KARYA ILMIAH KEINDAHAN BERDASARKAN TRADISI ILMIAH

advertisement
KARYA ILMIAH
KEINDAHAN BERDASARKAN TRADISI ILMIAH ISLAM
MELAULI METODE BURHANI DAN IRFANI
Oleh:
Susie Perbawasari
196102201994032001
UNIVERSITAS PADJADJARAN
ILMU KOMUNIKASI
2010
1
Pendahuluan
Tidak bisa kita pungkiri bahwa keindahan itu adalah ciptaan Tuhan, banyak ayatayat Al-Quran yang menjelaskan tentang ciptaan Tuhan yang berkaitan dengan
keindahan, mulai dari keindahan alam, keindahan manusia, bahkan keindahan surga.
Keindahan tersebut bisa dilihat secara empirik melalui pancaindera, ketika
keindahan itu melekat pada objek-objek yang bisa dilihat secara langsung atau pada objek
fisik, tetapi keindahan itu tidak saja pada objek fisik melainkan juga pada objek-objek
nonfisik yang tidak lagi bisa dilihat secara empirik melalui pancaindera tapi diperlukan
akal sebagai alat (sumber) ilmu pengetahuan.
Di sini saya akan mencoba memaparkan keindahan ini dengan menggunakan
metode burhani dan metode irfani.
A. Metode Burhani
Metode Burhani adalah metode yang tidak hanya mengandalkan pancaindera
sebagai alat untuk mengamati objek ilmu, karena dalam tradisi ilmiah Islam objek ilmu
tidak dibatasi hanya pada objek-objek fisik, tetapi juga pada objek-objek nonfisik
(metafisik) yang tidak hanya bisa dilihat oleh pancaindera.
Objek ilmu dalam tradisi ilmiah Islam tidak dibatasi hanya pada objek-objek fisik,
tetapi juga pada objek-objek nonfisik, padahal kita tahu bahwa indera kita, seperti
telah disinyalir Al-Ghazali, tidak dapat menjangkau objek-objek nonfisik, maka
untuk meneliti objek-objek nonfisik kita tentu membutuhkan alat pengetahuan
lain, selain indera, yang mampu memahami objek-objek tersebut. (Kartanegara.
2006:187)
1
Untuk melakukan penelitian yang objeknya nonfisik, tidak hanya diperlukan
pancaindera sebagai alat, seperti metode observasi dan eksperimental, tetapi diperlukan
alat lain yaitu akal, karena akal mampu melakukan banyak hal yang tidak bisa dilakukan
oleh pancaindera. Akal mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan indera,
seperti yang dikemukakan oleh Al-Ghazali dalam kitabnya yang terkenal yaitu Misykat
Al-Anwar. Karena kelebihan yang dimilikinya, akal disebut sebagai sumber ilmu, di
samping sumber-sumber lainnya, seperti indera dan wahyu.
Meskipun akal ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan indera tetapi
tidak menjamin akal itu selalu benar dan akurat, seperti yang dikemukakan oleh
Kartanegara:
“…untuk mengetahui objek-objek nonfisik, ternyata tidak bisa sekaligus
jaminan bahwa persepsi akal selalu benar dan akurat. Dibutuhkan syarat-syarat,
kaidah-kaidah serta prosedur-prosedur ilmiah tertentu untuk memastikan
bahwa persepsi itu akurat. Dari sini muncul metode berpikir yang benar, yang
disebut logika (manthiq).” (Kartanegara. 2006:189)
Nina Syam mengemukakan bahwa, sementara ini, para pemikir Muslim
menggunakan tiga macam metode sesuai dengan tingkat atau hierarki objek-objeknya,
yaitu:
(1) Metode observasi (sebagaimana yang digunakan di Barat) atau disebut tajribi,
(2) Metode logis atau demonstratif (burhani), dan
(3) Metode intuitif (irfani).
Yang masing-masing bersumber pada indera, akal dan hati. (Pikiran Rakyat. Senin, 17
November 2008)
2
Makalah ini akan membahas masalah keindahan, yang mana keindahan ini
adalah objeknya fisik dan nonfisik, sehingga di samping memerlukan pancaindera juga
memerlukan akal sebagai alat ukurnya. Untuk itu diperlukan metode berpikir logika
yang berdasarkan pada akal, yakni metode Burhani.
Metode Burhani adalah metode ogika
l
yang digunakan untuk menarik
kesimpulan dari premis-premis yang telah diketahui, sehingga menghasilkan
kesimpulan, pengetahuan atau informasi baru, yang sebelumnya tidak atau
belum diketahui. Adapun prosedur yang harus diikuti dalam penarikan
kesimpulan tersebut, adalah apa yang disebut sebagai silogisme, yang harus
mempunyai beberapa bagian pokok, yaitu premis ( mayor dan minor), middle
term dan kesimpulan. (Kartanegara. 2006:190)
Keindahan, karena sifatnya nonfisik, maka diperlukan suatu metode berpikir
logis, sehingga diharapkan dapat mengungkapkan realitas dengan tepat, karena terhindar
dari kekeliruan-kekeliruan logis. Logika dikembangkan untuk membangun argumentatgumen,
merumuskan
metode-metode,
penyangkalan,
menemukan
kerancuan,
merumuskan teori klasifikasi dan definisi, gagasan-gagasan dasar silogisme, konsepsi
pembuktian dan demontrasi, dan garis-garis besar metode intelektual yang digunakan
dalam pencapaian kebenaran. (Al-Attas. 1995:40)
Sementara Nina Syam berpendapat bahwa:
Metode demonstratif dipandang sebagai metode yang paling ilmiah, yang
diharapkan dapat menangkap realitas dari objek-objek yang ditelitinya dengan
tepat karena terhindar dari kekeliruan-kekeliruan logis, yaitu beberapa
cara/prosedur yang keliru dalam pengambilan kesimpulan dari premispremisnya—dalam filsafat dikenal dengan silogisme—karena itu dapat
menghambat atau menghalangi akal untuk menangkap realitas yang benar.
(Pikiran Rakyat. 17 November 2008)
3
Untuk menghindari kesalahan dalam mengambil kesimpulan, maka dalam
makalah ini saya akan mencoba megemukakan mulai dari konsep beserta asumsi-asumsi
yang berkaitan dengan keindahan.
Konsep Keindahan
Keindahan berasal dari kata indah. Secara konseptual indah adalah ‘keadaan enak
dipandang, cantik, bagus benar, elok’. (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Keindahan
melekat pada benda yang mempunyai sifat indah, misalnya hasil seni, pemandangan
alam, manusia, rumah, suara, warna, dan sebagainya.
Berbicara tentang keindahan mau tak mau kita harus menengok jauh ke belakang
yaitu ke jaman Yunani Kuno, abad ke-18. Pada saat itu pengertian keindahan telah
dipelajari oleh para filsuf. Menurut The Liang Gie dalam bukunya “Garis Besar Estetik”
(Filsafat Keindahan) dalam bahasa Inggris keindahan itu diterjemahkan dengan kata
“beautiful”, Perancis “beau”, Italia dan Spanyol “bello”, kata-kata itu berasal dari bahasa
Latin “bellum”. Akar katanya adalah “bonum” yang berarti kebaikan kemudian
mempunyai bentuk pengecilan menjadi “bonellum” dan terakhir dipendekkan sehingga
ditulis “bellum”.
Menurut cakupannya orang harus membedakan antara keindahan sebagai suatu
kualitas abstrak dan sebagai sebuah benda tertentu yang indah. Untuk membedakan ini
dalam bahasa Inggris sering digunakan istilah “beauty” (keindahan) dan “the beautiful”
(benda atau hal yang indah). Dalam pembahasan filsafat kedua pengertaian itu kadangkadang dicampuradukkan saja. (Widagdo. 1991:61)
4
Beberapa tokoh mendefinisikan keindahan sebagai berikut:
Keindahan adalah sesuatu yang mendatangkan rasa menyenangkan bagi yang melihat.
(Tolstoy)
Keindahan adalah keseluruhan yang merupakan susunan yang teratur dari bagian-bagian
yang saling berhubungan satu sama lain, atau dengan keseuruhan itu sendiri. Atau, beauty
is an order of parts in their manual relations and in their relation to the whole.
(Baumgarten)
Plato menyebut watak yang indah dan hukum yang indah, sedangkan Aristoteles
merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang baik dan juga menyenangkan. Plotinus
mengatakan tentang ilmu yang indah dan kebijakan yang indah. Orang Yunani berbicara
pula mengenai buah pikiran yang indah dan adat kebiasaan yang indah. Selanjutnya The
Liang Gie menjelaskan, bahwa keindahan dalam arti luas mengandung pengertian ide
kebaikan.
Jadi, menurut luasnya keindahan dapat dibedakan menjadi:
1. Keindahan dalam arti luas.
2. Keindahan dalam arti estetik murni.
3. Keindahan dalam arti terbatas dalam hubungannya dengan penglihatan.
Sedangkan pengertian yang seluas-luasnya meliputi:
-
Keindahan seni
-
Keindahan alam
5
-
Keindahan moral
-
Keindahan intelektual.
Keindahan merupakan bagian hidup manusia, keindahan tak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia. Di mana pun, kapan pun, dan siapa pun dapat menikmati keindahan.
Keindahan juga bersifat universal, artinya tidak terikat oleh selera perorangan, waktu dan
tempat, selera mode, kedaerahan atau lokal.
Suatu kata mempunyai pengertian universal apabila ia mengikat seluruh bawahannya
tanpa kecuali : seperti manusia, tumbuhan, hewan dan lain-lain. Manusia disebut
universal karena dia mengikat semua manusia, baik manusia kulit putih, kulit hitam,
anak-anak, orang dewasa, orang tua, muda dan sebagainya.
Begitu juga dengan tumbuhan dan hewan, yang disebut dengan tumbuhan ataupun hewan
adalah semua tumbuhan dan semua hewan baik yang ada dilaut, didarat, digunung
ataupun diudara.1
Syurga adalah tempat yang indah, belum pernah terlintas dalam benak manusia. ia
begitu indah untuk dibayangkan.... luasnya seluas langit dan bumi
istana-istana yang megah tinggi menjulang mencakar naungan yang terbentang
luas, terbuat dari emas, perak, mutiara dan zamrud, dan segala perhiasan yang indahindah. disana terdapat kebun-kebun yang menghijau tua, buahnya lebih manis daripada
1
http://www.parapemikir.com/articles/6482/1/Partial/Page1.html
6
madu, lebih lembut dari keju, disana juga terdapat sungai-sungai arak, susu yang tiada
orangpun yang terlarang mengambilnya, tidak memabukkan dan tidak membuat kepala
menjadi pening.
sejuk tetapi tidak dingin yang bersangatan, tidak merasakan teriknya mentari,
disana terdapat pelayan-pelayan muda yang kamu kira mereka mutiara yang bertaburan,
bidadari-bidadari yang sopan dan menundukkan pandangan, tidak liar dan dijadikan tetap
perawan. dipan dipan, pakaian indah-indah, sutra dan kerajaan yang besar mereka saling
kunjung mengunjungi antara penduduk syurga, disana juga terdapat pasar-pasar syurga,
setiap tetangga yang mengunjungi tetangga lain yang lebih megah istananya tiada merasa
iri dan dengki, karena Allah telah mematikan sifat itu, yang ada hanya damai dan salam,
tiada perkataan yang keji dan kotor meluncur dari mulut-mulut penghuninya dan apabila
saudara-saudara di bumi mereka beriman, maka Allah menghubungkan pertalian darah
mereka di syurga....
dan seketika itu kenikmatan itu tiada artinya ketika Allah membuka tirainya dan
memperlihatkan keindahanya dzatnya yang maha Agung...2
Rasulullah SAW pernah menjelaskan keindahan syurga diantaranya adalah :
"Batu batanya dari emas dan perak, perekat (batu-batu) nya berupa misik harum,
kerikilnya berupa permata dan yakut dan tanahnya dari za'faran. Barangsiapa
memasukinya akan mendapatkan kenikmatan dan tidak pernah celaka, kekal tidak mati,
2
http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?t=21908&sid=3033c1cb87740bf069d4e20
92ac063a3
7
pakaiannya tidak akan usang dan selalu awet muda." (Hadits shahih riwayat Ahmad, dan
Tirmidzi).
Rasulullah SAW juga bersabda : "Jika wanita penghuni syurga turun ke dunia ini,
tentu antara langit dan bumi ni i akan bersinar, dan bau harumnya akan bersenar
memenuhinya dan mahkota di kepalanya lebih baik daripada dunia dan seisinya." (HR.
Bukhari).3
Keindahan adalah identik dengan kebenaran. Keindahan adalah kebenaran, dan
kebenaran adalah keindahan. Keduanya mempunyai nilai yang sama yaitu abadi, dan
mempunyai daya tarik yang selalu bertambah, yang tidak mengandung kebenaran berarti
tidak indah.
Pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai seperti halnya nilai
moral, nilai ekonomi, nilai pendidikan, dan sebagainya. Nilai yang berhubungan dengan
segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetik.
Dalam “Dictionary of Sociology and Related Science” diberikan rumusan tentang
nilai sebagai berkut:
“The believed Capacity of any object to saticgy a human desire. The Quality of
any object which causes it be of interest to an individual or a group” (Kemampuan
yang dianggap ada pada suatu benda yang dapat memuaskan keinginan manusia. Sifat
dari suatu benda yang menarik minat seseorang atau suatu kelompok)
3http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptumm-gdl-clipp-1999-shinta-1322syurga&q=Wanita
8
Hal itu berarti, bahwa nilai semata-mata adalah realita psikologis yang harus
dibedakan secara tegas dari kegunaan, karena terdapat dalam jiwa manusia dan bukan
pada hendaknya itu sendiri. Nilai itu dianggap terdapat pada suatu benda sampai terbukti
letak kebenarannya.
Tentang nilai itu ada yang membedakan antara nilai subjektif dan nilai objektif,
atau ada yang membedakan nilai perseorangan dan nilai kemasyarakatan. Tetapi
penggolongan yang penting ialah Nilai ekstrinsik dan nilai instrinsik. Nilai ekstrinsik
dipandang dari bendanya,nilai instrinsik dari isinya. (Suyadi. 1984:9-10)
Nilai ekstrinsik adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau sarana untuk
sesuatu hal lainnya ( instrumental/Contributory value), yakni nilai yang bersifat sebagai
alat atau membantu. Nilai Instrinsik adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan, atau
sebagai suatu tujuan, ataupun demi kepentingan benda itu sendiri.
Dari apa yang dikemukakan di atas, dua hal yang bisa kita petik; yaitu keindahan
menyangkut persoalan filsafati, sehingga jawaban terhadap apa itu keindahan bisa
bermacam-macam. Selain itu, keindahan sebagai pengertian mempunyai makna yang
relatif, yaitu sangat bergantung pada subjeknya.
Keindahan tidak hanya merupakan perpaduan dari pengamatan pancaindera
semata-mata, tetapi juga merupakan perpaduan pengamatan batiniah. Pengertian
keindahan tidak hanya terbatas pada kenikmatan penglihatan semata-mata, tetapi
sekaligus kenikmatan spiritual. Itulah sebabnya Al-Ghazali memasukkan nilai spiritual,
9
moral, dan agama sebagai unsur-unsur keindahan, di samping sudah barang tentu unsurunsur lainnya.
Dari premis-premis tersebut kita dapat menarik suatu kesimpulan yang secara
logika benar yang dapat dibuktikan melalui metode-metode penelitian, pertanyaanpertanyaan penelitian serta argument-argumen yang berdasarkan pada akal manusia,
tetapi seperti yang telah dijelaskan bahwa akal manusia mempunyai keterbatasan. Oleh
karena itu, diperlukan alat lain yakni hati. Jadi metode yang digunakan tidak hanya
metode tajribi dan burhani, tetapi juga dibutuhkan metode irfani dan metode bayani
sebagai sumber ilmu lainnya.
A. Metode Irfani
Setelah menggunakan metode tajribi dengan pancaindera dan menggunakan
metode burhani dengan akal, ternyata masih diperlukan metode ilmiah lain untuk
kesempurnaan ilmu manusia. Dalam tradisi Islam, selain indera dan akal, masih ada lagi
satu alat pengetahuan yang diakui oleh ilmuwan Muslim yaitu yang disebut hati (qalb)
atau dalam bahasa filsafat disebut intuisi. Akal adalah suatu substansi ruhaniah yang
melekat dalam organ ruhaniah pemahaman yang kita sebut hati atau kalbu, yang
merupakan tempat terjadinya intuisi.
Menurut pandangan ilmuwan Muslim, betapapun hebatnya akal, ia tetap saja ada
batasnya, masih banyak hal besar yang tidak bisa ditangani oleh akal. Karl R. Popper
menemukan makna dari Alif Laam Miim yang mengandung makna filibilisme, bahwa akal
manusia tidak mungkin menemukan sesuatu tanpa kesalahan.(Nataatmadja.1994:137)
10
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan penyimpangan akal adalah:
1. Mengikuti hawa nafsu, kecenderungan, dan keinginan-keinginan.
2. Cinta atau benci buta dan prasangka tak beralasan
3. Takabur (kesombongan)
4. Taqlid buta terhadap pendapat nenek moyang (para pendahulu), mereka yang
memiliki
kekuatan,
dan
pemikir
an
diri
sendiri
yang
jumud.
(Ghulsyani.1994:111-113).
Maka dari itu, peranan penting ketakwaan dan kesucian hati adalah menjaga
kekeliruan akal. Bagaimanapun, dari ayat-ayat Al-Quran tertentu dan karya-karya Islam,
kita dapat menyimpulkan bahwa efek ketakwaan tidaklah terbatas pada penghilangan
alangan-alangan pengetahuan; tetapi dengan ketakwaan dan penyucian seorang dapat
meraih pengetahuan di atas dan di balik pengetahuan yang diraih lewat pengalaman dan
penalaran. Dalam hal ini ada beberapa ayat Al-Quran yang relevan dengan hal tersebut,
antara lain:
Kami memperlihatkan kepada Ibrahim, dimensi spiritual (malakut) langit dan
bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang
yang yakin.(Al-An’aam:75)
Sebuah hadis Nabi saw. Yang secara universal diterimadan diakui oleh seluruh
kaum muslim mengatakan:
Allah berfirman: “Tidak ada seorang hambapun yang melekat kepada-Ku dengan
sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang melakukan kewajiban-kewajibannya.
Dan sesungguhnya dia mendekat kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan yang
11
terpuji, hingga Aku mencintainya. Maka Aku mencintainya, Akulah yang menjadi
telinganya, yang dengannya ia mendengar; dan matanya, yang dengannya ia
melihat; lidah, yang dengannya ia berbicara; tangan, yang dengannya ia
memegang. Jika ia berdoa kepada-Ku, Aku menjawabnya, dan jika ia meminta,
Aku memberinya.”
Jadi, dengan iman, manusia bisa membedakan antara yang benar dan yang salah,
karena aktivitas intelektualnya bebas dari kejahata-kejahatan yang disebabkan oleh
ajakan-ajakan dan godaan-godaan buruk.
Kita memahami intuisi sebagai pemahaman langsung akan kebenaran-kebenaran
agama, realitas, dan eksistensi Tuhan, dalam tingkat yang lebih tinggi, intuisi adalah
intuisi terhadap eksistensi itu sendiri. Berkenaan dengan intuisi pada tingkat-tingkat
kebenaran yang lebih tinggi, intuisi tidak datang pada setiap orang yang telah menjalani
hidupnya dengan mengalami kebenaran agama melalui praktik pengabdian kepada Tuhan
secara ikhlas. Intuisi ini datang pada orang yang , dengan pencapaian intelektualnya,
telah memahami hakikat keesaan Tuhan dan arti keesaan ini dalam suatu sistem matafisik
terpadu.
Intuisi ini datang pada orang yang merenungkan secara terus-menerus hakikat
realitas ini, dan, kemudian, selama perenungan mendalam ini dan dengan kehendak
Tuhan, kesadarannya akan dirinya dan keadaan subjektifnya dihapuskan, lalu masuk ke
dalam keadaan kedirian yang lebih tinggi, baka dalam Tuhan. (Al-Attas. 1995:37-38)
Dalam memandang keindahan, tidak hanya akal yang diperlukan tetapi juga hati, maka
metode pencapaiannya pun tidak hanya metode burhani melainkan diperlukan juga
metode intuitif. Caranya adalah dengan membersihkan diri dari segala kotoran jiwa.
12
Karena pengenalan intuitif dapat diibaratkan turunnya sinar kebenaran ke dalam hati
seorang hamba yang bersih, sehingga kebenaran itu hadir dalam dirinya.
Selain dunia indera dan akal sebagai sumber ilmu, para sarjana Muslim juga
menyakini Al-Quran (firman Tuhan) sebagai sumber ilmu yang lainnya.
Al-Ghazali mengklasifikasikan “ilmu agama” dalam dua kelompok: terpuji
(mahmud) dan tercela (madzmum). Yang dimaksud dengan “ilmu agama tercela” adalah
yang tampaknya diarahkan kepada syariah, tapi nyatanya menyimpang dari ajaranajarannya. Selanjutnya, “ilmu agama terpuji” dibagi dalam empat kelompok:
1. Ushul (dasar-dasar; yaitu: Al-Quran, Al-Sunnah, ijma’ atau consensus dan
tradisi (kebiasaan) para sahabat Nabi).
2. Furu’ (masalah-masalah sekunder atau cabang; yaitu: masalah-masalah fiqih,
etika, dan pengalaman mistik.
3. Studi-studi pengantar (qaidah, sharaf bahasa Arab, dan lain-lain).
4. Studi-studi pelengkap (membaca dan menterjemahkan Al-Quran, mempelajari
prinsip-prinsip fiqih, ‘ilm al-rijal atau penyelidikan biografi para perawi
hadis-hadis, dan lain-lain). (Ghulsyani.1994:41)
Keindahan tidak hanya bisa dilihat berdasarkan pengamatan empirik saja, bahkan
mungkin akal pun belum bisa menjangkau keberadaan keindahan yang sifatnya nonfisik,
misalnya keindahan surga, meskipun kita menyakininya, tapi akal bukan satu-satunya alat
yang bisa kita gunakan untuk menangkap realitas-realitas nonfisik. Pasalnya selain akal,
manusia juga dikaruniai hati “qalb” atau intuisi yang bisa digunakan untuk tujuan
13
tersebut, tetapi orang yang hatinya tidak bersih dia tidak akan bisa mengambil manfaat
dari apa yang telah dia peroleh, seperti pernyataan dari Imam Ali bin Abi Thalib: “Orang
yang tidak membersihkan hatinya, dia tidak akan dapat mengambil manfaat dari
inteleknya.”
Melalui sejumlah tanda di dalam Al-Qur`an, Allah memberikan penghargaan
kepada estetika, kecantikan, dan kemolekan, dan memberikan dorongan kepada hambahamba-Nya untuk menikmati itu semua.
Surga adalah Ciptaan Tuhan
Ayat-ayat Al-Qur`an yang berkaitan dengan us rga juga berperan sebagai
bimbingan bagi makhluk beriman, karena ayat-ayat itu menguraikan nilai-nilai estetika
dan kecantikan yang Allah sudah pilihkan untuk mereka. Inilah bentuk-bentuk kecantikan
dan estetika yang menyenangkan Allah. Lebih dari itu, Dia sudah berjanji untuk memberi
rahmat kepada hamba-hamba-Nya dengan kemolekan semacamnya kelak di surga. Dalam
cahaya tanda-tanda inilah, orang-orang beriman coba menciptakan satu lingkungan
seperti yang digambarkan terdapat di surga, untuk mereka nikmati sendiri di dunia ini,
sehingga dengan demikian memperoleh pola hidup yang ditandai dengan melimpahnya
keindahan. (Harun Yahya)
Manusia adalah Ciptaan Tuhan
Manusia adalah ciptaan Tuhan, semua ciptaan Tuhan adalah indah, karena
dasarnya adalah kebenaran. Keindahan manusia ini dilukiskan oleh Allah melalui ayatayat Al-Quran
14
Allah, Dia yang telah menciptakan manusia dalam bentuk terindah, juga
memberikan ilham kepada mereka agar mereguk kesenangan dari berbagai macam
kecantikan. Di antara semua ciptaan, hanya manusia saja yang mendapat iradah mengenal
konsep "kecantikan". Manusia tidak saja menikmati barang-barang cantik, tapi juga
berusaha membuatnya.
Allah, Dia yang telah menciptakan manusia dalam bentuk terindah, juga
memberikan ilham kepada mereka agar mereguk kesenangan dari berbagai macam
kecantikan. Di antara semua ciptaan, hanya manusia saja yang mendapat iradah mengenal
konsep "kecantikan". Manusia tidak saja menikmati barang-barang cantik, tapi juga
berusaha membuatnya.
Di dalam al-Qur'an Dia menyatakan bahwa karunia-Nya,
"Katakanlah, 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezeki yang baik?' Katakanlah, 'Semuanya itu disediakan bagi
orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja di
hari kiamat)…." (al-A'raaf : 32)
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang
bercampur, yang hendak Kami uji (dengan perintah dan larangan), dan Kami
jadikan dia mendengar dan melihat. (Al-Ihsan:2)
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati tanah.
Kemudian Kami menjadikannya nuthfah (bakal makhluk hidup) yang disimpan
dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian Kami menjadikannya segumpal
darah, dan segumpal darah itu Kami jadikan suatu jaringan, kemudian Kami
menjadikannya tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. Kemudian Kami menjadikannya ciptaan yang lain. Maka Mahasuci-lah
Allah, Pencipta yang paling baik. (Al-Mu’minuun:12-14)
15
Alam adalah Ciptaan Tuhan
Beberapa ayat dalam Al-Quran yang menyatakan bahwa Allah telah menciptakan
alam. Alam merupakan ciptaan Allah. Jadi, alam merupakan keindahan, karena
keindahan dasarnya adalah kebenaran, dan tidak ada ciptaan A
llah yang tidak
berdasarkan kebenaran. Ayat-ayat tersebut antara lain:
Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah
menurunkan air dari langit, maka diatur-Nya menjadi sumber-sumber di bumi,
kemudian ditumbuhkannya dengan air itu tanaman-tanaman yang bermacammacam warnanya, lalu ia menjadi kering, lalu Kami melihatnya kekuningkuningan, kemudian dijaikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal. (Az Zumar:21)
Allah, Dia-lah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan, dan
Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan
menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan ke luar dari celahcelahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang
dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.(Ar Ruum:48)
Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal
ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat
dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.(An Naml:88)
Dengan berpedoman kepada ayat-ayat Al-Quran dan Hadis sebagai sumber
ilmu, Al-Quran tentu saja, sebagai mana alam semesta, adalah sumber pengetahuan yang
luas dan dalam, serta mencakup berbagai aspek, yang untuk memahaminya dengan benar
diperlukan metode yang cocok.
16
DAFTAR PUSTAKA
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib.1995. Islam dan FilsaSains.Bandung: Mizan
Ghulsyani, Mahdi. 1994. Sains menurut Al-Quran. Bandung: Mizan.
Kartanegara, Mulyadhi. 2006. Reaktualisasi Tradisi Islam. Jakarta: Baitul Ikhsan.
Nataatmadja, Hidayat. 1994. Krisis Manusia Modern. Surabaya: Al-Ikhsan.
Widagdo, Djoko. 1991. Ilmu Budaya Dasar.Jakarta: Bumi Aksara.
Sumber lain:
Surat kabar Pikiran Rakyat
http://www.parapemikir.com/articles/6482/1/Partial/Page1.html
http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?t=21908&sid=3033c1cb87
740bf069d4e2092ac063a3
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptumm-gdl-clipp-1999shinta-1322-syurga&q=Wanita
17
Download