BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kinerja telah menjadi salah satu kata kunci yang banyak dibicarakan diberbagai organisasi mulai dari organisasi perusahaan, pemerintahan, dan juga perguruan tinggi. Demikian juga kinerja masuk dalam setiap aspek sosial ekonomi kemasyarakatan. Kondisi ini terlihat dari banyak organisasi yang memasukkan kata kinerja dalam visi dan misinya. Pencapaian kinerja tidak hanya diharapkan pada karyawan saja melainkan dalam jangka panjang diharapkan mampu meningkatkan kinerja kelembagaan. Kinerja menjadi gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategi perencanaan suatu organisasi. Pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi tentang efisiensi penggunaan sumberdaya dalam menghasilkan output yang berkualitas, membandingkan hasil kerja dengan rencana kerja, serta menunjuk efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. Dalam meningkatkan kinerja organisasi tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Banyak faktor yang turut menentukan suatu organisasi sukses dalam meningkatkan kinerja, baik yang telah dibuktikan secara empiris oleh peneliti-peneliti terdahulu, maupun faktor-faktor yang belum dimasukkan dalam Universitas Sumatera Utara penelitian. Mardiasmo (2002) menunjuk variabel anggaran sebagai alat penilaian kinerja. Kinerja dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Pada umumnya karyawan akan menerima reward bila mampu memenuhi sasaran anggaran atau melebihi target anggaran. Sebaliknya akan mendapatkan punishment bila tidak mampu memenuhi target anggaran. Penganggaran merupakan suatu proses yang cukup rumit pada organisasi sektor publik dibandingkan dengan penganggaran pada sektor swasta. Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dari uang publik (Mardiasmo, 2005). Penganggaran dalam sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk masing-masing program dan aktivitas dalam satuan moneter. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menyebabkan kegagalan pada perencanaan kerja yang telah disusun. Penganggaran dalam organisasi sektor publik terutama pada pemerintah daerah merupakan suatu proses politik. Dalam hal ini anggaran merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa anggaran publik menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja dan aktivitas penyelenggaraan tugas dan wewenang pemerintah daerah. Universitas Sumatera Utara Dahulu penganggaran dilakukan dengan sistem top-down, di mana rencana dan jumlah anggaran telah ditetapkan oleh atasan/pemegang kuasa anggaran, sehingga bawahan/pelaksana anggaran hanya melaksanakan program sesuai yang telah disusun. Penerapan sistem anggaran seperti ini mengakibatkan kinerja bawahan/pelaksana anggaran menjadi tidak efektif karena target yang ditetapkan adakalanya tidak sesuai dengan realita yang seharusnya terjadi. Misalnya target yang ditetapkan terlalu tinggi padahal sumberdaya yang diberikan tidak mencukupi untuk mencapai target tersebut. Mengetahui bahwa penganggaran dengan sistem top-down kurang maksimal dalam meningkatkan kinerja, maka dalam perkembangan sekarang ini pemerintah daerah mulai menyusun model perencanaan yang lebih partisipatif, di mana dengan sistem anggaran seperti ini memungkinkan serapan aspirasi dari seluruh komponen Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terutama pada setiap unit kerja dapat berpartisipasi dalam penyusunan anggaran. Masalah yang berkaitan dengan hubungan partisipasi anggaran dengan kinerja telah diteliti secara luas, namun kebanyakan bukti-bukti empiris menunjukkan hasil yang variatif dan tidak konsisten. Misalnya; Kenis, (1979); Brownell, (1982); Brownell dan Mc.Innes, (1986); Frucot dan Shearon, (1991); Indriantoro, (1995) dan beberapa peneliti lain menemukan bahwa partisipasi anggaran dan kinerja memiliki hubungan yang sangat positif. Di lain pihak menemukan hasil sebaliknya seperti penelitian Sterdy, (1960); Bryan dan Locke, (1967); Chenhall dan Brownell, (1988); Universitas Sumatera Utara Milani, (1975), dan beberapa penelitian lain yang menemukan partisipasi anggaran tidak berhubungan dengan kinerja organisasi. Dalam rangka meningkatkan kinerja sumber daya manusia pada organisasi pemerintahan tidak terlepas dari fungsi manajemen. Menurut Ruslan (1998) fungsi manajemen yang umum digunakan dalam suatu organisasi terdiri dari: perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, pengarahan, dan pelaksanaan. Keselarasan antara fungsi-fungsi manajemen terutama menyangkut perencanaan, pengawasan, pengorganisasian yang baik akan mendorong efektivitas dalam bekerja setiap pegawai negara. Tanpa adanya penerapan fungsi manajemen dalam suatu organisasi dapat saja berdampak buruk bagi produktivitas organisasi dan juga berbagai dampak buruk lainnya. Devas dan Anne (1999) menambahkan bahwa dalam fungsi perencanaan telah termasuk di dalamnya meramalkan, mengevaluasi dan komunikasi. Dalam fungsi pengorganisasian sangat tergantung dari pimpinan dalam memberikan perintah, arahan dan komunikasi antara atasan dengan bawahan. Pengawasan memerlukan instrumen-instrumen terukur dalam mengevaluasi pelaksanaan kegiatan oleh karyawan. Namun yang selama ini kita lihat tidak seperti yang kita harapkan dikarenakan rendahnya pengawasan sehingga yang aktif makin aktif dan yang malas makin malas, jadi di mana peran dan fungsi dari kepala dinas dalam meningkatkan efektivitas kerja pegawai di sini pemerintah mengambil suatu kebijakan untuk mengoptimalkan kinerja dari pada staf itu sendiri dengan memberi teguran secara langsung. Universitas Sumatera Utara Dalam kegiatan pengawasan tadi terlibat unsur yang paling pokok yaitu unsur manusia di dalamnya. Unsur manusia yang memegang peranan sebagai pengawas, ibarat mata dengan telinga bagi seorang pemimpin puncak (top management). Departemen pengawasan sebagai “mata” dan “telinga” pemimpin. Sebagai mata dan telinga tentu saja tidak dapat berbuat banyak selain melihat dan mendengar, jadi ia hanya sebagai perekam fakta tetapi fakta atau kenyataan yang sebenarnya yang ia lihat dan ia dengar itu tidak untuk didiamkan saja melainkan untuk diterjemahkan dan diteruskan kepada pihak pimpinan yang lebih tinggi atau kepada orang yang menugaskannya sebagai bahan untuk menentukan kebijaksanaan bila ditemukan kesalahan administratif ataupun tehnik fungsionalnya (Sugianto, 1993). Di samping itu masih kurangnya implementasi terhadap kebijakan yang diambil oleh pimpinan dan juga tidak adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggaran bagi pegawai yang telah melalaikan tugasnya berakibat pada kurang disiplinnya para pegawai dalam melaksanakan tugas-tugas mereka. Permasalahan-permasalahan yang muncul dalam meningkatkan efektivitas kerja pegawai bila dihubungkan dengan penerapan fungsi manajemen pada Dinasdinas dalam lingkungan pemerintahan Kabupaten Aceh Utara masih banyak dijumpai terutama menyangkut tentang fungsi perencanaan, fungsi pengawasan, fungsi pelaksanaan dan fungsi pengorganisasian pegawai. Dalam hal perencanaan peningkatan kinerja sumber daya manusia, melibatkan unsur-unsur kepemimpinan dan hubungan antara pegawai dengan atasannya yang merencanakan karir seorang pegawai. Pada fungsi pengawasan mengindikasikan Universitas Sumatera Utara bahwa bila kurang tegasnya pimpinan dalam memberikan sanksi pada pegawai yang melanggar aturan dapat menyebabkan semakin meningkatnya ketidakdisiplinan pegawai. Demikian halnya dalam pelaksanaan, pelaksanaan setiap program kerja dari dinas masih kurang disosialisasikan kepada setiap pegawai, sehingga dalam membentuk arah dan kebijakan kerja sulit dicapai. Masalah yang muncul dari fungsi pengorganisasian berhubungan dengan tata kelola organisasi dan penerapan manajemen kepegawaian yang memadai. Pada akhirnya dari masalah-masalah yang muncul dalam penerapan fungsi manajemen ini akan berdampak pada kinerja organisasi dan efektivitas kerja pegawai akan semakin menurun. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan kajian lebih mendalam tentang kinerja manajerial pada pemerintah daerah dalam sebuah tesis dengan judul: “Pengaruh Perencanaan dan Pengawasan Anggaran terhadap Kinerja Manajerial pada SKPD Kabupaten Aceh Utara dengan Partisipasi Anggaran Sebagai Variabel Moderating”. 1.2. Perumusan Masalah Sehubungan dengan adanya uraian pada latar belakang sebelumnya, maka penulis merumuskan apa yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah perencanaan dan pengawasan anggaran secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap kinerja manajerial pada SKPD Kabupaten Aceh Utara? Universitas Sumatera Utara 2. Apakah perencanaan dan pengawasan anggaran berpengaruh terhadap kinerja manajerial pada SKPD Kabupaten Aceh Utara dengan partisipasi anggaran sebagai variabel moderating? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui pengaruh perencanaan dan pengawasan anggaran secara parsial dan simultan terhadap kinerja manajerial pada SKPD Kabupaten Aceh Utara. 2. Untuk mengetahui pengaruh perencanaan dan pengawasan anggaran terhadap kinerja manajerial pada SKPD Kabupaten Aceh Utara dengan partisipasi anggaran sebagai variabel moderating. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberi manfaat, yaitu: 1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan pelatihan intelektual yang diharapkan mampu meningkatkan pemahaman terkait dengan kinerja manajerial pada Satuan Kerja Pemerintah Daerah. 2. Bagi kepala daerah Kabupaten Aceh Utara penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam meningkatkan kinerja manajerial bawahannya. Universitas Sumatera Utara 3. Bagi pihak lain atau pembaca, memberikan sumbangan wawasan terhadap penelitian akuntansi yang berhubungan dengan partisipasi perencanaan dan penyusunan anggaran, maupun kinerja manajerial. 4. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan referensi tambahan yang berkaitan dengan objek pembahasan maupun variabel-variabel yang digunakan. 1.5. Originalitas Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari penelitian Noor (2007). Variabel yang diadopsi meliputi partisipasi anggaran, kinerja manajerial. Juga dari penelitian Nurlaila (2008) dengan mengadopsi variabel perencanaan dan pengawasan anggaran. Sebagai penelitian replikasi tentu saja banyak dijumpai kesamaan terutama menyangkut dengan pemilihan variabel, namun demikian ada beberapa hal yang membedakan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu menyangkut dengan: 1. Variabel yang digunakan merupakan kombinasi dari beberapa penelitian terdahulu, sebagian besar penelitian terdahulu kurang dalam membahas pengaruh perencanaan dan pengawasan anggaran terhadap kinerja manajerial, juga dalam hal penempatan variabel partisipasi anggaran sebagai variabel moderating; 2. Objek dan sumber data penelitian terdahulu pada umumnya menyangkut dengan partisipasi anggaran yang dilaksanakan pada perusahaan, sedangkan penelitian ini mengkaji objek pada Satuan Kerja Pemerintah Daerah; 3. Perbedaan dari segi waktu pelaksanaan penelitian dan tempat penelitian. Universitas Sumatera Utara