STUDI KAWASAN AFRIKA TENGAH CASE STUDY : FAKTOR – FAKTOR PENGHAMBAT ECCAS DALAM MEWUJUDKAN PERDAMAIAN DAN KEAMANAN DI KAWASAN AFRIKA TENGAH Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Hubungan Internasional Disusun Oleh a) Dian Purnama Sari (105030100111123) b) Putri Permata Taqwa (105030100111127) c) Nofriana Devi (105030100111128) d) Zaskya Rizky Karundini (105030101111120) JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2012 DAFTAR ISI DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB I DESKRIPSI ..................................................................................................1 A. Negara – Negara yang Masuk Kawasan........................................................... 1 B. Sumber Daya ...................................................................................................... 11 BAB II KASUS YANG DIANGKAT ...................................................................14 A. Pendahuluan ....................................................................................................... 14 B. Masalah ............................................................................................................... 18 BAB III ANALISIS KELOMPOK ........................................................................25 BAB IV KELOMPOK ...........................................................................................29 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................33 Page | ii BAB I DESKRIPSI A. Negara – Negara yang Masuk Kawasan 1. Cameroon Nama resmi: Republic of Cameroon. Ibukota: Yaounde. Agama: Indigenous beliefs 40%; Kristen 40%; Islam 20% Page | 1 Luas wilayah (km2): 475.440 Jenis kekuasaan: Republik (demokrasi) Bentuk negara: Kesatuan. Kamerun terbagi ke dalam 10 propinsi. Tiap propinsi lalu terbagi kembali menjadi divisi, subdivisi, dan distrik. Terdapat 2 propinsi berbahasa Inggris dan 8 propinsi berbahasa Perancis. Sistem pemerintahan: Parlementer. Presiden adalah kepala negara. Perdana Menteri adalah kepala pemerintahan. Presiden dipilih lewat Pemilu langsung untuk masa bakti 7 tahun lalu dapat dipilih untuk 1 kali masa bakti lagi. Perdana Menteri ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Parlemen : Bikameral (National Assembly + Senate). National Assembly terdiri atas 180 anggota yang mewakili seluruh warganegara dan dipilih lewat Pemilu langsung. Senate mewakili otoritas lokal dan regional. Tiap region diwakili 10 anggota senat, dengan ketentuan 7 orang dipilih lewat Pemilu langsung di tiap basis region sementara 3 lainnya diangkat oleh Presiden Kamerun. Masa bakti senat adalah 5 tahun. 2. Central African Republic Nama resmi : Central African Republic Page | 2 Ibukota : Bangui Agama : Protestan 25%; Katolik Roma 25%; Islam 15%; Indigenous beliefs 35%. Luas wilayah (km2) : 622.984 Jenis kekuasaan : Republik Bentuk negara : Kesatuan. Republik Afrika Tengah diorganisir ke dalam 16 prefektur dan 1 komune otonom, 60 subprefektur, dan 174 munisipal. Bangui adalah munisipal khusus. Sistem pemerintahan : Parlementer. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala eksekutif. Dalam tugas administratifnya, presiden mengangkat Perdana Menteri, anggota kabinet (atas advis Perdana Menteri), serta pejabat-pejabat sipil dan militer. Parlemen : Unikameral (National Assembly). 3. Chad Nama resmi : Republic of Chad Ibukota : N'Djamena Agama : Islam Sunni 49%; Kristen 30%; Animis 15%; Lainnya 6%. Luas wilayah (km2) : 1.284.000. Jenis kekuasaan : Republik. Page | 3 Bentuk negara : Kesatuan. Seperti Perancis, Chad adalah negara kesatuan yang tidak terbagi melainkan hanya ke dalam 28 departemen. Kendati dalam konstitusi setiap departemen (wilayah) adalah otonom, pada prakteknya tidak demikian. Sistem pemerintahan : Presidensil. Presiden adalah figur paling kuat di Chad. Presiden mengangkat dan menuntut pengunduran diri Perdana Menteri di setiap waktu (bila dikehendaki). Presiden dipilih langsung tiap 5 tahun. Perdana Menteri dan Kabinet diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Parlemen : Unikameral (National Assembly). Organ ini terdiri atas 155 anggota yang dipilih lewat Pemilu langsung untuk 4 tahun masa bakti. 4. Democratic Republic of Congo Nama resmi : Democratic Republic of the Congo Ibukota : Kinshasa Agama : Katolik Roma 50%; Protestan 20%; Kimbanguist 10%; Islam 10%; Agama tradisional 10%. Luas wilayah (km2) : 2.345.000. Jenis kekuasaan : Republik (sosialis). Page | 4 Bentuk negara : Kesatuan (Kuasi Federal). Wilayah Kongo terdiri atas 1 wilayah ibukota dan 25 propinsi yang menikmati otonomi. Sistem pemerintahan : Parlementer. Presiden adalah kepala negara. Presiden mengangkat Perdana Menteri setelah berkonsultasi dengan partai mayoritas parlemen. Presiden berkuasa 5 tahun dan boleh 1 kali lagi dipilih. Menteri-menteri diangkat oleh Perdana Menteri. Parlemen : Bikameral (National Assembly + Senate). National Assembly anggotanya disebut Deputies yang dipilih secara langsung. National Assembly bertugas membuat hukum dan mengendalikan administrasi negara, perusahaan dan pelayanan publik. Senat dipilih oleh dewan provinsial yang mewakili propinsi. 5. Congo Nama resmi : Republic of Congo Ibukota : Brazzaville Agama : Katolik Roma 35%; Kristen (Protestan dan lainnya) 15%; Islam 2%; Agama tradisional 48%. Luas wilayah (km2) : 342.000. Jenis kekuasaan : Republik Page | 5 Bentuk negara : Kesatuan. Kongo terdiri atas 10 region yang bergantung sepenuhnya pada pemerintah pusat (Brazzaville adalah region sendiri). Sistem pemerintahan : Presidensil. Presiden dipilih langsung untuk masa bakti 7 tahun. Presiden adalah kepala negara dan kepala administrasi negara. Presiden mengangkat menteri-menteri untuk duduk di kabinet. Tidak ada Perdana Menteri di Kongo ini. Parlemen : Bikameral (National Assembly + Senate). National Assembly dipilih lewat Pemilu langsung dan merepresentasikan seluruh warga negara dengan masa baki 5 tahun. Senate bermasa bakti 6 tahun dan dipilih oleh dewan-dewan lokal. Senate berfungsi selaku mediator konflik dalam negara dan bertindak selaku konsultan negara. 6. Republic of Equatorial Guinea Nama resmi : Republic of Equatorial Guinea Ibukota : Malabo. Agama : Katolik Roma 87%; Protestan 5%; Animis 5%; Lainnya 3%. Luas wilayah (km2) : 28.050. Jenis kekuasaan : Republik Page | 6 Bentuk negara : Kesatuan (sentralis). Negara ini terbagi ke dalam region, propinsi, distrik, dan munisipal. Sistem pemerintahan : Semi-Presidensil. Presiden adalah kepala negara. Untuk memerintah, Presiden mengangkat Perdana Menteri. Parlemen : Unikameral (Camara de Representantes del Pueblo). Anggotanya ada 80 orang yang dipilih lewat pemilu langsung. Namun, kekuasaannya terbatas karena didistribusikan oleh Presiden. 7. Gabon Nama resmi : Gabonese Republic Ibukota : Libreville Agama : Kristen 55-75%; Animis 4%; Islam <1%. Luas wilayah (km2) : 267.667. Jenis kekuasaan : Republik. Bentuk negara : Kesatuan. Gabon terbagi atas 9 propinsi yang terdiri atas 36 prefektur dan 8 subprefektur yang terpisah. Presiden mengangkat gubernur propinsi, prefek, dan subprefek. Sistem pemerintahan : Semi-presidensil. Presiden adalah kepala negara dan figur paling kuat di Gabon. Ia dipilih lewat Pemilu langsung untuk masa bakti 7 tahun dan dapat dipilih kembali tanpa Page | 7 batasan periode. Kepala pemerintahan dipegang Perdana Menteri yang diangkat oleh Presiden (juga menteri-menterinya). Keduanya bertanggung jawab baik kepada Presiden maupun Parlemen. Parlemen : Bikameral (National Assembly + Senate). National Assembly terdiri atas 116 anggota yang dipilih langsung. Senate terdiri atas 91 anggota yang dipilih tidak secara langsung untuk masa bakti 6 tahun. 8. Angola Nama resmi : República de Angola Ibukota : Luanda Agama : Kepercayaan (47%), Kristen Katolik (38%), Kristen Protestan (15%) Luas wilayah (km2) : 1,246,700 Jenis kekuasaan : Republik. Bentuk negara : Republik. Terdiri atas 18 provinsi, yaitu: Bengo, Benguela, Bie, Cabinda, Cuando Cubango, Cuanza Norte, Cuanza Zul, Cunene, Huambo, Huila, Luanda, Lunda Norte, Lunda Sul, Malanje, Moxico, Namibe, Uige, Zaire. Sistem pemerintahan : Republik, dengan kekuasaan presiden yang sangat besar. Didukung oleh Sistem Parlemen : Assembleia Page | 8 Nacional (Majelis Nasional) yang terdiri atas 220 kursi dimana anggota-anggotanya dipilih secara proporsional untuk masa jabatan selama 4 tahun. Ketua Parlemen : Fernando Dias dos Santos. 9. Burundi Nama resmi : République du Burundi Ibukota : Bujumbura Agama : Kristen 67%; Lain-lain 23%; Islam 10% Luas wilayah (km2) : 27,830 Jenis kekuasaan : Republik. Bentuk negara : Kesatuan. Burundi di bagi menjadi 17 provinsi, 117 komune, dan 2.638 koline (hills). Provincial governments are structured upon these boundaries. In 2000, the province encompassing Bujumbura was separated into two provinces, Bujumbura Rural and Bunjumbura Mairie. Sistem pemerintahan : Republik perwakilan presiden demokratik didasarkan pada sebuah negara multi-partai. Presiden Burundi adalah kepala negara dan kepala pemerintahan. Parlemen : Bikameral, terdiri dari Majelis Nasional Transisi dan Senat Transisi. Page | 9 10. Sao Tome dan Principe Nama resmi : República Democrática de São Tomé e Príncipe Ibukota : Sao Tome Agama : Kristen 80%; Lain-lain 19%; Islam 0% Luas wilayah (km2) : 964 Jenis kekuasaan : Republik. Bentuk negara : Kesatuan. São Tomé dan Príncipe dibagi menjadi 2 provinsi: Príncipe, São Tomé. Provinsi-provinsi tersebut dibagi lagi menjadi tujuh kabupaten, enam di São Tomé dan satu di Príncipe (dengan Príncipe memiliki pemerintahan sendiri sejak 29 April 1995) Sistem pemerintahan : RDSP menganut system multi-partai, partai-partai tersebut antara lain Movement for the Liberation of Sao Tome and Principe (MLSTP), Party of Democratic Convergence (PCD), dan Independent Democratic Action (ADI). Presiden RDSP sekarang adalah Fradique de Menezes yang berasal dari ADI, dan Perdana Menterinya adalah seorang perempuan bernama Maria do Sarmo Silveira (MLSTP). Page | 10 B. Sumber Daya 1. Cameroon Kamerun memiliki kondisi iklim pertanian yang baik serta sumber daya minyak yang cukup banyak, Kamerun mempunyai salah satu ekonomi komoditi primer yang terbaik di wilayah sub-Sahara Afrika. Ketergantungan pada ekspor pertanian membuat Kamerun rentan terhadap perubahan harga. Tanah dan iklim di pantai mendorong budidaya komersial ekstensif pisang, kakao, kelapa sawit, karet, dan teh. Sumber daya mineral di Kamerun antara lain minyak, bauksit, bijih besi. 2. Central African Republic Republik Afrika Tengah memiliki potensi pertanian yang cukup besar. Juga memiliki kekayaan sumber daya mineral, termasuk berlian, yang mencapai hampir setengah dari total pendapatan negara ekspor. Emas, uranium, bijih besi, tembaga, dan manganese yang ditambang dalam jumlah yang lebih kecil. 3. Chad Sumber daya alam selain ternak sangat sedikit. Meskipun hanya 3 persen lahan Chad dibudidayakan, sumber daya pertanian merupakan kepentingan utama. Tanaman asli, maupun yang baru-baru ini diperkenalkan, menghasilkan produk makanan yang penting. Sumber daya ikan yang luas di Danau Chad dan Sungai Chari juga sangat penting. Natron (natrium karbonat) adalah mineral-satunya diekstrak dalam jumlah yang signifikan. Simpanan minyak bumi di dekat Danau Chad dan uranium di utara telah ditemukan namun tetap asri. Lain sumber daya Page | 11 mineral yang belum dimanfaatkan meliputi tungsten, timah, bauksit, emas, bijih besi, dan titanium. 4. Democratic Republic of Congo Republik Demokratik Kongo kaya akan sumber daya alam terutama mineral antara lain kobalt, tembaga, niobium, tantalum, minyak bumi, industri dan permata berlian, emas, perak, seng, mangan, timah, uranium, batubara, tenaga air, kayu namun sayangnya Republik Demokratik Kongo termasuk dalam salah satu Negara termiskin di dunia. 5. Congo Kongo memiliki banyak sekali sumber daya alam—minyak bumi, intan, emas, perak, uranium—tetapi, pertikaian yang belum lama ini berlangsung di negeri itu telah secara drastis mengurangi ekspor dan meningkatkan utang luar negeri. Keluarga di pedesaan bercocok tanam untuk dimakan sendiri, yang mencakup singkong, jagung, dan padi. 6. Republic of Equatorial Guinea Negara yang berada di Afrika Tengah ini merupakan negara produsen minyak ketiga terbesar di Afrika dan terbesar pertama di kawasan SubSahara Afrika. Sumber daya alamnya meliputi minyak bumi, gas alam tanah liat, kayu, emas, bauksit, berlian, tantalum, pasir dan kerikil. Hasil pertanian meliputi kakao, kayu, lainnya: kopi, padi, ubi, singkong (tapioka), pisang, kelapa sawit kacang; ternak. 7. Gabon Gabon memiliki kekayaan mineral cukup banyak sedangkan jumlah penduduknya relatif kecil. Karena kandungan buminya, Gabon dikenal Page | 12 sebagai salah satu negara kaya di Afrika. Gabon adalah negara yang kaya akan barang tambang. Gabon mengekspor mangan, minyak bumi, gas alam, besi, kayu dan juga bahan lainnya. 8. Angola Angola merupakan salah satu produsen kopi utama di dunia dan termasuk negara terkaya di Afrika berkat sumber alamnya, terutama bijih besi, intan, dan tembaga. Komoditas ekspor utama di Angola antara lain; Minyak mentah, berlian, produk minyak bumi olahan, kopi, sisal, ikan dan produk ikan, kayu, kapas. 9. Burundi Kobalt dan tembaga adalah salah sumber daya alami Burundi. Beberapa Ekspor utama Burundi mencakup kopi dan gula. Industri Hanya ada sedikit kecuali pengolahan Ekspor pertanian. Meskipun kekayaan potensi dalam minyak bumi, nikel, tembaga, dan sumber daya alam lainnya sedang dieksplorasi. 10. Sao Tome dan Principe Sao Tome dan Principe pernah menjadi produsen gula terbesar di dunia pada abad ke-20. Namun ternyata citra kopi lebih populer karena lebih banyak ditanam di lahan subur. Sumber daya alamnya meliputi ikan dan hydropower. Page | 13 BAB II KASUS YANG DIANGKAT “Faktor – Faktor Penghambat ECCAS dalam Mewujudkan Perdamaian dan Keamanan di Kawasan Afrika Tengah” A. Pendahuluan Pada awal tahun 1990an, sebuah kebangkitan besar dari proyek integrasi regional terjadi di Afrika. Kebangkitan ini memberikan sebuah dorongan resmi bagi beberapa organisasi regional non aktif. Salah satu kawasan regional yang mengikuti gerakan tersebut adalah kawasan Afrika Tengah. ECCAS (Economic Community of Central African States) adalah sebuah Komunitas Ekonomi Uni Afrika yang bertujuan untuk mempromosikan kerjasama regional ekonomi di Afrika Tengah. ECCAS (Economic Community of Central African States) dibangunkan kembali pada tahun 1998 setelah sebelumnya divakumkan pada tahun 1992 sejak organisasi tersebut didirikan pada tahun 1983. Tepatnya pada bulan Februari 1998, melalui Peace and Security Council for Central Africa (COPAX), ECCAS bertransformasi menjadi sebuah forum politik dan keamanan selain juga tetap menjalankan mandatnya sebagai sebuah integrasi ekonomi regional. Berikut merupakan perjalanan panjang yang ditempuh oleh ECCAS sebelum akhirnya organisasi tersebut didirikan kembali pada tahun 1998. Ketidakamanan Dimensi Regional Ketidakamanan di Afrika Tengah mengenai konflik antara kelompokkelompok etnis yang berbeda menjadi sulit untuk di kontrol oleh negaranegara di kawasan tersebut. Banyak pemimpin terkonsentrasi pada kekuasaan negara dan sumber daya dalam tangan kelompok etnis mereka sendiri. Page | 14 Berbagai pertempuran tersebut dengan cepat memancing keterlibatan aktor eksternal. Untuk negara-negara Afrika Tengah, perbedaan ideologi dan distribusi sumber daya alam yang tidak merata adalah alasan yang cukup untuk campur tangan dalam perang internal negara tetangga mereka. Faktorfaktor ini mengubah konflik kecil antara negara-negara tetangga menjadi resiko politik dan keamanan. Ketidakamanan di Afrika Tengah telah dialami oleh daerah yang menyatakan tidak mampu menanganinya secara individu. Perdagangan yang menguntungkan, yang melibatkan kedua aktor internasional dan regional, telah membantu untuk menyokong bahan bakar bagi pemberontak. Para pemberontak di Republik Afrika Tengah merasa mudah untuk mendapatkan senjata dengan jalan melintasi perbatasan antara Chad dan Sudan. Demikian pula, kejahatan lintas batas merupakan ancaman bagi keamanan dan penghidupan warga sipil. Di daerah Kamerun, Republik Afrika Tengah dan Chad, para penjahatnya terkenal sebagai pemotong jalan yang terus membahayakan kehidupan warga sipil dan menjadi “rem” bagi kegiatan ekonomi. Pemerintah negara-negara di Afrika Tengah lebih lambat dari pemerintah-pemerintah di Afrika Selatan dan Afrika Barat untuk menyetujui gabungan wilayah yang bertujuan sebagai bentuk pencegahan dan resolusi konflik. Hal tersebut hanya setelah beberapa dekade daerah kerjasama ekonomi yang terfokus pada isu politik yang lebih mengarah pada kerjasama mengenai masalah keamanan. Page | 15 Lambatnya Integrasi Ekonomi Sejak pertama kali didirikan pada tahun 1983, ECCAS, merasa sulit untuk merangsang perdagangan antar anggotanya. Menghadapi krisis ekonomi yang serius, negara anggota memprioritaskan hubungan erat dengan negaranegara Eropa. Selama Perang Dingin, Negara-negara Barat tertarik untuk menutup kontrak-kontrak dengan negara-negara di Afrika dalam transaksi ekonomi dalam rangka menyelaraskan ideologi. Selama 1990-an, masalah politik yang serius mempengaruhi anggota ECCAS dan merusak kemauan dan kemampuan mereka untuk mengejar integrasi regional misalnya di Angola, Burundi, Republik Demokratik Kongo, Republik Kongo, dan dimana seluruh negara tersebut sedang berjuang untuk menyelesaikan perang saudara mereka, sementara Chad dan Republik Afrika Tengah tengah terguncang oleh krisis politik. Para elit pemerintahan terlalu sibuk dengan membangun kembali otoritas mereka di dalam daerah kekuasaan mereka untuk menanamkan modal, mulai dari modal waktu, uang dan politik dalam pengembangan hubungan dengan negara tetangga mereka. Bahkan setelah penandatanganan perjanjian perdamaian, konflik antar negara tetangga akibat ketidakpercayaan yang mendalam antara elit dan masyarakat, menghambat perkembangan politik yang kuat dan hubungan ekonomi. Akibatnya, pada tahun 1992 ECCAS divakumkan. Menuju Keamanan Regional dan Arsitektur Keamanan Pada tahun 1994, melalu permintaan Paul Biya, yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Kamerun, Sekjen PBB, Boutros Boutros-Ghali, membentuk CCPN-UQSAC (UN Permanent Consultative Commitee on the Page | 16 Security Situation in Central Africa). Dalam komite tersebut, Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan dan Urusan Dalam Negeri setuju dengan isu perdamaian dan keamanan serta membuat rekomendasi yang disahkan oleh kepala negara. Komite tersebut bertugas untuk meningkatkan komunikasi antar negara di Afrika Tengah mengenai masalah keamanan saat ECCAS sedang dalam “koma” yang berkepanjangan. Pada 9 September 1994 Republik Afrika Tengah, Republik Kongo, Kamerun, Guinea Khatulistiwa, Gabon, dan Principe and Sao Tome mengadopsi perjanjian non-agresi. Perjanjian yang sama disetujui oleh seluruh anggota ECCAS pada 8 Juli 1996. Perjanjian tersebut memiliki efek cepat. Perang Kongo berakhir pada Bulan November 1996 dan berlanjut hampir tanpa campur tangan untuk beberapa tahun. Inisiatif ini menjadikan sesuatu yang pantas ditiru. 6 Februari 1998 di Libreville, ECCAS mengadakan pertemuan tingkat tinggi mereka yang kedua, dan keputusannya adalah untuk mengaktifkan kembali organisasi regional dan memperluas promosi dalam perdamaian dan keamanan. Pertemuan tersebut mengakibatkan munculnya pemusatan dinamika politik dalam level nasional, regional, dan internasional melalui ECCAS dalam tugasnya sebagai penjaga keamanan dan kedamaian di Afrika Tengah. Pada Januari 1999, Angola yang hanya memiliki status sebagai pengamat saja, kemudian diterima menjadi anggota tetap di ECCAS. Sejak berakhirnya vakum ECCAS, struktur organisasi, aktivitas, serta karakter organisasi tersebut telah ditetapkan sesuai dengan harapan dan kebiasaan dari negara anggota, dan khususnya, oleh presiden-presiden mereka. Namun Page | 17 begitu, berbagai permasalahan, mulai dari isu-isu politik negara anggota, hingga konflik internal dalam organisasi menjadi penghambat bagi ECCAS untuk menjalankan misinya dalam menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan Afrika Tengah. Makalah ini menganalisis faktor-faktor yang menghambat kinerja ECCAS dalam mewujudkan perdamaian dan keamanan di kawasan Afrika Tengah. B. Masalah Walaupun ECCAS telah dibangkitkan kembali, organisasi tersebut tetap saja merupakan organisasi dengan konstruksi yang belum jadi. Permasalahan geopolitik regional, keegoisan masing-masing negara anggota, dan faktor-faktor eksternal lainnya mewarnai langkah organisasi tersebut dalam usahanya mewujudkan perdamaian dan keamanan di Afrika Tengah. Faktor-faktor yang meghambat tersebut perlu untuk dikaji agar perkembangan yang telah dicapai oleh negara-negara di Afrika Tengah dalam menjadikan ECCAS menjadi sebuah organisasi regional yang mampu menyelesaikan krisis politik dan keamanan negara anggotanya dapat dinilai. Adapun berbagai faktor penghambat tersebut antara lain: 1. Sebuah Alat Inter-Governmental yang Tersentralisasi Seperti halnya African Unions dan organisasi ekonomi regional lainnya di Afrika, ECCAS adalah sebuah international government dan bukannya sebuah organisasi supranasional. Negara anggota tidak memberikan ECCAS kekuasaan untuk membuat keputusan mereka sendiri, melainkan keputusan diambil oleh negara anggota didalam organisasi. Disamping itu, ECCAS Page | 18 diwarisi karakteristik struktural dimana terjadi konsentrasi kekuasaan di tangan presiden. Pada faktanya, badan pengambil keputusan yang berdaulat pada aspek ekonomi, sosial, politik dan isu-isu keamanan adalah Conference of Heads of State, dimana badan tersebut harus menerima setiap keputusan yang dibuat oleh The Council of Ministers. Alhasil, proses pengambilan keputusan menjadi sangat lambat karena tidak teraturnya pertemuan para kepala negara. Seharusnya, berdasarkan traktat ECCAS, konferensi kepala negara anggota harus diadakan tiap setahun sekali. Namun, hanya 3 sesi pertemuan dan 1 sesi pertemuan luar biasa yang telah digelar mulai tahun 2006. Sesi terakhir digelar pada bulan oktober tahun 2009. Sejak itu tidak ada pertemuan resmi yang diselenggarakan, walaupun banyak isu-isu perdamaian dan keamanan yang masih tertunda dan harus segera membutuhkan keputusan untuk ditindaklanjuti. Pertemuan pada bulan Maret dan Juni 2011 dibatalkan tanpa ada penjelasan yang valid. Untuk mempercepat diskusi politik mengenai masalah keamanan dan dan mengimprovisasi komunikasi antar negara anggota maupun antara ECCAS dan negara anggota, para kepala negara memutuskan pada Oktober 2009 untuk membentuk Komite Perwakilan. Selama pertemuan komite tersebut di Libreville, perwakilan masing-masing negara seharusnya bertugas menyampaikan opini negara mereka mengenai isu-isu keamanan regional di kawasan Afrika Tengah. Namun komite tersebut hanya mengadakan pertemuan sebanyak 2 kali dan pertemuan-pertemuan tersebut hanya menjabarkan mengenai syarat-syarat dan petunjuk teknis organisasi. Page | 19 2. Struktur Organisasi yang Tidak Seimbang Masih Dibawah Kontruksi Institusi dan kekuasaan ECCAS dalam hal perdamaian dan keamanan telah dibangun kembali sejak akhir 1990an. Walau begitu, beberapa departemen yang termasuk dalam organisasi masih memiliki personel yang tidak berkualifikasi. Di markas besar ECCAS di Libreville, tersentralisasi dengan kuat pada Sekretaris Jenderal. Seluruh keputusan teknis, politik dan administrasi harus diserahkan pada Sekretaris Jendral untuk mendapatkan persetujuan. Peningkatan aktivitas organisasi menjadikan sentralisasi tersebut menjadi masalah. Masalah ini berdampak pada pengurusan departemen, lambannya proses administrasi dan munculnya hambatan official lainnya. Organisasi ECCAS masih penuh dengan “lubang” dan memiliki permasalahan yang serius mengenai kurangnya sumber daya manusia. Kebangkitan ECCAS tidak diiringi dengan perubahan kebutuhan prosedur rekruitmen untuk revitalisasi operasi ECCAS. Pada titik ini, citra ECCAS tidak ada bedanya dengan organisasi regional Afrika lainnya, yang dipandang sebagai mesin administrasi tanpa strategi ataupun kompetensi teknis dalam memenuhi misinya. 3. Negara Anggota Tidak Konsisten dalam Kontribusi Keuangan Problem ini membahayakan keuangan organisasi dan menjadikan penyelesaian beberapa proyek menjadi mustahil dilaksanakan. Diskusi yang membahas mengenai iuran negara anggota baru dilaksanakan pada tahun 1999 walaupun ECCAS telah didirikan mulai tahun 1983. Seluruh negara anggota seharusnya menyisihkan 0,4% dari penghasilan yang didapat dari Page | 20 pajak yang dikenakan pada impor dari luar ECCAS dan berdasarkan kepada skala kemakmuran. Pembagian skala tersebut antara lain: a) Angola, Kamerun, Kongo, Gabon dan Guinea Khatulistiwa masingmasing sebesar 13% dari APBN b) Republik Demokratik Kongo, dan Chad masing-masing sebesar 10% c) Republik Afrika Tengah, Burundi, Sao Tome and Principe masingmasing sebesar 5% Tahun 2005 merupakan pertama kalinya sistem tersebut diaplikasikan. Namun Angola menentangnya pada tahun 2007. Angola mengklaim bahwa negara tersebut telah membayar lebih banyak dari beberapa negara anggota lain. Guinea Khatulistiwa ingin menurunkan kewajibannya menjadi 10% dengan alasan bahwa Republik Demokratik Kongo seharusnya membayar lebih karena Republik Demokratik Kongo memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih besar daripada Guinea Khatulistiwa. Sejak tahun 2007, hanya Kongo-Brazzaville dan Gabon yang selalu membayar kewajibannya tepat waktu. Angola, Kamerun, Republik Afrika Tengah dan Guinea Khatulistiwa tidak menggerutu tetapi selalu terlambat dalam pembayarannya. Republik Demokratik Kongo dan Chad hanya membayar tepat waktu ketika mereka mengalami perputaran presiden. Sedangkan Sao Tome and Principe serta Burundi menunggak. 4. Kaya Inisiatif tetapi Miskin Hasil ECCAS meluncurkan 5 program tematik, yang semuanya bertujuan untuk merespon problematika keamanan regional. Kurangnya perhatian dari negara anggota dan sekretariat mengakibatkan seluruh program menjadi Page | 21 kekurangan dana, personil dan keahlian yang mereka butuhkan untuk diimplementasikan secara efektif dan efisien. Kelima program tersebut antara lain: a) Program untuk menjamin bahwa proses elektoral dilaksanakan sesuai dengan standar demokrasi. Program ini juga diharapkan untuk membentuk sebuah regional training school untuk panitia pemilihan umum dan membangun jaringan komisi pemilihan umum. Namun unit pemilihan yang permanen hanya memiliki satu official yang selalu absen. Selain itu juga, laporan perspektif dan kritik, misalnya laporan pemilihan umum di Republik Afrika Tengah, tetap disembunyikan untuk menghindari negara anggota yang kalap. b) Program kedua yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja pemerintah di sektor keamanan. Rencana program ini berisi pelatihan dan peningkatan peran parlemen dan masyarakat dalam SSR (Security Sector Reform). Namun implementasi program ini belum dimulai. Peran ECCAS sendiri dalam berkontribusi untuk SSR nasional di Burundi, misalnya, masih belum jelas. c) Program ketiga disebut dengan Broder Program. Program ini merupakan salah satu komponen dari proyek kontinental Africa Union yang berurusan dengan masalah keamanan yang disebabkan oleh lemahnya patokan perbatasan, kriminalitas lintas batas, dan kelompok militer bersenjata yang melewati batas. 6 daerah perbatasan telah dipilih sebagai area intervensi. Namun program Page | 22 tersebut masih butuh beberapa perbaikan, seperti memperjelas zona perbatasan, membangun kapasitas dari kontrol perbatasan dan menggalakkan pengembangan kebijakan manajemen perbatasan regional. d) Program keempat bertujuan untuk menghentikan peredaran dan penyebaran senjata di regional Afrika Tengah. e) Program terakhir adalah program melawan human trafficking 5. Ketidakpercayaan Geopolitik dan Hilangnya Kepemimpinan Regional Pembangunan zona keamanan yang homogen dan kooperatif di Afrika Tengah tertahan oleh sebuah kendala utama: ketidakpercayaan yang diwariskan dari konflik yang tidak berkesudahan dan perang saudara yang keduanya saling berkaitan paada tahun 1990an. Beberapa negara tetap mempertahankan prinsip integrasi regional secara seksama sementara negara lain memperlakukan isu-isu ECCAS sebagai sebuah taboo. Ketidakpercayaan tersebut pada akahirnya akan membimbing negara-negara tersebut menuju sebuah pandangan yang “nol” tentang kepemimpinan regional. Sangat terlihat bahwa ECCAS tidak terlalu mengurusi berbagai “percekcokan” antar negara anggota, walaupun organisasi tersebut dibangun untuk tujuan mengatasi “percekcokan-percekcokan” tersebut. Seperti misalnya penyelesaian sengketa pulau Mbanie oleh Gabon dan Guinea Khatulistiwa yang tidak diselesaikan melalui Broder Program milik ECCAS. Kedua negara tersebut lebih mempercayai PBB untuk menyelesaikan masalah sengketa tersebut. hal yang sama terjadi pada sengketa perbatasan kelautan antara Angola dan Republik Demokratik Kongo. Page | 23 Pada masa lalu, tegangan antar negara anggota ECCAS memberi efek pada organisasi tersebut. Pada tahun 2007, Burundi mengemukakan keraguannya tentang masa depan dari organisasi tersebut. Sebelumnya, presiden Republik Demokratik Kongo juga mengungkapkan secara tersirat untuk meninggalkan ECCAS dan bergabung dengan Southern African Development Communiy (SADC) namun pada akhirnya menarik statement tersebut kembali. Walaupun tidak ada negara anggota yang mempertanyakan eksistensi dari organisasi tersebut, namun diantara mereka juga tidak ada yang menunjukkan antusiasme terhadap keberadaan organisasi tersebut. Beberapa negara ada yang menunjukkan keinginan untuk mengambil kendali organisasi tersebut, namun mereka tidak memiliki kapasitas untuk melakukannya. Misalnya saja negara Chad dan Guinea Khatulistiwa. Chad memiliki tujuan untuk mengeksplorasi kekuatan militernya dan eksplorasi minyak untuk menjadi pusat stabilitas regional. Sedangkan Guinea Khatulistiwa berambisi untuk menjadi “harimau” regional selama beberapa tahun kedepan. Namun masalah internal didalam tubuh kedua negara tersebut serta citra eksternal mengakibatkan kedua negara tersebut mengalami kesulitan untuk merealisasikan ambisi mereka. Page | 24 BAB III ANALISIS KELOMPOK Kerjasama politik dan keamanan di kawasan Afrika Tengah sedang berada dalam kebutuhan yang mendesak akan kebangkitan kembali. Lebih dari satu dekade yang lalu, Perserikatan Afrika (AU), menugaskan Economic Community of Central African States (ECCAS) untuk meniupkan kehidupan kedalam perdamaian dan arsitektur keamanan di kawasan tersebut. Namun dalam prosesnya, organisasi regional tersebut sempat divakumkan keberadaannya. Disini negara-negara Afrika Tengah sangat perlu untuk membangun kembali peran ECCAS dan mengembalikannya ke dalam prioritas keamanan yang jelas. Konflik-konflik yang terjadi di kawasan Afrika Tengah pada tahun 1990an menimbulkan penderitaan yang melatarbelakangi kebutuhan akan respon politik dan keamanan regional. Melalui restu Perserikatan Afrika dan Perserikatan Eropa, akhirnya peran ECCAS dalam mencegah dan menangani konflik-konflik tersebut dikembalikan. Celakanya, seperti usaha sebelumnya untuk mempromosikan integrasi ekonomi, kerjasama politik dan keamanan tetap tidak menghasilkan apaapa. Saat ini, terlihat jelas bahwa ECCAS sedang mengalami permasalahan internal yang sangat serius. Pengambilan keputusan dilaksanakan dengan sangat tersentralisasi karena hanya diambil berdasarkan keinginan masing-masing negara anggota. Padahal seharusnya keputusan-keputusan tersebut diambil melalui hubungan kohesi antar aktor regional. Selain itu, institusi tersebut masih berada dalam tahap konstruksi. Hal tersebut dapat dilihat dari buruknya manajemen Page | 25 sumber daya pegawai, mulai dari sistem kualifikasi pegawai hingga proses rekruitmen yang tidak sesuai standar. Satu-satunya jalan bagi para negara anggota untuk meniupkan kehidupan bagi ECCAS adalah dengan memiliki komitmen politik yang tegas. Namun hal tersebut sangat sulit diwujudkan mengingat seringnya ECCAS melakukan penundaan pertemuan kepala negara. Selain itu bukti tidak konsistennya negara anggota adalah gagalnya negara anggota untuk menunjuk wakil bagi organisasi tersebut yang juga sekaligus menunjukkan ketidaktertarikan mereka terhadap masa depan organisasi tersebut. Negara anggota saling tidak percaya satu sama lain, dendam masa lalu yang mengakar kuat, dan hilangnya kepemimpinan dalam ECCAS semakin menunjukkan bahwa ECCAS gagal. Pemerintahan regional harus segera menguatkan komitmen politik mereka agar ECCAS bisa tetap menjalankan perannya. Struktur organisasi ECCAS perlu segera dikuatkan untuk selanjutnya memilah prioritas keamanan mereka. Agenda organisasi tersebut juga harus diperbaharui dalam sistem pengambilan keputusan, kinerja administrasi dan keterlibatan masyarakat. Dengan begitu prioritas-prioritas keamanan dapat terwujud dalam hasil yang nyata. Untuk beberapa tahun kedepan, tantangan yang terbesar bagi ECCAS adalah mengenai bagaimana mengorganisasi negara anggota yang saat ini sedang berada dalam lingkaran ketidakpercayaan satu sama lain, persaingan antar negara dan permusuhan yang kental. Jika situasi ini terus berlanjut, maka bukan tidak mungkin ECCAS akan berjalan menuju masa depan integrasi ekonomi yang tragis. Page | 26 Agar kegagalan kerjasama politik dan keamanan tidak terulang kembali, para stakeholders harus senantiasa bercermin pada pengalaman ECCAS sejauh ini. Hal ini memudahkan ECCAS dalam mewujudkan langkah-langkah institusional, menguraikan kompleksitas geopolitik regional dan mengatasi pertentangan dengan external partners. Dalam konteks ini, segala sesuatu yang telah terjadi pada ECCAS memberikan pengalaman berupa terbukanya kesenjangan permasalahan regional dimana di satu sisi kawasan Afrika Tengah merupakan regional dengan integrasi politik yang lebih sedikit dibanding dengan regional lain di Benua Afrika sedangkan di sisi lain mereka masih belum memiliki antusiasme dalam kerjasama politik dan keamanan regional. Sekali lagi, bahwa tanpa komitmen antar negara anggota, kata “kerjasama” hanya akan menjadi sebuah kata yang penuh dengan kesan keterpaksaan. Berikut merupakan beberapa rekomendasi yang kami berikan kepada pihak negara anggota, dan sekretariat ECCAS : Untuk Negara Anggota 1) Segera mengatur pertemuan kepala negara dalam rangka pembaharuan agenda organisasi, memutuskan nominasi bagi posisiposisi dalam sekretariat organisasi. 2) Segera memutuskan prioritas kebijakan perdamaian dan arsitektur keamanan 3) Membayar iuran anggota secara tepat waktu dan menerapkan sanksi yang tegas bagi anggota yang tidak membayar Page | 27 4) Mengikutsertakan ECCAS dalam usaha memecahkan masalah perbatasan antar negara anggota 5) Mendelegasikan beberapa aspek pengambilan keputusan kepada The Council of Ministers dan Security Commision Bagi Sekretariat ECCAS 1) Menentukan prinsip subsider sebagai peraturan dasar dalam manajemen internal organisasi 2) Merekrut staf baru yang memiliki pengalaman dalam manajemen proyek melalui prosedur yang transparan 3) Memperbaharui regulasi keuangan ECCAS 4) Meningkatkan kinerja departemen human resources 5) Meningkatkan kontrol keuangan melalui audit tahunan dimana hasilnya dipublikasikan Page | 28 BAB IV KESIMPULAN 1. ECCAS (Economic Community of Central African States) adalah sebuah Komunitas Ekonomi Uni Afrika yang bertujuan untuk mempromosikan kerjasama regional ekonomi di Afrika Tengah. Organisasi ini dibangunkan kembali pada tahun 1998 setelah sebelumnya divakumkan pada tahun 1992 sejak organisasi tersebut didirikan pada tahun 1983. Tepatnya pada bulan Februari 1998, melalui Peace and Security Council for Central Africa (COPAX), ECCAS bertransformasi menjadi sebuah forum politik dan keamanan selain juga tetap menjalankan mandatnya sebagai sebuah integrasi ekonomi regional. 2. ECCAS sendiri dalam prosesnya melewati jalan yang sangat panjang. Perjalanan tersebut dijabarkan sebagai berikut. a) Ketidakamanan Dimensi Regional. Ketidakamanan di Afrika Tengah mengenai konflik antara kelompok-kelompok etnis yang berbeda menjadi sulit untuk di kontrol oleh negara-negara di kawasan tersebut. Untuk negara-negara Afrika Tengah, perbedaan ideologi dan distribusi sumber daya alam yang tidak merata adalah alasan yang cukup untuk campur tangan dalam perang internal negara tetangga mereka. Faktor-faktor ini mengubah konflik kecil antara negara-negara tetangga menjadi resiko politik dan keamanan b) Lambatnya Integritas Ekonomi. Para elit pemerintahan terlalu sibuk dengan membangun kembali otoritas mereka di dalam daerah kekuasaan Page | 29 mereka untuk menanamkan modal, mulai dari modal waktu, uang dan politik dalam pengembangan hubungan dengan negara tetangga mereka. Bahkan setelah penandatanganan perjanjian perdamaian, konflik antar negara tetangga akibat ketidakpercayaan yang mendalam antara elit dan masyarakat, menghambat perkembangan politik yang kuat dan hubungan ekonomi. Akibatnya, pada tahun 1992 ECCAS divakumkan. c) Menuju Keamanan Regional dan Arsitektur Kemanan. Pada tanggal 6 Februari 1998 di Libreville, ECCAS mengadakan pertemuan tingkat tinggi, dan keputusannya adalah untuk mengaktifkan kembali organisasi regional dan memperluas promosi dalam perdamaian dan keamanan. Pertemuan tersebut mengakibatkan munculnya pemusatan dinamika politik dalam level nasional, regional, dan internasional melalui ECCAS dalam tugasnya sebagai penjaga keamanan dan kedamaian di Afrika Tengah. Pada Januari 1999, Angola yang hanya memiliki status sebagai pengamat saja, kemudian diterima menjadi anggota tetap di ECCAS. 3. Walaupun ECCAS telah dibangkitkan kembali, organisasi tersebut tetap saja merupakan organisasi dengan konstruksi yang belum jadi. Banyak faktorfaktor yang menghambat ECCAS dalam Mewujudkan Perdamaian dan Keamanan di Kawasan Afrika Tengah. Faktor-faktor tersebut yaitu: Pertama, negara anggota tidak memberikan ECCAS kekuasaan untuk membuat keputusan mereka sendiri, melainkan keputusan diambil oleh negara anggota didalam organisasi. Kedua, Organisasi ECCAS masih penuh dengan “lubang” dan memiliki permasalahan yang serius mengenai kurangnya sumber daya manusia. Page | 30 Ketiga, negara anggota tidak konsisten dalam kontribusi keuangan sehingga membahayakan keuangan organisasi dan menjadikan penyelesaian beberapa proyek menjadi mustahil dilaksanakan. Keempat, Banyaak inisiatif yang dimiliki ECCAS yaitu dengan memunculkan 5 program yang semuanya bertujuan untuk merespon problematika keamanan regional. Namun, kelima program tersebut sulit diimplementasikan karena kekurangan dana. Kelima, ketidakpercayaan geopolitik dan hilangnya kepemimpinan regional. 4. Dengan adanya hambatan-hambatan tersebut kelompok kami memberikan rekomendasi tentang tindakan yang seharusnya diambil oleh Negara anggota dan sekretarian ECCAS: Untuk Negara Anggota 1) Segera mengatur pertemuan kepala negara dalam rangka pembaharuan agenda organisasi, memutuskan nominasi bagi posisiposisi dalam sekretariat organisasi. 2) Segera memutuskan prioritas kebijakan perdamaian dan arsitektur keamanan 3) Membayar iuran anggota secara tepat waktu dan menerapkan sanksi yang tegas bagi anggota yang tidak membayar 4) Mengikutsertakan ECCAS dalam usaha memecahkan masalah perbatasan antar negara anggota 5) Mendelegasikan beberapa aspek pengambilan keputusan kepada The Council of Ministers dan Security Commision Page | 31 Bagi Sekretariat ECCAS 1) Menentukan prinsip subsider sebagai peraturan dasar dalam manajemen internal organisasi 2) Merekrut staf baru yang memiliki pengalaman dalam manajemen proyek melalui prosedur yang transparan 3) Memperbaharui regulasi keuangan ECCAS 4) Meningkatkan kinerja departemen human resources 5) Meningkatkan kontrol keuangan melalui audit tahunan dimana hasilnya dipublikasikan Page | 32 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Central African Republic (Online). www.britannica.com. Diakses pada 9 November 2012 Anonim. Democratic Republic of The Congo Natural Resources (Online). www.indexmundi.com. Diakses pada 9 November 2012 Anonim. Equatorial Guinea (Online). www.nationsonline.org. Diakses pada 9 November 2012 Anonim. Land and Resources, Natural Resources (Online). www.countriesquest.com. Diakses pada 9 November 2012 e-JEMMi. 2006. Profil Bangsa – Chad. (online), misi.sabda.org Diakses pada: 9 November 2012 International Crisis Group. 2011. Implementing Peace and Security Architecture (I) : Central Africa (Online). www.crisisgroup.org. Diakses pada 9 November 2012 Kedutaan Besar Republik Indonesia di Abuja. 2009. Profil Negara dan Kerjasama-Kongo. (online), www.kemlu.go.id Diakses pada: 9 Novemver 2012 Page | 33 Kedutaan Besar Republik Indonesia di Windhoek. 2009. Profil Negara dan Kerjasama-Angola. (online), www.kemlu.go.id Diakses pada: 9 November 2012 Perpustakaan Online Watchtower. Republik Demokratik Kongo (Online). Wol.jw.org. Diakses pada 9 November 2012 Page | 34