Deteksi Ekpsresi mRNA dan Protein-

advertisement
DETEKSI EKSPRESI mRNA DAN PROTEIN
Oleh : Dr. Daniel Joko Wahyono, M.Biomed
Pendahuluan
Salah satu fungsi dasar yang harus dijalankan oleh DNA sebagai materi genetik
adalah fungsi fenotipik. Artinya,
DNA harus mampu mengatur
pertumbuhan dan
diferensiasi individu organisme sehingga dihasilkan suatu fenotipe tertentu. Fenotipe
organisme sangat ditentukan oleh hasil interaksi protein-protein di dalam sel. Setiap protein
tersusun dari sejurnlah asam amino dengan urutan tertentu, dan setiap asam amino
pembentukannya disandi (dikode) oleh urutan basa nitrogen
Rangkaian proses
ini, mulai dari DNA hingga terbentuknya
sebagai dogma sentral genetika
/4
I
di dalam molekul
DNA.
asam amino, dikenal
molekuler (Susanto, 2012).
___*__+
t
DNA
replikasi
RNA
transkripsi
--}
asam amlno
translasi
Gambar 1. Diagrarn dogma sentral genetika molekuler
Pada Gambar 1 menunjukkan perubahan urutan basa
di dalam molekul DNA menjadi
ututan basa molekul RNA dinamakan transkripsi, sedangkan peneq'emahan urutan basa
RNA menjadi urutan asatn amino suatu protein dinamakan translasi. Jadi, proses tanskripsi
dan translasi dapat dilihat sebagai tahap-tahap ekspresi urutan basa DNA. Namun, tidak
DNA akan diekspresikan menjadi urutan asam amino. Urutan basa DNA
yang pada akhimya menyandi urutan asam amino disebut sebagai gen. Dengan demikian,
selnua urutan basa
kirnia gen adalah urutan basa nitrogen tertentu pada molekul DNA yang dapat
dieskpresikan melalui tahaptahap transkripsi dan translasi rnenjadi urutan asam amino
teftentu. Secara umum mekanisme transkripsi pada prokariot dan eukariot hampir salna.
Hanya saja, pada prokariot produk langsung transkripsi atau transkrip prirnernya adalah
mRNA (akan dijelaskan di bawah), sedangkan pada eukariot transkrip primernya harus
secara
bio.unsoed.ac.id
rnengalami prosesing RNA terlebih dahulu sebelum menjadi mRNA. Prosesing
RNA ini
mencakup dua peristiwa, yaitu modiflkasi kedua ujung transkrip primer dan pembuangan
urutan basa pada transkrip primer yang tidak akan ditranslasi (disebut intron). Ujung 5'
dimodifikasi dengan penambahan guanosin dalam ikatan 5'-5' yang tidak umum hingga
terbentuk suatu gugus terminal yang dinamakancap, sedangkan ujung 3' dimodifikasi
dengan urutan poliadenosin (poli A) sepanjang lebih kurang 200 basa. Sementara itu,
panjang intron yang harus dibuang dapat mencapar 50Yo hingga 90% dai, panjang transkrip
primer, tetapi segmen yang mengandung ujung 5' (gugus cap) tidak pernah dibuang.
Setelah intron dibuang, segmen-segmen sisanya (disebutekson) segera digabungkan
menjadi mRNA. Pembuangan intron dan penggabungan ekson menjadi molekul mRNA
dinamakan penyatuan RNA atau KNA splicing. Translasi, atau pada hakekatnya sintesis
protein, berlangsung
di dalam ribosom, suatu struktur organel yang ban.vak
terdapat di
dalam sitoplasma. Ribosom terdiri atas dua subunit, besar dan kecil, yang akan menyatu
selama inisiasi translasi dan terpisah ketika translasi telah selesai. Ukuran ribosorn sering
dinyatakan atas dasar laju pengendapannlra selama sentrifugasi sebagai satuan yang
disebut satuan Svedberg (S). Pada kebanyakan prokariot ribosom mempunyai ukuran 70S,
sedangkan pada eukariot biasanya sekitar 80S (Susanto,2012).
Teknik Reverse transcriptase PCR (RT-PCR)
Teknik RT-PCR digunakan untuk mendeteksi ekspresi transkrip gen yang terdiri
dari tiga tahap yaitu isolasi RNA total, sintesis cDNA, dan arnplifikasi daerah transkip gen
target. Tahap peftama adalah isolasi RNA sampel klinis berasal dari jaringan tubuh, misal
darah, spesimen biopsi jaringan, dan kultur sel/jaringan. Isolasi RNA merupakan proses
untuk mendapatkan mRNA yang terkandung dalam sel melalui beberapa langkah sebagai
berikut : perlama, melisiskan sel dan nukleus; kedua, pemisahan DNA/RNA dan protein
dengan metoda presipitasi protein; ketiga, pemisahan RNA dan DNA dengan ensim DNase;
keempat, penyimpanan RNA dalam ddH2O bebas enzim nuklease. Larutan RNA yang
diperoleh dapat langsung digunakan untuk analisis Reverse Transcriptase PCR (RT-PCR)
atau disitnpan dalam jangka waktu lama pada suhu -80 "C. Tahap kedua adalah sintesis
cDNA
bio.unsoed.ac.id
(komplemen DNA) merupakan proses untuk mengubah RNA khususnya mRNA
(messenger RNA) gen target menjadi cDNA dengan enzim reverse transcriptase dan Oligo
(dT)rr
primer
Larutan cDNA disimpan pada suhu 2-8 C bila akan segera digunakan
disimpan selama l-2 jam atau dilakukan penyimpanan dalam jangka waktu larna pada suhu
gen target menggunakan
-15 s/d -25 C. Tahap ketiga adalah amplifikasi daerah transkrip
menghasilkan amplikon
primer oligonukleotida yang spesifik. Amplifikasi dua tahap PCR
secara biokimia
oDNA yang merupakan ekspresi transkrip gen target dan divisualisasi
teknik RT-PCR dalam mendeteksi
dengan elektroforesis pada gel agarose. Aplikasi klinis
penderita KNF
gen target adalah ekspresi mRNA BRLF1 EBV pada
ekspresi transkrip
pada jaringan tumor KNF sebesar 4
menunjukkan bahwa positivitas ekspresi BRLF1 EBV
dan 3 dari 8 sampel
7 sampel biopsi tumor KNF (57,1 persen) (Feng et a1.,2000)
dai
biopsi tumor KNF (37,5 persen) (Martelrenotr et al',1995)'
{.s{.
t.s1
yr.lt,
*a*'
'"
ilr
6u.7*gii:1
ffie
iffi
i
'..' .:,:i'
s'i
"'."*',&.4,ftr.:r
,
i:-'i :
tr"
*
n*,,&,,
s
ri
ifxeS:e
-,r,,,
tt- 1
.
.':,ir ..:
/1|;:
*"-..$':lt+
+dfiF
*
'
W.kl.iNZ
i i41=
**u,t,.mj'
'*#
ri
iqi!-qr
"*'
l,'!-:''#
'*"'-
I "sj;::i:il:r
::::;:;H
#,4i,'i:
tr
Gambar 2.
ffi
}iil']"*"$::
l
ffiE+
l:tl::r#k*
BRLFl,
Autoradiogra.f RT-PCR yang menunjukkan ekspresi mRNA BZLFI,
jaringan
biopsi
(a)
priV
dan
aari sampel klinis darah
BALF2 dan BCLF1
(b).
ekspresi
Gambar 2. memperlihatkan penggunaaan teknik RT-PCR untuk identifikasi
BCLFI EBV dari sampel klinis darah dan
genBZLFl, BRLF1
,BALFZ,
mRNA (trankrip)
pertama 36 siklus
biopsi jaringan. Amplifikasi dilakukan dalam dua tahap PCR yaitu tahap
pcR dan tahap kedua dengan 20 siklus PCR. Amplikon fragmen CDNA diseparasi pada gel
membran nilon. Selanjutnya amplikon fragmen cDNA
dengan radioaktif'
dihibridisasi dengan pelacak oligonuleotida spesifik yang telah dilabel
pada fihn sinar X' Gen
Visualisasi arnplikon fragmen cDNA dengan teknik autoradiografi
dalarn RT-PCR" Kontrol
house keepirtg Histone 3.3. digunakan sebagai internal kontrol
agarose dan ditransfer
ke
bio.unsoed.ac.id
(Feng et al'' 2000)'
positif sampel menggunakan RNA yang berasal dari galur sel 895-8
Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam prosedur RT-PCR adalah
RNAse yang
sebagai berikut (Steven et a1.,2005) : pertama, RNA sangat rentan terhadap
banyak terdapat
di sekitar kita, sehingga
sangat dianjurkan menggunakan alat-alat yang
bebas dari RNAse seperti tabung Eppendorf dan
tip
mikropipet; kedua, peralatan
pada
laboratorium berbahan gelas sebaiknya di bungkus dengan aluminum dan disterilisasi
larutan yang
suhu > 180 "C selama 2 iarn untuk degradasi RNAse; ketiga, reagen dan
digunakan sebaiknya bebas RNAse atau diberi perlakuan dengan diethyl pyrocarbonat
(DEpC) 0,1 o/o v/v yang telah disterilisasi; keempat, .oleh karena Tris-HCl bersifat sangat
reaktif dengan DEpC, maka sebaiknya bahan kimia ini tidak boleh diperlakukan dengan
DEPC; kelima, pacla saat melakukan isolasi RNA sangat dianjurkan menggunakan samng
sebelum
tangan karet (glove). Tutup tabung eppendorfjangan dibuka terlalu lama; keenam,
bekerja meja laboratorium sebaiknya dibersihkan dengan larutan natirum hipoklorit
o
(pemutih pakaian/soklin), etanol 70 , atau 0,1 % SDS; ketujuh, RNA dianjurkan disirnpan
pada suhu -80
"C
untuk penyimpanan waktu lama; kedelapan, pada saat melakukan isolasi
RNA sebaiknya selama bekerja diperlakukan di atas es (suhu
isopropanol stok sebaiknya disimpan pacla suhu -80
"C
4 'C);
kesembilan,
untuk penyimpanan waktu lama;
kesepuluh, seluruh reagen Reverse Transcriptase sebaiknya disimpan pada suhu -20 'C.
pada saat melakukan sintesis cDNA sebiaknya bekerja di atas es (suhu 4 "C); kesebelas,
DNA dapat disimpan pada suhu -20 "C untuk penyimpanan waktu lama atau sebelum
digunakan untuk PCR dan reagen PCR sebaiknya disimpan pada suhu -20 "C; kedua belas,
preparasi untuk membuat campuran PCR (PCR rui-r) sebaiknya dilakukan di atas es (suhu 4
oC selama l-2 han,
"C); ketiga belas, produk PCR (amplikon) dapat disimpan pada suhu 4
oC untuk penyirnpanan rn'aktu lama
namun produk PCR dianjurkan disirnpan pada suhu -20
guna menghindari degradasi oleh aktivitas 5'-eksonuklease dari enzim Zcg polymerase"
Teknik multiprime RT-PCR
bio.unsoed.ac.id
Teknik mtLltiprime RT-PCR adalah teknik RT-PCR yang sensitif untuk mendeteksi
ekspresi 6RNA gen laten pada biopsi jaringan tumor kultur sel dan darah. Teknik
nttiltiprinte RT-PCR digunakan untuk mendeteksi secara simultan ekspresi mRNA EBV
yaitu EBNAI, EBNA2, LMP1, LMP2A, LMP2B, BZLFI, BARTs, dan U1A snRNP
sebagai gen hottsekeeping gene untrtk kontrol internal kuantitas RNA. Selanjutnya,
hibridisasi amplikon fragmen cDNA dengan pelacak olioneukleotida spesifik yang telah
dilabel dengan radioaktif dilakukan untuk meningkatkan spesifitas. Visualisasi amplikon
fragmen cDNA yang menunjukkan ekspresi transkrip gen laten dilakukan dengan
autoradigrafi pada
film sinar X (Steven et al., 2005). Teknik ini lebih sensitif untuk
mendeteksi mRNA yang mengalami proses pembuangan intron (spliced mRNA) dalam
jumlah kecil dan memerlukan lebih sedikit jumlah sampel klinis. Teknik ini lebih efisien
digunakan untuk biopsi jaringan limfoma dengan jumlah sedikit dan menghasilkan kualitas
kontrol yang lebih baik. Pada sampel klinis kuantitas RNA perlu diukur terlebih dahulu
sebelum dianalis RT-PCR dengan teknik gel elektroforesis RNA untuk mendeteksi 18S/28S
RNA (Brinket a\.,1997; Brink et a1.,1998; Middeldorp et a1.,2003). Teknik multipritne
RT-PCR ini merupakan teknik yang ideal untuk melihat profil ekspresi transkrip gen laten
EBV khususnya pada ekspresi gen laten I, II, dan III pada biopsi jaringan, kultur sel, dan
darah (Steven et a|.,2005).
;4<::-
c){:r #
s
m{3{ad:r
c *S*o
'r
* ,;*
*
gsF]&-,: Y*K
**NA-X fii{
,LM$)-1
tFS$3-ia
{-!t*p-f*
*&$tYs
*
e h t3l{"r\
bio.unsoed.ac.id
Gambar
3.
Autoradiograf multiprime RT-PCR yang menunjukkan ekspresi mRNA
EBNA1 Y3K, EBNAI QK, LMP1 , LMP2a, LMP2b BARTs dan BRLFI
(zEBRA)
Pada Gambar
3 memperlihatkan sensitivitas relatif ekspresi mRNA beberapa
gen
EBV dengan teknik multiprime RT-PCR dari sampel darah individu donor sehat yang
EBV negatif pada serial pengenceran bertingkat (1 - 100.000) galur sel JY yang EBV
positif. Galur sel JY merupakan galur sel limfoblatoid yang mengekspresikan EBNA1
terutama promotor C/W dalam galur selnya, namun hanya sedikit mengekspresikan mRNA
EBNA1 QK dan mRNA BRLF1 (ZEBRA) sebesar < 1 persen galur sel. Teknik multiprime
RT-PCR ini membutuhkan jumlah sampel klinis jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
RT-PCR konvensional (satu gen), sehingga teknik ini sangat kecil ideal untuk menganalisis
pola profil ekspresi RNA. Aplikasi klinis Teknik mtiltiprime RT-PCR telah dilakukan untuk
menganalisis profil ekspresi mRNA pada penyakit Hodgkin's, limfoma non Hodgkin-T,
limfoma non Hodgkin-B, karsinoma gaster, individu yang terinfeksi HIV (darah tepi) clan
resepien transplantasi (Steven et a\.,2005)"
Teknik NASBA dikembangkan terutama digunakan untuk mendeteksi arnplifikasi
mRNA EBV yang tidak mengalami proses pembuangan intron Qton-spliced mRNA),
seperti BCRF1 (vIL-10) dan BARF1 (Brink et a1.,1998; Hayes et a1.,1999; zur Hausen e/
al., 2000; Middeldorp et al., 2003).
Teknik Western Blotting
Teknik Westent Blotting adalah metoda untuk mendeteksi eksistensi protein sebagai
suatu antigen dengan rnenggunakan antibodi yang spesifik dalam cairan tubuh dan sel.
Purifikasi protein dan penentuan urutan protei telah membuka jalan untuk aplikasi metoda
irnunologi. Antibodi merupakan suatu protein yang disintesis dalam jaringan tubuh sebagai
respon terhadap eksistensi protein
asing sebagai antigen. Di dalam sel rnempunyai ragam
antibodi yang sangat tinggi (Watson et
al.,
1997). Teknik Westem Blotting digunakan
untuk tnenentukan kuantitas relatif dan berat molekul protein target yang terkandung dalarn
4.
bio.unsoed.ac.id
campuran protein. Gambar
memperlihatkan skema kerja teknik Westem Blot yang
terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut : pertarna, rJenaturasi carnpuran protein dalarn
larutan SDS; kedua, pemisahan protein antigen target dan protein lain dengan elektorforesis
gel SDS-polyacrylamide (SDS-PAGE); ketiga, pemindahan protein antigen target pada gel
SDS-polyacrylamide ke membran Qtolymer sheet); keempat, hibridisasi protein antigen
target dengan antibodi spesifik antigen sebagai pelacak protein antigen target, sehingga
dapat ketahui ukuran dan kuantitas protein antigen. Selanjutnya, penambahan antibodi
kedua yang telah dilabel radiokatif yang spesifik terhadap kompleks antibodi-antigen. pada
saat ini, pelacak antibodi dilabel dengan senyawa chemiluminescent yang dapat menandai
protein antigen pada film fotografi biasa; kelima, visualisasi protein antigen target dengan
teknik autoradiografi pada film sinar X (Abbas et a\.,2010).
,i1ffiii-;
i-
il .*+
F.'F
F
!l
I i
t"tj:lri.erf I iJt-ii::'i
u
I
:
r"'si
t ail
1::
tr
1
1t,:
: * t"::
,,.
_1
:i
I t
I rfnr
J
1 \ 1 -a.tlrlil 1..: :
tl': a:.4 li.. .l
:aL:t::.
,
L ,
:.r!!.!:
!
ll\l
:l{
:i
::
L:i.,,::Jtrs1?It:it::i\.".
lI;,.;-ii{"Ji
1E
i !.tr
'1
:
{#:a;=Pt111
f,*.+fui+rii
**fr
,L:r.-:,i**{ik
ii1ialt3")t{*
t-*
iiflt='=,ffi#F
:.:::n.::
r l:1 :i. .
,
\
:
?,l-:,iJ, J:
) '-, i'i,r
:,{-#fl- I " "
,F*L\# {"
+..
rt
: i; s ,: ,
.)iq\..i:-r t=:i
t
;
i:
."h,"{1l
li,v sF"6l
.i.*l{,.
r,.*1,:,r ;r
;;ili!!
a::'rii]Ma.+vr%:*lhr6:9
'' 1
:1
bio.unsoed.ac.id
r*r*t:
liJ
1.1i.;:.
l;:lri;;,,',:!
ltltrrti,:
Ji:: .-ri.j:.,i fii::
\:l i.:= tr.,Ir,
!,-i*,f i :;
(iti:,:-ii{:i:,::i:::iit}
Gambar 4. Skema keria teknik Westem Blot.
Sensitivitas dan spesifitas teknik Western Blotting dapat ditingkatkan dengan
menggunakan protein hasil imunopresipitasi. Teknik Western Blotting
ini
terutama
bermanfaat untuk mendeteksi interaksi protein dengan protein, misalnya deteksi antibodi
anti HIV pada serum penderita HIV (Abbas et al., 2010). Pada umumnya antibodi
monoklonal spesifik digunakan untuk mendeteksi ekspresi beberapa protein EBV seperti
EBNAI, EBNA2, LMP1 , LMPZ, Zebra, EA dan VCA Selain antibodi monoklonal untuk
mendeteksi protein tersebut dapat pula digunakan teknik Western Blotting (Middeldorp er
a1.,2003). Pada gambar
5.
memperlihatkan penenggunaan teknik Western Blotting guna
mendeteksi ekspresi protein NF-YA yang merupakan faktor transkripsi pada promotor gen
BRLF1 EBV yang menunjukkan bentuk isofonn protein yang beruktran 42 kDa dan 46
kDa. Ekspresi protein GADPH yang merupakan gen house keeping digunakan sebagai
kontrol interrral (Chia et a1.,2008).
4nt
(::;
]
1t,
{C;.
.h,l}*
}i1;\"\
{}rt*:}l}}-l
Garnbar
5.
Ekspresi protein NF-YA EBV dengan teknik Western Blotting
DAFTAR PUSTAKA
Abbas AK, Licthman AH, Pillai S. 2010. Celltilar and Moleutlar hntntmology 6th Ed.
(Update Ed.). Saunders Elsevier Inc., Philadelphia : 137-149"
bio.unsoed.ac.id
Brink AATP, Oudejans JJ, Jiwa NM, e/ a/. Multiprimed cDNA synthesis followed by PCR
is the most suitable method for Epstein-Bam virus transcript analysis in srnall
lymphoma biopsies. Mol Cell Probes 1997, l1 39-47.
Brink AATP, Vervoort MBHJ, Middeldorp JM, Meijer CJLM, Van den Brule AJC. Nucleic
acid sequence-based amplification, a new rnethod for analysis of spliced and
unspliced Epstein-Barr virus latent transcripts, and its comparison with reverse
transcriptase PCR. J Clin Microbiol 1998;36:3164-3169.
Chia MC, Leung A, Krushel T, Alalez NM, Lo KW, Busson P, Klamut H, Bastianutto C,
Liu F-F. Nuclear Factor-Y and Epstein Barr Virus in Nasopharlmgeal Cancer. Clin
Cancer lRes 2008; l4:984-994
Feng F, Ren EC, Liu D, Chan SH, Hu H. Expression of Epstein-Barr Virus lytic gene
BRLFl in nasopharlmgeal carcinoma : potensial use in diagnosis. J Gen Virol2000;
8l:2417-2423
Hayes DP, Brink AATP, Vervoort MBH.T, Middeldorp JN{, et al. Expression of EpsteinBar virus (EBV) transcripts encoding homologues to impoftant human proteins in
diverse EBV associated diseases. Mol Pathol 1999; 52(2): 97 -103.
Marlel-Renoir D, Grunervald V, Touitou R, Schwaab G, Joab I. Qualitative analysis of the
expression of Epstein-Barr virus lyic genes in nasopharyrgeal carcinoma biopsies.
J Gen Virol 1995;76: 140l-1408.
Middeldorp JM, Brink AATP, van den Brule AJC, Meijer CJLM. Pathogenic roles for
Epstein-Barr virus (EBV) gene products in EBV-associated proliferative disorders.
Crit Rev Oncol Hematol2003;45 : l-36
Steven SJC, Verkuijlen SAWM, van den Brule AJC, Middeldorp JM. Comparison of
quantitative competitive PCR with LC-based PCR for monitoring of Epstein-Barr
virus (EBV) DNA load in clinical specimens. J Clin Microbiol 2005; 40: 4105-
4tt3
"
Steven S.IC, Verkuijlen SAWM, Middeldory JM. Quantitative detection of Epstein-Barr
virus DNA in clinical specimens by rapid real-time PCR targeting a highly
conserved region of EBNA-I . Methods Mol Biol 2005;292: 15-26.
Susanto, AH. Genetika.Ed. Pertama. Yogyakarla : Graha Ilmu; 2012.
Watson JD, Gilman M, Witkowski J, Zoller M. 1997 . Recombinant DNA. Nerv York, USA
:WH Freeman&Co.
bio.unsoed.ac.id
zur Hausen A, Brink AATP, Craanen ME, et al. Unique transcription pattenr of EpsteinBatr virus in EBV-carrying gastric adenocarcinomas: expression of the transfbnling
gene BARF7. Cancer Res 2000; 60:2745-2748.
Download