pengaruh latihan fisik aerobik dan detrain terhadap jumlah sel saraf

advertisement
PENGARUH LATIHAN FISIK AEROBIK DAN DETRAIN
TERHADAP JUMLAH SEL SARAF NORMAL NUKLEUS
SENTRAL AMIGDALA TIKUS
Ratna Kencana dan Ahmad Aulia Jusuf
1.Program Studi Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2.Departemen Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Latihan fisik aerobik banyak direkomendasikan oleh praktisi kesehatan karena banyaknya manfaat
yang diberikan kepada manusia, termasuk dugaan pengaruh latihan fisik aerobik terhadap
peningkatan jumlah neuron, fungsi kognitif dan memori. Berangkat dari dugaan tersebut,
dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh latihan fisik aerobik dan detrain terhadap
gambaran histologis nukleus sentral amigdala. Penelitian ini merupakan studi eksperimental
dengan menggunakan tikus jantan (Rattus sp. Strain Wistar) sebagai hewan percobaan yang
dibagi menjadi tiga kelompok (masing masing n=9), yaitu kelompok kontrol, training dan
detraining. Pengamatan dilakukan pada jaringan otak dengan menghitung jumlah sel normal pada
nukleus sentral amigdala menggunakan optilab viewer yang dilengkapi dengan image raster. Data
kemudian dianalisis dengan uji one-way ANOVA. Hasil menunjukkan bahwa rerata presentase sel
normal tertinggi adalah kelompok kontrol (58,11%), diikuti dengan kelompok perlakuan training
dan detraining. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan latihan aerobik dan detrain pada nukleus
sentral amigdala.
Kata kunci:
Detraining; Nukleus sentral amigdala; Training
Aerobic Exercise and Detraining Effect on the Number of Normal Neuron of
Rat’s Central Nucleus Amygdala
Abstract
Aerobic exercise recommended by many health practitioners because it has a lot of benefit
including the assumption about aerobic exercise effect that increases the number of neurons,
cognitive function and memory. Departing from this assumption, a study to determine the effect of
aerobic exercise and detrain to the histological features of central nucleus of amygdale was
conducted. This experimental study used male rats (Rattus sp. Wistar strain) as experimental
animal, which divided into three groups (each n = 9), control group, training and detraining.
Observation was done on brain tissue by counting the number of normal cells in the central
nucleus of the amygdala using optilab viewer which equipped with image raster. Data were
analyzed by one-way ANOVA test. Results showed that control group has the highest mean
percentage of normal cells (58.11%), followed by training and detraining group. There was no
significant effect of aerobic exercise and detrain at the central nucleus of amygdala.
Keynote:
Detraining;Nucleus central of amygdala;Training
Pendahuluan
Latihan fisik, khususnya latihan fisik kronik, memiliki banyak manfaat seperti
pada proses belajar dan memori, proteksi dari neurodegenerasi, dan mengurangi
depresi khususnya pada populasi usia lanjut.1 Latihan fisik aerobik, seperti latihan
treadmill, bermanfaat meningkatkan performa dalam belajar menghindari pasif,
mengurangi kadar serotonin dalam hippocampus yang dapat menyebabkan
gangguan proses belajar dan memori.2 Sudah banyak dilakukan penelitian
mengenai pengaruh dan manfaat latihan fisik aerobik namun sebagian besar hanya
terfokus meneliti area otak seperti hippocampus dan gyrus dentatus. Sehingga,
masih meninggalkan banyak area abu-abu terutama pada area otak lain.
Hal itu menimbulkan rasa keingintahuan mengenai efek latihan fisik aerobik serta
apabila latihan fisik dihentikan atau detraining terhadap jumlah sel saraf normal di
nukleus sentral amigdala, suatu struktur otak yang berperan dalam kondisi
ketakutan, pembentukan memori, proses belajar, proses sosial, dan pengaturan
emosi3.
Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai pengaruh latihan fisik aerobik dan
detrain terhadap jumlah sel saraf normal di nukleus sentral amigdala. Penelitian
difokuskan pada nukleus sentral amigdala karena nukleus sentral amigdala
terutama bagian medialnya (CeM) merupakan pemancar utama dalam merespon
kondisi ketakutan, yang diterima oleh neuron bagian lateral dan aktivitas neuronal
bagian lateralnya, yaitu CEL (Central Lateral Amygdala). 4
Tinjauan Teoritis
1.1 Latihan Fisik
Latihan fisik menurut WHO didefinisikan sebagai pergerakan tubuh
dengan menggunakan otot rangka yang menyebabkan pengeluaran energi.
Terdapat dua klasifikasi latihan fisik, yaitu 1). berdasarkan efek atau manfaat
terhadap tubuh, dikelompokkan menjadi latihan fisik aerobik, anaerobik, dan
latihan fleksibilitas, 2). klasifikasi latihan fisik berdasarkan ketersediaan energi
dan durasi aktivitas, terdiri dari latihan fisik aerobik, dan anaerobik.5,6
1.2 Latihan Fisik Aerobik
Latihan fisik aerobik terkait dengan ketersediaan energi atau kemampuan
untuk menyediakan energi untuk kegiatan yang menguras oksigen. Ciri khas
latihan fisik aerobik adalah durasi panjang, intensitas rendah, repetitif serta
melibatkan kelompok otot besar seperti berlari, dan berenang. Keterlibatan
kelompok otot besar dan durasi yang panjang menyebabkan latihan fisik aerobik
sangat membutuhkan banyak oksigen;7 sehingga, memacu tubuh untuk
memperkuat pompa jantung, memperbanyak pembuluh darah di dalam otot, dan
meningkatkan VO2 max.
1.3 Detrain
Latihan fisik yang dilakukan secara teratur, tentunya telah menginisiasi
terjadinya berbagai adaptasi dan perubahan di dalam tubuh. Namun, apabila
latihan fisik teratur dihentikan, kesehatan dan kebugaran pun akan berkurang. Hal
ini dikenal dengan istilah detraining. Hal ini biasa terjadi pada dua minggu atau
satu bulan dari penghentian latihan fisik teratur.8
2.4 Struktur otak, dan klasifikasi
Neuron adalah sel yang mendominasi otak karena jumlahnya yang sangat
banyak pada otak.9
Neuron lebih dikenal dengan sel saraf mempunyai fungsi sebagai konverter
berbagai stimulus menjadi sinyal elektrik atau potensial aksi. Neuron mampu
melakukan ini karena sifatnya yang sensitif terhadap berbagai macam stimulus.
Potensial aksi yang di hasilkan oleh neuron, akan di konduksikan ke sel saraf lain,
menuju ke jaringan target. Neuron memiliki tiga bagian yaitu badan sel, dendrit
dan akson.
Otak dewasa terbagi menjadi empat bagian utama yaitu batang otak,
serebrum, serebelum, dan diensefalon. Batang otak berhubungan dengan medula
spinalis dan dibagi menjadi medulla oblongata, pons dan midbrain. Dibagian
posterior dari batang otak terdapat serebelum. Diensefalon terdiri dari thalamus,
hipotalamus, epitalamus dan amigdala yang terletak di superior batang otak.
Bagian terakhir yaitu bagian terbesar dari otak adalah serebrum yang terdiri dari
hemisfer kanan dan kiri.10
Terdapat beberapa faktor internal dan eksternal tubuh seperti faktor genetik,
umur, gender, asupan gizi, stres, lingkungan dan aktivitas fisik yang berperan
dalam fungsi dan struktur otak.11
2.5 Amigdala dan Nukleus sentral amigdala
Amigdala adalah salah satu bagian dari sistem limbik yang terletak di lobus
temporal pada ventral dari kortreks temporal. Amigdala terdiri dari beberapa
nukleus yang berbeda dan berbentuk seperti kacang almond. Amigdala dapat
dibagi berdasarkan kelompok nukleusnya menjadi amigdala lateral, basal, medial,
anterior, sentral dan kortikal. Selain itu, amigdala juga dapat diklasifikasikan
menjadi dua berdasarkan fungsinya, yaitu 1) kelompok kortikomedial dan
kelompok basolateral.
Amigdala memiliki peran penting dalam mengatur motivasi, memori, visual,
emosi dan rasa takut. Penelitian lain menyatakan bahwa setiap bagian dari
amigdala mengeluarkan efek yang berbeda pada stimulus yang berbeda pula.
Seperti contoh apabila stimulasi pada amigdala kortikomedial dilakukan, maka
akan terjadi efek kuat yang memfasilitasi terjadinya kemarahan untuk
mempertahankan diri. Sebaliknya, stimulasi pada bagian basolateral, akan
menimbulkan efek kebalikannya.
Selain itu, telah diketahui pula bahwa potensi amigdala medial terhadap
kemarahan defensif diperantarai oleh serat saraf dari striae terminal yang
mengeksitasi neuron hipotalamus medial. Sedangkan amigdala sentral dan lateral
mensupresi reaksi tersebut.
Nukleus sentral amigdala berperan penting dalam mengekspresikan rasa
takut kondisional. Nukleus ini memiliki subnuklei, yaitu nukleus sentral medial
CeM dan sentral lateral atau CeL. Mekanisme yang telah diketahui, adalah CeM
merupakan output station utama dari amigdala untuk respon rasa takut. CeM
merupakan satu-satunya sumber proyeksi amigdala ke PeriAqueductal Gray
(PAG), struktur yang telah lama dipakai untuk mengukur rasa takut.12,13
2.6
Proses Pembentukan Memori
Memori merupakan penyimpanan segala informasi yang didapat setiap
harinya. Memori memiliki peran penting dalam proses belajar. Pembentukan
memori terdiri dari dua tahap berbeda, yaitu memori jangka pendek dan jangka
panjang. Memori jangka pendek disebut juga working memory yang hanya
memiliki kapasitas untuk menampung delapan bagian informasi saja, seperti
mengingat nomor telepon. Memori jangka pendek yang telah di konsolidasi, akan
disimpan sebagai memori jangka panjang yang memiliki kapasitas tidak terhingga
yang akan tersimpan lebih lama bila dibandingkan dengan memori jangka pendek.
Proses konsolidasi, dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu 1). Keadaan
emosional. 2). Repetisi 3). Asosiasi 4). Memori otomatis.14
2.7
Hubungan Latihan Fisik Aerobik terhadap Otak
Latihan fisik selain bermanfaat untuk kebugaran tubuh dan kesehatan
jantung, ternyata juga memiliki efek khusus pada otak yaitu pada pembuluh darah
otak dan dendrit. Secara garis besar dapat meningkatkan fungsi dari sistem saraf
pusat.15 Sebuah penelitian menyebutkan bahwa aktifitas fisik yang efektif
meningkatkan kemampuan otak dalam membentuk memori. Hal ini dibuktikan
dengan kadar BDNF dan katekolamin yang meningkat setelah dilakukan latihan
fisik yang intens. Kadar BDNF yang meningkat serta katekolamin berkaitan
dengan meningkatnya kemampuan otak dalam membentuk memori jangka pendek
dan panjang. Sehingga BDNF dan katekolamin diduga sebagai mediator yang
membuktikan bahwa latihan fisik berkaitan dengan otak.16
2.8 Hubungan Detrain terhadap Otak
Berlawanan dengan aktifitas fisik yang dapat meningkatkan fungsi otak dengan
meningkatkan kadar BDNF, detraining akan menimbulkan efek penurunan kadar
BDNF sampai dengan di bawah kadar kontrol yang disebabkan oleh penurunan
regulasi kadar neurotropin dan memori.15 Sehingga, proses pembentukan memori
yang lebih efisien dapat terfasilitasi oleh latihan fisik, sedangkan detrain akan
menurunkan efisiensi tersebut.15 Studi lain menyatakan bahwa detrain lebih
berpengaruh pada memori jangka panjang.16
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang dilaksanakan di Laboratorium
Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, selama 6 bulan, yaitu
Agustus 2012 hingga Januari 2013. Data penelitian merupakan data primer dari
sediaan otak tikus yang diberi perlakuan latihan fisik aerobik dan detraining.
Sediaan otak tikus adalah milik Ibu Leli Ribawati dari hasil penelitian yang
berjudul Pengaruh Latihan Fisik Aerobik dan Detrain Terhadap Struktur Otak dan
Memori Pada Tikus.
Pada penelitian ini hewan coba dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan, yaitu
kelompok kontrol, aerobik, dan detraining dengan besar sampel tiap kelompok
sembilan buah. Tikus dalam kelompok aerobik dikondisikan untuk berlari
menggunakan treadmill setiap hari selama 6 minggu dengan kecepatan
20m/20menit. Tikus dalam kelompok detrain mendapatkan perlakuan berlari
menggunakan treadmill setiap hari selama 6 minggu
dengan kecepatan 20
m/20menit kemudian dihentikan selama 6 minggu. Sediaan otak tikus kemudian
akan dipulas dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin dan akan diamati dengan
mikroskop binokular yang difasilitasi aplikasi optilab dan program image raster.
Data didapat dari pengamatan sediaan nukleus sentral amigdala tikus dan
penghitungan jumlah sel saraf normal pada nukleus sentral amigdala tikus. Sel
saraf yang masuk dalam kategori normal adalah sel saraf dengan ukuran 10
mikrometer, memiliki inti sel dengan anak inti terlihat jelas, kromatin baik (jelas,
tidak kondensasi, tidak piknotik), dan sitoplasma utuh.
Hasil
Hasil observasi jumlah sel saraf normal pada ketiga kelompok perlakuan,
memperlihatkan adanya trend penurunan jumlah sel saraf normal dengan jumlah
sel saraf normal terbesar terdapat pada kelompok kontrol.
K
A
D
Gambar 2. Hasil observasi jumlah sel saraf normal nukleus sentral amigdala tikus. Tanda
panah menunjukkan contoh sel saraf normal yang ditandai oleh adanya inti sel dan anak
inti jelas, kromatin baik (jelas, tidak kondensasi, tidak piknotik), dan sitoplasma utuh
K= Hasil observasi kelompok kontrol A= Hasil observasi kelompok aerobik D=Hasil
observasi kelompok detrain.
Setelah dilakukan observasi, dilakukan uji statistik dengan terlebih dahulu
mengecek distribusi data. Semua data yang didapatkan dari hasil penghitungan
terbukti terdistribusi normal berdasarkan uji Shapiro-Wilk (p > 0,05). Selain itu,
berdasarkan uji Levene untuk mengetahui homogenitas data, terbukti bahwa
semua data bersifat homogen (p > 0,05). Kemudian data dianalisis dengan uji
parametrik menggunakan one way Anova. Hasil semua uji yang telah dilakukan
pada penelitian ini dapat dilihat pada bagian lampiran.
Setelah dilakukan penghitungan sel saraf normal pada tiap kelompok, didapatkan
persentase sel saraf normal seperti yang tertera pada tabel 4.1
Tabel 4.1. Hasil Analisis One Way Anova Persentase Sel Saraf Normal
Perlakuan
N
Rerata ± s.b
P
Kontrol
9
58,11± 14,066
P = 0,116
Training
9
54,44 ± 5,294
Detraining
9
48,00± 8,588
Pada tabel 4.1, terlihat rerata presentase sel normal pada nukleus sentral amigdala
pada kelompok kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok training dan
detraining. Kemudian, terlihat pula rerata presentase sel normal pada kelompok
detraining lebih rendah dibandingkan kelompok training. Sehingga, jelas sekali
terlihat terjadi penurunan jumlah sel saraf normal pada kelompok yang
mendapatkan perlakuan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Penurunan presentase yang terjadi pada kelompok perlakuan kemudian diuji
apakah menunjukkan perbedaan yang signifikan. Namun setelah dilakukan uji
ANOVA, hasil menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan yang ditunjukkan
dari nilai p (p=0,116 ; p<0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
latihan fisik dan aerobik tidak berpengaruh pada jumlah sel saraf normal di
nukleus sentral amigdala.
Diskusi
Pada penelitian ini, peneliti memakai sediaan otak tikus jantan yang telah
dikelompokkan sebelumnya menjadi kelompok kontrol, training dan detraining.
Penelitian berjalan dengan memberikan perlakuan yang berbeda kepada masingmasing kelompok. Pada kelompok training, diberikan perlakuan latihan fisik
aerobik selama 6 minggu. Pada kelompok detraining, diberikan perlakuan latihan
fisik aerobik selama 6 minggu, dan kemudian dihentikan selama 6 minggu.
Kelompok terakhir yaitu kelompok kontrol, tidak diberikan perlakuan apapun.
Setelah perlakuan selesai dilakukan, dibuat sediaan dari otak tikus yang dipulas
dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin, yang kemudian diamati oleh optilab
viewer dan dilakukan penghitungan jumlah sel saraf yang masuk dalam kategori
normal.
Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian ini, perlakuan yang diberikan
kepada tikus percobaan tidak memberikan pengaruh signifikan kepada ketiga
kelompok tikus percobaan. Terdapat kecenderungan penurunan jumlah sel saraf
pada kelompok yang diberikan perlakuan aerobik dan detrain bila dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Holzek BA dan kawan kawan yang
menyatakan bahwa pada kondisi stress akan memicu peningkatan jumlah
(densitas) sel sel saraf pada amigdala. Namun, hasil penelitian ini berlawanan
dengan penelitian yang menyatakan bahwa latihan fisik aerobik dapat memicu
neurogenesis pada hipokampus yang disebabkan oleh mekanisme BDNF.17,18
Amigdala merupakan bagian dari sirkuit CRF didalam merespon stres. Penelitian
Holzek BA, et al menyatakan bahwa pada saat kondisi stress, kepadatan
(densitas) sel saraf pada amigdala akan meningkat dan fungsi amigdala menjadi
hiperaktif. Sebaliknya, saat stres dikurangi, kepadatan
(densitas) sel saraf
amigdala menurun.19 Respon tersebut, akan memediasi neuroendokrin, otonom,
dan perubahan perilaku. Selain itu, spesifik pada area nukleus sentral amigdala,
memiliki peranan dalam memodulasi proses neuronal dan sistem pembelajaran
pada amigdala.20,21
Stimulus stress pada amigdala akan memicu lepasnya hormon stress yang poten
yang menginhibisi proliferasi sel di hipokampus dan area otak lain.22 Pada sisi
lain hormon stres yang dihasilkan amigdala juga dapat berperan dalam konsolidasi
memori pada pengalaman terkait emosional melalui mekanisme interaksi aktivasi
noradrenergik didalam amigdala.23
Penelitian yang dilakukan oleh Kumera M dan kawan kawan menyatakan bahwa
faktor stress atau stressor akan menginduksi terjadinya perilaku depresi yang
ditandai oleh adanya inflamasi, oksidatif, dan mekanisme antineurogenik dan
apoptosis pada hipokampus dan area otak lain. Stress kronik yang terjadi akan
meningkatkan interleukin-1β, Tumor Necrosis Factor-α, siklooksigenase-2,
menurunnya BDNF dan apoptosis. Pada penelitian yang sama juga disebutkan
bahwa tatalaksana antidepresan dapat mempengaruhi mekanisme stress diatas.18
Latihan fisik aerobik diketahui memiliki manfaat dalam mengurangi stress
dikarenakan memiliki efek anxiolytic dan antidepresan. Hal ini dapat
dihubungkan dengan sebuah penelitian yang meneliti keadaan densitas amigdala
dalam kondisi stress dan membandingkannya dengan keadaan densitas amigdala
disaat kondisi stress dikurangi.
Berdasarkan penelitian Holzek BA dan kawan kawan serta hasil penelitian ini,
dapat disimpulkan bahwa terdapat trend penurunan jumlah sel saraf normal di
nukleus sentral amigdala pada tikus yang diberi perlakuan fisik aerobik dan
detrain. Hal tersebut dapat dijelaskan oleh pengaruh efek anxiolytic dan
antidepresan yang diakibatkan oleh latihan fisik aerobik yang akan menurunkan
densitas amigdala karena berkurangnya stress.
KESIMPULAN
1. Tidak terdapat peningkatan jumlah sel saraf normal pada nukleus sentral
amigdala tikus yang mendapat perlakuan latihan fisik aerobik
2. Tidak terdapat peningkatan jumlah sel saraf normal pada nukleus sentral
amigdala tikus yang mendapat perlakuan detraining
3. Tidak terdapat peningkatan jumlah sel saraf normal pada nukleus sentral
amigdala tikus yang mendapat perlakuan latihan fisik aerobik bila
dibandingkan dengan jumlah sel saraf normal tikus yang mengalami perlakuan
detraining.
Saran
1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme biomolekuler
didalam otak yang dapat meningkatkan konsolidasi memori.
Daftar Referensi
1. Cotman C, Berchtold N. Exercise: A Behavioural Intervention to Enhance
Brain Health and Plasticity. Trends in Neuroscience. 2002; 25(6): 295-301
2. Chen H, et al. Treadmill exercise enhances passive avoidance learning in rats:
The Role Down-Regulated Serotonin System in the Limbic System.
Neurobiology of Learning and Memory. 2008; 89(4): 489-496
3. Robinson JL, et al. Metaanalytic Connectivity Modeling:Delineating the
Functional Connectivity of the Human Amygdala. Human Brain Mapping.
2010; 31(2): 173-184
4. Ciocchi S, et al. Encoding of conditioned fear in nukleus sentral amigdala
inhibitory circuits. Nature. 2010; 468(7321): 277-82
5. The National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI). Your Guide to
Physical Activity and Your Heart. 2006. p.11
6. Greenberg JS, Dintiman GB, Oakes BM. Physical fitness and wellness:
changing the way you look, feel, and perform. 3rd ed.USA: Human Kinetics;
2004.p. 90-109
7. Ayers SF, Sariscsany MJ. Physical education for lifelong fitness: the physical
best teacher's guide. 3rd ed. USA: Human Kinetics; 2011.p 72
8. Kohl HW, Murray TD. Foundations of physical activity and public health.
USA: Human Kinetics; 2012.p. 35
9. Gartner LP, Hiatt JL. Color textbook of histology. 3rd ed. USA. Saunders.
2007. p. 186-218
10. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology, vol.1. 12th
Ed. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc; 2009.p 496
11. Zubieta JK, Dannal RF, Frost JJ. Gender and age influencs on human brain
mu-opioid receptor binding measured by PET. Am J Psychiatry. 1999; 156(6):
842-8
12. Duvarci S, et al. Central Amygdala Activity during Fear Conditioning. The
Journal of Neuroscience. 2011; 31(1): 289 –294
13. Siegel A, et al. Essential Neuroscience. Lippincott Williams &
Wilkins.Philadelphia.2006.p. 219
14. Marieb EN, Hoehn K. Human Anatomy &Physiology.7th ed.Pearson
Benjamin Cummings.San Fransisco.2007.p 445-454
15. Radak Z, Toldy A, Szabo Z, Siamilis S, Nyakas C, Silye G, et al. The effects
of training and detraining on memory, neurotrophins, and oxidative stress
markers in rat brain. Neurochemistry International. 2006; 49: 387-392
16. Goekint M, Roelands B, De Pauw K, Knaepen K, Bos I, Meeusen R. Does a
period of detraining cause a decrease in serum brain-derived neurotrophic
factor?. Neurosci Lett. 2010; 486(3): 146-9
17. Van Praag H, Shubert T, Zhao C, Gage FH. Exercise enhances learning and
hippocampal neurogenesis in aged mice. The Journal of Neuroscience. 2005;
25(38): 8680-8685
18. Kubera M, Obuchowicz E, Brzeszcz J, Maes M. In Animal Models,
Psychososial Stress-Induced (Neuro)Inflamation, Apoptosis, and Reduced
Neurogenesis are Associated to the Onset of Depression. Progress in NeuroPsychopharmacology and Biological Psychiatry.2011;35: 744-759
19. Holzel BK, et al. Stress Reduction Correlates With Structural Changes in the
Amygdala. Social Cognitive & Affective Neuroscience. 2009;5(1):11-17
20. Sah P, Faber ESL, Lopez De Armentia M, Power J. The Amygdaloid
Complex: Anatomy and Physiology. Physiol Rev 2003; 83: 803–834
21. Gray TS, Bingaman EW. The Amygdala: Corticotropin-Releasing Factor,
Steroids, and Stress. Critical Reviews in Neurobiology. 1996; 10(2):155-168
22. Mirescu C, Gould E. Stress and adult neurogenesis. Hippocampus Special
Issue: Special Issue on Neurogenesi.2006;16(3): 233–238
23. Roozendal B, Barsegyan A, Lee S. Adrenal stress hormone, amygdala
activation, and memory for emotionally arousing experiences. Progress in
Brain Research. 2007; 167: 79–97
18
Download