I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronis (GGK

advertisement
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang ireversibel. Pada suatu derajat tertentu, penyakit ini membutuhkan terapi
pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).
Pada beberapa penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, ditemukan adanya insidensi
GGK yang cukup tinggi, diperkirakan 100 kasus per 4 juta penduduk pertahun dan akan
meningkat sekitar 8% setiap tahunnya (Suwitra, 2009). Prevalensi penyakit GGK di Amerika
Serikat mengalami peningkatan sebesar 20-25% setiap tahunnya (United State Renal Data
System, 2007). Penyebab utama penyakit ginjal kronik atau gagal ginjal kronik di Amerika
adalah Diabetes Melitus (DM) (Coresh, 2007). Di Kanada, insidensi penyakit gagal ginjal
tahap akhir meningkat sekitar 6,5% dari kasus sebelumnya setiap tahun (Canadian Institute
for Health Information, 2005). Hal ini juga ditemukan di Malaysia, dengan populasi 18 juta,
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal setiap tahunnya. Sama halnya dengan
Malaysia dan negara berkembang lainnya, jumlah penderita GGK di Indonesia
terus
meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10% setiap tahun. Berdasarkan data
yang didapat oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), saat ini setidaknya
terdapat 300.000 penderita GGK di Indonesia. Di negara berkembang lainnya, diperkirakan
terdapat sekitar 40-60 kasus per juta penduduk pertahun (Suwitra, 2009)
GGK merupakan tahap akhir dari Penyakit Ginjal Kronik (PGK), dimana telah terjadi
penurunan yang cukup drastis dari faal ekskresi dan faal endokrin ginjal. Terapi pengganti
yang ideal adalah terapi yang dapat menggantikan kedua fungsi faal ini (Rahardjo dkk.,
2009). Suhardjono, 2007 dalam Arifin, 2009 menyatakan bahwa penderita GGK dengan
terapi pengganti ginjal di Indonesia mengalami peningkatan dengan insiden rata-rata pada
tahun 2006 sebesar 30,7 % penduduk pertahun. Kondisi GGK ini memerlukan tindakan aktif
berupa terapi pengganti fungsi ginjal yaitu hemodialisis, peritonial dialisis atau transplantasi
ginjal untuk memperpanjang hidup penderita (McKenzie, 1999). Dari berbagai jenis terapi
pengganti, salah satu terapi yang sering digunakan adalah hemodialisis (National Kidney and
Urologic Diseases Information Clearinghouse, 2006).
Hemodialisis atau cuci darah adalah suatu terapi pengganti yang dilakukan dengan
mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialyzer) yang fungsinya untuk
menyaring darah dan membuang zat-zat toksik yang tidak diperlukan oleh tubuh (Raharjo
dkk., 2009). Pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisis dirawat di rumah sakit atau
rawat jalan di unit hemodialisis. Sebagian besar pasien membutuhkan waktu 12-15 jam
hemodialisis setiap minggunya yang dibagi menjadi 2 atau 3 sesi dimana setiap sesinya
berlangsung selama 3-6 jam. Kegiatan ini akan berlangsung terus menerus seumur hidup,
kecuali jika pasien menjalani transplantasi ginjal (Brunner dan Suddarth, 2005). Di Indonesia,
hemodialisis dilakukan 2 kali seminggu dengan setiap hemodialisis dilakukan selama 5 jam
(Rahadjo dkk., 2009).
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tujuan hemodialisis adalah untuk
mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang
berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2009). Namun, di sisi lain, hemodialisis juga dapat
menyebabkan komplikasi berupa beberapa gangguan pada sistem organ lain, sehingga
diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk membantu pasien menjalani hemodialisis dengan
komplikasi yang minimal (Roesma, 2009). Salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah
hipoglikemia yaitu keadaan di mana kadar glukosa darah dalam tubuh tidak sesuai dengan
yang dibutuhkan oleh tubuh yaitu kurang dari 70 mg/dl. Padahal, glukosa merupakan faktor
utama dalam metabolisme tubuh dan keberadaannya sangat penting di dalam tubuh.
Kekurangan glukosa yang cukup berat dapat menimbulkan disorientasi, gangguan kesadaran
dan kejang. Keadaan ini disebut dengan syok hipoglikemik dan ini merupakan kasus gawat
darurat yang memerlukan penanganan segera (American Diabetes Association, 2007). Sebuah
penelitian di Brasil mengemukakan bahwa pemberian glukosa sebelum melakukan
hemodialisis dapat mengurangi dampak hipoglikemia pada pasien (Burmeister, 2007).
Keadaan ini belum diketahui secara pasti apakah terjadi perubahan kadar glukosa darah
antara pre-hemodialisis dan post-hemodialisis. Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan kadar glukosa darah yang signifikan pada pasien yang menjalani terapi
hemodialisis di Lampung, peneliti merasa perlu meneliti perbedaan kadar glukosa darah prehemodialisis dan post-hemodialisis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
B. Rumusan Masalah
GGK ditandai dengan adanya penurunan fungsi ginjal yang irreversible. Penurunan
fungsi ginjal ini dapat menyebabkan banyak komplikasi, salah satunya hipoglikemia. Namun,
penelitian yang sudah dilakukan berkaitan dengan gagal ginjal kronik dan hipoglikemia ini
belum terlalu banyak di Indonesia. Dengan demikian, masalah penelitian ini adalah apakah
terdapat perbedaan yang signifikan pada kadar glukosa darah pasien pre-hemodialisis dan
post-hemodialisis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum
Mengetahui perbedaan kadar glukosa darah yang bermakna klinis pada pasien prehemodialisis dan post-hemodialisis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar
Lampung.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui rerata kadar glukosa darah pasien pre-hemodialisis dan posthemodialisis.
b. Mengetahui apakah terdapat penurunan kadar glukosa darah yang bermakna
setelah proses hemodialisis.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti, manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
wawasan tentang glukosa darah dan hemodialisis.
2. Bagi masyarakat terutama pasien gagal ginjal kronik dapat mengetahui adanya
pengaruh hemodialisis terhadap kadar glukosa darah pasien, sehingga pasien dapat
mengatasi masalah yang terjadi akibat hemodialisis.
3. Bagi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek khususnya bagian hemodialisis dapat
menambah wawasan mengenai kadar glukosa darah pre-hemodialisis dan posthemodialisis.
4. Bagi peneliti lain, hasis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data
sekunder untuk penelitian berikutnya yang berhubungan dengan kadar glukosa darah
dan hemodialisis.
E. Kerangka Teori
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel serta
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Klasifikasi PGK didasarkan pada 2 hal yaitu, derajat
(stage) penyakit dan diagnosis etiologi. Pada PGK derajat lima yang juga disebut gagal ginjal
kronik (Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) < 15 ml/menit/1,73m2) terjadi penurunan jumlah
massa maupun fungsi ginjal sehingga terjadi akumulasi bahan-bahan toksik uremik dan
penurunan fungsi hormonal (Suwitra, 2009).
Kondisi ini memerlukan tindakan aktif berupa terapi pengganti fungsi ginjal yaitu
hemodialisis, peritonial dialisis atau transplantasi ginjal untuk memperpanjang hidup
penderita. Walaupun tindakan ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, beberapa
penderita tetap mengalami masalah medis saat pelaksanaan hemodialisis. Beberapa masalah
medis yang bisa terjadi pada penderita yang mengalami hemodialisis seperti gangguan
hemodinamik, gangguan koagulasi, gangguan pada sistem saraf dan lain-lain (Agustriadi,
2009).
Salah satu komplikasi yang dapat terjadi adalah hipoglikemia. Hipoglikemia terjadi akibat
tidak adanya fungsi ginjal untuk filtrasi dan reabsorbsi. Fungsi ginjal tidak dapat digantikan
sepenuhnya dengan tindakan hemodialisis sehingga pasien gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisis biasanya mengalami hipoglikemia post-hemodialisis (Knoll dan Nichol, 2002).
Ginjal normal
Etiologi :
- Kongenital
- Penyakit Ginjal
- Penyakit Metabolik
- Obat-obatan
Pengurangan massa
ginjal
Kompensasi ginjal
terhadap beban kerja
ginjal
Penurunan fungsi
nefron yang
progresif
Gagal Ginjal
Kronik
Jaringan perifer tidak
peka terhadap insulin
Hiperglikemia
Gambar 1. Kerangka Teori (Price dan William, 2006)
F. Kerangka konsep
Gagal Ginjal Kronis
Kadar glukosa darah
pre-hemodialisis
Hemodialisis
Pengeluaran Glukosa
Darah ke Dialisat
Perbedaan Kadar
Glukosa darah PreHemodialisis dan
Post-Hemodialisis
Kadar glukosa darah
post-hemodialisis
menurun
Gambar 2. Kerangka Konsep
G. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
H0 : Tidak terdapat perbedaan kadar glukosa darah pada pasien pre-hemodialisis dan posthemodialisis
Ha : Terdapat perbedaan kadar glukosa darah pada pasien pre-hemodialisis dan posthemodialisis
Download