Seorang anak perempuan usia 4 tahun 4 bulan dirawat di rumah

advertisement
DEMAM BERDARAH DENGUE
PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM SEDERHANA DAN DENGAN
HASIL PEMERIKSAAN HEMATOKRIT YANG TIDAK SIGNIFIKAN
Laporan Kasus Menarik
M.Bambang Edi Susyanto
Abstrak
Dilaporkan sebuah kasus menarik pada anak berusia 4 tahun 4 bulan dengan
demam berdarah dengue, anemia mikrositik-hipokromik dan kejang demam
sederhana. Kasus ini menarik karena kausa demam pada saat anak masuk rumah sakit
belum jelas, sehingga kasus ini mengingatkan pada setiap klinisi untuk selalu mencari
kausa demam apabila mendapati pasien dengan kejang demam. Kasus ini juga
menarik karena kadar hematokrit anak tidak begitu tinggi sehingga dapat meyebabkan
kekurangwaspadaan adanya kebocoran plasma. Selain itu, peningkatan hematokrit
hingga masa konvalesen tidak pernah mencapai 20% seperti dikehendaki oleh standar
diagnosis demam berdarah dengue menurut WHO. Bukti kebocoran plasma akhirnya
ditegakkan dengan foto dada lateral kanan dekubitus dan ultrasonografi. Konfirmasi
infeksi dengue dilakukan dengan pemeriksaan anti-dengue.
Deskripsi Kasus
Seorang anak perempuan usia 4 tahun 4 bulan dirawat di rumah sakit karena
keluhan kejang dengan demam. Diagnosis utama adalah kejang demam sederhana,
sedangkan kausa demam belum dapat ditentukan. Anak belum pernah mengalami
kejang sebelumnya, baik dengan demam maupun tanpa demam. Demam tinggi,
kontinu masih hari pertama.
Anak tidak sering menderita demam dan riwayat kesehatan lain anak tersebut
relatif baik. Pada riwayat keluarga didapatkan riwayat kejang tanpa demam pada adik
dari ibu kandung pasien, pada masa kanaknya. Tetangga dekat pasien beberapa hari
sebelumnya dirawat di rumah sakit dengan dugaan infeksi dengue. Anak dirawat
dengan kejang demam sederhana serangan pertama dan observasi untuk menentukan
kausa demamnya.
Data laboratorium pada saat masuk menunjukkan adanya anemia (Hb 10,4
g/dL) mikrostik hipokromik, jumlah leukosit 5.620/mmk dengan hitung jenis
dominasi segmen (neutrofil 72%, limfosit 15,7% monosit 11,2%, basofil 0,4% dan
eosinofil 0). Jumlah leukosit 191.000/mmk
Pada hari keempat, demam masih tinggi, sedangkan tanda infeksi fokal dan
infeksi lain tidak jelas, sehingga dilakukan evaluasi darah lengkap untuk melihat
kemungkinan infeksi dengue sebagai kausa demam. Didapatkan leukopenia (JL
2.000/mmk dengan neutrofil 54% dan limfosit 43%) dan trombositopenia (JT
95.000/mmk dan berikutnya 35.000/mmk) sedangkan hematokrit berturut-turut 31 %
dan 32,3%. Dengan demikian pada saat ini anak dapat dinyatakan tersangka infeksi
dengue, selain kejang demam sederhana dan suspek anemia defisiensi besi. Demam
dengue adalah diagnosis kerja pertama dengan diagnosis banding demam berdarah
dengue (DHF) karena bukti kebocoran plasma belum didapatkan secara klinis maupun
laboratoris. Selanjutnya dilakukan pemantauan klinis dan evaluasi laboratorium untuk
infeksi dengue (pemeriksaan serial hematokrit dan jumlah trombosit).
Pada hari selanjutnya (demam hari kelima), ditemukan keluhan nyeri perut
dan pada pemeriksaan didapatkan edema palpebra, akan tetapi asites dan efusi pleura
belum jelas. Hematokrit cenderung naik (Hct 35,3% atau meningkat sekitar 17,7%).
Kecenderungan diagnosis ke demam berdarah dengue meningkat, namun belum
cukup meyakinkan.
Pada hari keenam secara klinis ditemukan asites minimal (belum nyata) dan
tanda efusi pleura (takipnea dan melemahnya suara vesikular di daerah basis paru).
Ditemukan juga gejala dan tanda edema paru (takipnea dan ronki basah basal). Edema
paru membaik dengan pemberian injeksi furosemid. Takipnea membaik, namun
masih ada, sesuai dengan klinis efusi pleura. Namun demikian pemantauan hematokrit
tidak menunjukkan peningkatan lebih lanjut (Hct 31,9%) dan trombosit mulai
meningkat (JT 52.000/mmk). Monitor harian pasien ditampilkan pada gambar 1 di
bawah ini.
Gambar 1. Monotor Harian
Dilakukan pemeriksaan foto dada dada posisi lateral kanan dekubitus (right
lateral decubitus) dan USG abdomen agar kebocoran plasma dapat divisualisasikan,
mengingat peningkatan hematokrit tidak pernah mencapai 20%. Secara radiologis
ditunjukkan adanya efusi pleura bilateral, terutama sisi kanan (gambar 2), sedangkan
USG abdomen menunjukkan adanya asites minimal (gambar 3). Hasil pemeriksaan
radiologi ini meyakinkan telah terjadinya kebocoran plasma pada pasien tersebut
sehingga diagnosis demam berdarah dengue dapat ditegakkan.
Dilakukan juga pemeriksaan serologi (IgM dan IgG anti-dengue). Hasil
pemeriksaan serologi positif, baik IgM maupun IgG mengkonfirmasi adanya infeksi
dengue dan kemungkinan merupakan infeksi sekunder.
Gambar 2. Foto dada posisi RLD menunjukkan efusi pleura bilateral terutama pada
sisi kanan
Gambar 3. Hasil USG menunjukkan adanya asites minimal
Pada hari ketujuh demam turun dan tidak naik lagi. Keadaan umum membaik,
takipnea sangat berkurang. Evaluasi laboratorium menunjukkan jumlah trombosit
makin meningkat (JT 117.000/mmk) dan hematokrit 31%.
Pembahasan
Pasien dirawat pada hari pertama demam karena keluhan kejang, dengan
diagnosis kejang demam sederhana. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pada
setiap pasien kejang demam, kausa demam harus diidentifikasi, namun pada pasien
tersebut kausa demam belum dapat ditentukan. Hingga hari keempat, demam masih
menetap tanpa disertai dengan keluhan lain yang mengarah infeksi fokal atau sistem
tertentu, sehingga kausa demam dipertimbangkan infeksi dengue, campak atau infeksi
viral lainnya. Evaluasi darah lengkap didapatkan trombositopenia sehingga sangkaan
infeksi dengue makin kuat.
Kebocoran plasma merupakan hal yang paling membedakan antara demam
dengue berdarah dari demam dengue. Menurut WHO bukti adanya kebocoran plasma
adalah adanya hemokonsentrasi atau peningkatan kadar hematokrit sebesar 20% atau
lebih pada pemeriksaan hematokrit secara serial. Penetapan kriteria ini sangat penting
mengingat secara klinis bukti kebocoran plasma berupa asites dan efusi pleura tidak
mudah dibuktikan, kecuali jika asites dan efusi pleura sangat nyata. Pengalaman
klinisi juga sangat menentukan, sehingga sangat subyektif. Pada kasus ini, asites dan
efusi tidak nyata dan pada hari kelima didapatkan edema palpebra. Edema plapebra
tidak digunakan secara standar sebagai bukti kebocoran plasma, namun meningkatkan
kewaspadaan kemungkinan itu. Efusi pleura pada hari keenam ditunjukkan dengan
adanya takipnea dan penurunan suara dasar paru.
Pengukuran serial kadar hematokrit menunjukkan hasil yang relatif tidak
tinggi, dengan kadar tertinggi 35,3 % (30-35,3%, selisih tertinggi 17,7%). Apabila
kadar hematokrit pada saat konvalesen menjadi dasar perhitungan selisih kadar
hematokrit justru akan semakin jauh dari kriteria WHO. Dengan mempertimbangkan
tingginya angka anemia pada anak-anak Indonesia, maka klinisi harus waspada
kemungkinan demam berdarah dengue walaupun kadar hematokrit relatif tidak tinggi
dan hemokonsentrasi sesuai dengan kriteria WHO.
Untuk kasus-kasus yang meragukan, seperti pada kasus ini pemeriksaan
penunjang radiologis dengan USG abdomen atau foto dada lateral dekubitus dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan untuk membuktikan adanya kebocoran plasma.
Anon dan kawan-kawan (2007) melakukan pemeriksaan USG secara serial
untuk mencari bukti kebocoran plasma pada 158 anak dengan dugaan infeksi dengue.
Penelitian ini menunjukkan, bahwa hasil pemeriksaan USG abdomen dapat
menunjukkan adanya kebocoran plasma sebelum terjadinya hemokonsentrasi yang
signifikan, sehingga disimpulkan, bahwa pemeriksaan USG bermanfaat untuk
mendeteksi kebocoran plasma pada demam berdarah dengue. Penemuan bukti
kebocoran plasma dalam pemeriksaan USG berupa efusi pleura (62%), asites (54%)
dan penebalan kandung empedu (43%). Ukuran efusi pleura, asites dan ketebalan
kandung empedu berbanding lurus dengan derajad demam berdarah dengue. Hasil
penting lain dari penelitian ini adalah bahwa USG dapat mendeteksi 12 dari 17 anak
dengan demam berdarah dengue dengan hemokonsentrai yang tidak memenuhi
criteria WHO.
Albar dkk (1996) melaporkan hasil evaluasi pemeriksaan radiologik toraks
posisi lateral depan kanan pada 15 penderita DBD yang dirawat inap di UPF Anak
RSU Ternate pada bulan Mei, Juni dan Juli 1990 serta bulan Juni dan Juli 1991. Efusi
pleura ditemukan pada foto toraks posisi LDK pada 11 dari 15 penderita DBD yang
diteliti (76,33%), terutama pada penderita dengan renjatan (90%). Semua penderita
DBD dengan hasil Uji HI positif memperlihatkan gambaran efisi pleura (100%) dan 2
penderita dengan hasil uji negatif juga menunjukkan adanya efusi pleura pada foto
toraks (33,33%). Disimpulkan bahwa pemeriksaan radiologik toraks posisi LDK
sangat berperan dalam membantu menegakkan diagnosis DBD di rumah sakit
Kabupaten.
Pemeriksaan serologis anti-dengue secara kualitatif pada pasien menunjukkan
hasil IgM dan IgG positif, mengkonfirmasi adanya infeksi dengue dan kemungkinan
besar infeksi tersebut adalah infeksi sekunder.
Kesimpulan
1. Penyebab demam pada pasien dengan kejang demam harus selalu
diidentifikasi, dengan tetap mempertimbangkan kausa demam yang lazim di
Indonesia, yakni campak, malaria dan infeksi dengue
2. Telah dilaporkan kasus dengan demam berdarah dengue pada pasien dengan
keluhan utama kejang dengan demam. Infeksi dengue dikonfirmasi dengan
pemeriksaan serologi. Pemeriksaan klinis dan hematokrit serial pada mulanya
tidak secara khas menunjukkan adanya kebocoran plasma, namun kebocoran
plasma dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi
3. Pemeriksaan radiologi dengan foto dada lateral dekubitus kanan atau
ultrasonografi patut dipertimbangkan pada pasien dengan sangkaan infeksi
dengue yang tidak menunjukkan peningkatan kadar hematokrit yang
signifikan
Download