BAB II STRATEGI PEMBELAJARAN POE (PREDICT, OBSERVE, EXPLAIN) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA KONSEP DIFUSI DAN OSMOSIS A. Strategi POE (Predict, Observe, Explain) POE adalah singkatan dari Predict-Observe-Explain. POE ini sering juga disebut suatu strategi pembelajaran di mana guru menggali pemahaman peserta didik dengan cara meminta mereka untuk melaksanakan tiga tugas utama, yaitu prediksi, observasi, dan memberikan penjelasan (Indrawati dan Setiawan, 2009: 45). Strategi pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) pertama kali dikembangkan oleh White dan Gunstone (Joyce, 2006) untuk mengungkapkan keterampilan masing-masing siswa dalam memprediksi dan alasan mereka mengenai prediksi yang mereka buat untuk menjelaskan suatu peristiwa atau kejadian. Melalui strategi pembelajaran POE siswa diharapkan menguasai ketiga jenis keterampilan proses tersebut. Strategi pembelajaran POE sering digunakan dalam mempelajari sains. Strategi POE ini lebih cocok untuk dilaksanakan dengan metode demonstrasi yang melatih siswa untuk mengobservasi dan cocok untuk pembelajaran yang berhubungan dengan konteks fisik dan materi. Menurut Joyce (2006), strategi POE dapat digunakan untuk menggali pengetahuan awal siswa, memberikan informasi kepada guru mengenai kemampuan berpikir siswa, membangkitkan siswa untuk melakukan diskusi, memotivasi siswa untuk mengeksplorasi konsep yang mereka miliki, dan membangkitkan siswa untuk melakukan investigasi. 8 9 Strategi pembelajaran POE menginduk pada paham pembelajaran konstruktivisme, yang menganggap bahwa siswa dengan pengetahuan awal yang telah mereka miliki akan dapat mengembangkan pemahaman atau pengetahuannya itu dengan adanya program dan pembelajaran yang baru. Strategi pembelajaran POE dapat digunakan untuk menggali pengetahuan awal siswa kemudian merekonstruksi ke dalam pemahaman baru yang mereka dapat dari hasil kegiatan observasi. Strategi pembelajaran POE menggali pemahaman siswa melalui tiga tugas utama, yaitu memprediksi (predict), mengamati (observasi) dan menjelaskan (explain). Menurut Indrawati dan Setiawan (2009: 45), ketiga tugas siswa dalam strategi pembelajaran POE yaitu: 1. Predict : pada tahap ini peserta didik diminta untuk menduga apa yang akan terjadi terhadap suatu fenomena yang akan dipelajari. 2. Observe: pada tahap ini, guru melaksanakan kegiatan, menunjukkan proses atau demonstrasi dan peserta didik diminta untuk mencatat apa yang terjadi dan mencocokkan dengan dugaannya. 3. Explain: pada tahap ini, guru meminta peserta didik untuk mengajukan hipotesis mengenai mengapa terjadi seperti yang mereka lakukan dan menjelaskan perbedaan antara prediksi yang dibuatnya dengan hasil observasinya. Pada tahap explain, siswa diminta untuk menjelaskan mengapa terjadi seperti yang mereka lakukan dan menjelaskan perbedaan antara prediksi yang dibuatnya dengan hasil observasinya. Jika dugaan mereka sama dengan hasil 10 pengamatan maka akan terjadi penguatan konsep yang dimiliki siswa, sebaliknya jika yang diamati berbeda dengan yang diduga siswa maka akan terjadi kognitif konflik yang perlu adanya proses akomodasi kognitif dalam pikiran siswa (Piaget, 1972 dalam Wahyudhi, 2011). Perbedaan ini adalah hasil dari perbedaan konsep yang menjadi konsep alternatif bagi siswa, dan bukan merupakan kesalahan konsep (Ausubel, 1990 dalam Wahyudhi, 2011). Hal ini juga menunjukkan kepada guru bahwa siswa telah mempunyai pengetahuan dan pengertian awal (existing knowledge and understanding) dan dapat dijadikan sebagai starting point untuk membangun ide-ide baru berdasarkan bukti yang mereka saksikan (White & Gunstone, 1992 dalam Wahyudhi, 2011). Kegiatan yang harus dilakukan oleh guru dalam pembelajaran dengan strategi POE ini adalah mengatur demonstrasi yang berhubungan dengan topik pembelajaran dan menyampaikan apa yang harus dilakukan oleh siswa. Menurut Joyce (2006) tahapan yang harus dilakukan guru dalam strategi pembelajran POE adalah : Tahap 1: Predict (Membuat prediksi) a. Meminta siswa untuk menuliskan prediksi mereka tentang sesuatu yang akan terjadi secara bebas menurut masing-masing siswa. b. Menanyakan kepada siswa apa yang mereka pikirkan tentang apa yang mereka lihat dan alasan mereka menjawab demikian. Tahap 2: Observe (Mengamati) a. Melakukan demonstrasi. b. Memberi waktu kepada siswa untuk melakukan pengamatan. 11 c. Meminta siswa untuk melakukan pengamatan. Tahap 3: Explain (Menjelaskan) a. Meminta siswa untuk mengubah atau menambahkan penjelasan mereka dengan disertai hasil pengamatannya. b. Meminta siswa mendiskusikan ide mereka bersama-sama. Secara lebih rinci strategi POE terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut: Tabel 2.1 Langkah-langkah dalam strategi POE Fase-fase Perilaku guru Fase 1 Menjelaskan tujuan, alat bahan yang Orientasi siswa kepada diperlukan, memotivasi siswa agar menduga fenomena yang akan terjadi apa yang akan terjadi terhadap kegiatan yang akan dilakukan guru Fase 2 Siswa mengamati apa yang dilakukan guru Fase 3 Siswa menjelaskan apa yang terjadi dengan kegiatan guru Guru melakukan kegiatan untuk diamati siswa Siswa diminta menjelaskan fenomena apa yang terjadi dengan kegiatan yang dilakukan guru (Sumber: Tytler, 1992 dalam Wahyudhi, 2011) B. Keterampilan Proses Sains 1. Pengertian Keterampilan Proses Pendekatan keterampilan proses merupakan adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep dan teori-teori dengan keterampilan intelektual dan sikap ilmiah siswa sendiri (Devi et al., 2009). Dengan pendekatan keterampilan proses, siswa diberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan 12 ilmiah. Pendekatan keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai wawasan pengembangan keterampilan–keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam diri siswa. Pendekatan keterampilan proses pada pembelajaran sains lebih menekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya. Menurut Semiawan et al. (1986: 18), proses belajar mengajar yang menerapkan pendekatan keterampilan proses dapat menciptakan kondisi cara belajar siswa yang lebih aktif. Sejalan dengan pernyataan tersebut Rustaman et al. (2003: 93) mengatakan bahwa keterampilan proses melibatkan keterampilanketerampilan kognitif atau intelektual, manual, dan sosial. Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena mungkin mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan, atau perakitan alat. Dengan keterampilan sosial dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan keterampilan proses, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan. Pendekatan keterampilan proses dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh individu siswa. Dimyati dan Mudijono (2009: 138-139) memuat ulasan pendekatan keterampilan proses yang diambil dari pendapat Funk sebagai berikut: (1) Pendekatan keterampilan proses dapat mengembangkan hakikat ilmu pengetahuan siswa. Siswa terdorong untuk 13 memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena lebih memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan; (2) Pembelajaran melalui keterampilan proses akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak hanya menceritakan, dan atau mendengarkan sejarah ilmu pengetahuan; (3) Keterampilan proses dapat digunakan oleh siswa untuk belajar proses dan sekaligus produk ilmu pengetahuan. Beberapa alasan yang melandasi pentingnya penerapan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran (Semiawan et al., 1986: 14) di antaranya yaitu: a. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, menyebabkan semakin sedikit kemungkinan guru untuk mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa. b. Para ahli psikologi umumnya sependapat bahwa siswa dapat dengan mudah memahami konsep yang rumit dan abstrak apabila disertai dengan contoh yang konkret. c. Penemuan-penemuan pengetahuan yang tidak bersifat mutlak benar, penemuannya hanya bersifat relatif. d. Pengembangan konsep dalam proses belajar mengajar sebaiknya tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai yang ada dalam diri siswa. Pendekatan keterampilan proses memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara nyata bertindak sebagai seorang ilmuwan (Dimyati & Mudjiono, 2009: 139). Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dengan penerapan pendekatan keterampilan proses menuntut adanya keterlibatan fisik dan mental- 14 intelektual siswa. Hal ini dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan berfikir siswa. Selain itu juga mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan. Dengan demikian, keterampilan-keterampilan itu menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep, serta penumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai (Semiawan et al., 1986: 18). 2. Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses terdiri atas sejumlah keterampilan yang satu sama lain sebenarnya tidak dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam masing-masing keterampilan proses tersebut (Rustaman et al., 2003). Berikut ini terdapat jenis-jenis keterampilan proses sains dan indikator dari keterampilan proses sains tersebut yaitu: Tabel 2.2 Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya No. 1. Keterampilan Indikator proses Mengamati atau a. Menggunakan sebanyak mungkin indera observasi b. Mengumpulkan atau menggunakan fakta yang relevan 2. Mangalompokkan a. Mencatat pengamatan secara terpisah atau klasifikasi b. Mencari perbedaan dan persamaan c. Mengontraskan ciri-ciri d. Membandingkan e. Mencari dasar pengelompokkan f. Menghubungkan hasil-hasil pengamatan 3. Menafsirkan atau a. Menghubungkan hasil-hasil pengamatan interpretasi b. Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan c. menyimpulkan 15 No. 4. Keterampilan Indikator proses Meramalkan atau a. Menggunakan pola-pola hasil pengamatan prediksi b. Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati 5. Mengajukan pertanyaan a. Bertanya apa, bagaimana, dan mengapa b. Bertanya untuk meminta penjelasan c. Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis a. Mengetahui ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan dari satu kejadian b. Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukkan cara pemecahan masalah. 6. Berhipotesis 7. Merencanakan a. Menentukan alat atau bahan atau sumber yang percobaan atau akan digunakan penelitian b. Menentukan variabel atau faktor penentu c. Menentukan apa yang akan diukur, diamati dan dicatat d. Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja 8. Menggunakan alat atau bahan a. Memakai alat dan bahan b. Mengetahui alasan mengapa mengguakan alat atau bahan c. Mengetahui bagaimana mnggunakan alat atau bahan 9. Menerapkan konsep 10. Berkomunikasi a. Menggunakan konsep yang sudah dipelajari dalam situasi baru b. Mengguanakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi a. Memerikan atau menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram b. Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis c. Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian d. Membaca grafik atau tabel atau diagram e. Mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa 16 No. 11. Keterampilan proses Melaksakan percobaan atau eksperimen Indikator Mencakup seluruh keterampilan proses sains (Rustaman et al., 2003: 102 ) Keterampilan proses memprediksi, mengamati (observasi) dan mengajukan hipotesis terdapat dalam lingkup strategi POE. Melalui strategi pembelajaran POE siswa diharapkan menguasai ketiga jenis keterampilan proses tersebut. Keterampilan meramalkan atau prediksi mencakup keterampilan mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu kecenderungan atau pola yang sudah ada. Prediksi adalah ramalan tentang kejadian yang dapat diamati diwaktu yang akan datang. Prediksi didasarkan pada observasi yang cermat dan inferensi tentang hubungan antara beberapa kejadian yang telah diobservasi. Perbedaan inferensi dan prediksi yaitu inferensi harus didukung oleh fakta hasil observasi, sedangkan prediksi dilakukan dengan meramalkan apa yang akan terjadi kemudian berdasarkan data pada saat pengamatan dilakukan (Devi et al., 2009). Keterampilan mengamati atau observasi merupakan salah satu keterampilan proses dasar. Keterampilan mengamati menggunakan lima indera yaitu penglihatan, pembau, peraba, pengecap dan pendengar. Apabila siswa mendapatkan kemampuan melakukan pengamatan dengan menggunakan beberapa indera, maka kesadaran dan kepekaan mereka terhadap segala hal di sekitarnya akan berkembang. Melatih keterampilan pengamatan termasuk melatih 17 siswa mengidentifikasi indera mana yang tepat digunakan untuk melakukan pengamatan suatu objek (Devi et al., 2009). Keterampilan menjelaskan disini berarti siswa mengajukan hipotesis dan mampu menjelaskan perbedaan antara prediksi yang dibuatnya dengan hasil observasinya (Indrawati dan Setiawan, 2009:45). Mengajukan hipotesis itu sendiri merupakan keterampilan menggunakan menyatakan hubungan antara dua variabel atau mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Dengan berhipotesis diungkapkan cara melakukan pemecahan masalah, karena dalam rumusan hipotesis biasanya terkandung cara untuk mengujinya. C. Penguasaan Konsep Siswa Ketercapaian tujuan pembelajaran merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam proses pembelajaran. Dari belajar akan didapatkan suatu hasil belajar yang mencakup kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (tingkah laku). Penguasaan konsep erat kaitannya dengan hasil belajar. Dalam dunia pendidikan, Bloom dan kawan-kawannya mengembangkan perangkat tujuan pembelajaran yang berorientasi pada perilaku (behavioral objectives) yang dapat diamati dan diukur secara ilmiah mengenai ketiga kategori atau domain yaitu kognitif, afektif dan psikomotor (Makmun, 2005: 26). Domain atau ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, 18 organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotor yakni, (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif (Sudjana, 2010: 23). Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Penguasaan konsep siswa terhadap suatu materi, termasuk ke dalam ranah kognitif. Guru dapat mengetahui tingkat penguasaan konsep siswa dengan memberikan soal-soal yang memuat dimensi pengetahuan kognitif. Konsep yang dikuasai siswa dipengaruhi oleh pengetahuan awal sehingga dapat diukur dari tes awal dan tes akhir. Nilai tes awal yang tinggi merupakan bukti bahwa konsep yang akan dipelajari sudah benar-benar dikenal oleh siswa. Sebaliknya, tes awal yang rendah membuktikan bahwa konsep yang akan dipelajari benar-benar hal yang baru bagi siswa yang bersangkutan. Perbedaan atau selisih nilai tes akhir dan tes awal merupakan hasil pencapaian yang nyata sebagai pengaruh dari proses belajar siswa (Makmun, 2005: 225). Domain kognitif meliputi jenjang C1 hingga C6, dan saat ini telah mengalami revisi. Taksonomi Bloom ini telah direvisi oleh Krathwohl salah satu penggagas taksonomi tujuan belajar, agar lebih cocok dengan istilah yang sering digunakan dalam merumuskan tujuan belajar. Pada revisi ini, jika dibandingkan dengan taksonomi sebelumnya, ada pertukaran pada posisi C5 dan C6 dan perubahan nama. Istilah sintesis dihilangkan dan diganti dengan Create (Nana, 2010). 19 Berikut ini Struktur dari Dimensi Proses Kognitif menurut Taksonomi Bloom yang telah direvisi: 1. Mengingat (remember) Mengingat (remember) adalah mendapatkan kembali pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang (Nana, 2010). Jenjang kognitif mengingat merupakan jenjang kognitif yang paling rendah dalam taksonomi Bloom, namun jenjang kognitif ini merupakan prasyarat bagi jenjang kognitif selanjutnya. 2. Memahami (understand) Memahami (understand) adalah menentukan makna dari pesan dalam pelajaran-pelajaran meliputi oral, tertulis ataupun grafik (Nana, 2010). Jenjang kognitif memahami lebih tinggi dari jenjang kognitif mengingat. Menurut Sudjana (2010: 24) pemahaman dapat dibedakan kedalam tiga kategori yaitu : a. Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan. b. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagianbagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya dan membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. c. Tingkat ketiga atau tingkat tinggi adalah pemahaman eksplorasi. Dengan eksplorasi diharapkan seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas presepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya. 20 3. Mengaplikasikan (apply) Mengaplikasikan (apply) adalah mengambil atau menggunakan suatu prosedur tertentu bergantung situasi yang dihadapi (Nana, 2010). Suatu situasi akan tetap dilihat sebagai situasi baru bila tetap terjadi pemecahan masalah (Sudjana, 2010: 25). Kemampuan mengaplikasikan sangat dibutuhkan ketika siswa menemukan permasalahan yang baru mereka ketahui. 4. Menganalisis (analyze) Menganalisis (analyze) adalah memecah-mecah materi hingga ke bagian yang lebih kecil dan mendeteksi bagian apa yang berhubungan satu sama lain menuju satu struktur atau maksud tertentu (Nana, 2010). 5. Mengevaluasi (evaluate) Mengevaluasi (evaluate) adalah membuat pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar (Nana, 2010). Soal evaluasi adalah soal yang berhubungan dengan menilai, mengambil kesimpulan, menerangkan, memutuskan dan menafsirkan. 6. Menciptakan (create) Menciptakan (create) adalah menyusun elemen-elemen untuk membentuk sesuatu yang berbeda atau membuat produk original (Nana, 2010). Jenjang kognitif mencipta adalah jenjang kognitif tertinggi dalam taksonomi Bloom. Jenjang kognitif ini melibatkan jenjang kognitif pada tingkat sebelumnya seperti mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi. 21 Tabel 2.3 Taksonomi Bloom yang Telah Direvisi Dimensi Pengetahuan Dimensi Proses Kognitif C1 Mengingat (Remember) 1. Pengetahuan Faktual a. Pengetahuan tentang terminologi 1.1 Mengenali (Recognizing) b. Pengetahuan tentang bagian 1.2 Mengingat (Recalling) C2 Memahami (Understand) detail dan unsur-unsur 1.1 Menafsirkan (Interpreting) 2. Pengetahuan Konseptual a. Pengetahuan tentang klasifikasi 1.2 Memberi contoh (Exampliying) 1.3 Meringkas (Summarizing) dan kategori b. Pengetahuan tentang prinsip dan 1.4 Menarik inferensi (Inferring) 1.5 Membandingkan (Compairing) generalisasi c. Pengetahuan tentang teori, 1.6 Menjelaskan (Explaining) C3 Mengaplikasikan (Apply) model, dan struktur 1.1 Menjalankan (Executing) 3. Pengetahuan Prosedural 1.2 Mengimplementasikan a. Pengetahuan tentang keterampilan khusus yang berhubungan dengan suatu (Implementing) C4 Menganalisis (Analyze) bidang tertentu dan pengetahuan 1.1 Menguraikan (Differentiating) algoritma 1.2 Mengorganisir (Organizing) b. pengetahuan tentang teknik dan 1.3 Menemukan makna tersirat (Attributing) metode c. Pengetahuan tentang kriteria penggunaan suatu prosedur C5 Evaluasi (Evaluate) 1.1 Memeriksa (Checking) 1.2 Mengkritik (Critiquing) 4. Pengetahuan Metakognitif C6 Membuat (Create) a. Pengetahuan strategi b. Pengetahuan tentang operasi 1.1 Merumuskan (Generating) 1.2 Merencanakan (Planning) kognitif c. Pengetahuan tentang diri sendiri 1.3 Memproduksi (Producing) (Anderson & Krathwohl, 2001 dalam Wulan, 2011) 22 D. Kajian Difusi dan Osmosis Dinding sel merupakan salah satu ciri sel tumbuhan yang membedakannya dari sel hewan. Dinding sel secara umum dibedakan menjadi dinding sel primer dan dinding sel sekunder. Seluruh aktivitas sel tumbuhan sangat tergantung dengan keberadaan dinding sel ini. Dinding ini melindungi sel tumbuhan, mempertahankan bentuknya, dan mencegah penghisapan air secara berlebihan (Campbell, 2002: 135). Dinding sel selain berfungsi untuk proteksi isi sel juga berperan sebagai jalan keluar masuknya air, makanan dan garam-garam mineral ke dalam sel. Molekul atau partikel air, gas dan mineral masuk ke dalam sel tumbuhan melalui proses difusi dan osmosis. Melalui proses-proses tersebut tumbuhan dapat memperoleh zat-zat yang diperlukan untuk pertumbuhannya (Tjitrosomo, 1983). Air masuk ke dalam akar, bergerak dari sel ke sel dan meninggalkan tubuh dalam bentuk uap, semua melalui proses difusi. Gas-gas (O2 dan CO2), unsurunsur dan bahan bahan makanan masuk ke dalam sel atau di antara sel-sel dan bergerak dari sel ke sel dengan jalan difusi (Tjitrosomo, 1983). Proses difusi berlangsung dari daerah yang memiliki konsentrasi partikel tinggi ke daerah yang konsentrasi partikelnya rendah. Difusi berlangsung karena adanya perbedaan konsentrasi, karena suatu perbedaan terjadi apabila terjadi perubahan konsentrasi dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Selain perbedaan konsentrasi, perbedaan sifat juga dapat menyebabkan difusi (Sasmitamihardja, 1996: 51). Pengambilan air dan garam mineral oleh tumbuhan dari dalam tanah, salah satunya melalui proses difusi. Difusi zat dari dalam tanah ke dalam tubuh 23 tumbuhan disebabkan konsentrasi garam mineral di tanah lebih tinggi daripada di dalam sel. Proses pertukaran gas pada tumbuhan yang terjadi pada daun adalah suatu contoh proses difusi. Di dalam proses ini CO2 masuk ke dalam rongga antar sel pada mesofil daun, yang selanjutnya digunakan untuk proses fotosintesis. Karena pada siang hari CO2 yang masuk ke daun akan selalu lebih rendah dari atmosfir, akibatnya pada siang hari akan terjadi aliran difusi CO2 dari atmosfir ke daun. Bersamaan dengan itu terjadi pula difusi O2 dari rongga antar sel daun menuju ke atmosfir. Hal ini terjadi karena pada proses fotosintesis akan dihasilkan oksigen, yang makin lama akan terakumulasi di dalam rongga antar sel daun sehingga kadarnya melebihi kadar oksigen di atmosfir. Pada malam hari terjadi proses difusi yang sebaliknya, karena malam hari tidak terjadi fotosintesis sedangkan respirasi berjalan terus yang menghasilkan CO2 di dalam sel (Sasmitamihardja, 1996: 51). Osmosis merupakan peristiwa perpindahan air dari daerah yang konsentrasi airnya tinggi ke daerah yang konsentrasi airnya rendah melalui membran semipermeabel. Membran semipermeabel yaitu membran yang hanya mengizinkan lalunya air dan menghambat lalunya zat terlarut (Sasmitamihardja, 1990: 52). Jika di dalam suatu bejana yang dipisahkan oleh selaput semipermeabel, kemudian ditempatkan dua larutan glukosa yang terdiri atas air sebagai pelarut dan glukosa sebagai zat terlarut dengan konsentrasi yang berbeda dan dipisahkan oleh selaput selektif permeabel, maka air dari larutan yang berkonsentrasi rendah akan bergerak atau berpindah menuju larutan glukosa yang konsentrasinya tinggi melalui selaput permeable (Kirei, 2008). Pergerakan air 24 berlangsung dari larutan yang konsentrasi airnya tinggi menuju kelarutan yang konsentrasi airnya rendah melalui selaput selektif permeabel. Larutan yang konsentrasi zat terlarutnya lebih tinggi dibandingkan dengan larutan di dalam sel dikatakan sebagai larutan hipertonis, sedangkan larutan yang konsentrasinya sama dengan larutan di dalam sel disebut larutan isotonis. Jika larutan yang terdapat di luar sel, konsentrasi zat terlarutnya lebih rendah daripada di dalam sel dikatakan sebagai larutan hipotonis (Kirei, 2008). Peristiwa osmosis terjadi pada penyerapan air tanah ke dalam sel akar. Jika sel dimasukkan ke dalam larutan isotonis, bentuk sel tetap karena keadaan seimbang. Akan tetapi, jika sel tumbuhan berada dalam larutan hipertonis (konsentrasi larutan lebih tinggi daripada cairan sel), air dalam plasma sel akan berosmosis keluar sehingga sel mengerut/menyusut. Protoplasma yang kekurangan air menenyusut volumenya mengakibatkan membran sel terlepas dari dinding sel, sehingga terjadi plasmolisis. Sebaliknya, jika sel berada dalam larutan hipotonis (konsentrasi larutan lebih rendah daripada cairan sel), air dari luar akan masuk ke dalam sel sehingga sel membengkak (Agustina, 2010). Sel tumbuhan dapat mengalami kehilangan air. Jika sel kehilangan air cukup besar, maka ada kemungkinan volume isi sel akan menurun besar sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Artinya, membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel, peristiwa ini disebut plasmolisis. Sel yang sudah terplasmolisis dapat disehatkan kembali dengan memasukkannya ke dalam air murni (Tjitrosomo, 1983: 11). 25 E. Penelitian yang Relevan Strategi pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) pertama kali dikembangkan oleh White dan Gunstone (Joyce, 2006) untuk mengungkapkan keterampilan masing-masing siswa dalam memprediksi dan alasan mereka mengenai prediksi yang mereka buat untuk menjelaskan suatu peristiwa atau kejadian. Beberapa penelitian mengenai strategi pembelajaran POE telah dilakukan di tingkat SMA. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Novitasari (2010) yang berjudul “Pengaruh Strategi Predict-Observe-Explain (POE) terhadap Penguasaan Konsep Siswa SMA pada Konsep Ekosistem”. Penelitian yang dilakukan oleh Novitasari menunjukkan bahwa penguasaan konsep siswa sebelum dan setelah diterapkannya strategi POE tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan siswa yang melakukan pembelajaran dengan metode ceramah dan penugasan. Berdasarkan perhitungan N-Gain didapatkan hasil bahwa penguasaan konsep siswa di kelas eksperimen berada pada kategori sedang sedangkan penguasaan konsep siswa di kelas kontrol berada pada kategori rendah. Selain penelitian yang telah dilakukan oleh Novitasari, ada juga penelitian mengenai POE yaitu penelitian yang dilakukan oleh Arohman (2010). Penelitian yang dilakukan oleh Arohman (2010) berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Madrasah Aliyah pada Konsep Sistem Ekskresi”. Penelitian yang dilakukan oleh Arohman menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran POE lebih dapat 26 meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Berdasarkan uji statistik didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.