bab 2 _hal 19

advertisement
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
A. Definisi dan Aspek Tae Kwon Do
Tae kwon do adalah olahraga bela diri asal Korea yang juga populer di
Indonesia, olahraga ini juga merupakan olahraga nasional Korea. Ini adalah seni bela
diri yang paling banyak dimainkan di dunia. Dalam bahasa Korea, Tae kwon do
memiliki arti yakni: untuk Tae berarti "menendang atau menghancurkan dengan
kaki". Kwon berarti "tinju". Dan Do berarti "jalan" atau "seni". Jadi, Taekwondo
dapat diterjemahkan dengan bebas sebagai "seni tangan dan kaki" atau "jalan" atau
"cara kaki dan kepalan".
Menurut Ady Putra (2009) tae kwon do yang dikenal sebagai seni beladiri
yang berarti “cara menendang dan memukul. Dalam Korea hanja untuk Tae berarti
menendang dengan kaki, Kwon berarti pukulan dengan tangan, dan Do berarti sifat.
Jadi tae kwon do dapat diartikan sebagai kaki, tangan, dan sifat. Maksudnya kaki
lebih sering digunakan dari pada tangan saat latihan dan itu akan menunjukkan sifat
seseorang”.
Popularitas tae kwon do telah menyebabkan seni ini berkembang dalam
berbagai bentuk. Seperti banyak seni bela diri lainnya, tae kwon do adalah gabungan
dari teknik perkelahian, seni, bela diri, olahraga, olah tubuh, hiburan dan filsafat.
19
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
B. Definisi dan Aspek Tae Kwon Do
Tae kwon do adalah olahraga bela diri asal Korea yang juga populer di
Indonesia, olahraga ini juga merupakan olahraga nasional Korea. Ini adalah seni bela
diri yang paling banyak dimainkan di dunia. Dalam bahasa Korea, Tae kwon do
memiliki arti yakni: untuk Tae berarti "menendang atau menghancurkan dengan
kaki". Kwon berarti "tinju". Dan Do berarti "jalan" atau "seni". Jadi, Taekwondo
dapat diterjemahkan dengan bebas sebagai "seni tangan dan kaki" atau "jalan" atau
"cara kaki dan kepalan".
Menurut Ady Putra (2009) tae kwon do yang dikenal sebagai seni beladiri
yang berarti “cara menendang dan memukul. Dalam Korea hanja untuk Tae berarti
menendang dengan kaki, Kwon berarti pukulan dengan tangan, dan Do berarti sifat.
Jadi tae kwon do dapat diartikan sebagai kaki, tangan, dan sifat. Maksudnya kaki
lebih sering digunakan dari pada tangan saat latihan dan itu akan menunjukkan sifat
seseorang”.
Popularitas tae kwon do telah menyebabkan seni ini berkembang dalam
berbagai bentuk. Seperti banyak seni bela diri lainnya, tae kwon do adalah gabungan
dari teknik perkelahian, seni, bela diri, olahraga, olah tubuh, hiburan dan filsafat.
20
Meskipun ada banyak perbedaan doktrin dan teknik di antara berbagai
organisasi tae kwon do, seni ini pada umumnya menekankan tendangan yang
dilakukan dari suatu sikap bergerak, dengan menggunakan daya jangkau dan
kekuatan kaki yang lebih besar untuk melumpuhkan lawan dari kejauhan.
Dalam suatu pertandingan, tendangan berputar, 45 derajat, depan, kapak dan
samping adalah yang paling banyak dipergunakan; tendangan yang dilakukan
mencakup tendangan melompat, berputar, skip dan menjatuhkan, seringkali dalam
bentuk kombinasi beberapa tendangan. Latihan taekwondo juga mencakup suatu
sistem yang menyeluruh dari pukulan dan pertahanan dengan tangan, tetapi pada
umumnya tidak menekankan grappling (pergulatan) (Wikipedia Indonesia).
Olahraga ini merupakan olahraga perorangan. Dalam suatu pertandingan
seperti halnya olahraga Karate, lamanya permainan Tae Kwon Do ditentukan oleh
waktu pada tiap babaknya, satu menit tiap babak pada penyisihan dan tiga menit tiap
babak untuk semifinal dan final. Atlet yang mendapat skor lebih banyak sebelum bel
dibunyikan di babak akhir itulah yang memenangkan pertandingan.
Pertandingan Tae Kwon Do biasanya dilangsungkan di suatu ruangan yang
cukup luas, di atas matras berukuran 10x10 meter menurut ketentuan WTF (Word
Federation Taekwondo). Terdiri dari 2 pemain yang saling berlawanan dan 1 wasit
pemimpin pertandingan. Seorang pemain akan keluar sebagai pemenang jika berhasil
mendapatkan skor terbanyak hingga bel babak terakhir dibunyikan. Pertandingan
dimulai saat bel berbunyi. Dalam olahraga Tae Kwon Do yang lebih dominan
21
digunakan adalah kaki, atlet Tae Kwon Do akan berusaha menjangkau lawan untuk
mendapatkan poin.
Terdapat tiga aspek pokok yang dilatihkan dalam cabang olahraga bela diri
Tae Kwon Do, yakni 1) pomsae atau rangkaian jurus, 2) kyukpa
atau teknik
pemecahan benda keras, dan 3) kyoruki atau pertarungan (Ady putra hutabarat).
1. Pomsae adalah rangkaian teknik gerakan dasar serangan dan pertahanan
diri, yang dilakukan melawan lawan yang imajiner, dengan mengikuti
diagram tertentu. Setiap diagram rangkaian gerakan poomse didasari oleh
filosofi timur yang menggambarkan semangat dan cara pandang bangsa
Korea.
2. Kyukpa adalah latihan teknik dengan memakai sasaran/obyek benda mati,
untuk mengukur kemampuan dan ketepatan tekniknya. Obyek sasaran
yang biasanya dipakai antara lain papan kayu, batu bata, genting, dan lainlain. Teknik tersebut dilakukan dengan tendangan, pukulan, sabetan,
bahkan tusukan jari tangan.
3. Kyoruki adalah latihan yang mengaplikasikan teknik gerakan dasar atau
poomsae, dimana dua orang yang bertarung saling mempraktekkan teknik
serangan dan teknik pertahanan diri.
Ketiga
komponen
materi
tersebut
merupakan
materi
yang
saling
berkesinambungan, maka dalam pelatihannya harus dilakukan secara bersama-sama.
Pomsae yang merupakan sebuah teknik dari gerakan dasar menyerang (attack)
22
maupun bertahan (hold out atau yang lebih dikenal dengan defend) ini terbagi dalam
beberapa klasifikasi yang dilihat dari “geup” atau grup/kategori tingkatan sabuk tae
kwon do mulai dari sabuk putih sampai dengan sabuk hitam (Dan I).
Filosofi tae kwon do dalam Blog Moners Khasoes Taekwondo Club Kodya
Bekasi (29 November 2009) yakni sebagai salah satu tindakan yang dapat kita
pelajari dari tindakan lain dalam kegiatan sehari-hari. Filosofi taekwondo mewakili
prinsip-prinsip dan perubahan dalam pergerakan manusia. Taekwondo dapat
membantu member pengertian yang lebih baik dan peningkatan kehidupan kita.
B. Hakikat self-talk
Self-talk merupakan salah satu teknik pelatihan mental yang muncul dari
dalam diri masing-masing atlet. Self-talk atau secara sederahana dapat diartikan
berbicara kepada diri sendiri. Dengan self-talk yang atlet lakukan, diharapkan ia
mampu memiliki mental yang kuat guna mengahdapi tugas-tugasnya dari segala
kemungkinan.
Pada umumnya pelatihan mental menekankan pengembangan keterampilan
dan teknik psikologis, seperti: mengelola kecemasan, imajinasi, penetapan
target/tujuan, konsentrasi, berbicara kepada diri sendiri atau self-talk, menghentikan
pemikiran yang keliru, mengatur kegiatan rutinitas dan kepercayaan diri (Williams,
Jean, et el (dikutip dari psikologi kepelatihan 2007: 148)). Pelatihan mental dalam
tiap program latihan sangat dibutuhkan agar atlet dapat mempertahankan prestasi
23
dalam keadaan bagaimanapun, juga dalam menghadapi situasi-situasi pertandingan
yang penuh ketegangan.
Aspek psikologis atlet sering kali diabaikan oleh para pembina dan atlet
dalam menjalankan latihan. Padahal aspek psikologis ini sangat berpengaruh terhadap
penampilan atlet, Harsono dalam (psikologi olahraga, 2010: 37) mengemukakan
bahwa:
Perkembangan mental atlet tidak kurang pentingnya dari perkembangan
kemampuan lainnya, sebab betapa sempurnapun perkembangan fisik, teknik dan
taktik atlet, apabila mentalnya tidak turut berkembang, prestasi tidak akan
mungkin akan dapat dicapai.
Latihan mental (Psychological Training) adalah latihan yang dilakukan untuk
meningkatkan daya tahan dan kekuatan mental atlet terutama menjelang pertandingan
dan ketika bertanding. Kondisi pada saat pertandingan serta tekanan yang diakibatkan
oleh jumlah penonton, kondisi pertandingan, kemampuan lawan, dan situasi
pertandingan.
“Latihan mental terutama menjelang pertandingan,sudah seyogyanya wajib
diberikan pelatih pada setiap sesi latihan. Latihan mental sering diabaikan atau hanya
mendapat porsi latihan yang tidak seimbang dibandingkan dengan latihan yang lain”
(Harsonno, 2007: 2). Dalam hal lain, Juliantine et.al, (2007: 375) menerangkan
bahwa: “Latihan mental adalah latihan yang menekankan pada perkembangan
kedewasaan (maturitas) serta perkembangan emosional dan implusif seperti semangat
bertanding, percaya diri, motivasi, sikap pantang menyerah dan sikap pantang
24
menyerah”. Latihan mental ditekankan pada kemampuan psikis atlet untuk
mengurangi tekanan yang dihadapi terutama menjelang pertandingan.Tekanan dapat
menimbulkan stress, rendah diri, cemas, dan menyerah terutama pada atlet muda dan
belum berpengalaman.
Sementara Sukandar (dikutip dari artikel: penanaman mental untuk Tae kwon
do in, 2009), menyebutkan bahwa tiap cabang olahraga kebutuhan mental itu sama
besarnya seperti kebutuhan teknik, taktik, maupun strategi yang harus dimiliki setiap
atlet dalam suatu pencapaian prestasi terlebih kepada atlet-atlet elit yang setidaknya
mempunyai hasil prestasi cukup yang telah diraihnya.
Kebutuhan mental pada atlet sebenarnya tidak bisa diklasifikasikan hanya
untuk atlet baru yang dominan masih baru berprofesi sebagai atlet saja, atau hanya
untuk atlet-atlet elit saja yang sudah lebih berpengalaman. Karena kebutuhan mental
merupakan kebutuhan yang sama besarnya bagi tiap individu, sekalipun itu adalah
atlet nomor satu dunia.
Setiap atlet akan selalu meghadapi situasi psikologis seperti adanya “harapan
untuk sukses” dan “ketakutan akan kegagalan”, melalui pelatihan mental “ketakutan
akan gagal” yang dihadapi atlet akan segera diperkecil dan akibat-akibat negatif yang
timbul juga diharapkan segera teratasi.
Prestasi atlet disamping ditentukan oleh kemampuan fisik dan keterampilan
juga dipengaruhi oleh faktor-faktor kejiwaan, terutama aspek mental atlet. Ibrahim
dan Komarudin (2007: 154) mengatakan bahwa “prestasi tinggi hanya akan dicapai
25
dengan total mobilization of energy. Pada hakikatnya bukan hanya meliputi aspek
fisik saja, tetapi juga menuntut mobilisasi aspek psikhis untuk mencapai prestasi
puncak yang setinggi-tingginya”. Terpenuhinya kebutuhan mental tiap atlet, maka
atlet secara otomatis akan mendapatkan ritme permainan seperti yang diharapkan dan
hasil prestasi terbaik pun akan ia raih secara maksimal. Tingkat kecemasan dalam diri
atlet pun dapat diminimalisir. Perasaan penyesalan yang berlebih ketika atlet kalah
dalam suatu pertandingan akan segera teratasi karena ia mampu melewati keadaan
yang sebenarnya tidak ia harapkan.
Program latihan keterampilan psikologis merupakan perpaduan dari berbagai
metode latihan keterampilan psikologis seperti latihan rileksasi, imajeri mental,
konsentrasi, penetapan tujuan, dan self-talk (Hidayat, 2010: 34). Self-talk merupakan
sebuah teknik kognitif yang melibatkan aktivasi proses mental untuk merubah atau
mempengaruhi pola-pola berpikir seseorang. Secara sederhana self-talk adalah
berbicara kepada dirinya sendiri. Secara sadar ataupun tidak sadar, hampir setiap saat
seseorang melakukan metode self-talk baik dalam bentuk positif maupun dalam
bentuk negatif.
Self-talk dikelompokan menjadi self-talk positif, negatif, dan netral. Self-talk
positif yakni merupakan (suatu ucapan-ucapan positif guna membangun kepercayaan
diri seseorang), self-talk positif dapat digunakan untuk meningkatkan harga diri,
motivasi, dan membantu atlet agar dapat melakukan konsentrasi secara lebih efisien,
misalnya seperti “semangat,kamu pasti bisa menghadapi lawan kamu”, “kamu pasti
26
bisa”, “ayo pecahkan rekormu sendiri”, dan sebagainya. Self-talk negatif (ucapanucapan yang mengandung unsur ketidak percayaan diri akan kemampuannya), oleh
karena itu self-talk negatif seperti ini dapat meningkatkan kecemasan dan keraguan
akan kemampuan dirinya, sehingga akan berimbas pada penurunan penampilan
motoriknya.
Kecemasan dan keraguan atlet merupakan aspek mental yang dapat
mengganggu prestasi atlet. Hal tersebut diungkapkan Juliantine et. al (2007: 375)
bahwa bahwa “ …diantaranya yaitu ketegangan dan kecemasan, motivasi rendah,
gangguan emosional, keraguan, atau takut”. Ketegangan dapat diartikan sebagai
stress yaitu tekanan yang terjadi pada diri seseorang yang disebabkan oleh faktor
internal dan eksternal. Secara fisik ketegangan dapat dikenali melalui gejala-gejala
fisik yang terjadi seperti tekanan darah tinggi, suara berat dan salah tingkah serta
denyut nadi cepat”. Kecemasan menurut Straub dalam Juliantine et.al (2007: 386)
bahwa “kecemasan adalah reaksi situasional terhadap rangsang stress”. Menurut
Juliantine et.al (2007 : 387) bahwa “ kecemasan dapat di interpretasikan dalam dua
cara yaitu kecemasan yang dirasakan dalam waktu tertentu misalnya menjelang
pertandingan (State anxiety) atau kecemasan yang dirasakan karena atlet tergolong
pencemas (trait anxiety). Contoh self-talk negatif seperti “duh, lawannya atlet
nasional nih??”, “ah, aku pasti kalah..” dan sebagainya. Self-talk netral, ini berkaitan
dalam pembelajaran tugas-tugas motorik dengan menggunakan kata-kata kunci yang
sesuai dengan jenis keterampilan yang dipelajari dalam latihan.
27
Self-talk menjadi salah satu metode yang harus dilatihkan kepada atlet guna
mencapai prestasi sesuai dengan harapan. Alasan dasarnya adalah karena dengan
self-talk dapat mengajari seseorang untuk selalu bersikap waspada dan berpikiran
positif terhadap dirinya akan semua kemampuan yang dimilikinya.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa self-talk memberikan pengaruh
postif dalam peningkatan kepercayaan diri, menurunkan tingkat kecemasan, dan
meningkatkan penampilan motorik dalam beragam cabang olahraga (Hidayat, 2010:
35). Sejalan dengan Zinseser (Hidayat, 2010: 35) yang mengungkapkan bahwa :
Self-talk menunjukkan hubungan positif dengan peningkatan kepercayaan diri
atlet baik secara langsung maupun tidak langsung, meningkatkan harga diri
kearah yang lebih positif, meningkatkan konsentrasi, mengurangi kecemasan, dan
pada akhirnya meningkatkan penampilannya.
Selain itu self-talk dapat digunakan sebagai sebuah strategi untuk memotivasi
atlet (Hardy,dkk,. 2001), meningkatkan kepercayaan diri (Landin & Hebert, 1999),
menigkatkan penampilan motorik olahraga (Mahhoney & Avener, 1997). Ketika
seorang atlet sudah mulai ragu dengan penampilannya, dan mulai mengatakan hal-hal
yang negatif berkaitan dengan diri dan kemampuan dirinya, maka kemampuan
potensial atlet tersebut dengan sendirinya akan berkurang. Efeknya, kepercayaan diri,
motivasi, akan menurun sehingga keraguan serta kecemasan akan meningkat dan
akibatnya atlet tidak mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan.
28
C. Hakikat kepercayaan diri
Kepercayaan diri merupakan suatu bentuk sikap mental yang mutlak
diperlukan dalam proses mencapai prestasi setinggi-tingginya. Manipestasi sebuah
kepercayaan diri seorang atlet dapat dilihat dari keinginannya untuk mencapai
prestasi maksimal. Dari mulai sikap disiplin diri yang bersedia merespon dan
bertindak terhadap nilai-nilai yang berlaku dalam bentuk suatu ketentuan yang
berlaku, tata tertib, aturan dan semua kaidah yang berlaku dalam proses latihan dari
mulai periodisasi awal hingga akhir.
Sebuah disiplin diri yang berarti control penguasaan diri terhadap impuls yang
tidak diinginkan atau proses mengarahankan impuls kepada suatu cita-cita atau tujuan
tertentu untuk mencapai dampak yang lebih besar. Kedisiplinan diri dalam banyak hal
berhubungan dengan kontrol diri (self-control), sikap penuh rasa tanggung jawab
(self responsibility), rasa harga diri (self esteem), rasa percaya diri (self confidence),
persepsi atau konsep diri (self concept), dan sebagainya (Husdarta, 2010: 92).
Salah satu modal utama dan syarat mutlak untuk mencapai prestasi olahraga
yang gemilang adalah memiliki rasa percaya diri (self confidence atau confidence in
one self). Pengoptimalisasian terhadap kepercayaan diri sendiri merupakan penentu
kritis pada tiap penampilan, sehingga dalam hubungan antara percaya diri dengan
penampilan ditunjukkan oleh bentuk kurva “U” terbalik. Dengan percaya diri yang
optimal akan kemampuannya, seorang atlet pasti akan berusaha dengan kerja keras,
dan maksimal agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Atlet bisa saja membuat
29
beberapa kesalahan dan keputusan yang salah (tidak tepat dalam mengambil
keputusan), hilang konsentrasinya, dan mengakibatkan penurunan mental yang
berimbas pada hasil penampilan dilapangan, juga hasil prestasi rendah dari
kemampuannya. Tetapi dengan adanya rasa kepercayaan diri yang kuat pada dri
sendiri ini akan membantu memperbaiki kesalahan secara efektif, dan atlet akan tetap
bekerja keras untuk mencapai keberhasilan.
Percaya diri dapat menimbulkan rasa aman, yang tampak pada sikap dan
tingkah laku atlet, misalnya atlet akan lebih tenang dan merasa lebih rileks, tidak
mudah bimbang/ragu, tidak mudah gugup, tegas dan sebagainya. Adanaya
kepercayaan diri dapat ditandai dengan tingginya harapan untuk sukses. Percaya diri
dapat membantu atlet dalam beberapa area yakni : 1) Positive emotion 2)
Concentration 3) Goals 4) Effort 5) Game strategy dan 6). Momentum.
Percaya diri akan menggugah emosi yang positif, ketika atlet merasa percaya
diri atlet cenderung rileks dan tenang dibawah tekanan, percaya diri akan
memfasilitasi atlet. Ketika atlet merasa percaya diri, mental bebas untuk fokus pada
tugas yang dihadapi, dan ketika atlet merasa kurang percaya diri atlet
cenderung merasa cemas tentang bagaimana melakukan sesuatu yang baik.
Secara sederhana percaya diri berarti adanya rasa percaya terhadap
kemampuan atau kesanggupan diri untuk mencapai prestasi tertentu (Homby, 1987).
Over confidence atau percaya diri yang berlebihan dapat berakibat kurang
menguntungkan terhadap atlet, dari rasa percaya diri yang berlebih ini akan muncul
30
rasa dan pikir “menganggap enteng lawan”. Disisi lain over confidence dapat
menyebabkan atlet mudah mengalami frustasi jika ia dikalahkan lawannya.
Frustasi biasanya timbul manakala seseorang merasa gagal dan tidak dapat
mencapai tujuan yang diinginkan. Setiap atlet olahraga prestasi pada dasarnya
memiliki tujuan yaitu ingin menjadi juara, paling tidak dia memiliki harapan untuk
mencapai kepuasan, ingin terpenuhi segala kebutuhannya, dan apabila hal tersebut
tidak dapat terwujud, maka ia akan menhadapi kekecewaan dan akhirnya dapat
menimbulkan frustasi.
Frustasi tidak hanya terjadi apabila menghadapi kegagalan saja, tetapi dapat
pula disebabkan karena adanya tekanan dari dalam dirinya atlet itu sendiri yang
diliputi perasaan gagal. Pada umumnya frustasi terjadi pada siswa atau atlet yang
memiliki sifat pesimis, atlet yang memiliki sifat pesimis biasanya setiap mengalami
ketidak berhasilan dalam upayanya mencapai sesuatu yang diinginkan mungkin atlet
tersebut sudah merasa gagal terlebih dahulu, atau yang sering dikenal dengan istilah
“gagal sebelum berperang”. Atlet yang pesimistis biasanya setiap mengalami
kegagalan sianggapnya sebagai kegagalan yang selalu akan dialaminya.
Atlet yang memiliki sifat optimis biasanya lebih baik dan tidak mengalami
frustasi. Dengan sifat optimisnya ia akan berusaha untuk meningkatkan
kemampuannya dan berusaha untuk mencapai tujuannya. Apabila menghadapi
ketidak berhasilan biasanya ia akan tetap berusaha untuk mencoba lagi dan berusaha
lebih keras, tetapi apabila ia terlalu optimis atas usahanya tersebut, dan manakala
31
tidak berhasil kembali maka ini akan mengakibatkan frustasi pula (Husdarta, 2010:
83)
Mengurangi rasa frustasi dalam diri bukanlah merupakan hal yang mudah,
seperti menurut Julliantine et.al (2007: 386) bahwa “kegagalan yang dihadapi atau
perasaan prestasi yang timbul akibat seseorang yang merasa gagal, serta adanya
tekanan dalam diri atlet yang diliputi perasaan gagal”.
Seperti halnya over confidence, lack confidence atau kurang percaya diri
terhadap kemampuan diri dapat berakibat tidak baik. Husdarta (2010: 93)
menyebutkan, seorang atlet yang memiliki lack confidence tidak akan mencapai
tangga juara, karena sasaran atau target yang ditetapkan lebih rendah dari
kemampuan yang dimilikinya. Untuk sampai pada tangga juara yang paling
tinggi,maka seorang atlet harus full confidence. Karena dengan sikap mental seperti
ini akan sangat membantu atlet dalam proses adaptasi menghadapi ketegangan yang
berlebihan, memantapkan emotional security-nya, berusaha mencapai target yang
ditetapkannya sendiri, dan menghindarkan atlet dari perasaan frustasi karena
kegagalan.
Menurut para ahli psikologi olahraga berpendapat bahwa : “confidence as the
believe that you can successfully perform a desaired behavior..”. bahwa esensi diri
adalah kepercayaan terhadap diri anda bisa menampilkan keberhasilan sesuai dengan
prilaku yang diinginkan.
32
Sesuai dengan penjelasan diatas, percaya diri yang berhubungan dengan
adanya kontrol diri, sikap penuh rasa tanggung jawab, rasa harga diri, juga persepsi
atau konsep diri. Persepsi diri erat kaitannya dengan kepercayaan diri. Karena orang
yang kurang percaya diri biasanya mempersepsikan dirinya lebih rendah dari
kemampuannya. Akibatnya atlet tidak dapat mencapai prestasi maksimal.
Konsep diri seperti menurut (Husdarta, dikutip dari
Willian D. Brooks
(1974)) menyebutkan bahwa : “those physical, sosial, and psychological perception
of ourselves that we have derived from experiences and our interaction with others”.
Jadi konsep diri adalah pandangan atau perasaan kita tentang diri kita. Persepsi
tentang diri ini dapat bersifat psikologis, sosial dan fisik.
Konsep
diri
merupakan
faktor
penentu
dalam
sebuah
komunikasi
interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya. Bila
seorang atlet menganggap dirinya sebagai seorang yang rajin, maka ia akan
menghadiri latihan secara teratur, mengikuti latihan dengan sungguh-sungguh,
sehingga menghasilkan progres latihan yang memuaskan. Bila seorang atlet merasa
memiliki kemampuan untuk mengatasi kesulitan, maka kesulitan apapun yang
dihadapi ketika bertanding pada akhirnya ia dapat mengatasinya.
Maltz
(19970)
seorang tokoh
psikosibernetika
menyebutkan
bahwa
menumbuhkan konsep diri itu perlu guna meningkatkan rasa percaya diri. Selain itu
Maltz meluncurkan sebuah nasihat yang amat popular dikalangan psikosibernetika
“believe in yourself and you will succed”.
33
D. Hakikat prestasi
Tingakah laku seseorang pada hakikatnya ditentukan oleh suatu kebutuhan
untuk mencapai tujuan. Seseorang melakukan perbuatan atau tindakan, selalu
didasarkan dan ditentukan oleh faktor-faktor yang datang dari dalam dan dipengaruhi
oleh apa yang dipikirkannya. Faktor dari dalam dirinya ikut menentukan
perbuatannya, sedangkan faktor dari luar dapat memperkuat atau juga memperkecil
motif seseorang. Istilah motivasi mengacu kepada faktor dan proses yang mendorong
seseorang untuk bereaksi dalam berbagai situasi.
Motif diartikan sebagai sesuatu kekuatan yang terdapat dalam diri organisme,
yang menyebabkan organisme itu bertindak, maka kebutuhan dan keinginan itu
dikatakan motif. Husdarta, dikutip dari Husaeni & Noor (1981), “motif adalah suatu
rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga bagi terjadinya suatu tingkah laku”. “
kemudian Gunarsa (1978), mengemukakan bahwa “motif artinya dorongan atau
kehendak yang menyebabkan seseorang bertingkah laku”. Jadi motif merupakan
suatu pengertian yang meliputi semua penggerak, alasan-alasan atau dorongan dalam
diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Motif bagi manusia merupakan
dorongan, keinginan hasrat yang menjadi penggerak yang berasal dari dalam diri
manusia yang memberi tujuan atau arah kepada tingkah laku manusia.
Termotivasinya seseorang yang berbuat tergantung pada besar kecilnya motif
seseorang. Motivasi disini diartikan sebagai proses yang menggerakan seseorang
hingga berbuat sesuatu.
34
Adanya prestasi dari seorang atlet tidak luput akan adanya sebuah motivasi
dalam diri untuk dapat berprestasi, istilah ini sering disebut dengan motivasi
berprestasi. Banyak para ahli yang mengartikan definisi dari motivasi, seperti
menurut (Krech, 1962; Murray, 1964; Atkinson, 1964; Fernald, 1969; Miller, 1978;
Singer, 1972, 1984; Barelson & Stainer, 1980; dan Good & Brophy, 1990) dapat
dirumuskan sebuah definisi integrative bahwa motivasi adalah “proses aktualisasi
generator penggerak internal didalam diri individu untuk menimbulkan aktivitas,
menjamin kelangsungannya dan menentukan arah atau haluan aktivitas terhadap
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Secara sederhana motivasi sebagai proses psikologis adalah refleksi kekuatan
interaksi antara kognisi, pengalaman dan kebutuhan. Dalam pendidikan jasmani dan
olahraga, Alderman (1974) menyebutkan bahwa tidak ada prestasi tanpa motivasi.
Sedangkan prestasi adalah analgamasi latihan/keterampilan dengan motivasi (Straub,
1978).
Atkinson dalam sebuah artikel (1953), mengatakan bahwa “ the term
motivation refers to the arousal of tendency to act to produce one or more effects”.
Yang berarti motivasi merujuk pada gairah kecenderungan untuk bertindak guna
menghasilkan satu atau lebih efek. Sarlito (2006) mengungkapkan bahwa motivasi
ialah:
35
Sebuah istilah yang lebih umum, yang menunjukkan kepada seluruh proses
gerakan itu, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam
individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau akhir
dari gerakan atau perbuatan.
Sedangkan definisi lain mengenai motivasi menurut Harold (Moekijat, 2004)
menjelaskan bahwa “ motivation refers the drive and effort to satisfy a want or goal”.
Motivasi menunjukkan dorongan atau usaha untuk memenuhi atau memuaskan suatu
kebutuhan atau untuk mencapai suatu tujuan.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sebuah motivasi
tergantung dari besar kecilnya motif sebagai daya penggerak dalam diri seseorang
guna menargetkan prestasi yang ingin diraihnya. Motivasi terjadi akibat adanya motif
dan dorongan dalam diri untuk diaplikasikan kedalam sebuah bentuk usaha dan kerja
kerasnya guna mencapai apa yang menjadi harapannya yakni tercapainya prestasi
maksimal.
Husdarta (2010: 36) menerangkan bahwa prestasi yang tinggi tidak hanya
tegantung pada penguasaan teknik dan taktik saja, tetapi peranan kemantapan jiwa
dalam latihan dan pertandingan ternyata juga ikut menentukan. Prestasi maksimal
dapat dicapai oleh seorang atlet yang benar-benar telah siap untuk berkompetisi
dengan segala kemampuannya. Sejalan dengan ini (Husdarta, dikutip dari muchlas
(2006)) mengemukakan pendapatnya mengenai kesiapan fisik dan psikologis atlet
dalam rangka mencapai prestasi secara maksimal, yakni “ prestasi olahraga tidak
hanya bergantung kepada keterampilan teknis, olahraga dan kesehatan fisik yang
36
dimiliki atlet yang bersangkutan, tetapi juga bergantung pada keadaan psikologis dan
kesehatan mentalnya.
Dalam olahraga kompetitif, pengaruh faktor psikologis pada atlet secara
khusus terlihat ketika atlet itu sedang bertanding. Hal ini dapat dilihat antara lain dari
kuat lemahnya motivasi untuk meraih prestasi dan memenangkan pertandingan.
Secara umum prestasi olahraga dapat diartikan sebagai sukses besar yang
dicapai atlet atau suatu tim, misalnya menjuarai suatu kompetisi, memecahkan rekor,
memenangkan pertandingan perebutan gelar atau pertandingan bergengsi lainnya
(Husdarta, 2010: 37).
37
Download