Visualisasi Informasi Klasifikasi Iklim Koppen Menggunakan Metode

advertisement
Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1
Iklim dan Cuaca
Cuaca dan iklim merupakan dua kondisi yang hampir sama
tetapi berbeda pengertian, khususnya terhadap kurun waktu. Cuaca
merupakan bentuk awal yang dihubungkan dengan penafsiran dan
pengertian akan kondisi fisik udara sesaat pada suatu lokasi dan
suatu waktu, sedangkan iklim merupakan kondisi lanjutan dan
merupakan kumpulan dari kondisi cuaca yang kemudian disusun dan
dihitung dalam bentuk rata-rata kondisi cuaca dalam kurun waktu
tertentu (Winarso, 2003). Menurut Rafi’i (1995) Ilmu cuaca atau
meteorologi adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji peristiwaperistiwa cuaca dalam jangka waktu dan ruang terbatas, sedangkan
ilmu iklim atau klimatologi adalah ilmu pengetahuan yang juga
mengkaji tentang gejala-gejala cuaca tetapi sifat-sifat dan gejalagejala tersebut mempunyai sifat umum dalam jangka waktu dan
daerah yang luas di atmosfer permukaan bumi.
2.2
Klasifikasi Iklim
Iklim adalah suatu kejadian cuaca selama kurun waktu yang
panjang, yang secara statistik cukup dapat dipakai untuk
menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan keadaan pada
setiap saatnya. Perbedaan iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh
letak bumi terhadap matahari, sehingga ada beberapa klasifikasi
iklim di bumi yang didasari atas letak geografis bumi. Secara luas
6
dapat diketahui beberapa iklim diantaranya iklim tropis, iklim
subtropis, iklim sedang dan iklim kutub. Anonimus(2) (2012).
Unsur-unsur iklim yang menunjukkan pola keragaman yang
jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur
iklim yang sering dipakai adalah curah hujan. Klasifikasi iklim
umumnya
sangat
penggunaannya,
spesifik
misalnya
yang
untuk
didasarkan
pertanian,
atas
tujuan
perkebunan,
penerbangan, atau kelautan. Pengklasifikasian iklim yang spesifik
tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi
hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara
langsung mempengaruhi aktifitas atau objek dalam bidang-bidang
tersebut (Lakitan, 2002). Perubahan iklim global menjadi informasi
penting yang terus bergulir dalam beberapa tahun terakhir ini.
Perubahan iklim global telah dan akan terus terjadi sejalan dengan
peningkatan aktifitas manusia (Susandi, 2002). Pertanian merupakan
salah satu bidang yang sangat dipengaruhi oleh iklim, Kehidupan
bertani sangat ditentukan oleh kondisi iklim suatu daerah akan tetapi
iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Hal ini sesuai
dengan pendapat
Irianto
(2003),
yaitu dalam skala waktu
perubahan iklim akan membentuk pola ataupun siklus tertentu,
baik harian, musiman, tahunan, maupun siklus beberapa tahunan.
Seiring dengan terjadinya perubahan iklim dan bertambahnya pospos penakar curah hujan maka kemungkinan terjadinya perubahan
tipe - tipe iklim berdasarkan klasifikasi Koppen sangatlah besar.
Sedangkan untuk pengambilan keputusan di bidang - bidang
pertanian,
informasi mengenai iklim suatu daerah sangatlah di
butuhkan. Dengan kemajuan teknologi, proses identifikasi iklim
wilayah telah dipadu-padankan dengan teknologi informasi sehingga
7
data-data zona iklim dapat ditampilkan dalam bentuk keruangan
berupa zona-zona tipe iklim wilayah yang akhirnya mempermudah
pembacaan dan penginterpretasian data-data tersebut.
Indonesia adalah Negara yang sebagian besar penduduknya
bermata pencaharian sebagai petani, oleh sebab itu pengklasifikasian
iklim di Indonesia khususnya Jawa Tengah sangat dibutuhkan dalam
potensi
sumber
daya
alam
dan
sering
ditekankan
pada
pemanfaatannya dalan kegiatan budidaya pertanian.
Dalam penelitian klasifikasi iklim sebelumnya digunakan
penelitian klasifikasi iklim dengan menggunakan klasifikasi
oldeman
dan
menggunakan
schmidt-ferguson.
klasifikasi
Dalam
klasifikasi
iklim
didasarkan
pada
schmidt-ferguson
perbandingan antara bulan kering(BK) dan bulan basah(BB).
Ketentuan penetapan bulan basah dan bulan kering mengikuti aturan
sebagai berikut:
Bulan Kering : bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 60mm
Bulan Basah : bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100mm
Bulan Lembab : bulan dengan curah hujan antara 60mm-100mm.
Bulan lembab (BL) tidak dimasukkan dalam rumus
penentuan tipe curah hujan yang dinyatakan dalam nilai Q, dengan
rumus persamaan sebagai berikut:
ோ௔௧௔ି௥௔௧௔ ௝௨௠௟௔௛ ஻௄
Q = ோ௔௧௔ି௥௔௧௔ ௝௨௠௟௔௛ ஻஻ x 100%
(Schmidt, 1951)
Rata-rata jumlah bulan basah adalah banyaknya bulan basah
dari seluruh data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan,
berdasarkan besarnya nilai Q selanjutnya ditentukan tipe curah hujan
suatu tempat atau daerah dengan menggunakan tabel Q:
8
Tabel 1.1 Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson (Schmidt,
1951)
Tipe Iklim
Keterangan
Kriteria
A
Sangat Basah
0<Q<14,3
B
Basah
14,3<Q<33,3
C
Agak Basah
33,3<Q<60
D
Sedang
60<Q<100
E
Agak Kering
100<Q<167
F
Kering
167<Q<300
G
Sangat Kering
300<Q<700
H
Luar Biasa Kering
700<Q
Seperti
halnya
klasifikasi
schmidt-ferguson,
metode
Oldeman(1975) juga memakai unsur curah hujan sebagai dasar
klasifikasi iklim.
Bulan Kering : curah hujan lebih kecil dari 100mm
Bulan Basah : curah hujan lebih besar dari 200mm
Bulan Lembab : curah hujan antara 100-200mm.
diagram iklim oldeman ditunjukkan pada gambar 1.1
Gambar 1.1 Diagram Oldeman (Oldeman 1975)
9
Dari tinjauan di atas, oldeman membagi 5 daerah agroklimat
berdasarkan kebuthan air yaitu:
A1
: bulan basah lebih dari 9 bulan berurutan
B1
: 7-9 bulan basah berurutan dan satu bulan kering
B2
: 7-9 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering
C1
: 5-6 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering
C2
: 5-6 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering
C3
: 5-6 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering
D1
: 3-4 bulan basah berurutan dan satu bulan kering
D2
: 3-4 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering
D3
: 3-4 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering
D4
: 3-4 bulan basah berurutan dan lebih dari 6 bulan kering
E1
: kurang dari 3 bulan basah berurutan dan kurang dari 2
bulan kering
E2
: kurang dari 3 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering
E3
: kurang dari 3 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering
E4
: kurang dari 3 bulan basah berurutan dan lebih dari 6 bulan
kering
(Oldeman 1975)
Kelemahan dari penelitian schmidt-ferguson dan oldeman
adalah dari penelitian tersebut hanya menggunakan data curah hujan
dan hanya menitikberatkan penelitian terhadap banyaknya intensitas
air, perlu diketahui perbedaan iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh
letak belahan bumi terhadap matahari, sehingga ada beberapa
klasifikasi iklim di bumi yang didasari atas letak geografis bumi dan
juga karena letak tersebut mempengaruhi suhu yang ada di belahan
bumi satu dengan yang lain berbeda, dengan suhu yang beraneka
ragam di belahan bumi didapatkan juga evaporasi yang berbeda dari
10
tiap wilayah, maka dari itu penelitian schmidt-ferguson dan oldeman
kurang akurat untuk menentukan iklim dalam suatu wilayah
Wladimir Koppen (1923), membuat klasifikasi iklim seluruh
dunia berdasarkan suhu dan kelembaban udara. Kedua unsur iklim
tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap permukaan bumi dan
kehidupan di atasnya. Berdasarkan ketentuan itu Koppen membagi
iklim dalam lima daerah iklim pokok. Masing-masing daerah iklim
diberi symbol utama A, B, C, D, dan E. Seiring dengan terjadinya
perubahan iklim dan bertambahnya pos-pos penakar curah hujan
maka kemungkinan terjadinya perubahan tipe - tipe iklim
berdasarkan klasifikasi Koppen sangatlah besar. Sedangkan untuk
pengambilan keputusan di bidang - bidang pertanian,
informasi
mengenai iklim suatu daerah sangatlah di butuhkan. Dengan
kemajuan teknologi, proses identifikasi iklim wilayah telah dipadupadankan dengan teknologi informasi sehingga data-data zona iklim
dapat ditampilkan dalam bentuk keruangan berupa zona-zona tipe
iklim wilayah yang akhirnya mempermudah pembacaan dan
penginterpretasian data-data tersebut.
Dasar klasifikasi ini adalah rata – rata curah hujan dan
temperatur baik bulanan maupun tahunan. Tanaman – tanaman asli
dilihat sebagai kenampakan yang terbaik dari keadaan iklim yang
sesungguhnya, sehingga batas – batas iklim ditentukan dengan batas
– batas hidup tanaman. Koppen mengenalkan bahwa daya guna
hujan terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman tidak
tergantung hanya pada jumlahnya hujan tetapi juga tergantung
intensitas suhu yang menyebabkan penguapan air yang cukup besar,
baik dari tanah maupun dari tanaman. Metode Koppen dalam usaha
menunjukkan
intensitas
evaporasi
maka
curah
hujan
akan
11
digabungkan dengan temperatur. Misalnya jumlah curah hujan yang
sama terjadi di daerah iklim panas atau terpusat pada musim panas
berarti evaporasi besar. Bertolak belakang pada daerah atau wilayah
yang mempunyai iklim sejuk. Koppen menggunkana symbol –
symbol tertentu untuk mencirikan tipe iklim. Tiap – tiap tipe iklim
terdiri dari kombinasi huruf dan masing – masing huruf mempunyai
arti sendiri – sendiri. Koppen membagi permukaan bumi ini menjadi
lima golongan iklim.
1. Iklim hujan tropika (Tropical Rainy Climates) (A). (Wladimir
Koppen 1923)
Iklim ini diberi symbol A. Daerah yang termasuk iklim ini
adalah daerah yang mempunyai temperatur bulan terdingin lebih
besar daripada 18oC (64oF). iklim ini dibagi menjadi beberapa tipe
iklim:
a. Tropika basah (Af)
Daerah yang termasuk tipe iklim ini di samping memenuhi
syarat di atas juga adalah daerah yang memiliki bulan
terkering hujan rata – ratanya adalah lebih besar daripada 60
mm.
b. Tropika monsoon (Am)
Jumlah hujan pada bulan – bulan basah dapat mengimbangi
kekurangan hujan pada bulan kering. Jadi tipe ini ada pada
bulan – bulan yang basah dan bulan – bulan kering. Sehingga
pada daerah – daerah yang demikian masih terdapat hutan
yang cukup lebat.
12
c. Tropika basah kering (Aw)
Jumlah hujan pada bulan – bulan basah tidak dapat
mengimbangi kekurangan hujan pada bulan – bulan kering.
Sehingga vegetasiynag ada adalah padang rumput dengan
pohon – pohon yang jarang.
2. iklim kering (Dry climate) (B). (Wladimir Koppen 1923)
Golongan iklim ini diberi symbol B, dan dibagi menjadi dua
tipe iklim yaitu:
1. Iklim Steppe (Bs).
Daerah setengah kering yang terletak diantara daerah
savana dan padang pasir pada lintang kecil. Ciri lainnnya
adalah:
a. 0,22(t-19,5)<r<(t-19,5), jika hujan terbagi merata
sepanjang tahun.
b. 0,22(t-7)<r<(0,44(t-7)), jika hujan terutama terjadi
atau berkumpul pada musim panas. Dikatakan
berkumpul pada musim panas jika 70% jumlah hujan
selama satu tahun terjadi pada musim panas.
c. 0,22(t-32)<r<(0,44(t-32)), jika hujan berkumpul pada
musim dinginm dikatakan berkumpul pada musim
dingin jika 70% jumlah hujan selama satu tahun
terjadi pada musim dingin.
keterangan : r = rata – rata hujan tahunan adalam inci.
t = rata – rata suhu tahunan dalam oF.
tipe tipe iklim Bs ini fibagi lagi menjadi dua yaitu Bsh dan
Bsk.
13
Bsh: rata – rata suhu tahunan lebih besar daripada 64oF
(18oC).
Bsk: rata – rata suhu tahunan kurang dari 64oF (18oC).
2. Iklim padang pasir (Bw)
Ciri – cirinya:
a. r<0,22(t-19,5), jika hujan terjadi sepanjang tahun.
b. r<0,22(t-7), jika hujan berkumpul pada musim panas.
c. r<0,22(t-32), jika hujan berkumpul pada musim
dingin.
3. Iklim sedang (Humid Mesothermal climates). (Wladimir Koppen
1923)
Untuk golongan iklim ini rata – rata bulan terdingin
temperaturnya lebih besar daripada -3oC tetapi lebih kecil daripada
18oC dan rata – rata temperatur bulan terpanas lebih dari 10oC.
Golongan iklim ini dibagi menjadi tiga tipe iklim yaitu:
a. Iklim sedang dengan musim panas yang kering (Dry-summer
Subtropical Climates) (Cs).
Cirri tipe ini adalah adanya musim panas yang kering.
Musim panas dikatakan kering jika jumlah hujan bulan
terkering pada musim panas lebih kecil daripada sepertiga
jumlah hujan terbasah dalam musim dingin. ( Bulan terkering
hujannya lebih kecil dari 30 mm)
b. Iklim sedang dengan musim dingin yang kering (Cw)
Ciri tipe iklim ini adalah adanya musim panas yang lembab
dan musim dingin yang kering. Musim dingin dikatakan
kering jika rata – rata pada musim dingin lebih kecil daripada
14
sepersepuluh jumlah hujan bulan terbasah pada musim
panas.
c. Iklim sedang yang lembab (Cf)
Ciri iklim ini adlah selalu lembab sepanjang tahun.
4. Iklim Dingin (Humid microthermal climates) (D). (Wladimir
Koppen 1923)
Golongan ikliim ini mempunyai temperatur rata – rata bulan
– bulan terdingin kurang dari -3oC (27oF) dan rata – rata bulan –
bulan terpanas lebih besarr daripada 10oC (50oF).
a. Iklim dingin dengan musim dingin yang kering (Dw)
Hujan dalam musim panas tidak begitu lebat dan hujan
dalam musim dingin sangat kecil.
b. Iklim dingin tanpa periode kering (Df).
5. Iklim Kutub (Polar Climates) (E). (Wladimir Koppen 1923)
Ciri – ciri golongan ikklim ini adalah rata – rata temperatur
bulan terpanas kurang dari 10oC (50oF). Golongan ini dibagi
menjadi dua type iklim yaitu:
a. Iklim Tundra (Et)
Bulan terpanas rata – rata temperatur lebih besar daripada
0oC (32oF) tetapi lebih kecil daripada 10oC (50oF). Tidak ada
hutan, yang ada hanyalah lumut.
b. Iklim Es – Salju Abadi (Ef)
Temperatur rata – rata bulan terpanas lebih kecil daripada
0oC (32oF). Tipe iklim ini adalah tipe iklim yang dicirikan
oleh adanya es dan salju yang bersifat abadi.
15
Disamping dua iklim tersebut ada tipe iklim serupa tetapi
tidak terletak di daerah kutub melainkan berada di tempat
yang tinggi. Iklim terebut adalah :
c. Eth : Tipe iklim ini serupa dengan Et, tetapi iklim ini
terdapat pada tempat yang tinggi.
d. Efh : Tipe iklim ini serupa dengan Ef, tetapi iklim ini
terdapat pada tempat yang tinggi.
Dari penggolongan iklim Koppen diatas didapatkan tabel
Determinasi untuk mempermudah penggolongan iklim
Tabel 2.1Tabel Determinasi Iklim Koppen (Rusmayadi. Gusti, 2012)
No.
Deskripsi
Tipe
Pindah
nomor
1.
“Tree climates” (A,C,D) dibedakan terhadap iklim
kutub (E) didasarkan atas suhu rata-rata.
2.
a. Apabila t<10⁰C
E
8
b. Apabila t>10⁰C
A,C,D
2
r < 2t + 14
B
5
r > 2t + 14
A,C,D
3
r < 2t + 28
B
5
r > 2t + 28
A,C,D
3
“Tree climates” (A,C,D) dibedakan terhadap “dry
climates” (B) didasarkan pada penyebaran curah hujan
terhadap waktu
a. Apabila
curah hujan merata sepanjang tahun
dipergunakan rumus:
b. Apabila curah hujan terkonsentrasi pada musim
panas, dipergunakan rumus:
c. Apabila curah hujan maksimum pada musim winter
dipergunakan rumus:
16
3.
r<2t
B
5
r>2t
A,C,D
3
a. Apabila t > 18⁰C
A
4
b. Apabila t 18⁰C > t > 3⁰C
C
6
c. Apabila < -3⁰C
D
7
Masing-masing anggota “tree climates” (A,C,D) satu
dengan lainnya dibedakan berdasarkan rata-rata suhu
bulanan terdingin
4.
Perbedaan antara Af , Am dan Aw didasarkan pada
curah hujan tahunan (r) dan curah hujan pada bulan
terkering (p)
a. Apabila p2 > 60 mm
b. p2 < 60 mm
Af
Am,Aw
4c
c. Menggunakan Rumus:
r1 = 2t + 14
p1 = 10 – r1/25 untuk membedakan Am dan Aw
5.
apabila p2 > p1
Am
apabila P2 < p1
Aw
Perbedaan antara tipe iklim BS dengan BW didasarkan
pada jumlah curah hujan tahunan (r) dan suhu ratarata tahunan
a. Apabila
curah hujan merata sepanjang tahun,
B
dipergunakan
rumus
r1 = t + 7
r < r1
Bs
r > r1
Bw
b. Apabila curah hujan maksimum pada musim
summer (minimum jumlah curah hujan bulan terbasah
summer = 10 kali curah hujan bulan terkering winter)
dipergunakan rumus
r1 = t + 14
17
r < r1
Bs
r > r1
Bw
c. Apabila curah hujan maksimum terjadi pada musim
winter (minimum curah hujan terbasah winter = 3 kali
curah hujan terkering summer) dipergunakan rumus
r1 = t
6.
r < r1
Bs
r > r1
Bw
Perbedaan antara Cf , Cw dan Cs didasarkan atas
penyebaran curah hujan dan curah bulanan
a. Apabila
curah hujan terbesar merata dan curah
Cf
hujan bulan terkering pada musim summer lebih besar
dari 30 mm
b. Apabila curah hujan maksimum dalam musim
Cw
summer ≥ 10 kali curah hujan bulan terkering musim
winter
c. Apabila
curah hujan maksimum dalam musim
Cs
winter ≥ 3 kali curah hujan terkering summer < 30 mm
7.
Perbedaan antara Dw dan Dw didasarkan atas kejadian
musim kering
a. Pembagian curah hujan merata sepanjang tahun dan
Dw
tidak ada musim kering (curah hujan > 30 mm)
b. Terdapat bulan kering dengan curah hujan bulan
Df
terbasah ≥ 3 kali (curah hujan terkering < 30 mm)
8.
Perbedaan antara Et dan Ef didasarkan pada besaran
suhu udara pada bulan terpanas
Apabila 10⁰C > t > 0⁰C
Et
Apabila t < 0⁰C
Ef
Dalam penelitian ini akan dilakukan penggolongan atau
klasifikasi iklim di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2007 sampai
dengan tahun 2011 ke dalam kelompok iklim yang tepat menurut
18
variabel curah hujan, suhu dan luas wilayah serta pengaruh iklim di
wilayah sekitarnya. Klasifikasi iklim Koppen sendiri adalah salah
satu cara yang terbaik untuk mengelompokkan dan mengalokasikan
suatu iklim dalam suatu wilayah. Sedangkan metode Polygon
Thiessen digunakan untuk menentukan persebaran iklim di wilayah
sekitar berdasarkan luas wilayah, suhu dan curah hujan yang ada di
wilayah tersebut.
2.3
Polygon Thiessen
Metode ini memperhitungkan luas daerah yang mewakili dari
stasiun – stasiun hujan yang bersangkutan, untuk digunakan sebagai
faktor bobot dalam perhitungan curah hujan rata-rata. Metode ini
memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili
luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di suatu wilayah dianggap
bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang
terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili
luasan tersebut. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun
hujan di daerah yang ditinjau tidak merata, pada metode ini stasiun
hujan minimal yang digunakan untuk perhitungan adalah tiga stasiun
hujan.
Hitungan
curah
hujan
rata-rata
dilakukan
dengan
memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun. Metode poligon
Thiessen banyak digunakan untuk menghitung hujan rata-rata
kawasan. Poligon Thiessen adalah tetap untuk suatu jaringan stasiun
hujan tertentu. Apabila terdapat perubahan jaringan stasiun hujan
seperti pemindahan atau penambahan stasiun, maka harus dibuat lagi
poligon yang baru. (Triatmodjo, 2008).
19
Metode ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh
stasiun hujan untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak.
Daerah pengaruh dibentuk dengan menggambarkan garis-garis
sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara stasiun hujan
terdekat. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa variasi hujan
antara stasiun hujan yang satu dengan lainnya adalah sejajar dan
stasiun hujannya dianggap dapat mewakili kawasan terdekat.
Metode ini cocok jika stasiun hujan tidak tersebar merata dan
jumlahnya terbatas dibanding luasnya. Cara ini adalah dengan
memasukkan faktor pengaruh daerah yang mewakili oleh stasiun
hujan yang disebut faktor pembobot atau koefisien Thiessen. Untuk
pemilihan stasiun hujan yang dipilih harus meliputi daerah aliran
sungai yang akan dibangun. Besarnya koefisien Thiessen dapat
dihitung dengan rumus (CD.Soemarto, 1999).
Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong
tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan.
Dengan demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu
wilayah poligon tertutup An. Dengan menghitung perbandingan luas
poligon untuk setiap stasiun yang besarnya = An/A dimana A = luas
basin atau daerah penampungan dan apabila besaran ini diperbanyak
dengan harga curah hujan Rnt maka di dapat Rnt x (An+ A) ini
menyatakan curah hujan berimbang. Curah hujan rata-rata diperoleh
dengan cara menjumlahkan curah hujan berimbang ini untuk semua
luas yang terletak didalam batas daerah penampungan. Apabila ada
n stasiun di dalam daerah penampungan dan m disekitarnya yang
mempengaruhi daerah penampungan maka curah hujan rata–rata
(Rave) adalah :
20
࡭૚ ࡾ૚ ା ࡭૛ ࡾ૛ ା࡭૜ ࡾ૜ ା … ା ࡭࢔ ࡾ࢔
Rave
=
Rave
=
Rave
= ࡾ૚ ࢃ૚ + ࡾ૛ ࢃ૛ + … + ࡾ࢔ ࢃ࢔
࡭૚ ା ࡭૛ ା ࡭૜ ା …ା࡭࢔
࡭૚ ࡾ૚ ା ࡭૛ ࡾ૛ ା࡭૜ ࡾ૜ ା … ା ࡭࢔ ࡾ࢔
࡭
Dimana :
Rave
= curah hujan rata-rata (mm)
R1…R2…Rn = curah hujan masing-masing stasiun (mm)
W1…W2...Wn = faktor bobot masing masing luas wilayah
(Sri Harto, Analisis Hidrologi, 1993)
Gambar 2.1 Poligon Thiessen (Suripin, 2004).
2.4
Peta Tematik
Peta tematik (juga disebut sebagai peta statistik atau peta
tujuan khusus) menyajikan penggunaan ruangan pada tempat
tertentu sesuai dengan tema tertentu. Berbeda dengan peta rujukan
yang
memperlihatkan
pengkhususan
geografi
(hutan,
jalan,
perbatasan administratif, iklim), peta-peta tematik lebih menekankan
variasi penggunaan ruangan daripada sebuah jumlah atau lebih dari
21
distribusi geografis. Distribusi ini bisa saja merupakan fenomena
fisikal seperti kepadatan penduduk atau permasalahan kesehatan.
(Anonim, 1992)
Juga disebut sebagai peta statistik ataupun peta khusus, yaitu
peta dengan obyek khusus. Tujuan utamanya adalah untuk secara
spesifik mengkomunikasikan konsep dan data. Contoh peta tematik
yang biasa digunakan dalam perencanaan termasuk peta kadastral
(batas pemilikan), peta zona (yaitu peta rancangan legal penggunaan
lahan), peta tata guna lahan, peta kepadatan penduduk, peta
kelerengan, peta geologi, peta curah hujan, peta iklim dan peta
produktivitas pertanian. Pemilihan sumber data disesuaikan dengan
maksud dan tujuan pembuatan peta serta keadaan medan yang
dihadapi. Terdapat beberapa sumber data yang digunakan pada
pemetaan yaitu dengan pengamatan langsung di lapangan, dengan
penginderaan jauh atau dari peta yang sudah ada (base map). Secara
khusus, peta pengelolaan hutan berisikan tentang kejelasan
pemilikan (batas-batas kadastral maupun administratif), wilayah itu
sendiri yang menunjukkan unit-unit tegakan yang seragam.
(Bakosurtanal, 2012)
22
Download