Polibisnis, Volume 5 No. 2 Oktober 2013 ECONOMIC VALUE ADDED DAN SHAREHOLDER VALUE Idamiharti Dosen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas email: [email protected] ABSTRACT This research is conducted to obtain empirical evidence that there is an influence of Economic Value Added on shareholder value. The sample used in this research is non financial company that listed in Indonesia Stock Exchange (ISE) period 2003 - 2007. A regression analysis is use to test the hypothesis. Hypothetical test results show that Economic Value Added have a positive influence on shareholder value. Keywords: Economic Value Added, Shareholder Value 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Untuk dapat melihat apakah manajer benar-benar telah bekerja untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan penilaian kinerja. Metoda penilaian kinerja ada berbagai macam bentuk, mulai dari analisis rasio keuangan, analisis perbandingan, analisis common size, dan analisis Du Pont. Metoda penilaian kinerja dengan menggunakan data akuntansi seperti yang telah disebutkan sebelumnya, nampaknya belum memasukkan harga saham, meskipun tujuan utama manajemen adalah untuk memaksimalkan kemakmuran pemegang saham (Hanafi, 2004). Oleh karena itu, ahli keuangan mengembangkan konsep baru sebagai pengukur kinerja yang berbasis nilai, seperti Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA). EVA berfokus pada keefektifan manajerial dalam satu tahun tertentu. Melalui metoda EVA, dapat diperkirakan laba ekonomis yang benar-benar diperoleh perusahaan dari kegiatan bisnisnya dalam satu tahun. EVA menggambarkan sisa pendapatan perusahaan setelah dikurangi dengan biaya modal secara keseluruhan. Dengan kata lain, EVA dapat mengukur sampai di mana perusahaan telah meningkatkan nilai bagi pemegang saham. Oleh karena itu, jika manajer berfokus pada EVA, hal ini akan dapat membantu untuk menjamin bahwa manajer beroperasi secara konsisten dalam memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Hasil penghitungan EVA mencerminkan efisiensi internal perusahaan, sehingga melalui hal tersebut dapat dilihat apakah laba operasi perusahaan dapat menutup modal yang digunakan. EVA yang positif menandakan perusahaan berhasil menciptakan nilai (creates value). Kinerja perusahaan yang baik ini akan ditangkap oleh pasar, sehingga pasar memberikan respon positif terhadap kinerja perusahaan. Hal ini akan membuat investor tertarik dan semakin percaya terhadap perusahaan, sehingga harga saham perusahaan naik dan terjadi peningkatan nilai pasar (market value) perusahaan, yang pada akhirnya dapat menciptakan nilai bagi pemegang saham. Sedangkan MVA, menggambarkan perbedaan antara nilai pasar total perusahaan dengan jumlah total modal yang diberikan pemegang saham. Kekayaan pemegang ISSN 1858–3717 1 Polibisnis, Volume 5 No. 2 Oktober 2013 saham dapat dimaksimalkan dengan memaksimalkan perbedaan antara nilai pasar saham perusahaan, dengan jumlah modal saham yang diberikan oleh pemegang saham (Brigham and Ehrhardt, 2005). Atau dengan kata lain, MVA merupakan nilai tambah yang diberikan pasar, yang kuncinya dapat kita lihat melalui harga pasar saham perusahaan (market price). Jika market price lebih besar dari nominal price, maka semakin besar nilai tambah yang diberikan pasar. Shareholder value selain dapat dilihat melalui MVA juga dapat diperhitungkan melalui Created Shareholder Value (CSV). CSV pertama kali dikembangkan oleh Fernandez (2001). Menurut Fernandez (2001) “perusahaan dapat menciptakan nilai bagi pemegang saham ketika return yang didapat oleh pemegang saham melebihi biaya (the required return to equity)”. Antara EVA dan shareholder value terdapat suatu hubungan. Jika dilihat hubungan antara EVA dan MVA, dapat dikatakan bahwa perusahaan yang mempunyai EVA dengan sejarah yang negatif, akan memiliki kemungkinan bahwa nilai MVA perusahaannya juga akan bernilai negatif, begitu sebaliknya jika perusahaan mempunyai EVA dengan sejarah yang positif. Akan tetapi, harga saham sebagai faktor kunci dalam penghitungan MVA lebih bergantung pada harapan kinerja masa datang dibandingkan pada kinerja masa lalu. Oleh karena itu, perusahaan yang memiliki EVA dengan sejarah yang negatif, bisa saja memiliki MVA yang positif, sehingga memberikan harapan perubahan bagi investor di masa datang (Brigham and Ehrhardt, 2005). Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti ingin menguji pengaruh EVA terhadap shareholder value yang diukur melalui MVA dan CSV, khususnya pada perusahaan-perusahaan yang telah go public di Indonesia. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh Economic Value Added (EVA) terhadap shareholder value. 1.3 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian akan semakin memperjelas hubungan antara EVA dengan shareholder value yang diukur melalui MVA dan CSV, sehingga dapat dijadikan sebagai patokan dalam mengukur kinerja perusahaan dan penciptaan nilai bagi pemegang saham. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Economic Value Added (EVA) EVA merupakan indikator tentang adanya penciptaan nilai dari suatu investasi. EVA yang positif menandakan perusahaan berhasil menciptakan nilai bagi pemilik perusahaan, ini sejalan dengan tujuan memaksimumkan nilai perusahaan (Utama, 1997). Suatu survei di Amerika Serikat menemukan bahwa sebagian besar senior eksekutif berbagai perusahaan berpendapat bahwa, penggunaan EVA membuat perusahaan lebih memfokuskan perhatian pada penciptaan nilai perusahaan. Berbeda dengan pengukuran kinerja akuntansi yang tradisional, EVA mencoba mengukur nilai tambah yang dihasilkan suatu perusahaan dengan cara mengurangi beban biaya modal yang timbul sebagai akibat investasi yang dilakukan. EVA merupakan salah satu ukuran kinerja operasional yang pertama kali dipopulerkan oleh Stern Steward Management Service, sebuah perusahaan konsultan dari Amerika Serikat. Stern Steward menghitung EVA sebagai laba operasi setelah pajak dikurangi dengan total biaya modal, dimana total biaya modal dihitung dengan mengalikan tingkat biaya modal dengan total modal yang diinvestasikan. EVA yang ISSN 1858–3717 2 Polibisnis, Volume 5 No. 2 Oktober 2013 positif menandakan bahwa tingkat pengembalian yang dihasilkan melebihi tingkat biaya modal. Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai bagi pemilik modal. EVA secara langsung menunjukkan seberapa besar perusahaan telah menciptakan nilai bagi pemilik modal. EVA yang semakin tinggi akan meningkatkan nilai perusahaan, dan penciptaan nilai ini akan tercermin pada harga saham yang tinggi. EVA sangat bermanfaat digunakan sebagai penilai kinerja perusahaan, dimana fokus penilaian kinerja adalah pada penciptaan nilai. Di Amerika Serikat semakin meluasnya penggunaan EVA terkait dengan semakin meningkatnya kesadaran manajer bahwa tugas mereka adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan serta meningkatkan nilai pemegang saham. Penilaian kinerja dengan menggunakan pendekatan EVA menyebabkan perhatian manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham (Utama dan Cynthia, 2005). Dengan EVA, para manajer akan berpikir dan juga bertindak sebagaimana pemegang saham, yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal, sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimalkan dan menciptakan nilai bagi pemegang saham. Hasil penelitian Lehn dan Makhijd (1996) dalam Utama (1997) meneliti kaitan antara berbagai pengukur kinerja seperti EVA, ROA dan ROE dengan return saham dan menemukan bahwa, EVA mempunyai hubungan yang paling erat dengan return saham. Kelemahan utama pengukur akuntansi tradisional tersebut dibandingkan EVA dalam mengukur penciptaan nilai adalah; bahwa pengukur akuntansi tradisional tersebut mengabaikan adanya biaya modal, sehingga sulit untuk mengetahui apakah suatu perusahaan telah menciptakan nilai atau tidak. Dengan menggunakan EVA, perusahaan juga akan lebih memperhatikan struktur modalnya. EVA secara eksplisit memperhitungkan biaya modal atas ekuitas dan mengakui bahwa, karena lebih tingginya risiko yang dihadapi pemilik ekuitas, besarnya tingkat biaya modal atas ekuitas adalah lebih tinggi daripada tingkat biaya modal atas hutang. Selain itu, EVA juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya modalnya. Dengan demikian, penggunaan EVA akan mendorong para manajer untuk selalu melakukan evaluasi atas tingkat risiko dari proyek yang bersangkutan. Dari berbagai keunggulannya, EVA juga mempunyai beberapa kelemahan sebagaimana yang disebutkan oleh Utama (1997), antara lain “EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu tahun tertentu. Selain itu, secara praktis EVA belum tentu dapat diterapkan dengan mudah karena proses penghitungan EVA memerlukan estimasi atas biaya modal, dan estimasi ini terutama untuk perusahaan yang belum go public sulit untuk dilakukan dengan tepat”. 2.2. Shareholder Value Shareholder value diukur dengan dua cara, yaitu Market Value Added (MVA) dan Created Shareholder Value (CSV). MVA diperkenalkan untuk mengatasi beberapa kelemahan ataupun kritik terhadap EVA. Misalnya, EVA tidak menghitung kesempatan tumbuh yang melekat pada suatu keputusan investasi yang dimiliki perusahaan (Ramezani, Soenen dan Jung, 2002). Metoda MVA menggambarkan perbedaan antara nilai pasar total perusahaan dengan jumlah total modal yang diberikan pemegang saham. Kekayaan pemegang saham dapat dimaksimalkan dengan memaksimalkan perbedaan antara nilai pasar saham perusahaan, dengan jumlah modal saham yang diberikan oleh pemegang saham (Brigham and Ehrhardt, 2005), perbedaan inilah yang disebut dengan MVA. MVA merupakan nilai tambah yang diberikan pasar, yang ISSN 1858–3717 3 Polibisnis, Volume 5 No. 2 Oktober 2013 kuncinya dapat kita lihat melalui harga pasar saham perusahaan (market price). Jika market price lebih besar dari nominal price, maka semakin besar nilai tambah yang diberikan pasar. Pendekatan MVA ini dikembangkan oleh Stern Stewart Management Services, lembaga konsultan manajemen asal Amerika Serikat. Selain dengan metoda MVA, shareholder value dapat diukur pula dengan menggunakan Created Shareholder Value (CSV). CSV merupakan cara baru dalam pengukuran kinerja yang dikembangkan oleh Fernandez (2001). CSV dapat didefinisikan sebagai nilai yang diciptakan perusahaan untuk para pemegang saham, ketika return yang didapatkan pemegang saham melebihi biaya (the required return to equity). Dengan kata lain, perusahaan menciptakan nilai dalam satu tahun ketika menghasilkan kinerja yang melebihi dari apa yang diharapkan. Metoda CSV ini muncul juga untuk mengatasi kritik terhadap metoda EVA dan mencoba semakin memperbaiki metoda pengukuran penciptaan nilai bagi pemegang saham. 2.3 Pengembangan Hipotesis EVA menggambarkan sisa pendapatan perusahaan setelah dikurangi dengan biaya modal secara keseluruhan. Dengan kata lain, EVA dapat mengukur sampai di mana perusahaan telah meningkatkan nilai bagi pemegang saham. Oleh karena itu, jika manajer berfokus pada EVA, hal ini akan dapat membantu untuk menjamin bahwa manajer beroperasi secara konsisten dalam memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Hasil penghitungan EVA mencerminkan efisiensi internal perusahaan, sehingga melalui hal tersebut dapat dilihat apakah laba operasi perusahaan dapat menutup modal yang digunakan. EVA yang positif menandakan perusahaan berhasil menciptakan nilai (creates value). Kinerja perusahaan yang baik ini akan ditangkap oleh pasar, sehingga pasar memberikan respon positif terhadap kinerja perusahaan. Hal ini akan membuat investor tertarik dan semakin percaya terhadap perusahaan, sehingga harga saham perusahaan naik dan terjadi peningkatan nilai pasar (market value) perusahaan, yang pada akhirnya dapat menciptakan nilai bagi pemegang saham, sehingga terdapat hubungan yang positif antara EVA dengan shareholder value. Shareholder value dapat diukur melalui Market Value Added (MVA) dan Created Shareholder Value (CSV). MVA menggambarkan perbedaan antara nilai pasar total perusahaan dengan jumlah total modal yang diberikan pemegang saham. MVA dihitung dengan melihat selisih antara nilai pasar saham perusahaan dengan nilai buku saham. Kekayaan pemegang saham dapat dimaksimalkan dengan memaksimalkan perbedaan antara nilai pasar saham perusahaan dengan jumlah modal saham yang diberikan oleh pemegang saham (Brigham and Ehrhardt, 2005). Atau dengan kata lain, MVA merupakan nilai tambah yang diberikan pasar, yang kuncinya dapat kita lihat melalui harga pasar saham perusahaan (market price). Antara EVA dan MVA terdapat suatu hubungan. Jika perusahaan mempunyai EVA dengan sejarah yang negatif, maka terdapat kemungkinan bahwa MVA juga akan bernilai negatif, begitu sebaliknya jika perusahaan mempunyai EVA dengan sejarah yang positif. EVA yang positif menandakan perusahaan berhasil menciptakan nilai (creates values), dan ini tentunya diharapkan dapat menciptakan nilai bagi pemegang saham, atau dengan kata lain menyebabkan MVA bernilai positif juga. Akan tetapi, harga saham sebagai faktor kunci dalam penghitungan MVA lebih bergantung pada harapan kinerja masa datang dibandingkan pada kinerja masa lalu. Oleh karena itu, perusahaan yang memiliki EVA dengan sejarah yang negatif bisa saja memiliki MVA yang positif (Brigham and Ehrhardt, 2005). Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan masih banyak pertentangan hasil mengenai pengaruh EVA terhadap MVA. Menurut Stern (2004) “ EVA ISSN 1858–3717 4 Polibisnis, Volume 5 No. 2 Oktober 2013 berpengaruh positif terhadap MVA”. Chen dan Dodd (1997), Bhatnagar dan Sekhar (2001) dalam Irala dan Reddy (2006) menemukan bahwa, peningkatan EVA berhubungan dengan return saham yang tinggi dan merupakan variabel yang konsisten dalam menentukan perubahan MVA. Ghanbari dan More (2007) menemukan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara EVA terhadap MVA, hasil penelitian mereka ini mendukung hasil penelitian Stern Stewart Management Services selaku lembaga yang mengembangkan pengukuran EVA dan MVA. Ramana (2005), Kramer dan Peters (2001) menemukan hasil yang sebaliknya, bahwa EVA bukanlah pengukuran yang lebih baik dibandingkan pengukuran tradisional dalam menjelaskan hubungan dengan MVA. Kyriazis dan Anastassis (2007) juga menemukan hubungan yang negatif antara EVA dan MVA. Selain itu, Fernandez (2001) menemukan hasil bahwa, korelasi antara peningkatan MVA tiap tahun dan Net Operating Profit After Taxes (NOPAT) lebih besar dibandingkan korelasi antara peningkatan MVA tiap tahun dan EVA. Selain dengan metoda MVA, shareholder value juga dapat diukur dengan menggunakan Created Shareholder Value (CSV). Yang dimaksud dengan CSV adalah nilai yang diciptakan perusahaan untuk para pemegang saham, ketika return yang didapatkan pemegang saham melebihi biaya (the required return to equity). CSV ini merupakan cara baru dalam pengukuran kinerja yang dikembangkan oleh Fernandez (2001). Salah satu peneliti yang telah menggunakan CSV dalam memperhitungkan market value adalah Mir dan Seboui (2008). Mir dan Seboui (2008) meneliti apakah EVA merupakan nilai yang relevan dalam menjelaskan CSV. Dari hasil penelitian mereka tersebut, didapatkan hasil penelitian yang sama dengan Fernandez (2001), bahwa EVA bukanlah nilai yang relevan dalam menjelaskan CSV dan MVA. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibangun hipotesis bahwa: Hipotesis 1: Economic Value Added berpengaruh terhadap shareholder value. Adapun kerangka penelitian dapat dilihat pada gambar 1 berikut: Shareholder Value EVA Gambar 2.1 Kerangka Penelitian 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sample Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sampel penelitian adalah perusahaan nonkeuangan yang terdapat dalam populasi. Metoda pengambilan sampel adalah purposive sampling, dengan kriteria sampel adalah sebagai berikut: a. Perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di BEI selama lima tahun terakhir, yaitu mulai tahun 2003 sampai dengan 2007 dan ada di setiap tahun. b. Perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan yang berakhir pada tanggal 31 Desember selama perioda pengamatan. c. Laporan keuangan dinyatakan dalam mata uang rupiah. d. Memiliki semua data yang digunakan untuk menghitung variabel yang menjadi fokus dalam penelitian ini. ISSN 1858–3717 5 Polibisnis, Volume 5 No. 2 Oktober 2013 3.2 Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan dari database BEI berupa Laporan Tahunan perusahaan yang terdaftar di BEI, dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan data dari OSIRIS. 3.3 Operasional Variabel 3.3.1 Economic Value Added (EVA) EVA merupakan variabel independen dalam penelitian ini. EVA menggambarkan sisa pendapatan perusahaan setelah dikurangi dengan biaya modal secara keseluruhan. Berbeda dengan pengukuran kinerja akuntansi yang tradisional (seperti ROE), EVA mencoba mengukur nilai tambah yang dihasilkan suatu perusahaan, dengan cara mengurangi biaya modal (cost of capital) yang timbul sebagai akibat investasi yang dilakukan. Dengan kata lain, EVA dapat mengukur sampai di mana perusahaan telah meningkatkan nilai bagi pemegang saham. Pendekatan EVA dikembangkan oleh lembaga konsultan manajemen asal Amerika Serikat yang bernama Stern Stewart Management Services pada pertengahan tahun 1990-an. Definisi operasi EVA adalah sebagai berikut: EVA = NOPAT – Biaya Modal NOPAT Biaya Modal WACC Biaya hutang (kd*) kd Biaya modal saham (ke) Notasi: EVA NOPAT EBIT WACC krf km β = EBIT(1- Pajak) = Total Modal Yang Diinvestasikan x WACC = (biaya hutang x proporsi hutang) + (biaya modal saham x proporsi modal saham) = kd (1-Pajak) BiayaBungaTahunan = TotalHu tan g = krf + (km-krf) β = Economic Value Added. = Net Operating Profit After Taxes. = Earnings Before Interest & Taxes. = Weighted Average Cost of Capital. = tingkat suku bunga bebas risiko yang diukur dengan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). = tingkat return harapan dalam pasar saham. = koefisien beta saham yang digunakan sebagai indeks risiko untuk saham perusahaan. 3.3.2 Shareholder Value (SV) Shareholder value merupakan variabel dependen dalam penelitian ini. Shareholder value diukur dengan dua pendekatan, yaitu Market Value Added (MVA) dan Created Shareholder Value (CSV). 1. Market Value Added (MVA) MVA merupakan nilai tambah yang diberikan pasar, yang kuncinya dapat kita lihat melalui harga pasar saham perusahaan (market price). Hasil yang didapatkan dari ISSN 1858–3717 6 Polibisnis, Volume 5 No. 2 Oktober 2013 penghitungan MVA, menggambarkan perbedaan antara nilai pasar total perusahaan dengan jumlah total modal yang diberikan pemegang saham. Kekayaan pemegang saham dapat dimaksimalkan dengan memaksimalkan perbedaan antara nilai pasar saham perusahaan, dengan jumlah modal saham yang diberikan oleh pemegang saham (Brigham and Ehrhardt, 2005). Atau dengan kata lain, perbedaan inilah yang disebut dengan MVA. Pendekatan MVA ini juga dikembangkan oleh Stern Stewart Management Services, lembaga konsultan manajemen asal Amerika Serikat. Definisi operasi MVA adalah: MVA = Nilai Pasar Saham – Nilai Buku Saham Nilai Pasar Saham = jumlah saham yang beredar x harga saham 2. Created Shareholder Value (CSV) CSV merupakan cara baru dalam pengukuran kinerja yang dikembangkan oleh Fernandez (2001). CSV dapat didefinisikan sebagai nilai yang diciptakan perusahaan untuk para pemegang saham, ketika return yang didapatkan pemegang saham melebihi biaya (the required return to equity). Definisi operasi CSV menurut rumus yang dikembangkan oleh Fernandez (2001), yaitu: CSV = Shareholder Value Added – (Equity market value x ke) SVA = Increase of equity market value Equity market value ke = Increase of equity market value – payments from shareholders + dividends + repurchases – conversions Equity market valuet – Equity market valuet-1 = jumlah lembar saham x harga saham = biaya modal = krf + (km-krf) β Notasi: SVA krf km β = Shareholder Value Added = tingkat suku bunga bebas risiko yang diukur dengan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). = tingkat return harapan dalam pasar saham. = koefisien beta saham yang digunakan sebagai indeks risiko untuk saham perusahaan. 3.3.3 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan variabel kontrol dalam penelitian ini. Ukuran perusahaan diukur dengan logaritma total aset yang dimiliki perusahaan. Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Semakin besar perusahaan, semakin besar nilai perusahaan (Herawaty, 2008). Perusahaan besar mempunyai kecenderungan melakukan tindakan manajemen laba lebih kecil dibandingkan perusahaan yang ukurannya lebih kecil. 3.3.4 Leverage Perusahaan Leverage perusahaan merupakan variabel kontrol dalam penelitian ini. Leverage merupakan total hutang dibagi dengan total aset. Menurut penelitian Siallagan dan Machfoedz (2006) dalam Rachmawati dan Triatmoko (2007) menyatakan bahwa ISSN 1858–3717 7 Polibisnis, Volume 5 No. 2 Oktober 2013 leverage dapat mengurangi konflik kepentingan antara manajer, pemilik maupun bondholders. Perusahaan yang memiliki leverage yang besar dapat menurunkan nilai perusahaan (Rachmawati dan Triatmoko, 2007). 3.4 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis Hipotesis 1 diuji dengan menggunakan persamaan: SVi,t = a0 + a1EVAi,t + a2LogASSTi,t + a3LEVi,t + εi,t Notasi: SVi,t = Shareholder Value perusahaan i pada tahun t, yang diukur dengan Market Value Added (MVA) dan Created Shareholder Value (CSV). a0 = konstan model a1 = pengukuran nilai relevan EVA. EVAi,t = Economic Value Added perusahaan i pada tahun t. ASSTi,t = ukuran perusahaan yang diukur dengan logaritma total aset di perusahaan i pada tahun t, merupakan variabel kontrol. LEVi,t = leverage perusahaan yang diukur dengan membagi total hutang per total asset di perusahaan i pada tahun t, merupakan variabel kontrol. εi,t = kesalahan residu Hipotesis 1 akan terdukung bila a1 signifikan. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang terdaftar di BEI. Sampelnya adalah perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di BEI yang datanya tersedia untuk menghitung variabel-variabel yang diuji dalam penelitian ini. Periode penelitian adalah dari tahun 2003 sampai dengan 2007. Tabel 4.1 Pemilihan Sampel Penelitian Keterangan Perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2003 – 2007 Perusahaan keuangan Perusahaan yang datanya tidak lengkap atau dinyatakan dalam dolar Total perusahaan yang dijadikan sampel Total observasi Jumlah Perusahaan/Tahun 2007 2006 2005 2004 2003 300 300 300 300 300 (50) (10) (50) (10) (50) (10) (50) (10) (50) (10) 240 240 240 240 240 1200 Perusahaan yang terdaftar di BEI selama tahun tersebut sebanyak 300 perusahaan. Dari 300 perusahaan yang terdaftar, dikeluarkan dari sampel sebanyak 50 yang berasal dari perusahaan keuangan (perbankan, perusahaan kredit selain bank, perusahaan sekuritas dan perusahaan asuransi). Dari 250 perusahaan nonkeuangan yang dijadikan sampel tersebut, 10 perusahaan datanya tidak lengkap atau dinyatakan dalam dolar, sehingga harus dikeluarkan dari sampel. Dengan demikian yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah 240 perusahaan selama 5 tahun pengamatan ISSN 1858–3717 8 Polibisnis, Volume 5 No. 2 Oktober 2013 dengan total observasi 1200. Pemilihan sampel secara ringkas dapat dilihat pada tabel 4.1. 4.2 Statistik Deskriptif Sebelum melakukan uji hipotesis maka akan dilihat terlebih dahulu statistik deskriptif setiap variabel yang diuji dalam penelitian ini. Statistik deskriptif variabel yang menjadi fokus penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini: Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Variabel N EVA MVA CSV LOGASST LEV 1200 1200 1200 1200 1200 Minimum -1679.1012 -1506.1012 -3671.1012 5,027 7,389 Maksimum 6644.1012 1049.1012 2873.1011 13,315 5037,053 Mean 5985.109 -6180.106 -6319.109 10,532 12,735 Deviasi Standar 2351.1011 8412.1010 1174.1011 1,870 196,298 Tabel 4.2 memperlihatkan nilai mean EVA dari sampel yang diobservasi adalah 5985.109. Nilai tertinggi EVA adalah 6644.1012 sedangkan nilai terendah adalah 1679.1012 dengan deviasi standar sebesar 2351.1011. Dari data tersebut terlihat bahwa nilai terendah EVA perusahaan bernilai negatif yang menandakan bahwa perusahaan memiliki total biaya modal yang lebih besar dibandingkan laba operasi setelah pajak atau dengan kata lain perusahaan tidak dapat menciptakan nilai tambah ekonomis. Nilai mean MVA dari sampel yang diobservasi adalah -6180.106. Nilai tertinggi MVA adalah 1049.1012 sedangkan nilai terendah adalah -1506.1012 dengan deviasi standar sebesar 8412.1010. Nilai mean MVA yang bertanda negatif menunjukkan bahwa rata-rata sampel yang diobservasi memiliki total modal saham yang lebih besar dibandingkan nilai pasar saham perusahaan atau dengan kata lain rata-rata sampel yang diobservasi tidak dapat menciptakan nilai bagi pemegang saham. Nilai mean CSV dari sampel yang diobservasi adalah -6319.109. Nilai tertinggi CSV adalah 2873.1011 sedangkan nilai terendah adalah -3671.1012 dengan deviasi standar sebesar 1174.1011. Nilai mean CSV yang bertanda negatif juga menunjukkan bahwa rata-rata sampel yang diobservasi dalam penelitian memiliki biaya yang lebih besar dibandingkan return yang diberikan kepada pemegang saham atau dengan kata lain rata-rata sampel yang diobservasi dalam penelitian ini tidak dapat menciptakan nilai bagi pemegang saham. 4.3 Pengujian Asumsi Klasik Pengujian atas hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi biasa dan analisis regresi berjenjang. Teknik estimasi variabel dependen yang melandasi analisis regresi disebut Ordinary Least Squares (OLS). Menurut Gujarati (2003), terdapat sepuluh asumsi utama yang mendasari model regresi linier klasik dengan menggunakan model OLS. Dari sepuluh asumsi tersebut, terdapat 4 asumsi yang penting untuk diperhatikan, yaitu normalitas, heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, hanya asumsi multikolinearitas yang terpenuhi dalam model regresi penelitian ini. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dilakukan transformasi logaritma terhadap variabel dependen dan independen sehingga persamaan regresi untuk hipotesis pertama menjadi: ISSN 1858–3717 9 Polibisnis, Volume 5 No. 2 Oktober 2013 LogSVi,t = a0 + a1LogEVAi,t + a2LogASSTi,t + a3LogLEVi,t + εi,t A. Uji Normalitas Pengujian normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menguji distribusi residual masing-masing model regresi dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas N Normal Parameters (a,b) Mean Std. Dev. Absolute Most Extreme Differences Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) LogMVA 1200 0,000 0,792 0,062 0,053 -0,062 1,166 0,132 LogCSV 1200 0,000 0,859 0,053 0,045 -0,053 0,818 0,514 Besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov untuk model regresi ini secara berturutturut adalah 1,166 dan 0,818, dengan tingkat signifikansi secara berurutan sebesar 0,132 dan 0,514. Hal ini berarti bahwa residual kedua model regresi terdistribusi secara normal. B. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastis atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas pada penelitian ini dilakukan dengan uji Park. Tabel 4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas LogMVA t Sig. LogCSV t Sig. C -2,095 0,037 -2,700 0,007 LogEVA 0,472 0,637 1,931 0,055 LogASST LogLEV 1,277 0,094 0,202 0,925 0,824 0,603 0,411 0,547 Variabel Dependen: LNU1 Hasil Uji Park (Tabel 4.4) dilakukan dengan cara mengkuadratkan nilai residual, kemudian melakukan logaritma natural atas kuadrat residual tersebut. Logaritma kuadrat residual kemudian diregres terhadap variabel independen. Apabila koefisien parameter beta dari persamaan regresi tersebut signifikan secara statistik menunjukkan data model empiris yang diestimasi terdapat heteroskedastisitas, dan sebaliknya jika parameter beta tidak signifikan secara statistik maka asumsi homoskedastisitas pada data model tersebut tidak dapat ditolak (Ghozali, 2009). Berdasarkan hasil pengujian, tidak satupun koefisien parameter beta hasil regresi antara logaritma kuadrat residual ISSN 1858–3717 10 Polibisnis, Volume 5 No. 2 Oktober 2013 dengan variabel independen yang signifikan, sehingga tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model regresi penelitian ini. C. Uji Multikolinearitas Salah satu asumsi model regresi linear adalah bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas antara variabel independen yang masuk dalam model penelitian. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya masalah multikolinearitas adalah dengan melihat VIF dan tolerance. Bila nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance diatas 0,10, maka tidak terdapat gejala multikolinearitas yang berbahaya dan begitu pula sebaliknya. Dari hasil pengujian diperoleh hasil bahwa nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance diatas 0,10, sehingga semua variabel dalam model tersebut tidak terkena masalah multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 5 berikut: Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinearitas LogMVA Tolerance VIF LogEVA 0,938 1,066 LogASST LogLEV 0,945 0,992 1,058 1,008 LogCSV Tolerance VIF 0,927 1,078 0,932 0,994 1,073 1,006 D. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada perioda t dengan kesalahan pengganggu pada perioda t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Pengujian autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Runs Test, yaitu menguji residual masing-masing model regresi. Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi Test Value(a) Cases < Test Value Cases >= Test Value Total Cases Number of Runs Z Asymp. Sig. (2-tailed) Log MVA 0,09178 600 600 1200 215 -0,776 0,438 LogCSV 0,08015 600 600 1200 195 -1,164 0,244 Berdasarkan hasil pengujian, nilai test untuk model regresi secara berturut-turut adalah -0,776 dan -1,164 dengan probabilitas 0,438 dan 0,244. Dengan demikian hasil uji Runs pada model regresi tidak signifikan pada 0,05 yang berarti bahwa residual random atau tidak terjadi autokorelasi antar nilai residual. Hasil Runs Test dapat dilihat pada tabel 4.6. 4.3. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi biasa. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat signifikansi statistis masingmasing variabel independen. Hasil pengujian regresi dapat dilihat pada tabel 4.7. ISSN 1858–3717 11 Polibisnis, Volume 5 No. 2 Oktober 2013 Hipotesis 1 menguji pengaruh EVA terhadap shareholder value yang diukur dengan menggunakan MVA dan CSV. Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H1: Economic Value Added berpengaruh terhadap shareholder value. Tabel 4.7 Hasil Pengujian Hipotesis Variabel Dependen: Log MVA Variabel Independen: Koefisien (t stat) C 6,749 (12,260)* LogEVA 0,540 (12,419)* 0,085 LogASST (4,456)* -0,302 LogLEV (-2,825)* 0,379 R2 2 R sesuaian 0,374 F 71,615 Sig. 0,000 Log CSV Koefisien (t stat) 7,901 (10,973)* 0,401 (7,330)* 0,087 (3,185)* 0,019 (0,172) 0,258 0,248 27,336 0,000 Ket: * signifikan 1%, ** signifikan 5%, *** signifikan 10%. Berdasarkan tabel 4.7 di atas terlihat nilai uji F pada sebesar 71,615 untuk variabel dependen MVA dan 27,336 untuk variabel dependen CSV dengan nilai p sebesar 0,000. Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan regresional antara variabel independen dengan variabel dependen, sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan regresional antara EVA dengan shareholder value. Nilai R2 sesuaian (Adjusted R2) sebesar 37,4% dan 24,8%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel shareholder value yang diukur dengan MVA dan CSV berturut-turut mampu dijelaskan oleh variabel independen sebesar 37,4% dan 24,8%, sedangkan sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model. Pengaruh EVA terhadap shareholder value secara statistis signifikan pada alfa 1%. Hal ini ditunjukkan melalui nilai t 12,419 dan t 7,330 dengan signifikansi 0,000. Koefisien hubungan EVA dengan shareholder value bernilai positif 0,540 untuk MVA dan 0,401 untuk CSV, artinya setiap kenaikan EVA 1% akan meningkatkan MVA 0,540% dan CSV 0,401%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi EVA maka semakin tinggi shareholder value. Berdasarkan pengujian hipotesis di atas menunjukkan bahwa hipotesis pertama terdukung secara statistis. Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan semakin tinggi nilai EVA maka semakin tinggi shareholder value. Hasil penelitian ini konsisten dengan Stern (2004) yang menyatakan bahwa EVA berpengaruh positif terhadap MVA. Selain itu penelitian ini juga mendukung hasil temuan Ghanbari dan More (2007) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara EVA terhadap MVA, hasil penelitian mereka ini mendukung hasil penelitian Stern Stewart Management Services selaku lembaga yang mengembangkan pengukuran EVA dan MVA. Hasil ini menunjukkan bahwa kinerja baik yang dihasilkan oleh perusahaan akan ditangkap oleh pasar, sehingga pasar memberikan respon positif terhadap kinerja perusahaan. Hal ini akan membuat investor tertarik dan semakin percaya terhadap perusahaan, sehingga ISSN 1858–3717 12 Polibisnis, Volume 5 No. 2 Oktober 2013 harga saham perusahaan naik dan terjadi peningkatan nilai pasar (market value) perusahaan, yang pada akhirnya dapat menciptakan nilai bagi pemegang saham, sehingga terdapat hubungan yang positif antara EVA dengan shareholder value. Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil Fernandez (2001) yang menyatakan bahwa EVA bukanlah nilai yang relevan dalam menjelaskan CSV dan MVA. Menurut Fernandez, nilai yang didapat oleh pemegang saham tidak dapat ditentukan melalui nilai EVA yang diperoleh perusahaan. Perbedaan hasil ini salah satunya disebabkan karena tujuan Fernandez (2001) memunculkan metoda CSV sebagai salah satu metoda dalam mengukur shareholder value adalah untuk mengatasi kritik terhadap metoda EVA. Ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol yang diukur melalui logaritma total asset, mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap shareholder value. Hal ini menandakan bahwa semakin besar perusahaan maka semakin besar pula shareholder value. Temuan ini mendukung penelitian Herawaty (2008) yang menyatakan bahwa semakin besar perusahaan, semakin besar nilai perusahaan. Sedangkan leverage perusahaan sebagai variabel kontrol hanya berpengaruh signifikan terhadap shareholder value yang diukur dengan metoda MVA. Koefisien leverage menunjukkan tanda negatif yang berarti semakin besar hutang perusahaan maka semakin kecil shareholder value. Temuan ini mendukung hasil penelitian Rachmawati dan Triatmoko (2007) yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki leverage yang besar dapat menurunkan nilai perusahaan. 5. SIMPULAN Berdasarkan dari hasil penelitian dapat dismpulkan bahwa terdapat bukti yang mendukung bahwa Economic Value Added (EVA) berpengaruh positif terhadap shareholder value atau dengan kata lain semakin tinggi EVA maka semakin tinggi pula shareholder value. Ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol berpengaruh positif terhadap shareholder value. Artinya semakin besar perusahaan semakin besar shareholder value. Sedangkan leverage sebagai variabel kontrol kedua memperlihatkan pengaruh negatif terhadap shareholder value yang diukur dengan menggunakan metoda MVA. Artinya semakin besar hutang perusahaan semakin kecil shareholder value. DAFTAR PUSTAKA Brigham, Eugene F., and Michael C. Ehrhardt. 2005. Financial Management: Theory and Practice. Thomson-South Western, 11th edition. Chen, S., and L. Dodd. 2001. Operating Income, Residual Income and EVA: Which Metric is More Value Relevant?. Journal of Managerial Issues 13 (1), pp 65-86. Fernandez, Pablo. 2001. EVA and Cash Value Added Do Not Measure Shareholder Value Creation. Working Paper, SSRN, Rochester, New York. Ghanbari, A.M., and V.S. More. 2007. The Relationship Between EVA and MVA: An Empirical Analysis in Indian Automobile Industry. The Icfai Journal of Accounting Research 6 (3), pp 7-22. Ghozali, I. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, cetakan IV. Gujarati, D.N. 2003. Basic Econometrics. New York: McGraw-Hill Companies, International Edition, 4th edition. Hanafi, Mamduh M. 2004. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE, edisi 1. ISSN 1858–3717 13 Polibisnis, Volume 5 No. 2 Oktober 2013 Herawaty, V. 2008. Peran Praktek Corporate Governance sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management terhadap Nilai Perusahaan. Makalah Simposium Nasional Akuntansi XI. Kramer, J.K., and J.R. Peters. 2001. An Interindustry Analysis of Economic Value Added as a Proxy for Market Value Added. Journal of Applied Finance, pp 41-50. Mir, Ali E., and S. Seboui. 2006. Corporate Governance and Earnings Management and the Relationship Between EVA and Created Shareholder Value. Journal of Asset Management 7 (3/4), pp 242-254. . 2008. Corporate Governance and the Relationship Between EVA and Created Shareholder Value. Corporate Governance 8 (1), pp 46-58. Rachmawati, A., dan H. Triatmoko. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Makalah Simposium Nasional Akuntansi X. Ramezani, C.A., L. Soenen, and A. Jung. 2002. Growth, Corporate Profitability, and Value Creation. Financial Analysts Journal, pp 56-66. Stern, Joel. 2004. Corporate Governance, EVA and Shareholder Value. Journal of Applied Corporate Finance 16 (2/3), pp 91-99. Utama, S. 1997. EVA: Pengukur Penciptaan Nilai Perusahaan. Usahawan No.4. dan A. Cynthia. 2005. Praktek Corporate Governance dan Penciptaan Nilai Perusahaan: Studi Empiris di BEJ. Usahawan No.8 Th XXXIV. ISSN 1858–3717 14