BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Umum Dalam teori umum

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Teori Umum
Dalam teori umum, penulis menyajikan teori-teori umum yang berkaitan
dengan penulisan skripsi ini.
2.1.1 Definisi Sistem Informasi
Menurut Connolly & Begg (2010:312), sistem informasi adalah
sumber yang memungkinkan pengumpulan, pengaturan, pengendalian
dan penyebaran informasi melalui sebuah organisasi.
Menurut Laudon & Laudon (2010:46), sistem informasi adalah
sebuah
satu
kesatuan
dari
komponen-komponen
yang
saling
berhubungan untuk mengumpulkan atau mengambil, memproses,
menyimpan,
dan
mendistribusi
informasi
untuk
mendukung
pengambilan keputusan dan pengendalian didalam sebuah organisasi.
Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan sistem informasi
adalah kesatuan komponen yang saling berhubungan untuk memperoleh
informasi dan informasi tersebut akan digunakan untuk mendukung
pengambilan keputusan dan bisa juga digunakan untuk keperluan lain
didalam organisasi tersebut.
2.1.2 Pemasaran
Menurut Kotler & Armstrong (2010:29), pemasaran merupakan
proses dimana perusahaan membuat nilai untuk pelanggan dan
membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dalam rangka
untuk mendapatkan nilai dari pelanggan sebagai imbalannya.
Memahami pasar dan kebutuhan palanggan sebagai pemasar kita
harus memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan dan pasar dimana
mereka beroperasi. Berikut merupakan 5 konsep inti pelanggan dan
pasar :
1. Kebutuhan, keinginan, dan permintaan.
2. Penawaran pemasaran (produk, jasa, dan pengalaman).
3. Nilai dan kepuasan.
9
10
4. Pertukaran dan hubungan.
5. Pasar.
2.1.2.1 Definisi Pemasaran
Menurut Chaffey (2011:386), pemasaran merupakan
proses
manajemen
yang
bertanggung
jawab
untuk
mengidentifikasi, mengantisipasi, dan memuaskan pelanggan
yang dibutuhkan untuk keuntungan.
Menurut Hanafie (2010:205), pemasaran (tata niaga =
distribusi marketing) merupakan kegiatan ekonomi yang
berfungsi membawa atau menyampaikan barang dan jasa dari
produsen ke konsumen. Pemasaran juga dapat diartikan
sebagai proses sosial dan manajerial yang dalam hal ini
individu atau kelompok mendapatkan kebutuhan dan
keinginan
dengan
menciptakan,
menawarkan
dan
menukarkan produk yang bernilai satu sama lain.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pemasaran adalah sebuah usaha dan proses bagaimana
memuaskan kebutuhan konsumen agar dapat memaksimalkan
laba bagi pemegang saham dan menciptakan keunggulan
kompetitif.
2.1.2.2 Strategi Pemasaran
Kotler & Armstrong (2010:72), menuliskan bahwa
strategi pemasaran merupakan logika pemasaran dimana
perusahaan berharap untuk menciptakan nilai pelanggan dan
mencapai hubungan yang saling menguntungkan. Perusahaan
memutuskan pelanggan mana yang akan dilayani oleh
perusahaan (segmentasi dan penargetan) dan bagaimana
perusahaan akan melayani pelanggan (diferensiasi dan
penempatan posisi).
1. Segmentasi Pasar (Market Segmentation)
Dalam hal ini, perusahaan membagi pasar menjadi
kelompok
pembeli
yang
berbeda-beda
yang
11
memiliki kebutuhan, karakteristik, tingkah laku
yang berbeda dan mungkin membutuhkan produk
atau program pemasaran yang terpisah. Segmentasi
pasar terdiri dari pelanggan yang menanggapi
dengan
cara
yang
sama
untuk
memberikan
serangkaian usaha pemasaran.
2. Penargetan Pasar (Market Targeting)
Setelah
perusahaan
mendefinisikan
segmen
pasarnya, perusahaan tersebut dapat masuk kesatu
atau banyak segmen tersebut. Penargetan pasar
melibatkan evaluasi ketertarikan dari tiap segmen
pasar dan memilih satu atau lebih segmen pasar
untuk dimasuki. Perusahaan harus menargetkan
segmennya
dimana
menghasilkan
segmen
keuntungan
tersebut
nilai
dapat
pelanggan
terbaiknya dan kelangsungannya dari waktu ke
waktu.
3. Diferensiasi
dan
Penempatan
Pasar
(Market
Differentiation and Positioning)
Setelah perusahaan menentukan segmen pasar mana
yang mau dimasuki, perusahaan harus memutuskan
bagaimana perusahaan akan mendiferensiasikan
penawaran pasar mereka untuk setiap target segmen
posisi apa yang diinginkan oleh perusahaan didalam
segmen
tersebut.
Penempatan
pasar
adalah
mengatur produk menempati tempat yang jelas,
khas, dan diharapkan untuk berkompetisi didalam
pikiran
dari
pelanggan
yang
ditargetkan.
Penempatan pasar yang efektif dimulai dengan
diferensiasi. Diferensiasi yang dimaksud adalah
pembedaan penawaran pasar perusahaan sehingga
memberikan nilai konsumen yang lebih.
12
2.1.2.3 Bauran Pemasaran
Menurut Kotler & Amstrong (2010:51), pengertian
bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang
digunakan perusahaan untuk mendapatkan respon dalam
target pasar.
Ada empat variabel dalam kegiatan bauran pemasaran
yaitu sebagai berikut:
1. Produk merupakan kombinasi barang dan jasa
perusahaan yang ditawarkan ke target pasar.
2. Harga adalah jumlah dari uang yang harus
dibayarkan pelanggan untuk mendapatkan barang.
3. Tempat
meliputi
menyediakan
kegiatan
produk
perusahaan
untuk
yang
menargetkan
pelanggan.
4. Promosi
adalah
aktivitas
mengkomunikasikan
produk dan membujuk pelanggan sasaran untuk
membelinya.
Gambar 2.1 Rincian Bauran Pemasaran
(Sumber: Kotler & Amstrong, 2010:52)
13
Dari uraian definisi di atas, semua pengertian bauran
pemasaran akan berkaitan dengan seperangkat alat pemasaran
yang digunakan perusahaan dimana alat pemasaran yang
dimaksud adalah 4P yakni product, place, price, dan
promotion. Dengan menggunakan keempat unsur bauran
pemasaran
tersebut
maka
perusahaan
akan
memiliki
keunggulan kompetitif dari pesaing karena dengan penerapan
bauran pemasaran yang efektif dan efisien maka keputusan
pembelian konsumen pun akan lebih memilih kepada produk
perusahaan.
2.1.3 Marketing
Menurut Kotler & Keller (2009:5), marketing (pemasaran) adalah
mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial.
Manajemen pemasaran (marketing management) sebagai seni dan ilmu
memilih
pasar
sasaran
dan
meraih,
mempertahankan,
serta
menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan, dan
mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.
2.1.4 E-Marketing
Menurut
penggunaan
Strauss
teknologi
&
Frost
(2009:6),
informasi
dalam
e-Marketing
proses
adalah
membuat,
berkomunikasi, dan memberikan nilai (value) kepada pelanggan
e-Marketing mempengaruhi pemasaran tradisional dalam dua cara.
Pertama, e-Marketing meningkatkan efisiensi dalam fungsi pemasaran
tradisional. Kedua, teknologi dari e-Marketing merubah banyak strategi
pemasaran. Hasil perubahan dalam model bisnis baru ini dapat
menambah nilai (value) pelanggan dan meningkatkan keuntungan
perusahaan.
Menurut Chaffey (2011:388), e-Marketing adalah suatu proses
pemasaran yang menggunakan media elektronik seperti internet yang
digunakan
untuk
mencapai
tujuan,
perlu
adanya
perencanaan
e-Marketing yang merupakan sebuah rencana untuk mencapai tujuan
pemasaran dari strategi e-business.
14
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa e-Marketing adalah
suatu proses penawaran barang atau jasa, baik dalam proses pemberian
informasi, promosi, maupun pemasaran, yang seluruhnya dilakukan
melalui media internet.
2.2
Teori-Teori Khusus
2.2.1 Metode Penelitian
Menurut Sekaran (2010:1), penelitian adalah proses dari
pencarian solusi untuk suatu masalah setelah melalui studi dan analisis
faktor-faktor situasional.
Menurut Sugiyono (2013:2), metode penelitian pada dasarnya
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci
yang perlu diperhatikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan.
Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri
keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti
kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal,
sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara
yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang
lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan.
Sistematis artinya, proses yang digunakan dalam penelitian itu
menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
2.2.1.1 Jenis-Jenis Penelitian
Menurut Sekaran (2010:5), penelitian dapat didasarkan
pada dua tujuan yang berbeda, yaitu :
1. Applied
research
adalah
penelitian
untuk
memecahkan sebuah masalah yang dihadapi oleh
manager dalam lingkungan kerja, dan mecari solusi
sesuai dengan tepat waktu.
2. Basic
research
menghasilkan
adalah
pengetahuan
penelitian
dengan
untuk
mencoba
memahami bagaimana beberapa masalah yang
terjadi di organisasi dapat dipecahkan.
15
2.2.1.2 Pengertian Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
Menurut Sugiyono (2013:7), terdapat dua metode yaitu
metode kuantitatif dan metode kualitatif.
a. Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional,
karena metode ini sudah cukup lama digunakan
sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk
penelitian. Metode ini disebut sebagai metode
positivistik karena berlandaskan pada filsafat
positivisme.
Metode
ini
sebagai
metode
ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidahkaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, obyektif,
terukur, rasional, dan sistematis.
b. Metode penelitian kualitatif dinamakan sebagai
metode baru, karena popularitasnya belum lama,
dinamakan
metode
postpositivistik
karena
berlandaskan pada filsafat positifisme. Metode ini
disebut juga sebagai metode artistik, karena proses
penelitian lebih bersifat seni (kurang terpola), dan
disebut sebagai metode interpretive karena data
hasil
penelitian
lebih
berkenaan
dengan
interprestasi terhadap data yang di temukan di
lapangan.
2.2.2 Variabel Penelitian
Menurut Sekaran (2010:69), variabel penelitian adalah apa saja
yang dapat menyebabkan perbedaan atau nilai yang berbeda-beda. Nilai
dapat berbeda pada berbagai waktu untuk objek atau orang yang sama,
atau pada waktu yang sama untuk objek atau orang yang berbeda.
Menurut Sekaran (2010:70), ada 4 macam-macam variabel
penelitian, yaitu :
1. Dependent variable
Dependent variable adalah variabel dari ketertarikan dasar
untuk peneliti. Tujuan para peneliti adalah mengerti dan
16
mendeskripsikan variable dependen atau untuk menjelaskan
variabilitas atau memprediksikannya.
2. Independent variable
Independent variable adalah suatu yang mempengaruhi
dependent variable baik pada cara positif atau negatif.
3. Moderating variable
Moderating
variable
adalah
suatu
yang
memperkuat
hubungan antara independent variable dan dependent
variable.
4. Mediating variable
Mediating variable atau intervening variable adalah suatu
yang timbul diantara waktu dari independent variable mulai
beroperasi untuk mempengaruhi dependent variable.
Menurut Sugiyono (2013:38), variabel penelitian adalah segala
sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian
ditarik kesimpulannya.
Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain
maka macam–macam variabel dalam penelitan dapat dibedakan
menjadi:
1. Variabel Independen
Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus,
predictor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut
variabel bebas. Variabel bebas merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan timbulnya
variabel dependen (terikat).
2. Variabel Dependen
Sering
disebut
sebagai
variabel
output,
kriteria,
consistent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai
variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel
bebas.
17
3. Variabel Moderator
Variabel moderator adalah variabel yang mempengaruhi
(memperkuat dan memperlemah) hubungan antara variabel
independen ke dependen. Variabel disebut juga variabel
independen kedua. Hubungan perilaku suami dan istri akan
semakin baik (kuat) kalau mempunyai anak, dan akan
semakin renggang kalau ada pihak ke tiga ikut mencapuri.
Disini anak adalah sebagai variabel moderator yang
memperkuat hubungan dan pihak ketiga adalah sebagai
variabel moderator yang memperlemah hubungan. Hubungan
motivasi dan prestasi belajar akan semakin kuat bila peranan
guru dalam menciptakan iklim belajar yang sangat baik, dan
hubungan semakin rendah bila peranan guru kurang baik
dalam menciptakan iklim belajar.
4. Variabel Intervening
Variabel Intervening adalah variabel yang secara teoritis
mempengaruhi hubungan antara variabel indpenden dan
dependen, tetapi tidak dapat diamati dan diukur. Variabel ini
merupakan variabel penyela/antara yang terletak diantara
variabel independen dan dependen, sehingga variabel
independen tidak langsung mempengaruhi berubahnya atau
timbulnya variable dependen.
5. Variabel Kontrol
Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau
dibuat konstan sehingga hubungan variabel independen
terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang
tidak di teliti. Variabel kontrol sering digunakan oleh peneliti,
bila akan melakukan penelitian yang bersifat membandingkan,
melaui penelitian eksperimen. Dengan Demikian dapat
disimpulkan bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut
yang mempunyai variasi tertentu yang menyebabkan nilai
yang berbeda.
18
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian
adalah
suatu
atribut
yang
mempunyai
variasi
tertentu
yang
menyebabkan nilai yang berbeda.
2.2.3 Populasi dan Sampel
Menurut Sekaran (2010:262), populasi merupakan sekelompok
orang, kejadian atau hal-hal yang menarik para peneliti berkeinginan
untuk menyelidiki.
Menurut
Sugiyono
(2013:80),
populasi
adalah
wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Menurut Sekaran (2010:263), sampel adalah bagian dari populasi.
Sampel terdiri dari beberapa anggota yang dipilih dari populasi.
Menurut Sugiyono (2013:81), sampel adalah bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi
besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada
populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.
Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul
representative (mewakili).
2.2.4 Proses Sampling
Menurut Sekaran (2010:266), sampling adalah proses memilih
jumlah yang cukup dari elemen yang tepat dari populasi, dengan
mempelajari
sampel
dan
pemahaman
tentang
sifat-sifat
atau
karakteristik memungkinkan bagi kita untuk mengeneralisasi sifat-sifat
atau karakteristik dari elemen populasi. Langkah-langkah dalam
sampling, yaitu:

Mendefinisikan populasi

Menentukan kerangka sampel

Menentukan desain sampling

Menentukan ukuran sampel yang sesuai
19

Menjalankan proses sampling
Dan dapat disimpulkan pula bahwa sampling adalah proses
memilih sampel untuk mendapatkan data yang akurat dalam sebuah
penelitian.
2.2.5 Teknik Sampling
Menurut Sugiyono (2013:81), teknik sampling adalah merupakan
teknik pengambilan sampel. Teknik sampling pada dasarnya dapat
dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang
memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota)
populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Cara ini juga sering disebut dengan Random Sampling. Ada
beberapa teknik probability sampling antara lain :
a. Simple Random Sampling
Dikatakan
simple
(sederhana)
karena
pengambilan
anggota sampel dan populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.
b. Proportionate Stratified Sampling
Teknik
ini
digunakan
bila
populasi
mempunyai
anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara
proposional.
c. Disproportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel,
bila populasi berstrata tetapi kurang proporsional.
d. Cluster Sampling
Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan
sampel bila objek yang akan diteliti atau sumber data
sangat luas, misal peduduk dari suatu negara, propinsi atau
kabupaten.
2. Nonprobability Sampling adalah teknik pengambilan sampel
yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap
unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.
Terdapat beberapa teknik sampel yaitu :
20
a. Sampling Sistematis
Sampling Sistematis adalah teknik pengambilan sampel
berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi
nomor urut.
b. Sampling Kuota
Sampling Kuota adalah teknik untuk menentukan sampel
dari populasi yang mempunyai cirri-ciri tertentu sampai
jumlah (kuota) yang diinginkan.
c. Sampling Insidental
Sampling Insidental adalah teknik penentuan sampel
berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja secara kebetulan
bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel,
bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok
sebagai sumber data.
d. Sampling Purposive
Sampling Purposive adalah teknik penentuan sampel
dengan pertimbangan tertentu.
e. Sampling Jenuh
Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel bila
semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.
f. Snowball Sampling
Snowball Sampling adalah teknik penentuan sampel yang
mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar.
2.2.6 Menentukan Ukuran Sampel
Menurut Sugiyono (2013:86), bahwa untuk penentuan jumlah
sampel dari populasi tertentu yang dikembangkan dari Isaac dan
Michael untuk tingkat kesalahan 1%, 5% dan 10%. Rumus untuk
menghitung ukuran sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya
adalah sebagai berikut:
21
Gambar 2.2 Menghitung ukuran sampel dari populasi
(Sumber: Sugiyono, 2013:87)
2.2.7 Kuesioner
Menurut Sugiyono (2013:142), kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan
atau
pernyataan
tertulis
kepada
responden
untuk
dijawabnya. Prinsip penulisan kuesioner menyangkut beberapa faktor
antara lain:
1. Isi dan tujuan pertanyaan yang dimaksud disini adalah,
apakah isi pertanyaan tersebut merupakan bentuk pengukuran
atau bukan? Kalau berbentuk pengukuran maka dalam
membuat pertanyaan harus teliti, setiap pertanyaan harus skala
pengukuran dan jumlah itemnya mencukupi untuk mengukur
variabel yang diteliti.
2. Bahasa yang digunakan dalam penulisan kuesioner (angket)
harus disesuaikan dengan kemampuan berbahasa responden.
3. Tipe dan bentuk pertanyaan dalam angket dapat terbuka atau
tertutup, (kalau dalam wawancara: terstruktur dan tidak
terstrukur). Dan bentuknya dapat menggunakan kalimat
positif atau negatif. Pertanyaan terbuka, adalah pertanyaan
yang mengharapkan responden untuk menuliskan jawabannya
berbentuk uraian tentang sesuatu hal.
Contoh: Bagaimanakah tanggapan anda terhadap iklan-iklan
di TV saat ini? Sebaliknya pertanyaan tertutup, adalah
pertanyaan
yang mengharapkan jawaban singkat
atau
mengharapkan responden untuk memilih salah satu alternatif
jawaban dari setiap pertanyaan yang telah tersedia. Setiap
pertanyaan angket yang mengharapkan berbentuk data
22
nominal, interval, ratio, adalah bentuk pernyataan tertutup.
Pernyataan
tertutup
akan
membantu
responden
untuk
menjawab dengan cepat, dan juga memudahkan peneliti
dalam melakukan analisis data terhadap seluruh angket yang
telah terkumpul.
4. Pertanyaan tidak mendua, setiap pertanyaan dalam angket
jangan mendua (double-barreled) sehingga menyulitkan
responden untuk memberikan jawaban.
Contoh: Bagaimana pendapat anda tentang kualitas dan
kecepatan pelayanan KTP? Ini adalah pertanyaan yang
mendua, karena menanyakan tentang dua hal sekaligus, yaitu
kualitas dan kecepatan. Sebaiknya pertanyaan tersebut
dijadikan
menjadi
dua
yaitu:
Bagaimanakah
kualitas
pelayanan KTP? Bagaimana kecepatan pelayanan?
5. Tidak menanyakan yang sudah lupa, setiap pertanyaan dalam
instrumen angket, sebaiknya juga tidak menanyakan hal-hal
yang sekiranya responden sudah lupa.
Contoh: Bagaimanakah kinerja para penguasa indonesia 30
tahun yang lalu? Menurut anda, bagaimanakah cara mengatasi
krisis
ekonomi
saat
ini?
(kecuali
penelitian
yang
mengharapkan pendapat para ahli). Kalau misalnya umur
responden baru 25 tahun, dan pendidikannya rendah, maka
akan sulit memberikan jawaban.
6. Pertanyaan tidak menggiring, pertanyaan dalam angket
sebaiknya juga tidak menggiring ke jawaban yang baik saja
atau ke yang jelek saja.
7. Pertanyaan dalam angket sebaiknya tidak terlalu panjang,
sehingga akan membuat jenuh responden dalam mengisi.
8. Urutan pertanyaan dalam angket, dimulai dari yang umum
menuju ke hal yang spesifik, atau dari yang mudah menuju ke
hal yang sulit, atau diacak.
9. Prinsip pengukuran, angket yang diberikan kepada responden
merupakan instrumen penelitian, yang digunakan untuk
mengukur variabel yang akan diteliti.
23
10. Penampilan fisik angket sebagai alat pengumpul data akan
mempengaruhi respon atau keseriusan responden dalam
mengisi angket.
2.2.8 Skala Pengukuran
2.2.8.1 Pengertian Skala Pengukuran
Menurut
Sugiyono
(2013:92),
skala
pengukuran
merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk
menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat
ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam
pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif.
2.2.8.2 Macam-Macam Skala Pengukuran
Menurut Sekaran (2010:141), ada 4 tipe dari skala
pengukuran yaitu:

Nominal
Skala nominal adalah suatu pengukuran yang
memungkinkan peneliti untuk mengkelompokkan
berdasarkan kategori atau grup. Misalnya variabel
dari jenis kelamin, responden dapat dikelompokkan
kedalam 2 kategori, yaitu laki-laki dan perempuan.
Kedua grup ini dapat di berikan nomor kode 1.

Ordinal
Skala
ordinal
tidak
hanya
mengkategorikan
variabel, juga membuat urutan dari kategori,
misalnya urutan dari paling baik ke paling buruk,
serta nomor 1, 2, 3, dan seterusnya.

Interval
Skala interval tidak hanya membuat urutan, juga
menyediakan informasi dari beberapa variabel yang
berbeda, misalnya kepuasan seseorang terhadap
pelayanan suatu jasa dapat diberi skala interval 1-23-4-5, dimana nilai :
o 1: sangat tidak puas
24
o 2: tidak puas
o 3: biasa
o 4: puas
o 5: sangat puas

Ratio
Skala ratio yaitu skala yang dapat memberi arti
perbandingan/perkalian.
Misalnya
berat
badan
Karina 40 kg dan berat badan Rony 60 kg, maka
berat badan Rony adalah 3/2 x berat Karina, jadi
nilai 3/2 memiliki arti.
Menurut Sugiyono (2013:93), terdapat beberapa macam
skala pengukuran:
1. Skala Likert
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok
orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian,
fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik
oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai
variabel penelitian.
2. Skala Guttman
Skala pengukuran dengan tipe ini, akan didapat
jawaban yang tegas, yaitu “ya-tidak”; “benarsalah”; “pernah-tidak pernah”; “positif-negatif”;
dan lain-lain. Data yang diperoleh dapat berupa data
interval atau rasio dikotomi (dua alternative).
3. Semantic Differensial
Skala ini juga digunakan untuk mengukur sikap,
hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun
checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum
yang jawaban “sangat positif” terletak di bagian
kanan garis, dan jawaban yang “sangat negatif”
terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data
yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya
25
skala ini digunakan untuk mengukur sikap /
karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang.
4. Rating Scale
Dari ketiga skala pengukuran seperti yang telah
dikemukakan, data yang diperoleh semuanya adalah
data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan.
Tetapi dengan rating-scale data mentah yang
diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam
pengertian kualitatif.
2.2.9 Uji Validitas
Menurut Sugiyono (2013:267), validitas merupakan derajat
ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya
yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid
adalah data "yang tidak berbeda" antar data yang dilaporkan oleh
peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian.
Terdapat dua macam validitas penelitian, yaitu validitas internal
dan validitas eksternal:
a. Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi desain
penelitian dengan hasil yang dicapai. Kalau dalam desain
penelitian dirancang untuk meneliti etos kerja pengawai, maka
data yang diperoleh seharusnya adalah data yang akurat
tentang etos kerja pengawai. Penelitian jadi tidak valid,
apabila yang ditemukan adalah motivasi kerja pengawai.
b. Validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi apakah
hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada
populasi dimana sampel tersebut diambil. Bila sampel
penelitian representatif, insturmen penelitian valid dan
reliabel, cara menggumpulkan dan analisis data benar, maka
penelitian akan memiliki validitas eksternal yang tinggi.
Uji validitas menggunakan teknik korelasi Product Moment
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
26
Gambar 2.3 Rumus Uji Validitas
(Sumber, Sugiyono, 2013:183)
Keterangan:
r
: Nilai Korelasi.
∑x
: Jumlah skor keseluruhan item pertanyaan x.
∑y
: Jumlan skor keseluruhan untuk item pertanyaan y.
∑ x y : Jumlah skor hasil kali item pertanyaan x dan item pertanyaan
y.
∑ x²
: Jumlah skor keseluruhan untuk item pertanyaan x yang telah
dikuadratkan.
∑ y²
: Jumlah skor keseluruhan untuk item pertanyaan y yang telah
dikuadratkan.
2.2.10 Uji Reabilitas
Menurut Saifuddin (2012:110), reliabilitas menunjuk pada
pengertian bahwa instrumen yang digunakan dapat mengukur sesuatu
yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu. Syarat kualifikasi
suatu instrumen pengukur adalah konsisten atau tidak berubah-ubah.
Instrumen yang diuji reliabilitasnya adalah instrumen yang dibuat oleh
peneliti. Dalam hal ini instrumen tersebut adalah instrumen komponen
konteks, masukan, proses dan hasil.
Reliabilitas ditentukan atas dasar proporsi varian total yang
merupakan varian total sebenarnya. Makin besar proporsi tersebut
berarti makin tinggi reliabilitasnya. Untuk menguji reliabilitas
instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini digunakan rumus
koefisien Alpha karena skor pada butir-butir instrument merupakan skor
bertingkat yaitu antara 1 sampai 4 atau 1 sampai 5.
Menurut Arikunto (2010:164), Instrumen yang berbentuk multiple
choice (pilihan ganda) maupun skala bertingkat maka reliabilitasnya
dihitung dengan menggunakan rumus Alpha.
27
Rumus tersebut adalah :
Gambar 2.4 Rumus Uji Reabilitas
(Sumber: Suharsimi Arikunto, 2010:238)
2.2.11 Teknik Pengumpulan Data
Seperti yang dijelaskan oleh Sugiyono (2013:137), pengumpulan
data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan
berbagai cara. Bila dilihat setting-nya, data dapat dikumpulkan pada
setting alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan metode
eksperimen, di rumah dengan berbagai responden, pada suatu seminar,
diskusi, di jalan dan lain-lain. Bila dilihat dari sumber datanya, maka
pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sekunder.
Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpulan data dan sumber sekunder merupakan sumber
yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data misalnya
lewat orang lain atau dokumen. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara
atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat
dilakukan dengan interview(wawancara), kuesioner(angket), observasi
(pengamatan), dan penggabungan ketiganya.
a. Wawancara
Menurut Sugiyono (2013:137), wawancara digunakan sebagai
teknik pengumpulan data apabila peniliti ingin melakukan
studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang
28
harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui halhal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit/kecil.
b. Kuesioner
Menurut Sugiyono (2013:142), kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti
variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan
dari responden.
c. Obeservasi
Menurut Sugiyono (2013:145), observasi sebagai teknik
pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila
dibandingkan dengan teknik lain, yaitu wawancara dan
kuesioner.
Kalau
wawancara
dan
kuesioner
selalu
berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas
pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain.
2.2.12 Teknik Analisa Data
Sugiyono (2013:147), teknik analisis data pada penelitian
kuantitatif menggunakan statistik. Terdapat beberapa dua macam
statistik yang digunakan untuk analisis data dalam penelitian, yaitu
statistik deskriptif, dan statistik inferensial.
2.2.12.1 Statistik Deskriptif
Menurut Sugiyono (2013:147), statistik deskriptif
adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi.
29
2.2.12.2 Statistik Inferensial
Menurut Sugiyono (2013:148), statistik inferensial,
(sering
juga
disebut
statistik
induktif
atau
statistik
probabilitas), adalah teknik statistik yang digunakan untuk
menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk
populasi.
2.2.13 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2013:64), hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan
masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan
pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data.
2.2.14 Uji Hipotesis
Menurut Sugiyono (2013:159), yang dimaksud dengan hipotesis
adalah sebagai berikut: “Hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian”.
Pengujian signifikansi hipotesis, selain dapat menggunakan table,
juga dapat dihitung dengan uji t yang rumusnya adalah:
Gambar 2.5 Rumus Uji Hipotesis
(Sumber: Sugiyono, 2013:159 )
Dimana:
r = Koefisien korelasi
t = Uji statistik
Kriteria pengujian hipotesis melalui uji t :
a. Ho diterima, jika t hitung < tabel
b. Ha ditolak, jika t hitung > tabel
Kriteria pengujian hipotesis berdasar signifikan :
a. Ho diterima, jika signifikansi > 0,05
b. Ha ditolak, jika signifikansi < 0,05
30
2.2.15 Teknik Regresi Ganda
Menurut Sugiyono (2013:188), regresi dapat digunakan untuk
melakukan prediksi seberapa tinggi nilai variabel dependen bila nilai
variabel indenpenden dimanipulasi (diubah-ubah).
Persamaan regresi untuk n predictor adalah:
Gambar 2.6 Rumus Teknik Regresi Ganda
(Sumber: Sugiyono, 2013:192)
2.2.16 Teknik Korelasi Product Moment
Menurut
Sugiyono
(2013:182),
korelasi
product
moment
digunakan untuk menguji hipotesis hubungan antara satu variabel
independen dengan satu dependen. Bentuk rumus koefisiensi korelasi
sederhana product moment:
Gambar 2.7 Rumus Koefisiensi Korelasi Sederhana Product Moment
(Sumber: Sugiyono, 2013:183)
31
Uji signifikansi korelasi product moment ditunjukan pada rumus
di bawah ini:
Gambar 2.8 Rumus Uji Signifikansi Korelasi Product Moment
(Sumber: Sugiyono, 2013:184)
Keterangan:
r
= Koefisien korelasi
xi
= Jumlah variabel X
yi
= Jumlah variabel Y
n
= Jumlah Sampel
Uji signifikansi korelasi product moment secara praktis, yang
tidak perlu dihitung, tetapi langsung dikonsultasikan pada tabel r
product moment
Tabel 2.1
Tabel
Pedoman
Untuk
Memberikan
Interpretasi
Koefisien
Korelasi
2.2.17 SPSS
Menurut Wijaya (2011:9), SPSS mulai dikembangkan pada tahun
1960 sebagai salah satu perangkat lunak untuk alat bantu perhitungan
secara statistik oleh Norman H.Nie, C.Hadlay, serta Date Bent dari
Stanford University. Pada tahun 1984, kemudian dikenalkan SPSS/PC+
32
untuk personal computer (PC). Versi window baru dirilis pada tahun
1992 sampai sekarang.
2.2.18 Model Citra Brand Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan
Menurut Thakur & Singh (2012:40), berdasarkan ulasan singkat
berhubungan dengan persoalan yang diajukan, dapat disimpulkan
bahwa citra atau persepsi dari produk kosmetik dapat dipertahankan
dengan mudah dengan adanya kepercayaan dari pelanggan terhadap
produk kosmetik tersebut. Ini menunjukkan bahwa manfaat citra merek
yang berbeda seperti functional, symbolic, social, experiential
appearance enhances meningkat seluruhnya oleh citra atau persepsi
merek tersebut. Berbagai manfaat yang didapat dari persepsi atau citra
terhadap merek tersebut dapat berpengaruh terhadap kepuasan
pelanggan dan begitu juga dengan kesetiaan pelanggan terhadap produk
tersebut. Model ini dibuat menyerupai struktur sikap tradisional yang
dikembangkan oleh Oliver (1999). Kerangka teori yang diusulkan
dalam penelitian ini telah dibahas dan dirancang, begitu juga dengan
pengembangan hipotesa.
Gambar 2.9 Model Penelitian
(Sumber: Thakur & Singh, 2012:40)
2.2.18.1 Brand Image
Menurut Rangkuti (2009:90), citra merek (brand
image) adalah persepsi merek yang dihubungkan dengan
asosiasi merek yang melekat dalam ingatan konsumen.
33
Menurut Ardianto (2011:123), brand image memiliki
dua elemen, yaitu:
1. Brand Association (Asosiasi Brand)
Asosiasi merupakan karakteristik produk atau jasa
yang dilekatkan oleh konsumen pada brand
tersebut, termasuk persepsi konsumen mengenai
janji-janji yang dibuat oleh brand tersebut, positif
maupun negatif, dan harapan mengenai usaha-usaha
untuk mempertahankan kepuasaan konsumen dari
brand tersebut.
2. Brand Personality (Kepribadian Brand)
Brand personality merupakan karakteristik manusia
yang oleh konsumen diasosiasikan dengan brand
tersebut. Brand personality menjelaskan mengapa
orang menyukai brand
tertentu dibandingkan
dengan brand yang lain.
Brand image dibagi menjadi 5 sub variabel antara lain:
a. Functional
Menurut Thakur & Singh (2012:38), selain
faktor
lingkungan,
peningkatan
kompetisi,
masuknya produk baru serta layanan pelanggan
juga memberikan pilihan alternatif dan peluang.
Oleh karena itu, sangat penting bagi perusahaan
untuk
fokus
pada
diferensiasi
Park,
Jaworski,
produk
dari
kompetitornya.
Menurut
&
Maclnnis
(1986:136), motivasi dalam mencari produk yang
dapat
memecahkan
masalah
terkait
dengan
konsumsi (misalnya: memecahkan masalah saat ini,
mencegah
masalah
yang
berpotensi
muncul,
menyelesaikan konflik, merestrukturisasi situasi
yang membuat frustasi).
34
Menurut Keller (1993:4), manfaat fungsional
adalah keuntungan intrinsik dari konsumsi produk
atau layanan dan biasanya sesuai dengan atribut
produk yang terkait.
Menurut Hsieh, Pan, & Setiono (2004:253),
sebuah
merek
dengan
manfaat
fungsional
merupakan salah satu yang dirancang untuk
memenuhi kebutuhan.
b. Symbolic
Nilai simbolis diasosiasikan dengan brand
image, telah menjadi perbedaan produk. Pada fakta
saat ini banyak perusahaan yang mengerti beberapa
pelanggan tidak setia kepada satu merek (Thakur &
Singh, 2012:37; Bennet & Rundle-Thiele, 2004;
Kapferer, 2005).
Menurut
(1986:136),
Park,
kebutuhan
Jaworski,
simbolis
&
Maclnnis
didefinisikan
sebagai keinginan akan produk yang memenuhi
kebutuhan internal untuk peningkatan diri, posisi
peran, keanggotaan kelompok atau identifikasi ego.
Menurut Keller (1993:4), manfaat simbolis
adalah keuntungan yang lebih ekstrinsik dari
konsumsi produk atau layanan.
Menurut Hsieh, Pan, & Setiono (2004:253),
merek dengan keuntungan simbolis (atau sosial)
adalah salah satu yang dirancang untuk memenuhi
keinginan pelanggan untuk peningkatan diri, posisi
peran, keanggotaan kelompok, atau identifikasi ego.
c. Social
Pada saat sekarang ini semua perusahaan lebih
memperhatikan terhadap 4 Ps, yaitu: product, place,
price, and promotion dan penambahan penerapan
yang akan datang adalah 3Ps, yaitu: physical layout,
process, and people untuk pelayanan pemasaran
35
(Thakur & Singh, 2012:37; Kotler, Amstrong,
Saunders & Weng, 1999).
Pengukuran
berdasarkan
pada
atribut
merek
dilakukan
yaitu
berdasarkan
dasar,
keuntungan dan nilai merek, dan juga berdasarkan
pengukuran skala brand image. Pada penjelasan di
atas, pemasar dapat mengidentifikasi dengan mudah
kelemahan dan kekuatan merek utama mereka dan
juga membantu memahami persepsi pelanggan
tentang produk atau jasa (Thakur & Singh, 2012:38;
Koo, 2003; Kandampully & Suhartanto, 2000;
Hsieh, Pan & Setiono, 2004; Bhat & Reddy, 1998;
Malhotra, 1981).
Menurut Keller (1993:10), meskipun menunda
identifikasi merek sampai akhir iklan televisi dapat
meningkatkan tingkat perhatian selama paparan
komersial, hal ini menghasilkan banyak efek
komunikasi
yang
tersimpan
dalam
memori
(misalnya, eksekusi iklan dan informasi klaim
merek, sama baiknya dengan respon afektif dan
kognitif terhadap informasi itu). Hal ini juga dapat
menghasilkan hubungan yang lemah dari efek ini
untuk
merek.
Akhirnya,
word-of-mouth
dan
pengaruh sosial lain juga memainkan peran penting,
terutama bagi pengguna dan pencitraan penggunaan
atribut.
Menurut Hsieh, Pan, & Setiono (2004:255),
variabel
segmentasi
utama
meliputi
variabel
sosiodemografi, variabel psikografis (misalnya,
sistem nilai, gaya hidup), dan variabel perilaku
(misalnya, merek pilihan atau penggunaan data
yang dikumpulkan pada titik penjualan).
36
d. Experiential
Brand image adalah serangkaian keyakinan,
ide, dan kesan bahwa orang terus dikaitkan dengan
objek, pada pengertian lain brand image adalah
serangkaian persepsi merek yang dicerminkan oleh
asosiasi merek dalam ingatan (Thakur & Singh,
2012:38; Keller, 1993).
Menurut
Park,
Jaworski,
&
Maclnnis
(1986:136), kebutuhan experiential didefiniskan
sebagai keinginan untuk produk yang memberikan
sensory
pleasure,
variasi,
dan/atau
stimulasi
kognitif.
Menurut Keller (1993:4), manfaat experiential
berhubungan dengan apa yang disukai dalam
penggunaan produk atau layanan dan juga biasanya
sesuai dengan atribut yang berkaitan dengan
produk.
Menurut
Kandampully
&
Suhartanto
(2000:347), image dianggap mempengaruhi pikiran
pelanggan melalui efek gabungan dari iklan,
hubungan masyarakat, citra fisik, word-of-mouth,
dan pengalaman nyata mereka dengan barang dan
jasa.
e. Appearance Enchances
Merek
membantu
adalah
simbol
pelanggan
untuk
atau
tanda
yang
mengidentifikasi
produk, sebuah perusahaan yang memiliki produk
dengan brand image yang baik dimata masyarakat
akan mendapatkan posisi yang lebih baik dalam
pasar juga (Thakur & Singh, 2012:38; Park,
Jaworski, & Maclnnis, 1986).
Brand image yang baik selalu membantu
untuk menuju kepuasan pelanggan, disamping
untuk mencapai kesetiaan pelanggan (Thakur &
37
Singh, 2012:38; Koo, 2003; Kandampully &
Suhartanto, 2000; Nguyen & LeBlanc, 2001).
Menurut Keller (1993:5), asosiasi
dapat
dicirikan juga oleh kekuatan koneksi pada simpul
merek.
Kekuatan
asosiasi
tergantung
pada
bagaimana informasi memasuki memori pelanggan
(encoding) dan bagaimana hal itu dipertahankan
sebagai bagian dari citra merek (storage).
Menurut Hsieh, Pan, & Setiono (2004:252),
asosiasi
merek
diklasifikasikan
menjadi
tiga
kategori utama yang terhubung dengan tingkat
abstraksi (atribut, manfaat, dan sikap merek secara
keseluruhan). Atribut (attribute) mengacu pada fitur
deskriptif yang menjadi ciri produk atau layanan,
manfaat (benefit) adalah nilai pribadi pelanggan
yang melekat pada produk atau layanan, dan sikap
merek (brand attitude) adalah evaluasi keseluruhan
pelanggan terhadap merek.
Menurut
Park,
Jaworski,
&
Maclnnis
(1986:138), meningkatkan nilai merek dianggap
penting
sebagai
menjadi
lebih
lingkungan
kompleks,
kompetitif
misalnya,
yang
adanya
peningkatan jumlah pesaing yang meniru posisi
merek
yang
dapat
menurunkan
kemampuan
pelanggan untuk membedakan di antara merek.
2.2.18.2 Customer Satisfaction
Menurut Tunggal (2010:20), pelanggan yang senang
atau puas berprilaku dengan positif. Mereka akan membeli
banyak dari anda dan akan memberikan anda sebagian besar
usaha mereka. Kepuasan merupakan fungsi kesan kinerja dan
harapan.
38
Menurut Thakur & Singh (2012), Andreassen
& Lindestad (1998), kepuasan pelanggan dapat
didefinisikan sebagai ekspektasi sebelum pembelian
dan persepsi tentang kinerja setelah pembelian.
Kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu pengalaman dan harapan dengan
kinerja layanan (Thakur & Singh, 2012:38; Yi,
1990).
Paradigma
expetasi
diskonfirmasi
menunjukkan bahwa pelanggan merasa puas jika
produk berperforma lebih baik dari yang diharapkan
(diskonfirmasi positif), tidak puas ketika expetasi
pelanggan
melebihi
kinerja
nyata
produk
(diskonfirmasi negatif), dan kepuasan netral ketika
expetasi
sesuai
dengan
kinerja
produk
(nol
diskonfirmasi / konfirmasi) (Thakur & Singh,
2012:38; Oliver, 1980; Churchill & Surprenant,
1982; Bearden & Teel, 1983).
Menurut
Oliver
(1999:34),
kepuasan
didefinisikan sebagai pemenuhan kebutuhan yang
menyenangkan.
Bahwa,
perasaan
pelanggan
merupakan kebutuhan mengkonsumsi beberapa
kebutuhan, keinginan, tujuan, atau seterusnya dan
pemenuhan ini menyenangkan. Demikian, kepuasan
adalah perasaan pelanggan untuk konsumsi yang
menyediakan hasil akhir terhadap standar dari
kesenangan dan ketidak-senangan. Untuk kepuasan
yang mempengaruhi loyalitas, dibutuhkan kepuasan
yang sering atau secara kumulatif sehingga
kepuasan
individu
menjadi
kumpulan
atau
campuran. Seperti yang akan dibahas di sini, ketika
kebutuhan yang berlebihan akan menentukan
terjadinya
loyalitas.
Pelanggan
memerlukan
pergerakan untuk konsep yang berbeda dalam
39
segala kemungkinan, salah satunya adalah melebihi
kepuasan.
2.2.18.3 Loyalty Intention
Loyalitas menurut Kotler & Keller (2009:138),
komitmen yang dipegang secara mendalam untuk
membeli atau mendukung kembali produk atau jasa
yang disukai di masa depan meski pengaruh situasi dan
usaha pemasaran berpotensi menyebabkan pelanggan
beralih.
Loyalitas menurut Fandy (2011:481), perilaku
pembelian ulang semata-mata menyangkut pembelian
merek tertentu yang sama secara berulang kali (bisa
dikarenakan memang hanya satu-satunya merek yang
tersedia, merek termurah, dan sebagainya).
Loyalitas menurut Thakur & Singh (2012:39),
perilaku diukur sebagai frekuensi pembelian berulang
dari pelanggan, sementara loyalitas sikap mengacu
pada kinerja yang dinyatakan pada komitmen atau niat
loyalitas pelanggan untuk membeli.
Menurut Oliver (1999:34) kerangka mengikuti
pengertian ini mempengaruhi pola konasi tetapi
berbeda dengan argumentasinya bahwa pelanggan
dapat menjadi setia pada masing-masing fase sikap
yang berhubungan dengan elemen yang berbeda dari
struktur pengembangan sikap. Secara rinci, pertama
pelanggan dapat beranggapan untuk menjadi setia
dalam perasaan yang kognitif, kemudian dalam
perasaan afektif tetap kemudian dalam masalah konatif
dan akhirnya masalah kebiasaan dimana dideskripsikan
sebagai action inertia. Menurut Oliver, Loyalty dibagi
berdasarkan 4 fase, yaitu :
40
a. Cognitive Loyalty
Pada bagian pertama fase loyalitas, ketersediaan
informasi
atribut
suatu
merek
untuk
pelanggan
mengidentifikasi sebagai alternatif. Tahap ini mengarah
sebagai Cognitive Loyalty atau loyalitas yang berdasarkan
hanya kepada kepercayaan suatu merek. Kognitif dapat
didasarkan pada pengetahuan pada pengalaman orang lain
atau informasi pengalaman yang terakhir. Loyalitas pada fase
ini diarahkan pada merek karena informasi ini (tingkat
performa atribut). Keadaaan pelanggan ini bagaimanapun
bersifat dangkal. Jika transaksi dilakukan rutin maka sering
kepuasaan tersebut tidak diproses contohnya pengangkatan
sampah dan perlengkapan kebutuhan.Pada dasarnya bagian
loyalitas tidak begitu berbeda dari kepuasan kinerja. Jika
kepuasan adalah proses, maka itu dapat menjadi bagian dari
pengalaman pelanggan dan memulai keadaan afektif.
b. Affective Loyalty
Pada tahap kedua pembangunan loyalitas, keinginan
atau sikap terhadap merek tersebut telah dikembangkan atas
dasar kumulatif memuaskan kesempatan penggunaan. Hal ini
mencerminkan difinisi dimensi pemenuhan kepuasan yang
dijelaskan sebelumnya. Komitmen pada tahap ini disebut
sebagai loyalitas afektif dan dikodekan dalam pemikiran
konsumen sebagai kognisi dan pengaruh. Sedangkan kognisi
bertujuan untuk mengatasi argumentasi dan pengaruh yang
sulit lepas. Loyalitas merek ini menunjukkan pada tingkat
pengaruh untuk merek. Loyalitas ini mirip dengan loyalitas
kognitif, namun, bentuk loyalitas ini sering berahli, seperti
yang dibuktikan oleh data yang menunjukkan bahwa
besarnya
persentase
pembelot
merek
yang
mengaku
sebelumnya telah puas dengan merek sebelumnya yang
mereka gunakan. Dengan demikian, sangat diinginkan jika
konsumen lebih berkomitmen dalam loyalitas merek.
41
c. Conative Loyalty
Tahap berikutnya pembangunan loyalitas adalah tahap
konatif yang dipengaruhi oleh peristiwa berulang dari
pengaruh positif terhadap merek. Definisi konatif adalah
menyiratkan komitmen brand spesifik untuk membeli
kembali. Loyalitas konatif adalah sebuah keadaan loyalitas
yang mengandung komitmen yang dipegang teguh untuk
membeli. Namun komitmen pembelian kembali ini lebih
cenderung kearah motivasi. Akibatnya, keinginan konsumen
untuk membeli kembali cenderung dengan "niat baik",
keinginan ini mungkin merupakan tindakan yang diantisipasi
tetapi belum direalisasi.
d. Action Loyalty
Sebuah
pembelajaran
berubah
menjadi
tindakan
diartikan sebagai action control. Dalam urutan action control
tersebut, keinginan termotivasi dari kesetiaan sebelum
berubah menjadi kesiapan untuk bertindak. Dalam paradigma
action control ada keingianan yang lebih besar untuk
melewati hambatan-hambatan yang dapat menghentikan
tindakan itu. Tindakan itu dirasakan sebagai hasil kesetiaan
dan keinginan menhadapi hambatan. Jika tindakan ini terjadi
berulang-ulang maka akan terjadi pembelian yang berulang
juga.
42
Download