tema 1 (jenis-jenis pekerjaan). di kelas IV SDN 112/I Perumnas Muara Bulian. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Eni Mariatun pada tahun 2014 dengan judul bentuk pemberian tugas dalam pembelajaran tematik terpadu yang menggunakan pendekatan scientific pada siswa kelas IV SDN No. 55/I Sridadi. Penelitian yang dilakukan oleh Eni Mariatun fokus terhadap pemberian tugas dalam pembelajaran tematik terpadu menggunakan 5 6 pendekatan scientific, sementara dalam penelitian ini mendeskripsikan pelaksanaan langkah-langkah pendekatan scientific yaitu observasi dan menanya dalam kurikulum 2013. 2.2 Pendekatan Scientific di Sekolah Dasar Pendekatan scientific merupakan kerangka ilmiah pembelajaran yang diusung oleh kurikulum 2013. Langkah-langkah pada pendekatan scientific merupakan bentuk adaptasi dari langkah-langkah ilmiah pada sains. Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karenanya Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan scientific dalam pembelajaran. Pendekatan scientific diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik (Daryanto, 2014:55). Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductiv reasoning). Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan scientific/ilmiah. Pendekatan scientific/ilmiah merupakan proses pembelajaran yang menggunakan proses berpikir ilmiah. Pendekatan ilmiah dapat dijadikan sebagai jembatan untuk perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan peserta didik. Sesuai materi Kemendikbud, dinyatakan bahwa dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pendekatan induktif (inductive reasoning) daripada pendekatan deduktif 7 (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk menarik simpulan secara keseluruhan. Penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Pendekatan ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi terhadap suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Pendekatan ini juga memanfaatkan metode pencarian (inquiry methods) yang berbasis pada buktibukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip prinsip penalaran yang spesifik. Oleh karena itu, metode ilmiah memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperiman, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis. Banyak para ahli yang meyakini bahwa melalui pendekatan scientific/ilmiah, selain dapat menjadikan peserta didik lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong peserta didik untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian (Sudrajat, 2013:homepage). Peserta didik dilatih untuk mampu berpikir logis, runut, dan sistematis. Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik simpulan awal bahwa pembelajaran berbasis pendekatan scientific/ilmiah lebih efektif hasilnya dibandingan dengan pembelajaran tradisional. Pada pembelajaran berbasis pendekatan saintifik/ilmiah, retensi informasi dari guru lebih besar. 8 2.2.1 Karakteristik Pembelajaran Siswa Sekolah Dasar Satu hal yang tidak boleh dilupakan guru atau pendidik di sekolah dasar adalah guru hendaknya memahami karakteristik pembelajaran siswa sekolah dasar yang akan dibawakannya. Ahmad Susanto (2013:70) menyatakan bahwa karakteristik pembelajaran siswa sekolah dasar terdiri atas: 1. Karakteristik Pembelajaran di Kelas Rendah Anak kelas rendah adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Perkembangan emosi anak usia 6-8 tahun telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal sekolah dasar ditunjukkan dengan kemampuannya dalam mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu. Tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar, yaitu: a. Konkrit Konkrit mengandung makna proses belajar dimulai dari hal-hal yang yang bersifat nyata yakni yang dapat dilihat, didengar, dicium, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan dalam belajar akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih 9 dapat dipertanggungjawabkan. Karena Cara belajar anak sekolah dasar untuk kelas rendah masih bersifat kongkrit maka pelaksanan pembelajaranya diupayakan sedemikian rupa sehingga anak banyak melakukan kegiatan belajar melalui pengalaman langsung. b. Integratif Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian. c. Hierarkis Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi. Pembelajaran di sekolah dasar perlu memperhatikan landasan psikologis yang mendasari perilaku belajar anak. Sebagai seorang guru sekolah dasar yang profesional perlu memahami secara mendalam tentang kajian psikologis dan teori belajar agar dapat mengaplikasikannya dalam berbagai peristiwa belajar, serta mampu memecahkan masalah pada saat siswa mengalami kesulitan dalalam belajar. 2. Karakteristik Pembelajaran di Kelas Tinggi Karakeristik perkembangan berfikir anak usia kelas 4, 5, 6, memiliki implikasi terhadap proses pembelajaran yang harus dirancang. maka siwa kelas tinggi maka siswa kelas 4, 5, 6 anak perlu dikondisikan untuk dapat 10 melakukan berbagai kegiatan yang menatang dan siswa sudah mulai melakukan percobaan atau eksperimen dan belajar memecahkan masalah. Dengan cara itu anak dapat membangun pengetahuan melalui penalaran abstrak dan konkret atau deduktif dan induktif. Penerapan berbagai kegiatan belajar di kelas tinggi adalah upaya guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas tinggi diperlukan penguasaan bahan yang optimal, kemampuan memilih dan menggunakan strategi pembelajaran yang relevan dapat mengaktifkan siswa dalam belajar dan dituntut kepiawaian guru dalam melaksanakan pembelajaran yang menantang bagi siswa pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan serta mapu memilih dan menggunakan media pembelajaran yang bervariasi. Guru harus menguasai ragam strategi ataupun metoda yang dapat membelajarkan siswa. Di kelas tinggi menuntut guru untuk mampu menguasai multi metode dan multi media, menciptankan atau mengorganisir lingkungan belajar yang memungkinkan anak belajar penuh tantangan, mampu memecahkan masalah, mengelola kelas dan menggunakan media sumber belajar yang bervariasi. Sementara itu ada beberapa perilaku yang sangat membantu pencapaian pembelajaran yang efektif. 2.2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Dengan Pendekatan Scientific Langkah-langkah pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran menurut Daryanto (2014:59) meliputi : “(1) Menggali informasi melalui pengamatan (observasi), (2) Menanya, (3) Mencoba, (4) Mengolah data atau informasi, (5) Menyajikan data atau informasi, (6) Menganalisis, (7) Menalar, (8) Menyimpulkan, (9) dan Mengkomunikasikan”. 11 Sementara Majid (2014:211-214) mengungkapkan bahwa pendekatan scientific dalam pembelajaran disajikan sebagai berikut: 1. Mengamati (observasi) Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan langkah sebagai berikut : (1) Menentukan objek apa yang diobservasi, (2) Membuat pedoman observasi (3) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, (4) Menentukan dimana tempat objek yang akan diobservasi, (5) Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan, (6) Melakukan pencatatan atas hasil observasi. 2. Menanya Setelah kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya. Adapun fungsi bertanya adalah : (1) Membangkitkan rasa ingin tahu, dan perhatian peserta didik, (2) Mendorong peserta didik untuk aktif belajar, (3) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik (4) Menstrukturkan tugas-tugas kepada peserta didik, (5) Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, menggunakan bahasa yang baik dan benar, (6) Mendorog partisipasi peserta didik dalam berdiskusi dan menarik kesimpulan, (7) Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan. 3. Menalar Kegiatan menalar dalam proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah dilakukan melalui dua cara yaitu (1) penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik kesimpulan dari fenomena khusus untuk hal-hal yang bersifat umum, (2) penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. 4. Mencoba Untuk memperoleh hasil belajar peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan nyata. Aktivitas pembelajaran yang nyata adalah (1) Menentukan tema dengan kompetensi dasar menurut kurikulum, (2) Mempelajari cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia, (3) Mempelajari dasar teoritis yang relevan, (4) Melakukan dan mengamati percobaan, (5) Mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data. 5. Menarik kesimpulan Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan pendekatan scientific merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah data atau informasi. 6. Mengkomunikasikan Pada pendekatan scientific guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah dipelajari, dengan menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan, dan menemukan pola. 12 Sejalan dengan apa yang diungkapkan Majid diatas, sebagaimana Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 61 A Tahun 2014 lampiran IV, langkah-langkah proses pembelajaran scientific terdiri atas 5 (lima) pengalaman belajar pokok yaitu: 1. Mengamati Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan langkahlangkah: (1) menentukan objek apa yang akan diobservasi, (2) membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi, (3) menentukan secara jelas data-data yang perlu diobservasi baik primer maupun sekunder, (4) menentukan dimana tempat objek yang akan diobservasi, (5) menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar, (6) menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi. 2. Menanya Pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal, pertanyaan tidak selalu berbentuk kalimat tanya, namun dapat juga dalam bentuk pernyataan yang mengharapkan tanggapan verbal. Bertanya memiliki fungsi-fungsi yaitu membangkitkan rasa ingin tahu, minat, perhatian siswa tentang topik pembelajaran; mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan diri; mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik. 3. Mengumpulkan Informasi/eksperimen Mengumpulkan informasi/eksperimen merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas. 4. Mengasosiasikan/Mengolah Informasi/Mencoba Mengasosiasikan/mengolah informasi merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa pengolahan informasi yang sudah dikumpulkan baik dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil mengamati dan mengumpulkan informasi. 5. Mengkomunikasikan Mengkomunikasikan merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya (Depdikbud 2013). Dari langkah-langkah proses pembelajaran scientific di atas, yang akan digunakan oleh peneliti sebagai acuan dalam membuat pedoman observasi dan wawancara adalah observasi dan menanya. 13 2.2.3 Karakteristik Pendekatan Scientific Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 61 A Tahun 2014 lampiran VII, pendekatan scientific memiliki karaktereristik sebagai berikut: 1.Berpusat pada siswa. Pendekatan scientific berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar dan guru berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan kepada siswa melakukan aktivitas belajar. 2.Memberikan pengalaman langsung. Pendekatan scientific dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak. 3.Bersifat fleksibel. Pendekatan scientific bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada. 4.Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya. 5.Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan (Depdikbud 2013). Sedangkan menurut Daryanto (2014:53) pembelajaran dengan pendekatan scientific memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pembelajaran berpusat pada siswa, Pembelajaran membentuk students self concept, Pembelajaran terhindar dari verbalisme, Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengamisilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip, Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berfikir siswa, Pembalajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru, Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi, Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikontruksi siswa dalam struktur kognitfnya. 14 Sementara Yusuf (2014:homepage) menyatakan bahwa sebuah metode dapat dikatakan sebagai pendekatan scientific apabila memenuhi 7 (tujuh) kriteria yaitu: 1.Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kirakira, khayalan atau dongeng semata. 2.Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta merta, dan pemikiran yang menyimpang dari alur berpikir logis. 3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran, 4.Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran. 5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran. 6.Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. 7.Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.” 2.2.4 Penerapan Pendekatan Scientific Dalam Pembelajaran Semua kegiatan pembelajaran yang dijalankan oleh peserta didik dalam kelas, pada saat ini sesuai dengan kurikulum yang berlaku pada saat sekarang yaitu kurikulum 2013. Menurut Daryanto (2014:81) kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup yang dapat dikembangkan sebagai berikut: 1. Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pelajaran yang efektif yang memungkin kan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Dalam metode scientific kegiatan pendahuluan adalah memantapkan pemahaman siswa terhadap konsepkonsep yang telah dikuasai yang berkaitan dengan materi pelajaran baru yang akan dipelajari oleh siswa. 2. Kegiatan inti merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran atau dalam proses penguasaan pengalaman belajar siswa. Kegiatan dalam pembelajaran adalah suatu proses pembentukan pengalaman dan 15 kemampuan siswa secara terprogram yang dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu. 3. Kegiatan penutup ditujukan untuk dua hal pokok, pertama validasi terhadap konsep, hukum, atau prinsip yang telah dikontruksikan oleh siswa. Kedua pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa. Pendapat lain yang sehubungan dan sejalan dengan pendapat dari Daryanto yaitu Menurut Kurniasih (2014:56) mengatakan bahwa “proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan“. Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan scientific dalam proses pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup 2.2.5 Kelebihan dan Kekurangan Pendekaatan Scientific Menurut Daryanto (2014:85), pendekatan scientific memiliki beberapa kelebihan dan juga kekurangan yaitu sebagai berikut : 1. Kelebihan 1) Proses pembelajaran lebih terpusat pada siswa sehingga memungkinkan siswa aktif dalam pembelajaran. 2) Langkah-langkah pembelajarannya sistematis sehingga memudahkan guru untuk memanajemen pelaksanaan pembelajaran. 3) Memberi peluang guru untuk lebih kreatif, dan mengajak siswa untuk aktif dengan berbagai sumber belajar, 4) Langkah-langkah pembelajaran melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip. 5) Proses pembelajarannya melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. 6) Selain itu juga dapat mengembangkan karakter siswa. 2.Kekurangan Tidak semua guru memiliki ketrampilan serta kreativitas tinggi untuk menciptakan lingkungan belajar dengan menggunakan pendekatan scientific sehingga apabila guru tidak trampil dan kreatif, maka pembelajaran tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dan belum semua guru mendapat kesempatan untuk mengikuti pelatihan mengajar efektif dengan pendekatan scientific. 16 2.3 Kurikulum 2013 2.3.1 Pengertian Kurikulum Secara etimologis kurikulum berasal dari kata dalam Bahasa Latin curerer yaitu pelari, dan curere yang artinya tempat berlari. Pada awalnya kurikulum adalah suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari mulai dari garis start sampai dengan finish. Kemudian pengertian kurikulum tersebut digunakan dalam dunia pendidikan, dengan pengertian sebagai rencana dan pengaturan tentang sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik dalam menempuh pendidikan di lembaga pendidikan. Berikut ini beberapa pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli: 1. Pengertian Kurikulum Menurut Subandijah (1993:2) kurikulum adalah aktivitas dan kegiatan belajar yang direncanakan, diprogramkan bagi peserta didik di bawah bimbingan sekolah, baik didalam maupun di luar sekolah. 2. Menurut Grundy, S (1987) kurikulum merupakan program aktivitas guru dan murid yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa-siswa akan mencapai sebanyak mungkin tujuan akhir kegiatan pendidikan atau sekolah. Kurikulum bukan hanya susunan sederhana mengenai perencanaan yang akan diimplementasikan, namun juga terdiri dari proses yang aktif terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang saling berhubungan timbal balik dan terintergrasi sebagai suatu proses. 3. Menurut Mida Latifatul (2013 :15) pengertian kurikulum diorganisasi ada dua, pertama, kurikulum adalah sejumlah rencana isi yang merupakan sejumlah tahapan belajar yang didesain untuk siswa dengan petunjuk institusi pendidikan yang isinya berupah proses yang statis ataupun dinamis dan kompetensi yang harus dimiliki. Kedua, kurikulum adalah seluruh pengalaman di bawah bimbingan dan arahan dari institusi pendidikan yang membawa kedalam kondisi belajar. 4. BPNSP (2006) mendefinisikan kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. 5. Menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan. 17 6. Pengertian Kurikulum Menurut UU No. 20 Tahun 2003: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. 2.3.2 Pengertian Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang melakukan penyederhanaan, dan tematik-integratif, menambah jam pelajaran dan bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran dan diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik. 2.3.3 Peranan Kurikulum 2013 Dalam pendidikan formal di sekolah kurikulum memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Kurikulum memiliki banyak peranan, Oemar hamalik (dalam Mida Latifatul Muzamiroh, 2013:24-26 ) terdapat tiga peranan yang dinilai sangat penting yaitu: 1. Peranan Konservatif Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda, dalam hal ini para siswa. Peranan konservatif ini pada hakikatnya menempatkan kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini sifatnya menjadi sangat 18 mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan proses sosial. Salah satu tugas pendidikan yaitu mempengaruhi dan membina prilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai sosial. 2. Peranan Kreatif Ilmu pengetahuan dan aspek-aspek yang lain akan senantiasa mengalami perubahan yakni mengalami perkembangan sesuai dengan zamannya. Oleh karena itu peranan kreatif disini menekankan agar kurikulum juga mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan zaman yang dibutuhkan oleh masyarakat masa kini dan masa yang akan datang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu peserta didik dalam rangka mengembangkan potensi yang ada pada dirinya guna memperoleh dan mendalami pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta cara berpikir baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya sesusai dengan tuntutan perkembangan zaman. 3. Peranan Kritis dan Evaluatif Peranan kritis dan evaluatif dilatar belakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai – nilai dan budaya yang aktif dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai – nilai budaya masalalu kepada peserta didik perlu adanya penyesuaian yakni disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang ada saat ini. Sealain dari itu perkembangan yang terjadi pada saat ini dan saat yang akan datang belum tentu sesuia dengan apa yang dibutuhkan. Oleh karena itu peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau menerapkan hasil perkembangan baru yang terjadi, akan tetapi juga harus memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang hendak diwariskan. Oleh karena itu kurikulum juga diharapkan mampu berperan aktif dalam control atau filter sosial. Nilai – nialai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa kini dihilangkan dan diadakan modifikasi dan penyempurnaaan. Ketiga peranan kurikulum diatas tentu saja harus berjalan secara berimbang dan harmonis agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Sebab jika tidak, akan terjadi ketimpangan yang menyebabkan peranan kurikulum persekolahan menjadi tidak optimal lagi. Menyelaraskan ketiga peranan penting tersebut adalah tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam proses pendidikan, diantaranya guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, peserta didik dan juga masyarakat. Maka dengan demikian pihak – phak yang terkait harusnya bisa memahami terhadap tujuan dan isi dari kurikulum yang diterapkan sesuai dangan bidang dan tugasnya. 19 2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum 2013 Menurut Mida Latifatul Muzamiroh (2013:39) kurikulum 2013 juga memiliki kelebihan dan kelemahan. 1. Kelebihan Kurikulum 2013 a. Lebih menekankan pada pendidikan karakter. Selain kreatif dan inovatif, pendidikan karakter juga penting yang nantinya terintegrasi menjadi satu. Misalnya, pendidikan budi pekerti luhur dan karakter harus diintegrasikan kesemua program studi. b. Asumsi dari kurikulum 2013 adalah tidak ada perbedaan antara anak desa atau kota. Seringkali anak di desa cenderung tidak diberi kesempatan untuk memaksimalkan potensi mereka. c. Merangsang pendidikan siswa dari awal, misalnya melalui jenjang pendidikan anak usia dini. d. Kesiapan terletak pada guru. Guru juga harus terus dipacu kemampuannya melalui pelatihan-pelatihan dan pendidikan calon guru untuk meningkatkan kecakapan profesionalisme secara terus menerus. 2. Kelemahan Kurikulum 2013 a. Pemerintah seolah melihat semua guru dan siswa memiliki kapasitas yang sama dalam kurikulum 2013. Guru juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013. b. Tidak ada keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam kurikulum 2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih diberlakukan. c. Pengintegrasian mata pelajaran IPA dan IPS dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk jenjang pendidikan dasar tidak tepat, karena rumpun ilmu pelajaran-pelajaran tersebut berbeda. 2.4 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan model berpikir tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variable yang akan diteliti (Sugiyono, 2010:91). Dalam penelitian kualitatif yang bersifat holistic dan lebih menekankan pada proses, maka penelitian kualitatif dalam melihat hubungan antar variable pada obyek yang diteliti lebih bersifat interaktif yaitu saling mempengaruhi (reciprocal), sehingga 20 tidak diketahui mana variable independen dan dependennya (Sugiyono, 2010:19). Kerangka berpikir dalam penelitian ini disajikan dalam tabel 2.1 sebagaimana berikut. OBSERVASI MENANYA IMPLEMENTASI PENDEKATAN SCIENTIFIC MENALAR PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013 MENCOBA JEJARING Bagan 2.1 Penerapan Pendekatan Scientific Dalam Pembelajaran Kurikulum 2013