Serial Akhlak Muslim: JuJur Dan Benar. ()اق Oleh : H. Ali Fikri Noor, Lc, MA. (Lulusan Program SI & S II, Fak. Ushuluddin, International Islamic University Islambad, Pakistan Dan Dosen Ma'had Aly An-Nu'aimy, Jakarta Selatan, STID DI Al-Hikmah, Jakata Selatan). Allah swt menciptakan alam semsesta ini dengan kebenaran, karena itu sudah menjadi keharusan manusia pula bahwa mereka mesti membangun kehidupannya di atas kebenaran, tidak boleh mengatakan dan mengamalkan sesuatu kecuali yang benar. Pengertian benar dalam literatur keislaman berarti sesuatu di mana hati itu selalu condong kepadanya dan menyukainya serta tenteram bila melakukannya. Sebagaimana ditegaskan dalam sabdanya : “Kebenaran adalah sesuatu di mana hati itu merasa tenang dan tenteram, dan dosa adalah sesuatu yang membuat anda merasa gundah, gelisah, dan membenci jika orang lain mengetahuinya”. Tidak harmonis dan tidak teraturnya kehidupan ini seringkali disebabkan karena faktor kelemahan dan ketidaktahuan manusia itu sendiri dalam memahani makna dasar yang hakiki bagi kata-kata jujur dan benar ini, juga akibat merajalelanya kebohongan serta prasangka yang kemudian menyelimuti jiwa dan fikiran mereka. Akibatnya fikiran dan jiwa yang diselimuti kebohongan dan prasangka tadi membuat mereka semakin jauh menyimpang dari jalan yang lurus, jujur dan benar. Karena itu pula berkomitmen dengan kebenaran dan kejujuran di setiap aspek kehidupan, membiasakan diri untuk mempraktekannya dalam menentukan keputusan hukum serta merujuk atau kembali kepada keharibaan kebenaran merupakan asas etika setiap muslim bahkan setiap insan. Sebagaimana juga bangunan atau tatanan masyarakat yang islami adalah tatanan yang selalu dibangun di atas upaya memerangi kebohongan dan prasangka, membuang jauh-jauh berbagai propaganda-propaganda dusta dan sesuatu yang meragukan. Hanya hakikat yang kuat, meyakinkan, dan tidak meragukan serta tidak mengandung unsur kedustaan yang harus terus eksis dan menang di atas muka bumi ini. Hakikat ini pula yang harus menjadi landasan bagi setiap penentuan berbagai macam aturan sosial manapun di muka bumi ini. Al-Qur’an menegaskan kewajiban berperilaku jujur dan benar atas setiap muslim : “Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan jadilah kalian bersama orang-orang yang benar dan jujur”, (QS At-Taubah : 119). Berucap, beramal, dan berniat sesuatu yang benar menjadi syarat mutlak bagi terbangunnya tatanan dan kondisi kehidupan masyarakat yang aman, sejahtera, stabil dan berkeadilan. Hancurnya tatanan sosial, merajalelanya kejahatan dan kriminalitas baik yang menyangkut kehidupan intra personal (hubungan vertikal) atau hubungan antar personal (hubungan horizontal), membudayanya korupsi, kolusi dan nepotisme, merajalela dan merebaknya mafia-mafia peradilan, pengrusakan hutan, dll disebabkan karena benar dan jujur dalam ucapan, perbuatan, dan niat belum ditanamkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana Al-qur’an menegaskan : “Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan berucaplah dengan ucapan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amal kalian, dan mengampuni dosa-dosa kalian, dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya maka ia telah memperoleh kemenangan yang besar” (QS. Al-Ahzaab : 70-71). Dalam sabdanya Rasulullah saw juga menegaskan kewajiban berperilaku benar dan jujur baik dalam ucapan, perilaku dan niat : “Hindarilah prasangka sesungguhnya prasangka itu ucapan yang paling dusta’, (HR Imam Bukhori), beliau juga bersabda: “Tingalkanlah sesuatu yang meragukan anda dan ambillah sesuatu yang tidak meragukan, karena sesungguhnya kebenaran itu adalah yang menenteramkan anda dan dusta itu adalah yang meragukan anda”, (HR Imam Tirmidzi). Al-qur’an telah mencerca setiap komunitas masyarakat yang selalu berjalan di bawah bayang-bayang prasangka, yang kemudian akal fikirannya dihiasi dan diisi faham-faham khurofat, dan akhirnya prasangka dan kebohongan tsb telah merusak prospek dan masa depan mereka. Masa depan mereka yang asalnya indah nan menjanjikan kini berubah menjadi buram dan menakutkan. Yang indah akhirnya berubah menjadi gundah, yang menjanjikan berubah menjadi menakutkan, dan yang sejahtera juga berubah menjadi nestapa, itulah buah prasangka dan kedustaan. Inilah hardikan dan cercaan Al-qur’an atas perilaku mereka yang berjalan di bawah bayang-bayang prasangka dan tidak berdasarkan ilmu pengetahuan yang memberinya petunjuk : “Tidak ada yang mereka ikuti melainkan prasangka dan hawa nafsu mereka, padahal telah datang kepada mereka petunjuk dari Tuhan mereka”, (QS An-Najm: 23). Al-qur’an juga melarang umat Islam menekuni apa saja baik ucapan, amalan, dan keyakinan yang tidak memiliki dalil atau tidak bersandarkan atas ilmu pengetahuan. Melakukan amalan, ucapan dan keyakinan yang tidak bersandarkan kepada ilmu pengetahuan merupakan karakter dan kebiasaan orang-orang musyrik, dan bukan karakter serta kebiasaan orang yang beriman. “Dan tidaklah mereka memiliki ilmu tentangnya, mereka tidak mengikuti melainkan persangkaan , padahal persangkaan itu tidak menghasilkan kebenararan sedikitpun”,(QS An-Najm : 28). Islam memberikan apresiasi dan penghormatan yang tinggi terhadap kebenaran dan mereka yang berusaha mendirikan dan memperjuangkanya, karenanya ia sangat menentang dan menolak keras siapa saja yang suka melakukan kedustaan. Diriwayatkan bahwa Aisyah Umil Mukminin ra mengatakan: “Tidak ada sesuatu dari etika yang paling dibenci Rasulullah saw dari kedustaan, beliau tidak pernah mengetahui sesuatu dari seseorang yang melakukan perbuatan dusta yang keluar dari hatinya sehingga beliau mengetahui bahwa orang tsb telah melakukan taubat”, (HR Imam Ahmad). Karena itu pula tidak diragukan lagi bahwa para salafu soleh (orang-orang soleh terdahulu) saling mewariskan antara satu sama lainnya berbagai akhlak mulia, dan merekapun saling mengajarkannya. Jika ada salah seorang dari mereka yang melakukan suatu perilaku buruk dan berusaha menyendiri dengan perilaku buruknya maka keburukan yang dilakukannya benar-benar nampak di antara mereka seperti layaknya seseorang yang terkena penyakit kulit di tengah orang-orang lain yang sehat, maka orang tsb tidak pernah mendapatkan suatu tempat di antara mereka hingga berusaha mengobati penyakitnya, barulah kemudian orang tadi diterima di tengah-tengah mereka. Oleh karena itu karakter yang paling asasi bagi sebuah perkumpulan Islami adalah berperilaku benar dalam setiap kali berucap, teliti dalam setiap tindakan, serta berhat-hati dalam percakapan. Adapun perilaku dusta dan mengingkari suatu janji, melakukan kebohongan dan manipulasi ucapan, perbuatan, dan sejarah maka itu semua adalah budaya orangorang munafik yang tidak pernah bersentuhan sedikitpun dengan agama Islam. Budaya tsb lebih tepat dikatakan budayanya sekelompok orang yang sedang bersentuhan dengan agama Islam dalam perspektif beragamanya orang-orang munafik, pendusta, dan manipulator. Rasulullah saw menegaskan: “Setiap orang mukmin diciptakan dengan tabiat yang bermacam-macam kecuali khianat dan dusta”, (HR Imam Ahmad). Beliau bahkan pernah ditanya : “mungkinkah seorang mukmin memiliki sifat penakut ?, mungkin jawab beliau, mungkinkah seorang mukmin itu memiliki sifat bakhil ?, mungkin, mungkinkah seorang mukmin itu seorang pendusta ?, beliau menjawab : tidak mungkin”, (HR Imam Malik). Walhasil suatu kedustaan jika disebarkan oleh orang-orang yang menyukai fitnah dan bahayanya setelah itu menyebar ke segala penjuru, maka dosanya di sisi Allah sangat besar. Seorang jurnalis yang menyebarkan berita bohong di hadapan ribuan manusia, seorang politikus yang memberikan penjelasan terbalik kepada masyarakat dengan memutar balikkan fakta suatu permasalahan, dan seseorang yang memiliki suatu kepentingan terhadap penguasa yang kemudian memfitnah si fulan dan si fulanah demi mencapai kepentingannya, maka sungguh mereka semua telah melakukan tindakan criminal yang kelak dosanya akan mereka tanggung di hadapan Allah swt. Sebagaimana Rasulullah saw menjelaskan dalam sabdanya : "ada tiga orang yang tidak akan masuk syurga, orang tua yang berzina, seorang pemimpin yang suka melakukan kedustaan, dan orang fakir yang takabbur", (HR Imam Al-Bazzaar).