Asam Absisat ( Abscicic Acid, ABA) Asam absisat pertama kali

advertisement
Asam Absisat ( Abscicic Acid, ABA)
Asam absisat pertama kali dikenal dan dicirikan secara kimia pada tahun 1963,
oleh Frederick T Addicott dan beberapa pembantunya di California, yang saat itu
sedang mempelajari senyawa yang menyebabkan gugurnya buah kapas. Mereka
menamakan salah satu senyawa aktifnya absisin I dan senyawa kedua yang jauh
lebih aktif absisin II. Absisin II ternyata ABA.
Pada tahun yang sama, dua kelompok peneliti lain menemukan ABA juga. Satu
kelompok dipimpin oleh F Wareing di Wales; mereka mempelajari senyawa
senyawa yang menyebabkan dormansi pada tumbuhan berkayu, khususnya Acer
pseudoplantanus. Mereka namakan senyawa yang paling aktif itu dormin.
Kelompok lainnya dipimpin oleh RFM Van Steveninck, mula-mula di New Zealand,
kemudian di Inggris. mereka meneliti senyawa yang mempercepat gugurnya
bunga dan buah pada lupinus kuning ( Lupinus luteus). Pada tahun 1964 terbukti
bahwa dormin dan senyawa dari lupinus sama dengan absisin II, maka ahli
fisiologi sepakat, pada tahun 1967, untuk menamakan senyawa itu asam absisat.
ABA umum ditemui pada tumbuhan berpembuluh, juga terdapat di beberapa
jenis lumut, ganggang hijau, cendawan, namun tidak pada bakteri.
Kimia,metabolisme , dan pengangkutan asam absisat
ABA adalah seskuiterpenoid berkarbon 15, yang sebagian disintesis di kloroplas
dan plastid lain melalui lintasan asam mevalonat. Jadi reaksi awal dalam sintesis
ABA sama dengan reaksi sintesis isoprenoid seperti giberelin, sterol, dan
karotenoid. Ada fakta persentase kecil ABA di dalam kloroplas dapat naik
disebabkan destruksi fotokimia atau enzimatik carotenoid violaxanthin. Destruksi
ini awalnya membentuk xanthoxin yang dapat diubah menjadi ABA. Xanthoxin
adalah zat penghambat kuat yang berpartisipasi dalam fototropisme dan efek
sinar lainnya, kususnya sinar biru
Biosintesis ABA pada sebagian besar tumbuhan terjadi secara tak langsung
melalui peruraian karotenoid tertentu (40 karbon) yang ada di plastid. Kloroplas
daun mengandung karotenoid yang menjadi bahan dasar ABA. Semua reaksi yang
mebentuk xanotxin mungkin berlangsung di plastid, tapi tahap berikutnya
mungkin terjadi di suatu tempat di sitosol.
Pada dasarnya, karotenoid violaxanthin dengan konfigurasi trans pada semua
ikatan rangkap, oleh enzim yang belum dikenali, diubah menjadi 9-cis
violaxanthin yang mempunyai konfigurasi cis yang sama seperti ABA pada karbon
2 dan 3. Selanjutnya , 9-cis violaxanthin teroksidasi oleh O2 dan pecah ,
melepaskan senyawa atau beberapa senyawa yang belum dikenal ( dengan total
25 karbon) serta xanthoxin, yaitu epoksida berkarbon 15, dengan struktur serupa
dengan ABA. Xanthoxin diubah menjadi ABA aldehid dengan membuka cincin
epoksida dan dengan oksidasi (oleh NADP+ dan NAD+) gugus hidroksil cicncin
menjadi gugus keto. Akhirnya gugus aldehid di rantai samping ABA, aldehid
dioksidasi menjadi gugus karboksil ABA. Yang menarik, oksidasi terakhir ini hampir
dipastikan membutuhkan koenzim yang mengandung molibdenium, yang
menunjukkan fungsi penting lain dari molibdenium bagi tumbuhan.
ABA dapat dinonaktifkan dengan dua cara. Pertama,, dengan penempelan
glukosa pada gugus karboksilnya untuk membentuk ester ABA glukosa. Ester ini
tampaknya hanya terdapat di vakuola ( cara penonaktifan serupa dengan
penempelan glukosa juga terjadi pada IAA, giberelin, dan sitokinin. Proses
penonaktifan lainnya adalah oksidasi dengan O2 membentuk asam faseat dan
asam dihidrofaseat.
ABA diangkut dengan mudah dalam xilem dan floem, dan juga dalam sel parenkim
di luar berkas pembuluh. Pada sel parenkim, biasanya tak ada polaritas (berbeda
dengan auksin), sehingga pergerakan ABA dalam tumbuhan serupa dengan
pergerakan giberelin.
Fungsi utama ABA di dalam tanaman mungkin menyebabkan stomata menutup
ketika terjadi cekaman air atau ketika level CO2 tinggi terjadi di dalam sel penjaga
( seperti di sore , ketika fotosintesis berenti tetapi respirasi berlanjut.
Efek ABA teradap dormansi
Respon yang paling umum sel teradap ABA adala penghambatan pertumbuan.
hasil awal Wareing dan koleganya yaitu penemuan dormin (ABA) yg
menunjukkan level yg naik di dalam daun dan tunas ketika dormansi tunas terjadi
di dalam hari pendek akir musim panas. Mereka juga menemukan bawa aplikasi
langsung ABA pada tunas tak-dorman menyebakan dormansi. hasil-hasil itu
mengarahkan ABA adalah hormon dormansi tunas yang disintesis di daun yang
merasakan panjang hari dan ditranslokasikan ke tunas untuk menginduksi
dormansi. Hasil lain ABA dengan C terlabel radioaktif ( 14C) menunjukkan sangat
sedikit ABA yang berpidah dari daun ke tunas ketika mulai dormansi. Jadi
perlakuan hari pendek yang menginduksi dormansi dalam berarmacam-macam
spesies tidak menyebabkan kenaikan ABA pada tunas beberapa spesies. Tetapi,
hasil yang terakhir ini nampaknya tidak meyakinkan karena analisis keseluruhan
tunas tidak menunjukkan perubahan level ABA. Lokalisasi langsung ABA denan
teknik histokimia dan sitokimia amsi diperlukan. Nampaknya masih
memungkinkan ABA sebagai suatu hormon yang berkontribusi pada dormansi
tunas.
Selama dua dekade, telah ada kajian mengenai pentingnya ABA menyebabkan
dormansi biji. ABA eksogen merupakan inhibitor kuat perkecambahan biji (
terutama karena ABA memperlambat pemanjangan radikula dan menunda
perkecambahan tanpa pencegahan itu). Selanjutnya, kajian dengan beberapa
spesies menunjukkan bahwa level ABA turun di dalam seluruh biji ketika dormansi
dipatahkan dengan perlakuan lingkungan, seperti misalnya sinar atau suhu
dingin. Studi lain tidak menunjukkan penurunan. Kesimpulan yang beralasan dari
hasil-hasil ini adalah bahwa ABA menyebabkan dormansi biji di dalam beberapa
spesies tetapi tidak pada spesies lain. Ini nampak beralasan , karena banyak
senyawa lain yang terkait di dalam dormansi biji.
ABA dan Absisi
Pentingnya ABA di dalam meneyebakan gugur daun, bunga, dan buah adalah
kontroversial. Banyak pakar mengevaluasi data yang dipublikasi dengan cara yang
berbeda. Milborrow (1984) menyimpulkan bahwa ABA eksogen menyebabkan
absisi namun sangat kurang efektif dibanding etilen eksogen. Sebelumnya Sacher
(1983) menyimpulkan bahwa ABA endogen memainkan peranan penting didalam
senescence organ-organ ini. Addicott (1983) megemukakan alasan kuat peranan
ABA endogen di dalam menyebabkan absisi, khususnya ketika melawan
pentingnya etilen. Adalah sulit bagi kita untuk mengevaluasi data yang dipublikasi
para pakar. Tetapi, kita seharusnya membedakan diantara spesies dan organ
yang terabsisi, dan kita seharusnya memerlukan pengetahuan konsentrasi ABA di
dalam sel yang mengontrol absisi. Sebelum membuat kesimpulan
Bagaimana ABA bertindak ?
ABA nampak mempunyai 3 efek utama, tergantung pada jaringan yang terkait. (1)
adalah membran plasma akar, (2) pengambatan sintesis RNA (transkripsi), dan (3)
penghambatan sintesis protein (translasi). Pengaruh pada membran akar adalah
membuatnya lebih bermuatan positif. Efek ini mungkin terkait pelepasan cepat
ion K+ dari sel penjaga ( dimana penghambatan ATPase terkait., dan mungkin
dalam kemampuan ABA untuk mengambat secara cepat pertumbuhan yang
diinduksi auksin. Efek kombinasi dengan sintesis protein dan enzim lain dapat
menerangkan efek jangka lama pada pertumbuhan dan perkembangan, termasuk
peranan di dalam dormansi biji dan tunas dan pengambatan aktivitas enzim
hidrolase yang dipacu oleh giberelin. Mekanisme keduanya tidak diketahui.
ABA mengiduksi penutupan stomata
Banyak peneliti memperlihatkan bahwa pemberian ABA pada daun akan
menyebabkan penutupan stomata pada banyak spesies. Stomata akan tetap
tertutup, dalam keadaan gelap atau terang, selama beberapa hari, yang
barangkali bergantung pada lamanya waktu yang dibutuhkan oleh tumbuhan
tersebut untuk memetabolismekan ABA.
Kandungan ABA dalam daun monokotil dan dikotil meningkat beberapa kali lipat
jika daun mengalami keadaan rawan air, baik daun tersebut dipisahkan dari
akarnya maupun dibiarkan utuh. Keadaan rawan air meningkatkan kandungan
ABA paling sedikit 20 kali lipat, sampai 8 femtogram per sel ( 1 fg = 10-15).
Kini terbukti bahwa ABA yang dipasok oleh akar sebagian besar berasal dari ujung
akar dangkal yang mengalami rawan air dan bahwa ABA berlaku sebagai isayarat
bagi daun apabila air tanah mulai habis. Stomata menutup sebagai responsnya
terhadap ABA yang berasal dari daun atau akar, sehingga terlindung dari
kekeringan. Tentu saja, karena fotosintesis hampir berhenti, pertumbuhan tajuk
terhambat, tetapi pertumbuhan akar yang lebih dalam dapat berlanjut sampai
merekapun menjadi kering. ABA menyebabkan stomata menutup dengan cara
menghambat pompa proton yang kerjanya bergantung pada ATP di membran
plasma sel penjaga. Pompa ini biasanya mengangkut proton keluar dari sel
penjaga, sehingga menyebabkan terjadinya aliran masuk cepat dan penimbunan
K+ , kemudian terjadi penyerapan air secara osmotik serta pembukaan stomata.
Tapi, ABA yang bekerja di ruang-bebas pada permukaan luar membran plasma sel
penjaga membatasi masuknya K+, sehingga K+ dan air merembes keluar, turgor
berkurang, dan stomata menutup.
Bagaimana sesungguhnya keadaan rawan air bisa menyebabkan ABA dihasilkan di
daun, sudah diteliti dengan cukup cermat. Tampaknya, hilangnya turgor, bukan
potensial osmotik yang semakin negatif, merupakan isyarat utamanya. Kehilangan
turgor ini barangkali menyebabkan munculnya isyarat tak dikenal dari membran
plasma untuk mengaktifkan gen inti tertentu yang kemudian mendorong sintesis
ABA. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa membran plasmalah yang
memberi respons terhadap penurunan turgor dan bahwa hal itu terjadi dengan
cara mengangkut ion Ca+2 ke dalam sel dengan laju yang lebih cepat. Ion Ca+2 dan
fosfoinositol kemudian bekerja dalam rantai transduksi isyarat untuk
mengaktifkan gen yang diperlukan untuk sintesis ABA. Selanjutnya, Ca+2 dan
fosfoinositol tampaknya juga terlibat dalam peranan ABA saat senyawa itu
menyebabkan penutupan stomata dengan cepat, namun di sini pengaktifan gen
tidak terjadi.
ABA pelindung terhadap keadaan rawan garam dan rawan dingin
ABA naik tidak saja karena tumbuhan mengalami tekanan akibat kekurangan air,
tapi juga akibat tanah bergaram, suhu dingin, suhu beku, dan pada beberapa
spesies, akibat suhu tinggi. Diketahui pula bahwa akar yang mengalami rawan air
juga membentuk ABA lebih banyak dan bahwa ABA ini diangkut melalui xilem
menuju daun, untuk menutup stomata.
Pemberian ABA dapat juga mengurangi reaksi tumbuhan terhadap faktor
rawan, misalnya memperkuat tumbuhan dalam menghadapi kerusakan akibat
kelebihan garam, suhu dingin, dan sebagainya.
Kandungan garam yang melebihi normal menyebabkan tanaman
mensintesis protein berbobot molekul rendah yang disebut osmosin , yang
tertimbun banyak sekali dan diduga membantu melindungi diri dari pengaruh
garam.
Efek ABA terhadap Perkembangan embrio dalam biji dan perkecambahan biji
Perkembangan embrio dapat dibagi menjadi tiga tahap: 1) mitosis dan
diferensiasi sel, 2) pembesaran sel dan penimbunan cadangan makanan ( protein,
lipid, karbohidrat), dan 3) pematangan yaitu masa biji mengering dan memasuki
keadaan istirahat atau dorman.
ABA dalam biji dapat mempercepat pembentukan protein cadangan pada
biji. ABA dapat menghambat perkecambahan biji walaupun sudah matang dan
masih mengalami istirahat/ masa dorman. Kandungan ABA dalam biji menurun,
ketika dormansi biji berakhir akibat perlakuan lingkungan misalnya suhu rendah,
sinar dan sebagainya.
Download